MATA KULIAH BAHASA INDONESIA SEBAGAI UPA

Mata Kuliah Bahasa Indonesia Sebagai Upaya
Menumbuhkan Generasi Bangsa Yang Berkarakter
Ahsani Taqwiem
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP
Universitas Lambung Mangkurat
ahsanitaqwiem@unlam.ac.id
Abstrak
Karakter adalah pembentuk warga negara yang baik. Salah satu yang
mampu membentuk karakter adalah bahasa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan bangsa Indonesia harus ambil bagian dalam usaha menumbuhkan
karakter warga negara. Pelajaran bahasa Indonesia adalah pelajaran wajib pada
jenjang pendidikan yang ada di Indonesia, tidak terkecuali di jenjang perguruan
tinggi. Sebagai sebuah mata kuliah, bahasa Indonesia diarahkan menjadi mata
kuliah pengembang kepribadian. Tantangan mata kuliah Bahasa Indonesia semakin
hari juga semakin berat. Berada di era globalisasi tentu membawa efek positif serta
negatif, termasuk untuk bahasa Indonesia sebagai bahasa maupun sebagai sebuah
mata kuliah.
Kata kunci: bahasa Indonesia, karakter, globalisasi
Pendahuluan
Warga Negara yang baik tentu adalah warga negara yang memiliki karakter.
Karakter sebagai sesuatu yang abstrak dan melekat pada masing-masing individu

dapat ditanam serta ditumbuhkan lewat berbagai cara. Salah satu caranya adalah
lewat bahasa, dalam konteks bangsa Indonesia tentu saja bahasa Indonesia yang
menjadi ujung tombak dalam upaya menumbuhkan karakter masyarakat.
Sejak dikumandangkannya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang
berbunyi. Sejak saat itu pula sumpah pemuda menjadi jiwa dalam mengembangkan
kepribadian bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia menegaskan perannya sebagai
pondasi kebangsaan, butir ketiga pada Sumpah Pemuda menjadi semacam cikal
bakal perjuangan para pemuda untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Begitu pentingnya bahasa Indonesia terlihat dari selalu adanya mata pelajaran
pelajaran bahasa Indonesia dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Bahasa
Indonesia adalah menu wajib dan utama. Hal ini adalah salah satu pengejawantahan
dari peraturan dan semangat menghormati bahasa Indonesia sebagai bahasa nomor
satu.
Pengajaran bahasa Indonesia adalah salah satu cara untuk membentuk warga
negara yang baik. Namun, sudah tercapaikah tujuan dari pengajaran bahasa
Indonesia tersebut? Kiranya pertanyaan ini adalah pertanyaan yang jawabannya tentu
saja sangat beragam tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Secara tersirat
mata pelajaran bahasa Indonesia juga membawa nilai-nilai kebangsaan. Hal ini
sangat mendasar sebab bahasa Indonesia adalah bahasa resmi bangsa Indonesia.
Selain itu, penjabaran mengenai pentingnya kehadiran bahasa ini juga terurai dalam


banyak teks, semisal teks sumpah pemuda, teks pembukaan UUD ’45, serta dengan
pada pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia Sebagai Mata Kuliah
Mengacu kepada SK Dirjen Dikti tentang Mata Kuliah Pengembang
Kepribadian No. 43/Dikti/Kep/2006 sebenarnya perkuliahan bahasa Indonesia di
perguruan tinggi telah bergeser tujuannya, dari sekedar menghendaki mahasiswa
memiliki penguasaan piranti-piranti kebahasaan menjadi lebih komplek dan
menyeluruh. Mata kuliah bahasa Indonesia diarahkan menjadi dasar dalam
mengembangkan kompetensi dan kepribadian.
Tujuan yang semula sederhana menjadi lebih luas dan menyeluruh. Mata
kuliah bahasa Indonesia menggung beban yang tidak ringan, membentuk manusiamanusia Indonesia yang kompeten dan berkarakter. Berhasilkan pengajaran bahasa
Indonesia selama ini? Kiranya jawaban dari pertayaan ini sangat beragam. Sebab
tentu saja seharunya keberhasilan bahasa membentuk karakter dapat diamanati pada
hasil belajar atau yang lebih umum bisa kita lihat pada hasil Ujian Nasional yang
sejak tahun 2003. Hubungan keduanya akan terlihat langsung sebab jika nilai UN
mata pelajaran bahasa Indonesia jauh dari harapan dibanding mata pelajaran lain,
tentu saja ini adalah sebuah idikator dan jawaban mengapa banyak siswa kita yang
karakternya masih perlu dipertanyakan.
Fenomena ini memang bukan hal yang asing kita dengar. Isu mengenai

rendahnya nilai mata pelajaran bahasa Indonesia adalah isu lama yang terus
berulang. Bahkan pada tahun 2013 nilai UN jurusan bahasa yang notabene adalah
jurusan dengan konsentrasi bahasa, termasuk bahasa Indonesia, hampir 25% tidak
lulus dalam UN mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini menjadi ironi dan begitu
mengherankan. Belum lagi jika nilai bahasa Indonesia dibandingkan dengan nilai
mata pelajaran yang lain seperti IPA dan IPS. Hal ini memunculkan pertanyaan ada
apa dengan mata pelajaran bahasa Indonesia. Sebegitu susahkah mempelajari bahasa
yang kita kenal bahkan sejal taman kanak-kanak, atau memang masalahnya bukan
pada materi bahasa, tetapi ada pada subjek pembelajarnya.
Berkaca dari fakta di atas, serta tentu saja berlandaskan dari peraturan
pemerintah, maka pertanyaan mengapa bahasa Indonesia perlu disajikan lagi sebagai
mata kuliah pada jenjang perguruan tinggi dapat dipahami. Secara umum mata kuliah
bahasa Indonesia diletakkan pada semester awal perkuliahan, meskipun dibeberapa
jenjang disajikan pada semester atas dengan bobot 2 sampai 3 sks. Materi-materi
pokok perkuliahan secara garis besar biasanya berisi tentang sejarah singkat bahasa
Indonesia, ejaan, ragam bahasa, diksi, karya ilmiah dan notasinya, serta pirantipiranti bahasa seperti kata, kalimat dan paragraf.
Mata kuliah bahasa Indonesia menuntut pengajar yang kreatif dan inovatif,
sebab materi-materi yang sudah bersifat baku kalau disampaikan dengan cara yang
kurang menarik akan membuah mahasiswa semakin kesulitan dan merasa jenuh
karena materi yang mereka dapatkan sebagian adalah materi yang sudah pernah


mereka pelajari sewaktu bersekolah. Hal seperti ini akan menghambat perkuliahan
bahasa Indonesia menjadi maksimal dalam mencapai tujuan perkuliahan.
Hubungan Mata Kuliah Bahasa Indonesia dan Nilai Karater Bangsa
Karakter mencuat menjadi topik yang selalu diperbincangkan, hal ini semakin
kuat sejak Kemendikbud pada tahun 2011 merumuskan 18 jenis nilai karakter bangsa
yaitu religius, jujur, toleransif, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab.
Menurut KBBI (2008), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, ahlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen,
watak. Pengertian lain menyebutkan bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang
menuju pada suatu sistem, yang melandasi pikiran, sikap, dan perilaku yang
ditampilkan (Philips, 2008: 235).
Hampir semua karakter yang diuraikan Kemendikbud pada hakikatnya bisa
diintegrasikan baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pembelajaran.
Namun, ada beberapa karakter yang langsung terlihat dan terbangun pada saat
pembelajaran bahasa khususnya bahasa Indonesia.

Karakter disiplin adalah karakter yang sangat berkaitan dan mampu tumbuh
pada saat mahasiswa belajar bahasa Indonesia. Disiplin berasal dari bahasa latin
Discere yang berarti belajar. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan
melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang tunduk pada keputusan,
perintah, atau peraturan yang diberlakukan bagi dirinya sendiri (Lemhannas,
1995:11).
Bahasa Indonesia diatur oleh ejaan. Ejaan adalah ”Sistem atau aturan
perlambangan bunyi bahasa dengan huruf (u.p. Huruf Latin), aturan menuliskan katakata atau cara-cara mempergunakan tanda baca (Kridalaksana, 1985: 38). Ejaan
berisi aturan yang bersifat baku dan mengikat. Mahasiswa yang belajar bahasa
Indonesia mau tidak mau harus taat dan tunduk pada ejaan yang berlaku.
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan yang sejak lama dikenal,
namun hal ini berubah setelah pada tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa Ejaan Yang
Disempurnakan diganti menjadi Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Jika dihitung EBI
adalah sistem ejaan keempat yang pernah digunakan bangsa Indonesia.
EBI mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penulisan huruf, penulisan kata,
pemakaian tanda baca serta penulisan unsur serapan. Mahasiswa mau tidak mau

harus taat dan disiplin dalam menulis sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan taat

pada aturan penulisan mahasiswa akan terlatih dan mampu menjadi pribadi yang taat
dan disiplin pada aturan-aturan yang ruang lingkupnya lebih luas seperti aturan
hukum dan aturan sosial kemasyarakatan.
Ada empat unsur-unsur disiplin yaitu aturan, hukuman, penghargaan dan
konsistensi (Hurlock, 1970:74). Aturan kebahasaan khususnya untuk bahasa resmi
sebuah Negara tentu saja bukan aturan yang boleh diremehkan. Harus ada hukuman
bagi mereka yang tidak mau patuh dan menganggap aturan bahasa sebagai sesuatu
yang serius. Cerita mengenai bangsa Jepang yang begitu menomor satukan bahasa
mereka tentu adalah cerita yang sudah sering kita dengar. Setiap buku luar dan tidak
berbahasa Jepang kalau ingin beredar di dalam Negara mereka harus diubah dulu ke
dalam bahasa mereka, semua buku, tidak terkecuali. Hal ini adalah salah satu contoh
sederhana mengapa Jepang bisa tumbuh menjadi Negara adidaya yang sejajar dengan
Negara-negara besar lain. Mereka mengerti bahwa bahasa adalah pondasi untuk
menjadi bangsa yang besar.
Pemerintah kita kiranya masih dalam tahap berusaha mencapai level yang
sama, atau berada pada tahap serius seperti Negara lain memperlakukan bahasanya.
Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya kesalahan ejaan yang dilakukan pihak
pemerintahan seperti yang terlihat pada surat-surat resmi dan dokumen lainnya.
Tidak bisa dielakkan hal ini terjadi karena faktor kurangnya pengetahuan akan ejaan
serta faktor tidak adanya hukuman jika tidak menerapakan ejaan sesuai dengan

aturan. Pendapat ini memperkuat alasan mengapa mata kuliah bahasa Indonesia
masih perlu diajarkan pada jenjang perguruan tinggi. Harapannya tentu saja agar para
mahasiswa ketika sudah lulus dan bekerja di instansi pemerintahan dapat
menerapkan pengetahuan yang sudah mereka dapat saat kuliah.
Banyaknya tindakan tidak terpuji khususnya yang dilakukan oleh kalangan
mahasiswa sebagai warga negara merupakan indikator bahwa mereka kurang disiplin
terhadap peraturan yang berlaku. Bagaimana mungkin mereka mau taat kalau pada
aturan sederhana seperti atuan penulisan saja mereka tidak bisa tunduk. Hal
sederhana ini menyiratkan bahwa kuliah bahasa Indonesia adalah mata kuliah yang
dapat menunjang pembentukan karakter bangsa melalui generasi muda.
Aspek penghargaan bagi pengguna bahasa yang patuh tentunya juga harus
diperhatikan oleh pemerintah. Pemilihan duta bahasa Indonesia di setiap daerah yang
berujung pada pemilihan tingkat nasional patut diapresiasi. Kegiatan ini dilaksanakan
oleh badan bahasa beberapa tahun belakangan diharapkan dapat menjadi pembuka
jalan dan menunjukkan bahwa pemakai bahasa Indonesia juga memiliki ajang untuk
saling tampil dan dihargai. Konsistensi acara-acara seperti ini serta agenda-agenda
yang dibuat oleh bahasa misalnya harus tetap dijaga agar tidak terlihat hanya ikutikutan dan kemudian hilang gaungnya.

Karakter selanjutnya yang dapat langsung terlihat pada saat pengajaran
bahasa Indonesia adalah komunikatif. Komunikati menurut KBBI adalah kata

adjektiva atau kada sifat yang artinya menjelaskan nomina atau pronomina.
Sedangkan artinya secara sederhana adalah mudah dipahami atau dimengerti.
Berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam
hal tata bahasa, melainkan juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang
komunikatif tidak selalu harus merupakan bahasa standar. Sebaliknya, penggunaan
bahasa standar tidak selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita
menggunakan ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu
mengikuti kaidah bahasa yang benar (Alwi dkk., 1998: 21).
Di dalam mata kuliah bahasa Indonesia mahasiswa diminta menggunakan
bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan dengan baik dan benar. Namun, hal ini
belakangan menjadi kendala serius sebab begitu hebatnya arus bahasa gaul atau
dalam bahasa Inggris disebut bahasa slank. Di sinilah mahasiswa diajak untuk tetap
berkarakter komunikatif namun juga tidak kebablasan yang akhirnya terbawa arus
meninggalkan aturan bahasa yang baik dan benar. Pemahaman bahwa bahasa
Indonesia lebih komunikatif dalam suasana resmi dan formal harus dipahami
mahasiswa. Tentu hal ini juga akan berdampat pada tulisan-tulisan ilmiah yang
nantinya akan mahasiswa hasilkan, jika mereka tidak mampu menulis dengan ragam
baku tentu kadar keilmiahan serta nilai komunikatif tulisan mereka akan
dipertanyakan.
Komunikasi dalam dunia kerja juga menuntut penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar. Dunia kerja memiliki jangkauan yang umum dan universal,
berbagai suku bahkan bangsa bersaing serta kemudian bekerja sama dalam instansi
atau perusahaan tempat mereka bekerja. Tidak mungkin tetap mempertahankan
komunikasi dengan menggunakan bahasa daerah pada situasi seperti ini. Bahasa
Indonesia adalah solusi agar tetap mampu berkomunikasi dengan baik. Melepaskan
kedaerahan dalam berbahasa tentu bukan perkara mudah, selain itu mahasiswa juga
harus benar-benar memahami kriteria penggunaan bahasa yang baik dan benar,
karena itulah mata kuliah bahasa Indonesia hadir dan tetap penting diajarkan kepada
para mahasiswa.
Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam
bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan
topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau
lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang
baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan
tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang benar tergambar dalam
penggunaan kalimat-kalimat yang gramatikal, yaitu kalimat-kalimat yang memenuhi
kaidah tata bunyi (fonologi), tata bahasa, kosa kata, istilah, dan ejaan. Penggunaan
bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu
kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat (Sugono,
1999 : 21)


Karakter berikutnya adalah semangat kebangsaan serta cinta tanah air. Kedua
karakter ini kiranya saling berkaitan dan berhubungan. Ketika seseorang memiliki
semangat berbangsa dan bernegara tentu saja dia adalah individu yang cinta tanah
air. Karakter semangat kebangsaan adalah karakter yang akan terpupuk pada saat
mahasiswa mengikuti mata kuliah bahasa Indonesia. Materi-materi seputaran sejarah
dan perkembangan bahasa Indonesia akan membuka wawasan mahasiswa mengenai
bahasa Indonesia. Bahwa bahasa Indonesia hadir karena semangat kebangsaan yang
sangat kuat pada saat para pemuda ingin memerdekakan bangsa Indonesia dari
tangan penjajah. Pemikiran untuk memiliki bahasa yang dijunjung tinggi diantara
banyaknya bahasa daerah tentu tidak mungkin lahir tanpa semangat kebangsaan yang
kental. Dengan mengetahui sejarah diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
meneladani semangat kebangsaan para pendahulu mereka.
Bahasa Indonesia dijadikan mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK)
di setiap perguruan tinggi dengan tujuan agar para mahasiswa menjadi ilmuwan dan
professional yang memiliki sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia.
Sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia diwujudkan dengan (1)
kesetiaan bahasa, yang mendorong mahasiswa memelihara bahasa nasional dan,
apabila perlu, mencegah adanya pengaruh bahasa asing, (2) kebanggaan bahasa, yang
mendorong mahasiswa mengutamakan bahasanya dan menggunakannya sebagai

lambang identitas bangsanya, dan (3) kesasadaran akan adanya norma bahasa, yang
mendorong mahasiswa menggunakan bahasanya sesuai dengan kaidah dan aturan
yang berlaku (Arifin dan Tasai, 2008: 2).
Melalui deksripsi tujuan umum mata kuliah bahasa Indonesia di atas dapat
kita cermati bahwa karakter cinta tanah air adalah karakter yang melekat pada tujuan
perkuliahan. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia hanya bisa dimiliki oleh mereka
yang memiliki karakter cinta terhadap tanah airnya. Kenyataan dimasyarakat
memang memperlihatkan pudarnya kecintaan terhadap bahasa Indonesia, bukan
karena bahasa Indonesia jelek atau kurang bagus, hanya saja arus gaya berbahasa
yang diperlihatkan media masa atau media elektronik seringkali memberikan contoh
yang kurang baik. Para pejabat dan tokoh publik seringkali mencampuradukkan
bahasa Indonesia dengan bahasa asing dengan alasan kelihatan lebih bergengsi dan
cendekia. Hal ini sebenarnya kurang tepat, bahasa Indonesia melalui kongres bahasa
dan balai bahasa sebenarnya sudah berusaha mengantisipasi konsep-konsep baru dari
luar yang belum ada padanannya di dalam bahasa Indonesia. Namun, kurangnya
informasi kepada masyarakat serta kurang gencarnya pemerintah menyebarluaskan
kosakata baru membuat usaha ini kurang maksimal.
Sikap positif sangat krusial dalam upaya menjaga kelestarian bahasa
Indonesia. Mahasiswa sebagai generas penerus seharusnya mampu memahami, sebab
jika sikap positif ini luntur maka kecintaan dan kebanggaan akan bahasa persatuan
juga akan pudar. Bahasa bukan sebuah hasil budaya yang kekal, bahasa bisa saja
punah kalau para pemakai bahasa tidak berusaha menjaga dan melestarikan bahasa
itu sendiri.
Sikap positif juga menuntut karakter lain yaitu karakter bertanggung jawab.
Mata kuliah bahasa Indonesia menanamkan bahwa menjaga dan melestarikan bahasa

adalah tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia termasuk para mahasiswa.
Tanggung jawab lain yang ditanamkan adalah tanggung jawab menggunakan
bahaasa Indonesia dalam setiap tugas yang mahasiswa kerjakan. Makalah dan
presentasi ilmiah yang menjadi tugas wajib mahasiswa dalam perkuliahan harus
menggunakan media bahasa Indonesia. Para mahasiswa bertanggung jawab terhadap
bahasa yang mereka gunakan, karena jika tidak bahasa Indonesia akan memiliki
masa depan yang kurang cerah. Hal ini akan mengancam keberadaan bangsa
Indonesia sebab bahasa Indonesia memiliki kedudukan penting di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kedudukan bahasa Indonesia dibagi dua, pertama sebagai
bahasa nasional dan kedua sebagai bahasa negara. Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional didasarkan pada sumpah pemuda 1928. Sedangkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara berdasarkan UUD 1945 pasal 36.
Karakter gemar membaca juga menjadi karakter yang mampu ditumbuhkan
mata kuliah bahasa Indonesia. Mahasiswa dalam perjalanan pembelajaran tentu harus
membaca materi dan literature mengenai bahasa Indonesia. Semakin banyak buku
yang mereka baca maka secara tidak langsung memupuk kebiasaan membaca
mereka. Dengan harapan buku yang mereka baca adalah buku berbahasa Indonesia.
Selain dapat menambah wawasan dan memperkaya diksi, dengan membaca bukubuku berhasa Indonesia secara tidak langsung turut menjaga dan melesatarikan
kelngsungan hidup bahasa Indonesia.
Dari beberapa karakter di atas yang mampu tumbuh dan berkembang saat
mahasiswa mengikuti mata kuliah bahasa Indonesia tentu dapat menjelaskan
mengapa hingga saat ini mata kuliah bahasa Indonesia memiliki jatah dan tempat
tidak tergantikan dalam ranah keilmuah pada jenjang perguruan tinggi. Karakterkarakter lain yang tidak diuraikan di atas bukan berarti karakter yang terpisah dan
tidak mampu ikut dipupuk saat perkuliahan bahasa Indonesia. Karakter lain seperti
religius, jujur, toleransif, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
menghargai prestasi, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung
jawab adalah karakter yang bisa disisipkan pada saat pemberian dan penilaian tugas.
Peran pengajar atau dosen dalam hal ini sangat sentral, bagaiman dosen mampu
melihat seorang mahasiswa bersikap jujur atau tidak pada saat kuliah berlangsung
serta saat melakukan koreksi terhadap tugas yang dikumpulkan. Dosen harus
mengingatkan kepada mahasiswa bahwa plagiat adalah perbuatan yang sangat tercela
serta memiliki sanksi tegas jika dilakukan oleh mahasiswa.
Bahasa Indonesia dan Tantangan Masa Depan
Globalisasi membawa dampak positif namun juga turut membawa efek
negatif kepada bangsa Indonesia. Globalisasi adalah kata serapan dari bahasa
Inggris globalization. Kata globalization sendiri berasal dari kata global yang berarti
universal yang kemudian mendapat imbuhan -lization yang dimaknai sebagai proses.
Jadi globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik
berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia.
Globalisasi membuat bangsa Indonesia harus ikut ambil bagian di dalamnya.
Perkembangan iptek harus diikuti agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dibanding

bangsa-bangsa yang sedang berkembang lain. Ditambah lagi pada tahun 2015
kemarin era pasar bebas ASEAN (MEA) telah mulai dibuka. Hal ini semakin
membuat batas-batas Negara dan waktu mulai pudar berkat kemajuan teknologi
informasi.
Arus globalisasi membawa ancaman tersendiri bagi bahasa Indonesia di
negaranya sendiri. Informasi dan teknologi menjadi jembatan penghubung yang
mampu menepiskan jarak dan waktu untuk membawa budaya asing atau budaya luar
masuk ke Indonesia. Jika hal ini tidak dipandang serius dan difilter makan akan ada
kebudayaan yang dikalahkan karena terus menerus dihegemoni oleh kebudayaan
lain. Efek-efek seperti culture shock, culture lag, sekulerisme dan liberalism akan
mengancam nilai-nilai budaya lokal serta nasional yang selama ini coba
dipertahankan, belum lagi efek dibidang kebahasaan yang sangat cepat menjalar
tanpa adanya penyaringan.
Televisi, internet, serta bahan bacaan yang begitu bebasnya masuk
menggunakan bahasa asing membuat pelan-pelan pemikiran bahwa bahasa asing
lebih penting dibanding bahasa Indonesia mau tidak mau akan muncul. Ancaman
serius ini harus bisa ditanggulangi bersama dengan komando yang tepat dari
pemerintah.
Upaya melindungi bahasa Indonesia dengan menjadikannya pelajaran wajib
sudah baik, namun jika tidak didukung dengan kebijakan-kebijakan lain maka tentu
saja hasilnya tidak akan maksimal. Pemerintah tentu harus bekerja sama dengan
merangkul semua aspek masyarakat yang terkait untuk merumuskan langkahlangkah untuk menanggulangi aspek negatif globalisasi disamping terus berusaha
menyerap dan memanfaatkan aspek positif yang dibawanya.
Sebenarnya jika dicermati bahasa Indonesia dengan sendirinya membuktikan
bahwa dia adalah salah satu bahasa penting yang ada di dunia. Dari sekitar 6.912
bahasa yang dituturkan di dunia (Lewis, 2009), bahasa Indonesia harus bersaing
dalam upaya bertahan dari terbentuknya dunia yang tanpa batas di era globalisasi.
Penting tidaknya sebuah bahasa dilihat dari 3 aspek. Pertama aspek jumlah
penutur bahasa itu sendiri. Dengan penutur sekitar 255 juta lebih secara jumlah
bahasa Indonesia adalah bahasa dengan peringkat ke 7 dari daftar negar-negara
dengan jumlah penutur terbanyak. Semakin banyak penutur sebuah bahasa maka
semakin penting bahasa tersebut, begitu juga sebaliknya. Jumlah penutur yang besar
itu juga yang membuat bahasa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi bahasa
dalam skala internasional.
Aspek kedua adalah dipandang dari luas penyebarannya. Bahasa Indonesia
tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sebuah Negara yang tidak bisa dibilang kecil.
Belum lagi para penutur bahasa Indonesia yang berada di luar negeri, baik untuk
kuliah, bekerja maupun sekedar liburan, mereka secara sadar maupun tidak sadar
membawa bahasa Indonesia dan memperluas daerah penyebarannya. Fakta-fakta
bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat di Autralia serta menjadi
bahasa yang diajarkan di Negara Vietnam, Kanda bahkan Amerika memberikan

bukti bahwa penyebaran bahasa Indonesia termasuk sangat luas menembus batasbatas teritorial negara.
Aspek ketiga adalah aspek dipakainya bahasa tersebut sebagai sarana ilmu,
budaya dan sastra. Bahasa Indonesia mampu memenuhi tuntutan sebagai sarana
pengantar ilmu pengetahuan, kosakata pun terus berusaha ditambah agar dapat
menyerah konsep-konsep baru yang berkembang dalam masyarakat dan ilmu
pengetahuan. Belum lagi produk budaya dan sastra yang dikembangkan dalam
bahasa Indonesia sejak bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa Negara dan
bahasa nasional.
Ketiga aspek diatas ternyata dapat memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia
adalah bahasa yang penting, karena itulah usaha menjaga dan melesatarikan bahasa
Indonesia harus terus dilakukan. Jangan sampai kekayaan budaya seperti bahasa
lebih dihargai oleh orang asing daripada oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Simpulan
Warga negara yang baik atau good citizen adalah pondasi untuk membawa
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan setara dengan bangsa-bangsa besar
lain di dunia. Dalam upaya membentuk warga negara yang baik salah satu caranya
adalah dengan menumbuhkan manusia-manusia Indonesia yang memiliki karakter,
dan bahasa memiliki peran dalam menumbuhkan karakter tersebut.
Pelajaran bahasa Indonesia menjadi menu wajib dalam setiap jenjang
pendidikan di Indonesia, tidak terkecuali pada jenjang perguruan tinggi. Mata kuliah
bahasa Indonesia dapat menjadi salah satu cara menumbuhkan karakter kepada para
penerus bangsa, terutama di kalangan mahasiswa yang notabene generasi muda.
Pada hakikatnya 18 karakter yang dirumuskan oleh Kemendikbud pada tahun
2011 bisa diintegrasikan ke dalam mata kuliah bahasa Indonesia. Namun, ada
beberapa karakter yang kuat dan mampu ditonjolan pada saat perkuliahan
berlangsung. Karakter tersebut adalah disiplin, komunikatif, semangat kebangsaan
dan cinta tanah air.
Melalui penjelasan di atas terlihat bahwa mata kuliah bahasa Indonesia
memiliki andil yang cukup besar untuk menjadikan mahasiswa menjadi generasi
yang berkarakter dan menjadi manusia Indonesia yang baik. Hal seperti ini harus
terus dilanjutkan dan memerlukan dukungan oleh instansi atau pihak-pihak terkait
agar ada sinergi dalam upaya melindungi bahasa Indonesia, apalagi kita berada ddi
dalam era globalisasi yang tidak mungkin dihindari. Mempertahankan dan menjaga
kelestarian bahasa Indonesia berarti juga turut menjaga bangsa Indonesia, menjaga
bahasa adalah menjaga martabat bangsa.

Daftar Rujukan
Alwi, Hasan dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Arifin, E. Zainal dan S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia.
Jakarta: Akademika Pressindo.
Depdikbud. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hurlock, Elizabeth B. 1970. Child Growth and Development. Montana:
Kessinger Publishing .
Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata bahasa deskriptif bahasa Indonesia:
Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Lembaga Ketahanan Nasional Indonesia. 1995. Disiplin Nasional. Jakarta:
Balai Pustaka.
Lewis, M. Paul (ed.), 2009. Ethnologue: Languages of the World, Sixteenth
edition. Dallas, Texas: SIL International.
Philips, Simon. 2008. Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugono, Dendy. 1999. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa
Swara.