- Peningkatan produksi agrikultur sejak 1957
Tabel 1 - Peningkatan produksi agrikultur sejak 1957
No. Wilayah Komune Tanaman Utama Hasil: Kg/Ha
1 Beijing Gandum
2 Beijing Sayuran segar
3 Shanghai Sayuran segar
4 Shanghai Gandum
2.700 Beras
72 | W.F. Wertheim
Kapas (murni)
5 Hangzhou Beras
6 Guangzhou Beras
7 Guangdong Utara Beras
7.300 - Kacang
8 Guangdong Selatan Beras
9 Hubei-Utara Beras
10 Hubei-Utara Beras
7.500 - Kapas (murni)
- (Beras selalu dihitung sebagai padi, kurang lebih 2/3 dari beratnya ialah
yang untuk konsumsi sebagai beras lepas-kulit.) Sekembali ku di Beijing pada akhir kunjungan ke daerah pedesaan
Republik Rakyat Tiongkok itu, saya dapat menjumpai Tn. Tan Zhenlin, pemimpin politik yang bertanggung jawab atas urusan-urusan agrikultur. Kepadanya aku ajukan pertanyaan berikut, yang masih menghantui ku walaupun kesan-kesan yang umumnya positif yang aku dapatkan dari kunjungan ke komune-komune rakyat di seluruh Tiongkok:
Selama kunjungan aku ke negeri anda, kepada ku selalu ditekankan, bahwa komune-komune rakyat yang telah aku kunjungi itu kurang-lebih mewakili keadaan umumnya; anda juga menerangkan pada ku bahwa angka-angka hasil dan produksi yang aku terima di komune-komune itu dapat dipercaya.
Namun, terdapat suatu pernyataan yang sulit disesuaikan dengan data ini. Pada awal tahun ini, wartawan Amerika, Edgar Snow mengumumkan sebuah wawancara, yang dilangsungkannya dengan Tn. Zhou Enlai pada kesempatan sebuah kunjungan ke Conakry (Guinee). “Perdana Menteri Anda ketika itu mengatakan bahwa produksi total padi-padian untuk tahun 1963 berjumlah sekitar 190 juta ton. Bagaimana dapat aku cocokkan angka ini dengan angka-angka resmi bagi produksi padi-padian di tahun 1957, yang dicatat mencapai jumlah 185 juta ton? Komune-komune yang baru
Dunia Ketiga Dari - Dan Ke Mana? | 73
aku kunjugan secara teratur mencatat peningkatan-peningkatan berarti pada tahun-tahun sejak 1957. Kedua angka yang baru aku sebutkan itu menyiratkan suatu peningkatan total yang sangat kecil dalam produksi sejak tahun 1957, sedangkan dalam enam tahun yang telah berlalu sejak itu (beberapa di antaranya dicatat sebagai tahun-tahun ‘bencana’), jumlah penduduk telah naik dengan sangat berarti. Tidakkah mesti aku simpulkan bahwa angka-total resmi untuk tahun 1957 itu adalah terlalu tinggi sekali, atau bahwa angka yang disebut oleh Tuan Zhou Enlai untuk tahun 1963 itu adalah terlalu rendah sekali?”
Jawaban Tan Shenlin adalah sebagai berikut: “Saya tidak berwenang memberikan kepada anda angka-angka yang belum diumumkan. Angka tahun 1957 adalah realsitik, tetapi angka-angka yang diumumkan untuk tahun-tahun berikutnya terlalu dilebih-lebihkan. Namun, kami telah membetulkan itu.
Pengumuman yang terlalu-dini telah membuat kami lebih berhati-hati dalam pengumuman- pengumuman resmi kami. Kami kini berkecenderungan untuk lebih menghitung angka-angka panen di bawah yang sebenarnya daripada melebih-lebihkannya. Kami lebih suka mengumumkan angka-angka yang terlalu rendah, lima atau sepuluh persen di bawah produksi sesungguhnya. Salah satu alasan untuk berbuat begitu ialah bahwa ketika rakyat memperoleh kesan segala sesuatunya berjalan baik, mereka cenderung melonggarkan daya upaya mereka. Inilah yang kami alami di tahun 1958, dan kami bermaksud mencegah hal itu di masa depan”. Tan Zhenlin juga dengan tegas menyangkal bahwa panen padi-padian pernah jatuh kembali ke 160 juta ton, sebagaimana umumnya diperkirakan oleh para ‘pengamat-Tiongkok’ di Barat. 6
Dari Tan Zhenlin aku mendapat kesan bahswa ia ingin menyiratkan bahwa panen sesungguhnya di tahun 1963 jelas lebih tinggi daripada angka yang disebutkan Zhou Enlai, yang, ketika berbicara dengan Edgar Snow pada bulan Januari tahun 1964, tidak mungkin mengetahui angka- angka finalnya, yang hanya akan tersedia pada akhir tahun itu.
Dengan menerima pernyataan Zhou Enlai yang dibuat pada wawancara itu, bahwa sejak tahun bencana 1961 peningkatan tahunan dalam produksi padi-padian adalah lebih dari 10 juta ton, aku sampai – sebagai suatu perkiraan untuk tahun 1964– pada angka di atas 200 juta ton, barangkali dengan lebih dari 10 persen. Ini akan lebih daripada cukup untuk mengimbangi peningkatan wajar jumlah penduduk sejak tahun 1957 dan seterusnya. Menyusul publikasi di tahun 1965 (dalam berkala Population khusus ilmiah dalam bahasa Perancis) sebuah laporan
74 | W.F. Wertheim
mengenai yang aku alami selama kunjungan ke Tiongkok di tahun 1964 itu, termasuk percakapan ku dengan Tan Zhenlin, sejumlah akhli ekonomi, yang mendasarkan diri pada para ‘pengamat Tiongkok’ di Amerika Serikat atau Hongkong, menyebut perkiraan ku untuk tahun 1964 itu –mengenai hasil total yang di atas 200 juta ton– suatu spekulasi ‘karangan di awan-awang’, tanpa menyadari bahwa angka-angka mereka mereka sendiri tidak lebih daripada ‘spekulasi-spekulasi yang direka- reka dari awang-awang’! 7
Pada tahun-tahun berikutnya, perkiraan saya sangat diperkuat oleh angka- angka yang diumumkan selama tahun-tahun 1960-an dan awal tahun- tahun 1970-an. Para ‘pengamat Tiongkok’ berkukuh bahwa, sebagai akibat Revolusi Kebudayaan tahun 1966 dan tahun-tahun berikutnya, pertanian Tiongkok kembali menghadapi kesulitan-kesulitan luar-biasa. Mereka sama sekali mengabaikan sebuah pernyataan yang dibuat di tahun 1967 oleh wartawan Amerika Anna Louise Strong (yang sudah tinggal lama sekali di Tiongkok), bahwa, menurut para pejabat Tiongkok yang diajaknya berbicara, produksi padi-padian pada tahun itu telah mencapai 230 juta ton. Pada bulan April 1971, ketika Perdana Menteri Zhou Enlai dalam sebuah wawancara dengan Edgar Snow menyatakan, bahwa produksi padi-padian dalam tahun 1970 telah melebihi 240 juta ton, dan sebagai tambahan ada 40 juta ton disimpan dalam gudang-gudang negara, barulah pendapat umum di Barat menjadi yakin akan keadaan sesungguhnya mengenai agrikultur Tiongkok.
Sebagai akibatnya, pemerintah Amerika memutuskan untuk memandang serius Republik Rakyat Tiongkok dan menyelenggarakan hubungan- hubungan diplomatik yang wajar dengan pemerintahan Mao, bahkan dengan bea melepaskan kerajaan-bayangan Taiwan Chiang Kaishek.
Kunjungan Ketiga: 1970/71 Pada musim dingin tahun 1970-71, ketika aku untuk ketiga kalinya
berkunjung ke Tiongkok (kali ini, kembali bersama isteri ku, Hetty), aku sampai pada kesimpulan bahwa kepemimpin Tiongkok telah belajar dari Lompatan Jauh Ke Depan bahwa di bidang agrikultur inovasi-inovasi radikal sebaiknya dihindari. Aku mendapatkan bahwa, secara
Dunia Ketiga Dari - Dan Ke Mana? | 75
keseluruhan, model-Mao yang aku lihat di tahun 19645 pada dasarnya masih berlaku. Namun, strategi pedesaan Tiongkok mempunyai satu kekurangan serius, yang ku perhatikan selama kunjungan ketiga ini. Tiada perencanaan untuk hari depan, dalam pengertian bahwa tidak seorangpun di waktiu ini tampak peduli mengenai yang harus dilakukan sesegera mekanisasi pedesaan telah mencapai suatu taraf tertentu. Tiada seorangpun menyadari bahwa jika ini terjadi maka kelebihan tenaga (kerja) manusia di pedesaan akan menjadi suatu masalah serius. Pengeksploitasian secara lebih intensif atas tanah yang tersedia, yang di dalam tulisan ku dalam Population di tahun 1956 saya sebutkan sebagai obat homeopatik, ketika itu memang diperlukan untuk menjamin agar rakyat tidak akan kelaparan, dan untuk meletakkan suatu landasaran bagi perkembangan ekonomi lebih lanjut. Namun ternyata tidak disadari bahwa tidak dapatlah secara terus-menerus ditingkatkan jumlah pekerja per mou, dan bahwa kita harus siap membuat suatu peralihan pada suatu tahap pembangunan kedua.
Setiap kali ku ungkap keprihatinanku, reaksinya biasanya ialah “Kebijakan akan datang bersama waktu.”
Seakan-akan para pemimpin beranggapan bahwa akan mungkin melanjutkan secara tiada terbatas intensifikasi agrikultur itu. Prakarsa- prakarsa untuk perubahan dalam strategi pedesaan, menurut sejumlah orang asing yang bermukim di sana, yang sudah hidup lama sekali di Tiongkok dan mempunyai hubungan baik sekali dengan para pemimpin –di antaranya Dr. Ma Hai-teh (George Hatem) yang termashur– haruslah datang dari massa pedesaan sesuai ‘garis massa’ Mao dan jangan dipaksakan dari atas! Membuat Rencana untuk tahun 2000 memang bagus bagi orang Barat, yang tidak dapat memahami bagaimana sesungguhnya pembangunan di Tiongkok itu dilaksanakan, atas dasar prakarsa-prakarsa lokal yang diambil di waktu kebutuhan mendesak akan perubahan dirasakan pada tingkat ini.
Untuk selebihnya, kunjungan ketiga ini meyakinkan ku bahwa, sejauh yang mengenai strategi pedesaan, orang-orang Tiongkok masih menempuh suatu jalan yang rasional. Berbeda dengan negeri-negeri Asia lainnya seperti India, Pakistan dan Bangladesh, mereka tidak