Analisis kebijakan pengelolaan taman hutan raya (Studi kasus di TAHURA Sesaot Propinsi Nusa Tenggara Barat)

ANALISIS KEBIJAfCQN PEWGELOLAAN

TAMAN HUTAN RAYA
(S&& Kusus di TAHUR4 SaaN Propimi Nusa Tenggam Barat)

OLEH :
SAHWAN

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTAMAN BOGOR
2002

SAHWAN. ANALISIS KEBUAKAN PEPdGELOLAAN T A M
(Stud1 K i z d~
i TahuraSesaot Pmponsi Ntrsa Tenggaa Barat).

.HUTAN RAYA

Penelitian ini berhjuan (a) untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
teqdbya kerusakan hwasan Taman Hutan Raya Sesad (b) mengadisis alpemadktan yang optimal kawasan Taman Hutan Raya Sesaot. Penelitian in.
dilpada bulan Juli sampai dengan ksember 2001 di Lawasan Tarnan

Hutan Raya Sesaot, Provinsi Nusa Tenggm Barat. Metode ymg digurtakan dalam
penelitian ini adalah mdode survey. Data yang diambil berupa data primer dan data
s e w dengan jumlah respondtm sebazlryak 16 staAeMr. Kemudian data yang
t e r w dimidisis dengan analisis H i e Roses (AHP) dalam kerangica manhat
dan biaya Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (a) b e r w hasil
iwentahsi pemtmm permserta fungsi kewemmgan lembaga
ymg tezbit dalam pengelolm .taman hutan mya Sesaot menunjuklcan tejadinya
k d i k k~~
antara pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat d e w
pemerintah kahpatm Lombok Barat, (b) b e r m hasil analisis AHP
menunjuklm Mwa altematif pengelolaan yang oftimal cialam pengelolaan taman
hutan raya %mot adalah dijadikan kawasan gabungan antara hutan kemasyamkatan
dengan pariwisata.

ABSTRACT
SAHWAN. POLICY ANALYSIS IN PROVINCIAL PARK MANAGEMENT

(CasesStudy in Sesaot ProvincialPark in West N m Tenggara Province).
The objectives of this research are (a) to identify causal factors of land
degradation at the Sesaot Provincial Park, (b) to analyze of a optunal scenario*and

policies in order to solve these problems in sustahabili managanent of Sesaot
Provincial Park. This research was c o n d d in July - December 2001 in area Sesaot
P r o ~ aPark,
l West Nusa Tenggara Province.
The mefhod used in this research is survey method-to explore primary and
secondary data, which are collected hnn sumyyfield observation, i n h e w and
discussion with stakeholders and literature. Hence* data were analyzed by AHP
(analytical hierarchy process) method.
The result of this study shown that (a) authority conflicts occur between the
pvincial government and the residence government in in Provincial Park
management (c) the optimal scenario fkom the cost d y s i s with AHP method
showed that sustainability management of Sesaot Provincial Park area is to mtqmte
between community based forest management and tourism.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN
TAMAN HUTAN RAYA
(Studi Kurus di TAHURA Sesaot Propimi Nusa Tenggara Bamt)

OLEH :
SAHWAN


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program 1:lmuStudi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN TAMAN
HUTAN RAYA (Studi Kasus di TAHURA Sesaot
Propinsi Nusa Tenggara Barat)

Nama Mahasiswa

:Sa hw a n


Nomor Mahasiswa

: 99106lPSL

Program Studi

: Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Andw Indrawan, MS.

Dr. Ir. Hariadi Kartodihardio, MS.

Ketua

1

Anggota


Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan,

#%.
Prof.Dr.Ir. M. Sri Saeni, MS.

I

Tanggal Lulus : 16;Oktober 2002

3. Direktur Program Pascasarjana

Penulis dilahirkan dengan nama Sahwan pada tahun 1974 di Pringgarata,
Lomlmk Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dari keluarga H. Ali Murti dengan
Hj. Eluruljannah sc:bagai anak pertarna dari tiga bersaudara.

Pendidikan Sekolah Dasar di dasar di SDN I Pringgarata, Sekolah Menengah

Pertama di SMPN 2 Pringgarata, Sekolah Menengah Atas di SMAN Narmada, Nusa
Tenggara Barat. Penulis diterima di Fakultas Petemakan Univeristas Mataram pa&
tabu 1993 dan rnenyelesaikan Sarjana Petemakan pada tahun 1998. Selanjutnya

pa& tahun 1999 melanjutkan pendidikan Program Master (S2) pada Program
Pasciisajana Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2000 penulis mendapatkan beasiswa dari
Yayasan Vandeventer Mass dan kemudian pada tahun 2001 mendapat beasiswa
BPPS dari DIKTI.
Sejak tahl1111998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada
Fakultas Petemakan Universitas Nahdlatul Wathan Mataram.

PRAKATA
Puji syukux penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas perkenan dan
rahmat-Nya jualah penulisan Tesis yang bejudul "Analisis Kebijakan Pengelolaan
Taman Hutan h y a (Studi Kasus di TAHURA Sesaot Propinsi Nusa Tenggara
Barat)" ini dapat tmelesaikan.

Pada kesentpatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penuh
rasa hormat kepi& Bapak Dr. Andry Indrawan, MS. selaku Ketua Komisi

Pembimbing, Baprlk Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS. selaku anggota, atas segala
bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan,
penelitian dan per~ulisanTesis ini dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS.
selaku penguji lua atas masukan informasi &lam penyempurnaan Tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M.
Sri Saeni, MS. selrtku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan Magister Sains di Institut Pertanian Bogor. Kepada Rektor Universitas
Nahdlatul Wathan Mataram atas ijin yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan.
Demikian juga kepada Pimpinan Yayasan Vandeventer Maas atas beasiswa yang
telah diberikan dim kepada Pimpinan DIKTI

atas beasiswa BPPS yang telah

diberikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada kedua orang tua
dan adik-adikku teicinta atas segala pengorbanan dan do'a restunya.
Selanjutnya. penulis mengucapkan terima kasih kepada warga Gugahsari 2,
Darmaga - Bogor : Abbas, Hamid, Iwan, Neni, Pak Deden, Pak Saptono, Pak Surye,
Pak Erwan, mba' Tutik, dan Pak Taslim , yang telah banyak memberikan dorongan

dan ntasukan dalan~penyelesaian Tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempuma, namun penulis selalu
berharap semoga tdisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Bogor, 13 Oktober 2002
Penulis

DAFTAR IS1

Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................................................

vi

DAFRTAR GAMBAR.....................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii

I.- PENDAHULUU4N

1.1 Latar Bt:lakang ................................................................................

1

1.2 Perumean Masalah .........................................................................

3

1.3 Tujuan tlan Kegunaan Penelitian ....................................................

5

.

.

1.4 Kerangka Pemlluran .......................................................................

I1. TINJAUAN PUSTAKA
..

..

2.1 Analisls Kebgakan ...........................................................................
2.2 Kebijakm Pengelolaan Hutan ..........................................................
2.3 Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Taman Hutan Raya ...................

2.4 Wisata /dam .....................................................................................

2.5 Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan ........................................
2.6 Pendekatan Analitical Hierarchy Process (AHP)
............................

2.7 Pendekatan AHP ddan Kerangka Manfaat dan Biaya ....................
111. METODELOCiI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................
3.2 Tekhnik Pengumpulan Data.............................................................
3.3 Cara Pe~~entuan
Responden ............................................................
3.4 Variabel yang Diamati ...................................................................

..

3.5 Tahapan Penelit]an ..........................................................................
3.6 Metode ,halisa Data ....................................................................

IV . KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak, Luas dan Batas Kawasan ...................................................
4.2 Biofisik ICawasan ..........................................................................

41

4.3 Sosial. E conomi dan Budaya ...........................................................

49

V. H4SIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Institusi Pengelolaan Kawasan Tarnan Hutan Raya Sesaot ...........

55

5.2 Altemat if Pengelolaan Kawasan Tahura Sesaot yang Optimal ......

59

5.3 Alternati f Bentuk Pengelolaan Tahura Sesaot .........................

67

VI. KESIMPULAIq DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................

68

6.2Saran ........................................................................

69

VII. IIAFTAR PUISTAKA ..............................................................................

70

LAMPIRAN.....................................................................................................

73

DAiTAR TABEL

Halaman

1. Skala Ekuding Berpasangan Model Saaty (1993) ............................

26

2. Faktor-f aktor yang Mempengarulu Manfaat dan Biaya &lam

Pengelo~aan Tahura Sesaot ................................................

33

3. Kondisi Mata Air dan Debit Air di Kawasan Huian Lindung Sesaot

...........................................................................................................

42

4. Jenis Tumbuhan di Kawasan Hutan Lindung Sesaot .......................

44

5. Jumlah I'enduduk Desa Sesaot, Lebah Sempage dan Sedau ...........

50

6. Kondisi .Mats Pencaharian Masyarakat Desa Seaot, Lebah Sempage

dan Sedau..................................................................... 5 1

7. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan, fungsi dan
Kewenar~ganLembagaIInstansi yang Terkait Dalam Pengelolaan
Tahura Sesaot ...............................................................

56

8. Hasil h l l i s i s Individu Manfaat Biaya dengan Metode AHP untuk

Menenturn Kebijakan Terbaik dalam Pengelolaan Tahura
Sesaot ..........................................................................

62

9. Hasil Anillisis AHP dengan Model BCR dalam Pengelolaan Tahura
Sesaot .........................................................................

63

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan A i r Kerangka Pikir Penelitian ............................................

7

2. Altematif Bentuk Pengelolaan Kawasan Tahura Sesaot ... ... ... ...

67

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Hasil Analisis Individu pada Penentuan Manfaat Pengelolaan

Tahura Sesaot .................................................................................

73

2 . Hasil Analisis Individu pada Penentuan Kerugian Pengelolaan
Tahura Sesaot .................................................................................

77

3. Struktu- Hierarki Manfaat Pengelolaan Tahura Sesaot ...................

81

4. Struktu: Hierarki Kerugian Pengelolaan Tahura Sesaot ..............

82

5. Peta Lokasi Penelitian ...................................................

83

L PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Menurut pakar kehutanan dunia, Wiersum (1995) dalam Munggoro (2001),
selaor kehutanan sedang menghadapi masalah besar dan banyak mengalami kecaman,
waliupun selma dua abad terakhir para praMisi kehutanan terw berupaya
melksanakan ~ninsipprinsip kelestarian dalam pengelolaan hutan. Realitas
mer unjukkan bahwa maraknya penggundulan hutan (degradation of forest) akibat
perzmbahan maupun penebangan liar menyebabkan terganggunya ekosistem hutan,
bahlm sampai tt:rbentuknya suatu padang pasir (desertrfication of forest). Keadaan
ini iikhawatirhl akan mengancam bahkan merusak sumberdaya alam tersebut.
Sehlngga program untuk mencapai upaya pelestarian hutan yang paling bijaksana
adal ih "lindungi iwtensi hutan yang masih tersisa".
Hutan di I'rovinsi Nusa Tenggara Barat pun tidak luput dari degradasi, akibat
perambahan maul)un pencurian kayu. Luas hutan di NTB adalah 1.063.273 ha (52 %
dari luas daratan), berdasarkan administrasi pengelolaan hutan, luas tersebut berada
pada 6 CDK, 35 SPH dan 81 SSPH. Salah satu SSPH adalah SSPH Sesaot dengan
luas 5.950 ha yanl: seluruhnya merupakan hutan lindung.
Dengan slatus hutan lindung, hutan lindung Sesaot hampir tidak dapat
dirasakan manfaalnya secara langsung oleh masyarakat sekitar, sementara kelestarian
fung:;inyadihadqlkan pada tekanan penduduk yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Perbmbahan pentiuduk yang semakin cepat dan di sisi lain peluang kerja non
pertanian yang tc:rbatas, memberi dampak terhadap pemanfaatan kawasan hutan

Sea.ot untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik melalui aktivitas perladangan
maupun pengamtlilan kayu.
Dalam nlngka meningkatkan fungsi kelestarian dan sekaligus memberi
inse:ltif ekonomi bag^ masyarakat sekitar baik melalui peluang keqa maupun usaha
ekor~omiproduktif, maka kawasan hutan lindung Sesaot fungsinya sebagian telah

-

diubah menjadi 'Taman Hutan Raya (Tahura) dengan Swat Keputusan Menteri
Kehutanan dan P(:kebunan No. 244Kpts-IU99 tanggal 27 April 1999 dengan luas

+

3.15 5 ha yang terletak di Desa Sesaot, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok
Barat, Provinsi N~isaTenggara Barat. Berdasarkan Undang-Undang Konse~asiNo. 5
tahun 1990 tentar~gKonsewasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman
Hutan Raya ditlefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan unok koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan, jenis asli
atau bukan asli, qang dimanfaakin bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menanjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Kawasan Tahura Sesaot saat ini sebagian besar &am keadaan gundul
(de~adationoffbrest) akibat pemmbahan maupun pencurian kayu secara besarbesaran. Lahan-lahan gundul tersebut harus segera direhabilitasi, karena
dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak yang lebih besar, seperti banjir,
keke~ingan maupun erosi.
Untuk mertghindari terulanginya kasus perambahan maupun pencurian kayu
dan nlewujudkan lcawasan Tahura Sesaot menjadi suatu kawasan yang lestari, maka

dalan~melaksanakan rehabilitasi hams memperhatikan keseimbangan antara aspek

ekologi dan s ~ ~ i iekonomi
ll
masyarakat. Upaya rehabilitasi kawasan Tahura Sesaot
sampai saat ini masih mengalami banyak kendala, mengingat masing-masing
stak'zholders me~npmyaikepentingan yang berbeda-beda dalam pengelolaannya,

dimma pemeriniah dengan kepentingan konse~asinya dan masyarakat dengan
keptingan sosial ekonominya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka untuk mengatasi pennasalahan yang
tejadi

akibat konflik kepentingan antar stakeholders dan untuk mencapai

peng:elolaan k a w w Tahura Sesaot yang optimal, maka penelitian iN mencoba
mengkaji altermrtif kebijakan pengelolaan dengan tema Analisis Kebijakan
Pengelolaan Tarran Hutan Raya (Studi Kasus di Tahura Sesaot Provinsi Nusa
Tenggara Barat).

Pola pengelolaan sumberdaya alam yang baik harus &pat menempatkan
sum1)erdayatersel~utsebagai subjek dan objek pembangunan sehingga dapat berperan
dala~npembangurm regional maupun nasional secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Peml~angunandi suatu daerah merupakan suatu upaya optimalisasi pemanfiatan
sumlberdaya alam yang ada untuk kesejahtemn manusia secara lestari.
Pembangunan suatu kawasan pelestarian maupun perlindungan alam, akan
menimbulkan sualn pennasalahan jika hasil pembangunan yang dicapai tidak sesuai
dengin tujuan per~gelolaanyang diharapkan. Adapun tujuan pengelolaan yang ingin
dica~laiadalah pnanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan,
artinya kesejahteraan masyarakat meningkat, tanpa me~mbulkan kerusakan

sun~berdayaalani tersebut sehingga dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan yang
a k a datang.
Tahura S~:saot merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkan dengan
Suri~tKeputusan Menteri Kehutanan dan Pekebunan No. 2441Kpts-IV99 tanggal 27
April
- 1999 dengan luas If:3.155 ha.
Pengelolaan kawasan tersebut berdasarkan pada Undang-undang Konservasi
No. 5 tahun 1990 Tentang Konsenrasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
Tan~anHutan &lya didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang terutama
dimmfaatkan umuk koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan, jenis asli
atau bukan asli, :fang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pentlidikan, menltnjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Dalam tarap praktek di lapangan, tujuan dari ditetapkannya kawasan Tahura
Sesaot tidak teraipai, mengingat banyaknya tejadi perambaban maupun pencurian
kayl, sehingga n~enyisakanlahan-lahan gundul yang bila dibiarkan dikhawatirkan
dapst menimbulhan dampak yang lebih besar, seperti banjir, kekeringan maupun

eros .
Dari uraian d~ atas, maka pennasalahan pokok yang perlu dijawab dalam
lpenelitian ini adalah :
;a.

Iiagaimanakal~institusi yang menyangkut peraturan perundang-undangan serta
fungsi dan kcwenangan lembagalinstansi terkait dalam pengelolaan kawasan
l'aman Hutan Raya Sesaot dijalankan.

13. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan &~ripenelitian ini adalah :

1. Untuk mengctahui faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan kawasan Taman
Hutan Raya S'esaot.
2. Menganalisis altematif pemanfaatan yang optimal kawasan Taman Hutan Raya

Sesaot.
Hasil hi penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak pengelola
maupun lembagalinstansi yang berkepentingan dalam pengelolaan kawasan Taman
Hutan Raya Sesaot.

1.4. Kerangka Pi~kirPenelitian
Kawasan Taman Hutan Raya Sesaot merupakan kawasan yang sangat
potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam, mengingat
keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang beragam dan menarik serta
udaranya yang sejuk dengan suasana budaya asli antara suku Sasak dan Bali yang
dimilikinya.
Pengelolzm kawasan Tahura Sesaot tergolong dalam terminologi kawasan
pelestarian alarn, seperti yang tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumh:rdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Potensi ka wasan Tahura Sesaot, saat ini sebagian besar &lam keadaan gundul
akibat perambahali dan pencurian kayu. Tejadinya perambahan dan pencurian kayu
tersebut perlu dicari faktor-faktor penyebabnya, untuk menghindari terulangnya kasus
tersebut. Untuk lnengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perambahan dan

pencurian kayu, maka dilakukan analisis terhadap institusi yang menyangkut
peraturan perundang-undangan serta fungsi dan kewenangan dari lembaga/instansi
yang terkait dalam pengelolaan kawasan Tahura Sesaot.
Institusi l~~erupakan
suatu sistem yang kompleks, rumit, abstrak, yang
mencakup idiologi, hukum, adat istiadat, aturan,- kebiasaan yang tidak terlepas dari
lingkungan (Pakpilhan, 1990 dolam Kartodihardjo, 1998). Menurut North (1991)
&lam Kartodihmljo (1998), institusi mengatur apa yang dilarang dikejakan oleh

seseorang atau d i m kondisi bagaimana seseomg dapat mengejakan sesuatu. Oleh
karena itu institusi adalah instrumen yang mengatur hubungan antar individu.
Menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo (1998) institusi adalah seperangkat
ketentuan yang nlengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan
bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak
lainnya, hak-hak istimewa yang telah dibenkan, serta tanggung jawab yang hams
mereka lakukan. Hak-hak tersebut mengatur hubugan antar individu clan atau
kelompok yang tt:rlibat dalam kaitannya dengan pemanfaatan surnberdaya alam
tertentu.
Lahan-lahan gundul bekas perambahan dan pencurian kayu di kawasan
Tahura Sesaot hanu segera direhabilitasi, mengingat fungsinya yang sangat penting
bagi daerah Lomt~ok(khususnya Lombok Barat dan sebagian Lombok Selatan).
Bentuk rehabilitas~tersebut hams benar-benar memperhatikan aspirasi masyarakat,
khususnya masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan, agar dengan keberadaan
kawasan Tahura S'esaot tersebut, masyarakat mendapatkan insentif ekonomi yang
cukup dan sisi lain fungsi hutan tetap terjaga.

Dengan dilakukannnya rehabilitasi lahan diharapkan kegiatan wisata &pat
berkembang, sehirigga secara tidak langsung masyarakat mendapatkan dua sumber
pendapatan secara bersarnaan yaitu dari tanaman itu sendiri dan dari jasa pariwisata.
Untuk me~vujudkanha1 tersebut di atas, maka sebelum melaksamkan suatu
kegiatan yang mer~yangkutpengelolaan kawasan Tahura Sesaot terlebih dahulu hams
dilakukan survei untuk mengetahui aspirasi stakholders (masyarakat, pemerintah dan
lembaga swadaya masyarakat) tentang alternatif kebijakan pengelolaan yang optimal
di kawasan Tahum Sesaot. Untuk dapat mengetahui altematif kebijakan pengelolaan
yang optimal maka dapat dilakukan dengan menggunakan Analysis Hierarchy
Process (AHP) dalam kerangka manfaat dan biaya. Dimana AHP dapat memecahkan

masalah yang kompleks dengan aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak.
Dalam melakukan analisis kebijakan pemanfaatan kawasan Tahura Sesaot
dajukan tiga almnatif pilihan, yaitu : pertamu, kawasan Tahura Sesaot dijadikan
sebagai kawasan :Hutan Kemasyarakatan. kedua, sebagai kawasan Pariwisata, dan
ketiga, sebagai Ka.wasan Gabungan antara Hutan Kemasyarakatan dan Pariwisata.

Kerangka pmikiran penelitian &pat digambarkan sebagai berikut :

I
Kondisi Gundul

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

IL TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisis Kebijakan

Kebijakan adalah suatu keputusan untuk bertindak yang & buat atas nama
suatu kelompok sosial, yang memiliki implikasi yang kompleks, dan yang bermaksud

m e m p e n g d anggota kelompok dengan penetapan sangsi-sangsi (Mayer, at all.,
1982). Willian dolam Islami (1997) mendefinisikan bahwa "suatu keputusan adalah
suatu pilihan terltadap berbagai alternatif yang bersaing mengenai suatu hay.
Selanjutnya disebutkan pula bahwa salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya
mengambil keputusan adalah sulitnya memperoleh informasi yang cukup serta buktibukti yang sulit di:;impulkan.
Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan akan
lebih mudah bila rnenggunakan suatu model tertentu. Model kebijakan adalah sajian
yang disederhanal-an mengenai aspek-aspek terpilih dari suatu situasi problematis
yang disusun unhk tujuan-tujuan khusus. Model-model kebijakan tersebut yaitu
rnodel deskriptif, model normatif, model verbal, model simbolik, model prosedural,
model pengganti dan model perspektif
Dari sekiiui model yang di kenal dalam perumusan kebijakan tidak ada
satupun model yang dianggap baik, karena masing-masing model memfokuskan
perhatiannya pada aspek yang berbeda. Menurut Fosrester dalam Dunn, (1998)
~ersoalankebijakan tidak terletak pada menggunakan atau membuang model tetapi
terletak pada pemil ihan di antara berbagai altematif.

Sedangkan analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang
menggunakan p:lbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan
memindahkan irformasi yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga &pat
dlmanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah
kebijakan (Dunn. 1998). Ruang lingkup dan metode-metode analisis sebagian bersifat
deskriptif dan informasi yang nyata (faktual) mengenai sebab dan akibat kebijakan
sangat penting ur~tukmemahami masalah-masalah kebijakan.
Disebutksln juga bahwa analisis kebijakan tidak hanya membatasi diri pada
pengujian-pengujian toeri deskriptif mum maupun teori-teori ekonomi karena
masalah-masalah kebijakan yang kompleks, dimana teori-teon semacam ini
seringkali gaga1 untuk memberikan i n f o m i yang memunglunkan para pengambil
kebijakan menge:ndalikan dan memanipulasi proses-proses kebijakan, akan tetapi
analisis kebijakan menghasilkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan
yang dapat dimlfaatkan untuk memecabkan masalah, juga menghasilkan informasi
mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik. Jadi analisis kebijakan
meliputi baik evaluasi maupun anjuran kebijakan.
Quade dalam Dunn, (1998) menyatakan bahwa analisis kebijakan adalah
setiap jenis kebijilkan yang menghasilkan dan menyajikan informasi, sehingga &pat
menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan dalam menguji pendapat mereka. Kata
"analisa" digunakan &lam pengertian yang paling umm yang secara tidak langsung
menunjukkan pe~lggunaan intuisi dan pertimbangan yang mencakup tidak hanya
pengujian kebijakan dalam pemecahan terhadap komponen-komponen tetapi juga
merencanakan dan mencari sintesa atas altematif-alternatif baru.

Sebagai proses penelitian analisis kebijakan menggunakan prosedur analisa
umum yang bias1 dipakai untuk memecahkan masalah-masalah kemanusiaan, yaitu :
Deskripsi, prediksi, evaluasi dan rekomendasi.

Dari segi waktu &lam hubungannya dengan tindakan maka prediksi dan
rekomendasi, dig-

sebelum tindakan diambil; sedangkan deskripsi dan evaluasi

digunakan setelah tindakan tejadi.
Dalam kitannya dengan analisis kebijakan pengelolaan kawasan Taman
Hutan Raya maka model kebijakan yang paling mendekati adalah model prosedural.
Model prosedwal ini menggunakan serangkam prosedur sederhana untuk
menunjukkan dinamika hubungan di antara variabel-variabel yang dipercaya
memberi ciri pada masalah kebijakan. Prediksi dan pemecahan optimal dicapai
melalui simulasi

penelusuran kendala satuan-satuan yang munglan.

Salah satu bentuk yang paling sederhana dari model

prosedural adalah

"pohon keputwm" pohon keputusan berguna untuk membandingkan estimasi
subjektif mengalai akibat-akibat yang munglan dari pelbagai pilihan kebijakan
dimana ada korldisi terdapatnya kesulitan untuk memperhitungkan resiko dan
ketidakpastian dengan data yang ada.
Analisis llierarki adalah salah satu teknik pendekatan bag model yang
kompleks dan kctidakpastian dengan data yang a&. Analisis Hierarchy Process
(AHP) dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya &pat diterapkan pada

"Analisis Manfaat Biaya" yaitu suatu alat tradisional untuk pengalokasian
sumberdaya (Saaty, 1993). Menerapkan Analisis Hierarki Proses pada analasis
manfaathiaya &]>at memperbaiki alat pengambilan keputusan tradisonal tersebut

yaitu dengan cara setelah menstruktur persoalan manfaat dan biaya &lam suatu
hierarki analisis, selanjutnya dapat menggunakan skala banding elemen berpasangan
untuk mengkuan tifikasi faktor intangible (tidak dapat diukur) dm elemen-elemen non
ekonomi yang sejauh ini belum terintegrasi secara efektif &lam pengambilan
keputusan.
2.2. Kebijakan I'engelolaan Hutan

Pembangnnan bidang

kehutanan

merupakan

bagian

integral

dari

pembangunan nasional sehingga menjadi jelas bahwa pembangunan bidang
kehutanan merupakan tanggung jawab bersama, oleh karenanya hams dilaksanakan
secara bertanggw~gjawab dan transparan untuk memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam praktek pengelolaan sumberdaya hutan
harus tetap memperttatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya sehingga
pemanfaatan slunberdaya hutan tidak hanya diarahkan untuk menghasilkan
keuntungan ekoaxni semata tetapi yang lebih penting adalah keberlanjutan fungsi
sumberdaya hutan itu sendiri untuk menopang kehidupan manusia antar generasi.
Sebagaimrm telah diketahui bersama bahwa dunia kehutanan pernah
inengalami masa suram, yakni pada saat sumberdaya hutan dikelola secara
sentralistik dan di~xjukanuntuk menghasilkan devisa negara &lam rangka perbaikan
ekonomi. Keadaan ini teqadi pada awal kekuasaan orde baru, yang diawali dengan
dikeluarakannya IN No. 5 Tahun 1967. Dampak positif dari kebijakan tersebut
adalah sektor kehutanan mampu menduduki ranking kedua setelah migas sebagai
penghasil devisa negara. Tetapi di balik semua itu telah tejadi degradasi dan

kerusakan sumbr:rdaya hutan secara besar-besaran, dan semakin tajamnya konflik
sosial antara penl:elola (HPH) dengan masyarakat sekitar hutan, disamping itu juga
terjadinya ketegangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat akibat
sharing benefir yang tidak adil (Wiyono, 2002).

Permasalahan-permasalahan pengelolaan hutan yang selama ini terjadi perlu
dievaluasi, terutama terhadap relevansi

kebijakan pengelolaan hutan maupun

landasan sebagai tdasar pembaharuan kebijakan. Hal ini berkaitan dengan munculnya
pemahaman tenlang pengelolaan hutan yang h a m memperhatikan aspek
kelestariannya

&I

kesejahteraan rakyat. Konsep ini &pat mengacu pada rumusan

keberlanjutan yang disusun oleh International Timber Trade Organization (ITTO) dan
Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup)
(Munggoro, 200 1).
Dokumen ini menggunakan definisi pengelolaan sumberdaya hutan yang
berkelanjutan yaih "sebagai serangkaian tujuan, keinginan dan hasil yang bertumpu
pada usaha mem;wrtahankan atau meningkatkan integritas ekosistem hutan dan
kesejahtraan rakyat baik sekarang maupun di masa yang akan &tanggg.Difinisi umum
ini mewakili pengertian-pengertian pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang
dikembangkan darl diacu oleh banyak lembaga pemerintah maupun non pemerintah
(Munggoro, 2001).
Seiring dengan semangat reformasi di segala bidang maka pada tahun 1999
pemerintah telah ~nenerbitkanbeberapa kebijakan yang diharapkan mampu untuk
mengatasi perma!;alahan-permasalahan tersebut. Peraturan perundangan yang
dimaksud antara lain UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 22 Tahun

1999 tentang Pe~nerintahanDaerah, UU No. 25 Tahun 1999 Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Peraturan Pemerintah No. 25
tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi Sebagai
Daerah Otonom. Yang perlu dicatat adalah bahwa keempat kebijakan tersebut
dikeluarkan untck merespon tuntutan reformasi sehingga didalamnya dijiwai oleh
semangat desenbalisasi dan otonorni daerah yang sangat kuat

(HKm) di Taman Hutan Raya
2.3. Hutan Kem~~syarakatan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 31IKpts-LU2001, tentang "Hutan
Kemasyarakatan (HKrn)". Dalam Bab I dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan
Hutan Kemasyari~katanadalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi
pokoknya.
Menurut .Munggoro (2001), Kebijaksanaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)

pada hakekatnya adalah penyerahan kewenangan seluas-luasnya kepada masyarakat
setempat &lam mengelola kawasan hutan negara untuk menjamin integritas
ekosistem hutan, pencapaian kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, pengembangan
demokrasi, pengembangan akuntabilitas publik dan kepastian hukum. HKm disini
merupakan

penvujudan

dari

berbagai

bentuk

pengelolaan

hutan

yang

mengakomodasikim kepentingan dan partisipasi masyarakat secara luas. Dalam
tataran praktek, HKm itu dikenal dengan istilah social forestry, agro-forestry,
community based,brest management.

Sebagai s~latubentuk pengelolaan, konsepkonsep di atas tentunya memiliki
variasi-vasiasi dalam penerapannya di lapangan, namun memiliki format yang relatif
sama. Konsepkonsep tersebut berangkat dari semangat untuk mengakomodasikan
(1) Partisipasi masyarakat lokal seluas-luasnya; (2) Keunggulankekuatan

pengetahuan

da11

kearifan masyarakat lokal. Penerapan gagasan tersebut

membutuhkan rc:vitalisasi kelembaggaan, khususnya kelembagaan pemerintah
(birokrasi), antata lain berupa : (1) desentralisasi, yaitu penyerahan m a n
pemerintahan kepada pemerintah l o w , (2) devolusi, yaitu penyerahan kewenangan
(dalam pembuatar;.regulasi dan pengambilan keputusan) kepada pemerintah lokal; (3)
perubahan paradi;gna pemerintah dari status sebagai "polisi" menjadi fasilitator
dengan segala im~~likasinya.
Dalam tataran praktek pengelolaan sumberdaya hutan, konsep di atas
menghasilkan sw.tu bentuk manajemen yang unik. Para pelaku utama terlibat
langsung sebagai riubyek yang melakukan pengelolaan hutan. Yang paling menonjol
adalah pembahan posisi masyarakat yang semula mempakan ekstemalitas menjadi
suatu bagian inteinal dari sistem manajemen yang bersangkutan. Pola tersebut
temyata efektif, minya kepentingan setiap pelaku dapat diakomodasikan dengan baik
tanpa mengabaikar~tujuan-tujuan pelestarian (Muhshi, 2001).
Untuk kebr~tuhanpemahaman dan penilaian hutan kemasyarakatan, dokumen
ini memilih definisi umurn pengelolaan hutan berkelanjutan menjadi dua syarat utama
yang senantiasa dipertimbangkan, yakni : (Munggoro, 2001).
1. Mempertahankim dan meningkatkan integritas ekosistem

2. Mempertahankim dan meningkatkan kesejahtraan rakyat.

Syarat-syarat tersebut adalah representasi elemenelemen biofisik, sosial dan
pembahan dalam menilai keadilan dan kelestarian suatu sistem pengelolaan
sumberdaya huian. Keseimbanagan antara syarat keadilan dan syarat kelestarian
dalam pengelolim sumberdaya hutan jarang dijumpai berlangsung lama di suatu
lokasi tertentu.

-

Dengan mencermati syarat-syarat di atas maka suatu unit kelola hutan
kemasyarakatan didefinisikan sebagai suatu kawasan yang fonnasinya multistrata,
tata batasnya yang jelas, dan dikelola berdasarkan sejumlah tujuan yang beragam,

eksplisit dan rencana pengelolaan jangka panjang. Suatu unit kelola hutan
kemasyarakatan mencakup wilayah yang tidak terlampau luas namun cukup memadai
dalam memenuhi kebutuhan fisik minimum keluarga-keluarga pemegang ijin dan
kontrak hutan kt:masyarakatan. Suatu unit kelola hutan mempunyai tata batas yang
jelas di lapangan dan dilengkapi dengan peta partisipatif

yang sederhana

(Munggoro, 200 1 ).
Berdasarkan tujuan m u m yang berlaku bagi kesatuan pemangkuan hutan, ada
kemun&nan ballwa unit kelola hutan kemasyarakatan adalah sub-unit pemangkuan
hutan tertentu yang dikelola berdasarkan rezim pengelolaan hutan yang khas dan
inklusif dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat.
Pengelolam unit kelola hutan kemasyarakatan dipastikan berdampak
signifikan bagi n~asyarakatyang bergantung kepada sumberdaya hutan dan diduga
kurang signifikan bagi masyarakat urnurn (Munggoro, 2001). Masyarakat setempat
yang terlibat dalan hutan kemasyarakatan berdiam di dalam atau d~ luar batas fisik
kesatuan pemangkuan hutan tertentu.

fimpunan unit-unit kelola hutan kemasyarakatan pada suatu wisalayah
tertentu dapat merimbulkan dampak lingkungan dan dampak sosial bagi masyarakat
luas yang tinggal cli luar kawasm hutan (Munggoro, 2001).
Sebagai wntoh, penerapan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Taman Nasional
Meru Betiri telah tlirintis sejak tahun 1995. Inisiatif HKm itu merupakan kolaborasi
antara masyarakai: yang bermukim dr desadesa sekitar TN Meru Betiri (desa
Andongrejo, Curahnongko, Sane~ejo,dan Wonosari), LATIN (Lembaga Alam
Tropika Indonesia:~,Fakultas Kehutanan IPB dan Pengelola TN Meru Betiri. Kegiatan
utama yang dilhmakan adalah rehabilitasi lahan dr zona rehabilitasi seluas 1.300 ha
dengan berbagai jtnis tumbuhan yang berasal dari &lam kawasan TN Meru Betiri,
dengan melibatkm 2.500 KK.Wujud HKm yang ada di TN Meru Betiri merupakan
proses yang telah dimulai dari lahan demplot (demontmi plot) seluas 7 ha.
Wujud HKm di kawasan TN Meru Betiri tidak hanya bisa dilihat dari
penampalran biofisik sernata. Budaya hutan yang terbangun, kebijakan pengelolaan
TN Meru Betiri, dim aspek sosial ekonomi masyarakat juga merupakan bagian yang

tak terpisahkan dm!HKm.
Lahan seluits 7 hektar menjadi cikal bakal HKm di TN Meru Betiri dan
sekarang sudah di:Jadati oleh berbagai pohon yang berguna sebagai bahan obat.
Keragaman jenis (Ian bentuk tumbuhan yang ditanam telah membentuk lapisanlapisan vegetasi. Para petani tidak hanya memperoleh hasil dari tanaman pokok
namun memperoleh hasil dari tanaman palawija yang ditanam secara tumpang sari.

2.4. Wits Alaon

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konsewasi
sumberdaya alarr~dan ekosistemnya, Taman Hutan Raya didefinisikan sebagai
kawasan pelestariim untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan,
jenis asli atau b~lkanasli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Dengan melihat filngsi dari taman hutan raya, wisata yang berbasis alam (ekoturisme)
adalah pilihan yang t e p t untuk dikembangkan di kawasan tersebut.
Wisata alam &pat diartikan sebagai bentuk rekreasi dan pariwisata yang
memanfaatkan patensi sumberdaya alam dan ekosistemnya, baik dalam bentuk asli
maupun setelah adanya perpaduan dengan daya cipta manusia. Sedangkan obyek
wisata alam adalali alam dan ekosistemnya, baik asli maupun setelah ada perpaduan
dengan daya cipta manusia serta mempunyai daya tarik untuk dilihat dan dikunjungi
wisatawan (Sumanlja, 1988 dalam Pakpahan, 1998).
Wisata alam atau yang di kenal

sebagai ekoturisme, belakangan ini

mengalami peningkatan yang cukup pesat, khususnya ke wilayah-wilayah tropika,
karena wisatawan ingin mencari pengalaman yang bersifat petualangan dan tejadinya
peningkatan apresiasi terhadap alam. Wisata alam, berdasarkan pengelompokan
minat dibagi atas lima macam, yaitu (a) wisata petualangan, (b) wisata olah raga, (c)
wisata ilmiah, (d) wisata budaya, dan (e) wisata rekreasi. Ekoturisme membuat
manusia berhubunl:an/berkomunikasi dengan obyek wisatanya, yaitu alam dan atau
kebudayaan manusia. Berdasarkan hubungan tersebut, ekoturisme akan bermanfaat
dalam (1) menamhah pengetahuan akan alamhudaya, (2) menimbulkan apresiasi

terhadap alam/~udaya,(3) melestarikan dam/budaya, (4) relaksasi, (5) penyediaan
kesempatan kr:ja, (6) penyediaan kesempatan berusaha dan (7) peningkatan
penghasilan ne,gara. Beberapa segi yang krpengamh atau menentukan &lam
menimbulkan claya tarik wisatawan adalah obyek wisata (keaslian dan keunikan),
pelayanan dan barga (Saleh, 1995).
Menurut Heriawan (1998), sektor pariwisata dipercaya akan menjadi sektor
potensid dalam pembangunan ekonomi masa depan yang berkaitan dengan
persaingan globid. Ada empat pusat perhatian dalam pengembangan sektor ini, yaitu :
(a) perluasan diui obyek dan tujuan wisata dengan mempertimbangkan kekayaan
alam dan beragmnya budaya bangsa. (b) pengembangan berbagai fasiitas terkait
seperti hotel, restoran, transportasi terrnw.uk program pengembangan SDM,
(c) peningkatan j~romosidan pemasaran terutama pada negara-negara berpotensi serta
pengembangan psar wisata potensial, (d) perbaikan kualitas jasa pelayanan yang
terkait dengan puiwisata clan (e) karena bersifat multidimensional maka diperlukan
keterpaduan pembangunan lintas sektoral.
Wisata slim (ekoturisme) sebagai sarana penunjang dan penyedia dana untuk
konsewasi, per111 dievaluasi secara hati-hati sesuai dengan kondisi setempat dan
pembatas-pembatasnya. Para perencana, peserta terkait dan industri pariwisata
haruslah mempertimbangkan kemungkinan Ifeasibilityl dimensi sosial-budaya,
dimensi ekologi dan lingkungan hidup serta ekonomi jangka panjang sebelum sampai
phda kesirnpulan tentang kecocokan pembangunan atau pengembangan wisata alam
pada suatu daerzh (Agandy, 1995). Beberapa dampak sosial yang ditimbulkan
kegiatan pariwislta, antara lain dialihkannya penduduk suatu daerah dan

terganggunya kt:giatan ekonomi penduduk tersebut, inflasi dan berubahnya corak
kehidupan masj~arakatsetempat atau terganggunya budaya setempat; sedangkan
kerusakan pada lingkungan adalah diakibatkan buruknya perencanaan untuk
menampung wi:%itawan dan buruknya perencanam wisatawan merusak banyak
pesisir pantai, xmentara para wisatawan memadati jalan-jalan kota kecil tempat
bersejarah serta daerah-daerah pinggiran dengan meninggalkan sampah, erosi dan
kebakaran hutan di beberapa tempat.
Dalam eng gem bang an dan penggalakan wisata dam perlu dilakukan
kerjasama antar instansi yang t e r h t , keamanan yang terjamin, keselamatan

wisatawan hams diutamakan dan peran serta masyarakat setempat. Seiring dengan
meningkatnya k~:sadaran lingkungan, maka langkah-langkah yang menunjukkan
perhatian akan pelestarian lingkungan akan memperoleh apresiasi dari para
wisatawan. Oleh karena itu, obyek wisata yang bersangkutan perlu dilengkapi
tempat-tempt sampah, tanda-tanda larangan untuk tidak mengganggu lingkungan,
pohon-pohon, sztwa dan sebagainya. Apresiasi wisatawan dapat berdampak
bertambahnya wi!;atawan yang tertarik dm datang (Saleh, 1995).
2.5. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Konflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, yang
disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan
sumberdaya (Sup~rahardjo,2000). Lebih lanjut dikatakan konflik dapat timbul di
antara individu yrlng satu dengan yang lainnya (antar individu) dan antar kelompok
individu.

Menurut Suporahardjo (2000), konflik pengelolaan sumberdaya hutan yang
paling sering terlihat (meskipun banyak yang tak terlihat) adalah konflik yang tejadi
antara masyarakat di dalarn clan di tepian hutan, dengan berbagai pihak di luamya
yang dianggap memiliki otoritas dalam mengelola sumberdaya hutan, konflik yang
demikian
disebut sebagai konflik vertical. Sedangkan konflik yang terjadi antar
kalangan masyarakat itu sendiri, disebut sebagai konflik horizontal.
Menurut Moore (1986) d a r n Makchul (1999), ada lima pemacu konflik
yaitu : Periama, konflik hubungan (relation conflict) adalah konflik tejadi karena
adanya hubungan disharmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor, sepetti : salah
paham, tidak ada komunikasi, perilaku emosional dan stereotypes; Kedua, konflik
data (data conflict) adalah suatu kedaan dimana pihak-pihak yang bersangkutan tidak
mempunyai data dan informasi tentang perihal yang dipertentangkan yang &pat
diterima pihak-pihak yang bersengketa; Ketiga, konflik nilai (value conflict) adalah
suatu kondisi di mana pihak-pihak yang berurusan menpunyai nilai-nilai yang
berbeda yang melandasi tingkah lakunya masing-masing dan tidak diakui
kebenarannya oleh pihak lain; Keempat, konflik kepentingan (interest conflict) adalah
pertentangan mengenai substansi atau pokok pennasalahan yang diperkarakan,
kepentingan proseduren dan psikologis; dan Kelima, konflik struktural (structural
conflict) adalah keadaan dimana secara struktural atau suatu keadaan di luar

kemampuan kontrolnya pihak-pihak yang berurusan mempunyai perbedaan status
kekuatan, otoritas, kelas atau kondisi fisik yang tidak berimbang.
Penanganan konflik menurut Mastenbroek (1985) dalam Makchul (1999),
adalah perlunya pembagian tugas dan wewenang yang jelas, penentuan prioritas serta

pengenalan prosedur yang lebih baik dari yang sebelumnya. Sedangkan konflik
kepentingan, umumnya yang dipermasalahkan adalah pembagian baran8/sumberdaya
yang langka. Metode penanganan konflik yang dapat digunakan antara lain adalah
menyerabkan persoalan kepada lembagake1ompoWorang yang lebih tinggi tingkatan
hirarkinya serta menciptakan kesadaran dan pengertian pihak yang terlibat -bahwa
sumberdaya tersebut untuk kepentingan bersama.
Konflik antar pelaku yang berkepentingan, pada derajat tertentu akan merusak
kesehatan interaksi antar pelaku yang bersangkutan. Dalam hampir semua kasus, ha1
ini bermuara pada pembagian terhadap aspek pelestarian sumberdaya hutan yang
bersangkutan. Karena itu, pengadaptasian praktek manajemen kolaboratif merupakan
bentuk yang perlu dikembangkan (Tadjudiq 2000).
Pemerintah dan masyarakat lokal memiliki kepentingan yang sama dalam
pengelolaan sumberdaya hutan. Keduanya menginginkan produktifitas, kelestarian

dan tidak ingin konflik. Kepentingan produksi dan ketidakmauan konflik itu lazimnya
mencuat secara terbuka. Sebaliknya, kepentingan pelestarian relatif tersembunyi.

Pada pihak pemerintah, ha1 ini tersernbunyi dalam konsep-konsep retorikanya,
sedangkan pa& pihak rnasyarakat lokal tersembunyi dalam pengetahuan dan kearifan
lokalnya.
2.6. Pendekatan Analitical Hierarchy Process (AHP)
Analitical Hierarchy Process (AHP) dalarn bahasa Indonesia di kenal dengan

istilah Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK),
pertarna kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an.

AHP didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang

berhubungan sangat erat dengan pernasalahan tertentu, melalui suatu prosedur yang
didesaian untuk sampai pa& suatu skala preferensi di antara berbagai set altematif.
Analisis ini merupakan suatu pendekatan analisis yang bertujuan untuk membuat
suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur,
dan biasanya diterapkan
untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur (Kuanfifatij), maupun masalahmasalah yang memerlukan pendapat Qudgement) maupun pada situasi yang kompleks
atau tidak terkerangka, pa& situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau
tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi,
pengalaman maupun intuisi. Selain itu AHP juga banyak digunakan pada
pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan
penentuan proritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain &lam situasi konflik
(Saaty, 1993).
AHP merupakan analisis yang digunakan &lam pengambilan keputusan
dengan pendekatan sistem, dimana pengambilan keputusan berusaha memahami
suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengarnbil keputusan.
Dalam penerapnya, Saaty (1993) menyarankan sedapat mungkin menhndari adanya
penyederhanaan seperti membuat asumsi-asumsi dengan tujuan &pat diperoleh
model yang kuantitatif.
Dalam penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang
harus dipahami antara lain :
a. Decomposisi, setelah didefinisikan maka perlu dilakukan decomposisi yaitu
memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsumya. Jika menginginkan hasil

yang akurat maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat
dipecah lag sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi.
b. ComparutifJudgement, prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat
diatasnya. - Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh
terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan
dalam bentuk perbandingan berpasangan (pairwise cornparution).
c. Synthesis of Priority, dari setiap matrik pairwise cornparution kemudian dicari
eigen vektornya untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matrik painuise
cornpaparution terdapat suatu tingkat maka untuk mendapatkan prioritas global

harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis
berbeda menurut bentuk

hierarki. Pengurutan elemenelemen menurut

kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakanpriorify setting.
d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna, makna pertama adalah
bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan
relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang
didasarkan pada kriteria tertentu.
Pendekatan AHP menggunakan metode skala Saaty mulai d m bobot 1 sampai
9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting (maksudnya untuk atribut yang sama

skalanya selalu nilai bobotnya I), sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus
atribut yang "penting absolut" dibandingkan dengan yang lainnya.
Menurut Suryadi (2000), kelebihan AHP dibandingkan dengan yang laimya
adalah :

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi clan kriteria yang dipilih, pada

subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai

kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan autput analisis sensitivitas
pengambilan keputusan.
4. Mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objelctif dan

multi-laiteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen
dalam hierarki.
Tahap paling penting dari AHP adalah tahap penilaian pasangan (judgement)
antar faktor pada suatu tingkat hierarki. Penilaian ini dilakukan dengan memberikan
bobot numerik atau verbal berdasarkan perbandingan berpasangan antar faktor yang
satu dengan faktor yang lainnya. Selanjutnya melakukan analisis untuk menentukan
faktor mana yang paling tinggi atau paling rendah peranannya terhadap level atas di
mana faktor tersebut berada. Penilaian diperoleh melalui partisipan yang akan
mengevaluasi setiap himpunan faktor secara berpasangan satu dengan yang
menyatakan kepentingan faktor tersebd pada tingkat yang lebih tinggi pada hierarki
yang dibentuk.
Keberhasilan penggunaan AHP tergantung pada bagaimana penggunaan
hierarki yangtepat

dan problema yang tidak teratur untuk sampai pada

pengambilan keputusan, karena AHP mampu menkonversi faktor-faktor yang
infungible (tak dapat diukur) ke dalam aturan yang biasa dibandingkan.

Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap
elemen lain, maka digunakan pembobotan berdasarkan skala AHP yang disarankan
oleh Saaty seperti (1993) pada Tabel 1
Tabel 1. Skala Banding Secara Berpasangan Model Saaty (1993).
Tingkat
.
- Penjelasan
Definisi
Kepentingan
1

2,4,6,8

Kedua elemennya sama
pentingnya

Dua elemen mempunyai
pengaruh yang sama besar pada
sifat itu

Elemen yang satu sedikit
lebih penting dari pada
elemen yang lain

Pengalaman dan petimbangan
sedikit menyokong satu elemen
atas lainnya

Elemen yang satu esensial
atau sifat lebih pentingnya
menonjol dibanding elemen
yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan
dengan kuat menyokong satu
elemen atas elemen yang
lainnya

Satu elemen jelas lebih
penting dari elemen laimya
(sifat sangat penting yang
menonjol)

Satu elemen dengan kuat
sokong, dominansinya memiliki
tingkat penegasan tertinggi yang
munekin menrmatkan

Satu elemen mutlak lebih
penting dibanding elemen
lainnya

Bukti yang menyokong elemen
yang satu atas yang lainnya
memiliki tingkat penegasan
tertinggi yang mungkin
menguatkan

Nilai-nilai antara di antara
dua pertimbangan yang
berdekatan

Kompromi diperlukan antara
dua pertimbangan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan
Nilai Kebalikan dengan aktifitasj, makaj mempunyai nilai kebalikannya bila
dibandingkan dengan nialai I
Sumber : Saaty, (1993)

2.6.1. Pendekatan AHP dalam Kerangka Manfaat dan Biaya
Taman Hutan Raya Sesaot mempunyai potensi yang cukup baik untuk
dikembangkan menjadi obyek wisata, tapi akh

Dokumen yang terkait

Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat)

0 8 205

Analisis Tata Guna Lahan dan Ekonomi Kelembagaan Mengarah Kepada Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Kasus Hutan Sesaot di Kawasan Hulu DAS Babak, Propinsi Nusa Tenggara Barat)

1 19 199

Analisis Strategi Kebijakan Pengelolaan Taman Hutan Raya Berbasis Ekososiosistem (Studi Kasus Tahura Wan Abdul Rachman Di Propinsi Lampung)

2 33 285

Analisis kebijakan pengelolaan akses sumberdaya alam oleh masyarakat kaili di taman hutan raya (TAHURA), Sulawesi Tengah

8 89 402

Keanekaragaman Jenis Lumut di Taman Hutan Raya Sesaot Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat

0 9 39

Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang (Studi Kasus di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat)

0 5 195

Analisis Tata Guna Lahan dan Ekonomi Kelembagaan Mengarah Kepada Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Kasus Hutan Sesaot di Kawasan Hulu DAS Babak, Propinsi Nusa Tenggara Barat)

0 2 189

Pengelolaan Program Hutan Kemasyarakatan Berbasis Kearifan Lokal (Studi Kasus di Kawasan Hutan Lindung Sesaot Lombok Barat)

0 0 7

this PDF file ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN AKSES SUMBERDAYA ALAM OLEH MASYARAKAT KAILI DI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULAWESI TENGAH | Lahandu | AGRISAINS 1 PB

0 0 10

KONDISI VEGETASI DI HUTAN LINDUNG SESAOT, KABUPATEN LOMBOK BARAT, NUSA TENGGARA BARAT, SEBAGAI INFORMASI DASAR PENGELOLAAN KAWASAN (Vegetation Conditions in Sesaot Protected Forest, West Lombok, West Nusa Tenggara, as Basic Information in Forest Managemen

0 0 10