PENINGKATAN KUALITAS PENDUDUK

PENINGKATAN KUALITAS PENDUDUK

Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertakwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan, dan hidup layak (UU No. 52 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 5).

Pengembangan kualitas penduduk dilakukan untuk mewujudkan manusia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pembangunan kualitas penduduk difokuskan pada unsur pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Unsur-unsur Pembangunan Sumber Daya Manusia

Sumber: (KEMENKOKESRA 2012)

Strategi penting yang harus dilakukan adalah memberikan akses yang sebesar-besarnya kepada kelompok rentan, khususnya penduduk miskin, untuk memperoleh pendidikan. Intensifikasi penyelenggaraan pendidikan dasar sampai kepada pendidikan tinggi perlu terus dilakukan. Penurunan gender gap dalam hal akses terhadap pelayanan pendidikan juga penting sebagai prioritas, khususnya untuk mengatasi masalah di berbagai daerah yang masih lebar kesenjangan pendidikan antara laki- laki dan perempuannya.

Dari sisi pendidikan target utama adalah angka melek huruf mencapai 100 persen. Untuk terus meningkatkan capaian Angka Melek Huruf di Jawa Barat yang sudah di atas rata-rata nasional, tidak hanya bisa dilakukan hanya dengan upaya meningkatkan rata-rata lama sekolah (RLS). Sudah saatnya prioritas pelaksanaan kebijakan tersebut perlu dibarengi dengan pengembangan pendidikan nonformal maupun informal untuk mencapai hasil yang maksimal. Meningkatkan kegiatan belajar masyarakat dan pelatihan/pendidikan non formal bagi warga masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan/ketrampilan hidup dan kemampuan guna meningkatkan kualitas hidup.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) berbeda antara perkotaam dengan perdesaan, dimana APS perkotaan lebih baik dari perdesaan. Demikian halnya dengan APS Perempuan lebih tinggi dari pada APS Laki-laki. Sementara itu, Angka Partisipasi Kasar (APK) juga masih di bawah 80%. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, maka strategi yang harus dilakukan adalah memberikan akses yang sebesar-besarnya kepada kelompok rentan, khususnya penduduk miskin dan juga segmen masyarakat berkebutuhan khusus, untuk memperoleh pendidikan. Penurunan gender gap dalam hal akses terhadap pelayanan pendidikan juga penting sebagai prioritas, khususnya untuk mengatasi masalah di berbagai daerah yang masih lebar kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan.

Rendahnya APS dan APK juga berkait erat dengan permasalahan sosial, termasuk nilai anak di mata orang tua. Di banyak daerah di Jawa barat, banyak orang tua yang berpendapat bahwa bekerja membantu dan meringankan orang tua dipandang lebih baik daripada sekolah. Anak dianggap sebagai barang investasi atau aktivaekonomi, yaitu orang tua berharap kelak menerima manfaat ekonomi dari anak. Manfaat ini akan nampak jika anak bekerja tanpa upah di sawah atau usaha milik keluarga atau memberikan sebagian penghasilannya kepada orang tua ataupun membantu keuangan keluarga.Kondisi permasalahan ini jelas memerlukan terpaan kebijakan dan program yang berbeda. Kondisi ini juga mengisyaratkan perlunya penanganan yang lintas sektoral terutama terkait program-program pengentasan kemiskinan sehingga keluarga miskin akan memperoleh kesempatan untuk dapat mendorong anaknya untuk sekolah ketimbang memintanya untuk bekerja. Dengan kata lain, kemiskinan merupakan akar permasalahan mendasar yang telah menguatkan persepsi nilai anak seperti itu.

Fakta menunjukkan bahwa di wilayah perdesaan lebih banyak anak tidak melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi karena cukup sulit mengakses SMA di wilayah perdesaan. Pada umumnya SMA hanya terdapat di ibukota kecamatan atau ibukota kabupaten sehingga biaya sekolah untuk transportasi dan asrama meningkat bagi siswa dari perdesaan yang ingin melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMA. Sementara itu, untuk partisipasi sekolah pada penduduk usia 19-24, perbedaan antara perdesaan dan perkotaan juga cukup tinggi. Angka partisipasi sekolah untuk usia ini di wilayah perdesaan masih jauh dari harapan, yaitu berkisar 5,94 persen. Gap antara perdesaan dan perkotaan untuk kelompok umur ini adalah berkisar 11,76 persen. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pembangunan sekolah menjadi pilihan yang strategis, khususnya untuk daerah-daerah yang remote. Perbaikan infrastruktur lainnya seperti akses jalan menuju sekolah perlu terus dilakukan.

Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka menurunkan angka kematian dan peningkatkan angka harapan hidup. Strategi di bidang kesehatan dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak serta kematian maternal. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia mengalami pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi pada penyakit kronis dan degeneratif. Untuk itu, strategi utama yang harus dilakukan adalah melakukan pencegahan dan treatment penyakit infeksi, khususnya pada bayi dan anak-anak. Di samping itu, sejalan dengan meningkatnya penyakit kronis dan degenratif sebagai penyebab kematian orang dewasa, maka alokasi sumber daya kesehatan harus juga diarahkan untuk pencegahan dan treatment penyakit tersebut. Strategi penurunan kematian maternal sangat erat kaitannya dengan program KB sehingga strategi yang dijalankan untuk pelaksanaan program KB juga akan memberikan kontribusi terhadap penurunan angka kematian maternal. Hal tersebut menopang upaya pelayanan prenatal dan antenatal yang telah dikembangkan. Akan tetapi, dengan memerhatikan diversitas kondisi kesehatan antardaerah, terutama dalam hal penyakit, maka setiap strategi, sekali lagi, tidak dapat bersifat homogen atau tunggal, tetapi harus merespons kondisi spesifik setiap daerah.

Penurunan angka kematian bertujuan untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan berkualitas pada seluruh dimensinya. Penurunan angka kematian ini diprioritaskan pada upaya (1) penurunan angka kematian ibu hamil, (2) penurunan angka kematian ibu melahirkan, (3) penurunan angka kematian pasca melahirkan, serta (4) penurunan angka kematian bayi dan anak.

Upaya penurunan angka kematian ini dilakukan melalui upaya yang proaktif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai peraturan perundang-undangan dan norma agama. Di samping itu, upaya penurunan angka kematian perlu ditopang oleh prinsip (1) kesamaan hak reproduksi pasangan suami istri (pasutri), (2) keseimbangan akses, kualitas KIE, dan pelayanan, (3) pencegahan dan pengurangan risiko kesakitan dan kematian, serta (4) partisipasi aktif keluarga dan masyarakat.

Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui delapan fokus prioritas. Pertama, peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita melalui: (a) peningkatan pelayanan continuum care kesehatan ibu dan anak; (b) penyediaan sarana kesehatan yang mampu melaksanakan PONED dan PONEK; (c) peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih; (d) peningkatan cakupan kunjungan ibu hamil (K1 dan K4); (e) peningkatan cakupan komplikasi Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui delapan fokus prioritas. Pertama, peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita melalui: (a) peningkatan pelayanan continuum care kesehatan ibu dan anak; (b) penyediaan sarana kesehatan yang mampu melaksanakan PONED dan PONEK; (c) peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih; (d) peningkatan cakupan kunjungan ibu hamil (K1 dan K4); (e) peningkatan cakupan komplikasi

Kedua, perbaikan status gizi masyarakat dengan meningkatkan: (a) asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (kapsul Vitamin A, zat besi (Fe), garam beryodium, dan zat gizi mikro lainnya) untuk memenuhi angka kecukupan gizi; (b) survailans pangan dan gizi; (c) pengetahuan masyarakat tentang pola hidup sehat dan penerapan gizi seimbang; (d) pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan; (e) pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ‐ASI) mulai dari bayi usia 6−24 bulan dan makanan bagi ibu hamil KEK; (f) pemantauan pertumbuhan bayi dengan prioritas usia dua tahun pertama; (g) kegiatan gizi berbasis masyarakat melalui posyandu dan keluarga sadar gizi; (h) fortifikasi; (i) pemberian makanan pemulihan balita gizi ‐kurang; (j) penanggulangan gizi darurat; (k) tatalaksana penanganan gizi buruk anak balita (0−59 bulan); dan (l) peningkatan jumlah, kualitas, dan penyebaran tenaga gizi. Penanganan masalah gizi memerlukan upaya komprehensif dan terkoordinasi, dari mulai proses produksi pangan, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi yang cukup nilai gizinya dan aman dikonsumsi. Oleh karena itu, kerjasama lintas bidang dan lintas program terutama pertanian, perdagangan, perindustrian, transportasi, pendidikan, agama, kependudukan, perlindungan anak, ekonomi, kesehatan, pengawasan pangan dan budaya sangat penting dalam rangka sinkronisasi dan integrasi kebijakan perbaikan status gizi masyarakat.

Program-program pemberdayaan perempuan dalam berbagai aspek dan peningkatan peran dan tanggungjawab kaum pria dalam hal peningkatan kesehatan reproduksi, dapat juga menjadi alternatif program yang strategis.

Pada akhirnya, angka kematian diharapkan terus menurun, sedangkan angka harapan hidup secara konsisten terus meningkat. Angka kematian bayi pada kurun waktu 2010-2015 diharapkan akan menjadi

23 per 1.000 kelahiran hidup dan terus menurun secara berlanjut hingga pada periode 030-2035 menjadi sekitar 12 per 1.000 kelahiran hidup. Sejalan dengan menurunnya angka kematian bayi, usia harapan hidup juga meningkat dari 71,4 tahun tahun 2015 menjadi –74,9 tahun tahun-2035

Dari sisi ekonomi, pemerintah telah menyusun MP3KI dan juga MP3EI, maka yang tertuang dalam master plan tersebut merupakan bagian dari strategi peningkatan kualitas penduduk dari sisi ekonomi. Dalam rangka mendukung tercapainya MP3EI, maka kebijakan pendidikan juga harus disusun berdasarkan kebutuhan kualifikasi SDM di setiap koridor. Sejauh ini dokumen MP3EI belum sepenuhnya memerhatikan kebutuhan SDM, terutama dari segi kualitas, sebagai bagian penting dalam mencapai percepatan pembangunan ekonomi di setiap koridor. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan harus dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan tersebut.Karena persoalan pemerataan hasil pembangunan merupakan masalah mendesak dan penting di Indonesia, maka strategi untuk mengatasi masalah tersebut, baik yang tertuang dalam MP3EI maupun MP3KI, harus menjadi prioritas.

Arah pembangunan ekonomi dapat ditujukan pada beberapa aspek penting sebagai berikut:

1. Perbaikan infrastuktur untuk mendukung perbaikan ekonomi perdesaan

2. Penguatan ekonomi regional melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kehutanan dan Perkebunan di wilayah-wilayah strategis;

3. Menyediakan sarana informasi dan fasilitasi pemasaran dalam rangka pengembangan produk – produk unggulan daerah.

4. Peningkatan iklim investasi yang kondusif melalui berbagai kemudahan birokrasi dan jaminan berinvestasi