Guru Teladan. Tanggung jawab Orang tua.

Nama Kursus : PENGANTAR PERJANJIAN BARU Nama Pelajaran : Latar Belakang Politik, Sosial, dan Ekonomi Dunia PB Kode Pelajaran : PPB-R01b Referensi PPB-01b diambil dari: Judul Buku : Ensiklopedi Fakta Alkitab II Pengarang : J.I Packer, Merrill C. Tenney, William White, Jr. Penerbit : Gandum Mas, Malang, 2001 Halaman : 934 - 941 REFERENSI 01b - LATAR BELAKANG POLITIK, SOSIAL, DAN EKONOMI DUNIA PB PENDIDIKAN Orang Israel menyediakan pendidikan bagi anak-anak mereka. Pendidikan itu mencakup pelajaran agama dan juga pelatihan dalam berbagai keterampilan yang akan mereka perlukan dalam dunia sehari-hari. Mereka adalah bangsa yang bertani, jadi hanya para pemimpin agama diajar membaca dan menulis. Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya ... dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia Luk. 2:52. Ayat ini menangkap tujuan pendidikan Yahudi. Pendidikan itu tidak hanya berusaha untuk memberikan pengetahuan, tetapi juga hikmat, yang berpusat pada hubungan seseorang dengan Tuhan. Di Israel pada zaman purba, pendidikan merupakan suatu proses informal. Sebagian besar atau semua pendidikan itu dilakukan oleh orang tua. Tidak ada ruang kelas atau kurikulum yang tersusun. Pada zaman Perjanjian Baru, orang Yahudi telah memakai pendekatan yang lebih formal terhadap pendidikan. Mereka menyediakan ruang-ruang kelas dan guru-guru yang memenuhi syarat untuk mengajar semua anak di desa.

A. Guru Teladan.

Untuk mengerti fungsi seorang guru Yahudi, pertama-tama kita harus memikirkan Guru ilahi yang dicontoh oleh guru Yahudi itu. Alkitab mengacu kepada Allah sebagai Guru yang berkata kepada murid-murid-Nya, Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya Yes. 30:20-21. Allah mengetahui dan memahami kebutuhan murid-murid-Nya; Ia benar-benar mengetahui mata pelajaran-Nya, Dialah teladan yang sempurna dan tak dapat salah bagi murid-murid-Nya. Guru Yahudi mempunyai panutan ini di depannya pada waktu ia pergi mengajar. Kita tahu bahwa Allah memakai manusia untuk mengajarkan Taurat kepada bangsa Israel. Orang-orang ini bukan saja menjadi guru tetapi juga teladan kesalehan - orang seperti Musa, para imam, dan para nabi seperti Elia. Murid-murid mereka adalah orang dewasa dari bangsa Israel, yang kemudian bertanggung jawab untuk meneruskan pengetahuan itu kepada anak-anak mereka.

B. Tanggung jawab Orang tua.

Pendidikan agama anak-anak adalah tanggung jawab orang tua Ul. 11:19: 32:46. Tidak ada kekecualian bagi orang-tua yang merasa bahwa mereka terlalu sibuk untuk mengajar. Bahkan setelah anak-anak menjadi akil balig dan menikah, tanggung jawab orang tua tidak berakhir: mereka juga mempunyai bagian penting dalam mendidik cucu mereka Ul. 4:9. Sebenarnya, sering kali mereka tinggal serumah. Pada hakikatnya, seorang ayah Israel bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya; tetapi para ibu juga memainkan peranan yang amat penting, terutama sampai seorang anak mencapai umur lima tahun. Selama tahun-tahun pertumbuhan itu, sang ibu seharusnya membentuk masa depan anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Ketika seorang anak laki-laki menjadi cukup besar untuk bekerja dengan ayahnya, maka ayah itu menjadi guru utamanya, meskipun sang ibu terus mengambil bagian dalam tanggung jawab mengajar itu bdg. Ams. 1:8-9; 6:20. Sang ibu memikul tanggung jawab utama untuk anak-anak perempuannya, serta mengajarkan berbagai keterampilan yang akan mereka butuhkan agar pada waktunya mereka dapat menjadi istri dan ibu yang baik. Apabila seorang lain, yang bukan ayahnya, harus mengambil tanggung jawab untuk mengajar seorang anak laki-laki, maka orang itu dianggap sebagai ayah-nya. Pada generasi-generasi kemudian, seorang yang secara khusus diberi tugas untuk mengajar, disebut bapak, dan ia menyapa murid-muridnya sebagai anak-anakku. http:kom2kursusppbindex.php?modul=ref01b 1 of 4 [25042006 11:50:43] Dari awal masa anak-anak, seorang anak laki-laki telah belajar tentang sejarah Israel. Sebagai arak kecil, ia mungkin telah menghafal suatu pernyataan kepercayaan dan mengucapkannya paling sedikit sekali setahun, pada persembahan hulu hasil. Pernyataan kepercayaan itu memperpendek kisah sejarah Israel menjadi bentuk yang sederhana yang mudah untuk dihafal: Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya. Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat, maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami. Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedasyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat. Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Oleh sebab itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kau berikan kepadaku, ya TUHAN Ul. 26:5-10. Demikianlah anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat suatu perjanjian dengan Allah. Perjanjian ini menempatkan batasan-batasan tertentu pada mereka. Mereka tidak leluasa untuk mencari keinginan mereka sendiri, tetapi mereka mempunyai tanggung jawab terhadap Allah karena Ia telah menebus mereka. Dengan rajin mereka diajarkan garis-garis pedoman yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka. Yesus meringkaskan inti dan tujuan hukum-hukum ini ketika Ia menyatakan, Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi Mat. 22:37-40. Mungkin tidak ada sekolah-sekolah formal pada zaman Perjanjian Lama. Sebagian besar pengetahuan disampaikan di tengah-tengah kesibukan sehari-hari. Pada waktu berbagai kesempatan terbit sepanjang hari, orang-tua akan mengajarkan anak-anak mereka. Seorang anak mungkin bertanya, Ayah, mengapa batu-batu itu ditimbun di sana? Apakah artinya? bdg. Yos. 4:21. Maka seorang ayah akan meluangkan waktu untuk menjelaskan latar belakang agama dan arti monumen itu. Dibutuhkan waktu seumur hidup untuk menyelesaikan pendidikan seorang anak. Keluarga Yahudi mempunyai petunjuk dari Tuhan, Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu Ul. 6:6-7. Frase mengajarkannya berulang-ulang berasal dari sebuah kata Ibrani yang biasanya mengacu kepada hal menajamkan sebuah alat atau mengasah sebilah pisau. Apa yang dilakukan batu asah untuk mata pisau, demikian pula dilakukan pendidikan untuk anak itu. Pendidikan mempersiapkan anak-anak untuk menjadi anggota-anggota masyarakat yang berguna dan produktif.

C. Sekolah-sekolah Sinagoge.