Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah Lingkungan Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran

KAJIAN PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI
RAMAH LINGKUNGAN
UNTUK MENGHASlLKAN PRODUK BERSIH SAYURAN

Oleh :
Ria Riati Rahati Widjaja

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
RIA RlATl RAHATI WIDJAJA.

Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah

Lingkungan Untuk menghasilkan Produk Bersih Sayuran.
Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. M. SRI SAENI, MS dan Dr.

Ir. AZlS AZlRlN


ASANDHI.. APU.
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang strategis dan
dapat diandalkan, karena peranannya sebagai sumber gizi dan mata
pencaharian pokok oleh banyak petani.

Di dalam budidaya sayuran,

penggunaan pestisida kimia dan pupuk buatan tidak dapat dihindarkan sehingga
pada aplikasi pestisida dan pemupukan yang tidak bijaksana rnenyebabkan
adanya residu pada produk dan lingkungan yang sangat merugikan rnasyarakat.
Salah satu upaya untuk mengatasi perrnasalahan tersebut adalah dengan
mengembangkan suatu teknologi pertanian yang rarnah lingkungan yaitu
diantaranya dengan menggunakan pestisida yang selektif. Penelitian dilakukan
dengan tujuan untuk mengkaji keunggulan sistem usahatani sayuran yang ramah
lingkungan terhadap sistem usahatani konvensional dan mengurangi kandungan
residu pestisida pada produk sayuran dan pada lingkungan karena pengaruh
perlakuan.
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sayuran
(Balitsa) Lembang. Analisis residu pestisida pada tanah dan buah dilakukan di
laboratorium Balitsa Lembang dan laboratorium Pengujian Pestisida dan Pupuk

Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Pertumbuhan tanaman cabai
merah pada petak teknologi yang diperbaiki (I) lebih tinggi dibandingkan dengan
petak teknologi petani (K) (tinggi tanaman lebih tinggi 68.03 % dan lebar kanopi
lebih lebar 29.37 %), 2) Perlakuan pada petak I dapat meningkatkan bobot buah
cabai merah, mengurangi kerusakan buah cabai akibat antraknosa dan Dacus
dorsalis dan dapat menekan tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama
dan penyakit, 3)

Perlakuan pada petak I dapat meningkatkan populasi

mikroorganisme tanah seperti Trichoderma spp. dan Bacillus spp.

sebesar

65.65 % dan 34.43 O/c dibandingkan pada petak K, 4) Keragaman hama pada
petak I lebih besar dibandingkan dengan petak K, akan tetapi populasi, hama
trips dan aphid pada petak I lebih rendah daripada petak K, 5) Penerapan
perlakuan pada petak I mampu rneningkatkan populasi fauna di dalam tanah

sebesar 133.05 % dibandingkan dengan perlakuan di petak K, 6) Residu
insektisida pada tanah untuk petak I adalah 10.54 % dan untuk petak K adalah
36.0 %, 7) Terdapat residu insektisida pada buah cabai di petak K sebesar 19.75
ppm, sedangkan pada petak I tidak terdeteksi.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

KAJlAN PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI RAMAH LINGKUNGAN UNTUK
MENGHASILKAN PRODUK BERSIH SAYURAN
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, April 2002

Ria Riati Rahati Widiaia
NRP. 99247


KAJIAN PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI
RAMAH LINGKUNGAN
UNTUK MENGHASILKAN PRODUK BERSM SAYURAN

Rja Riati Rahati Widjaja

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

:

Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah Lingkungan

Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran.

Nama

:

Ria Riati Rahati Widjaja

NRP

:

99247

Program Studi

:

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.


Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS.
Ketua

Dr. Ir. Azis Azirin Asandhi. APU
Anggota

Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS

Tanggal Lulus : 23 April 2002

gram Pascasarjana


Ria Riati Rahati Widjaja, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 November 1956,
dari ayah H.M. Martawidjaja dan ibu Hj. R. Soejatmi. Penulis menyelesaikan SD
di SD Slamet Riyadi Bandung pada tahun 1969,.SMP BPI I Bandung pada tahun
1972, SMA V Bandung pada tahun 1975 dan program sarjana di Universitas
Padjadjaran Bandung pada Fakultas Pertanian juiusan Agronomi lulus tahun
1980. Pada tahun 1982 penulis menikah dengan lr. Pilsopa Djajadiredja dan
mernpunyai dua orang anak, Pia Anggia Ramadanti (1983) dan Ardi Prasadya
(1986). Pada tahun 1981 - 1988, penulis bekerja di Sekretariat Badan Litbang
Pertanian. Tahun 1989

-

sekarang, penulis bekerja di Pusat Penelitian dan

Pengernbangan Hortikultura Badan Litbang Pertanian. Tahun 1999, penulis
mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan program magister sains di
lnstitut Pertanian Bogor, program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini merupakan
suatu hasil penelitian dengan judul Kajian Penggunaan Input Produksi Ramah
Lingkungan Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran. Penelitian dan tulisan
ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
dalam bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di lnstitut
Pertanian Bogor.
Selesaiilya penelitian dan tulisan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, untuk itu penulis rnenyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, atas segala
pengarahan dan bimbingannya sampai tersusunnya tulisan ini.
2. Dr.lr. Azis Azirin Asandhi, APU, selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas
segala pengarahan dan bimbingannya sampai tersusunnya tulisan ini.

3. Ir. Wiwin Setiawati, MS, Ir. lneu Sulastrini, Sdr. Aang Somantri dan Sdr.
Cecep, atas bantuannya selama di lapangan.
4. Kepala Puslitbang Hortikultura yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melanjutkan studi S2 dan Proyek ARMP I1 yang telah

membiayai studi ini.

5. Suami tercinta, lr. Pilsopa Djajadiredja, atas izin, do'a dan dukungannya,

serta anak-anakku tersayang, Pia Anggia Ramadanti dan Ardi Prasadya, atas
do'a dan dukungannya selama studi S2 di IPB.
Sernoga tukisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Bogor,

April 2002

Penulis

DAFTAR IS1
Halaman

PRAKATA

i


DAFTAR IS1

iii

DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

vi

1.

PENDAHULUAN
1.I. Latar Belakang

11.


1.2.

Perurnusan Masalah

1.3.

Kerangka Pemikiran

1.4.

Tujuan Penelitian

1.5.

Manfaat Penelitian

1.6.

Hipotesis

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengertian Produk Bersih

2.2.

Pengolahan Tanah

2.3.

Sanitasi

2.4.

Penggunaan Mulsa Pada Tanaman

2.5.

Pertanaman Secara Tumpangsari
2.5.1. Tanaman Cabai
2.5.2. Tanaman Kubis
2.5.3. Tanaman Buncis

2.6.

Pemupukan

2.7.

Pestisida
2.7.1. Pestisida Selektif

2.7.2. Biopestisida
2.7.3. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida
Ill!.

IV.

METODOLOGI PENELlTlAN
3.1.

Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.

Bahan dan Alat

3.3.

Metode Penelitian

3.4.

Prosedur Penelitian

3.5.

Parameter Yang Diamati

HASlL DAN PWMBAHASAN
4.1.

Hasil Suwai Pada Petani Cabai Merah

4.2.

Pertumbuhan Tanaman (Tinggi Tanaman dan
Lebar Kanopi)

4.3.

Bobot Buah dan Persentase Buah Terserang
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

4.4.

Persentase Kerusakan Tanaman Akibat
Serangan Hama dan Penyakit

V.

4.5.

Mikroorganisme Tanah dan Kesuburan Tanah

4.6.

Populasi Fauna

4.7.

Residu Pestisida

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan

5.2.

Saran

DAFTAR TABEL

Halaman
Jenis Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai
Kehilangan Panen Hasil Cabai karena serangan
Hama dan Penyakit Penting
Jenis Hama dan Penyakit Penting Tanaman Kubis
Komposisi Unsur Hara Kotoran dari Beberapa Jenis
Ternak
Perlakuan yang diuji pada petak Teknologi Petani
Dan petak Teknologi Yang Diperbaiki
Hasil Suwai Penggunaan Pestisida dari Pemupukan
Cabai yang dilakukan Petani Cabai Merah
Pertumbuhan Tanaman (Tinggi Tanaman dan Lebar
Kanopi) tanaman Cabai Merah pada petak Idan K
Bobot Buah Cabai Merah (kg) dan Persentase
Kerusakan Buah Cabai oleh Hama dan Penyakit (%)
Tingkat Kerusakan Tanaman Cabai Merah Akibat
Serangan Hama dan Penyakitpada petak I dan K
lntensitas Serangan Cendawan Cercospora sp
Pada tanaman Cabai
Populasi MikroorganismeTanah pada Petak Idan K
Karakteristik Tanah pada petak I dan K
Keragaan Jenis Hama Tanaman pada Petak Idan K
Populasi Harna Thrips dan Aphid pada petak I dan K
Jenis dan Jumlah Fauna Tanah yang tertangkap
Perangkap jebakan di perrnukaan tanah
Jenis dan Jumlah Fauna Tanah yang terdapat
di dalam tanah
Residu Pestisida pada Tanah

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar I. Bagan Kerangka Pemikiran
Gambar 2.

Model Kualitatif Pejalanan Pestisida Setelah Aplikasi

Gambar 3.

Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4.

Tata Letak Percobaan di Lapangan

Gambar 5.

Grafik Tinggi Tanaman dan Lebar Kanopi

Gambar 6.

Grafik Tingkat Kerusakan Tanaman Cabai

Gambar 7.

Populasi Fauna Yang Tertangkap oleh Pitfall

Gambar 8.

Populasi Fauna Yang Tertangkap oleh Bor Tanah

I.PENDAHULUAN

1.I Latar Belakang

Arah pembangunan pertanian pada PJP II mengalami reorientasi dari
pendekatan produksi ke pendekatan yang lebih mengarah pada peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani.

Penekanan pada satu jenis komoditas

dalam pencapaian tujuan pembangunan pertanian tersebut akan mengalami
stagnasi produksi, sedangkan komoditas non-padi belum digarap secara intensif.
OIeh karena itu upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan selayaknya
dilakukan dalam sistem usahatani yang berorientasi agribisnis disamping
penigkatan kuantitas juga peningkatan kualitas produksi.
Salah satu jenis komoditas non-padi yang dapat dikembangkan untuk
orientasi agribisnis adalah komoditas sayur-sayuran.

Menurut Sunaryono

(1999), sayuran mempunyai peranan penting yaitu : sebagai sumber penghasil
zat gizi yang penting berupa protein, vitamin dan mineral. Selain itu sayuran
memberikan sumbangan 10 % dari pendapatan nasional neto setiap tahun atau
sekitar 22 - 29 % dari nilai produksi bahan makanan di Indonesia.
Komoditas sayuran merupakan komoditas masa depan yang diharapkan
rnemberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan ekonomi di indonesia.
Hal ini disebabkan komoditas sayuran mernpunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Proyeksi permintaan terhadap sayuran secara keseluruhan meningkat 4,1 % per
tahun, yaitu dari 8,2 juta ton menjadi 12,3 juta ton per tahun (Asandhi, 2000).

Pertumbuhan perrnintaan yang relatif cepat menimbulkan tekanan terhadap
kemarnpuan daerah sentra produksi untuk menyediakan pasokan sayuran
secara kontinyu. Produsen rnerespon tekanan ini dengan upaya peningkatan
produksi yang cenderung ditempuh rnelalui peningkatan intensitas penggunaan
masukan (input) produksi (terutama pupuk buatan dan pestisida kimia) yang
dapat menjadikan usahataninya tidak efisien. Tuntutan pasar akan mutu dan
persyaratan kesehatan semakin tinggi. Tuntutan pasar akan produk pertanian
termasuk sayuran bukan saja bebas pestisida, tetapi telah berkernbang tuntutan
produk pertanian yang bebas bahan kimia. Disarnping itu peningkatan efisiensi
dan keunggulan komparatif salah satunya ditentukan pula oleh tingkat
perkembangan teknologi dan pemanfaatannya. Oleh karena itu tantangan di
masa datang adalah menciptakan teknologi yang mampu meningkatkan produksi
pertanian dari segi kuantitas, keragsman dan kualitas, serta mampu
menciptakan nilai tambah melalui teknik proses pengolahan, peningkatan
sumberdaya yang efisien dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan
(Baharsyah, 1993).
Sumber daya alam Indonesia yang potensial bagi pengembangan
sayuran, tentunya dapat rnernberikan jalan keluarnya melalui terobosan pola
pengembangan

usahatani

yang

berwawasan

agnbisnis.

Suatu

pola

pengernbangan usahatani tanarnan sernusim yang efesien dan berwawasan
lingkungan dapat menjadi terobosan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
petani serta rnasyarakat pada umumnya.

Selain itu, dukungan infrastruktur

yang memadai saat ini khususnya di kawasan barat lndonesia, diharapkan

komoditas sayuran dapat menemukan kembali ciri-ciri spesifiknya baik untuk
komoditas sayuran dataran tinggi maupun di dataran rendah (Buurma, 1989).
Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini didukung oleh
keberhasilan program intensifikasi seperti penggunaan pupuk buatan dan
pengendalian hama dan penyakit secara kimia. Sistem produksi sayuran telah
berubah secara dramatis antara lain produksi sayuran yang sangat tinggi per unit
luasan, tanaman sejenis (mono cropping) menggantikan tumpangsari (multiple
cropping), penggunaaan pupuk anorganik yang sangat tinggi, varietas sayuran
yang sangat tanggap terhadap masukan (input)

pupuk yang tinggi dan

penggunaan pestisida kimia yang berlebihan (Sharifuddin, 1995). Sistem
pertanian modern tersebut sebenarnya telah berhasil melengkapi kebutuhan
sayuran di Indonesia, namun ha1 tersebut juga telah menimbulkan pengatuh
samping antara lain terjadinya "levelling off' produksi dan harga pupuk kimia
yang tetus

meningkat, sehingga tidak

terjangkau

oleh

petani serta

mengakibatkan tingginya subsidi pemerintah (Baharsyah, 1992). Penggunaan
pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kaidahkaidah konse~asidapat mengakibatkan tingkat kesuburan tanah menurun,
merusak lahan pertanian serta lingkungan hidup. Produk sayuran seperti bawang
merah, cabai merah, kentang, buncis, krrbis dan tornat yang dimakan patut
dicurigai karena mengandung bahan kimia berbahaya. Pestisida yang berlebihan
telah dituding sebagai penyebab kematian beberapa binatang dan manusia,
saluran air dan air tanah terkontaminasi oleh pestisida. Dengan dernikian
penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia dalam takaran yang tinggi

tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan (International Nature Farming
Center, 1993 ; Benbrook,l991 ; Hatwood , 1984 ; dan National Research
Council, 1989).
Tuntutan pada revolusi hijau untuk meningkatkan produksi dan
kesejahteraan petani yang tidak mampu mengadopsi teknologi baru yang mahal,
apabila pemerintah harus menghapus semua jenis subsidi dan kredit untuk
sektor pertanian, merupakan kebutuhan yang mendesak.

Revolusi hijau ini

mencakup antara lain : penemuan teknologi produksi seperti perbaikan teknik
bercocok tanam dan perlindungan tanarnan, penemuan varietas atau bibit ilnggul
baru yang secara biologik lebih efisien dan dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik pada kondisi tanah dan air yang miskin unsur hara dan iklim yang
tidak menentu, membutuhkan sedikit energi, pupuk dan pestisida.

Menurut

Triharso (1995), revolusi hijau yang dimaksud hendaknya berusaha menerapkan
low external input sustainable agriculture (LEISA). Untuk kondisi seperti
Indonesia dan negara berkembang lainnya, dua tujuan yang hams tetap sejalan
dan seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan produksi di satu pihak dan
pencapaian keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan petani
dan pelestarian lingkungan di lain pihak yang memerlukan langkah terobosan di
bidang penelitian.
Penggunaan pupuk buatan dan pestisida kimia untuk pertanaman cabai
merah, kubis dan buncis di tingkat petani cukup tinggi, terutama penggunaan
pestisida kimia di daerah dataran tinggi sangat tinggi. Hal ini dilakukan karena
petani tidak mau mengambil resiko kegagalan panen akibat serangan hama dan

penyakit. Dan hasil penelitian Balitsa (1999) ditemukan bahwa kadar residu
pestisida yang terkandung pada tanaman cabai merah di Kabupaten Brebes
adalah 1,457 - 7,524 ppm dengan jenis insektisida monocrotophos. Sedangkan
tingkat kadar residu yang diperbolehkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama
Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian No. 8811Menkes/SKBNIIll996 dan
71lIKPTSlTP.270/6/1996, tentang batas maksimum residu pestisida pada hasil
pertanian adalah 0,l ppm. Sehubungan dengan ha1 tersebut, maka dilakukan
penelitian tentang "Kajian Penygunaan Input Produksi

Ramah Lingkungan

Untuk Menghasilkan Produk Bersih Sayuran".

1.2

Perurnusan Masalah

Kesadaran dan perhatian masyarakat (konsumen) terhadap produk
sayuran bersih (clean product) semakin besar. Secara umum meskipun produk
bersih hanya dapat dicapai dengan sistem pertanian organik (organic - farming),
akan tetapi alternatif lain dari usahatani yang dapat menghasilkan produk bersih
tersebut dengan penggunaan masukan (input) luar rendah yang ramah
lingkungan (menggunakan acuan Technical Advisory Committee of the CGIAR,
1988) dan tidak menggunakan masukan (input) luar (kimia) sintetis. Sharma
(1985) dan Tandon (1990) mengungkapkan pengaruh kurang baik pemupukan
(NPK) secara terus- rnenerus menyebabkan pengurangan unsur mikro,
penurunan produktivitas dan masalah hama penyakit tanaman.

Jutaan petani sayuran di daerah tropis melakukan kegiatan usahataninya
pada lahan-lahan yang bervariasi dari segi ekosistem dan bahkan rentan
terhadap resiko serangan hama dan penyakit. Sampai saat ini, penelitian
konvensional secara ilmiah maupun penyuluhan pertanian masih sangat terfokus
pada pertanian modern dengan penggunaan masukan (input) luar yang tinggi,
seperti penggunaan bahan agrokimia (pupuk dan pestisida sintetis) dan benih
hibrida, penggunaan sistem mekanisasi dengan memanfaatkan bahan bakar
minyak, irigasi dan juga pertanaman tanaman sejenis.
lmplikasi dari penerapan sistem teknologi tersebut, akhir-akhir ini mulai
dirasakan pengaruhnya, seperti petani mulai tampak ketergantungannya
terhadap bahan agrokimia (pupuk dan pestisida) dalam produksi tanaman di satu
pihak dan tidak terkendalinya harga produksi tanaman (fluktuasi harga) yang
sering merugikan produsen (petani) yang tidak diimbangi dengan peningkatan
kualitas produk. Menurut penelitian penggunaan pestisida sudah mencapai 15.5
ribu ton per tahun, dan selalu meningkat sekitar 7 % per tahun. Di lain pihak,
eksploitasi sumberdaya alam tersebut juga telah mengakibatkan masalah
lingkungan seperti erosi, degradasi lahan dan penurunan dari produksi pertanian,
serta masalah pencemaran lingkungan. Berdasarkan ha1 tersebut, maka dapat
dirumuskan permasalahen sebagai berikut :
"Sampai sejauh mana tingkat kandungan residu pestisida pada produk dan
lingkungan (biotik dan abiotik) akibat penggunaan input produksi".

1.3.

Kerangka Pemikiran

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang strategis dan
dapat diandalkan diantara komoditas tanaman pertanian lainnya. Komoditas
sayuran bukan hanya sebagai penyedia pangan dan gizi, tetapi juga mempunyai
nilai ekonomis yang tinggi, sebagai pembuka lapangan kerja, berpeluang untuk
meningkatkan pendapatan dan dapat dikembangkan ke arah produk industri.
Budidaya

sayuran

di

Indonesia

seiring

dengan

keberhasilan

pembangunan pertanian menggunakan sistem pertanian yang modern yaitu
antara lain dengan menggunakan pupuk buatail,

pengendalian hama dan

penyakit secara kimia dan pertanaman tanaman sejenis. Namun dalam
penggunaan input luar tersebut, petani kadang-kadang tidak memperhgtikan
aturan yang dianjurkan, yaitu untuk mendapatkan hasil yang tinggi menggunakan
input luar tersebut secara berlebihan, terutama di daerah dataran tinggi.
Penggunaan pupuk buatan (urea, TSP dan KCI) yang berlebihan antara lain
dapat mengakibatkan menurunnya kesuburan tanah (degradasi tanah),
berubahnya struktur tanah dan terjadinya pencemaran tanah dan air (National
Research Council, 1989). Salah satu pembatas biotik yang paling potensial
dalam budidaya sayuran di dataran tinggi adalah serangan hama dan penyakit.
Peranan hama, selain menyerang secara langsung komoditas juga ada yang
mampu menjadi vektor penyakit. Sampai saat ini cara pengendalian yang paling
efektif adalah rnenggunakan pestisida, bahkan petani telah menganggap
pestisida sebagai asuransi keberhasilan produksi usahataninya. Berdasarkan

hasil survai pada sayuran dataran tinggi, tercatat bahwa biaya yang digunakan
untuk pstisida mencapai 30-50% dari total biaya produksi.
Penggunaan pestisida berlebih pada tanaman sayuran tidak saja
rneningkatkan biaya produksi (tidak efisien), tetapi juga dapat menimbulkan
pelbagai masalah yang serius antara lain : timbulnya resistensi hama sasaran,
resurgensi hama sasaran, terbunuhnya rnusuh-musuh alami hama-hama penting
pada tanaman dan residu pestisida yang membahayakan konsumen. Bahkan
darnpak yang secara langsung akan dirasakan oleh konsumen adalah adanya
residu pestisida dan bahan beracun yang berada dalam sayuran yang biasa
dikonsurnsi.

Disarnping terjadinya

pencernaran

lingkungan

sehingga

rnengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup, dalam "era lingkungan"
saat ini seharusnya pestisida digunakan secara selektif dan hati-hati.
Untuk mengatasi ha1 tersebut perlu dilakukan langkah-langkah atau
terobosan teknologi yang dapat menghemat penggunaan bahan kimia (pupuk
buatan dan pestisida), mengurangi subsidi pemerintah, meningkatkan kesuburan
tanah, meningkatkan produksi per satuan luas dan meningkatkan pendapakn
petani sayuran. Melalui usaha-usaha tersebut berbagai sistem alternatif dan
terminologi teknologi seperti halnya pertanian organik, pertanian alarni, pertanian
alternatif, pertanian regeneratif, pertanian berkelanjutan masukan rendah (low
external input sustainable agriculture = LEISA) peilu dikembangkan. Seluruh
sistern altematif dan terrninologi tersebut mempunyai tujuan sama yaitu untuk
rnenghasilkan produk bersih (clean product) atau rneningkatkan mutu sayuran,
pengurangan input bahan-bahan kimia (atau penghilangan total) dan sistem

yang dikembangkan harus ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Produk

sayuran dapat dinyatakan aman dikonsumsi apabila konsentrasi residu
insektisida atau logam berat lainnya dibawah batas ambang yang ditetapkan
FA0 (WHO) yaitu 0 , l - I mglkg bobot sayuran. Bagan kerangka pemikiran
dapat dilihat pada Gambar I. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan rnengembangkan suatu teknologi pertanian yang ramah
lingkungan yaitu dengan menggunakan biopestisida

(biorasional) sebagai

pengganti pestisida sintetis, penggunaan mulsa dan bercocok tanam secara
tumpangsari sebagai pengganti pertanian tanarnan sejenis yang biasa dilakukan
petani.

1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk :
(1)

Mengkaji keunggulan sistem usahatani sayuran yang ramah lingkungan
terhadap sistem usahatani konvensional.

(2)

Mengurangi kandungan residu pestisida pada produk sayuran dan pada
lingkungan (biotik dan abiotik) karena pengaruh perlakuan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :
(1)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa paket
komponen

teknologi

usahatani

yang

ramah

lingkungan

dapat

menghasilkan produk yang bebas dari residu pestisida.
(2)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
memperkenalkan kepada masyarakat mengenai produk sayuran yang
bebas dari pestisida.

1.6. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
(1)

Penggunaan pestisida berpengaruh pada

kandungan residu dalam

produk sayuran.
(2)

Model pertanian dengan teknologi yang ramah lingkungan dalam
usahatani sayuran diduga akan rnenghasilkan produk dan lingkungan
yang bebas dari residu pestisida.

II.

2.1.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Produk Bersih

Tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah
tinggi terutama masyarakat negara maju yang menginginkan produk pertanian
yang bersih dan bebas residu pestisida. Dengan mencermati adanya persaingan
produk pertanian yang semakin tinggi perlu diupayakan untuk menghasilkan
produk pertanian bermutu dan dihasilkan oleh budidaya pertanian yang bersih
(clean agriculture) tanpa menggunakan sarana produksi yang membahayakan
manusia dan lingkungan.

Kenyataan menunjukkan bahwa peningkatan

ketersediaan dan keanekaragaman sayuran segar dikarenakan meluasnya
penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi. Tuntutan konsumen akan produk
sayuran yang bagus dan tanpa cacat (daun sayuran yang utuh) memacu petani
menggunakan pupuk dan pestisida berlebih untuk memenuhi keinginan
konsumen tersebut.

Penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimiawi

merupakan jalan pintas untuk mencapai produksi yang tinggi dengan
penampakan yang bagus, meskipun dalam jangka panjang membahayakan bagi
kelangsungan produksi pertanian dan kelestarian lingkungan (Cholid, 1997).
Budidaya pertanian yang bersih dilakukan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap masukan bahan kimiawi dalam proses produksi. Cara
yang ditempuh untuk menciptakan produk bersih adalah : (1) penggunaan
varietas unggul tahan hama dan penyakit dan cekaman lingkungan, (2)

penerapan teknik budidaya yang mampu mengendalikan organisme pengganggu
tanaman (OPT) dan penggunaan pupuk organik, (3) peramalan terhadap
serangan hama dan penyakit, (4) pengendalian hama dan penyakit secara
biologis, dan (5) memacu penggunaan pestisida biorasional, sehingga dapat
dikatakan bahwa produk bersih (untuk sayuran) adalah produk sayuran yang
bebas dari bahan kimia (residu pestisida).

2.2.

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman.

Tujuan pengolahan tanah adalah untuk menyiapkan tempat

persemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran yang baik,
membenamkan sisa tanaman, menutup biji waktu tanam, menekan pertumbuhan
gulma (Arsjad, 1989).

Pengolahan tanah dilakukan umumnya dengan jalan

mengolah seluruh tanah atas dengan memakai alat-alat konvensional seperti
cangkul dan dengan memakai alat-alat modern.
Menurut Smith dan Wilkes (1977), dengan menggunakan cara dan alat
yang be~ariasidapat dikemukakan bahwa tujuan pengolahan tanah antara lain :
a. Menggemburkan tanah, sehingga memudahkan akar masuk kedalam tanah;
b. Memperbaiki penghidupan organisme tanah;

c. Menambahkan bahan organik berupa humus dan pupuk kedalam tanah
dengan membenamkan sisa-sisa tanaman;
d. Mengendalikan gulma;

e. Memperbaiki aerasi tanah;
f. Membunuh insekta terutama telur, larva dan tempat berkembang biaknya.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah dapat
memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah.

Menurut Surawijaya (1995),

pengolahan tanah dapat menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan kemampuan
tanah untuk menahan air dan menurunkan tahanan penetrasi, tahanan geser
dan tahanan gesek tanah.
Sebagian besar hama paling sedikit satu stadium hidupnya seperti
stadium pupa berada di dalam tanah atau di atas permukaan tanah. Menurut
Untung (1993), serangga yang berada dalam tanah hidup dan perkembangannva
sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah, komposisi kimiawi tanah, kebasahan dan
suhu tanah dan adanya organisme tanah lainnya.

Melalui berbagai teknik

pengolahan tanah keadaan tanah dapat dibuat sedemikian rupa, sehingga dapat
menghambat pertumbuhan populasi hama atau membunuh langsung hama yang
hidup dalam tanah. Pembalikan tanah misalnya dapat membunuh seranggaserangga tanah karena : (a) sengatan panas matahari yang langsung menyenai
tubuh dan (b) serangga termakan oleh predator seperti burung karena
keadaannya menjadi terbuka.

Selain itu dengan pengolahan tanah dapat

mengakibatkan juga terjadinya pembenaman larva atau pupa, sehingga
serangga tidak dapat muncul keatas dan menjadi rnati.

2.3.

Sanitasi

Menurut Untung (1993), teknik sanitasi atau pembersihan merupakan cara
pengendalian secara bercocok tanam yang paling tua dan cukup efektif untuk
menurunkan populasi harna. Banyak hama yang dapat bertahan hidup atau
berdiapause di sisa-sisa tanaman. Dengan membersihkan sisa-sisa tanaman
tersebut berarti akan mengurangi laju penigkatan populasi dan ketahanan hidup
hama.
Pada prinsipnya teknik sanitasi adalah mernbersihkan lahan dari sisa-sisa
tanaman singgang, tunggul tanaman atau bagian-bagian tanarnan lain yang
tertinggal setelah masa panen (Untung, 1993).

Bagian tanaman tersebut

seringkali merupakan ternpat berlindung hama, ternpat berdiapause, atau tempat
tinggal sementara sebelum tanaman utama kernbali ditanam.

Dengan

mernbersihkan sisa-sisa tanaman tersebut berarti akan mengurangi populasi
permulaan suatu harna dan memotong siklus hama yang secara potensial dapat
merugikan pertanarnan berikutnya. Sanitasi yang dilakukan terhadap bagian
tanaman yang telah terserang bertujuan untuk mengurangi sumber infeksi dan
mencegah kerusakan tanaman lainnya. Sanitasi atau pernbersihan tanarnan
(gulma) selain tanaman pokok juga untuk menghindarkan persaingan dalam
kebutuhan akan unsur hara. Dengan demikian menurut Untung (1993), sanitasi,
pembersihan dan penyiangan dilakukan terhadap :
a. Sisa-sisa tanaman yang masih hidup;
b. Tanaman atau bagian tanaman yang terserang hama;

c. Sisa tanaman yang sudah mati;
d. Jenis tanaman lain yang dapat menjadi inang pengganti;
e. Sisa-sisa bagian tanaman yang jatuh atau tertinggal di permukaan
tanahseperti buah dan daun.

2.4.

Penggunaan Mulsa Pada Tanarnan

Harna dan penyakit merupakan faktor pembatas besar pada produksi
sayuran di Indonesia. Sampai saat ini petani rnasih rnempercayakan pestisida
untuk melindungi tanamannya. Untuk mengurangi penggunaan pestisida, salah
satu altematif yang rnungkin dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
mulsa. Mulsa yang dimaksud disini adaiah suatu bahan penutup tanah sebagai
penghalang antara tanah dan udara diatasnya, sehingga terjadi perubahan
keseimbangan energi dan perubahan panas.
Menurut Rosenberg (1974) jenis mulsa dapat digolongkan kedalam mulsa
tradisional seperti jerami, debu, daun-daunan , tunggul atau kerikil dan mulsa
artifisial seperti lernbaran plastik (bemrna atau transparan), alumunium foil,
kertas, atau bahan-bahan kimia seperti aspal, lateks cair dan sejenisnya.
lntensitas pengaruh mulsa temadap keseirnbangan energi tergantung dari jenis
mulsa yang digunakan. Waggoner, P.E., P.M. Miller, dan H.R. De Roo (1960)

dalam

Rosenberg (1974) telah melakukan percobaan tentang pengaruh

beberapa jenis mulsa terhadap keseimbangan energi. Dari hasil penelitiannya
diperoleh bahwa rnulsa jenis plastik tembus cahaya lebih bersifat seperti rurnah

kaca, yakni banyak rneneruskan radiasi surya terutarna pada spektrurn cahaya
tarnpak (0,4 - 0,7/(1 ) dan hanya sedikit meradiasi balik gelornbang panjang,
oleh karenanya terjadi kondensasi di balik rnulsa bagian bawah dan suhu di
sekitar rnulsa rneningkat. Jenis rnulsa plastik hitarn rnerniliki sifat fisik menyerap
harnpir seluruh panjang gelornbang radiasi yang datang, sehingga suhu tanah di
bawah rnulsa dan suhu udara di atasnya menjadi tinggi.

Sedangkan rnulsa

alurnuniurn foil merniliki daya pantul yang tinggi, sehingga suhu tanah di bawah
rnulsa dan suhu udara di atasnya menjadi dingin.
Hopen dan Oebker (1976) menyirnpulkan, bahwa penggunaan rnulsa
sintetis dapat menjadi suatu metode untuk menolak serangga tertentu, untuk
rnengendalikan beberapa patogen yang ditularkan melalui tanah dan rurnputrurnputan,

untuk

memodifikasi

suhu

tanah,

mengurangi

penguapan,

mengendalikan pencucian unsur hara, untuk memacu perturnbuhan dan
perkernbangan tanaman, untuk meningkatkan hasil panen dan mernperbaiki
kualitas produk panenan. Mulsa organik dapat .mengurangi suhu tanah dan
penguapan, tetapi tidak selalu menyebabkan hasil panen yang lebih tinggi.
Yi

(1991)

mernperhatikan, bahwa

rnulsa dengan

plastik yang

merefleksikan cahaya meningkatkan aktivitas fotosintesis dalarn kacangkacangan (Phaseolus), yang turut menyurnbang terjadinya hasil panen yang
lebih tinggi. Total bobot segar dari buah sehat mernang paling tinggi terdapat
dalarn perlakuan-perlakuan rnulsa plastik.

Pada urnumnya rnulsa plastik

berpengaruh secara positif terhadap bobot buah. Pengaruh pernulsaan terhadap
kornponen hasil panen ini rnungkin akibat adanya peningkatan aktivitas

fotosintesis dan penurunan masalah-masalah yang ditirnbulkan hama dan
penyakit.
Menurut Soetiarso, dkk. (1999), penggunaan mulsa plastik perak dapat
meningkatkan jurnlah buah sehat per tanaman, bobot buah sehat per tanaman
dan bobot buah per petak secara nyata. Dan' hasil penelitian yang dilakukan
oleh Uhan dan Nunung (1995), Vos (1994) serta Uhan dan Duriat (1996), bahwa
penggunaan rnulsa plastik perak berpengatuh positif terhadap perturnbuhan
tanaman, dapat menekan tingkat kerusakan buah akibat serangan Dacus dan
antraknosa dan dapat mengurangi kertisakan tanaman cabai karena antraknosa,
thrips dan aphids.

2.5.

Pertanaman Secara Tumpangsari

Tumpangsari didefinisikan sebagai penanaman dua atau lebih jenis
tanaman pada suatu bidang tanah yang sama secara serentak.

Umurnnya

dilakukan dengan rnembentuk barisan-barisan lurus untuk setiap jenis tanaman
dan berseling antara bansan yang satu dengan barisan tanaman yang lain
(Effendi dan Mc Intosch, 1973). Pola tanaman tumpangsari adalah suatu usaha
pertanian untuk meningkatkan efisiensi penggunaan radiasi, disamping rnemiliki
beberapa keuntungan dibanding pertanaman monokultur.

lRRl (1973)

melaporkan, bahwa hasil keseluruhan dalam tumpangsari lebih tinggi dibanding
dengan penanaman monokultur, walaupun hasil dari masing-masing tanarnan

tersebut lebih rendah dari hasil tanarnan tunggalnya. Disarnping itu beberapa
ahli rnelaporkan keuntungan turnpangsari antara lain :
(1)

Produktivitasnya lebih tinggi dibanding rnonokultur, apabila kedua jenis
tanaman atau lebih bersifat kornplementer (Harrera dan Hawood, 1973).

(2)

Menghasilkan lndeks Luas Daun (ILD) lebih besar dan dapat menutup
tanah lebih cepat dibanding monokultur, sehingga dapat rnenekan erosi
dan perturnbuhan rurnput (Harrera dan Hawood, 1973).

(3)

Sernua jenis tanarnan yang ditumpangsarikan akan rnernanfaatkan baik
sinar rnatahari rnaupun tanah dan hara tanarnan dalarn tanah lebih
banyak, karena tanaman-tanaman tersebut

mernpunyai sifat-sifat

agronornis dan arsitektur tajuk daun serta pola perkernbangan perakaran
yang berbeda-beda (Effendi, 1977).
(4)

Penanaman secara turnpangsari dapat berpengaruh terhadap perilaku
serangga harna dalarn rnendapatkan rnakanan atau ternpat bertelur,
karena adanya faktor fisik lingkungan maupun faktor kirnia tanarnan.
Faktor biotik (rnusuh alarni) dapat pula berperan dalarn penekanan
populasi harna (Sosrornarsono, 1984).

(5)

Tanarnan yang ditanarn secara turnpangsari urnurnnya kurang terserang
oleh harna. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pernisah (barier), atau
salah satu jenis tanarnan bertindak sebagai tanarnan perangkap atau
bertindak sebagai penolak (repellent) harna (Sosrornarsono, 1984).

(6)

Dari segi teknis, usahatani turnpangsari rnarnpu rneningkatkan produksi
tanarnan per satuan luas dan per satuan waktu yang lebih tinggi dari
sistern rnonokultur.

(7)

Hasil-hasil penelitian rnenunjukkan bahwa turnpangsari sayuran di dataran
medium (Asandhi, 1997) dan di dataran rendah (Abidin, dkk., 1996) dapat
meningkatkan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) lebih dari satu.

(8)

Tumpangsari tornat, ercis dan kubis mernperlihatkan hasil tornat, ercis dan
kubis per tanaman lebih tinggi dari rnonocropnya sebesar 17.34 %,
12.51 %, dan 26.56 % dengan peningkatan produktivitas lahan sebesar
29 % (Silalahi, F.H., 1992). Turnpangsari kubis dan tornat juga dapat
mengurangi serangan hama P. xylostella.

(9)

Menurut Duriat, dkk. (1992), turnpangsari cabai dengan tornat dapat
rnengurangi infestasi harna dan busuk buah antraknosa. Disarnping itu
kuantitas produksi cabai juga naik dibandingkan dengan penanarnan
cabai secara tunggal.
Pada penelitian yang dilakukan pada petak Improved (I),tanarnan utama

yang ditanarn adalah cabai merah yang ditumpangsarikan dengan tanarnan
kubis dan tanarnan buncis tegak . Sedangkan pada petak Konvensional (K)
ditanarn tanarnan sejenis yaitu cabai merah.

2.5.1. Tanaman Cabai (Capsicum annum L.)

Cabai rnerah merupakan salah satu jenis tanarnan sayuran yang rnerniliki
daya adaptasi tinggi, sehingga lokasi produksinya tersebar cukup luas baik di

dataran rendah rnaupun dataran tinggi di Indonesia. Cabai merah mampu
turnbuh baik pada musirn kemarau, rnusirn hujan rnaupun rendengan dan
labuhan (Siswanto dkk, 1995). Cabai merah adalah kornoditas pilihan untuk
suatu usahatani yang areal pertanarnannya dari tahun ke tahun selalu
menduduki areal terluas diantara tanaman sayuran yang diusahakan di
Indonesia.

Cabai merah merupakan kornoditas sayuran penting yang

dikonsurnsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia dari berbagai tingkat sosial
disebabkan karena cabai mengandung vitamin C yang tinggi dan sebagai
penyedap rnakanan. Selain itu cabai juga mernpunyai nilai ekonorni yang tinggi
karena penggunaannya yang cukup potensial disarnping sebagai sumber
pendapatan sebagian besar petani sayuran.

Pernasaran cabai merah cukup

baik karena cabai merah dapat dijual, baik sebagai buah rnuda (cabai hijau)
rnaupun tua (cabai merah), baik dalarn bentuk segar, bahan baku industri (giling,
kering, tepung, obat-obatan dan kosmetik), olahan (sarnbal, variasi burnbu)
rnaupun hasil industri (oleoresin, pewarna, burnbu, rernpah).
Banyak sekali jenis hama dan penyakit yang merusak tanarnan cabai di
Indonesia. Narnun dernikian, dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
selarna ini diketahui bahwa masih sedikit sekali penelitian yang lengkap yang
telah dilakukan terhadap hama dan penyakit tersebut. Jenis hama dan penyakit
penting pada tanarnan cabai dapat dilihat pada Tabel 1. Meskipun harna dan
penyakit tanaman cabai merupakan kendala penting yang rnembatasi
produktivitas tanaman, tetapi sangat sedikit data kehilangan hasil panen yang
sudah diketahui. Pengukuran kehilangan hasil panen sayuran yang diakibatkan

Tabel

I-

1.

Jenis Hama dan Penyakit pada Tanaman Cabai

Nama Urnurn

Harna :
Ulat grayak
Trip daun
Lalat buah
Kutu
daun
(aphid)
Tungau kuning

I

Ulat buah
Penyakit :
Antraknos
Penyakit virus
Virus
mosaik

-

Virus
kerupuk
Bercak daun
Penyakit layu

-

Spodoptera lifura F.
Thrips parvipinus Karny
Dacus dorsalis Hend
Myzus persicae Sultz

Daun, buah
Daun, buah
Buah
Daun, pucuk

Polyphargotarsonemus
latus Banks
Helicoverpa armigera Hbn

Daun, pucuk , buah
Buah

Colletrichum capsici dan C. Buah, daun
gloesporioides
Cucumber mosaic virus
Chili veinal mottle virus
Tobacco mosaic virus
Luteo virus
Cercospora capsici
Phytophtora capsici
Fusarium oxysporum
Pseudomonas
Solanacearum
Sclerotium rolfsii
Phytopthora capsici

--

Surnber : Duriat dan Sudarwohadi (1994).

Daun
Daun
Daun
Daun, buah
Akar, batang
Akar, batang
Akar, batang
Akar, batang

oleh serangan hama atau penyakit sangat kompleks karena pengaruh iklim, tipe
musim, tipe agroekosistem dan varietas cabai yang ditanam. Beberapa data
kehilangan hasil panen cabai akibat harna dan penyakit dapat dilihat pada
Tabel 2.

2.5.2. Tanaman Kubis (Brassica oleracea)

Kubis adalah tanaman horitkultura penting di lndonesia, yang dapat
ditanam sepanjang tahun, baik pada musim hujan, maupun musim kemarau
(Sastrosiswojo,S, 1975). Menurut Permadi, dkk. (1973), untuk daerah tropis
seperti lndonesia, kubis merupakan tanaman dataran tinggi, kecuali beberapa
varietas antara lain K-K Cross, dapat diusahakan di dataran rendah.
Kubis yang dibudidayakan di lndonesia merupakan salah satu bentuk dari
spesies Brassica oleracea dari famili Cruciferae. Pusat (sentra) pertanarnan
kubis di lndonesia umumnya di dataran tinggi. Beberapa daerah yang dikenal
sebagai pusat penyebaran kubis adalah Cipanas (Cianjur), Pengalengan dan
Lembang (Bandung), Argalingga dan Punten (Malang).

Kubis atau kol

dikonsumsi sebagai sayuran daun, cita rasanya enak dan juga mengandung gizi
cukup tinggi serta komposisinya lengkap, baik vitamin maupun mineral
(Rukrnana, 1994).

Tabel

2.

Kehilangan Hasil Panen Cabai karena serangan Hama
dan Penyakit Penting

Harna atau penyakit yang rnenyerang
1.
2.

Trips daun
Lalat buah

3.

Antraknos

4.

Mosaik CMV
Mosaik kornplek
Virus kerupuk
Mosaik CVMV

5.
6.
7.

1

Kehilangan hasil (%)

Surnber : Duriat dan Sudarwohadi (1994).

Tanarnan kubis yang dianggap sebagai tanaman sernusim memiliki sistem
perakaran serabut, artinya lingkungan tanah bagi perakaran tanaman kubis
harus baik untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan dan hasil kubis yang
memuaskan. Lahan untuk pertanaman kubis perlu diolah atau dibajak cukup
dalam (20-30 cm), rerumputan atau gulma harus bersih serta drainase tanah
diatur secara baik.

Pada tanah-tanah yang masam (pH kurang dari 5,5),

perturnbuhan kubis sering mengalami hambatan, rnudah terserang penyakit akar
bengkak atau "club root" yang disebabkan oleh cendawan Plasmodiophora
brassicae Wor. Sebaliknya, pada tanah-tanah yang basa atau alkalis (pH lebih
besar dari 7,0), tanaman kubis sering terserang penyakit kaki hitarn (blackleg)
akibat cendawan Phoma lingam.

Tanah demikian perlu penanganan lebih

dahulu, yakni dengan pengapuran pada tanah asam atau pemberian bubuk
belerang (S) untuk tanah basa (Suwandi, dkk, 1993).
Menurut Sastrosiswojo, dkk (2000), banyak jenis harna dan penyakit
yang menyerang tanarnan kubis sejak persernaian sarnpai panen.

Namun,

hanya beberapa jenis harna dan penyakit tertentu saja yang merupakan hama
dan penyakit utama serta hama dan penyakit kedua. Hama dan penyakit utama
adalah hama dan penyakit yang mampu terus-menerus merusak dan secara
ekonornis rnerugikan, sehingga selalu perlu dilakukan tindakan pengendalian.
Harna dan penyakit kedua ada!ah hama dan penyakit yang dalam kondisi
tertentu marnpu merusak dan merugikan, sehingga perlu dilakukan tindakan
pengendalian. Jenis dan hama penyakit penting tanarnan kubis dapat dilihat
pada Tabei 3.

2.5.3. Tanaman Buncis (Phaseolusvulgaris L.)
Tanarnan kacang buncis akan berhasil dengan baik apabila ditanarn di
daerah pegunungan dari 1000-1500 meter di atas permukaaan laut (dpl). Akan
tetapi dapat juga diusahakan pada daerah dengan ketinggian 500-600 m dpl.
Tanaman ini memerlukan masa kering untuk perturnbuhan buah polongnya.
Karena itu biji harus ditanam pada akhir rnusirn hujan, sehingga pada perrnulaan
musirn kemarau telah rnulai terjadi pernbentukan buahnya (Irfan, 1983).
Seperti halnya tanaman kacang-kacangan, kacang buncispun tidak luput
dari serangan hama-penyakit yang sangat merugikan. Hama yang menonjol
adalah lalat kacang (Agromyza sp.) yang sering merusakkan dan rnasuk ke
dalarn pangkal batang. Petani untuk memberantas lalat kacang tersebut sering

Tabel 3.

Jenis Hama dan Penyakit Penting Tanaman Kubis

Fase
Pertumbuhan
(umur tanaman)
1. Di persernaian dan
Sebelurn tanarn

Nama umum dan nama ilmiah
Hama
Penyakit
Ulat daun Kubis
Plutella xylostela (L)'
Kurnbang daun.
Phyllotreta vittata (F)

Penyakit tular tanah :
1. Pemnospora brassicae (Pers)
Fr.*
2. Busuk lunak
Erwinia camtovora Holland
3. Rebah kecarnbah
Rhizmtonia solani Kuhn.
4. Tepung berbulu
Pemnospom parasitica (Pers)
Fr

2. Tanarnan rnuda
(urnur 1 - 7 rninggu)

1. Ulat tanah
Agrotis ipsilon Hufn.*
Ulat daun kubis
Plutella xylostella (L)'
Ulat krop kubis
Cmidolomia
binotalis
Zell.'
Ulat krop bergaris
Hellula undalis (F.)*
Ulat jengkal kubis
Chrysodeixis orichalcea L
Ulat h n g
Spodoptera exigua Hbn.
Ulat grayak
Spodoptera litura F.
Kutu daun persik
Myrus persicae Sulz.
Ulat buah tornat
Helicoverpa
arrnigera
Hbn.

-

1. Ulat daun kubis
Tanarnan tua
(urnur
8
rninggu
P. xylostella (L)'
sarnpai panen)
2. Ulat krop kubis,
C.binotalis Zell.'
3. Ulat grayak.
S. litura F.
4. Ulat buah tmat,
H annigera Hbn.
5. Ulat berbulu.
Dasychira inclusa Wlk.

* Biasanya sebagai harna atau penyakit utarna
" Biasanya sebagai harna atau penyakit kedua

~lmber: Sastrosiswojo, dkk. (2000).

1. Akar bengkak
Plasmodiophora

brassicae
War.*
2. Busuk lunak
Erwinia camtovora (Jones)
Dye.*
3. Busuk hitarn
Xanthomonas
campestris
Dews.**

4.

Rebah kecarnbah
Rhizmtonia solani Kuhn..
Phytium spp.

1. Akar bengkak,
P. brassicaeWor.'
2. Busuk lunak
Erwinia camtovora (Jones)
Dye.*
3. Busuk hitarn
X campestris Dews.**
4. Bercak daun Alternaria,
Altemaria spp.

menggunakan Bayrusil 0.2 %. Sedangkan pemberantasan penyakit antraknosa
yang

disebabkan

oleh

cendawan

Colletotrichum lindemuthianum yang

menyerang buah, sehingga menimbulkan bercak-bercak hitam pada buah
menggunakan Dithane M-45 0,2-0,3 % (Irfan, 1983; Kusumo dan Sunarjono,
1992).

2.6.

Pemupukan

Menurut Suriatna (1988), ada dua golongan pupuk. Pertama yaitu pupuk
alam atau pupuk organik seperti pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos.
Sedangkan golongan yang kedua ialah pupuk buatan atau pupuk anorganik yaitu
pupuk yang dibuat orang dan banyak jenisnya.
Pupuk kandang ialah pupuk yang didapat dari kotoran ternak baik dalam
bentuk kotoran padat atau cair. Beberapa fungsi pupuk kandang adalah :
a. Menambah unsur hara tanaman:
b. Menambah kandungan humus atau bahan organik tanah;
c. Memperbaiki struktur tanah;

d. Memperbaiki kehidupan jasad renik tanah.
Kandungan unsur hara N, P dan K dari beberapa kotoran ternak yang
masih segar dapat dilihat pada Tabel 4.

Pupuk kandang merupakan bahan

organik yang dapat rkmperbaiki sifat fisik tanah, karena penggunaannya akan
meningkatkan kadar humus tanah. Selain itu, pupuk kandang juga mengandung

unsur mikro yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Tisdale, dkk.,

1975).
Pupuk kandang dapat diberikan sebagai pupuk dasar sebelum tanam.
Penebarannya dilakukan secara merata di seluruh lahan, lalu tanahnya diolah
untuk terakhir kali. Biasanya pemberian pupuk kandang yang sudah matang
dilakukan seminggu sebelum tanam.

Tabel4.

Jenis
Kuda
- Padat
- Cair
Sapi
- Padat
- Cair
Kerbau
- Padat
- Cair
Kambing
- Padat
- Cair
Domba
- Padat
- Cair
Babi
- Padat
- Cair
Ayam
- Padat
- Cair

Komposisi Unsur Hara Kotoran Dari Beberapa Jenis
Ternak.

Nitrogen

Kadar Hara (%)
Fospor
Kalium

Aii

0.55
1.40

0.30
0.02

0.40
1.60

75
90

0.40
1.OO

0.20
0.50

0.10
1.50

85
92

0.60
I .OO

0.30
0.15

0.34
1.50

85
92

0.60
1.50

0.30
0.13

0.17
1.80

60
85

0.75
1.35

0.50
0.05

0.45
2.10

60
85

0.95
0.40

0.35
0.13

0.40
0.45

SO
87

1.OO
1.00

0.80
0.80

0.40
0.40

55
55

Sumber : Lingga dan Marsono (1986)

Dari hasil penelitian Wardjito,dkk. (1994), didapatkan bahwa pemberian
pupuk kandang kotoran ayam dengan dosis 10 tonlha dan pupuk kandang
kotoran sapi 40 tonlha mampu memproduksi kubis rata-rata 1.8 kg per tanarnan
atau

* 54 tonlha.

Selain itu penggunaan pupuk kandang kotoran ayam, sapi,

kambing dan kuda masih tetap dibutuhkan dalam usahatani kubis untuk
rnernpertahankan produksi 31 - 55 tonlha.
Pupuk buatan atau pupuk anorganik pada umumnya berwarna dan
partikelnya terdiri dari berbagai macarn ukuran dan bentuk. Ada yang Serupa
biji-bijian, butiran, kristal dan cairan (Suriatna, 1988).

Kalau dibandingkan

dengan pupuk alam, pupuk buztan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu :
a. Dapat diberikan pada tanaman dalam jumlah yang dianggap perlu;
b. Dapat diberikan pada saat yang tepat;

c. Zat-zat rnakanan tanaman dapat diberikan dalarn perbandingan yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman;
d. Makanan tanarnan dapat diberikan dalam bentuk yang mudah tersedia;
e. Pemakaian dan pengangkutannya lebih mudah, lebih rnurah karena
konsentrasinya tinggi dan dibutuhkan dalarn jurnlah yang tidak begitu banyak.
Selain kelebihan tersebut, pupuk anorganik pun mempunyai kejelekan.
Apabila pupuk anorganik dipakai secara terus-menerus dapat merusak struictur
tanah bila tidak diimbangi dengan pupuk kandang atau kompos.

Bila salah

dalam pernakaian atau pemberiannya terlalu banyak, tanarnan bisa mati (Lingga
dan Marsono, 1986).

Salah satu bentuk pupuk anorganik adalah pupuk rnajernuk NPK yang
rnengandung unsur hara N, P dan K. Menurut Gunawan (2000), rnikroorganisme
efektif seperti Trichodenna spp. dan Bacillus spp.

dapat rnembantu

mernpercepat proses dekomposisi pupuk ataupun kornpos untuk nutrisi
tanarnan.

2.7.

Pestisida

2.7.1. Pestisida Selektif

Salah satu sebab utama penggunaan pestisida yang berlebihar! oleh
petani karena pernilihan jenis dan cara aplikasi pestisida oleh petani kurang
selektif (Untung, 1993). Akibatnya banyak serangga atau organisme lain bukan
sasaran ikut terbunuh dan residu pestisida menyebar kemana-rnana di luar
daerah sasaran pengendalian.

Karena praktek penggunaan pestisida yang

kurang selektif tersebut rnenyebabkan hasil pengendalian dengan pestisida
menjadi kurang efektif dan efisien, serta rnanfaat yang diperoleh semakin
menurun. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pestisida serta untuk
mengurangi darnpak

negatif yang

merugikan, perlu dilakukan praktek

penggunaan pestisida secara lebih selektif, yaitu dengan mernakai jenis-jenis
pestisida yang berdaya racun rendah, tidak terakurnulasi dalarn jaringan tubuh
dan tidak persisten dalarn air dan tanah.

Menurut Wiwin (2000), salah satu

insektisida yang selektif adalah Spinosad, yaitu insektisida yang aman terhadap
lingkungan, karena insektisida ini efektif untuk rnernbasmi hama pada tanaman,
tetapi aman terhadap parasitoid tanarnan.

2.7.2. Biopestisida
Salah satu keberhasilan sistem pertanian modern adalah kemampuan
untuk mengendalikan hama dan penyakit yaitu dengan penggunaan pestisida
sintetik.

Masalah yang muncul akibat penggunaan pestisida ini adalah

kerusakan ekosistem, akurnulasi residu pestisida pada sayuran.

Beberapa

pestisida sintetik dapat menyebabkan kanker, leukimia dan kemandulan
(Larnpkin, 1990).

Pada tahun 1983, United Nations Economic and Social

Committee for Asia and the Pasific memperkirakan bahwa 2 juta penduduk
mengalami keracunan dan 40 ribu diantaranya sangat fatal.

Dampak lain

penggunaan pestisida adalah dapat mengeliminasi predator hama, kerusakan
ekosistem tanah yang didalamnya banyak mikroorganisme berguna yang
mampu mengendalikan hama tular tanah dan patogen (penyakit) ikut terbunuh.
Penggunaan pestisida di lapangan seringkali membunuh organisme non-target.
Meningkatnya penggunaan pupuk buatan dan pestisida golongan Profenofos,
Permetrin, Deltametrin,Klorfiritos dan Teflubenzuron menyebabkan pencemaran
produk sayuran tomat, kubis dan wortel. Residu insektisida tersebut ditemukan
dengan konsentrasi antara 0,72 - 8,11 mglkg. Konsentrasi residu insektisida ini
sudah cukup tinggi dibandingkan dengan batas ambang