Di  tempat-tempat  itu  tentunya  kita  tahu,  bahwa tanggung  jawab  teknis  dan  operasinya  berada  pada
institusi intelejen seperti Badan Inteljen Nasional BIN, Badan  Inteljen  Strategis  BAIS,  bagian  inteljen  pada
Tentara  Negara  Indonesia  TNIdan  Polri  serta  institusi intelejen  lainnya  dijajaran  pemerintahan.  Ini  jelas  bisa
kita  lihat  dan  nilai  bahwa  ketahanan  Negara  Indonesia dari  ancaman,  tantangan,  hambatan,  dan  gangguan  dari
pihak  dalam  mau  pun  luar  negeri  belum  teratasi  oleh aparat negara. Kejadian ini seharusnya menjadi kerangka
acuan  bagi  perbaikan,  revitalisasi  lembaga-lembaga intelejen pemerintah untuk berbenah.
Negara  sudah  seharusnya  memberi  perhatian yang  cukup  signifikan  demi  kemajuan  dan  keamanan
wilayahnya.  Agar  tidak  terjadi  aksi  teroris  yang  dapat mengancam  tatanan  Negara  dan  idiologi  bangsa.
Sehingga  tercipta  rasa  aman  tanpa  kekerasan,  dimana masyarakat  bisa  hidup  berdampingan  tanpa  memandang
suatu perbedaan.
b. Adanya Paham Radikal
Indonesia adalah negara yang kaya akan adat dan budaya.  Dari  masing-masing  daerah  dan  pulau-pulau
yang  ada  dinusantara,  masyarakatnya  mempunyai  suatu kepercayaan  yang  berbeda-beda  pula.  Seperti  yang  kita
ketahui  bahwa  negara  Indonesia  mengesahkan  enam agama
atau kepercayaan
untuk dianut
oleh masyarakatnya.
Di mana
masing-masing agama
mempunyai  ajaran  yang  baik  tanpa  kekerasan.  Namun hal  itu  tidak  menghilangkan  paham-paham  kekerasan
timbul.  Hal  ini  terbukti  dengan  adanya  istilah  Islam radikal dan faham wahabisme.
Misalnya  saja  paham  radikal  dan  wahabisme yang  dianut  oleh  sekelompok  umat  Islam  yang  lebih
dikenal  dengan  istilah  ―Islam  radikal  ―  atau  garis  keras dan  ―Wahabisme‖  yaitu   suatu  paham  yang  menolak
tasawuh, doktrin
perantara, rasionalisme,
dan
pandangan-pandangan  yang  berasal  dari  non  Muslim.
76
Paham-paham  ini  menganggap  hanya  pandangan  dan kepercayaanya  mereka  saja  yang  benar  sedangkan
pandangan orang lain dianggap salah.
Hal  seperti  inilah  yang  dianggap  sudah  sampai pada tahapan yang sangat mengkhawatirkan. Sampai saat
ini  diyakini  bahwa  sumber  teror  berasal  dari  kelompok- kelompok  tersebut,  paling  tidak  ini  didasarkan  pada
sumber-sumber  resmi  yang  berkembang  saat  ini.  Aksi atau kegiatan yang harus digaris bawahi dan digali lebih
dalam, apakah mereka melakukan aksi teror secara sadar dan  berdasarkan  paham  yang  mereka  yakini  atau  hanya
sekedar  menjalankan  ajaran  yang  dipercayainya.  Hal  ini menjadi  sangat  penting  bagi  upaya  pemerintah  untuk
mereduksi
berkembangnya paham
radikal dan
wahabisme di kalangan masyarakat Indonesia khususnya umat Islam.
Faham  radikal  dan  wahabisme  saat  ini  lebih diarahkan  pada  kelompok-kelompok  tertentu  dalam
masyarakat  muslim.  Masyarakat  muslim  di  Indonesia merupakan  masyarakat  mayoritas.  Namun  radikalisasi
dan  wahabisme  ini  bukan  hanya  terdapat  pada masyarakat  muslim  saja,  tetapi  masyarakat  non  muslim
pun  ada  yang  menganutnya.  Paham  radikal  dan wahabisme  yang  dianut  oleh  sebagian  masyarakat
muslim  di  Indonesia,  dapat  dikelola  dan  direduksi dengan  baik  bila  pemerintah  mampu  mengembangkan
tata kelola komunikasi sosial, mengembangkan toleransi dalam
kerangka pluralitas
dan kebhinekaan
masyarakatnya. Apreoritas  bukanlah  solusi  yang  tepat  untuk
mengatasi  paham-paham  tersebut,  namun  kerangka dialog  saling  pengertian  dan  mengembangkan  kerangka
non  resiprokal  dan  tidak  menarik  jurang  permusuhan menjadi
penting untuk
mereduksi paham-paham
76
Hendropriyono, A.M. Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi, dan Islam Jakarta: Kompas, 2009 h.258