Analisis Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Di Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabuapaten Subang

(1)

ANALISIS PENGARUH MOTIVASI

TERHADAP KINERJA KARYAWAN

DI DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABUPATEN

SUBANG

TUGAS AKHIR

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Industri

Oleh:

ARYA PINANDITA SAMIDAN NIM. 1.03.06.025

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

2010


(2)

(3)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

DI DINAS BINA MARGA DAN PENGAIRAN KABPATEN SUBANG oleh

Arya Pinandita Samidan 1.03.06.025

Motivasi yang baik dapat menunjang keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sebab melalui adanya faktor tersebut akan menciptakan tingkat kinerja karyawan yang optimal sehingga menunjang keberhasilan perusahaan. Sebaliknya jika tingkat kinerja menurun akan menghambat perusahaan tersebut dalam mencapai tujuannya.

Pemberian motivasi yang tepat akan mendorong setiap pegawai bekerja lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan kinerja pegawai atau karyawan akan meningkat pula. Teori motivasi Hirarki Maslow terdiri dari 5 tingkat kebutuhan yaitu Physiological Needs, Safety and Security Needs, Social Needs, Esteem Needs dan Self Actualization. Penelitian ini disusun untuk mengetahui apakah terdapat hubungan dan pengaruh motivasi terhadap kineja karyawan di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan merekomendasikan motivasi apa saja yang bisa mempengaruhi kinerja karyawan berdasarkan teori motivasi maslow.

Proses identifikasi pengaruh motivasi hirarki terhadap kinerja ini menggunakan analisis regresi linier berganda dengan metode Backward Elimination. Dengan menggunakan metode ini didapat besarnya pengaruh variabel Physiological Needs, Safety and Security Needs, Social Needs, Esteem Needs dan Self Actualization secara gabungan atau bersama-sama terhadap rata-rata kinerja karyawan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang sebesar 81.6%. Sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain dan variabel independen tersebut secara gabungan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap rata-rata kinerja, sedangkan secara parsial, dalam penelitian ini variabel Physiological Needs, Social Needs dan Self Actualization yang berpengaruh cukup dan kuat juga signifikan terhadap variabel rata-rata kinerja karyawan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang. Dengan memenuhi berbagai kebutuhan dasar, kebutuhan sosial dan kebutuhan akan aktualisasi diri juga meningkatkan pengaruh kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan pengakuan, maka akan meningkatkan motivasi karyawan untuk bekerja lebih semangat untuk menghasilkan kinerja yang baik.

Kata Kunci : Motivasi Hirarki, Analisis Regresi Linier Berganda, Physiological Needs


(4)

Daftar Isi

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERUNTUKAN ... iii

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Pembatasan Masalah ... 5

Bab 2 Landasan Teori ... 6

2.1. Motivasi ... 6

2.1.1. Devinisi Motivasi ... 6

2.1.2. Proses Motivasi ... 7

2.1.3. Jenis-jenis Motivasi ... 8

2.1.4. Fungsi Motivasi ... 8

2.1.5. Tujuan Motivasi ... 9

2.1.6. Teori-teori Motivasi ... 9

2.1.6.1. Teori Isi ... 9

2.1.6.1.1. Teori Hirarki Kebutuhan ... 10

2.1.6.1.2. Teori E-R-G ... 16

2.1.6.1.3. Teori Dua Faktor ... 16

2.1.6.1.4. Teori Tiga Motif Sosial ... 17


(5)

2.1.6.2.1. Teori Keadilan ... 18

2.1.2.2.2. Teori Ekspektansi ... 18

2.1.7. Kinerja Karyawan ...19

2.1.7.1. Tujuan Penilaian Kinerja ...23

2.1.7.2. Manfaat Penilaian Kinerja ...24

2.2. Variabel Penelitian ... 27

2.2.1. Variabel Penelitian ... 27

2.3. Metode Pengumpulan Data ... 28

2.3.1. Pengambilan Sampel ... 29

2.3.2. Kuesioner ... 29

2.3.3. Skala Pengukuran ... 31

2.4. Pengolahan Data ... 33

2.4.1. Pengujian Validitas Instrumen Pengukuran ... 33

2.5.2. Analisis Reliabilitas ... 35

2.5.3. Regresi Linier Berganda ... 37

Bab 3 Metodologi Penelitian ... 40

3.1. Flowchart Metodologi Penelitian ... 40

3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 41

3.2.1. Observasi ... 41

3.2.2. Melakukan Pengamatan ... 41

3.2.3. Studi Literatur ... 41

3.2.4. Perumusan Masalah ... 41

3.2.5. Rancangan Kuisioner ... 42

3.2.6. Penentuan Sampel Awal ... 43

3.2.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.2.8. Penyebaran Kuisioner Sesuai Sampel ... 44

3.2.9. Pengolahan Data ... 45

3.2.12. Analisis ... 46


(6)

Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 47

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 47

4.1.1. Kedudukan ...47

4.1.2. Tugas Pokok ...47

4.1.3. Fungsi ...47

4.1.4. Visi ...48

4.1.5. Misi ...48

4.1.6. Struktur Organisasi ... 49

4.1.7. Tata Kerja ...50

4.2. Kuesioner Penelitian ... 55

4.3. Pengolahan Data ... 55

4.3.1. Data Umum Responden ... 55

4.3.1.1. Jenis Kelamin ... 55

4.3.1.2. Usia ... 55

4.3.1.3. Lama Bekerja ... 56

4.3.1.4. Status Perkawinan ... 56

4.3.1.5. Pendidikan Terakhir ... 57

4.3.2. Persiapan Data Mentah ... 57

4.3.3. Uji Validitas Kuesioner ... 58

4.3.4. Uji Reliabilitas ... 61

4.3.5. Regresi Linier Berganda ... 63

Bab 5 Analisis ... 72

5.1. Analisis variabel ………..72

5.2. Analisis Multi Regresi………..74

Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 81

6.1. Kesimpulan ………..82

6.2. Saran ………84

Daftar Pustaka Lampiran


(7)

x

Daftar Gambar

Gambar 2.1. Contoh Penggunaan Skala Nominal ... 31 Gambar 2.2. Contoh Penggunaan Skala Likert ... 32 Gambar 3.1. Flowchart Metodologi Penelitian ... 40


(8)

Daftar Tabel

Tabel 3.1. Ketentuan Penilaian Persepsi Responden ... 43

Tabel 4.1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4.2. Data Responden Berdasarkan Usia ………..55

Tabel 4.3. Data Responden Berdasarkan Lama Bekerja ………...56

Tabel 4.4. Data Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 56

Tabel 4.5. Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 57

Tabel 4.6. Ketentuan Penelitian Responden ... 58

Tabel 4.7. Perhitungan Nilai Korelasi R ... 58

Tabel 4.8. Item Total Statistics UJi Realibilitas ... 61

Tabel 4.9. Rata-rata Alpha Cronbach Reliability Statistics ... 62

Tabel 4.10. Model Summary ... 63

Tabel 4.11. Koefisien Model Regresi Hipotesis ... 65

Tabel 4.12. Korelasi Model Regresi Hipotesis ... 68


(9)

Bab 1

Pendahuluan

1.1.Latar Belakang Masalah

Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugasnya yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja (Miner 1988). Dalam penentuan kinerjanya, (Timpe, 1992) dikemukakan tiga peran kinerja atau prestasi kerja yaitu: 1) Ketrampilan yang meliputi kemampuan, dan kecakapan individu, 2) Tingkat upaya yang diperlihatkan untuk menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan apa yang dilakukan karyawan, dan 3) Kondisi eksternal dan internal yang mendukung produktivitas karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja bergantung pada ketiga faktor tersebut, jika salah satu cukup atau tidak mendukung satu dengan yang lain maka prestasi kerja akan terganggu. Demikian juga terbentuknya budaya organisasi yang baik diharapkan dapat menunjang dan meningkatkan prestasi kerja yang maksimal. Peran motivasi pimpinan diperlukan guna melakukan fungsi-fungsi dalam organisasi sehingga diperoleh kinerja pegawai yang maksimal. Langkah ini penting dilakukan dalam rangka memperbaiki citra pegawai, apabila ditelusuri dan dicari penyebabnya yang menonjol adalah adanya sikap individu pegawai/karyawan yang negatif terhadap pekerjaannya, adanya perbedaan antara harapan dan kenyataan yang diterima sehingga menyebabkan rasa tidak puas.

Organisasi dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, karena pada dasarnya organisasi merupakan bentuk perserikatan dari manusia untuk mencapai tujuan bersama dimana di dalamnya terdapat aktifitas, oleh karena itu organisasi perlu memiliki karyawan yang berkualitas serta mempunyai semangat dan loyalitas yang tinggi. Semangat dan loyalitas yang tinggi dipengaruhi oleh motivasi kerjanya, Untuk itu perlu adanya peningkatan pemberian motivasi yang sesuai dengan kebutuhan karyawan.


(10)

Pemberian motivasi yang tepat akan mendorong setiap pegawai bekerja lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan kinerja pegawai atau karyawan akan meningkat pula.

Motivasi yang baik dapat juga menunjang keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sebab melalui adanya faktor tersebut akan menciptakan tingkat kinerja karyawan yang optimal sehingga menunjang keberhasilan perusahaan. Sebaliknya jika tingkat kinerja menurun akan menghambat

perusahaan tersebut dalam mencapai tujuannya.

Oleh karena itu perkembangan mutu Sumber Daya Manusia semakin penting keberadaannya. Hal ini mengingat bahwa perusahaan yang mempekerjakan Sumber Daya Manusia, menginginkan suatu hasil dan manfaat yang baik dan dapat mengikuti perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam perusahaan. Motivasi merupakan hal yang berperan penting dalam meningkatkan suatu efektivitas kerja. Karena orang yang mempunyai motivasi yang tinggi akan berusaha dengan sekuat tenaga supaya pekerjaanya dapat berhasil dengan sebaik-baiknya, akan membentuk suatu peningkatan kinerja.

Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang sebelumnya bernama Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Subang merupakan salah satu Dinas Daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Organisasi Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang, yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2001, kemudian Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2002., kemudian pada tahun 2008 DPUK diganti dengan nama Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 7 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Dinas daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang.


(11)

Tugas pokok dinas bina marga dan pengairan adalah melaksanakan kewenangan Daerah di bidang Bina Marga dan Pengairan serta tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan fungsi dari dinas bina marga dan pengairan adalah sebagai: (a) Perumusan kebijaksanaan teknis di bidang Bina Marga dan Pengairan; (b) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Bina Marga dan Pengairan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bupati; (c) Pembinaan dan pelaksanaan kegiatan di bidang Bina Marga dan Pengairan; (d) Pengelolaan administrasi umum, meliputi urusan umum, urusan keuangan, urusan kepegawaian dan perlengkapan dinas.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di lapangan ada beberapa tugas dan fungsi yang belum berjalan dengan semestinya, seperti banyaknya karyawan yang malas-malasan dalam bekerja, menunda-nunda pekerjaan, karyawan lebih banyak mengobrol dengan sesama karyawan dan yang lebih parah banyak karyawan yang keluar atau keliaran tanpa minta izin dan bukan untuk kepentingan pekerjaan pada saat jam kerja. Menurut kepala Dinas Bina Marga Dan Pengairan Kabupaten Subang H.Umar karyawan bersifat malas-malasan diakibatkan kinerja karyawan yang kurang optimal dan karyawan membutuhkan motivasi. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus maka akan menyebabkan kerugian baik bagi dinas pemerintahan maupun terhadap pekerjaan yang terabaikan dan dilalaikan.


(12)

Berdasarkan uraian diatas, menjelaskan bahwa motivasi kerja berhubungan dengan tingkat kinerja karyawan dan motivasi bisa meningkatkan kinerja maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengambil judul: “Analisis Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang “.

1.2.Identifikasi Masalah

Sejalan dengan bertambah besar dan kompleksnya organisasi, maka persaingan antar instansi atau perusahaan semakin kompleks. Dengan adanya persaingan tersebut setiap instansi atau perusahaan mengharapkan karyawan yang mampu, cukup, berpendidikan, ahli di bidangnya serta menggunakan teknologi. Karena pada dasarnya kemampuan, pendidikan, keahlian, tidak akan ada artinya tanpa dibarengi denagan semangat kerja yang tinggi dan kejujuran. Dengan motivasi diharapkan karyawan mampu mengerjakanya dengan antusias untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan dan pengaruh antara motivasi kerja dengan kinerja karyawan di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang?

2. Motivasi apa saja yang bisa mempengaruhi kinerja karyawan?

1.3.Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Pada dasarnya penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai agar dapat bermanfaat dan memberikan makna terhadap kegiatan penelitian. Berdasarkan pada perumusan masalah yang ada diatas maka secara obyektif peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan dan pengaruh motivasi terhadap kineja kemudian motivasi apa saja yang bisa mempengaruhi kinerja karyawan berdasarkan teori motivasi maslow.


(13)

2. Manfaat Penelitian A. Manfaat Praktis

1. Bagi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang. Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang dalam pemberian motivasi terutama yang berkaitan dengan karyawan.

2. Bagi penulis atau peneliti:

a. Sebagai sarana menambah pengetahuan teoritis tentang teori-teori motivasi yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan terhadap kinerja kayawan.

b. Sebagai sarana menambah pengetahuan teoritis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan terhadap kinerja.

c. Sebagai saran pengembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis telah diterima di bangku kuliah.

3. Bagi mahasiswa

Sebagai bahan masukan yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan khususnya sebagai bahan tambahan dalam penelitian.

B. Manfaat Teoritis

Kegunaan teoritis diadakan penelitian ini adalah mencoba menerapkan pemahaman teoritis yang diperoleh peneliti selama dibangku kuliah kedalam dunia nyata.

1.4.Pembatasan Masalah

Penulis dalam hal ini membatasi masalah kinerja karyawan yang berhubungan dengan motivasi. Sehingga masalah yang diteliti hanya sekitar pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan untuk karyawan Dinas Bina Marga dan Pengairan yang sudah diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dalam hal motivasi, penulis membatasi mengenai berbagai macam dorongan kerja yang timbul baik dari dalam maupun dari luar diri seseorang dengan menggunakan teori motivasi Hirarki Kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.


(14)

Bab 2

Landasan Teori

2.1. Motivasi

2.1.1. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan proses mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan (Zainun, 1989 : 62) sedangkan menurut Reksohadiprojo dan Handoko (1989 : 256) mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Ada banyak perumusan mengenai motivasi, menurut Mitchell dalam winardi, motivasi mewakili proses-proses psikologika, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang diarahkan ketujuan tertentu (Winardi, 2001: 1). Setiap pimpinan perlu memahami proses-proses psikologikal apabila berkeinginan untuk membina karyawan secara berhasil dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran keorganisasian.

2). Motivasi adalah pemberian daya pendorong atau penggerak yang diberikan pimpinan kepada karyawan dengan maksud agar karyawan mau bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi.

Motivasi juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana dari berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya. Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagai pemberian motif-motif sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan organisasional (Silalahi, 2002: 341). Menurut RA. Supriyono, motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu. Motivasi seseorang di pengaruhi oleh stimuli kekuatan yang ada pada individu yang bersangkutan.


(15)

Stimuli eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut (Supriyono,2003 :329 ). Rumusan lain tentang motivasi yang diberikan oleh Stephen P. Robbins dan mary coulter dalam winardi, yang dimaksud motivasi karyawan adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu (Winardi, 2001 : 1-2). Definisi lain tentang motivasi menurut gray et-al dalam Winardi menyatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu (Winardi, 2001 :

Dari definisi diatas, maka motivasi dapat didefinisikan sebagai masalah yang sangat penting dalam setiap usaha kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi dan sebagai pemberi daya pendorong atau penggerak yang diberikan pimpinan kepada karyawan dengan maksudagar karyawan mau bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi.

2.1.2. Proses Motivasi

Motivasi merupakan sebuah predis posisi untuk bertindak dengan cara yang khusus dan terarah pada tujuan tertentu sekalipun rumusan tentang rumusan motivasi dibatasi hingga purposif atau yang diarahkan pada tujuan. Manusia sebagai mahluk sosial berusaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan expektansi. Kebutuhan, keinginan dan expektansi tersebut menimbulkan ketegangan-ketegangan pada para manajer, yang di anggap mereka kurang menyenangkan. Dengan anggapan bahwa perilaku khusus tertentu dapat mengurangi perasaan yang dimiliki, maka hal tersebut menyebabkan orang yang bersangkutan berperilaku. Perilaku tersebut diarahkan kepada tujuan untuk mengurangi kondisi ketegangan tersebut. Dimulainya perilaku tersebut menyebabkan timbulnya petunjuk-petunjuk yang memberikan umpan balik (informasi) kepada orang yang bersangkutan tentang dampak perilaku.


(16)

2.1.3. Jenis-Jenis Motivasi

Berdasarkan pengertian dan analisa tentang motivasi yang telah dibahas dimuka, maka pada pokoknya motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi kerja dan memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan staf. Motivasi ini sering juga disebut motivasi murni, yakni motivasi yang sebenarnya timbul dari dalam diri sendiri. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar.

Motivasi intrinsik didefinisikan juga sebagai motivasi yang hidup dalam diri individu dan berguna dalam situasi kerja yang fungsional. Dalam hal ini pujian atau hadiah atau sejenisnya tidak diperlukan karena tidak akan menyebabkan individu bekerja untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu.

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi ekstrinsik tetap diperlukan sebab tidak semua pekerjaan dapat menarik minat bawahan atau sesuai dengan kebutuhan. Dalam keadaan ini motivasi terhadap pekerjaan perlu dibangkitkan oleh manajer agar mereka mau dan ingin bekerja secara lebih baik.

2.1.4. Fungsi Motivasi

Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta merubah kelakuan. Fungsi motivasi tersebut adalah:

1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul sesuatu tindakan atau perbuatan.

2. Motivasi berfungsi sebagai pengaruh artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang di inginkan.

3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.


(17)

2.1.5. Tujuan Motivasi

Manajer atau pimpianan yang berhasil dalam hal motivasi karyawan seringkali menyediakan suatu lingkungan dimana tujuan-tujuan tepat tersedia untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan-tujuan motivasi tersebut antara lain:

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan. 2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 3. Meningkatkan produktivitas karyawan.

4. Mempertahankan loyalitas dan kesetabilan karyawan perusahaan. 5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan. 6. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. 8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan. 9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. 11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.6. Teori Motivasi

Menutut Lau dan Shani (1992) dalam Zuhdi (2006), terdapat dua pendekatan umum dalam mempelajari motivasi, yaitu teori isi dan teori proses.

2.1.6.1. Teori Isi

Menurut Lau dan Shani, teori isi adalah teori yang menjelaskan mengenai profil kebutuhan yang dimiliki seseorang. Teori ini berusaha mengidentifikasikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan motivasi kerja. Teori isi antara lain adalah Teori Hirarki Kebutuhan, Teori E-R-G, Teori Dua Faktor, dan Teori Tiga Motif Sosial.

Motivasi dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja karyawan atau bawahan. Sebab efektifitas karyawan dengan asumsi mereka memiliki peluang untuk kinerja yang baik dan memiliki kemampuan yang diperlukan tergantung pada motivasi.


(18)

Selanjutnya penulis menggunakan teori kebutuhan (needs) dari Abraham maslow sebagai bahan untuk mengembangkan data dari variable motivasi. Teori hierarki kebutuhan dikembangkan oleh psikolog Abraham Maslow pada tahun 1935. Abraham maslow meneliti bahwa motivasi manusia itu berasal dari dalam diri seseorang dan sifatnya tidak dapat dipaksakan, teori ini menekankan bahwa manusia terdorong untuk melakukan usaha, untuk memuaskan lima kebutuhan yang belum terpuaskan yang melekat pada diri manusia itu sendiri.

2.1.6.1.1. Teori Hiraki Maslow

Salah satu teori motivasi yang paling banyak diacu dan cukup baik adalah teori "Hirarki Kebutuhan" yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini memberikan pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam organisasi hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya. Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu menjelaskan mengapa gaji tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja tidak selamanya dapat memotivasi kinerja. namun demikian, Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku karena beragamnya perbedaan kepribadian antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.


(19)

Maslow memandang kebutuhan manusia berdasarkan suatu hirarki kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan pokok manusia yang diidentifikasi Maslow dalam urutan kadar pentingnya adalah sebagai berikut:

Kebutuhan manusia terdiri atas lima lapis berjenjang vertikal yaitu (dari bawah) : kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs), kebutuhan akan cinta dan hubungan antar manusia (love and belonging needs), kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan (esteem needs), dan kebutuhan aktualisasi diri(self actualization needs)

Kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah kebutuhan yang paling mendasar. Oksigen untuk bernapas, air untuk diminum, makanan, tidur, buang hajat kecil maupun besar, dan seks merupakan contoh kebutuhan fisiologis.

Kebutuhan level kedua, yakni kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs) muncul dan memainkan peranan dalam bentuk mencari tempat perlindungan, membangun privacy individual, mengusahakan keterjaminan finansial melalui asuransi atau dana pensiun, dan sebagainya. (terpenuhi sebagian kalangan bagi yg memiliki materi)

Kebutuhan level ketiga adalah kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki (love and belonging needs). Ketika kita menginginkan sebuah persahabatan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan yang lebih bersifat pribadi seperti mencari kekasih atau memiliki anak, itu adalah pengaruh dari munculnya kebutuhan ini


(20)

setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi.(Terpenuhi oleh sebagian kalangan berdasar pada habi psikologis)

Level keempat dalam hirarki adalah kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan (esteem needs). Maslow membagi level ini lebih lanjut menjadi dua tipe, yakni tipe bawah dan tipe atas. Tipe bawah meliputi kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi, kebanggaan diri, dan kemashyuran. Tipe atas terdiri atas penghargaan oleh diri sendiri, kebebasan, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan khusus (spesialisasi). Apa yang membedakan kedua tipe adalah sumber dari rasa harga diri yang diperoleh. (terpenuhi oleh sebagian kalangan berdasar pada IQ, EQ& SQ).

Inilah puncak sekaligus fokus perhatian Maslow dalam mengamati hirarki kebutuhan. Terdapat beberapa istilah untuk menggambarkan level ini, antara lain

growth motivation, being needs, dan self actualization. Melihat berbagai kualifikasi yang ‘sulit’ tersebut,tidak heran kalau tidak banyak orang di dunia ini yang mencapai level aktualisasi diri. Maslow bahkan mengatakan kalau jumlah pribadi-pribadi yang telah beraktualisasi diri tidak lebih dari dua persen saja dari seluruh populasi di dunia.

Sumber lain (Winardi, 2001:13) menjelaskan lebih jelas tentang teori hiraki kebutuhan menyatakan bahwa motivasi seseorang didasarkan lima tingkat kebutuhan dalam hierarki maslow tersebut diatas adalah sebagai berikut:

a) Kebutuhan fisiologikal

Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan utama, dasar dan esensial yang harus dipenuhi oleh tiap manusia untuk mempertahankan diri sebagai makhluk, kebutuhan ini mencakup misalnya: (1) udara, (2) makan dan minum, (3) pakaian, (4) tempat tinggal atau papan, (5) istirahat, (6) Pemenuhan seksual. Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh orang mencakup misalnya: (1)Kondisi Kerja, (2) Gaji dan upah, (sama atau lebih besar dibanding upah minimal regional, (UMR).


(21)

Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut:

1) Mereka relatif independen satu sama lainya

2) Dalam banyak kasus mereka dapat di identifikasikan dengan sebuah lokasi khusus di dalam tubuh

3) Pada sebuah kultur berkecukupan (an affluent Culture), kebutuhan kebutuhan demikian bukan merupakan motivator tipikal, melainkan motivator-motivator yang tidak biasa.

4) Akhirnya dapat di kaitkan bahwa mereka harus dipenuhi secara berulang-ulang dalam periode waktu yang relatif singkat, agar dapat terpenuhi. Apabila kebutuhan-kebutuhan fisiologikal tidak terpenuhi maka mereka akan lebih terasa dibandingkan dengan kebutuhan lainya. Maka lebih dikatakan bahwa seseorang individu, yang tidak memiliki apa-apa dalam kehidupan mungkin sekali akan termotivasi oleh kebutuhan fisiologokal.

b) Kebutuhan Akan Keamanan

Apabila kebutuhan fisiologikal cukup dipenuhi, maka kebutuhan pada tingkatan berikut yang lebih tinggi yakni kebutuhan akan keamanan, mulai mendominasi kebutuhan manusia. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik akan tetapi keamanan psikologi dan perlakuan adil dalam pekerjaan atau jabatan seseorang. Kebutuhan keamanan itu berkaitan dengan tugas pekerjaanya. Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman dan proteksi diri, ancaman atau gangguan dari luar. Kebutuhan ini mencakup misalnya: (1) keamanan, (2) keselamatan, (3) kesehatan, (4) perlindungan, (5) kompetensi, (6) stabilitas. Faktor- faktor khusus yang harus diperhatikan oleh orang mencakup misalnya: (1) keselamatan kerja, (2) kesejahteraan, (3) peningkatan gaji dan upah, (4) kondisi kerja. Pentingnya memenuhi kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern tempat pimpinan organisasi mengutamakan keamanan dan keselamatan dengan mempergunakan alat-alat canggih atau pengawalan. Bentuk lain dari pengawasan kebutuhan ini dengan memberikan perlindungan asuransi tenaga kerja (ASTEK) kepada karyawan.


(22)

c) Kebutuhan Sosial

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia untuk menjadi bagian dari kelompok, mencintai dan dicintai orang lain dan bersahabat. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia ingin hidup menyendiri ditempat terpencil. Karena manusia adalah makhluk sosial sudah jelas menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok yaitu:

1) Kebutuhan sebagai anggota suatu kelompok atau rasa diterima dalam kelompoknya

2) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting

3) Kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorangpun menyenangi kegagalan

4) Kebutuhan akan rasa ikut serta

Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup misalnya: (1) Mutu supervisi, (2) Kelompok kerja yang kompetibel, (3) Kemitraan profesional.

d) Kebutuhan akan penghargaan

Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan manusia, untuk dihormati dan dihargai orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan ingin punya status, pengakuan serta penghargaan prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status. Kebutuhan ini artinya adalah respek diri dan respek orang lain, mencakup misalnya: (1)penghargaan, (2) pengakuan, (3)Status, (4) prestise, (5) kekuasaan dan, (6) perasaan dapat menyelesaikan sesuatu.

Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup

misalnya: (1)gelar (nama) tugas, (2)kreatifitas, (3)kemajuan dalam organisasi, (4)prestise dalam pekerjaan. Keinginan atau hasrat kompetitif untuk menonjol,


(23)

untuk melampaui prestasi orang lain lebih dikatakan merupakan sebuah sifat universal manusia. Kebutuhan pokok akan penghargaan ini, apabila dimanfaatkan secara tepat dapat menyebabkan timbulnya kinerja keorganisasian yang luar biasa. Kebutuhan akan penghargaan ini jarang sekali terpenuhi secara sempurna bahkan kita dapat mengatakan bahwa mereka kiranya tidak pernah terpuaskan.

e) Kebutuhan untuk Merealisasikan Diri

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan penyaluran kemampuan dan potensi diri dalam bentuk nyata. Artinya tiap orang ingin tumbuh membangun pribadi dan mencapai hasil.

Kebutuhan merealisasikan diri adalah kebutuhan akan aktualisasi diri yang menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan yang sulit dicapai orang lain.

Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup misalnya: (1)tugas yang menantang, (2)kreatifitas, (3)kemajuan dalam organisasi, (4)Prestai dalam pekerjaan. Maslow mengatakan bahwa lima kebutuhan tersebut secara hierarki dari tingkat yang sangat dasar hingga tingkat yang tinggi. Artinya bila kebutuhan tingkat dasar telah terpenuhi barulah seseorang akan memenuhi kebutuhan pada tingkat diatasnya yang lebih tinggi dan seterusnya yang mengarah pada kebutuhan tingkat tinggi. Jika suatu tingkatan kebutuhan belum terpenuhi maka motivasi bekerja seseorang ditunjukan untuk memenuhitingkatan kebutuhan tersebut dan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi belum menimbulkan motivasi. Lima kebutuhan yang tersusun secara hierarki tersebut dibedakan menjadi dua kelompok tipe kebutuhan yaitu: kebutuhan tingkat rendah (lower order needs) yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan kebutuhan sosial dan kebutuhan tingkat tinggi (higher order needs) yang terdiri atas kebutuhan pengakuan. Dan aktualisasi diri. Perbedaan dari kedua tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan tingkat rendah merupakan kebutuhan yang dipuaskan secara eksternal (satisfied externally) sedangkan kebutuhan


(24)

tingkat tinggi merupakan kebutuhan yang dipuaskan secara internal (satisfied internally).

2.1.6.1.2. Teori E-R-G

Teori ini dikembangkan oleh Alderfer (1969) dalam Zuhdi (2006). Menurut Alderfer, ada tiga kebutuhan yang mendasari tingkah laku manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah :

1. Existence (E)

Kebutuhan manusia untuk mempertahankan hidupnya. Kebutuhan ini sama dengan kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman dalam teori hirarki kebutuhan dari Maslow.

2. Relatedness (R)

Kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan manusia lain. Dalam teori hirarki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan ini digolongkan sebagai kebutuhan sosial.

3. Growth (G)

Kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang. Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan akan harga diri dan perwujudan diri dari teori hirarki kebutuhan Maslow.

2.1.6.1.3. Teori Dua Faktor

Teori ini dikembangkan oleh Herzberg (1966) dalam Arty (2003), yang berpendapat bahwa faktor-faktor penyebab tercapainya kepuasan kerja berbeda dengan faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor penyebab kepuasn kerja disebut faktor motivators, sedangkan faktor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja disebut sebagai faktor hygiene.


(25)

1. Ada dua dimensi yang berbeda dalam motivasi, yaitu faktor-faktor yang dapat menyebabkan kepuasan, dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan

2. ketidakpuasan. Jadi kepuasan dan ketidakpuasan tidak berada pada suatu kontinum yang sama.

3. Faktor hygiene yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja disebut juga

dissatisfer. Faktor-faktor ini tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan melainkan dengan konteks pekerjaan (job context).

4. Faktor motivators yang berkaitan dengan kepuasan kerja disebut juga satisfer.

2.1.6.1.4. Teori Tiga Motif Sosial

Menurut McClelland (1961) dalam Zuhdi (2006), ada tiga jenis motif sosial.

1. Motif Prestasi (Achievement Motive)

Motif prestasi adalah keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain. Ciri-ciri seseorang yang mempunyai motif prestasi tinggi adalah :

 Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.  Mencari umpan balik (feed back) tentang perbuatannya.  Memilih resiko yang moderat dalam perbuatanya.

 Berusaha untuk melakukan sesuatu dengan cara yang baru.

2. Motif Afiliasi (Affiliation Motive)

Motif afiliasi adalah keinginan seseorang untuk menjalin dan mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain. Ciri-ciri seseorang yang mempunyai motif afiliasi tinggi adalah :

 Lebih suka berada bersama dengan orang lain.  Sering berhubungan dengan orang lain.

 Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaan.  Melakukan pekerjaan secara lebih efektif jika bekerja sama dengan orang

lain.


(26)

Motif kekuasaan adalah keinginan untuk mengendalikan, mempengaruhi tingkah laku, dan bertanggung jawab untuk orang lain.

Ciri-ciri seseorang yang mempunyai motif kekeuasaan tinggi adalah :  Aktif dalam menetukan arah kegiatan organisasinya.

 Peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dalam organisasi.  Menyukai hal-hal yang dapat menunjukkan status.

 Berusaha menolong orang lain tanpa diminta.

2.1.6.2. Teori Proses

Teori proses menjelaskan proses melalui dimana munculnya hasrat seseorang untuk menampilkan tingkah laku tertentu. Teori ini berkaitan dengan identifikasi variabel dalam motivasi dan bagaimana variabel-variabel tersebut saling berkaitan. Beberapa teori proses antara lain Teori Keadilan dan Teori Ekspektansi.

2.1.6.2.1. Teori Keadilan

Teori ini dikembangkan oleh Adams (1965), dan disebut juga sebagai Teori Perbandingan Sosial (Social Comparison Theory). Teori ini menyatakan bahwa manusia menyukai perlakuan yang adil. Manusia akan termotivasi untuk bekerja dengan baik, bila mereka merasa diperlakukan dengan adil. Keadilan dinilai dengan membandingkan antara apa yang didapat oleh orang lain dengan upaya yang diberikan oleh orang lain tersebut. Bila seseorang merasakan adanya ketidakadilan, baik secara positif maupun negatif, maka keadaan ini akan mendorong orang tersebut untuk menampilkan tingkah laku tertentu.

2.1.6.2.2. Teori Ekspektansi (Expectancy Theory)

Menurut teori yang dikembangkan oleh Vroom (1964) ini, besar atau kecilnya usaha kerja yang diperlihatkan oleh seseorang, tergantung pada bagaimana orang tersebut memandang kemungkinan keberhasilan dari tingkah lakunya itu dalam mencapai atau menghindari suatu tujuan yang mempunyai nilai positif atau negatif baginya.


(27)

Elemen-elemen dari teori Ekpektansi adalah sebagai berikut : 1. Ekspectancy (E)

Menunjukkan probabilitas bahwa suatu usaha (effort) akan memberikan hasil (performance) tertentu. Besarnya probabilitas ini antara 0 dan 1.

2. Instrumentality (I)

Menunujukkan probabilitas bahwa tercapainya hasil (performance) tertentu akan memeberikan keluaran (outcome) tertentu. Besarnya probabilitas ini antara 0 dan 1.

3. Valence (V)

Menunjukkan nilai dari suatu keluaran (outcome) yang ingin atau tidak ingin dicapai oleh seseorang. Nilai probabilitas ini berkisar antara -1 dan 1.

Rumus untuk menghitung besarnya motivasi seseorang adalah:

M= E x I x V……….(2.1) dimana:

M : Motivation

E : Ekspectancy

I : Instrumentality

V : Valence

2.1.7. Kinerja Karyawan

Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda dalam mengerjakan tugasnya. Pihak manajemen dapat mengukur karyawan atas unjuk kerjanya berdasarkan kinerja dari masing - masing karyawan. Kinerja adalah sebuah aksi, bukan kejadian. Aksi kinerja itu sendiri terdiri dari banyak komponen dan bukan merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat itu juga. Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena setiap


(28)

karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal ini berarti bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam periode waktu tertentu. (Timpe, 1993, p. 3).

Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period. Performance on the job as a whole would be equal to the sum (or average) of performace on the critical or essential job functions. The functions have to do with the work which is performed and not with the characteristic of the person performing. (Williams, 1998, p. 75).

Berdasarkan keterangan di atas dapat pula diartikan bahwa kinerja adalah sebagai seluruh hasil yang diproduksi pada fungsi pekerjaan atau aktivitas khusus selama periode khusus. Kinerja keseluruhan pada pekerjaan adalah sama dengan jumlah atau rata - rata kinerja pada fungsi pekerjaan yang penting. Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan dilakukan dan tidak dilakukan dengan karakteristik kinerja individu. Pendapat di atas didukung oleh pernyataan dari Sunarto (2003), yaitu :

Kinerja yang tinggi dapat tercapai oleh karena kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota - anggotanya artinya para anggota mempercayai integritas, karakteristik, dan kemampuan setiap anggota lain. Untuk mencapai kinerja yang tinggi memerlukan waktu lama untuk membangunnya, memerlukan kepercayaan, dan menuntut perhatian yang seksama dari pihak manajemen.

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja:

Menurut Timpe (1993) faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu (p.33) 1. Kinerja baik dipengaruhi oleh dua faktor:

a. Internal (pribadi): -Kemampuan tinggi. -Kerja keras.


(29)

b. Eksternal (lingkungan) -Pekerjaan mudah. -Nasib baik.

-Bantuan dari rekan – rekan. -Pemimpin yang baik.

2. Kinerja jelek dipengaruhi dua faktor: a. Internal (pribadi)

-Kemampuan rendah. -Upaya sedikit.

b. Eksternal (lingkungan) -Pekerjaan sulit. -Nasib buruk.

-Rekan - rekan kerja tidak produktif. -Pemimpin yang tidak simpatik.

Cara - Cara untuk Meningkatkan Kinerja

Berdasarkan pernyataan menurut Timpe (1993) cara - cara untuk meningkatkan kinerja, antara lain:

1. Diagnosis

Suatu diagnosis yang berguna dapat dilakukan secara informal oleh setiap individu yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengevaluasi dan memperbaiki kinerja. Teknik - tekniknya : refleksi, mengobservasi kinerja, mendengarkan komentar - komentar orang lain tentang mengapa segala sesuatu terjadi, mengevaluasi kembali dasar - dasar keputusan masa lalu, dan mencatat atau menyimpan catatan harian kerja yang dapat membantu memperluas pencarian manajer penyebab - penyebab kinerja.


(30)

Setelah gaya atribusional dikenali dan dipahami, pelatihan dapat membantu manajemen bahwa pengetahuan ini digunakan dengan tepat.

3. Tindakan

Tidak ada program dan pelatihan yang dapat mencapai hasil sepenuhnya tanpa dorongan untuk menggunakannya. Analisa atribusi kausal harus dilakukan secara rutin sebagai bagian dari tahap - tahap penilaian kinerja formal.

Penilaian kinerja sendiri memiliki beberapa pengertian yaitu:

1. Suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat. (Schuler & Jackson, 1996:3)

2. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur kerja individu.

Menurut Robbins (1996) yang dikutip oleh Rivai dan Basri dalam bukunya yang berjudul performance apprasial, pada halaman 15 menyatakan bahwa ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu yaitu:

(a) tugas individu. (b) perilaku individu. (c) dan ciri individu.

3. Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalab pekerjaan itu. Prestasi yang dicapai ini akan menghasilkan suatu kepuasan kerja yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat imbalan.


(31)

Suatu kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu sendiri dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu evaluasi, yang kemudian dikenal dengan penilaian kinerja.

Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Dalam penilaian kinerja melibatkan komunikasi dua arah yaitu antara pengirim pesan dengan penerima pesan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu karyawan apa yang diharapkan pengawas untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja menitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dari orang atau sekelompok orang dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang ada.

2.1.7.1. Tujuan Penilaian Kinerja

Schuler dan jackson dalam bukunya yang berjudul Manajemen sumber daya manusia edisi keenam, jilid kedua pada tahun 1996 menjelaskan bahwa sebuah studi yang dilakukan akhir-akhir ini mengidentifikasi ada dua puluh macam tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan dalam empat macam kategori, yaitu:

1. Evaluasi yang menekankan perbandingan antar-orang.

2. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya waktu.

3. Pemeliharaan sistem.

4. Dokumentasi keputusan-keputusan sumber daya manusia bila terjadi peningkatan.

Efektifitas dari penilaian kinerja diatas yang dikategorikan dari dua puluh macam tujuan penilaian kinerja ini tergantung dalam sasaran bisnis strategis yang ingin dicapai. Oleh sebab itu penilaian kinerja diintegrasikan dengan sasaran-sasaran strategis karena berbagai alasan (Schuler&Jackson ,1996 : 48), yaitu:


(32)

1. Mensejajarkan tugas individu dengan tujuan organisasi yaitu, menambahkan deskripsi tindakan yang harus diperlihatkan karyawan dan hasil-hasil yang harus mereka capai agar suatu strategi dapat hidup.

2. Mengukur kontribusi masing-masing unut kerja dan masing-masing karyawan.

3. Evaluasi kinerja memberi kontribusi kepada tindakan dan keputusan-keputusan administratif yang mempetinggi dan mempermudah strategi. 4. Penilaian kinerja dapat menimbulkan potensi untuk mengidentifikasi

kebutuhan bagi strategi dan program-program baru.

2.1.7.2. Manfaat penilaian kerja

Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar bagi mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. (Rivai & Basri, 2004:55)

Pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah: (1) Orang yang dinilai (karyawan)

(2) Penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manager, konsultan) dan (3) Perusahaan.

Manfaat bagi karyawan yang dinilai

Bagi karyawan yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah (Rivai&Basri,2004 :58), antara lain:

a. Meningkatkan motivasi. b. Meningkatkan kepuasan hidup.

c. Adanya kejelasan standard hasil yang diterapkan mereka.

d. Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif. e. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar.

f. Pengembangan tantang pengetahuan dan kelemahan menjadi lebih besar, membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin. g. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas .


(33)

i. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana mereka mengatasinya.

j. Suatu pemahaman jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut.

k. Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan.

l. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apa pun dorongan atau pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi cita-cita karyawan.

m.Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan.

Manfaat bagi penilai (supervisor/manager/penyelia)

Bagi penilai, manfaat pelaksanaan penilaian kinerja (Rivai&Basri, 2004 : 60) adalah;

a. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan manajeman selanjutnya.

b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap.

c. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya.

d. Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi. e. Peningkatan kepuasan kerja .

f. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa grogi, harapan, dan aspirasi mereka.

g. Menigkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para manajer maupun dari para karyawan.

h. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan.

i. Meningkatkan rasa harga diri yang kuat diantara manajer dan juga para karyawan, karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan dengan ide para manajer.

j. Sebagai media untuk mengurangi kesejangan antara sasaran individu dengan sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran perusahaan.


(34)

k. Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan pada karyawan apa yang sebenarnya diingikan oleh perusahaan dari para karyawan sehingga para karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya, dan berjaya sesuai dengan harapan dari manajer.

l. Sebagai media untuk menigkatkan interpersonal relationship atau hubungan antara pribadi antara karyawan dan manajer.

m. Dapat sebagai sarana menimgkatkan motivasi karyawan dengan lebih memusatkan perhatian kepada mereka secara pribadi.

n. Merupakan kesempatan berharga bagi manajer agar dapat menilai kembali apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau menyusun prioritas kembali.

o. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas karyawan.

Manfaat bagi perusahaan

Bagi perusahaan, manfaat penilaian adalah, (Rivai&Basri, 2004 : 62) antara lain: a. Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena:

1) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai budaya perusahaan.;

2) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas;

3) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan.

b. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh masing-masing karyawan;

c. Meningkatkan kualitas komunikasi;

d. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan;

e. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan; f. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan

oleh setiap karyawan.

g. Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan;


(35)

i. Kemampuan menemu kenali setiap permasalahan;

j. Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh perusahaan;

k. Budaya perusahaan menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan yang baik dapat diciptakan dan dipertahankan. Berita baik bagi setiap orang dan setiap karyawan akan mendukung pelaksanaan penilaian kinerja, mau berpartisipasi secara aktif dan pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja akan menjadi lebih baik;

l. Karyawan yang potensil dan memungkinkan untuk menjadi pimpinan perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih lanjut, dan memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat;

m. Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh perusahaan menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi salah satu sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

2.2. Variabel Penelitian 2.2.1. Variabel Penelitian

Menurut Sekaran (2003) dalam Zuhdi (21006), variabel adalah sesuatu yang membedakan atau memvariasikan nilai. Nilai tersebut dapat berbeda untuk waktu yang berbeda meskipun ditujukan pada objek atau orang yang sama, atau bisa berbeda pada waktu yang sama untuk orang yang berbeda. Terdapat 4 jenis variabel yaitu :

1. Variabel dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang menjadi fokus utama peneliti. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan variabel dependen, atau menjelaskan variabilitas yang terjadi atau memprediksi variabel dependen. Melalui analisis terhadap variabel dependen, dapat ditemukan jawaban atau solusi dari suatu masalah.


(36)

Variabel independen adalah sesuatu yang mempengaruhi variabel dependen secara negatif ataupun positif. Apabila variabel independen muncul, maka variabel dependen juga akan muncul. Naik turunnya nilai variabel independen akan menyebabkan naik turunnya nilai variabel dependen.

3. Variabel moderator

Variabel moderator adalah sesuatu yang memiliki pengaruh kontingen yang kuat terhadap hubungan variabel independen dan variabel dependen. Keberadaan variabel moderator akan memodifikasikan hubungan yang asli dari variabel independen dan variabel dependen.

4. Variabel intervening

Variabel intervening merupakan sesuatu yang muncul di antara waktu kemunculan awal pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel intervening merupakan fungsi dari variabel independen yang beroperasi di situasi seperti apapun, dan membantu mengonseptualkan serta menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

2.3. Metode Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data utama suatu riset, beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu (Sekaran, 2000) dalam Zuhdi (2006) :

1. Interview

Merupakan salah satu cara mengumpulkan informasi mengenai objek penelitian dari responden. Interview dapat berupa structured atau

unstructured. Interview dapat dilakukan dengan cara tatap muka, menggunakan telepon atau on-line.

2. Kuesioner

Sebuah kuesioner terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang disajikan kepada responden untuk dijawab. Karena fleksibilitasnya, kuesioner merupakan instrumen yang paling sering dipakai dalam pengumpulan data utama.


(37)

3. Observational Surveys

Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh data apabila tanpa perlu memberikan pertanyaan kepada responden. Metode ini umumnya dilakukan dalam penelitian tentang objek yang sedang beraktivitas dalam lingkungannya.

2.3.1. Pengambilan Sampel

Setelah menentukan pendekatan dan instrumen riset, tiga keputusan berikut ini yang harus diambil, yaitu :

1. Unit Pengambilan Sampel : Siapa atau populasi mana yang akan disurvei?

2. Ukuran Sampel : Berapa banyak orang yang harus disurvei?

3. Prosedur Pengambilan Sampel : Bagaimana responden dipilih?

Untuk memperoleh sampel yang representatif, maka pengambilan sampel yang dilakukan harus bersifat probabilistik dari populasi. Namun apabila biaya dan waktu yang tersedia cenderung terbatas, maka dapat juga dilakukan pengambilan sampel yang bersifat non-probabilistik.

2.3.2. Kuesioner

Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan atau pernyataan yang telah diformulasikan, sesuai dengan variabel yang diteliti dan data yang diperlukan. Kuesioner juga dijadikan tempat menyimpan jawaban responden atas pertanyaan tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kuesioner adalah sebagai berikut :

 Isi pertanyaan

Dalam mengevaluasi berbagai alternatif pertanyaan yang akan disusun dalam kuesioner, hal-hal yang harus diperhatikan :

 Apakah pertanyaan tersebut perlu untuk ditanyakan ?

 Apakah responden bersedia dan dapat memberikan data yang ditanyakan ?

 Apakah pertanyaan tersebut cukup jelas dan mencakup aspek yang ingin diketahui ?


(38)

 Tipe pertanyaan

Tipe pertanyaan yang umumnya digunakan dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut :

Open-ended

Pertanyaan open-ended memberikan keleluasaan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri dan mengemukakan pendapat dengan cara yang dipandangnya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Close Questions

Tipe pertanyaan ini menyajikan pertanyaan kepada responden dan memberikan sekumpulan alternatif yang mutually exclusive (hanya satu alternatif yang dapat dipilih) dan exhaustive (kumpulan alternatif yang diberikan sudah mencakup semua kemungkinan alternatif yang ada). Kemudian responden memilih satu dari kumpulan itu, yang paling sesuai dengan responnya pada pertanyaan yang diajukan.

 Sensitivitas pertanyaan

Beberapa topik penelitian yang berkaitan dengan pendapatan, umur, catatan kejahatan, kecelakaan dan topik sensitif lainnya cenderung memiliki bias respon pada responden yang diteliti. Oleh sebab itu bentuk dan penyusunan kalimat pertanyaan harus dirancang dengan benar agar dapat mengungkap jawaban yang sebenarnya.

 Urutan pertanyaan

Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner harus disusun dalam urutan yang logis dan jelas agar responden dapat dengan mudah mengikuti alur pertanyaan dan hasil dapat direkapitulasi dengan cepat.


(39)

Pada kuesioner yang dikirim lewat surat atau kuesioner yang diisi oleh responden dirumahnya masing-masing, penampilan kuesioner memegang peranan yang cukup penting. Kuesioner yang kelihatannya panjang dan memiliki kalimat yang banyak semakin cenderung untuk diabaikan responden. Oleh sebab itu, bila mungkin, pertanyaan harus disusun seminimal mungkin dengan kalimat-kalimat yang mudah dan sederhana.

2.3.3. Skala Pengukuran

Karena perilaku merupakan variabel kualitatif, maka pengukurannya memerlukan penyekalaan (scaling) untuk mengurangi subjektivitas responden. Jenis-jenis skala yang digunakan dalam pengukuran adalah sebagai berikut (Sekaran, 2000) dalam Zuhdi (2006) :

1. Skala Nominal

Skala nominal adalah skala yang memperbolehkan dilakukannya pengelompokan responden kedalam kategori atau grup tertentu. Skala nominal selalu digunakan untuk memperoleh data pribadi responden seperti jenis kelamin, tempat bekerja dalam perusahaan. Contoh penggunaan skala nominal adalah :

Gambar 2.1. Contoh Penggunaan Skala Nominal

2. Skala Ordinal

Skala ordinal tidak hanya mengkategorikan variabel-variabel dengan cara tertentu dengan tujuan menunjukkan perbedaan antara variabel, skala ordinal juga mengurutkan kategori yang ada berdasarkan ranking. Contoh


(40)

penggunaan skala ordinal adalah untuk megurutkan preferensi individu terhadap objek berupa berbagai merk dari suatu produk.

3. Skala Interval

Skala interval memperbolehkan untuk dilakukannya operasi aritmetika tertentu pada data yang diperoleh dari responden. Skala nominal digunakan apabila respon untuk item-item yang mengukur suatu variabel dapat ditentukan dalam lima atau tujuh poin skala, yang kemudian dapat dijumlahkan sesama item-item pengukur variabel yang sama. Misalkan jarak antara 1 dan 2 sama dengan jarak antara 3 dan 4.

4. Skala Rasio

Skala ini lebih baik dari 3 skala sebelumnya karena memiliki titik pusat. Skala ini menyajikan nilai yang sebenarnya dari variabel yang diukur, misalnya orang yang beratnya 100 kg lebih berat dari orang yang beratnya 50 kg.

Dari jenis-jenis skala tersebut, beberapa skala yang biasa dipakai adalah sebagai berikut (Sekaran, 2000) :

1. Skala Likert

Skala likert, yang juga disebut summated-ratings scale, memungkinkan responden untuk mengekspresikan intensitas perasaan mereka. Pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan tertutup. Pilihan dibuat berjenjang mulai dari intensitas paling rendah sampai paling tinggi. Contoh penggunaan skala likert adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Contoh Penggunaan Skala Likert


(41)

Skala ini berisikan sifat-sifat bipolar (dua kutub) yang berlawanan, lalu responden dapat mengecek poin yang mewakili reaksinya terhadap objek sikap. Ketentuan dalam pembuatan skala ini adalah :

 Orientasi kutub kanan dan kiri dibuat beragam, jangan dibuat orientasi yang sama pada kutub yang sama.

 Jumlah skala dibuat ganjil. 3. Skala Numerik (Numerical Scale)

Skala ini merupakan variasi skala semantic differential. Skala ini juga menggunakan dua kutub ekstrim, akan tetapi di antara keduanya diberikan angka-angka sebagai pilihan.

4. Intemized Rating Scale

Skala ini serupa dengan skala peringkat grafis. Bedanya, untuk itemized rating scale pilihan yang tesedia lebih sedikit, yaitu berkisar antara lima sampai sembilan kategori. Skala dapat lebih dari sembilan, tetapi akan mengalami kesulitan saat memberi penjelasan pada setiap kategori.

5. Skala Dikotomi

Skala ini hanya menampilkan dua pilihan, yaitu YA atau TIDAK. Skala ini dapat juga berupa permintaan kepada responden untuk memberi tanda pada suatu objek yang sesuai dengan keinginan atau maksud responden.

2.4. Pengolahan Data

2.4.1. Pengujian Validitas Instrumen Pengukuran

Data penelitian yang baik dapat diperoleh apabila alat (instrumen) pengukurnya valid. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Suatau instrumen dianggap valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan, dengan kata lain mampu memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti.


(42)

Validitas dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu content validity, criterion related validity, dan construct validity.

1. Content Validity (Validitas Isi)

Content validity berkaitan dengan apakah alat ukur lebih terdiri dari set item yang mencukupi dan representatif untuk mengukur semua aspek kerangka konsep yang dimaksud dalam teori-teori yang ada. Semakin banyak item yang mewakili suatu konsep, maka semakin baik content validity-nya. Jenis validitas ini adalah satu-satunya validitas yang menggunakan pembuktian logikan dan bukan secara statistik. Content validity yang paling dasar adalah

face validity (validitas rupa). Face validity hanya menunjukkan bahwa dari segi rupa, alat ukur yang digunakan tampaknya mengukur apa yang ingin diukur.

2. Criterion-Related Validity

Criterion-Related Validity berkaitan dengan hubungan hasil suatu alat ukur dengan kriteria yang telah ditentukan. Validitas ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Concurrent Validity (Validitas Simultan)

Concurrent Validity berkaitan dengan pengujian apakah terdapat kesesuain antara hasil alat ukur tentang perilaku objek penelitian dengan perilakunya yang terjadi di masa sekarang.

b. Predictive Validity (Validitas Prediktif)

Predictive Validity berkaitan dengan pengujian apakah terdapat kesesuain antara prediksi tentang perilaku objek penelitian dengan perilakunya yang nyata terjadi di masa depan.

3. Construct Validity (Validitas Konstruk)

Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Validitas konstruk berkaitan dengan pengujian apakah alat ukur benar-benar mengukur objek sesuai dengan kerangka konsep objek yang bersangkutan. Analisis validitas kuesioner dilakukan dengan mengevaluasi korelasi yang terjadi antara


(43)

jawaban-jawaban tiap aspek yang menyusun konstruk suatu kuesioner sesuai dengan tujuan kuesioner. Kemudian nilai korelasi dibandingkan dengan angka kritis yang terdapat dalam tabel korelasi r. Jika nilai korelasi lebih besar atau sama dengan nilai r tabel, maka kuesioner yang disususn memiliki validitas konstruk. Validitas ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Convergent Validity (Validitas Konvergen)

Validitas ini berkaitan dengan apakah hasil yang diperoleh dari dua alat ukur yang berbeda yang mengukur konsep yang sama berkorelasi tinggi. Jika korelasinya tinggi dan signifikan, maka alat ukur tersebut valid.

b. Discriminant Validity (Validitas Diskriminan)

Validitas ini berkaitan dengan apakah berdasarkan teori yang ada, dua variabel yang diprediksikan tidak berkorelasi dan hasil yang diperoleh secara empiris membuktikannya.

2.4.2. Analisis Reliabilitas

Syarat yang kedua agar suatu instrumen dapat dikatakan baik adalah apabila instrumen tersebut reliabel. Pengukuran reliabilitas bertujuan untuk menunjukkan kestabilan dan kekonsistenan alat ukur dalam mengukur konsep yang ingin diukur. Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur tersebut dinyatakan reliabel. Dengan kata lain, reliablitas menunjukkan konsistensi suatu alat ukur dalam mengukur gejala yang sama (Sekaran, 2000) dalam Zuhdi (2006).

Lebih lanjut menurut Sekaran (2000), setiap alat ukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Pada alat ukur fenomena fisik seperti berat dan tinggi badan, konsistensi hasil pegukuran bukanlah hal yang sulit dicapai. Tetapi untuk mengukur fenomena sosial seperti sikap, opini, dan persepsi, pengukuran yang konsisten agak sulit untuk dicapai.


(44)

Semakin tinggi reliabilitas menunjukkan kesalahan pengukuran semakin kecil, dan begitu pula sebaliknya, makin besar kesalahan pengukuran, semakin menunjukkan ketidakandalan alat ukur tersebut. Tinggi rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas.

Terdapat dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas internal dan reliabilitas eksternal. Reliabilitas Eksternal adalah reliabilitas yang diperoleh dengan membandingkan hasil dari dua kelompok data. Terdapat dua jenis cara (teknik) untuk menguji reliabilitas eksternal, yaitu (Sekaran, 2000) :

1. Teknik Pararel-Form; dua perangkat kuesioner, lalu keduanya dicobakan pada sekelompok responden yang sama. Hasil dari kedua percobaan kemudian dikorelasikan dengan teknik Product Moment atau korelasi

Pearson. Teknik ini disebut juga teknik double test double trial.

2. Teknik Test-Retest; satu perangkat kuesioner, namun percobaan dilakukan dua kali terhadap sekelompok responden yang sama. Teknik ini disebut juga teknik single test double trial.

Reliabilitas Internal adalah reliabilitas yang diperoleh dengan menganalisis data yang berasal dari satu kali pengujian kuesioner. Dari berbagai rumus (teknik) untuk menguji reliabilitas internal, teknik umum yang digunakan adalah Alpha Cronbach (Hair, 1998). Metode ini dikembangkan oleh Cronbach (1946). Koefisien Alpha Cronbach merupakan koefisien yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi internal consistency (Sekaran, 2000). Berbeda dengan teknik-teknik yang hanya dapat digunakan apabila kategorisasi jawaban hanya menggunakan variabel diskrit yang dapat diskoring menjadi 0 dan 1, rumus

Alpha Cronbach memang ditujukan untuk digunakan pada analisis reliabilitas yang skalanya bukan 0 dan 1. Alpha Cronbach menggambarkan suatu koefisien korelasi yang besarnya antara 0-1, sedangkan nilai α negatif dapat terjadi bila model reliabilitas dilanggar.


(45)

Walaupun secara teoritis besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00-1,00, tetapi pada kenyataan koefisien sebesar 1,00 tidak pernah dicapai dalam pengukuran aspek perilaku atau psikologi, karena menusia sebagai subjek pengukuran psikologis merupakan sumber error yang potensial. Disamping itu, walaupun koefisien korelasi dapat bertanda positif (+) atau negatif (-), akan tetapi dalam hal reliabilitas, koefisien yang besarnya kurang dari nol tidak ada artinya karena interpretasi reliabilitas selalu mengacu kepada koefisien yang positif.

2.4.3. Regresi Linier Berganda

Menurut Hair (1998) dalam Zuhdi (2006), regresi linier berganda adalah teknik statistik umum yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen. Tujuan utama regresi linier berganda adalah menggunakan variabel independen yang nilainya telah diketahui untuk memprediksi sebuah variabel dependen.

Analisis regeresi digunakan bila variabel independen dan dependennya bersifat metrik. Tetapi untuk hal tertentu, teknik ini juga dapat digunakan untuk data yang bukan metrik. Setiap variabel independen diberikan bobot yang menunjukkan kontribusi relatif variabel independen tersebut terhadap prediksi keseluruhan. Dengan metode ini akan diketahui koefisien setiap variabel (b) yang menunjukkan kontribusi setiap variabel independen terhadap variabel dependen dalam model keseluruhan. Bentuk umum dari persamaan regresi adalah sebagai berikut (Walpole & Mayers, 1995) dalam Zuhdi (2006) :

Y= b0 + bi Xi + e………(2.2)

Di mana :

Y = variabel dependen Xi = variabel independen ke-i

b0 = perpotongan persamaan regresi dengan sumbu Y

bi = koefisien kemiringan yang memberikan nilai perubahan Y akibat perubahan

Xi


(46)

Dalam analisis multi regresi, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu:

A. Pemilihan Variabel Independen untuk Memperoleh Persamaan regresi Terbaik

Dalam berbagai kasus multi regresi, terdapat beberapa kemungkinan variabel independen yang dapat dimasukkan dalam persamaan regresi. Untuk itu, terdapat beberapa pendekatan untuk memilih variabel independen agar didapat persamaan regresi terbaik (Hair, 1998 dalam Zuhdi, 2006), yaitu :

1. Confirmatory Specification

Metode ini adalah metode paling sederhana. Variabel-variabel independen yang ingin dimasukkan ke dalam persamaan ditentukan sendiri oleh peneliti. Meskipun konsepnya sederhana, peneliti harus meyakinkan bahwa variabel-variabel yang dimasukkan akan mencapai prediksi yang terbaik.

2. Sequential Search Method

Metode ini adalah metode yang paling sering digunakan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menambahkan atau mengurangi variabel-variabel independen pada persamaan regresi secara selektif, sampai suatu kriteria tertentu dicapai. Variabel independen yang akan ada dalam persamaan regresi hanyalah variabel yang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap variabel dependen. Kontribusi tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi parsial (r) variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila r = 1 maka hubungan positif sempurna, apabila r = -1 maka hubungan negatif sempurna, dan apabila r = 0 maka tidak ada hubungan.

Metode ini terbagi atas dua jenis, yaitu: a. Stepwise Estimation

Setiap variabel independen yang mungkin akan dianalisis satu persatu. Variabel independen yang memiliki kontribusi terbesar bagi persamaan regresi akan


(47)

dimasukkan paling awal. Untuk setiap variabel yang ditambahkan, dilakukan tes signifikan (F-tes). Apabila ada variabel yang tidak signifikan, maka variabel tersebut dihilangkan. Kemudian dilanjutkan dengan variabel yang kontribusinya terbesar kedua dan seterusnya. Langkah ini dilakukan sampai tidak ada lagi variabel independen yang mungkin.

b. Forward Addition dan Backward Elimination

Metode forward addition mirip dengan stepwise estimination. Bedanya,

backward elimination dimulai dengan memasukkan seluruh variabel independen yang mungkin ke dalam persamaan, lalu variabel yang tidak memberikan kontribusi signifikan dihilangkan. Perbedaan metode-metode ini dengan stepwise elimination adalah apabila variabel telah ditambahkan atau dihapus pada satu tahap, maka pada tahap berikutnya variabel tersebut tidak bisa dihilangkan atau dimasukkan kembali.

3. Combination Approach

Prosedur yang paling popular dalam pendekatan ini adalah all-possible-subsets regression. Setiap kombinasi yang mungkin dari variabel independen diuji, dan kombinasi yang memberikan persamaan yang paling sesuailah yang akan dipilih.

B. Akurasi Regresi Linier berganda

Hair (1998) dalam Zuhdi (2006), mengatakan bahwa untuk mengukur seberapa akurat prediksi yang dilakukan regresi linier berganda, digunakan koefisien

determinasi (R2). Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan model regresi telah baik, yaitu bahwa variabel dependen telah dapat dijelaskan secara linier oleh variabel independen.

Sedangkan bila nilai R2 mendekati 0, tidak berarti bahwa model tersebut tidak baik, melainkan linearitas antar variabel dalam model tersebut kecil dan prediksi yang diberikan tidak lebih dari nilai rata-rata variabel dependen. Pada umumnya,

nilai R2 akan bertambah tinggi dengan bertambahnya jumlah variabel


(48)

diperoleh dari sampel penelitian. Untuk itu, nilai R2 perlu disesuaikan menjadi

nilai R2 adjusted, yaitu koefisien determinasi yang memasukkan unsur banyaknya variabel independen sehingga dapat lebih mencerminkan kesesuaian model tersebut terhadap dunia nyata yang diwakilinya.


(49)

Bab 3

Metodologi Penelitian

3.1. Flowchart Penelitian

Selesai Kesimpulan

Analisis Pengolahan Data: Metode Regresi LinierBerganda

Mulai

Perumusan Masalah Pengamatan di Dinas Bina

Marga dan Pengairan Observasi ke lapangan

Studi Literatur

Penentuan Sampel Awal

Data Kuisioner Valid? Data Kuisioner Reliabel?

Penyebaran Kuesioner sesuai Sampel

Tidak Rancangan Kuesioner

Uji Validitas dan Realibilitas

Ya


(1)

2. Pengaruh variabel independen {Physiological Needs (PN), Safety And Security Needs (SSN), Social Needs(SoN), Esteem Needs (EN) dan Self Actualization (SA)} secara parsial terhadap variabel dependen (Kinerja), hasil kesimpulannya adalah sebagai berikut:

a. Physiological Needs (PN)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis, bahwa variabel Physiological Needs (PN) berpengaruh secara positif sebesar 0.555 dilihat dari persamaan regresi dan signifikan terhadap variabel rata-rata kinerja karyawan, contoh dari variabel Physiological Needs (PN) adalah sebagai berikut:

 Karyawan membutuhkan kondisi kerja kondusif dan nyaman yang merupakan kebutuhan dasar yang utama.

 Karyawan diberikan jam istirahat dengan tepat waktu.

 Karyawan disediakan ruangan kerja yang disesuaikan dengan pekerjaan dan jabatan seperti disediakannya meja dan kursi kerja yang nyaman

 Karyawan yang mempunyai tempat tinggal jauh disediakan asrama

b. Safety And Security Needs (SSN)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis, bahwa variabel Safety And Security Needs (SSN) tidak berpengaruh secara positif atau berpengaruh negatif sebesar 0.156 dilihat dari persamaan regresi dan tidak signifikan terhadap variabel rata-rata Kinerja karyawan, contoh dari variabel Safety And Security Needs (SSN) adalah sebagai berikut:

 Karyawan merasa aman bekerja karena sistem K3 disini baik sesuai dengan standar ISO dan Depnaker.

 Karyawan merasa tenang bekerja karena adanya pemberian jaminan keamanan berupa asuransi.

 Karyawan merasa semakin nyaman dan tenang jika terjadi sesuatu dengan kesehatan, karena adanya poliklinik di dalam lingkungan dinas bina marga.  Karyawan merasa nyaman bekerja karena perlengkapan bekerja sangat


(2)

c. Social Needs(SoN)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis, bahwa variabel Social Needs (SoN) berpengaruh secara positif sebesar 0.319 dilihat dari persamaan regresi dan signifikan terhadap variabel Kinerja karyawan, contoh dari variabel variabel Social Needs(SoN) adalah sebagai berikut:

 Lingkungan kerja baik dan menyenangkan.

 Hubungan kerja dengan sesama rekan kerja berjalan baik.  Sesama karyawan saling membantu dalam pekerjaan.  Atasan memiliki hubungan yang baik dengan karyawan.

d. Esteem Needs (EN)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis, bahwa variabel Esteem Needs (EN) tidak berpengaruh secara positif atau berpengaruh secara negatif sebesar 0.267 dilihat dari persamaan regresi dan tidak signifikan terhadap variabel Kinerja karyawan, contoh dari variabel variabel Esteem Needs (EN) adalah sebagai berikut:

 Atasan selalu memberikan perhatian terhadap saya.

 Prestasi saya dalam bekerja selalu dinilai secara teliti dan cermat.

 Atasan selalu memberi pujian bila saya menjalankan tugasnya dengan hasil yang memuaskan.

 Atasan selalu mendiskusikan dengan bawahan jika ada masalah dalam pekerjaan.

e. Self Actualization (SA)

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis, bahwa variabel Self Actualization (SA) berpengaruh secara positif sebesar 0.012 dilihat dari persamaan regresi dan signifikan terhadap variabel Kinerja karyawan, contoh dari variabel variabel Self Actualization (SA) adalah sebagai berikut:

 Saya menikmati kepuasan dalam menyelesaikan tugas pekerjaan yang rumit dan menantang.

 Saya memiliki kesempatan dan peluang untuk mengembangkan kemampuannya.


(3)

3. Pengaruh variabel independen {Physiological Needs (PN), Safety and Security Needs (SSN), Social Needs(SoN), Esteem Needs (EN) dan Self Actualization (SA)} secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap variabel dependen Kinerja karyawan. Variabel independen tersebut berpengaruh sebesar 81.6% terhadap variabel Kinerja karyawan, sedangkan sisanya sebesar 18.4% disebabkan oleh variabel-variabel lain.

4. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang.

5. Motivasi Hirarki yang mempengaruhi kinerja ada 3 variabel yaitu Physiological Needs (Kebutuhan Dasar), Social Needs (Kebutuhan Sosial), dan Self Actualization (Kebutuhan akan Aktualisasi diri).

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari analisis multi regresi di atas, maka usulan ataupun rekomendasi yang memungkinkan untuk pihak Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Subang untuk meningkatkan kinerja karyawan adalah sebagai berikut :  Atasan harus lebih memotivasi karyawan dengan memperhatikan apa saja yang

menjadi kebutuhan dasar karyawan.

 Atasan harus berusaha memperbaiki dan memenuhi apa saja yang menjadi kebutuhan dasar karyawan.

 Atasan harus lebih memotivasi karyawan dengan memperhatikan apa saja yang menjadi kebutuhan sosial karyawan.

 Atasan harus berusaha memperbaiki dan memenuhi apa saja yang menjadi kebutuhan sosial karyawan.

 Atasan harus lebih memotivasi karyawan dengan memperhatikan apa saja yang menjadi kebutuhan akan aktualisasi diri karyawan.

 Atasan harus berusaha memperbaiki dan memenuhi apa saja yang menjadi kebutuhan akan aktualisasi diri karyawan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ariffrahman, Indra. 2009.

Identifikasi Pengaruh Motivasi Akademik Terhadap Rata-rata

Indeks Prestasi (IP) Mahasiswa

. Skripsi. Bandung:UNIKOM

Arikunto, Suharsimi. 2003.

Manajemen Penelitian

. Jakarta: Rineka Cipta.

Arty. 2003.

Teori Motivasi Dua Faktor

. Jurnal

Daniel, W.W.

Statistik Nonparametrik Terapan

. Gramedia. Jakarta.

Handoko, T.H. 1989.

Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia

. Yogjakarta:

BPFE Press.

Hasibuan, Malayu SP.

Organisasi dan Motivasi

. Jakarta. Bumi aksara 1996.

Hasibuan, M. 2003.

Manajemen Sumber Daya Manusia

. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan, M. 2003.

Organisasi dan Motivasi

:

Dasar Peningkatan Produktivitas

. Jakarta:

Bumi Aksara

Laboratorium Statistik Teknik Industri (2008).

Risalah Praktikum Statistik 2008

.

Bandung:

UNIKOM

Maslow, Abraham H., (1954),

Motivation And Personality

, Harper & Row Publiser, New York

Miner. 1988.

Definisi Kinerja

.

Jurnal

Moekija.

Motivasi dan Pengembangan Manajemen

, Bandung: Alumni, 1981

Prawirosentono, Suyadi, (1999),

Kebijaksanaan Kinerja Karyawan

, BPFE, Yogyakarta.

Ravianto, J., (1995),

Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia

, BPFE, Yogyakarta.

Rivai dan Basri. 2004.

Manfaat Penilaian Kinerja

. Jurnal

Sarwono, Jonathan (2006),

Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 12.0,

Bandung :

Penerbit Andi

Sekaran, U. 2003.

Research Methods for Business

. USA: John Wiley Inc.

Sekaran, U. 2000.

Metode dan Pengembangan Penelitian

. Jurnal

Sekaran, U. 2003.

Teknik Validitas dan Realibilitas

. Jurnal

Setiaji, Bambang, dan Budiningsih, Ismaryati, (2001),

Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Dan

Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan

Kabupaten Wonogiri,


(5)

Sudarmanto,Gunawan

R.

2005.

Analisis

Regresi

Linear

Ganda

dengan

SPSS

.

Yogyakarta:Graha Ilmu.

Sudjana. 2002.

Metode Statistika.

Bandung: Tarsito.

Supriyono,RA. 2003.

Manajemen Motivasi

.

Jurnal

Trihendradi, Cornelius(2005),

Step by step

SPSS (Analisis Data Statistik),

Yogyakarta:

Penerbit Andi

Timpe. 1992.

Penentuan Peran Kinerja

. Jurnal

Timpe. 1993.

Kinerja

. Jurnal

Winardi, J. 2001

Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen

. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.

Data Pribadi

1.

Nama lengkap : ARYA PINANDITA SAMIDAN

2.

Tempat Tanggal Lahir : SUBANG 17 OKTOBER 2010

3.

Jenis Kelamin : LAKI-LAKI

4.

Agama : ISLAM

5.

Alamat : JL LETJEN SUPRAPTO NO 1 SUBANG

II.

Data Keluarga

1. Ayah : ALM. YUDIADI SAMIDAN

2. Ibu : YETI HERYATI

3. Adik : ALDI HERLAMBANG SAMIDAN

III.

Riwayat Pendidikan

1.

SDN Pagadaian, lulus tahun 2000.

2.

SMP N 1 Subang, lulus tahun 2003.

3.

SMA Bina warga 2 Palembang, lulus tahun 2006.