PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP HAMBATAN Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L.) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Enterococcus faecalis Dominan Pada Saluran Akar Secara In Vitro.

(1)

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KERSEN

(Muntingia calabura L.) TERHADAP HAMBATAN

PERTUMBUHAN Enterococcus Faecalis

DOMINAN PADA SALURAN AKAR

SECARA IN VITRO

Disususun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Progam Studi Strata I pada jurusan Kedokteran Gigi

Fakultas Kedokteran Gigi

Oleh: JATININGRUM

J520120010

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

iii


(5)

1

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP HAMBATAN

PERTUMBUHAN Enterococcus Faecalis DOMINAN PADA SALURAN AKAR

SECARA IN VITRO Abstrak

Perawatan saluran akar adalah suatu perawatan untuk penyakit pulpa yang dilakukan dengan cara mengambil seluruh jaringan pulpa nekrosis. Penyebab utama kegagalan perawatan saluran akar adalah tahap irigasi yang kurang baik. Klorheksidin 2% merupakan bahan irigasi saluran akar yang bersifat kimia. Klorheksidin memiliki kekurangan yaitu reaksi alergi dan perubahan warna pada gigi, sehingga perlu dilakukan penelitian dengan bahan yang tidak memiliki efek samping. Kersen (Muntingia calabura L.) merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki daun yang dipercaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena mengandung zat aktif yaitu flavonoid, tanin, dan saponin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dari ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) serta mengetahui besar konsentrasi yang memiliki hambatan tertinggi dalam menghambat pertumbuhan Enteroccocus faecalis.

Penelitian laboratoris eksperimental ini menggunakan 5 kelompok perlakuan yaitu 15%, 30%, 60% konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.), aquades steril sebagai kontrol negatif, klorheksidin 2% sebagai kontrol positif dan di replikasi sebanyak 5 kali. Penelitian menggunakan metode sumuran dan inkubasi dengan suhu 37˚C selama 24 jam. Zona hambat akan terlihat disekitar sumuran kemudian diukur menggunakan jangka sorong dengan satuan millimeter. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) mempunyai daya antibakteri terhadap Enterococcus faecalis pada konsentrasi 15% (d=10,62 mm), 30% (d=13,43 mm) dan 60% (d=17,71 mm). Hasil uji Anova satu jalur menunjukan nilai signifikansi p=0,000 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) memiliki pengaruh terhadap hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis dan konsentrasi ekstrak daun kersen 60% memiliki hambatan tertinggi.

Kata Kunci : Ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.), Hambatan pertumbuhan,


(6)

2 Abstracts

Root canal treatment is a treatment for pulp diseases that done by taking the entire of necrosis pulp tissue. The main caused of failure root canal treatment was the stage of irrigation that unfavorable. 2% Chlorhexidine is a chemical material irrigation of root canal. Chlorhexidine has disadvantages such as allergic reactions and discoloration of teeth, therefore the study research of material which did not have side effect should be done. Cherry (Muntingiacalabura L.) is a plant that the leaves believed to inhibit the growth of bacteria because they contain active substances like flavonoids, tannins and saponins. This study was aimed to investigate the effect of concentration cherry leaves extract (Muntingiacalabura L.) and know which concentration that has the highest barriers to inhibit the growth of Enteroccocus faecalis.

This experimental laboratory study used 5 treatment groups were 15%, 30%, 60% concentration of cherry leaves extract (Muntingiacalabura L.), a sterile distilled water as a negative control, 2% chlorhexidine as a positive control, then replicated 5 times. The research

used Kirby bauser method and incubation with 37˚C temperature for 24 hours. Inhibition zone will

be seen, then measured using a caliper to millimeters.

Research showed that cherry leaves extract (Muntingiacalabura L.) has antibacterial activity against Enterococcus faecalis on concentration of 15% (d=10.62 mm), 30% (d=13.43 mm) and 60% (d=17.71 mm). The result of one way Anova showed the significance value p = 0.000 (p <0.05), so it can be concluded that cherry leaves extract (Muntingiacalabura L.) has the effect on Enterococcus faecalis growth inhibition and cherry leaves extract of 60% concentration has the highest barriers.

Keywords : Cherry leaves extract (Muntingia calabura L.), Growth inhibition, Enterococcus faecalis, In vitro.

1. PENDAHULUAN

Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan yang dilakukan dengan cara mengambil seluruh jaringan pulpa nekrosis, membentuk saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang (Nissa et al., 2013). Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap utama yaitu : preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan pembentukan (cleaning and shaping), sterilisasi saluran akar dan obturasi saluran akar. Salah satu tahapan dalam pembersihan dan pembentukan (cleaning and shaping) yang penting adalah tahap irigasi saluran akar. Penyebab kegagalan perawatan saluran akar sebagian besar disebabkan oleh tahap irigasi saluran akar yang kurang baik. Salah satu tujuan tahap tersebut adalah untuk membersihkan saluran akar dari mikroorganisme patogen yang menyebabkan infeksi berulang pasca perawatan saluran akar (Grossman et al., 1995).

Enterococcus faecalis adalah bakteri fakultatif anaerob gram positif yang merupakan bakteri penyebab utama terjadinya infeksi periradikuler pasca perawatan saluran akar (Karale et al., 2011). Bakteri tersebut ditemukan dalam


(7)

3

persentase yang tinggi hingga mencapai 77% dari kasus kegagalan saluran akar.

Enterococcus faecalis mempunyai kemampuan penetrasi kedalam tubuli

dentinalis, sehingga memungkinkan bakteri tersebut untuk bertahan hidup dalam saluran akar (Haapasalo et al., 2010).

Salah satu bahan irigasi saluran akar yang sering digunakan adalah klorheksidin 2% karena bersifat biokompatibel dan memiliki efek antimikrobial yang luas.Klorheksidin memiliki kekurangan yaitu dalam konsentrasi yang tinggi, klorheksidin menyebabkan koagulasi komponen intraseluler. Selain itu penggunaan korheksidin dapat menyebabkan reaksi alergi, perubahan warna pada gigi serta tidak dapat menghilangkan biofilm dan debris organik lainnya yang memungkinkan timbulnya efek negatif pada kualitas pengisian saluran akar secara permanen., sehingga penemuan baru bahan irigasi saluran akar yang lebih aman, dan lebih mudah didapat sangat dibutuhkan (Mohammadi et al., 2009).

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat dan banyak ditemukan di Indonesia yaitu tumbuhan kersen (Muntingia calabura L.). Tumbuhan tersebut dikenal sebagai tumbuhan talok di Indonesia (Zakaria et al., 2010). Ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) memiliki sifat antiinflamasi dan antipiretik (Zakaria et al., 2007a), aktivitas antistaphyloccocal (Zakaria et al., 2007d), dan aktivitas antibakteri. Sifat tersebut diduga berasal dari zat aktif yang terkandung didalamnya seperti flavonoid, saponin dan tannin. Kadungan zat aktif tersebut menyebabkan ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) memiliki aktivitas antibakteri yang sangat tinggi (Zakaria et al., 2006).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dari ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) serta mengetahui bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dalam menghambat pertumbuhan Enteroccocus faecalis. Manfaat penelitian ini yaitu memberikan tambahan informasi ilmiah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan bahan alam khususnya daun kersen (Muntingia calabura L.) sebagai bahan irigasi saluran akar, serta memberikan motivasi kepada masyarakat untuk membudidayakan tanaman obat berbahan alam khususnya tanaman kersen (Muntingia calabura L.).


(8)

4

Hipotesis penelitian ini menunjukan bahwa ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) berpengaruh terhadap hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis dan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) maka semakin besar zona hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis.

2. METODE

Jenis penelitian adalah eksperimental murni laboratoris dengan rancangan post-test only control group design. Tempat penelitian dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM pada bulan Februari sampai Maret 2016. Subyek penelitian ini adalah ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan konsentrasi 15%, 30%, dan 60%. Klorheksidin 2% sebagai kontrol positif dan Aquades steril sebagai kontrol negatif. Alat utama yang digunakan jangka sorong. Alat penunjang yaitu timbangan analitik, cawan petri, oven, bejana maserasi, ultra turrax, waterbath, vortex, ose kolong, autoklaf, lampu spirtus, perforator, lidi Steril, mikropipet, inkubator, colony counter. Bahan utama yang digunakan adalah ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dan biakan bakteri Enterococcus faecalis. Bahan penunjang yaitu khlorheksidin 2 %, etanol 70%, larutan NaCl fisiologis, media Cair Brain Heart Infusion (BHI), media Muller Hinton Agar (MHA), quades steril.

Prosedur penelitian yang pertama dilakukan yaitu determinasi tanaman yang berfungsi untuk menentukan jenis tanaman secara spesifik dan mengidentifikasi bagian-bagian dari tumbuhan meliputi batang, daun, akar, buah, bunga, dan biji. Langkah selanjutnya daun kersen (Muntingia calabura L.) diekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Hasil ekstrak kental kemudian diencerkan dan dibuat konsentrasi 15%, 30% dan 60%. Selanjutnya dilakukan pengujian daya hambat pertumbuhan bakteri menggunakan metode Disc diffusion untuk menentukan aktivitas antibakteri. Bakteri yang telah dibiakan pada media agar darah (Blood Agar Plate) diinokulasikan pada media MHA yang telah padat, kemudian ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan berbagai konsentrasi 15%, 30%, dan 60% diteteskan pada masing-masing


(9)

5

lubang sumuran sebanyak 50 µl. Tetesi juga 50 µl khlorheksidin 2% sebagai kontrol positif dan 50 µl aquades steril sebagai kontrol negatif. Lakukan inkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37º C dan diukur diameter zona hambat menggunakan sliding caliper atau jangka sorong.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis dibagi menjadi lima kelompok perlakuan yaitu 15%, 30%, 60% ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.), klorheksidin 2% (kontrol positif), aquades steril (kontrol negatif) dan direplikasi sebanyak lima kali. Pengukuran zona bening dilakukan menggunakan jangka sorong dengan satuan millimeter.

Tabel 1. Hasil rata-rata zona hambat pertumbuhan Enterococcus faecalis.

Konsentrasi N Mean ( mm )

Std.Deviation ( mm )

Std. Erorr

15 5 10,6280 0,81971 ,36658

30 5 13,4360 0,68519 ,30642

60 5 17,7160 0,29913 ,13378

Kontrol (+) 5 20,2000 0,25495 ,11402

Kontrol (-) 5 00,0000 0,0000 ,00

Tabel 1 menunjukan bahwa rata-rata zona hambat ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) yang paling tinggi adalah pada konsentrasi 60% yaitu sebesar 17,71 mm, sedangkan yang paling rendah adalah pada konsentrasi 15% yaitu sebesar 10,62 mm. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) semakin tinggi pula hambatan pertumbuhan bakteri yang diberikan terhadap Enterococcus faecalis.

Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-wilk untuk mengetahui distribusi data yang dihasilkan normal atau tidak. Hasil uji


(10)

6

normalitas menunjukan nilai probabilitas p=0,115, p=0,366, p=0,336, p=692 (p > 0,05) pada masing-masing kelompok perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa seluruh data yang diuji berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan Levene Test dan didapat nilai probabilitas p=0,056 (p > 0,05) yang berarti bahwa data yang diuji memiliki varians yang sama (homogen). Setelah didapatkan hasil bahwa data yang diuji berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama maka data ini memenuhi syarat untuk dilakukan uji Anova satu jalur.

Tabel 2. Hasil uji Anova satu jalur

H

Hasil uji Anova satu jalur menunjukan nilai p= 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan hambatan pertumbuhan bakteri antar kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis in vitro. Perbedaan yang ditunjukan dari hasil uji Anova satu jalur selanjutnya dilakukan uji Post Hoc LSD. Hasil uji Post Hoc LSD menunjukan nilai probabilitas (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada antar kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis.

Hasil penelitian membuktikan bahwa daun kersen (Muntingia calabura L.) yang dibuat ekstrak dalam beberapa konsentrasi dapat menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya zona hambat pada daerah sekitar sumuran. Zona hambat terkecil dihasilkan pada konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) 15% yaitu sebesar 10,62 mm dan semakin meningkat pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 30% sebesar 13,43 mm, dan paling tinggi pada konsentrasi 60% sebesar 17,71 mm. Konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) mempengaruhi hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis, hal ini tampak dari konsentrasi ekstrak daun kersen

Sum of

Square Df

Mean

Square F Sig. Between

Groups 1235,365 4 308,841 1191,628 ,000 Within

Groups 5,184 20 ,259


(11)

7

(Muntingia calabura L.) yang semakin tinggi dan menunjukan zona hambat yang semakin besar.

Pada perlakuan kontrol negatif menggunakan aquades steril tidak menunjukan adanya zona hambat, hal ini membuktikan bahwa aquades steril tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis. Zona hambat paling tinggi dihasilkan oleh kontrol positif yaitu klorheksidin 2% yaitu sebesar 20,20 mm, hal ini karena klorheksidin 2% merupakan bahan penunjang yang saat ini menjadi pilihan utama sebagai bahan irigasi saluran akar. Klorheksidin merupakan bahan yang bersifat biokompatibel dan memiliki efek antimikrobial yang luas. Cara kerja klorheksidin yaitu menembus dinding sel mikroba atau membran luar dan menyerang sitoplasma atau membran dalam pada bakteri. Klorheksidin memiliki kekurangan yaitu dapat menyebabkan koagulasi komponen intraseluler, reaksi alergi, perubahan warna pada gigi serta tidak dapat menghilangkan biofilm dan debris organik lainnya yang memungkinkan timbulnya efek negatif pada kualitas pengisian saluran akar secara permanen (Mohammadi et al., 2009).

Hasil pengolahan data dengan uji Anova satu jalur diketahui bahwa terdapat perbedaan daya antibakteri pada seluruh konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap pertumbuhan Enteroccocus faecalis in vitro, sehingga membuktikan bahwa ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) berpengaruh terhadap hambatan pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Kemampuan ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis disebabkan karena adanya senyawa seperti flavonoid, tannin, dan saponin yang terkandung didalamnya.

Flavonoid merupakan suatu senyawa fenol yang tersebar luas pada hampir semua tumbuhan tingkat tinggi, kecuali algae. Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena mampu menghambat 3 hal yaitu pertama, dapat menghambat sintesis asam nukleat (DNA) dan sintesis RNA pada bakteri karena reaksi cincin B dari flavonoid berperan dalam membentuk ikatan hidrogen dengan susunan basis asam nukleat, dan hal ini membuktikan bahwa flavonoid dapat menghambat sintesis DNA dan RNA pada bakteri. Kedua, mampu menghambat fungsi


(12)

8

membran sitoplasma pada bakteri. Ketiga, dapat menghambat metabolisme energi pada bakteri (Cushnie, 2005).

Saponin merupakan senyawa antibakteri yang dapat mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, sehingga mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida. Saponin dapat berinteraksi dengan molekul kolesterol dalam membran sel dan akibatnya mengganggu organisasi membran sel. Saponin juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fluiditas membran sel, karena saponin mampu meningkatkan aktivitas ATPase melalui interaksi dengan kolesterol yang ada didalam membran. Penghilangan kolesterol dari membran sel menyebabkan peningkatan fluiditas pada membran sehingga dapat mengubah transportasi ion dan aktivitas protein membran dan enzim (Johnson, 2013).

Aktivitas dari tanin sebagai antibakteri yaitu dengan menyerap racun dan mampu menggumpalkan protein essensial pada bakteri. Tanin diduga mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menginaktivasi adhesin enzim, envelope cellprotein transport dan berikatan dengan polisakarida dari mikroba. Aktivitas tannin meliputi penghambatan mikroba enzim ekstraseluler, perampasan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan mikrobia atau tindakan langsung pada metabolisme mikroba melalui penghambatan fosforilasi oksidatif (Budiarti,2012).

Pada hasil uji post hoc LSD dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukan adanya perbedaan yang bermakna pada diameter zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok perlakuan, hal ini menunjukan adanya perbedaan hambatan pertumbuhan bakteri antar kelompok perlakuan ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) konsentrasi 15%, 30%, dan 60%. Adanya perbedaan yang bermakna pada diameter zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok perlakuan terjadi karena senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan konsentrasi 15%, 30% dan 60% berbeda berbeda satu sama lain, sehingga kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis juga berbeda.


(13)

9

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak daun kersen (Muntingia

calabura L.) mempengaruhi hambatan pertumbuhan Enteroccocus faecalis,

karena adanya kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, saponin dan tanin yang terdapat dalam ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.). Kandungan zat aktif tersebut bekerja sama secara sinergis dalam menghambat pertumbuhan Enteroccocus faecalis. Penelitian oleh Jawezt et al (2002) menjelaskan bahwa bila dua atau lebih senyawa aktif antibakteri berkerja secara bersamaan pada populasi mikroba maka efeknya dapat berupa sinergisme, artinya kerja kombinasi dari berbagai senyawa aktif seperti flavonoid, saponin dan tanin yang bekerja secara sinergis dapat memberikan efek antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan komponen senyawa aktif tunggal.

4. PENUTUP

Kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) berpengaruh terhadap hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis, dan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) maka semakin besar zona hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis dominan pada saluran akar secara in vitro.

DAFTAR PUSTAKA

Grossman, L.L., Oliet, S., Del Rio, C.E. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Edisi:11. Terjemahan oleh Rafiah Abyono. Jakarta: EGC.

Haapalaso M., Shen Y., Qian W., Gao Y. 2010. Irrigation in Endodontic. Dent Clin North Am. 54(2) : 291-312

Karale, R., Thakore, A., Shetty, V.K. 2011. “Evaluation of Antibacterial Efficacy of 3% Sodium Hypochlorite, High-Frequency Alternating Current and 2% Chorhexidine on Enterococcus faecalis: An In Vitro Study”. J Conserv Dent.,14(1) : 2-5.

Mohammadi, Z., dan Abbott P V. 2009. The Properties and Application of Chlorhexidine in Endodontics. Int Endod J. 42 : 288-302.


(14)

10

Nisa, U., Darjono,A. 2013.”Analisis Minyak Atsiri Serai (Cymbopogon citratus)

sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Gigi dengan Menghambat Pertumbuhan Enterococcus faecalis”. Majalah Sultan Agung. 59 (125). Zakaria. Z. A., Fatimah. C. A., Mat Jais. A. M., Zaiton. H., Henie. E. F. P.,

Sulaiman.M. R., Somchit. M. N., Thenamutha. M., Kasthuri. D. 2006. The in vitro antibacterial activity of Muntingia calabura extracts. Int. J. Pharmacol. 2(4): 439-442.

Zakaria. Z. A., Mohd. N. A, Hazalin Nor, Mohd Zaid. S. N. H., Abdul Ghani. M., Hassan. M. H., Gopalan. H. K., Sulaiman. M. R .2007a. Antinociceptive, anti-inflammatory and antipyretic effects of Muntingia calabura aqueous extract in animal models. J. Nat. Med. 61: 443-448.

Zakaria. Z. A., Mat Jais. A. M., Mastura. M., Mat Jusoh. S. H., Mohamed A. M., Mohd. N. S., Jamil., Rofiee. M. S., Sulaiman. M. R .2007d. In vitro antistaphylococcal activity of the extracts of several neglected plants in Malaysia.Int. J. Pharmacol. 3(5): 428-431.

Zakaria. Z. A., Sufian. A. S., Ramasamy. K., Ahmat. N., Sulaiman. M. R., Arifah. A. K., Zuraini. A. and Somchit. M. N. 2010. In vitro antimicrobial activity of Muntingia calabura extracts and fractions. African Journal of Microbiology Research Vol. 4 (4), pp. 304-308


(15)

(1)

6

normalitas menunjukan nilai probabilitas p=0,115, p=0,366, p=0,336, p=692 (p > 0,05) pada masing-masing kelompok perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa seluruh data yang diuji berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan Levene Test dan didapat nilai probabilitas p=0,056 (p > 0,05) yang berarti bahwa data yang diuji memiliki varians yang sama (homogen). Setelah didapatkan hasil bahwa data yang diuji berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama maka data ini memenuhi syarat untuk dilakukan uji Anova satu jalur.

Tabel 2. Hasil uji Anova satu jalur

H

Hasil uji Anova satu jalur menunjukan nilai p= 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan hambatan pertumbuhan bakteri antar kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis in vitro. Perbedaan yang ditunjukan dari hasil uji Anova satu jalur selanjutnya dilakukan uji Post Hoc LSD. Hasil uji Post Hoc LSD menunjukan nilai probabilitas (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada antar kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis.

Hasil penelitian membuktikan bahwa daun kersen (Muntingia calabura L.) yang dibuat ekstrak dalam beberapa konsentrasi dapat menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya zona hambat pada daerah sekitar sumuran. Zona hambat terkecil dihasilkan pada konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) 15% yaitu sebesar 10,62 mm dan semakin meningkat pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 30% sebesar 13,43 mm, dan paling tinggi pada konsentrasi 60% sebesar 17,71 mm. Konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) mempengaruhi hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis, hal ini tampak dari konsentrasi ekstrak daun kersen

Sum of

Square Df

Mean

Square F Sig.

Between

Groups 1235,365 4 308,841 1191,628 ,000 Within

Groups 5,184 20 ,259


(2)

7

(Muntingia calabura L.) yang semakin tinggi dan menunjukan zona hambat yang semakin besar.

Pada perlakuan kontrol negatif menggunakan aquades steril tidak menunjukan adanya zona hambat, hal ini membuktikan bahwa aquades steril tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis. Zona hambat paling tinggi dihasilkan oleh kontrol positif yaitu klorheksidin 2% yaitu sebesar 20,20 mm, hal ini karena klorheksidin 2% merupakan bahan penunjang yang saat ini menjadi pilihan utama sebagai bahan irigasi saluran akar. Klorheksidin merupakan bahan yang bersifat biokompatibel dan memiliki efek antimikrobial yang luas. Cara kerja klorheksidin yaitu menembus dinding sel mikroba atau membran luar dan menyerang sitoplasma atau membran dalam pada bakteri. Klorheksidin memiliki kekurangan yaitu dapat menyebabkan koagulasi komponen intraseluler, reaksi alergi, perubahan warna pada gigi serta tidak dapat menghilangkan biofilm dan debris organik lainnya yang memungkinkan timbulnya efek negatif pada kualitas pengisian saluran akar secara permanen (Mohammadi et al., 2009).

Hasil pengolahan data dengan uji Anova satu jalur diketahui bahwa terdapat perbedaan daya antibakteri pada seluruh konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) terhadap pertumbuhan Enteroccocus faecalis in vitro, sehingga membuktikan bahwa ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) berpengaruh terhadap hambatan pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Kemampuan ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis disebabkan karena adanya senyawa seperti flavonoid, tannin, dan saponin yang terkandung didalamnya.

Flavonoid merupakan suatu senyawa fenol yang tersebar luas pada hampir semua tumbuhan tingkat tinggi, kecuali algae. Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena mampu menghambat 3 hal yaitu pertama, dapat menghambat sintesis asam nukleat (DNA) dan sintesis RNA pada bakteri karena reaksi cincin B dari flavonoid berperan dalam membentuk ikatan hidrogen dengan susunan basis asam nukleat, dan hal ini membuktikan bahwa flavonoid dapat menghambat sintesis DNA dan RNA pada bakteri. Kedua, mampu menghambat fungsi


(3)

8

membran sitoplasma pada bakteri. Ketiga, dapat menghambat metabolisme energi pada bakteri (Cushnie, 2005).

Saponin merupakan senyawa antibakteri yang dapat mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, sehingga mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat, dan nukleotida. Saponin dapat berinteraksi dengan molekul kolesterol dalam membran sel dan akibatnya mengganggu organisasi membran sel. Saponin juga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fluiditas membran sel, karena saponin mampu meningkatkan aktivitas ATPase melalui interaksi dengan kolesterol yang ada didalam membran. Penghilangan kolesterol dari membran sel menyebabkan peningkatan fluiditas pada membran sehingga dapat mengubah transportasi ion dan aktivitas protein membran dan enzim (Johnson, 2013).

Aktivitas dari tanin sebagai antibakteri yaitu dengan menyerap racun dan mampu menggumpalkan protein essensial pada bakteri. Tanin diduga mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menginaktivasi adhesin enzim, envelope cellprotein transport dan berikatan dengan polisakarida dari mikroba. Aktivitas tannin meliputi penghambatan mikroba enzim ekstraseluler, perampasan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan mikrobia atau tindakan langsung pada metabolisme mikroba melalui penghambatan fosforilasi oksidatif (Budiarti,2012).

Pada hasil uji post hoc LSD dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukan adanya perbedaan yang bermakna pada diameter zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok perlakuan, hal ini menunjukan adanya perbedaan hambatan pertumbuhan bakteri antar kelompok perlakuan ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) konsentrasi 15%, 30%, dan 60%. Adanya perbedaan yang bermakna pada diameter zona hambat yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok perlakuan terjadi karena senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) dengan konsentrasi 15%, 30% dan 60% berbeda berbeda satu sama lain, sehingga kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis juga berbeda.


(4)

9

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) mempengaruhi hambatan pertumbuhan Enteroccocus faecalis, karena adanya kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, saponin dan tanin yang terdapat dalam ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.). Kandungan zat aktif tersebut bekerja sama secara sinergis dalam menghambat pertumbuhan Enteroccocus faecalis. Penelitian oleh Jawezt et al (2002) menjelaskan bahwabila dua atau lebih senyawa aktif antibakteri berkerja secara bersamaan pada populasi mikroba maka efeknya dapat berupa sinergisme, artinya kerja kombinasi dari berbagai senyawa aktif seperti flavonoid, saponin dan tanin yang bekerja secara sinergis dapat memberikan efek antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan komponen senyawa aktif tunggal.

4. PENUTUP

Kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) berpengaruh terhadap hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis, dan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) maka semakin besar zona hambatan pertumbuhan Enterococcus faecalis dominan pada saluran akar secara in vitro.

DAFTAR PUSTAKA

Grossman, L.L., Oliet, S., Del Rio, C.E. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Edisi:11. Terjemahan oleh Rafiah Abyono. Jakarta: EGC.

Haapalaso M., Shen Y., Qian W., Gao Y. 2010. Irrigation in Endodontic. Dent Clin North Am. 54(2) : 291-312

Karale, R., Thakore, A., Shetty, V.K. 2011. “Evaluation of Antibacterial Efficacy of 3% Sodium Hypochlorite, High-Frequency Alternating Current and 2% Chorhexidine on Enterococcus faecalis: An In Vitro Study”. J Conserv Dent.,14(1) : 2-5.

Mohammadi, Z., dan Abbott P V. 2009. The Properties and Application of Chlorhexidine in Endodontics. Int Endod J. 42 : 288-302.


(5)

10

Nisa, U., Darjono,A. 2013.”Analisis Minyak Atsiri Serai (Cymbopogon citratus) sebagai Alternatif Bahan Irigasi Saluran Akar Gigi dengan Menghambat Pertumbuhan Enterococcus faecalis”. Majalah Sultan Agung. 59 (125). Zakaria. Z. A., Fatimah. C. A., Mat Jais. A. M., Zaiton. H., Henie. E. F. P.,

Sulaiman.M. R., Somchit. M. N., Thenamutha. M., Kasthuri. D. 2006. The in vitro antibacterial activity of Muntingia calabura extracts. Int. J. Pharmacol. 2(4): 439-442.

Zakaria. Z. A., Mohd. N. A, Hazalin Nor, Mohd Zaid. S. N. H., Abdul Ghani. M., Hassan. M. H., Gopalan. H. K., Sulaiman. M. R .2007a. Antinociceptive, anti-inflammatory and antipyretic effects of Muntingia calabura aqueous extract in animal models. J. Nat. Med. 61: 443-448.

Zakaria. Z. A., Mat Jais. A. M., Mastura. M., Mat Jusoh. S. H., Mohamed A. M., Mohd. N. S., Jamil., Rofiee. M. S., Sulaiman. M. R .2007d. In vitro antistaphylococcal activity of the extracts of several neglected plants in Malaysia.Int. J. Pharmacol. 3(5): 428-431.

Zakaria. Z. A., Sufian. A. S., Ramasamy. K., Ahmat. N., Sulaiman. M. R., Arifah. A. K., Zuraini. A. and Somchit. M. N. 2010. In vitro antimicrobial activity of Muntingia calabura extracts and fractions. African Journal of Microbiology Research Vol. 4 (4), pp. 304-308


(6)

Dokumen yang terkait

DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Lactobacillus acidophilus SECARA IN VITRO

0 2 72

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura L.) TERHADAP HAMBATAN Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L.) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Enterococcus faecalis Dominan Pada Saluran Akar Secara In Vitro.

0 3 18

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L.) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Enterococcus faecalis Dominan Pada Saluran Akar Secara In Vitro.

0 4 6

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L.) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Enterococcus faecalis Dominan Pada Saluran Akar Secara In Vitro.

0 6 4

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium Polyanthum) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Enterococcus Faecalis Dominan Di Saluran Akar I

0 7 15

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium Polyanthum) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Bakteri Enterococcus Faecalis Dominan Di Saluran Akar

0 4 9

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 4 12

UJI EFEK EKSTRAK DAUN KERSEN (MUNTINGIA CALABURA L) TERHADAP KADAR ALANINE AMINOTRANSFERASE (ALT) PADA Efek Ekstrak Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Terhadap Kadar Alanine Aminotransferase (ALT) pada Tikus yang Diinduksi Asetaminofen.

0 3 14

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia calabura L.) Terhadap Bakteri Klebsiella pneumoniae COVER

0 0 15

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH KONSENTRASI AIR REBUSAN DAUN KERSEN (Muntingia calabura) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Streptococcus sp PADA SALIVA SECARA IN VITRO

0 1 12