Analisis pengaruh modal awal terhadap omset usaha mikro di dramaga, bogor

ANALISIS PENGARUH MODAL AWAL TERHADAP OMSET
USAHA MIKRO DI DRAMAGA, BOGOR

RENGGANIS RISKY ARINDA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh
Modal Awal terhadap Omset Usaha Mikro di Dramaga, Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Rengganis Risky Arinda
NIM H14100004

ABSTRAK
RENGGANIS RISKY ARINDA. Analisis Pengaruh Modal Awal terhadap Omset
Usaha Mikro di Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh SRI MULATSIH
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia berjumlah 56 534
592 unit pada tahun 2012 dan sebanyak 55 856 176 merupakan usaha mikro.
Usaha mikro banyak diminati karena memerlukan modal yang relatif kecil. Salah
satu usaha mikro adalah usaha makanan dan non makanan di Dramaga. Penelitian
ini menganalisis karakteristik sosial ekonomi pengusaha mikro serta pengaruh
kuantitas dan sumber modal terhadap omset usaha. Data yang digunakan adalah
data primer dari hasil wawancara dengan panduan kuesioner kepada 30
responden. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa variabel
pendidikan, status pernikahan, komoditas usaha, jumlah modal awal, lama usaha,
sumber modal awal, dan total biaya berpengaruh terhadap omset usaha dengan
taraf nyata 20%. Komoditas usaha, jumlah modal awal, lama usaha, dan total
biaya berpengaruh positif. Jenjang pendidikan, status pernikahan, dan sumber

modal awal berpengaruh negatif. Pengusaha yang belum menikah, pengusaha
makanan, dan pengusaha dengan modal pinjaman memiliki omset relatif lebih
besar dibanding pengusaha yang sudah menikah, pengusaha non makanan dan
pengusaha dengan modal sendiri.
Kata Kunci: Dramaga, Modal, Omset, Usaha Mikro

ABSTRACT
RENGGANIS RISKY ARINDA. Effect Analysis of Initial Capital Against
Micro Enterprise’s Turnover at Dramaga, Bogor. Supervised by SRI MULATSIH.
Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in Indonesia amounted to
56,534,592 units in 2012 and 55,856,176 of these are micro enterprises. Micro
enterprises in great demand because it requires a relatively small capital. One of
micro business is the business of food and non-food in Dramaga. This study
analyzed the socio-economic characteristics as well as the influence of the
quantity of micro entrepreneurs and capital resources of the business turnover.
The data used is primary data from interviews with 30 respondents using
questionnaire guide. The results of multiple linear regression analysis showed that
the variables of education, marital status, commodity business, the amount of
initial capital, the old business, initial capital sources, and total business turnover
costs affect the real level of 20%. Commodity business, the amount of initial

capital, the old business, and the total cost have a positive effect. Level of
education, marital status, and source of initial capital have a negative effect.
Employers who are not married, businessman food, and entrepreneurs with capital
loans have a relatively larger turnover than the businessman who is married, nonfood entrepreneur and businessman with his own capital.
Keywords: Capital, Dramaga, Micro, Turnover

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS PENGARUH MODAL AWAL TERHADAP OMSET
USAHA MIKRO DI DRAMAGA, BOGOR

RENGGANIS RISKY ARINDA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah modal
usaha mikro, dengan judul Analisis Pengaruh Modal Awal terhadap Omset Usaha
Mikro di Dramaga, Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih,
M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah Alan
Hermanto, Ibu Yati Sawitri dan Adik Zulfan Vidiano atas doa, dukungan,
semangat dan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Sahara, S.P, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan banyak saran yang membangun demi kebaikan karya ini.
2. Ibu Widyastutik, S.E, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah
memberikan saran dan masukan terkait tata cara penulisan yang baik.
3. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4. Innas Rovino Katuruni, S.Hut yang telah memberikan doa, dukungan,
semangat, dan kasih sayang kepada penulis tanpa henti.
5. Sahabat-sahabat terdekat Afanina Meithasari, Angga Febriawan, Ayu
Frianka, Erlangga Ryansha, Irgandhini Agra, Nindya Ulfilianjani, Penny
Septina yang telah memberikan dukungan, tawa dan semangat kepada
penulis.
6. Keluarga Besar PSM IPB Agria Swara terkhusus Age, Anisa, Dita, Rio,

Quldino, Yulita, Yunita, Abi, Mutiara, Ario, Inna, Rini, Kak Vita, Kak
Emir Pengurus Tahun 2011/2012, Pengurus Tahun 2012/2013, Tim FLN
2012, Tim FLN 2014, dan Alto Kontan 2014 atas pengalaman dan
pembelajaran kepada penulis.
7. Teman-teman IE 47 dan teman-teman satu bimbingan, Nindya Shinta,
Ulfi, Heni, dan Yunita yang telah memberikan bantuan, saran, kritik,
motivasi, dan dukungannya pada penulis dalam penyelesaian skripsi.
8. Teman-teman Ilmu Ekonomi 47 terima kasih atas segala persahabatan,
kenangan, perjuangan, dan asa untuk mencapai tujuan.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Rengganis Risky Arinda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Landasan Teori

3


Penelitian Terdahulu

5

Kerangka Pemikiran

6

Hipotesis Penelitian

7

METODE

7

Waktu dan Tempat

7


Jenis dan Sumber Data

8

Metode Pengumpulan Data

8

Metode Pengolahan dan Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Gambaran Umum Lokasi

10


Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

10

Pengaruh Modal dan Variabel Lainnya Terhadap Modal Usaha

16

PENUTUP

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan
Usaha Besar (UB)
2 Jenis Kelamin Responden
3 Usia dan Pendidikan Responden
4 Status Pernikahan Responden
5 Karakteristik Usaha Responden
6 Karakteristik Usaha Berdasarkan Komoditas Usaha Responden
7 Karakteristik Usaha Berdasarkan Sumber Modal Responden
8 Koefisien Penduga Model

1
10
11
11
12
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka Pemikiran
Persentase Status Pekerja Dalam Usaha Mikro
Persentase Kategori Bidang Usaha Mikro
Persentase Jumlah Modal Awal Usaha Mikro
Persentase Sumber Pendanaan Modal Awal Usaha Mikro

7
12
13
15
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Analisis Regresi
Korelasi Parsial Antar Variabel
Uji Normalitas
Kuesioner Penelitian
Data Penelitian
Riwayat Hidup

21
22
22
23
26
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau disebut dengan UMKM
berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Walaupun omset UMKM tidak
sebesar Usaha Besar, UMKM dapat menyerap banyak tenaga kerja dan
memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 57.12% pada tahun 2013. Menurut
Trijaya (2013) pada kurun waktu 2009 sampai dengan 2013 UMKM mengalami
pertumbuhan sebesar 2.3% per tahun.
Selain itu, UMKM juga mempunyai ketahanan terhadap resesi ekonomi
global karena UMKM tidak berhubungan langsung dengan perekonomian global,
memproduksi barang kebutuhan sehari-hari daripada barang mewah, bersifat lokal
dalam produksi dan pemasaran, tidak dibebani oleh biaya administrasi yang mahal
serta pada umumnya lebih adaptif (Hill 2001, Manikmas dan Oka 2003).
Keunggulan lain yang dimiliki UMKM adalah inovasi produk dapat dilaksanakan
dengan mudah, mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, lebih fleksibel
dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan pasar dibandingkan dengan
usaha besar, sehingga UMKM dapat dijadikan sebagai ketahanan ekonomi
Indonesia.
Tabel 1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan
Usaha Besar (UB)
Indikator

Unit Usaha
Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM)
Usaha Mikro (UMi)
Usaha Kecil (UK)
Usaha Menengah
(UM)
Usaha Besar (UB)
Tenaga Kerja
Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM)
Usaha Mikro (UMi)
Usaha Kecil (UK)
Usaha Menengah
(UM)
Usaha Besar (UB)

Satuan

Tahun 2011
Pangsa
Jumlah
%

Tahun 2012
Pangsa
Jumlah
%

Unit
Unit
Unit

55 206 444
54 559 969
602 195

99.99
98.83
1.09

56 534 592
55 856 176
629 418

99.99
98.79
1.11

Unit
Unit

44 280
4 952

0.08
0.01

48 998
4 968

0.1
0.01

Orang
Orang
Orang

101 722 458
94 957 797
3 919 992

97.24
93.36
3.85

107 657 509
99 859 517
4 535 970

97.16
92.76
4.21

Orang
Orang

2 844 669
2 891 224

2.79
2.76

3 262 023
3 150 645

3.03
2.84

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM Tahun, 2011-2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1, Usaha Mikro memiliki pangsa mencapai 98.79% dari
UMKM pada tahun 2012. Artinya dalam keseluruhan UMKM, Usaha Mikro
memberikan kontribusi yang paling banyak. Apabila dilihat dari segi

2
ketenagakerjaan, Usaha Mikro menyerap 92.76% tenaga kerja dari UMKM pada
tahun 2012.
Menurut Ardiana (2011) kegiatan usaha mikro mencakup berbagai macam
kegiatan di bidang usaha antara lain usaha perdagangan seperti pedagang keliling
dan pedagang kaki lima, demikian pula di bidang usaha jasa seperti jasa angkutan.
Usaha mikro merupakan basis usaha rakyat yang mampu bertahan di masa krisis
1998 dan 2008. Saat terjadi krisis ekonomi, banyak pengusaha berskala besar
yang mengalami stagnasi bahkan berhenti. Sektor usaha mikro terbukti lebih
unggul karena mampu bertahan dalam gejolak krisis ekonomi serta secara
langsung turut menciptakan peningkatan pendapatan masyarakat. Ketahanan
usaha mikro disebabkan struktur keuangan usaha mikro tidak banyak tergantung
pada perbankan walaupun usaha mikro tetap memanfaatkan jasa perbankan, baik
untuk transaksi maupun menjaga keamanan.
Perumusan Masalah
Di balik besarnya peran usaha mikro bagi perekonomian nasional, salah satu
hambatan terbesar dalam mengembangkan usaha mikro adalah sulitnya
memperoleh modal awal. Kendala permodalan menjadi yang utama (40.48%) dari
keseluruhan kendala (Kementerian Negara Koperasi dan UKM 2012). Modal
merupakan salah satu faktor yang paling berperan dalam usaha mikro dan
nantinya akan mempengaruhi omset usaha.
Modal awal diperlukan untuk membuka usaha. Besarnya modal awal
tergantung pada komoditas usaha. Pemenuhan modal usaha tidak hanya berasal
dari uang pribadi pengusaha, namun dari eksternal seperti pinjaman kepada
kerabat atau lembaga keuangan seperti bank. Tanpa modal yang cukup, pengusaha
tidak bisa memenuhi kebutuhan untuk menjalankan usaha.
Lingkungan kampus IPB dipilih sebagai objek penelitian karena mempunyai
potensi dan karakteristik yang unik. Seluruh kegiatan perdagangan terpusat pada
satu daerah yaitu Jalan Babakan Raya dan Babakan Tengah Dramaga. Daerah
tersebut merupakan pusat konsumsi barang dan jasa terutama untuk mahasiswa
yang tinggal di sekitar daerah tersebut, sehingga menarik pengusaha mikro untuk
melakukan usaha. Jumlah konsumen mahasiswa yang besar akan mempengaruhi
perputaran omset dari para pengusaha. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
diambil beberapa permasalahan:
1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi usaha mikro di Dramaga?
2. Bagaimana pengaruh modal awal terhadap omset usaha mikro?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi omset usaha mikro?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan diharapakan dapat dicapai
tujuan yang diinginkan yaitu:
1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi usaha mikro di Dramaga.
2. Menganalisis pengaruh modal awal terhadap omset usaha mikro.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi omset usaha mikro.

3
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan tentang keadaan
usaha mikro dan pembelajaran dalam mengelola usaha mikro.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini menambah informasi dan menjelaskan
kondisi masyarakat pengusaha mikro sehingga dapat membantu dalam
mengembangkan usaha mikro.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi referensi tentang masalah
permodalan dalam usaha mikro secara lebih mendalam.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan menganalisis pengusaha mikro di Jalan Babakan Raya
dan Jalan Babakan Tengah Dramaga sebagai responden. Modal awal akan
dianalisis pengaruhnya terhadap omset usaha. Data yang digunakan adalah data
primer dari wawancara dan kuesioner responden. Latar belakang responden dan
karakteristik usaha juga menjadi bahasan yang akan diteliti sebagai faktor yang
mempengaruhi omset usaha.

Tinjauan Pustaka
Landasan Teori
Usaha Mikro
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah, definisi usaha mikro yaitu usaha produktif milik
orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Kriteria usaha mikro
yang dimaksud oleh Undang-undang tersebut yaitu memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp50 000 000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 000 000 per tahun.
Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan definisi usaha mikro ialah
industri perdagangan yang mempunyai tenaga kerja satu sampai empat orang.
Menurut Bank Dunia usaha mikro adalah usaha gabungan (partnership) atau
usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk di
dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak
sebagai pemilik. Usaha mikro sering dikategorikan sebagai usaha tingkat survival
atau usaha untuk mempertahankan hidup yang kebutuhan keuangannya dipenuhi
oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil. Industri mikro di Indonesia secara
umum beroperasi pada level rumahan dengan teknologi rendah dan tenaga kerja
yang berpendapatan dan berkemampuan rendah (Dirlanudin 2008).
Usaha mikro saat ini banyak dibantu oleh program pemerintah seperti
Kredit Usaha Rakyat (KUR). Belum meratanya program tersebut mengakibatkan
tidak semua pengusaha mikro dapat terbantu. Menurut Sandiaga (2010) KUR

4
tidak cocok untuk pengusaha mikro. KUR lebih cocok diperuntukkan pengusaha
kecil dan menengah yang sudah bankable dan feasible, karena usaha mikro tidak
akan tepat dengan mekanisme perbankan. Oleh karena itu, pada tahun 2010
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mendirikan Apex, semacam bank
sentral untuk lembaga keuangan mikro yang berfungsi mengayomi dan
menyalurkan dana pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro
Menurut Munizu (2010) faktor-faktor internal yang terdiri atas aspek
sumber daya manusia, aspek keuangan, aspek teknik produksi atau operasional,
dan aspek pasar dan pemasaran mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kinerja usaha mikro dengan kontribusi 79.2%. Latar belakang dari
pemilik usaha mikro akan mempengaruhi keberlangsungan usaha tersebut, namun
tidak semua aspek dapat dijadikan tolak ukur sebagai penentu keberlangsungan
usaha. Faktor-faktor eksternal yang terdiri atas aspek kebijakan pemerintah, aspek
sosial budaya dan ekonomi, dan aspek peranan lembaga terkait mempunyai
pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja usaha mikro dengan
kontribusi 25.4%. Faktor eksternal akan mempengaruhi faktor internal usaha
mikro sebesar 98%.
Teori Produksi
Produksi merupakan proses mengubah input menjadi output (Case dan Fare,
2003) atau dapat diartikan kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa (Lipsey,
Courant dan Raggan, 1999). Produksi meliputi semua kegiatan untuk menciptakan
atau menambah nilai atau guna suatu barang atau jasa. Teori produksi adalah teori
yang menjelaskan hubungan antara kuantitas produk dan faktor-faktor produksi
yang digunakan dalam produksi (Waluyo, 2013). Teori produksi merupakan
bagian dari ekonomi mikro.
Fungsi produksi menunjukkan hubungan antara faktor produksi (input) dan
hasil produksi (output). Produksi dengan menggunakan faktor alam disebut
produksi alami, sedangkan produksi dengan memanipulasi faktor- faktor produksi
disebut produksi rekayasa. Jangka waktu produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan penentuan jangka waktu dalam
produksi untuk meminimumkan biaya produksi. Produsen termasuk usaha mikro
bertujuan untuk optimalisasi keuntungan.
π = TR – TC
Keuntungan didapat Total Revenue dikurangi Total Cost. Total Revenue
didapatkan dari kuantitas barang yang dijual dikali dengan harga barang. Total
Revenue dapat diartikan sebagai omset. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2000) omset merupakan total jumlah penjualan barang atau jasa selama periode
penjualan tertentu. Omset yang besar tidak selalu mendapatkan keuntungan yang
besar. Apabila omset lebih sedikit daripada total biaya, maka keuntungan menjadi
negatif. Komoditas usaha juga mempengaruhi omset usaha, oleh karena itu omset
lebih berpengaruh daripada keuntungan untuk melihat perkembangan suatu usaha.
Menurut penelitian Fitanto (2009) pada UKM sepatu di Mojokerto, faktorfaktor yang mempengaruhi omset secara signifikan adalah tenaga kerja, modal
dan keunggulan jaringan usaha. Keseluruhan variabel tersebut berkoefisien positif
yang menunjukan bahwa adanya pengaruh positif variabel tersebut terhadap

5
omset. Semakin tinggi jumlah tenaga kerja maka akan semakin tinggi pula omset
yang diperoleh. Begitu pula semakin tinggi jumlah modal awal dan keunggulan
jaringan usaha yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula omset usaha.
Modal merupakan salah satu sumber daya pendukung produksi. Modal ialah
sejumlah uang yang digunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis
(Nugraha 2011). Modal sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan opersional
dalam usaha. Modal tidak hanya berupa uang, namun dapat berupa aset dan
keahlian. Uang sebagai modal bukanlah segalanya dalam usaha, walapun memang
sangat diperlukan. Modal harus dikelola secara optimal, agar bisnis yang
dijalankan dapat berjalan dengan lancar (Amirullah 2005).
Modal dapat terbagi dalam dua macam, yaitu modal sendiri dan modal
asing. Menurut Mardiyatmo (2008), modal sendiri merupakan modal yang
diperoleh dari pemilik usaha itu sendiri baik berupa tabungan, sumbangan, hibah,
dan lain sebagainya. Modal sendiri mempunyai kelebihan seperti tidak bergantung
kepada orang lain, tidak memerlukan persyaratan, dan tidak adanya keharusan
pengembalian modal. Sedangkan kelemahan dalam modal sendiri adalah
jumlahnya terbatas, membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengumpulkan
uang, dan kurangnya motivasi pengusaha.
Modal asing atau modal pinjaman merupakan modal yang diperoleh dari
pihak luar pengusaha berupa pinjaman. Modal pinjaman mempunyai jumlah yang
tidak terbatas, artinya pengusaha mikro dapat dengan mudah mengembangkan
usahanya. Selain itu motivasi usaha akan timbul sehingga dapat berusaha dengan
maksimal. Sumber modal asing dapat diperoleh dari bank, lembaga keuangan,
ataupun dari lembaga non keuangan. Kelemahan menggunakan modal asing
adalah harus ada pengembalian modal, adanya biaya tambahan dan jangka waktu
pengembalian, dan beban moral (Kasmir 2007).
Penelitian Terdahulu
Sukidjo (2004) melakukan penelitian tentang usaha kecil dan menengah.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perekenomian Indonesia yang dibangun
dengan ekonomi konglomerat tidak memberikan fondasi yang kuat dalam
menghadapi krisis ekonomi. Secara substansial UKM memiliki kekuatan dan
ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan ekonomi konglomerat karena
mampu bertahan dan mendongkrak perekonomian nasional dari kebangkrutan.
UKM perlu diberdayakan dikarenakan UKM memiliki peran yang sangat besar
dalam penyediaan lapangan kerja, mengatasi pengangguran, mengurangi
urbanisasi,membantu mempercepat distribusi pendapatan yang adil dan merata,
serta memperkuat ketahanan dan keamanan perekonomian nasional.
Sriyana (2010) melakukan studi kasus UKM di Kabupaten Bantul. Usaha
kecil dan menengah (UKM) memiliki peranan penting dalam perkeonomian lokal
daerah, khususnya dalam menggerakkan aktivitas ekonomi regional dan
penyediaan lapangan kerja di Kabupaten Bantul. Namun UKM masih menghadapi
berbagai masalah mendasar seperti masalah kualitas produk, pemasaran dan
sustainability usaha. Kebijakan yang bersifat terobosan diperlukan untuk
memotong mata rantai masalah khususnya bidang pengembangan produk dan
pemasaran. Regulasi dari pemerintah diperlukan untuk memberikan peluang
berkembangnya UKM meliputi perbaikan sarana dan prasarana, akses perbankan

6
dan perbaikan iklim ekonomi yang lebih baik untuk mendukung dan
meningkatkan daya saing serta untuk meningkatkan pangsa pasar.
Indah (2013) melakukan penelitian tentang keterlibatan lembaga keuangan
dengan pedagang kaki lima di Jalan Babakan Raya. Data yang digunakan ialah
data primer melalui survei dengan teknik wawancara dan kuesioner serta
menggunakan analisis deskripsi statistik, analisis regresi logistik dan analisis
regresi liner berganda. Hasil yang didapatkan ialah dari 30 responden, sebesar
77% pedagang telah terlibat dengan lembaga keuangan. Kredit dari lembaga
keuangan digunakan untuk konsumsi dan modal usaha. Semakin bertambah modal
awal, maka peluang terlibat dengan lembaga keuangan akan semakin kecil.
Peluang terlibat dengan lembaga keuangan juga akan semakin kecil apabila omset
usaha bertambah.
Dalam penelitian pembentukan modal pedesaan Jawa studi kasus dua desa
di daerah aliran sungai Jratunseluna, Jawa Tengah, dikaji permasalahan tentang
bagaimana surplus produksi, tingkat pendapatan dan modal petani dapat
ditingkatkan, faktor-faktor yang mempengaruhi surplus produksi serta
pembentukan modal di pedesaan, kondisi sosial ekonomi di pedesaan, dan
dinamika sosial yang terjadi dalam pembentukan proses modal baik yang terjadi
dalam komunitas maupun dalam keterlibatannya dengan komunitas lain.
Permasalahan metodelogis dalam penelitian ini adalah definisi modal dan
pembentukan modal (Warsito 1994)
Zuliastri (2012) melihat dampak perguliran dana simpan pinjam khusus
perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan terhadap perkembangan UMKM:
studi kasus Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Penelitian ini
menganalisis dampak perguliran dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP)
terhadap perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator omset usaha,
keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Metode analisis yang digunakan adalah
metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, metode regresi
linear berganda dengan menggunakan persamaan simultan dan untuk menduga
parameter regresi menggunakan Two-Stage Least Squares (2SLS). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa program pinjaman bergulir SPP berhasil
meningkatkan pendapatan pelaku usaha dengan meningkatkan omset usaha
sebesar 36.05%. Selain omset, keuntungan usaha juga mengalami peningkatan
sebesar 36.08%. Pinjaman dana bergulir SPP berpengaruh positif dan signifikan
terhadap omset usaha. Besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM
dipengaruhi oleh jumlah guliran dan omset usaha. Semakin besar nilai omset yang
diperoleh, maka semakin besar pula keuntungan usaha. Omset usaha selanjutnya
berpengaruh nyata terhadap keuntungan yang diperoleh dan keuntungan usaha
berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja.
Kerangka Pemikiran
Perkembangan usaha mikro tidak luput dari perkembangan omset.
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Modal yang menjadi faktor
perkembangan usaha juga akan mempengaruhi omset, sehingga akan
pengaruh modal terhadap omset usaha. Rangkaian kerangka konseptual
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Omset
utama
dilihat
dalam

7

Usaha Mikro

Karekteristik

Latar Belakang
Pengusaha

Permodalan

Komoditas
Usaha

Sumber
Modal Awal

Besar Modal
Awal

Omset

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Secara
Signifikan Terhadap Omset
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu
tentang pengaruh modal dan faktor lain yang mempengaruhi omset usaha, maka
dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis
tersebut antara lain:
1. Karakteristik sosial ekonomi pengusaha dan usaha mikro akan berpengaruh
secara signifikan terhadap pertambahan omset. Faktor tersebut adalah jenjang
pendidikan, status pernikahan, komoditas usaha, lama usaha dan total biaya
usaha.
2. Jumlah dan sumber modal awal berpengaruh secara siginifkan terhadap
pertambahan omset.

Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Jalan Babakan, Dramaga, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret 2014. Pemilihan
responden dilakukan secara purposive sampling yaitu pemilihan yang dilakukan
secara sengaja dengan penarikan contoh karena beberapa pertimbangan dan tujuan
(Juanda 2009). Pertimbangan responden yang dipilih berdasarkan jenis,
komoditas, dan lokasi usaha. Lokasi dipilih di sekitar Jalan Babakan Dramaga

8
sebab daerah tersebut merupakan salah satu pusat usaha mikro di sekitar Kampus
IPB Dramaga dengan potensi pasar yang tinggi.
Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan data cross section, yaitu data dikumpulkan
pada suatu waktu tertentu yang menggambarkan keadaan pada waktu tersebut
(Juanda 2009). Data penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui
wawancara dengan mengajukan daftar pertanyaan (kuesioner) atau wawancara
langsung yang mencakup karakteristik sosial dan ekonomi responden serta tentang
kriteria, omset dan permodalan usaha. Sasaran responden adalah para pemilik
usaha mikro di Jalan Babakan Raya dan Babakan Tengah, Dramaga. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari Kementerian Koperasi dan UKM.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan metode incidental sampling dalam metode
pengumpulan data. Sasaran utama dalam penelitian ini adalah para pelaku usaha
mikro di Jalan Babakan Raya dan Babakan Tengah Dramaga. Metode ini
dimaksudkan siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti,
bersedia diwawancarai, dan dianggap paham mengenai materi yang akan diteliti
maka akan dijadikan sebagai sumber data. Sehingga bagi setiap anggota populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai responden. Total
responden pada penelitian ini berjumlah 30 responden.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Regresi Linear Berganda
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda merupakan suatu
metode yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen
yang mempengaruhi variabel dependennya. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data cross section. Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE
(Best Linear Unbiased Estimator), yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar
dari masalah-masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
Untuk itu dilakukan uji terhadap model apakah terjadi penyimpanganpenyimpangan asumsi klasik.
Uji F-statistic
Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan
mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik
dibandingkan dengan F-statistic yang rendah.
Suatu variabel dikatakan tolak H0 apabila F-statistic lebih besar dari F α(katau Prob(F-statistic) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka artinya
1,NT-N-K)
dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel

9
independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
Uji t-statistic
Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Suatu variabel dikatakan tolak H0 jika t-statistic lebih besar dari t α/2(NT-K-1) atau (tstatistic) lebih kecil dari α. Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan
1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial
mempengaruhi variabel dependen
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui error term yang telah
terdistribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan cara melihat nilai
probabilitas yang dihasilkan. Jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata,
maka dapat dinyatakan bahwa data menyebar normal.
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan hubungan linear yang kuat antar peubah
independen dalam persamaan regresi. Multikolinearitas menyebabkan pendugaan
koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R2 besar.
Peubah dan Definisi Operasional
Dalam penelitian ini digunakan suatu model untuk melihat apakah peubah
independen akan mempengaruhi peubah dependen. Pembentukan model ini
mengacu pada model Indah (2013) dan Zuliastri (2012) sehingga diperoleh model:
Y = βo + β1X1 + β2D1 + β3D2 + β4X2 + β5X3 + β6D3 + β7X4 + ε
Dimana:
Y
βo
X1
D1
D2
X2
X3
D3
X4

= Omset (juta rupiah/bulan).
= Konstanta
= Pendidikan (SD=1, SMA &SMP = 2, D3&S1=3)
= Status pernikahan (menikah=1, belum menikah=0)
= Kategori usaha (makanan=1, non makanan=0)
= Modal awal (juta rupiah)
= Lama usaha (tahun)
= Sumber modal awal (tabungan sendiri=1, pinjaman=0).
= Total biaya (juta rupiah/bulan).

10

Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Lokasi
Secara administratif Desa Babakan merupakan salah satu desa dari
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Babakan
merupakan daerah lingkar kampus Institut Pertanian Bogor yang berada di
sepanjang jalan raya Kampus Dalam. Sebelah utara Desa Babakan berbatasan
dengan Desa Cikarawang, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Balumbang
Jaya (Kota Bogor), sebelah selatan berbatasan dengan Desa Dramaga dan sebelah
barat berbatasan dengan Desa Cibanteng (Ciampea).
Babakan memiliki empat dusun, dusun pertama memiliki dua RW, dusun
kedua memiliki dua RW, dusun ketiga memiliki dua RW dan dusun keempat
memiliki tiga RW. Luas administratif Babakan ± 334.384 ha yang secara
geografis berupa dataran tinggi pada ketinggian 400 mdpl dengan curah hujan
rata-rata 4 561 mm/tahun dan suhu udara berkisar rata-rata 25-30 oC. Lahan
tersebut berdasarkan penggunaannya digunakan untuk pemukiman, fasilitas
umum, pertanian sawah dan perkebunan (Destriana, 2008).
Desa Babakan memiliki jumlah penduduk 8 434 orang dengan jumlah lakilaki sebanyak 4 407 orang dan perempuan sebanyak 4 027 orang. Umumnya
penduduk di Desa Babakan bermata pencaharian sebagai pedagang sebanyak 1
315 orang, 1 250 orang menjadi karyawan, 810 orang PNS, 315 orang sebagai
buruh dan 653 orang bekerja lain-lain. Sebanyak 6 945 orang merupakan tenaga
kerja usia produktif yaitu antara 15-60 tahun.
Babakan Raya (Bara) merupakan salah satu wilayah Desa Babakan.
Wilayah ini memiliki enam jalan utama yaitu Bara satu, Bara dua, Bara tiga, Bara
empat, Bara lima dan Bara enam. Jumlah total populasi keluarga yang berada di
enam Rukun Tetangga (RT) di Babakan Raya yaitu 233 keluarga. Daerah Bara
merupakan daerah pemukiman yang memiliki rumah kostan dan kontrakan yang
lebih banyak ditempati mahasiswa daripada rumah penduduk aslinya. Daerah
Bara juga merupakan daerah pusat perdagangan di lingkar kampus IPB.
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden
Responden pada penelitian ini berjumlah 30 pengusaha mikro yang terdiri
atas 11 orang perempuan dan 19 orang laki-laki. Pengusaha mikro yang berjenis
kelamin perempuan lebih banyak berada pada komoditas usaha makanan, karena
perempuan lebih ahli dalam memasak.
Tabel 2 Jenis kelamin responden
Karakteristik
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Sumber : Data primer, 2014

Jumlah
19
11
30

Persentase
63%
37%
100%

11
Responden mayoritas berada pada usia produktif yaitu usia 20-35 tahun
sebesar 50%, usia 36-49 tahun sebesar 33% dan usia di atas 50 tahun sebesar
17%. Tingkat pendidikan mayoritas para pengusaha mikro menempuh pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak
63%, Tingkat Universitas (D3 dan S1) sebanyak 20% dan Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 17%. Pendidikan berpengaruh kepada pola pikir dan cara pandang
dalam berusaha. Semakin tinggi tingkat pendidikan pengusaha, maka semakin
banyak pengetahuan tentang usaha meliputi jaringan, promosi dan strategi yang
dapat diterapkan dalam usaha. Pengusaha mikro yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi dapat berpikir lebih strategis untuk mengambil keputusan dalam usaha.
Tabel 3 Usia dan pendidikan responden
Karakteristik
Rata-rata
Usia (tahun)
38
Pendidikan (tahun)
11
Sumber : Data primer, 2014

Minimum
25
6

Maksimum
72
16

Mayoritas responden telah menikah dengan persentase 87% dan yang belum
menikah sebesar 13%. Responden yang belum menikah umumnya tidak memiliki
tanggungan lain, berbeda dengan responden yang telah menikah harus
menghidupi keluarganya. Diantara responden yang telah menikah, sebanyak 81%
mempunyai tanggungan keluarga berjumlah dua sampai empat orang dan sisanya
19% mempunyai tanggungan keluarga berjumlah lebih dari empat orang.
Tabel 4 Status pernikahan responden
Karakteristik
Jumlah
Status Pernikahan
Menikah
26
Belum menikah
4
Total
30
Sumber: Data primer, 2014

Persentase
87%
13%
100%

Para pengusaha mikro lebih banyak menggunakan jasa sendiri atau keluarga
untuk dipergunakan sebagai pekerja dalam membantu usahanya. Sebanyak 73%
dari responden memilih untuk tidak menggunakan bantuan pekerja atau
mempekerjakan keluarganya, sedangkan sisanya sebanyak 27% lebih memilih
untuk merekrut pekerja. Hal ini dikarenakan apabila pekerja mempunyai
hubungan kekeluargaan, maka income pegawai dapat dijadikan sebagai income
keluarga. Selain itu dengan mempekerjakan keluarga maka akan lebih mudah
dalam berkordinasi, rasa saling percaya lebih kuat dan saling membantu dalam hal
perekonomian.

12

Gambar 2 Persentase status pekerja dalam usaha mikro
Para pengusaha mikro yang diwawancarai merupakan para pedagang yang
seluruhnya mempunyai tempat tetap dalam berjualan, sehingga mereka harus
mengeluarkan biaya per bulan atau per tahunnya untuk membayar sewa tempat
tersebut. Rata-rata sewa tempat yang harus dibayar sebesar Rp915 167 per bulan
dengan sewa minimum Rp250 000 per bulan dan sewa maksimum Rp2 084 000
per bulan. Perbedaan harga sewa tempat tergantung pada besar kecilnya tempat
dan lokasi yang strategis.
Tabel 5 Karakteristik usaha responden
Faktor
Waktu usaha (jam/bulan)
Jumlah pekerja (orang)
Lama usaha (tahun)
Omset (rupiah/bulan)
Total biaya (rupiah/bulan)
Modal awal (rupiah)
Sumber: Data primer, 2014

Rata-rata
398
1.73
7.10
10 806 667
7 448 297
18 602 333

Maksimum
720
4
18
24 000 000
19 210 000
60 000 000

Minimum
90
1
1
2 000 000
1 310 000
70 000

Rata-rata responden membuka usaha 398 jam per bulan atau sekitar 13 jam
sehari. Maksimum waktu usaha adalah 720 jam per bulan atau 24 jam sehari dan
waktu minimum usaha 90 jam per bulan atau 3 jam sehari. Pengusaha yang diteliti
umumnya membuka usaha mereka pada pagi hari sampai malam hari di setiap
hari. Hal ini dilakukan agar omset terus bertambah dan pelanggan tidak kesusahan
apabila ingin membeli barang dagangan.
Waktu usaha mempengaruhi jumlah pekerja dalam usaha. Rata-rata
responden usaha mikro hanya memiliki 1-2 orang pekerja, yaitu dirinya sendiri
dibantu dengan orang lain. Hal ini dilakukan agar income pegawai dapat menjadi
income usaha. Umumnya kondisi ini terus bertahan selama usaha tersebut
berlangsung. Hanya beberapa pengusaha yang menambah jumlah pekerja karena
dirasa usaha tersebut berkembang dengan pesat.
Berdasarkan penelitian, rata-rata pengusaha telah memiliki usaha tersebut
selama 7 tahun. Maksimal usaha telah berjualan selama 18 tahun dan minimum
selama 1 tahun. Lama usaha akan berpengaruh kepada penerimaan omset.
Rata-rata omset yang diperoleh responden sebesar Rp 10 806 667 per bulan.
Maksimum omset yang diperoleh per bulan sebesar Rp24 000 000 dan minimum
omset Rp 2 000 000 per bulan. Total biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk

13
membayar sewa tempat, transport, retribusi, pekerja dan bahan baku sebesar Rp7
448 297 per bulan. Modal awal maksimum yang digunakan pengusaha sebesar
Rp60 000 000 dan minimum sebesar Rp70 000 dengan rata-rata Rp18 602 333.
Komoditas dagangan yang dijual dibagi menjadi dua kategori, yaitu
makanan dan non makanan. Komoditas makanan yang dijual beraneka ragam
seperti warung nasi, ayam bakar, ketoprak, siomay dan lainnya. Komoditas non
makanan lebih beraneka ragam seperti toko kelontong, toko alat rumah tangga,
pulsa, dan toko aksesoris. Sebanyak 57% responden mempunyai usaha mikro
dengan komoditas makanan dan 43% berada di komoditas non makanan.

Gambar 3 Persentase kategori bidang usaha mikro
Usaha mikro dengan komoditas makanan menjadikan para pengusaha tidak
hanya berperan sebagai pemilik, namun juga sebagai pekerja dan penjual. Hal ini
dikarenakan mereka sendiri yang melakukan proses pengolahan seperti membeli
bahan, memasak, dan menyajikan makanan. Pengusaha dalam komoditas
makanan umumnya mempunyai keahlian dalam memasak sesuai dagangan yang
dijualnya.
Dilihat dari rata-rata omset yang diperoleh, mayoritas komoditas makanan
memberikan omset yang lebih besar dibandingkan komoditas non makanan. Total
biaya komoditas makanan juga lebih besar daripada komoditas non makanan. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari
setiap manusia, sehingga manusia selalu membutuhkan dan membeli makanan.
Berbeda dengan komoditas non makanan, tidak setiap saat manusia membutuhkan
alat rumah tangga atau aksesoris. Jangka pemakaian setiap barangnya pun lama,
sehingga pembeli tidak selalu datang dalam jangka waktu yang rutin. Komoditas
makanan dalam penelitian ini merupakan makanan berat yang tidak dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama, sehingga strategi yang diterapkan para
penjual adalah melihat dan memperkirakan berapa banyak makanan yang dapat
mereka jual setiap harinya agar tidak ada kerugian dikarenakan makanan basi
tidak dapat terjual. Berbeda dengan kategori non makanan, toko alat kelontong
dan alat rumah tangga merupakan barang yang dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama sehingga berbeda pula dalam strategi penjualannya. Mereka
lebih memilih menyimpan persediaan barang dan melakukan pembelian dalam
jangka waktu yang rutin, sehingga omset yang didapatkan tidak terlalu banyak
karena mereka harus menyimpan persediaan barang.

14
Tabel 6 Karakteristik usaha berdasarkan komoditas usaha responden
Faktor
Rata-rata Maksimum
Waktu usaha (jam/bln)
Makanan
396
540
Non makanan
390
720
Lama usaha (thn)
Makanan
8.07
18
Non makanan
6.36
15
Jumlah pekerja (orang)
Makanan
1.8
4
Non makanan
1.57
3
Omset (rupiah/bulan)
Makanan
12 113 333 24 000 000
Non makanan
9 821 429 20 000 000
Total biaya (rupiah/bulan)
Makanan
8 630 060 19 210 000
Non makanan
6 454 000 17 510 000
Modal awal (rupiah/bulan)
Makanan
16 138 000 50 000 000
Non makanan
18 285 714 45 000 000
Sumber: Data primer, 2014

Minimum
180
90
1
2
1
1
3 000 000
2 000 000
1 520 000
1 310 000
70 000
500 000

Perbedaan komoditas berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan dilihat
dari segi pembiayaan tempat. Tempat yang diperlukan dalam berjualan makanan
tidak sebanyak tempat yang diperlukan untuk menjual dagangan non makanan.
Komoditas makanan hanya membutuhkan tempat untuk menyimpan bahan
makanan, memasak dan sedikit tempat untuk meja dan kursi para pelanggan.
Komoditas non makanan lebih membutuhkan tempat lebih besar yang
dipergunakan untuk mendisplay berbagai macam barang. Posisi tempat yang
strategis juga menjadi salah satu hal yang berpengaruh dalam pendapatan omset
dan besarnya biaya sewa tempat.
Rata-rata komoditas non makanan membutuhkan modal yang lebih besar
daripada komoditas makanan. Komoditas non makanan membutuhkan lebih
banyak peralatan untuk menunjang mereka dalam berjualan seperti etalase dan rak
barang sehingga modal yang dibutuhkan juga lebih besar. Modal yang dibutuhkan
komoditas non makanan juga harus mencukupi untuk membeli persediaan barang
dagangan.
Sebanyak 60% responden berada pada kategori Rp70 000-Rp15 000 000
sebagai modal awal usaha mereka, kategori Rp15 000 001-Rp30 000 000
sebanyak 23%, kategori Rp30 000 001-Rp45 000 000 sebanyak 10%, dan kategori
Rp45 000 001-Rp60 000 000 sebanyak 7%. Dilihat dari kecenderungannya, modal
awal untuk membuat usaha non makanan lebih besar dibandingkan modal yang
diperlukan untuk non makanan. Hal ini dikarenakan untuk kategori non makanan
dibutuhkan modal yang besar untuk membeli barang yang nantinya akan disimpan
sebagai persediaan penjualan.

15

Gambar 4 Persentase jumlah modal awal usaha mikro
Jumlah modal awal berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan omset
usaha. Walaupun berpengaruh nyata, tidak selalu modal awal yang besar
memberikan omset yang besar pula. Hal ini terlihat bahwa 53% responden yang
memiliki usaha mikro modal awalnya lebih besar daripada omset usaha. Sisanya
47% responden modal awal usaha lebih kecil daripada omset usaha. Dapat
disimpulkan bahwa modal awal yang besar tidak menjamin akan mendapat omset
usaha yang besar pula. Hasil regresi linier menunjukkan jumlah modal awal
berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan omset usaha. Modal dan
omset saling berhubungan dalam suatu usaha. Modal diperlukan untuk
mengembangkan usaha yang nantinya akan meningkatkan omset, sehingga modal
awal harus dapat digunakan secara optimal agar omset terus berkembang.
Modal awal yang beragam membuat sumber pendanaan modal awal lebih
beragam pula. Setelah dilakukan wawancara, para pengusaha mikro lebih memilih
untuk menggunakan tabungan sendiri atau dana sendiri daripada meminjam.
Modal awal dengan tabungan sendiri membuat resiko yang dihadapi dapat
ditanggung sendiri dan tidak mempunyai kewajiban dengan orang lain. Selain itu,
modal lebih dapat dikontrol dan dipergunakan sesuai kebutuhan dan keinginan
pengusaha tersebut. Sebanyak 60% responden lebih memilih untuk menggunakan
tabungan sendiri sebagai sumber pendanaan modal awal, dan sebanyak 40%
memilih meminjam sebagai sumber pendanaan modal awal.

Gambar 5 Persentase sumber pendanaan modal awal usaha mikro
Jumlah modal awal berpengaruh secara signifkan terhadap perkembangan
omset. Artinya seseorang yang ingin membuka usaha harus mempunyai modal

16
yang cukup untuk memulai usaha. Meminjam dapat dijadikan solusi apabila tidak
mempunyai modal sendiri yang memadai. Responden lebih memilih meminjam
kepada keluarga atau saudara daripada dengan lembaga keuangan seperti bank.
Tidak adanya birokrasi, lebih mudah dalam pengembalian, jangka waktu yang
lebih fleksibel dan adanya rasa tanggung jawab yang lebih karena kekeluargaan
menjadi alasan mengapa responden memilih meminjam kepada keluarga dan
saudara. Alasan lain adalah bank akan lebih susah untuk mengeluarkan dana
pinjaman kepada pengusaha awal yang baru memulai usaha dikarenakan tidak
adanya jaminan yang dapat dipergunakan. Beberapa responden lebih memilih
untuk menunda membuka usaha mikro sampai tabungan yang dikumpulkan dirasa
cukup daripada harus meminjam kepada lembaga keuangan. Meminjam kepada
lembaga keuangan menjadi alternatif terakhir apabila modal yang diinginkan
berjumlah besar yang tidak mungkin apabila dikumpulkan sendiri atau dipinjam
dari keluarga.
Tabel 7 Karakteristik usaha berdasarkan sumber modal responden
Faktor
Rata-rata Maksimum
Omset (rupiah/bulan)
Tabungan
10 000 000 22 000 000
Pinjaman
12 016 667 24 000 000
Total biaya (rupiah/bulan)
Tabungan
6 747 217 19 210 000
Pinjaman
8 499 917 18 774 000
Modal awal (rupiah)
Tabungan
17 472 222 45 000 000
Pinjaman
20 297 500 60 000 000
Sumber: Data primer, 2014

Minimum
2 000 000
3 200 000
1 310 000
1 520 000
500 000
70 000

Berdasarkan tabel 7, usaha dengan modal pinjaman memberikan omset
yang lebih besar daripada tabungan sendiri. Hal ini dikarenakan modal pinjaman
memberikan motivasi lebih kepada pengusaha untuk mengembangkan usaha.
Setelah usaha berkembang maka pengusaha akan lebih mudah untuk
mengembalikan pinjaman. Berbeda dengan tabungan sendiri, omset yang didapat
akan lebih kecil, dikarenakan resiko yang dihadapi lebih kecil daripada
menggunakan modal pinjaman. Modal pinjaman harus menghadapi resiko untuk
mengembalikan pinjammannya, sedangkan modal sendiri tidak harus menghadapi
resiko tersebut. Dengan modal pinjaman, dana yang digunakan dapat lebih besar
dan tersedia dalam waktu yang cepat. Berbeda dengan modal sendiri, dana yang
diperoleh terbatas dan waktu pengumpulan dana juga lama tergantung seberapa
besar dana yang akan dipergunakan.
Pengaruh Modal dan Variabel Lainnya Terhadap Omset Usaha
Dengan menggunakan metode regresi linier berganda, maka dari hasil UjiF dapat diartikan bahwa variabel-variabel independen mempunyai pengaruh
secara bersamaan terhadap variabel dependen. Nilai R 2 sebesar 97.6 dapat
diartikan bahwa 97.6% keragaman omset mampu dijelaskan oleh variabel yang

17
terdapat pada model. Sedangkan sisanya sebanyak 2.4% dijelaskan oleh variabel
yang tidak terdapat pada model. Dengan nilai R 2 yang tinggi mengartikan bahwa
model fit. Dengan menggunakan Uji-T akan dilihat pengaruh berbagai variabel
independen terhadap variabel dependennya.
Tabel 8 Koefisien penduga model
Peubah
Koefisien
t-statistik
P-Value
Konstanta
-5.650
-1.58
0.129
Jenjang Pendidikan
-2.080
-1.71
0.102**
Status Pernikahan
-6.723
-5.60
0.000***
Jenis Komoditas Usaha
5.120
3.91
0.001***
Jumlah Modal Awal
0.448
10.49
0.000***
Lama Usaha
0.742
4.53
0.000***
Sumber Modal Awal
-1.396
-1.300
0.208*
Total Biaya
1.248
14.77
0.000***
2
R = 0.976
F-hitung = 113.76
Durbin-Watson = 2.141
* : taraf nyata 20% ** : taraf nyata 10% *** : taraf nyata 5%
Pada uji normalitas di Lampiran 2 nilai p value(0.040) lebih kecil dari α
(0,05) maka dapat diartikan sisaan tidak menyebar secara normal. Pada lampiran
1, seluruh nilai VIF kurang dari 10 sehingga memenuhi asumsi multikolinearitas.
Jenjang pendidikan responden berpengaruh nyata terhadap omset usaha
pada taraf nyata 10%. Nilai negatif yang didapat menunjukkan bahwa semakin
tinggi pendidikan responden maka omset yang didapat akan semakin kecil. Hasil
ini tidak sama dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin tinggi
pendidikan pengusaha akan menghasilkan omset yang semakin besar. Hal ini
dikarenakan setelah dilakukan penelitian pengusaha dengan tingkat pendidikan
yang lebih rendah cenderung lebih ramah dan lebih komunikatif terhadap pembeli
sehingga dapat menarik lebih banyak pembeli. Faktor keluarga yang menjadi
pengusaha secara turun temurun juga berpengaruh karena mendapat keahlian dan
ilmu berdagang dari orang tua atau saudara yang telah lebih dulu menjadi
pengusaha.
Hasil uji-t pada peubah status pernikahan diperoleh p-value X2 sebesar
0.000 dan lebih kecil dari α = 0.05. Hal ini dapat diartikan bahwa status
pernikahan responden berpengaruh nyata terhadap omset usaha pada taraf nyata
5%. Tanda negatif menunjukkan omset pada responden yang belum menikah lebih
besar daripada omset responden yang telah menikah. Komoditas usaha responden
berpengaruh secara nyata terhadap omset usaha dilihat dari hasil uji-t pada taraf
nyata 5%. Responden dengan komoditas usaha makanan memiliki omset yang
lebih besar daripada responden dengan komoditas non makanan seperti toko
kelontong dan alat rumah tangga. Rata – rata komoditas makanan memiliki omset
Rp12 133 333 per bulan sedangkan komoditas non makanan memiliki omset Rp 9
821 429 per bulan.
Jumlah modal awal usaha responden berpengaruh nyata terhadap omset
usaha pada taraf nyata 5%. Besar koefisien X4 sebesar 0.448 mengartikan bahwa
setiap peningkatan jumlah modal awal usaha sebesar satu juta rupiah maka akan
meningkatkan omset usaha sebesar Rp448 000 per bulan dengan asumsi cateris

18
paribus. Menurut Fitanto (2009) faktor modal berpengaruh secara signifikan
terhadap omset usaha.
Lama usaha responden berpengaruh nyata terhadap omset usaha pada taraf
nyata 5%. Besar koefisien X5 sebesar 0.742 yang berarti bahwa setiap peningkatan
satu tahun lama usaha maka akan meningkatkan omset usaha sebesar Rp742 000
per bulan dengan asumsi cateris paribus. Hasil tersebut sesuai dengan Pratiwi
(2013), yaitu usia usaha mempengaruhi omset usaha mikro secara signifikan.
Semakin lama responden berjualan sebagai maka omset yang dapat diperoleh
semakin besar. Sumber modal awal usaha berpengaruh nyata terhadap omset
usaha pada taraf nyata 20%. Total biaya usaha berpengaruh nyata terhadap omset
usaha pada taraf nyata 5%. Besar koefisien X7 sebesar 1.248 yang berarti setiap
peningkatan biaya usaha sebesar satu juta rupiah maka akan meningkatkan omset
sebesar Rp1 248 000 per bulan dengan asumsi cateris paribus.

PENUTUP
Simpulan
Usaha mikro di Jala