Analisis perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di indonesia

ANALISIS PERBANDINGAN RELATIF JALUR MEKANISME
TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

VINA QUROTULAINA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbandingan
Relatif Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Vina Qurotulaina
NIM H14100067

ABSTRAK
VINA QUROTULAINA. Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Dibimbing oleh NOER AZZAM
ACHSANI.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kekuatan relatif dari masingmasing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonometrika
dengan model Vector Error Correction Model (VECM). Penelitian ini
menggunakan data time series bulanan tahun 2004:1 sampai 2013:10. Hasil
menunjukkan bahwa pada jangka panjang, suku bunga pasar uang antarbank
(PUAB) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter tidak mempengaruhi
outputmaupun inflasi. Berdasarkan hasil analisis IRF menunjukkan bahwa tidak
adanya kesesuaian teori pada respon masing-masing variabel jika terdapat
guncangan pada suku bunga pasar uang antarbank (PUAB), kecuali variabel nilai
tukar dan variabel kredit. Hasil analisis FEVD menujukkan bahwa nilai tukar
merupakan jalur yang paling memengaruhi output di Indonesia. Jalur kredit

merupakan jalur yang paling memengaruhi inflasi di Indonesia.
Kata kunci: mekanisme transmisi kebijakan moneter, VECM.

ABSTRACT
VINA QUROTULAINA. Comparative Analysis of Monetary Transmission
Channel in Indonesia. Supervised by NOER AZZAM ACHSANI.
This study aims to compare the relative strength of each channel of
monetary transmission mechanism in Indonesia. Methods of analysis used in this
study is the Vector model Error Correction Model (VECM). This study use
monthly time series data (2004): 1: 10 until 2013. The results show that in the
long run, the interbank money market interest rates (PUAB) as the operational
target of monetary policy does not affect the output and inflation. Based on the
results of the IRF analysis show that the response of each variable if there are
shocks on the interbank money market interest rates (PUAB) is not suitable with
the theory, unless the exchange rates variable and credit variable. FEVD analysis
results shows that the exchange rate channel and credit channel have highest
relative importance to explain the output and inflation in Indonesia.
Keywords: monetary policy transmission mechanism, VECM.

ANALISIS PERBANDINGAN RELATIF JALUR MEKANISME

TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

VINA QUROTULAINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Relatif Jalur Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter di Indonesia
Nama
: Vina Qurotulaina

NIM
: H14100067

Disetujui oleh

Prof Noer Azam Achsani, Ph.D
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang
penulis sajikan adalah mengenai kebijakan moneter dengan judul analisis
perbandingan relative jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa yang tek henti-hentinya.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof Noer Azam Achsani, Ph.D selaku pembimbing, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan ilmu serta motivasi
kepada penulis dalam menyusun skripsi.
2. Dr. Lukitawaty Anggraeni S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.
3. Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang
telah memberikan saran mengenai tata cara penulisan yang benar.
4. Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dan
kerjasama dan bantuannya selama penulis menuntut ilmu di IPB.
5. Sahabat penulis, Tisa, Astika, Triana, Masyitoh, Lia, Annisa dan Trisa.
6. Rekan-rekan sebimbingan, Tiko Permatasari, Bramastyo Agung Wibowo,
Putri Monicha Sari, Wulandari Sangidi, Asty, Fahmi, Efita dan Ardian.
7. Keluarga besar IE 47 yang selama ini telah bersama-sama menuntut ilmu
di IPB
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Vina Qurotulaina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3


Penelitian Terdahulu

3

Kerangka Pemikiran

6

METODE PENELITIAN

8

Jenis dan Sumber Data

8

Metode Analisis dan Pengolahan Data

8


HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Gambaran Umum

12

Hasil Penelitian

15

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22


Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Variabel dan sumber data
Uji kointegrasi Johansen
Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model IPI
Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model CPI

Hasil estimasi Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter
berdasarkan hasil analisis variance decomposition
7 Credit to GDP Ratio di beberapa negara ASEAN

8
15
16
17
18
18
19

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Pergerakan Indeks Harga Konsumen Indonesia Januari 2004-Oktober
2013
3 Pergerakan Indeks Produksi Industri Indonesia Januari 2003-Oktober
2013
4 Pergerakan Money Market Rate (MMR) dan Suku Bunga Kredit Riil
Indonesia Januari 2004-Oktober 2013
5 Pergerakan Jumlah Kredit Indonesia Januari 2004-Oktober 2013
6 Pergerakan Jumlah Nilai Tukar Rupiah Januari 2004-Oktober 2013
7 Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Januari 2004Oktober 2013
8 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR

7
12
12
13
14
14
15
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hasil uji akar unit pada level
Hasil Uji Akar unit pada First Difference
Hasil Uji Lag Optimum
Hasil Uji Stabilitas VAR
Hasil Uji Kointegrasi
Hasil Estimasi Jangka Panjang VECM model IPI
Hasil Estimasi VECM model CPI
Impulse Response Function Variabel CPI dan IPI
Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR
Variance Decomposition of IPI
Variance Decomposition of CPI

25
30
32
33
34
36
38
40
42
43
44

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan
bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral memengaruhi berbagai
aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan
akhir yang ditetapkan (Warjiyo dan Solikin 2003). Tujuan akhir dari mekanisme
transmisi kebijakan moneter adalah mencapai apa yang disebut dengan tujuan
ekonomi makro yang didalamnya mencakup tiga target yang dikenal dengan
trilogi pembangunan. Ketiga target tersebut adalah peningkatan pendapatan
nasional yang tinggi, stabilitas perekonomian yang ditunjukkan dengan inflasi
yang rendah, serta pemerataan pembangunan (Syofriza 2001).
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini dimulai dengan perubahan
suku bunga kebijakan yang memengaruhi suku bunga pasar, dan pada akhirnya
mampu memengaruhi sektor perekonomian riil melalui beberapa jalur diantaranya
jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur
ekspektasi inflasi.
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menggunakan suku bunga
kebijakan (BI Rate) sebagai instrumen dalam pengendalian moneter untuk
mencapai sasaran akhir. Melalui BI Rate, Bank Indonesia dapat memengaruhi
suku bunga riil jangka pendek dan menengah. Suku bunga riil tersebut akan
memengaruhi investasi dan konsumsi yang pada akhirnya dapat memengaruhi
output dan inflasi. Indonesia merupakan negara small open economy yang
menganut sistem nilai tukar mengambang bebas. Pergerakan nilai tukar dapat
memengaruhi perkembangan penawaran dan permintaan agregat, dan selanjutnya
dapat memengaruhi output dan inflasi. Oleh karena itu, jalur nilai tukar
merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam mencapai sasaran akhir
kebijakan moneter. Jalur kredit juga merupakan salah satu mekanisme transmisi
kebijakan yang penting di Indonesia, mengingat masih besarnya peran perbankan
dalam perekonomian di Indonesia yang salah satunya dilihat dari jumlah kredit
yang disalurkan pihak perbankan yang pada akhirnya mampu memengaruhi
output. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset (asset price channel)
merupakan salah satu transmisi yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter untuk dapat mencapai kestabilan harga. Perubahan aset dapat
memengaruhi aktivitas perekonomian melalui efek kesejahteraan dan yields yang
diperoleh (Antono 2010).
Penelitian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter telah banyak
dilakukan, diantaranya oleh Tahir (2012) yang meneliti perbandingan relatif
mekanisme transmisi kebijakan moneter di tiga negara yang menerapkan ITF
yaitu Brazil, Chile, dan Korea. Khundrakpam dan Jain (2012) meneliti hal yang
sama untuk kasus negara India. Tang (2012) meneliti perbandingan relatif jalur
mekanisme transmisi kebijakan moneter di negara Malaysia. Penelitian mengenai
perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia
juga telah banyak dilakukan, seperti yang telah dilakukan oleh Wulandari (2012)
yang membandingkan peranan jalur kredit dan suku bunga dalam menjelaskan
outputdan inflasi di Indonesia. Affandi (2005) membangun model untuk

2
membandingkan kekuatan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi
kebijakan moneter di Indonesia.
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji mekanisme transmisi kebijakan
moneter di Indonesia melalui jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, dan
jalur harga aset serta membandingkan kekuatan relatif dari masing-masing jalur
yang paling berperan dalam memengaruhi dua dari tujuan akhir kebijakan
moneter yaitu outputdan inflasi.
Perumusan Masalah
Proses mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu hal yang
kompleks sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut seiring dengan dinamisnya
perkembangan ekonomi. Pengetahuan mengenai mekanisme transmisi kebijakan
moneter tetap penting untuk terus dilakukan, agar mampu menciptakan dan suatu
kebijakan moneter yang efektif dalam mencapai sasaran akhir. Berhasil atau
tidaknya suatu kebijakan moneter tergantung pada kemampuan pembuat
kebijakan untuk mengidentifikasi perubahan parameter yang berhubungan dengan
proses transmisi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan dalam penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan jangka pendek dan jangka panjang variabel
transmisi dalam memengaruhi output dan inflasi?
2. Bagaimana kekuatan relatif dari peranan masing-masing jalur transmisi,
yaitu jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, dan jalur harga aset di
Indonesia?
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjag variabel
transmisi dalam mempengaruhi output dan inflasi.
2. Menganalisis kekuatan relatif dari masing-masing transmisi, yaitu jalur
suku bunga, kredit, nilai tukar, dan harga aset di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil
kebijakan khususnya Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter di
Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan
gambaran mengenai perkembangan mekanisme transmisi kebijakan moneter di
Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meneliti tentang kekuatan relatif dari masing-masing jalur
mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Jalur mekanisme yang
dimaksud adalah jalur suku bunga, kredit, nilai tukar, dan harga aset. Masingmasing jalur diproksikan oleh suku bunga kredit, jumlah kredit, real effective
exchange rate dan indeks harga saham gabungan (IHSG). Periode yang digunakan
yaitu dari Januari 2004 sampai Oktober 2013.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefinisikan sebagai jalur yang
dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi
perekonomian, terutama pendapatan nasional (Syofriza 2001).
Dalam literatur ekonomi moneter, kajian mengenai mekanisme transmisi
kebijakan moneter umumnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian
yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of Money atau Teori Kuantitas
Uang.
MV =PT
Dimana jumlah uang beredar dikalikan dengan tingkat perputaran
uang/income velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi
ekonomi/outputriil dikalikan tingkat harga (P). Hal ini berarti jumlah uang beredar
yang digunakan dalam seluruh transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah
outputyang dihitung dengan harga yang berlaku yang ditransaksikan (PT)
(Warjiyo dan Solikin 2003).
Jalur moneter seperti diatas disebut sebagai jalur moneter langsung. Jalur ini
dianggap tidak dapat menjelaskan pengaruh faktor-faktor yang selain uang
terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga asset, kredit dan ekspektasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, selain melalui jalur langsung, mekanisme
transmisi pada umumnya juga dapat terjadi pada lima jalur lainnya yaitu, interest
rate channel (jalur suku bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets
price channel (jalur harga aset), credit channel (jalur kredit) dan expectation
channel (jalur ekspektasi inflasi) (Warjiyo dan Solikin 2003).
Mishkin (2006) mengelompokkan jalur mekanisme transmisi kebijakan
moneter menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok credit view dan other asset
channel yang menggambarkan bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi
output. Jalur tersebut diantaranya suku bunga tradisional, pengaruh kurs terhadap
ekspor bersih (exchange rate channel), teori tobin’s q, pengaruh kekayaan (wealth
channel), jalur kredit bank, jalur neraca, jalur arus kas, unanticipated price level
channel dan pengaruh likuiditas rumah tangga. Penelitian ini hanya fokus pada
empat jalur yaitu jalur suku bunga, jalur kredit bank, jalur nilai tukar dan harga
aset. Oleh karena itu penjelasan lebih lanjut akan dilakukan pada keempat jalur
tersebut.
Jalur Suku Bunga
Skema dibawah ini menunjukkan pengaruh kebijakan moneter ekspansioner
yang menggambarkan mekanisme transmisi jalur suku bunga.
Kebijakan moneter ekspansif (m ↓)  i ↓  I ↑  Y ↑

4
Kebijakan moneter ekspansioner menyebabkan penurunan suku bunga riil (i
↓) dimana selanjutnya menurunkan biaya modal yang menyebabkan
meningkatnya pengeluaran investasi (I ↑) sehingga pada akhirnya mendorong
peningkatan permintaan agregat dan kenaikan output (Y ↑).
Jalur Kredit
Bank memiliki peranan khusus dalam sitem keuangan karena mampu
mengatasi masalah informasi asimetris di pasar kredit. Sepanjang tidak ada
substitusi yang sempurna dari simpanan bank ritel dengan sumber pendanaan
lainnya, jalur kredit bank dalam mekanisme transmisi moneter bekerja sebagai
berikut :
Kebijakan moneter ekspansif (m ↓)  simpanan bank ↑  kredit bank ↑
I ↑Y ↑
Kebijakan moneter ekspansioner meningkatkan cadangan bank dan
simpanan bank yang berakibat pada meningkatnya ketersediaan kredit bank.
Kenaikan kredit ini akan menyebabkan pengeluaran investasi meningkat dan pada
akhirnya mampu meningkatkan output. (Mishkin 2006)
Jalur Nilai Tukar
Pertumbuhan ekonomi yang semakin global dan diterapkannya sistem nilai
tukar mengambang (floating exchange rate) meningkatkan perhatian terhadap
bagaimana kebijakan moneter memengaruhi kurs yang selanjutnya memengaruhi
ekspor bersih dan agregat output.
Jalur ini melibatkan pengaruh suku bunga, ketika suku bunga riil dalam
negeri turun, maka aset dalam negeri kurang menarik relatif terhadap aset dengan
denominasi mata uang asing. Akibatnya nilai tukar domestik terdepresiasi. Hal ini
menyebabkan naiknya net ekspor akibat harga-harga dalam negeri menjadi lebih
murah dibandingkan dengan luar negeri yang meningkatkan ekspor. Kenaikan net
ekspor pada akhirnya mampu meningkatkan output. (Mishkin 2006)
Kebijakan moneter ekspansif (m ↓)  i ↓  E ↓  NX ↑  Y ↑
Jalur Harga Aset (Teori Tobin’s q)
James Tobin mengembangkan sebuah teori yang disebut teori tobin’s q
yang menjelaskan bagaimana kebijakan moneter mampu mempengaruhi
perekonomian melalui pengaruhnya terhadap valuasi saham.
q didefinisikan sebagai nilai pasar perusahaan yang dibagi dengan
replacement cost of capital. Jika q tinggi, nilai perusahaan lebih tinggi
dibandigkan dengan biaya penggantian modal. Artinya, perusahaan dapat
membeli barang modal baru dengan menerbitkan saham dalam jumlah yang
sedikit.
Kebijakan moneter ekspansif meningkatkan permintaan atas saham dan
akibatnya meningkatkan harga saham. Kenaikan harga saham akan mendorong
kenaikan q dan akibatnya mendorong peningkatan investasi.
Kebijakan moneter ekspansif (m ↓)  Ps ↑  I ↑  Y ↑

5
Penelitian Terdahulu
Wulandari (2012) meneliti tentang peranan jalur suku bunga dan jalur
kredit di Indonesia serta membandingkan kekuatan relatif dari kedua jalur tersebut.
Berdasarkan estimasi dari variance decomposition model SVAR menunjukkan
hasil bahwa jalur suku bunga lebih berperan dalam memengaruhi tingkat inflasi,
sedangkan jalur kredit lebih dominan dalam memengaruhi tingkat outputdi
Indonesia.
Peranan masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter di
Brazil, Chile dan Korea telah diteliti oleh Tahir (2012). Hasil Estimasi variance
decomposition dari model SVAR menunjukkan bahwa peranan jalur nilai tukar
dan harga aset lebih dominan di ketiga negara tersebut. Raghavan dan Silvapulle
(2007) meneliti kekuatan relatif dari jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter
di Malaysia. Penelitian ini menggunakan metode SVAR untuk meneliti
keefektifan kebijakan moneter Malaysia dan peranan masing-masing jalur
transmisi dalam memengaruhi tingkat harga dan aktivitas ekonomi di Malaysia
sebelum dan setelah terjadinya krisis tahun 1997. Periode dalam penelitian ini
dibagi menjadi dua periode yaitu sebelum krisis 1997 dan sesudah krisis. Hasil
menunjukkan bahwa sebelum terjadinya krisis tahun 1997, guncangan kebijakan
moneter dan nilai tukar secara signifikan memengaruhi outputdan tingkat harga,
jumlah uang beredar, suku bunga dan nilai tukar itu sendiri. Namun setelah krisis
tahun 1997 hanya jumlah uang beredar yang memiliki pengaruh kuat terhadap
output.
Khundrakpam dan Jain (2012) meneliti hal yang sama untuk kasus negara
India menggunakan model SVAR. Penelitian ini selain menggunakan variabel
yang menujukkan kebijakan moneter domestik juga memasukkan variabel seperti
harga komoditas dunia dan harga minyak dunia untuk mengetahui pengaruh
guncangan kedua variabel tersebut terhadap perekonomian di India. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa jalur suku bunga, kredit dan harga aset menunjukkan
peranan yang lebih dominan dalam mentransmisikan kebijakan moneter di India
dan jalur nilai tukar memiliki peranan paling lemah.
Affandi (2005) membangun sebuah model yang cocok bagi Indonesia
untuk menganalisis jalur masing-masing mekanisme transmisi kebijakan moneter
serta kaitannya dengan krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998.
Syofriza (2001) membandingkan peranan relatif dari jalur mekanisme
transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan estimasi impulse respon function
model VECM yang menjelaskan peranan jalur suku bunga, jalur kredit dan jalur
nilai tukar. Hasil analisis variance decomposition menunjukan bahwa selama
periode 1990:1 sampai 2000:12, jalur nilai tukar lebih dominan terhadap
pendapatan pendapatan nasional dibandingkan dengan jalur suku bunga dan jalur
nilai kredit.
Sultoni (2013) membandingkan jalur suku bunga kredit dan nilai tukar
menggunakan analisis IRF dalam model SVAR dan menemukan bahwa jalur nilai
tukar merupakan jalur yang efektif dalam mempengaruhi perekonomian riil dalam
hal ini outputbaik secara agregat maupun sektoral.
Rahutami (2004) meneliti peranan jalur nilai tukar dan jalur suku bunga
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia sebelum
diterapkannya Full Fledge Inflation Targeting (FFIT) di Indonesia. Hasil estimasi

6
model VAR menunjukkan bahwa sebelum diterapkannya FFIT, nilai tukar
merupakan jalur mekanisme transmisi yang lebih kuat dan cepat dalam
mempengaruhi outputdan inflasi. Adanya goncangan di dalam nilai tukar berupa
depresiasi akan memengaruhi kestabilan outputdan inflasi. Di sisi lain, jalur suku
bunga masih mengalami hambatan, sehingga pengelolaan suku bunga tidak akan
memberikan pengaruh yang kuat dan langsung pada outputdan inflasi.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Tahir
(2012) yang meneliti perbandingan relatif jalur mekanisme transmisi kebijakan
moneter di negara-negara yang menerapkan ITF yaitu negara Brazil, Chile dan
Korea. Dalam penelitian yang akan dilakukan, masing-masing jalur mekanisme
diproksikan melalui satu variabel. Jalur suku bunga diproksikan dengan suku
bunga kredit dan jalur kredit diproksikan melalui variabel kredit. Jalur nilai tukar
diproksikan melalui variabel real effective exchange rate (REER). Jalur harga aset
diproksikan melalui variabel indeks harga saham gabungan (IHSG). Penelitian ini
juga terdapat dua variabel yang menggambarkan aktivitas perekonomian di
Indonesia yaitu variabel indeks produksi industri (IPI) sebagai proksi dari
outputIndonesia. Variabel CPI atau indeks harga konsumen digunakan sebagai
proksi dari Inflasi. Suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) sebagai sasaran
operasional kebijakan moneter dalam penelitian ini digunakan untuk melihat
bagaimana respon masing-masing variabel jalur mekanisme transmisi terhadap
shock atau guncangan sasaran operasional. Terakhir, variabel Oil atau harga
minyak dunia digunakan sebagai proksi dari shock harga dunia yang dapat
memengaruhi proses pengambilan keputusan kebijakan moneter di Indonesia.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
penelitian sebelumnya adalah periode yang digunakan dalam penelitian serta
negara yang menjadi objek penelitian. Selain itu, penelitian ini juga melihat
perbandingan relatif dari masing-masing jalur mekanisme transmisi kebijakan
moneter di Indonesia.
Kerangka Pemikiran
Mekanisme transmisi kebijakan moneter berjalan melalui beberapa jalur,
diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset dan
jalur ekspektasi inflasi. Penelitian ini hanya fokus pada analisis perbandingan
relatif antara jalur suku bunga, nilai tukar, jalur kredit dan jalur harga aset yang
masing-masing diproksikan oleh satu variabel. Penelitian ini menggunakan
metode VECM dengan analisis impulse response function dan variance
decomposition untuk melihat kepentingan relatif dari masing-masing jalur
transmisi. Secara garis besar, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.

7

Mekanisme transmisi
Kebijakan Moneter di
Indonesia

Suku Bunga

Kredit

Nilai Tukar

Harga Asset

Outputdan Inflasi

Perbandingan
Relatif jalur
transmisi

VAR/VECM

FEVD & IRF

Fokus Penelitian

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Ekspektasi
Inflasi

8

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series bulanan
periode Januari 2004 hingga Oktober 2013. Sumber data berasal dari International
Financial Statistics (IFS), Fred Database, Bank of International Settlements (BIS),
Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia. Semua variabel dalam penelitian ini
dikonversikan ke dalam bentuk logaritma natural, kecuali variabel suku bunga
kredit riil dan money market rate (MMR). Penjelasan lebih lanjut mengenai
sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Variabel dan sumber data
Variabel
IPI
CPI
Kredit
SBK
REER

IHSG
MMR

Oil

Deskripsi
Indeks Produksi Industri
(2010=100)
Indeks
Harga
Konsumen (2005=100)
Kredit yang diberikan
oleh perbankan,
Suku bunga kredit riil
Nilai tukar rupiah riil
efektif terhadap US
Dollar
Indeks Harga Saham
Gabungan
Money market rate atau
Suku Bunga Pasar Uang
Antar Bank (PUAB)
Harga minyak, WTI
Spot Price (Dollar per
Barrel)

Sumber
CEIC
IFS
IFS
BI-SEKI
BIS

Bursa
Indonesia
IFS

Efek

FRED Database

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode Vector error
correction model (VECM). Model VECM mempunyai tiga alat analisis,
diantaranya yaitu uji Kausalitas, impulse response function (IRF) dan forecast
error variance decomposition (FEVD). Analisis IRF dapat digunakan untuk
mengetahui respon dinamis dari guncangan suatu variabel terhadap variabel
lainnya. Selain itu, kontribusi dari masing-masing variabel dalam jalur mekanisme
transmisi kebijakan moneter memengaruhi variabel outputdan inflasi dapat
dianalisis melalui Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). FEVD
berperan sebagai alat untuk mengetahui lebih baik mengenai hubungan dinamis
antar variabel dalam analisis VAR. Analisis FEVD memungkinkan kita untuk
membandingkan peranan masing-masing variabel dalam menjelaskan variasi

9
perubahan variabel lainnya. Melalui peran FEVD ini, penulis ingin melihat
peranan masing-masing jalur pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di
Indonesia. Penelitian ini diolah dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6
dan Microsoft Excel untuk mengelompokan data.
Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Data yang tidak stasioner pada level memiliki kemungkinan untuk
terkointegrasi. Vector error correction model (VECM) merupakan model VAR
yang terestriksi yang digunakan untuk variabel nonstasioner namun memiliki
potensi untuk terkointegrasi. Restriksi tambahan pada VECM harus diberikan
karena keberadaan bentuk dan data yang tidak stasioner pada level, tetapi
terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi
tersebut ke dalam spesifikasinya. Jika terbukti terdapat hubungan kointegrasi
dalam model, maka analisis akan dilakukan menggunakan model VECM.
Spesifikasi model VECM secara umum adalah sebagai berikut:
+
dimana :

+∑

+

= vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
= vektor intercept
= vector koefisien regresi
= time trend
=
, dimana b’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang
= variabel in-level
= matriks koefisien regresi
= ordo VECM dari VAR
= error term
Pengujian Pra Estimasi
Pengujian pra estimasi dilakukan sebelum mengestimasi model. langkahlangkah yang dilakukan sebelum mengestimasi model adalah: uji stasioneritas
data, uji lag optimum, dan uji stabilitas.
Uji Stasioneritas Data
Uji stasioneritas data dilakukan untuk mengetahui apakah data stasioner
pada level atau first difference bahkan second different. Tujuan dilakukannya uji
ini adalah untuk menghindari terjadinya spurious regression atau regresi palsu.
Stasioneritas data dapat diuji menggunakan menggunakan Augmented
Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF statistik lebih besar dari nilai kritisnya
pada tingkat 1%, 5% dan 10% maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut
mengandung akar unit atau tidak stasioner (Firdaus 2011).

10
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang
tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi dikemukakan oleh
Engle dan Granger (1987) sebagai kombinasi linear dari dua atau lebih variabel
yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear
ini dikenal dengan istilah kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai
hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel. Jika nilai trace statictic >
critical value maka persamaan tersebut terkointegrasi (Firdaus 2011).
Uji Stabilitas
Pengujian berikutnya adalah uji stabilitas VAR. Menurut Firdaus (2011) uji
stabilitas dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau
dikenal dengan roots of characteristic polynomial. Jika semua akar dari fungsi
polinomial tersebut berada dalam unit circle atau jika nilai absolutnya critical value, hal ini menujukkan
bahwa terdapat hubungan kointegrasi antar variabel dan metode VECM dapat
digunakan.
Tabel 2 uji kointegrasi Johansen
Hipotesa

IPI
Trace
Statistic

Critical
Value

None *
At most 1*
At most 2*
At most 3*
At most 4
At most 5
At most 6
At most 7

250.9743
186.7649
135.3836
97.34792
63.65034
31.99309
15.45347
6.967615

187.4701
150.5585
117.7082
88.80380
63.87610
42.91525
25.87211
12.51798

Hipotesa
None *
At most 1*
At most 2*
At most 3*
At most 4*
At most 5
At most 6
At most 7

CPI
Trace
Statistic

Critical Value

249.3688
185.8434
134.8534
98.19524
64.05126
32.12326
15.28609
6.877423

187.4701
150.5585
117.7082
88.80380
63.87610
42.91525
25.87211
12.51798

16
Cointegration test yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
kointegrasi pada model. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode
VECM untuk mengetahui perbandingan relatif masing-masing jalur mekanisme
transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi VECM
model pertama hampir semua variabel signifikan pada jangka panjang, kecuali
variabel harga minyak dunia (Oil) dan MMR atau suku bunga pasar uang antar
bank (PUAB).
Variabel harga minyak dunia (Oil) memiliki hubungan yang negatif
terhadap IPI. Hal ini berarti bahwa kenaikan harga minyak dunia sebesar 1% akan
menurunkan output sebesar 0.11%. Hubungan antara variabel Oil dan variabel IPI
tidak signifikan yang artinya dalam jangka panjang, harga minyak dunia tidak
signifikan mempengaruhi output di Indonesia.
CPI atau indeks harga konsumen berpengaruh signifikan terhadap indeks
produksi industri (IPI). Hubungan antara CPI dengan IPI adalah negatif.
Hubungan yang negatif ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen
pada CPI, maka IPI akan menurun sebesar 1.68 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam jangka panjang, kenaikan harga dapat menurunkan output. Kenaikan
harga yang terjadi dalam waktu yang relatif panjang yang tidak diikuti oleh
kenaikan upah dapat menurunkan daya beli masyarakat sehingga mengurangi
tingkat konsumsi yang merupakan komponen dari output. Penurunan tingkat
konsumsi ini mengakibatkan terjadinya penurunan output.
Jumlah kredit berpengaruh signifikan terhadap IPI dengan hubungan yang
negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan jumlah kredit sebesar 1 persen, maka output
akan turun sebesar 0.74 persen. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana kenaikan
kredit seharusnya diikuti dengan kenaikan output.
Tabel 3 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model IPI
Variabel
Koefisien
t-statistic
LNIPI(-1)
1
LNCPI(-1)
-1.684413*
4.16702*
LNOIL(-1)
-0.117768
1.85747
KREDIT(-1)
-0.748824*
2.93680*
SBKRIIL(-1)
0.066764*
-3.51252*
LNREER(-1)
-1.077578*
4.60006*
LNIHSG(-1)
0.228105*
-3.13586*
MMR(-1)
0.009310
-1.21421
Keterangan : tanda (*) menunjukkan variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Suku bunga kredit riil secara signifikan berpengaruh terhadap IPI dengan
hubungan yang positif. Hubungan yang positif ini menunjukkan bahwa jika terjadi
kenaikan suku bunga kredit sebesar 1 persen, maka output akan meningkat
sebesar 0.06 persen. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana kenaikan suku
bunga kredit seharusnya diikuti oleh penurunan output. Suku bunga memiliki
hubungan yang negatif dengan investasi. Jika suku bunga naik, maka investasi
akan turun yang pada akhirnya dapat menurunkan output. Nilai tukar atau REER
berpengaruh signifikan terhadap IPI dengan hubungan yang negatif. Artinya, jika
nilai tukar rupiah naik (terapresiasi) sebesar 1 persen maka, output akan menurun

17
sebesar 1.07 persen. Hal ini sesuai dengan teori dimana apresiasi nilai tukar
domestik terhadap nilai tukar asing mengakibatkan harga barang domestik
menjadi lebih murah dibandingkan dengan luar negeri sehingga mampu
meningkatkan ekspor. Kenaikan ekspor ini akan meningkatkan net ekspor yang
pada akhirnya mampu meningkatkan output.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) memiliki hubungan yang positif dan
signifikan dengan IPI. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan IHSG sebesar 1
persen, maka output akan naik sebesar 0.22 persen. Hal ini sesuai dengan teori
dimana kenaikan harga saham mampu meningkatkan investasi yang pada akhirnya
dapat meningkatkan output.
Pada hubungan jangka pendek, hanya ada tiga variabel yang berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel IPI yaitu variabel IPI itu sendiri pada lag
pertama, variabel kredit dan MMR pada lag pertama. Variabel IPI lag pertama
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel IPI sebesar -0.289903. Hal
ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka pendek kenaikan IPI sebesar 1
persen mengakibatkan terjadinya penurunan IPI sebesar 0.29 persen.
Kredit pada lag pertama berpengaruh signifikan terhadap variabel dengan
hubungan yang searah. Artinya ketika ada kenaikan pada kredit, maka IPI juga
akan mengalami kenaikan. Hal ini sesuai dengan teori dimana jika terjadi
kenaikan jumlah kredit, maka aktivitas perekonomian akan meningkat dan pada
akhirnya mampu meningkatkan output.
Variabel MMR pada lag pertama berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap variabel IPI sebesar -0.012277. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
dalam jangka pendek, kenaikan MMR sebesar 1 persen mengakibatkan terjadinya
penurunan IPI sebesar 0.01 persen.
Variabel yang signifikan dalam jangka panjang pada model kedua adalah
variabel IPI, kredit, nilai tukar, suku bunga kredit riil dan IHSG. Sedangkan
variabel Oil dan MMR tidak berpengaruh secara signifikan jangka panjang
terhadap CPI.
Tabel 4 Hasil estimasi VECM jangka panjang pada model CPI
Variabel
Koefisien
t-statistic
LNCPI(-1)
1
LNIPI(-1)
-0.593679*
4.72551*
LNOIL(-1)
0.069916
1.90116
KREDIT(-1)
-0.444560*
3.46803*
SBKRIIL(-1)
0.039636*
-3.86487*
LNREER(-1)
-0.639735*
5.46713*
LNIHSG(-1)
0.135421*
-3.22979*
MMR(-1)
0.005527
-1.32249
Keterangan : tanda (*) menunjukkan variabel signifikan pada taraf nyata 5%

Variabel IPI berpengaruh signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang
negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada IPI, maka CPI akan
turun sebesar 0.59 persen.
Variabel harga minyak dunia atau Oil memiliki hubungan positif namun
tidak signifikan terhadap CPI. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1 persen pada harga
minyak mentah dunia akan menyebabkan naiknya tingkat harga sebesar 0.06

18
persen. Fenomena ini dapat dijelaskan yaitu ketika harga minyak mentah dunia
naik, maka dapat meningkatkan biaya produksi karena naiknya harga input
produksi. Meningkatnya biaya produksi akan meningkatkan harga barang. Jika hal
ini terjadi dalam waktu yang relatif panjang, maka akan memicu terjadinya inflasi
(Nurhayati, 2013).
Kredit berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan kredit sebesar 1 persen, maka CPI akan
turun sebesar 0.44 persen. Variabel suku bunga kredit riil berpengaruh signifikan
dan memiliki nilai yang positif terhadap CPI. Hal ini menunjukkan bahwa jika
terjadi kenaikan suku bunga kredit riil sebesar 1 persen, maka CPI akan naik
sebesar 0.44 persen. Nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap CPI dengan
hubungan yang negatif. Artinya, jika terjadi kenaikan sebesar 1 persen pada nilai
tukar, maka CPI akan turun sebesar 0.59 persen. IHSG memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap CPI dengan hubungan yang positif. Artinya, jika terjadi
kenaikan sebesar 1 persen pada IHSG, maka CPI akan naik sebesar 0.59 persen.
Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap CPI pada jangka pendek
adalah variabel MMR dengan nilai yang negatif sebesar -0.001660. Hal ini berarti
jika terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional
kebijakan moneter sebesar 1 persen, maka CPI atau inflasi akan mengalami
penurunan sebesar 0.16 persen.
Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) adalah salah satu innovation accounting
dalam model VECM yang dapat digunakan untuk melihat respon suatu variabel
jika terjadi shock pada variabel lainnya dalam suatu model. Dalam penelitian ini
akan dilihat respon masing-masing variabel jalur transmisi terhadap guncangan
variabel MMR yang bertujuan untuk melihat bagaimana respon variabel jalur
mekanisme transmisi jika terdapat guncangan pada suku bunga PUAB atau money
market rate sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.
Respon variabel kredit terhadap shock MMR baru terlihat pada bulan kedua
dan memiliki respon yang negatif. Respon variabel kredit terhadap shock MMR
fluktuatif hingga bulan ke-21. Pada bulan ke-22, respon variabel kredit terhadap
shock MMR stabil pada angka -0.002178 hingga bulan ke-36.
Respon variabel suku bunga kredit riil terhadap shock MMR belum terlihat
pada bulan pertama. Pada bulan kedua respon variabel SBKriil terhadap shock
MMR adalah positif hingga bulan ketiga. Pada bulan keempat variabel SBKriil
merespon negatif terhadap guncangan MMR dan mulai stabil pada bulan ke-25.
Variabel REER atau nilai tukar merespon positif terhadap guncangan MMR
pada bulan kedua dan seterusnya hingga bulan ke-36. Respon variabel REER
mulai stabil pada bulan ke-23 pada angka 0.006698 Respon positif dari nilai tukar
terhadap guncangan MMR berarti bahwa jika diasumsikan terdapat kenaikan pada
suku bunga PUAB atau MMR, maka nilai tukar akan terapresiasi. Hal ini sesuai
dengan teori, dimana kenaikan suku bunga akan meningkatkan selisih suku bunga
domestik terhadap suku bunga internasional. Hal ini akan meningkatkan capital
inflow sehingga rupiah akan terapresiasi.
Respon variabel IHSG terhadap shock MMR adalah positif pada bulan
kedua dan nilainya terus positif hingga bulan ke-36. Hal ini menunjukkan bahwa

19
jika diasumsikan terdapat kenaikan pada suku bunga PUAB atau MMR, maka
harga saham akan naik. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimaa kenaikan MMR
seharusnya diikuti oleh penurunan harga saham.
Berdasarkan analisis IRF didapatkan hasil bahwa jalur kredit dan nilai tukar
merupakan jalur yang memiliki kesesuaian dengan teori jika terjadi guncangan
sebesar satu standar deviasi pada suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional.
Respon variabel kredit adalah negatif jika terjadi kenaikan pada suku bunga
PUAB. Variabel suku bunga kredit hanya berjalan seusai teori pada bulan pertama
dan variabel IHSG memiliki respon yang tidak sesuai dengan teori sejak awal
periode. Ketidaksesuaian respon variabel IHSG kemungkinan terjadi karena IHSG
lebih dipengaruhi oleh variabel makroekonomi lainnya dibandingkan dengan
variabel MMR.
Response to Nonfactorized One S.D. Innovations
Response of LOANS to MMR

Response of SBKRIIL to MMR

.0000
.2
-.0005
-.0010

.1

-.0015
.0
-.0020

-.1

-.0025
5

10

15

20

25

30

35

5

Response of LNREER to MMR

10

15

20

25

30

35

Response of LNIHSG to MMR

.007

.030

.006

.025

.005

.020

.004
.015
.003
.010

.002

.005

.001
.000

.000
5

10

15

20

25

30

35

5

10

15

20

25

30

35

Gambar 8 Impulse Response Function Variabel terhadap shock MMR
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Forecast Error Variance Decomposition dilakukan untuk melihat
bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error
variance dipengaruhi variabel-variabel lainnya.

20
Hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa pada periode pertama variabel IPI
paling besar dapat dijelaskan oleh variabel IPI itu sendiri, dengan kontribusi
sebesar 97.28 persen. Kontribusinya terus berkurang hingga akhir periode.
Kontribusi variabel CPI pada awal periode kecil hanya sebesar 2.71 persen namun
terus mengalami peningkatan hingga akhir periode mencapai angka 45.61 persen.
Variabel harga minyak dunia atau Oil hanya memiliki nilai kontribusi yang kecil
dalam memengaruhi output, yaitu hanya 0.69 persen pada bulan kedua dan sekitar
3.81 persen pada akhir periode yaitu bulan ke-36. Variabel MMR atau suku bunga
PUAB pada awalnya memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan
output, namun nilai kontribusinya terus menurun hingga mencapai angka 0.89
persen pada ak