Analisis penyelenggaraan makanan dan tingkat kepuasan konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka

usu

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN
TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN DI RESTORAN
SATE TEGAL LAKA-LAKA

RAIDA AMALINA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis

Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan Konsumen di Restoran Sate
Tegal Laka-laka adalah benar karya saya dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Raida Amalina
NIM I14100084

vi

v

ABSTRAK
RAIDA AMALINA. Analisis Penyelenggaraan Makanan dan Tingkat Kepuasan
Konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka. Dibimbing oleh BUDI
SETIAWAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan makanan dan
tingkat kepuasan konsumen di Restoran Sate Tegal Laka-laka. Penelitian ini
bersifat studi kasus dan menggunakan analisis deskriptif. Metode penarikan
sampel dilakukan secara purposive dan 91 konsumen digunakan dalam penelitian
ini. Restoran Sate Tegal Laka-laka merupakan salah satu contoh penyelenggaraan
makanan komersial dengan menu utama sate. Penyelenggaraan makanan di
Restoran Sate Tegal Laka-laka terdiri dari perencanaan (anggaran) dan
pelaksanaan (pengadaan bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan,
dan penyajian). Penilaian higiene dan sanitasi merujuk pada Kepmenkes nomor
1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan
dan Restoran. Restoran Sate Tegal Laka-laka mendapatkan skor 902 yang
termasuk dalam tingkat mutu A. Berdasarkan hasil analisis Importance
Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa atribut cita rasa
makanan/minuman yang disajikan dirasa paling penting dan dinilai paling tinggi
tingkat kinerjanya. Berdasarkan Customer Satisfaction Index (CSI), diperoleh nilai
kepuasan sebesar 77.79 (puas). Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan (p 4 000 000
Dipetakan dalam diagram kartesius
menjadi :
Kuadran A

Kuadran B
Kuadran C
Kuadran D
Sangat puas (0.81-1.00), puas (0.660.80), cukup puas (0.51-0.65),
kurang puas (0.35-0.50), dan tidak
puas (0.00-0.34)
Tidak penting (91-163), kurang
penting (164-236), cukup penting
(237-309), penting (310-382), dan
sangat penting (383-455)
Tidak puas (91-163), kurang puas
(164-236), cukup puas (237-309),
puas (310-382), dan sangat puas
(383-455)
Tingkat mutu A (901-1000)
Tingkat mutu B (801-900)
Tingkat mutu C (701-800)

Sumber


Rifai 2010

Rifai 2010

Rangkuti 2002

Rangkuti 2002

Rangkuti 2002

Rangkuti 2002
Kepmenkes
No 1098 tahun
2003

Hubungan antara karakteristik responden dengan penilaian kinerja atribut
mutu produk dan mutu pelayanan dianalisis menggunakan uji korelasi (Spearman)
dan Chi Square. Pengolahan data tersebut menggunakan program SPSS 16.0 for
windows. Penilaian tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja restoran
terhadap mutu produk dan mutu pelayanan dianalisis menggunakan metode

Importance Performance Analysis (IPA) dan tingkat kepuasan konsumen
dianalisis menggunakan metode Customer Satisfaction Index (CSI).
Metode Importance Performance Analysis (IPA) merupakan suatu teknik
untuk mengukur atribut dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja yang berguna
untuk pengembangan program pemasaran yang efektif. Metode ini merupakan

7
salah satu dasar bagi manajemen untuk mengambil keputusan mengenai tindakan
apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan dalam
meningkatkan kepuasan konsumen (Simamora 2002). Tingkat kepentingan
konsumen adalah keyakinan atau harapan konsumen sebelum mencoba atau
membeli suatu produk atau jasa yang akan dijadikan standar acuan dalam menilai
kinerja produk atau jasa tersebut (Rangkuti 2002). Penilaian tingkat kepentingan
menggunakan skala Likert lima tingkat, yaitu tidak penting, kurang penting,
cukup penting, penting, dan sangat penting, berurutan dengan skor masing-masing
1 hingga 5. Sedangkan, tingkat kinerja merupakan pelaksanaan aktual yang
diberikan oleh restoran yang dirasakan konsumen, baik produk ataupun pelayanan
(Musanto 2004). Sama halnya dengan tingkat kepentingan, penilaian tingkat
kinerja menggunakan skala Likert lima tingkat dengan keterangan tidak puas,
kurang puas, cukup puas, puas, dan sangat puas, berurutan dengan skor masingmasing 1 hingga 5. Total penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja

masing-masing atribut diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil skor masingmasing dengan jumlah konsumen yang memilih pada skala tersebut. Suatu
rentang skala dibutuhkan untuk menginterpretasikan atribut yang dinilai secara
keseluruhan berdasarkan tingkat kepentingan dan pelaksanaannya (Rangkuti
2002). Rentang skala yang digunakan adalah
Rentang skala = nilai tertinggi

8
Diagram kartesius adalah diagram yang terdiri dari empat bagian yang
dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X dan Y),
dimana X adalah rataan dari bobot tingkat kinerja, sedangkan Y adalah rataan dari
tingkat kepentingan seluruh faktor yang memengaruhi kepuasan konsumen.
Empat kuadran yang ada, yaitu kuadran A (prioritas utama), kuadran B
(pertahankan prestasi), kuadran C (prioritas rendah), dan kuadran D (berlebihan).
Adapun diagram kartesius disajikan pada gambar 2.

Gambar 2 Koordinat kartesius kepuasan konsumen (Rangkuti 2002)
Metode Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan sebagai acuan untuk
menentukan sasaran-sasaran ditahun mendatang (Hill et al. 2007). Terdapat
beberapa tahapan dalam pengukuran CSI. Pertama, menghitung bobot weighting
factors (WF) yang diperoleh dengan membagi nilai rata-rata tingkat kepentingan

terhadap total rata-rata pada tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji.
Kedua, menghitung bobot weighting score (WS) yang merupakan perkalian antara
WF dengan rata-rata tingkat kepuasan (Mean Satisfaction Score). Ketiga,
menghitung bobot weight mean total (WT), yaitu total dari nilai weighting score
(WS) secara keseluruhan. Keempat, menghitung CSI atau indeks kepuasan
konsumen, yaitu dengan perhitungan dari weight mean total (WT) dibagi skala
maksimum (skala terbesar adalah 5), kemudian dikalikan 100%. Langkah terakhir
adalah menentukan tingkat kepuasan konsumen dengan kriteria yang mewakili
kepuasan adalah sangat puas (0.81-1.00), puas (0.66-0.80), cukup puas (0.51-0.65),
kurang puas (0.35-0.50), dan tidak puas (0.00-0.34).

DEFINISI OPERASIONAL

Atribut mutu Pelayanan adalah atribut yang mencakup bagian pelayanan,
meliputi tersedianya makanan/minuman yang tertera pada daftar menu,
fasilitas toilet/washtafel, penataan eksterior dan interior ruangan, keramahan
pelayanan, suasana restoran, kebersihan ruangan dan tempat makan,
kemudahan proses pembayaran, keterampilan pramusaji dalam memberikan
pelayanan yang cepat, dan kecepatan pramusaji dalam menanggapi keluhan
konsumen.

Atribut mutu produk merupakan atribut yang mencakup bagian dari produk
yang meliputi cita rasa, kesesuaian harga, keamanan dan kebersihan

9
makanan/minuman, kesesuaian menu dengan selera, variasi menu,
kesesuaian porsi, serta ukuran dan bentuk potongan hidangan makanan.
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakan dengan apa yang diharapkannya atas
komponen produk dan pelayanan.
Konsumen merupakan responden yang dijadikan perhatian pada penelitian,
dengan kriteria sedang berkunjung ke Restoran Sate Tegal Laka-laka pada
saat pengambilan data dan bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap.
Manajemen penyelenggaraan makanan adalah proses-proses yang dilakukan
dalam penyelenggaraan makanan, meliputi sistem perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Akan tetapi, dalam
penelitian ini hanya meneliti tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan.
Pelaksanaan adalah proses yang terdiri atas pengadaan bahan makanan,
penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan. Penelitian
ini juga mengamati pelaksanaan higiene dan sanitasi makanan di Restoran
Sate Tegal Laka-laka.

Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian/penyajian makanan
kepada konsumen. Penyelenggaraan makanan yang dilakukan termasuk
penyelenggaraan makanan komersial yang dilakukan di Restoran Sate Tegal
Laka-laka, Indraprasta, Bogor.
Perencanaan adalah perumusan dari tindakan-tindakan yang dianggap perlu
untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini yang diamati
adalah perencanaan menu dan anggaran.
Tingkat kepentingan konsumen adalah seberapa penting atribut produk dan
pelayanan bagi konsumen terhadap kinerja Restoran Sate Tegal Laka-laka.
Tingkat kinerja pelayanan adalah sejauh mana kinerja (produk dan pelayanan)
Restoran Sate Tegal Laka-laka menurut konsumen berdasarkan keadaan
aktual.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyelenggaraan Makanan
Gambaran umum
Restoran Sate Tegal Laka-laka bertempat di Jalan H. A. Adnawijaya No.42,
Indraprasta, Bogor. Penyelenggaraan makanan di restoran ini merupakan

penyelenggaraan makanan komersial yang termasuk dalam kategori jasaboga
golongan A2 karena dalam pelaksanaannya melayani masyarakat umum, memiliki
ruangan pengolahan yang terpisah dari ruangan lain, dan mempekerjakan tenaga
kerja (Depkes 2003). Restoran ini memiliki luas bangunan 250 m2 dan kapasitas
150 kursi. Fasilitas lain yang mendukung berupa toilet, mushola, dan lahan parkir
kendaraan. Nama

10
tongseng, gulai, dan tengkleng. Menu minuman khas yang ditawarkan berupa teh
poci yang disajikan khusus menggunakan teko, gelas kecil, dan gula batu.
Pemilik restoran merupakan pimpinan tertinggi yang dalam pelaksanaannya
dibantu oleh supervisor yang membawahi kasir, penjamah makanan, pramusaji,
dan tukang parkir. Total karyawan berjumlah 18 orang (5 orang perempuan dan
13 orang laki-laki). Restoran buka mulai pukul 11.00-22.00 WIB (last order pukul
21.45 WIB).
Perencanaan
Tahap perencanaan dalam penyelenggaraan makanan terbagi menjadi dua,
yaitu perencanaan menu dan anggaran. Perencanaan menu merupakan suatu
kegiatan dalam merencanakan segala sesuatu untuk menghasilkan output yang
maksimal bagi konsumen dan penyelenggara (Moehyi 1992). Pada perencanaan

menu, restoran ini tidak memberlakukan siklus menu karena restoran
menggunakan tipe static menu, yaitu menu yang digunakan statis (tetap) setiap
harinya (Palacio dan Theis 2009). Perencaanaan anggaran merupakan suatu
kegiatan penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan
dengan tujuan agar anggaran belanja bahan untuk memenuhi macam dan jumlah
bahan makanan bagi konsumen yang dilayani dapat sesuai serta menghindari atau
mengurangi pengeluaran yang berlebihan untuk menjamin agar tujuan
penyelenggaraan makanan dapat tercapai (Depkes 2013). Perencanaan anggaran
di restoran ini dilakukan setiap hari oleh pemilik restoran sebagai pengambil
keputusan tertinggi dengan memperhatikan perubahan harga bahan baku makanan
yang ada di pasaran. Perencanaan anggaran berkaitan pula dengan pengecekan
bahan makanan yang digunakan pada hari tersebut ataupun bahan makanan yang
masih tersisa. Dengan demikian, pemilik restoran dapat membuat perencanaan
anggaran dan perencanaan pengadaan bahan makananan untuk keesokan harinya.
Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dalam penyelenggaraan makanan terdiri dari pengadaan
bahan makanan, penerimaan, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian. Palacio
dan Theis (2009) mendefinisikan pengadaan bahan makanan sebagai suatu proses
pembelian atau pengadaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah,
kualitas, dan harga yang sesuai. Pengadaan bahan makanan di restoran ini
dilakukan melalui dua cara, yaitu pembelian langsung di pasar dan pembelian
melalui pemasok khusus. Pembelian secara langsung di pasar dilakukan setiap
hari, meliputi sayur, buah, dan bumbu. Sedangkan, pengadaan daging diperoleh
melalui pemasok khusus, seperti pembelian daging kambing yang dilakukan
setiap hari dan pembelian daging sapi serta ayam yang dilakukan setiap tiga hari
sekali. Jumlah pemasok khusus restoran ini berjumlah lebih dari satu. Selain itu,
terdapat pula perbedaan kuantitas pengadaan bahan makanan yang diperlukan.
Pengadaan bahan makanan untuk weekend (Sabtu-Minggu) biasanya lebih banyak
dibanding weekday (Senin-Jum

11
telah diterima dalam keadaan segar, aman, dan masuk kedalam spesifikasi barang
yang dipesan. Hal ini sesuai dengan Sulaeman (2010) yang menyatakan bahwa
tujuan dari penerimaan adalah untuk memastikan bahwa pangan yang diterima
adalah segar dan aman serta untuk memindahkan pangan ke tempat penyimpanan
dengan tepat. Restoran ini memiliki spesifikasi untuk daging kambing yang
diterima, seperti tidak memiliki bobot kambing dan umur kambing lebih dari
standar yang ditentukan restoran; daging berwarna merah; seratnya halus; elastis
dan tidak lengket; lemaknya berwarna putih; dan beraroma

12
diproduksi hingga saat makanan dan minuman tersebut siap dikonsumsi
konsumen. Higiene sanitasi makanan sebagai suatu upaya untuk mengendalikan
faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin
dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes 2003). Upaya
higiene sanitasi yang dilakukan di Restoran Sate Tegal Laka-laka sudah baik.
Selain itu, didukung pula dengan fasilitas yang cukup memadai. Akan tetapi,
sebaiknya perlu dilakukan peningkatan untuk komponen yang belum sesuai
dengan ketentuan. Hasil penilaian higiene sanitasi Restoran Sate Tegal Laka-laka
merujuk Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil penilaian higiene dan sanitasi Restoran Sate Tegal Laka-laka
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Variabel
Lokasi
Bangunan
Pembagian ruang
Lantai
Dinding
Ventilasi
Pencahayaan/penerangan
Atap
Langit-langit
Pintu
Air bersih
Pembuangan air limbah
Toilet
Tempat sampah
Tempat cuci tangan
Tempat mencuci peralatan
Tempat mencuci bahan makanan
Loker pekerja
Peralatan pencegah masuknya serangga dan
tikus
Dapur
Ruang makan
Gudang bahan makanan
Bahan makanan
Makanan jadi
Proses pengolahan
Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan makanan
Cara penyajian
Ketentuan peralatan
Pengetahuan/sertifikat laik higiene dan
sanitasi makanan
Pakaian kerja
Pemeriksaan kesehatan
Personal hygiene
TOTAL

Bobot
2.0
2.0
1.0
0.5
0.5
1.0
1.0
0.5
0.5
1.0
3.0
2.0
1.0
2.0
2.0
1.0
1.0
1.0
2.0

Nilai
6
10
9
10
10
10
10
10
10
0
10
10
9
10
10
8
8
0
10

Skor
12
20
9
5
5
10
10
5
5
0
30
20
9
20
20
8
8
0
20

7.0
5.0
3.0
5.0
6.0
5.0
4.0
5.0
5.0
15.0
4.0

9
7
10
10
10
10
10
10
8
10
6

63
35
30
50
60
50
40
50
40
150
24

2.0
2.0
7.0

10
2
10

20
4
70
902

Penilaian higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan di Restoran Sate
Tegal Laka-laka terdiri dari 33 variabel yang diamati seperti yang terdapat pada

13
Tabel 4. Setelah dilakukan penilaian, diperoleh skor 902 yang berada pada rentang
901-1000 (Depkes 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum laik
higiene dan sanitasi di Restoran Sate Tegal Laka-laka memiliki tingkat mutu A
merujuk pada Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, terdapat
ketentuan tentang lokasi dan bangunan. Syarat lokasi yang baik adalah tidak
berada pada arah angin dari sumber pencemaran debu, asap, bau, dan cemaran
lainnya. Selain itu, sebaiknya lokasi juga tidak berada pada jarak