Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran

SEBARAN SPASIAL AKTIVITAS AJAG (Cuon alpinus Pallas 1811)
DI TAMAN NASIONAL BALURAN

ANXIOUS YOGA PERDANA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Spasial
Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Anxious Yoga Perdana
NIM E34100062

ABSTRAK
ANXIOUS YOGA PERDANA. Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus
Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA.
Ajag (Cuon alpinus) adalah salah satu predator yang dominan di Taman
Nasional Baluran. Sebaran spasial aktivitas ajag digunakan untuk mengetahui
keberadaan dan pergerakan ajag di berbagai tipe penutupan vegetasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji sebaran spasial aktivitas ajag di SPTN wilayah I Bekol
Taman Nasional Baluran. Lokasi pengamatan meliputi tipe penutupan vegetasi
hutan sekunder, hutan tanaman akasia, hutan pantai, semak belukar, evergreen,
dan savana. Data sebaran spasial perjumpaan langsung menggunakan metode titik
konsentrasi di hutan sekunder dan savana. Metode strip transek digunakan untuk
pengambilan data jejak berupa feses, jejak kaki, dan jejak mangsa berupa tulang
dan bangkai. Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran
dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasinya. Perjumpaan langsung ajag
ditemukan paling banyak di savana dibandingkan dengan tipe penutupan vegetasi

lainnya. Sedangkan jejak aktivitas ajag ditemukan di setiap tipe penutupan
vegetasi dengan presentase jejak aktivitas terbanyak berada di savana.
Kata kunci: ajag, Taman Nasional Baluran, tipe penutupan vegetasi

ABSTRACT
ANXIOUS YOGA PERDANA. Spatial Distribution of Dhole Activity (Cuon
alpinus Pallas 1811) in Baluran National Park. Supervised by YANTO
SANTOSA.
Dhole (Cuon alpinus) is one of the dominant predator in Baluran National
Park. Spatial distribution of ajag activity was determined to find out its
distribution in several types of land cover. The purpose of this research is to study
the spatial distribution of ajag daily activity in SPTN I Bekol of Baluran National
Park. The observed site included secondary forest, acacia plantation forest, coastal
forest, shrub, evergreen, and savanna. Data on direct observation spatial of
distribution were collected using concentration point in secondary forest and
savanna. Strip transect method was used to collect indirect observation datas such
as feces, footprints, and prey’s bones and dead bodies. Spatial distribution of
dhole activities was affected by the type of land cover. Direct encounter ment
found the most number of dhole in savanna compared to other land cover types.
While traces of its activity were found in every type of vegetation with most

percentage types found in savanna.
Keywords: Baluran National Park, dhole, land cover type

SEBARAN SPASIAL AKTIVITAS AJAG (Cuon alpinus Pallas 1811)
DI TAMAN NASIONAL BALURAN

ANXIOUS YOGA PERDANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Sebaran Spasial Aktivitas Ajag (Cuon alpinus Pallas 1811) di
Taman Nasional Baluran
Nama
: Anxious Yoga Perdana
NIM
: E34100062

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh:

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
penelitian ini adalah sebaran spasial, dengan judul Sebaran Spasial Aktivitas Ajag
(Cuon alpinus Pallas 1811) di Taman Nasional Baluran.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa,
DEA selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran.
Penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Baluran yang telah
mengijinkan dan membantu penulis, baik dari segi materil maupun tenaga
sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan terima kasih juga
diberikan kepada ayah (alm), ibu, beserta seluruh keluarga atas dukungan dan
doanya, kepada teman-teman Nepenthes rafflesiana khususnya Tim Banteng atas
suka duka dan kerjasamanya, kepada kakak, teman dan adik di Rimbawan Pecinta
Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan khususnya R-XV (Mentari Purwakasiwi,
Galuh Ajeng Septaria, Fajar Alif Sampangestu, Puspa Diva Nur Aqmarina,
Nurani Hardikananda, Nursinta Arifiani Rosdiana, Mentari Medinawati, Iqbal
Nizar Arafat, Fitri Maharani, Anggi Gustiani) dan Ratna Prasetyowati Putri atas
motivasi dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan
doa dan dukungan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2014
Anxious Yoga Perdana

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

Hipotesis

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Prosedur Penelitian

3

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Spasial Perjumpaan Langsung
Sebaran Spasial Jejak Aktivitas
SIMPULAN DAN SARAN

6
6

10
14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

DAFTAR TABEL

1 Pengamatan titik konsentrasi menurut tipe penutupan vegetasi dan
waktu
2 Pengamatan transek jalur menurut tipe penutupan vegetasi dan jumlah
jalur

4
4

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian sebaran spasial aktivitas ajag di SPTN wilayah 1
Bekol Taman Nasional Baluran
2 Lokasi jalur transek dan titik konsentrasi
3 Perjumpaan langsung ajag di setiap tipe penutupan vegetasi
4 Ajag di savana Bekol Taman Nasional Baluran 2014
5 Ajag di hutan tanaman akasia Taman Nasional Baluran 2009
6 Rusa timor di savana Bekol
7 Banteng di savana Bekol
8 Frekuensi hasil wawancara dan perjumpaan langsung ajag di berbagai
tipe penutupan vegetasi setiap minggunya dari bulan Januari – Maret
2014

9 Peta sebaran spasial perjumpaan langsung ajag
10 Jumlah jejak ajag yang ditemukan setiap jenisnya
11 Jejak aktivitas ajag di setiap tipe penutupan vegetasi
12 Jenis jejak feses ajag di jalan aspal savana Bekol dan hutan tanaman
akasia
13 Jejak kaki ajag di kubangan savana Bekol dan hutan pantai
14 Tulang satwa mangsa ajag di hutan tanaman akasia
15 Satwa mangsa ajag (rusa timor) di hutan sekunder
16 Peta sebaran spasial jejak aktivitas ajag di SPTN I Bekol Taman
Nasional Baluran

2
5
6
7
7
7
7

8
9
10
11

11
12
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1. Uji chi square sebaran spasial perjumpaan langsung ajag
2. Uji chi square sebaran spasial jejak aktivitas ajag

16
16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ajag (Cuon alpinus) adalah anjing hutan yang hidup di dataran Asia. Status
perlindungan ajag berdasarkan International Union for the Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN) Redlist 2013 merupakan kategori satwa
liar yang terancam punah. Populasi ajag dewasa (mature individuals) pada habitat
alami di seluruh dunia diperkirakan tidak lebih dari 2500 ekor dan sampai saat ini
populasinya terus menurun. Beberapa penyebab menurunnya populasi ajag adalah
adanya anggapan masyarakat bahwa ajag merupakan satwa yang merugikan dan
dijadikan sebagai satwa buruan untuk dimusnahkan. Selain itu, kerusakan habitat
satwa mangsa ajag juga memberikan pengaruh terhadap penurunan populasi ajag.
Di Indonesia, ajag hanya dijumpai di pulau Jawa dan Sumatera. Terdapat
dua sub spesies yaitu Cuon alpinus javanicus dan Cuon alpinus sumatrensis. Studi
pustaka tentang ajag di Indonesia sangat kurang. Satu-satunya referensi yang ada
tentang ajag di Indonesia yaitu hasil studi di Taman Nasional Alas Purwo Jawa
Timur oleh Hedges dan Tyson 1996. Belum ada data yang pasti mengenai
populasi ajag yang hidup di pulau Sumatera dan Jawa.
Keberadaan ajag di pulau Jawa diketahui terdapat pada Taman Nasional
Alas Purwo, Gede Pangrango, Gunung Halimun Salak, Ujung Kulon dan Baluran
(Ario 2013). Di kawasan Taman Nasional Baluran, ajag merupakan salah satu
predator yang dominan. Keberadaan ajag diperkirakan menjadi ancaman bagi
satwa herbivora, khususnya rusa timor (Rusa timorensis) dan anakan banteng (Bos
javanicus) yang menjadi sumber makanan utama ajag di Taman Nasional Baluran.
Dalam kondisi tertentu, ajag menyerang mangsa yang lebih besar seperti kerbau
dan banteng (Lekagul dan Mc Neely 1977). Berdasarkan laporan kegiatan
Pengendali Ekosistem Hutan (2005), kondisi tersebut merupakan salah satu
penyebab penurunan populasi banteng di kawasan Taman Nasional Baluran.
Data mengenai sebaran spasial aktivitas ajag sangat diperlukan untuk
mengetahui pengaruh ancaman tersebut. Oleh sebab itu, kajian sebaran spasial
aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran berguna untuk mengetahui keberadaan
dan pergerakan ajag. Identifikasi sebaran spasial aktivitas ajag mencakup aktivitas
yang terlihat baik secara perjumpaan langsung maupun tidak langsung dari jejak
yang ditinggalkan. Hasil sebaran spasial aktivitas ajag diharapkan dapat
mendukung pengelolaan ajag yang ada sehingga terjamin kelestarian dan
keseimbangan ekosistem di Taman Nasional Baluran.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sebaran spasial aktivitas ajag di
SPTN wilayah I Bekol Taman Nasional Baluran.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan data terbaru mengenai
sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran sehingga dapat dijadikan

2
salah satu acuan bagi pengelolaan dalam pengambilan kebijakan sebagai usaha
pelestarian banteng yang berpotensi sebagai pakan ajag. Selain itu, hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai rujukan bagi kepentingan penelitian lainnya yang
berhubungan dengan bidang ekologi ajag.
Hipotesis
Hipotesis yang diuji yaitu:
H0: Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran merata.
H1: Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran di pengaruhi
oleh tipe penutupan vegetasi.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian sebaran spasial aktivitas ajag dilaksanakan pada SPTN wilayah I
Bekol Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur
(Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dari Februari - Maret 2014.

Gambar 1 Lokasi penelitian sebaran spasial aktivitas ajag di SPTN wilayah 1
Bekol Taman Nasional Baluran

3
Prosedur Penelitian
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang hal-hal
yang telah dipelajari oleh peneliti sebelumnya mengenai ajag. Beberapa literatur
yang digunakan dalam studi pustaka merupakan hasil-hasil penelitian, laporan
kegiatan yang berada di perpustakaan Taman Nasional Baluran dan informasi
yang diperoleh dari situs internet mengenai ajag.
Wawancara
Wawancara ditujukan kepada 20 orang yang terdiri dari PEH dan POLHUT
serta 10 masyarakat di kawasan Taman Nasional Baluran. Kegiatan ini bertujuan
untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan ajag beserta penyebarannya di
Taman Nasional Baluran. Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Lokasi dan tipe penutupan vegetasi daerah sebaran ajag.
b. Jumlah ajag yang terlihat pada bulan Januari dan Februari 2014 pada
periode waktu tertentu (jam) dan aktivitas yang sedang dilakukan.
c. Satwa yang menjadi mangsa dan predator ajag.
Observasi Lapang
Observasi lapang dilakukan sebelum pengumpulan data untuk memastikan
bahwa data-data yang diperoleh dari wawancara merupakan informasi yang benar.
Selain itu juga digunakan sebagai pertimbangan penentuan titik-titik pengamatan
yang tepat sehingga diperoleh data yang representatif. Penentuan lokasi tersebut
disesuaikan dengan kondisi peta kerja tutupan vegetasi Taman Nasional Baluran.
Pengambilan Data
Data sebaran spasial aktivitas ajag yang diambil yaitu perjumpaan langsung
dan jejak aktivitas. Data sebaran spasial perjumpaan langsung menggunakan
metode titik konsentrasi (consentration count) di tipe penutupan vegetasi savana
Bekol dan hutan sekunder yang berada di daerah Manting. Savana Bekol
merupakan tempat berkumpulnya satwa mangsa seperti rusa timor sedangkan
hutan sekunder di daerah Manting berdasarkan hasil observasi lapang ditemukan
keberadaan ajag sedang beraktivitas makan. Pengamatan dilakukan setiap pagi,
sore, dan malam hari sebanyak 3 kali pengulangan selama 2 jam sedangkan hutan
sekunder hanya pagi dan sore. Pada savana terdapat 3 titik pengamatan dengan
jarak antar titik ±500 meter. Pada hutan sekunder terdapat 3 titik dengan jarak
antar titik ±200 meter (Tabel 1).
Parameter yang diamati berupa jumlah, jenis kelamin, struktur umur, dan
aktivitas ajag yang dijumpai secara langsung. Pengambilan data berupa gambar
ajag menggunakan kamera Canon Powershot SX 50. Global Positioning System
(GPS) Garmin 76CSx digunakan untuk menandai titik perjumpaan langsung.
Pencatatan waktu aktivitas ajag menggunakan jam tangan. Data yang didapat
berdasarkan pengamatan lapang dicacat dalam tallysheet.

4
Tabel 1 Pengamatan titik konsentrasi menurut tipe penutupan vegetasi dan waktu
Savana
Hutan sekunder
Waktu
Titik
Pengulangan
Titik
Pengulangan
konsentrasi
(hari)
konsentrasi
(hari)
Pagi
3
3
3
3
(06.00-08.00 WIB)
Sore
3
3
3
3
(15.00-17.00 WIB)
Malam
3
3
(19.00-21.00 WIB)
Metode strip transek digunakan untuk mengamati data sebaran spasial jejak
aktivitas. Garis pengamatan yang dibuat berupa jalur dengan panjang minimal ±2
km dan lebar ±50 m pada setiap tipe penutupan vegetasi. Parameter yang diamati
meliputi feses, jejak kaki, dan jejak mangsa berupa tulang dan bangkai. Tabel 2
menunjukkan lokasi pengamatan mencangkup hutan sekunder, hutan tanaman
akasia, hutan pantai, semak belukar, evergreen, dan savana. Total panjang transek
80 km pada seluruh tipe penutupan vegetasi.
Jalur transek yang dilakukan mengikuti jalan aspal dan jalan setapak yang
sudah ada. Hal ini disebabkan penemuan jejak ajag saat observasi lapang berada
di kondisi tapak yang bersih tidak ada serasah maupun rumput diatasnya. Selain
itu, sulitnya mendeteksi jejak ajag pada tapak yang keras, rumput, serasah
disebabkan ukuran tubuh ajag yang ringan (±20 kg) sehingga memaksimalkan
jalur-jalur tersebut untuk memperoleh data yang representatif.
Data spasial jejak aktivitas ajag didokumentasikan menggunakan kamera
Canon Powershot SX 50 dan ditandai koordinatnya menggunakan GPSmap
76CSx. Pengukuran panjang jejak ajag menggunakan meteran. Selain itu, meteran
digunakan sebagai pembanding saat pengambilan dokumentasi. Data yang
terkumpul dituliskan pada tallysheet sebagai rekapan data selain pada GPS.
Tabel 2 Pengamatan transek jalur menurut tipe penutupan vegetasi dan jumlah
jalur
Tipe penutupan vegetasi
Hutan
Jalur
Total
Hutan
Hutan
Semak
tanaman Savana
Evergreen
sekunder pantai
belukar
akasia
Jumlah
5
2
4
3
4
2
20
Koordinat perjumpaan langsung dan jejak aktivitas dalam GPS akan di
digitasi kedalam peta Taman Nasional Baluran menggunakan sotfware ArcGIS 9.3.
Digitasi tersebut digunakan untuk melihat sebaran spasial aktivitas ajag secara
geografis. Secara geografis dapat dilihat pada gambar 2 peta lokasi pengambilan
data untuk jalur transek dan titik konsentrasi.

5

Gambar 2 Lokasi jalur transek dan titik konsentrasi

Analisis Data
Pengujian hipotesis menggunakan rumus Chi-Square (� 2 ) yang dinotasikan
sebagai berikut:
∑ �0 − �� 2
]
�� = [
��
Keterangan:
� 2 : Nilai chi-kuadrat
�� : Frekuensi yang diharapkan
�0 : Frekuensi yang diperoleh/diamati

2
�ℎ�

2
�tabel
= � 2 (∝ ; Db)
Keterangan:
Taraf nyata: ∝ = 5% = 0.05
Derajat bebas: Db = 5

Kriteria uji:
2
2
 Jika �hitung
≤ �tabel
, maka terima H0
2
2
 Jika �hitung > �tabel , maka tolak H0

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran spasial perjumpaan langsung

Tipe penutupan
vegetasi

Hasil penelitian perjumpaan langsung menunjukkan bahwa ajag lebih
banyak ditemukan di daerah savana dibandingkan tipe penutupan vegetasi lainnya
(Gambar 3). Sebanyak 20 individu ditemukan di savana dan 7 individu ditemukan
di hutan sekunder (Gambar 4). Ajag tidak ditemukan pada tipe penutupan vegetasi
seperti evergreen, semak belukar, hutan tanaman akasia, dan hutan pantai. Hasil
ini sesuai dengan laporan Pengendali Ekosistem Hutan (PEH 2005) yang
menyatakan bahwa ajag sering dijumpai di savana. Hal ini didukung dengan
pernyataan Durbin et al (2004) bahwa ajag juga memanfaatkan hutan terbuka atau
padang rumput lebih banyak dibandingkan hutan tertutup. Pada tahun 2009,
terdapat dokumentasi keberadaan ajag di hutan tanaman akasia Taman Nasional
Baluran (Gambar 5). Hasil camera trap beberapa lokasi kawasan konservasi
lainnya di Indonesia menunjukkan bahwa ajag ditemukan di dataran rendah
hingga dataran tinggi seperti di Taman Nasional Gede Pangrango dan Gunung
Halimun Salak mencapai ketingginan ±1300 mdpl (Ario 2013).
Evergreen
Semak belukar
Savana
Hutan tanaman akasia
Hutan pantai
Hutan sekunder

0
0
20
0
0
7

Jumlah (ind)
Gambar 3 Perjumpaan langsung ajag di setiap tipe penutupan vegetasi
Uji hipotesis sebaran spasial perjumpaan langsung ajag menunjukkan bahwa
2
keberadaan ajag dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi (�ℎ�
. >
�� =
2
�0.05 = .
). Faktor yang mempengaruhi sebaran spasial perjumpaan
langsung ajag yaitu keberadaan satwa mangsa. Komponen habitat yang penting
bagi ajag adalah pakan. Johnsingh (1985) menyatakan bahwa salah satu faktor
utama yang mempengaruhi keberadaan ajag adalah kelimpahan mangsa.
Beberapa mangsa buruan utama ajag di Taman Nasional Baluran yaitu rusa
timor yang berkumpul di daerah savana Bekol. Berdasarkan klasifikasi pakan ajag,
rusa timor merupakan pilihan utama ajag dan selalu tersedia (preferred food)
dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya. Beberapa studi pustaka menunjukkan ajag
menyukai mangsa yang berukuruan sedang ±75 kg. Salah satunya yaitu studi
pustaka mengenai pakan musiman di barat laut Bhutan yang menunjukkan bahwa
jenis pakan rusa sambar (Rusa unicolor) paling diminati yaitu sebesar 51,3%
dibandingkan spesies lainnya (Kamler et al 2011).

7

Gambar 4 Ajag di savana Bekol
Taman
Nasional
Baluran 2014

Gambar 5 Ajag di hutan tanaman
akasia Taman Nasional
Baluran 2009

Savana Bekol merupakan habitat yang sangat penting bagi keberadaan rusa
timor sebagai tumpuan sumber pakan dan aktivitas lainnya. Populasi rusa timor di
Taman Nasional Baluran sangat melimpah hingga mencapai 500 individu.
Sehingga keberadaan rusa timor di tipe penutupan vegetasinya selain savana
Bekol sangat kecil. Rusa timor merupakan satwa grazzer yang menggantungkan
hidupnya pada rumput yang berada di savana Bekol. Savana Bekol merupakan
savana yang tergolong datar sehingga pengamatan predator terhadap mangsanya
semakin luas. Menurut Santosa et al (2008), pola sebaran spasial rusa timor yaitu
berkelompok.

Gambar 6 Rusa timor di savana Bekol

Gambar 7 Banteng di savana Bekol

Satwa mangsa lainnya yang terancam adalah anakan banteng (Bos
javanicus) di Taman Nasional Baluran. Hasil pengamatan ditemukan banteng
jantan dewasa sedang berada di savana Bekol. Banteng yang dijumpai soliter
dewasa tua sedangkan menurut Alikodra (1983), banteng hidup secara
berkelompok untuk mempertahankan diri dari serangan predator. Pada saat
pengamatan dijumpai seekor banteng tua yang menghindari keberadaan ajag di
savana Bekol (Gambar 7). Hoorgerwerf (1970) menyatakan bahwa banteng yang
sudah tua dan mendekati waktu kematian akan memisahkan diri dan menjadi
banteng soliter sehingga rawan untuk menjadi mangsa satwa predator.
Sulitnya perjumpaan banteng khususnya di savana Bekol dipengaruhi
adanya keberadaan ajag pada lokasi tersebut. Sabarno (2001) menyatakan bahwa
selain perburuan oleh manusia, keberadaan ajag merupakan salah satu ancaman
bagi banteng. Hal ini menyebabkan banteng memilih tipe penutupan vegetasi
lainnya yang lebih aman untuk menghindari serangan predator. Padahal savana
Bekol merupakan habitat yang mendukung kelangsungan hidup banteng. Hal

8
tersebut juga didukung oleh pernyataan Alikodra (1983) bahwa banteng menyukai
padang rumput atau savana yang terletak pada daerah yang berbukit sampai datar
serta berdekatan dengan sumber air akan tetapi bedasarkan hasil pengamatan
banteng hanya dijumpai sekali berada di savana Bekol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas ajag yang terlihat yaitu
makan dan berburu rusa timor di savana Bekol dan hutan sekunder. Aktivitas ini
terlihat pada pagi dan sore hari. Durbin et al (2004) menyatakan bahwa ajag
merupakan satwa diurnal yang aktif pada waktu fajar hingga senja. Hal ini
dipengaruhi oleh satwa mangsanya yaitu rusa timor yang merupakan satwa
diurnal.
Ajag lebih memilih berburu secara berkelompok untuk mendapatkan
mangsa yang besar seperti rusa timor bahwa kelompok ajag yang dijumpai saat
berburu berjumlah 3-20 individu. Hasil penelitian menunjukkan beberapa pustaka
menyatakan bahwa ajag dapat berburu sendiri atau berpasangan tergantung pada
ketersediaan mangsa (Cohen 1977). Ajag menyukai perburuan terhadap mangsa
yang masih hidup, namun dijumpai juga ajag memakan sisa-sisa bangkai banteng,
rusa, dan babi (PEH 2005). Bedasarkan hasil pengamatan lapang, ajag selalu
ditemukan berburu mangsa hidup yaitu rusa timor. Kelompok ajag akan memakan
mangsa buruan yang sudah tertangkap secara bersama-sama tanpa adanya
kompetisi yang nyata. Beberapa ajag terlihat berjaga-jaga di sekitar area
pemangsaan. Hal tersebut merupakan salah satu strategi dalam berkomukasi
sehingga saat ajag makan kondisi sekitar tetap teramati (PEH 2005).
Hasil perjumpaan langsung dengan ajag di savana Bekol menunjukkan
waktu yang tidak kontinu (Gambar 8). Hal ini disebabkan adanya kewaspadaan
yang lebih tinggi dari rusa timor setelah ajag berburu di savana. Selain itu, adanya
satwa mangsa ajag lainnya yang tersebar di berbagai tipe penutupan vegetasi.
Penelitian di Mundumalai Wildlife Sanctuary India memperlihatkan bahwa ajag
cenderung menggunakan tempat berburu yang bervariasi dalam teritorinya secara
rotasi (Venkataraman 1998).
Hutan sekunder
Hutan tanaman akasia

Jumlah

2

Hutan pantai
Savana
1*

1*

1

1*

0
1

2

3

4

5

6
7
Minggu ke

8

9

10

11

12

Keterangan: *Perjumpaan langsung

Gambar 8 Frekuensi hasil wawancara dan perjumpaan langsung ajag di
berbagai tipe penutupan vegetasi setiap minggunya dari bulan
Januari – Maret 2014

9
Hasil wawancara menunjukan bahwa ajag ditemukan di berbagai tipe
penutupan vegetasi lainnya selain savana. Aktivitas yang dilakukan yaitu berburu
dan makan. Pada hutan sekunder, ajag menyerang babi hutan (Sus scrofa) di
daerah SPTN wilayah II Karangtekok. Hasil pengamatan tidak menemukan babi
hutan di daerah savana Bekol. PEH (2005) menyatakan bahwa kondisi babi hutan
saat ini merupakan salah satu pengaruh adanya serangan ajag yang tinggi di
savana Bekol. Pada tahun 1990-an, populasi babi hutan sangat tinggi. Babi hutan
merupakan salah satu makanan favorit ajag selain rusa timor dan kambing ternak
(Fox 1983). Secara geografis dapat dilihat pada gambar hasil perjumpaan
langsung ajag dan hasil wawancara (Gambar 9).

Gambar 9 Peta sebaran spasial perjumpaan langsung ajag
Jumlah ajag yang ditemukan dalam sekali perjumpaan yaitu 20 ekor dengan
sex ratio 1:4 (Gambar 3). Beberapa bukti menunjukkan bahwa ajag memiliki rasio
jenis kelamin betina lebih dominan daripada jantan yaitu 1:5 dalam kelompok
(Durbin et al 2004). Secara umum struktur umur dapat ditentukan bedasarkan
ukuran tubuh. Persamaan ukuran tubuh ajag yang ditemukan mengindikasikan
bahwa hasil tersebut merupakan ajag dewasa di savana Bekol dan hutan sekunder.
Hal ini didukung oleh pernyataan Venkataraman (1998), ajag yang berburu
merupakan ajag dewasa yang berumur sekitar 15 bulan. Ajag dewasa memiliki
tinggi sekitar 42-50 cm dan panjang badan 88-113 cm (Lekagur dan Mc Neely
1977).

10
Sebaran spasial jejak aktivitas
Pada umumnya seluruh satwa liar meninggalkan suatu jejak untuk
menunjukan keberadaannya di alam. Davidar (1975) menyatakan bahwa jejak
ajag ditinggalkan untuk menandai wilayahnya. Jenis jejak ajag yang dijumpai saat
penelitian berupa tapak kaki, feses, tulang, dan bangkai mangsa. Jejak yang
ditemukan merupakan jejak baru yang ditinggalkan ajag pada saat pengamatan.
Jejak tersebut menggambarkan bahwa ajag melakukan aktivitas membuang
kotoran, berjalan, dan makan.
Terdapat 98 jejak aktivitas ajag yang ditemukan tersebar di berbagai tipe
penutupan vegetasi (Gambar 10). Feses ajag merupakan jenis jejak yang
ditemukan paling banyak dengan jumlah 78 buah. Feses tersebut ditemukan
berada ditempat terbuka yang tidak ada rumput dibawahnya. Kondisi tempat
ditemukan feses berada di jalan aspal dan tegakan akasia yang sudah tidak tumbuh
rumput. Penelitian Karanth dan Sunquist (1995) pada hutan tropis India juga
menujukkan bahwa feses yang ditemukan berada di tengah jalan. Jenis jejak yang
ditemukan lainnya yaitu 15 tulang mangsa, 3 bangkai mangsa, dan 2 kaki ajag.

Jenis jejak

Bangkai mangsa

3

Tulang mangsa

Kaki ajag

15
2

Feses ajag

78
Jumlah (buah)

Gambar 10 Jumlah jejak ajag yang ditemukan setiap jenisnya
Sebaran spasial jejak aktivitas ajag terbanyak berada di savana diikuti oleh
hutan sekunder, semak belukar, hutan tanaman akasia, hutan pantai, dan
evergreen. Hal ini menunjukkan bahwa ajag berada di setiap tipe penutupan
vegetasi. Hasil tersebut berbeda dengan sebaran spasial perjumpaan langsung
aktivitas ajag yang hanya ditemukan di tipe penutupan vegetasi savana dan hutan
sekunder. Berdasarkan IUCN (2013), ajag dapat ditemukan dalam berbagai tipe
penutupan vegetasi yaitu hutan primer, hutan sekunder dan bentuk terdegradasi
dari hutan gugur kering dan lembab tropis, hutan cemara dan semi-evergreen,
hutan duri kering, padang rumput mosaik-scrub-hutan, dan padang rumput alpine
(di atas 3.000 mdpl).
Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa keberadaan jejak ajag di
Taman Nasional Baluran dipengaruhi adanya keberadaan mangsanya. Hal tersebut
sama dengan perjumpaan langsung yang paling banyak ditemukan di tipe
penutupan vegetasi savana. Terdapat 44 buah jejak aktivitas yang terdapat pada
savana (Gambar 11). Bedasarkan hasil jejak aktivitas ajag, keberadaan mangsa
ajag yang tersebar disetiap tipe penutupan vegetasinya menunjukkan bahwa ajag
mengikuti pergerakan mangsanya dalam kebutuhan pakan.

Tipe penutupan vegetasi

11

Evergreen

3

Semak belukar

15

Savana

44

Hutan tanaman akasia
Hutan pantai
Hutan sekunder

13
6
17

Jumlah (buah)
Gambar 11 Jejak aktivitas ajag di setiap tipe penutupan vegetasi
Hasil uji hipotesis menyimpulkan bahwa sebaran spasial jejak aktivitas ajag
2
2
dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi (�ℎ�
. > �0.05
= .
).
�� =
Penyebaran jejak di setiap tipe penutupan vegetasi tidak sama. Hal ini disebabkan
keberadaan mangsa utama ajag yang terkonsentrasi di savana. Selain itu, savana
dapat memenuhi kebutuhan satwa herbivora dalam memenuhi kebutuhan
nutrisinya.
Feses merupakan salah satu indikasi keberadaan ajag yang mudah
ditemukan di Taman Nasional Baluran. Data penelitian menunjukkan bahwa feses
tersebar di setiap tipe penutupan vegetasi sehingga diduga terdapat beberapa
kelompok yang hidup di kawasan Taman Nasional Baluran. Gambar 12
menunjukkan feses ajag yang berada di jalan aspal savana Bekol dan hutan
tanaman akasia.

Gambar 12 Jenis jejak feses ajag di jalan aspal savana Bekol
dan hutan tanaman akasia
Presentase feses yang ditemukan saat penelitian yaitu sebesar 79.6%.
Savana memiliki presentase ditemukannya feses ajag terbesar yaitu 44.9%.
Berdasarkan feses tersebut diduga satwa mangsa ajag yang utama yaitu rusa timor.
Data tersebut sama dengan penelitian mengenai pakan musiman ajag di barat laut
Bhutan. Berdasarkan identifikasi feses terdapat 51,3% rusa sambar sebagai pakan
ajag saat musim hujan (Kamler et al 2011). Hal ini menunjukkan bahwa
palabilitas pakan ajag berupa mamalia besar dengan ukuran sedang seperti rusa
timor.

12

Gambar 13 Jejak kaki ajag di kubangan savana Bekol
dan hutan pantai
Jejak kaki ajag merupakan salah satu satu jenis jejak yang sulit ditemukan
karena kecilnya ukuran kaki dan berat badan ajag dewasa yang relatif ringan.
Berat badan ajag berkisar antara 10-20 kg sehingga jejak kaki tidak nampak pada
tanah yang keras. Jejak kaki ajag yang ditemukan pada kubangan yang berada di
savana Bekol nampak secara jelas karena kondisi tanah tersebut sebelumnya
terkena air hujan (Gambar 13). Selain itu, pada hutan pantai yang berjenis tanah
pasir juga ditemukan jejak kaki ajag secara jelas. Sedangkan lokasi yang
berdekatan dengan sumber air alami pada hutan pantai tidak ditemukan adanya
jejak ajag.

Gambar 14 Tulang satwa mangsa ajag
di hutan tanaman akasia
Hutan tanaman akasia berdekatan dengan savana Bekol yang digunakan
oleh rusa timor untuk berteduh saat siang hari. Kondisi topografi yang datar
mempertinggi presentase keberhasilan ajag dalam berburu rusa timor sebagai
mangsa utama. Tulang tersebut ditemukan pada hutan tanaman akasia yang relatif
terbuka (Gambar 14). Berdasarkan ukuran dan bentuknya, beberapa tulang yang
ditemukan merupakan tulang rusa timor. Terdapat feses ajag di sekitar tulang
tersebut sehingga diduga tulang tersebut merupakan sisa mangsa ajag. Selain itu,
tidak ditemukan tanda-tanda andanya keberadaan manusia melakukan perburuan
satwa dengan meninggalkan jerat kawat (slink) ataupun alat buru lainnya.
Pada daerah Manting ditemukan 3 bangkai satwa mangsa ajag berupa rusa
timor anakan, betina dewasa, dan jantan dewasa (Gambar 15). Pemangsaan
tersebut dilakukan pada saat pagi hari. Terdapat beberapa rusa timor yang selamat
dari perburuan ajag dengan melarikan diri ke arah laut. Pada kondisi satwa
mangsa sedikit, ajag terlihat memakan sisa-sisa bangkai satwa (Selvan 2013).
Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan bangkai satwa
selain dari pemangsaan ajag. Hal ini disebabkan adanya kelimpahan satwa mangsa
ajag di Taman Nasional Baluran.

13

Gambar 15 Satwa mangsa ajag (rusa timor) di hutan sekunder
Bedasarkan letak geografisnya, data sebaran spasial jejak aktivitas ajag
menunjukkan keberadaan jejak yang cenderung mengelompok (Gambar 16).
Terdapat dua daerah yang mengelompok yaitu di daerah savana Bekol dan semak
belukar pada HM 20. Pada daerah savana sudah jelas bahwa lokasi tersebut
merupakan sumber pakan ajag. Beberapa indikasi jejak ajag berada di lokasi
sekitar HM 20 disebabkan adanya hewan ternak seperti kerbau dan sapi warga
yang digembalakan pada daerah tersebut. Hal tersebut memicu adanya kawanan
kelompok ajag yang lainnya untuk mendapatkan mangsa. Beberapa laporan warga
masyarakat Sumberwaru bahwa ajag sering menyerang hewan ternaknya saat
sedang digembalakan. Kondisi tersebut disebabkan adanya kemudahan dalam
pemangsaan hewan ternak daripada satwaliar. Hal ini menguntungkan bagi
pengelola untuk mengurangi penggembalaan hewan ternak di dalam kawasan
Taman Nasional Baluran.

Gambar 16 Peta sebaran spasial jejak aktivitas ajag di SPTN I Bekol Taman
Nasional Baluran

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebaran spasial aktivitas ajag di Taman Nasional Baluran dipengaruhi
oleh tipe penutupan vegetasinya. Perjumpaan langsung dengan ajag paling banyak
ditemukan di savana dibandingkan dengan tipe penutupan vegetasi lainnya.
Sedangkan jejak aktivitas ajag ditemukan di setiap tipe penutupan vegetasi dengan
presentase jejak aktivitas terbanyak berada di savana.
Saran
1. Inventarisasi populasi ajag di kawasan Taman Nasional Baluran untuk
memperbarui data nasional tentang status keberadaan ajag di dunia.
2. Adanya kerjamasama dengan lembaga konservasi lainnya dalam hal kamera
trap untuk penelitian ajag sebagai salah satu satwa predator yang dilindungi
agar memperoleh data demografi yang lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 1983. Ekologi banteng (Bos javanicus d’Alton) di Taman Nasional
Ujung Kulon [tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Ario A. 2013. Ajag (Cuon alpinus) predator yang terlupakan. Makalah ekologi
dan konservasi satwaliar. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Cohen J. 1977. A review of the biology of the dhole or Asiatic wild dog (Cuon
alpinus, Pallas). Anim. Reg. Stud. 1:141- 158.
Davidar ERC. 1975. Ecology amd behavior of the dhole or India wild dog Cuon
alpinus (Pallas). The wild canids. Pp 109-119.
Durbin LS, Venkataraman S, Hedges, Duckworth W. 2004. Dhole (Cuon alpinus).
Pp. 210-219 in Canids: foxes, wolves, jackals and dogs. Status survey and
conservation action plan (C. Sillero-Zubiri, M. Hoffmann, and D.W.
Macdonald, eds.). IUCN/ SSC Canid Specialist Group, Gland, Switzerland.
Fox MW. 1983. The Whistling Hunters: Field Studies of The Asiatic Wild Dog.
New York: Scribner.
Hoogerwerf A. 1970. Ujung kulon The Land of The Javan Rhinocheros. E. J.
Brilol Leiden.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Resources. 2013. The
IUCN Red List of Threatened Species: Cuon alpinus. Version 2013.2.
.Hoogerwerf A. 1970. Ujungkulon The Land of The
Javan Rhinocheros. E. J. Brilol Leiden.
Johnsingh AJT. 1985. Distribution and status of dhole Cuon alpinus Pallas 1881
in South Asia. Mammalia 49: 203-208.

15
Kamler JF, Sonam WW, Kinzang L, Ute S, David WM. 2011. Seosonal diet of
dhole (Cuon alpinus) in northwestern Bhutan. Mammalian biology. 76(1):
518-520.
Karanth KU, Sunquist ME. 2000 Behavioural correlates of predation by tiger
(Panthera tigris), leopard (Panthera pardus) and dhole (Cuon alpinus) in
Nagarahole, India. Journal of Zoology (London) 250:255-256.
Lekagul B, Mc Neely JA. 1977. Mamalls of Thailand. Bangkok (1): Shakamfhat
Co.
[PEH] Pengendali Ekosistem Hutan. 2005. Laporan kegiatan studi pola perilaku
dan sebaran ajag di Taman Nasional Baluran. Situbondo (ID): Balai Taman
Nasional Baluran.
Sabarno MY. 2001. Savana Taman Nasional Baluran. Biodiversitas. 3(1) 207-212.
Santosa Y, Diah A, Agus PK. 2008. Pendugaan model pertumbuhan dan
penyebaran spasial populasi rusa timor (Cervus timorensis de Blainville
1822) di Taman Nasional Alas Purwo. Vol 13: Pp 1-7.
Selvan KM, Gopi GV, Syed AH. 2013. Dietary preference of the asiatic wild dog
(Cuon alpinus) in India. Mammalian Biology. 78: 486-489.
Venkataraman AB. 1998. Male-biased adult sex-ratios and their significance for
cooperative breeding in dhole Cuon alpinus packs. Ethology. 104: 678-684.

16
Lampiran 1 Uji chi square sebaran spasial perjumpaan langsung ajag.
Tipe penutupan vegetasi
Hutan sekunder
Hutan pantai
Hutan tanaman akasia
Savana
Semak belukar
Evergreen
Jumlah

F0

Fe

(F0 – Fe )2

7
0
0
20
0
0
27

4.5
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5
27

6.25
20.25
20.25
240.25
20.25
20.25
-

(F0 – Fe )2
Fe
1.39
4.50
4.50
53.39
4.50
4.50
72.78

X2hitung

X2tabel
(α=0.05,Db=4)

Kesimpulan uji Chi square

72.78

11.07

Sebaran spasial perjumpaan langsung ajag
dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi
Kriteria uji:

2

X

2

X

2
hitung < X tabel ,
2

hitung > X tabel ,

maka terima H0
maka terima H0

Lampiran 2 Uji chi square sebaran spasial jejak aktivitas ajag.
Tipe penutupan vegetasi
Hutan sekunder
Hutan pantai
Hutan tanaman akasia
Savana
Semak belukar
Evergreen
Jumlah
X2hitung

65.10

F0

Fe

(F0 – Fe )2

17
6
13
44
15
3
98

16.3
16.3
16.3
16.3
16.3
16.3
98

0.44
106.78
11.11
765.44
1.78
177.78
-

X2tabel
(α=0.05,Db=4)
11.07

Kesimpulan uji Chi square
Sebaran spasial jejak aktivitas ajag
dipengaruhi oleh tipe penutupan vegetasi
Kriteria uji:

2

X

(F0 – Fe )2
Fe
0.03
6.54
0.68
46.86
0.11
10.88
63.94

2
hitung < X tabel ,

maka terima H0

X2hitung > X2tabel , maka terima H0

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 24 Juli 1992 dari ayah Rochhadi
Pratopo Birowo (alm) dan ibu Diah Lukiana Kurniawati. Penulis adalah putra
pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 6
Madiun dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada
tahun 2012 di Cagar Alam Pangandaran - Gunung Sawal Jawa Barat, Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) tahun 2013 di Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW), dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) pada bulan Januari - Februari
2014 di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur.
Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampus, antara lain
panitia Forester Cup tahun 2012, panitia Bina Corps Rimbawan tahun 2012,
anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowista
(HIMAKOVA) 2011-2012 serta anggota Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA)
sejak tahun 2011.

.