Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia Sappan Linn.) Pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes.

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN SECANG
(Caesalpinia sappan Linn.) PADA WANITA DEWASA DENGAN
PRADIABETES

MERTIEN SA’PANG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efek
Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia sappan Linn.) pada Wanita
Dewasa Dengan Pradiabetes” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015
Mertien Sa‟pang
NIM I151120041

RINGKASAN
MERTIEN SA‟PANG. Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia
sappan Linn.) Pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes. Dibimbing oleh
MUHAMMAD RIZAL MARTUA DAMANIK dan HADI RIYADI.
Saat ini diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
paling sering ditemui secara global. Diabetes mellitus adalah penyebab utama
keempat atau kelima kematian di beberapa negara berpenghasilan tinggi dan juga
mulai menjadi penyakit epidemik di banyak negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat
prevalensi pradiabetes juga cukup tinggi dimana hasil studi Diabetes Prevention
Program (DPP) menunjukkan bahwa 10% penderita pradiabetes diperkirakan
akan menjadi penderita diabetes setiap tahunnya. Mengingat besarnya dampak
negatif yang disebabkan oleh prevalensi diabetes yang tinggi sehingga perlu
dilakukan strategi pencegahan progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Salah

satunya dengan pemanfaatan minuman fungsional (minuman secang).
Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh intervensi
minuman secang terhadap kadar glukosa darah dan kadar insulin puasa pada
dewasa dengan pradiabetes. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis
tingkat konsumsi, aktivitas fisik serta pengaruh intervensi minuman secang
terhadap kadar glukosa darah puasa (GDP), dan kadar insulin puasa pada dewasa
dengan pradiabetes. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental
one group pre and post-test dengan 11 orang subjek dengan kriteria inklusi antara
lain: wanita berusia 20-60 tahun; hasil skrining awal GDP 100-125 mg/dL; telah
mendapat penjelasan penelitian dan bersedia menandatangani informed consent..
Kriteria eksklusi antara lain: berpartisipasi dalam penelitian lain, mengonsumsi
suplemen secara rutin dan menjalani terapi pengobatan. Pada penelitian ini subjek
diberikan intervensi minuman secang. Pembuatan produk intervensi berupa
minuman secang dilakukan di IPB Dramaga, sedangkan pengambilan darah dan
analisis glukosa darah dilaksanakan di Klinik Muhammadiyah Bubulak, Kab.
Bogor dan analisis insulin puasa di Laboratorium Departemen Patologi Klinik RS
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan sejak
bulan Maret 2014 hingga Januari 2015.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi karakteristik yaitu
usia, pendidikan terakhir, status pernikahan dan besar keluarga, status gizi

berdasarkan indeks massa tubuh melalui pengukuran berat badan dan tinggi
badan, data konsumsi pangan food-recall 3x24jam selama intervensi, aktivitas
fisik, kadar glukosa darah puasa (GDP) dan insulin puasa subjek sebelum dan
setelah intervensi. Analisis statistik deskriptif dilakukan pada data karakteristik
responden meliputi usia, pendidikan terakhir, status pernikahan, besar keluarga,
indeks massa tubuh (IMT), data konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Untuk
menganalisis perbedaan GDP dan insulin sebelum dan setelah intervensi minuman
menggunakan uji t berpasangan setelah uji normalitas Saphiro-Wilk.
Sebagian besar subjek memiliki status gizi overweight (63.64%),
kelompok usia dewasa lanjut (41-60 tahun) (63.6%), tingkat pendidikan rendah
(81.8%), status pernikahan menikah (90.9%), dan ukuran keluarga kecil (≤ 4

anggota keluarga) (63.6%). Untuk tingkat kecukupan zat gizi sebagian besar
subjek memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat ringan dan sedang
(masing-masing 36.4%), tingkat kecukupan protein defisit tingkat ringan,sedang
dan berat (masing-masing 27.3%), tingkat kecukupan lemak defisit tingkat berat
(45,5%), dan tingkat kecukupan karbohidrat cukup (72.7%). Terjadi penurunan
rata-rata kadar glukosa darah puasa subjek setelah intervensi secara signifikan
(p0.05).
Melalui penelitian ini terlihat bahwa minuman secang dapat menurunkan

kadar glukosa darah puasa pada dewasa dengan pradiabetes, namun tidak
mempengaruhi kadar insulin. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
interaksi antar komponen aktif dengan zat gizi dan obat.
Kata kunci:

minuman secang, pradiabetes, kadar glukosa darah, kadar insulin
puasa

SUMMARY
MERTIEN SA‟PANG. Antihyperglycemic Effect of Sappanwood (Caesalpinia
sappan Linn.) Drinks in Prediabetic Women. Supervised by MUHAMMAD
RIZAL MARTUA DAMANIK dan HADI RIYADI.
Diabetes mellitus is one of the most common non-communicable diseases,
globally. Diabetes mellitus is the fourth or fifth leading cause of death in the highincome countries and also began to become an epidemic disease in many low and
middle income countries. The prevalence of diabetes is estimated to increase
given the prevalence of prediabetes is also high enough. Study from Diabetes
Prevention Program (DPP) showed that 10% of people with prediabetes were
expected to become diabetics annually. Given the magnitude of the negative
impact caused by the high prevalence of diabetes, prevention strategies for
progression of prediabetes becomes diabetes need to be conducted. One of them is

utilization of functional drinks (sappanwood drinks).
The main objective of this study was to determine the antihyperglycemyc
effect of sappanwood drinks in prediabetic women. There were four specific aims
of the present study: to determine consumption, level of nutritional adequacy, and
physical activity of subjects during the intervention; to analyze the effect of
sappanwood drinks compared pre and post intervention on fasting blood glucose
(FBG) of subject and; to analyze effect of sappanwood drinks compared pre and
post intervention on fasting insulin level of subject. This study used quasi
experimental one group pre and post-test design with 11 subjects with inclusion
criteria: female, age 20-60 year, FBG 100-125 mg/dL. The exclusion criteria
were participating in other research, taking supplements and/or drugs. In this
study, subjects asked to drink 3x200 ml of sappanwood drinks/day for 28 days.
Manufacture products was conducted in Bogor Agricultural University (IPB)
Dramaga; sappanwood drinks intervention to blood sampling was conducted in
Balai Pengobatan Muhammadiyah, Bubulak, Bogor; whereas blood analysis was
conducted in the Laboratory of Muhammadiyah, Bogor and Department of
Clinical Pathology Laboratoty Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The entire
research activities were conducted from March 2014 to January 2015.
Data collected from study participants included subject characteristics;
nutritional status; food recall 3x24 hours; physical activity; fasting blood glucose;

and fasting insulin level. Data analysis was performed using descriptive and
inferential. Descriptive analysis performed for subject characteristics, nutritional
status, food consumption and physical activity. To analyzed the differences
between fasting blood glucose and fasting insulin level before and after the
intervention tested by paired t-test. Before analysis, the normality test beforehand
on all variables used Shapiro Wilk test.
Most subjects had overweight nutritional status (63.64%), older adult
group (41-60) (63.6%) , low education level (81.8%), married (90.9%), and small
family (≤ 4 family members) (63.6%). For adequacy of nutrient level, most
subjects had mild and moderate deficit of energy intake (each 36.4%); mild,
moderate, and severe deficit of protein intake (each 27.3%); severe deficit of fat
intake (45.5%); and sufficient of carbohydrate intake (72.7%). Mean FBG

subjects significantly decreased after intervention of sappanwood drinks (p
0.05).
The result of this research suggested that the sappanwood drinks might
decrease fasting blood glucose in adult with prediabetes. Further study is required
in randomized control trial and the interaction between bioactive compound and
drugs.
Keywords:


fasting blood glucose,
sappanwood drinks,

fasting

insulin

level,

prediabetes,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN SECANG
(Caesalpinia sappan Linn.) PADA WANITA DEWASA DENGAN
PRADIABETES

MERTIEN SA’PANG

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan topik
“Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia Sappan Linn.) Pada
Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof drh Muhammad Rizal
Martua Damanik, MRepSc, PhD dan Dr Ir Hadi Riyadi, MS selaku komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan saran, masukan dan motivasi kepada
penulis, serta Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi selaku dosen penguji luar komisi atas
saran dan perbaikan guna penyempurnaan tesis ini.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua yang selalu
mendukung dan menjadi inspirator penulis Rusdin B. Sa‟pang, Agustina Kombo‟,
Junarti serta kakak yang selalu membantu penulis Titien Sa‟pang dan adik-adik
pemberi semangat Desi Sa‟pang, Syahputra Sa‟pang, Syahres Sa‟pang, Syahreni
Sa‟pang dan Syahrul Sa‟pang.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada semua
pihak yang telah membantu, terutama kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Unggulan Dikti selama penulis

menjalankan studi di Sekolah Pascasarjana IPB dan Dr Drs Saifuddin Siradjuddin,
MSi (Pembimbing Skripsi) yang telah memberikan rekomendasi untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang master di Program Studi Ilmu Gizi
Masyarakat, SPS-IPB serta segala saran dan masukan selama penulis menempuh
studi. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua Program
Studi Ilmu Gizi Masyarakat, para dosen, dan seluruh staf yang selalu membantu
penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada teman-teman GMS S2 2012,
teman-teman “Dara-Daeng Gizi” dan Forum Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi
Selatan atas bantuan, kebersamaan, dan dukungannya selama ini “Kalian Luar
Biasa!”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Indria Ramadhani
sebagai rekan dalam penelitian ini atas kerjasama dan dukungan selama penelitian
berlangsung. Penulis menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari kata sempurna.
Semoga karya ilmiah tesis ini membawa manfaat.

Bogor, Oktober 2015

Mertien Sa’pang

i


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

ii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Mellitus dan Pradiabetes
Pangan Fungsional
Secang (Caesalpinia sappan Linn.)

1
3
3
3
4
4
5
9
9

3 KERANGKA PEMIKIRAN

11

4 METODE
Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian
Bahan Penelitian
Cara Penarikan Subjek
Tahapan Penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional

13
14
14
14
16
17
19
21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Status Gizi Subjek
Karakteristik Subjek
Konsumsi Pangan
Aktivitas Fisik
Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Glukosa Darah Puasa
Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Kadar Insulin Puasa

22
23
23
24
26
27
30

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

32
32
32

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

40

ii

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek
Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data
Kategori status gizi berdasarkan IMT
Kategori tingkat kecukupan enerrgi dan zat gizi makro
Kategori tingkat aktivitas fisik
Sebaran status gizi subjek
Sebaran karakteristik subjek
Rata-rata asupan dan tingkat konsumsi subjek
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro subjek
Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik
Kadar GDP sebelum dan setelah intervensi
Pengaruh faktor perancu terhadap perubahan kadar glukosa darah
Kadar insulin puasa sebelum dan setelah intervensi
Pengaruh faktor perancu terhadap perubahan kadar insulin puasa

14
17
20
20
21
23
24
25
26
27
28
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kerangka konsep diabetes
Progresivitas diabetes mellitus tipe 2
Alur metabolik pradiabetes dan sindrom metabolik
Struktur kimia brazilin
Kerangka pikir efek antihiperglikemik minuman secang pada pradiabetes
Jumlah dan tahapan penarikan subjek penelitian
Skema alur penelitian
Pengaruh fruktosa-2,6-bifosfat pada proses glikolisis
Mekanisme aksi insulin

6
7
8
10
13
15
16
29
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Lembar persetujuan kode etik
Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan
Diagram alir proses pembuatan minuman secang

37
38
39

1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang terus-menerus terutama
setelah makan karena kekurangan insulin yang diproduksi kelenjar pankreas atau
ketidakmampuan beberapa sel untuk menggunakan insulin (Sandjaja 2009). Saat
ini diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang paling sering
ditemui secara global. Diabetes adalah penyebab utama keempat atau kelima
kematian di beberapa negara berpenghasilan tinggi dan juga mulai menjadi
penyakit epidemik di banyak negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Dengan adanya komplikasi penyakit dari diabetes, seperti arteri
koroner dan penyakit pembuluh darah perifer, stroke, nefropati diabetes,
amputasi, gagal ginjal dan kebutaan yang mengakibatkan cacat meningkat,
harapan hidup berkurang dan biaya kesehatan masyarakat yang sangat
besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diabetes salah satu masalah kesehatan
yang paling mengancam di abad 21 (Sicree et al. 2010).
Pada tahun 2012, International Diabetes Federation (IDF) dalam IDF
diabetes atlas memperkirakan 371 juta jiwa atau 8.3% dari 4,4 milyar penduduk
dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2030 diperkirakan
meningkat menjadi 551 juta jiwa. Indonesia sendiri menduduki posisi ke-7
jumlah penduduk usia 20-79 tahun penderita diabetes terbanyak dengan 7,6 juta
jiwa (4,81%) setelah Cina, India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Mexico.
Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat prevalensi
toleransi glukosa terganggu (TGT) yang biasa disebut pradiabetes juga tinggi
dimana diperkirakan prevalensi TGT sebanyak 6.24% dari populasi penduduk
dunia usia 20-79 tahun dan diperkirakan akan meningkat hingga 6.7% pada tahun
2030. Di Indonesia sendiri dilaporkan dalam Riskesdas 2007 prevalensi TGT
sebesar 10.2% dari penduduk usia >15tahun di perkotaan. Beberapa studi
menyatakan bahwa diperkirakan 70% penderita TGT akan menjadi penderita
diabetes dalam beberapa tahun. TGT merupakan kondisi kadar glukosa darah di
atas normal, tapi belum memenuhi standar diagnosis diabetes. Kondisi ini
merupakan tahap kritis di mana bila tidak dilakukan perubahan gaya hidup dan
pengobatan yang adekuat maka subjek akan menderita diabetes.
Tingginya jumlah penderita diabetes juga memberikan dampak negatif pada
perekonomian. Perkiraan pengeluaran kesehatan global untuk mengobati dan
mencegah diabetes dan komplikasinya diperkirakan akan mencapai USD 376
miliar pada tahun 2010. Pada tahun 2030, angka ini diproyeksikan melebihi USD
490 miliar. Disajikan dalam Dolar International (ID), yang mengoreksi perbedaan
dalam daya beli, diperkirakan pengeluaran global terhadap diabetes akan
setidaknya ID 418 miliar pada 2010, dan setidaknya ID 561 miliar pada tahun
2030. Rata-rata diperkirakan USD703 (ID878) per orang akan digunakan untuk
diabetes pada tahun 2010 secara global (IDF 2011).
Mengingat besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh prevalensi
diabetes yang tinggi sehingga perlu dilakukan strategi pencegahan baik terhadap
penderita pradiabetes maupun progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Salah
satunya dengan pemanfaatan tanaman obat untuk menangani berbagai gejala

2
diabetes dan sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara ilmiah
mempunyai kemampuan antihiperglikemik diantaranya kumis kucing, jahe,
secang dan flavonoid jeruk (Indariani 2011).
Salah satu bentuk pemanfaatan tanaman-tanaman obat tersebut diantaranya
adalah dengan memformulasikan dalam bentuk makanan atau minuman
fungsional berbasis herbal. Pangan fungsional merupakan pangan yang karena
kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar
manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Badan
Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional adalah pangan
olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan
kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan
dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005).
Kayu secang sangat dikenal terutama di Sulawesi sebagai pemberi warna
pada air minum dan juga digunakan dalam pembuatan minuman tradisional yaitu
bir pletok dan wedang secang (Winarti dan Nurdjanah 2005). Selain itu kayu
secang juga digunakan sebagai obat diabetes oleh masyarakat di Kalimantan Barat
(Indariani 2011). Selain di Indonesia, kayu secang juga digunakan sebagai
minuman fungsional untuk antihaus, darah kotor, antidiabetik, dan tujuan lainnya
di India, Korea, Thailand, Taiwan dan Filipina.
Secara empiris, kayu secang digunakan sebagai obat luka, batuk berdahak,
darah kotor, penawar racun, sipilis, menghentikan pendarahan, pengobatan
pascapersalinan, desinfektan, antidiare dan astringent (Winarti dan Nurdjanah
2005). Selain secara empiris, beberapa tahun terakhir kayu secang juga sudah
terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas farmakologi sebagai cytotoxic dan
antitumor, antimikroba, antivirus, antiinflamasi, imunostimulan, aktivitas
hipoglikemik, anticomplementary, hepatoprotektif dan lainnya.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak kayu
secang memiliki kemampuan antihiperglikemik atau antidiabetik diantaranya,
kandungan brazilin dari secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa
pada plasma darah tikus diabetes tetapi tidak meningkatkan kadar insulin,
meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi glukosa pada otot hewan
diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011),
pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari
mengakibatkan penurunan kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara
signifikan daripada pemberian glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012), brazilin
memiliki aktivitas hipoglikemik pada tikus diabetes dimana brazilin
meningkatkan metabolisme glukosa (Kim et al. 1995 dalam Badami et al. 2004).
Selain brazilin, dalam ekstrak secang juga terkandung kuersitin dan tanin yang
diduga memiliki aktivitas antihiperglikemik yang dapat berperan dalam inhibisi
enzim α-glukosidase dan α-amilase (Cai et al. 2004).
Selain itu, Sireeratawong et al. (2010) telah melakukan uji toksisitas
terhadap ekstrak kayu secang di tikus yang menunjukkan bahwa ekstrak kayu
secang tidak memiliki efek toksik baik pada tikus jantan dan betina pada
pemberian dosis 250, 500, 1000 dan 5000mg/kgBB dimana tidak terdapat
kelainan baik itu pada parameter berat badan dan organ, hematologi, pemeriksaan
kimia darah, necropsy, dan histopatologi pada kelompok intervensi dibandingkan
dengan kelompok kontrol.

3
Belum adanya laporan terkait efek antihiperglikemik kayu secang pada
manusia serta kebiasaan warga Sulawesi Selatan yang mengonsumsi air rebusan
kayu secang menarik minat penulis untuk melakukan penelitian mengenai
pemanfaatan air rebusan kayu secang sebagai minuman fungsional untuk
penderita pradiabetes.

Perumusan Masalah
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menggunakan kayu secang sebagai
pemberi warna pada air minum sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi
minuman fungsional bagi penderita diabetes. Dari hasil penelitian sebelumnya
kandungan brazilin yang terdapat pada kayu secang memiliki sifat hipoglikemik
(Badawi 2004), kandungan tanin yang terdapat di kayu secang setelah perebusan
selama 20 menit bersifat astringent (Winarti dan Nurdjanah 2005) sehingga dapat
menghambat penyerapan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah.
Minuman fungsional yang masuk ke dalam tubuh, akan melewati sistem
pencernaan yang kompleks. Lambung manusia mengandung HCl yang mampu
mempengaruhi aktivitas dari komponen-komponen dalam minuman fungsional,
selain itu setelah diabsorpsi dan masuk ke dalam tubuh akan terjadi mekanisme
aktivasi dan inaktivasi, distribusi dan sekresi suatu senyawa yang melibatkan
berbagai reaksi kimia dan enzimatis, sehingga diperlukan pengujian efek
antihiperglikemik dalam keseluruhan sistem metabolisme tubuh untuk
memperoleh data yang lebih representatif. Oleh karena itu diperlukannya studi
lebih lanjut terkait efek antihiperglikemik minuman secang pada penderita
pradiabetes.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efek
antihiperglikemik minuman secang pada dewasa dengan pradiabetes. Tujuan
khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji konsumsi pangan wanita dewasa dengan pradiabetes.
2. Mengkaji aktivitas fisik wanita dewasa dengan pradiabetes.
3. Menganalisis pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar glukosa
darah puasa (GDP) pada wanita dewasa dengan pradiabetes
4. Menganalisis pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar insulin
puasa pada wanita dewasa dengan pradiabetes.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Intervensi minuman secang berpengaruh terhadap penurunan kadar gula
darah dan kadar insulin puasa pada dewasa dengan pradiabetes.

4
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah tentang efek
antihiperglikemik minuman secang pada wanita dewasa dengan pradiabetes.

5
2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus dan Pradiabetes
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price dan Wilson 2005). Prevalensi kejadian diabetes mellitus di
dunia cukup tinggi bahkan merupakan penyebab kematian keempat atau kelima di
beberapa negara berpenghasilan tinggi dan mulai menjadi penyakit epidemik di
beberapa negara berpenghasilan menengah dan rendah. Beberapa penelitian
terakhir menunjukkan saat ini negara berkembang menghadapi masalah diabetes
yang cukup berat salah satunya adalah Indonesia (Sicree et al. 2010).
Kejadian diabetes biasanya disertai dengan adanya komplikasi penyakit
seperti arteri koroner dan penyakit pembuluh darah perifer, stroke, nefropati
diabetes, amputasi, gagal ginjal dan kebutaan yang mengakibatkan cacat
meningkat, harapan hidup berkurang dan biaya kesehatan masyarakat yang sangat
besar (Sicree et al. 2010). Perkiraan pengeluaran kesehatan global untuk
mengobati dan mencegah diabetes dan komplikasinya diperkirakan akan
mencapai USD 376 miliar pada tahun 2010. Pada tahun 2030, angka ini
diproyeksikan melebihi USD 490 miliar. Disajikan dalam Dolar International
(ID), yang mengoreksi perbedaan dalam daya beli, diperkirakan pengeluaran
global terhadap diabetes akan setidaknya ID 418 miliar pada 2010, dan setidaknya
ID 561 miliar pada tahun 2030. Rata-rata diperkirakan USD703 (ID878) per orang
akan digunakan untuk diabetes pada tahun 2010 secara global (IDF 2011).
Diabetes merupakan penyebab utama terjadinya gangguan penglihatan dan
amputasi pada orang dewasa, serta menjadi penyebab terjadinya gagal ginjal,
gangguan saraf, serangan jantung dan stroke (Gambar 1). Sebagian besar kasus
diabetes terbagi atas dua tipe yaitu tipe 1 (insulin-dependent diabetes mellitus)
dan tipe 2 (noninsulin-dependent diabetes mellitus) (Harvey dan Ferrier 2011).
Diabetes mellitus tipe 1 (DM tipe 1) adalah penyakit autoimun yang diturunkan
secara genetik dengan gejala-gejala yang secara bertahap menyebabkan perusakan
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Pada diabetes mellitus tipe 2 (DM
tipe 2), faktor genetik juga menjadi faktor risiko dan juga dipengaruhi oleh status
gizi, pola makan dan gaya hidup. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi
insulin dan kerja insulin (Price dan Wilson 2006).
Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat prevalensi
penderita pradiabetes juga cukup tinggi. Pradiabetes atau hiperglikemik
intermediet merupakan suatu keadaan di mana seseorang memiliki risiko tinggi
terhadap terjadinya penyakit DM tipe 2 (Gambar 2) yang diindikasikan
berdasarkan kadar glukosa darah yang berada di atas normal dan di bawah
ambang batas diagnosis penyakit diabetes (WHO 2006). Kondisi pradiabetes
dapat diindikasikan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah
mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada di antara 140-199 mg/dl yang
sering disebut kondisi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan/atau kadar glukosa
darah puasa pada selang 100-125 mg/dl yang sering disebut kondisi glukosa darah
puasa terganggu (GPT) (Nathan et al. 2007). Prevalensi pradiabetes di dunia
diperkirakan mencapai 344 juta orang dan diprediksi akan meningkat menjadi 470

6
juta orang di seluruh dunia pada tahun 2030 (IDF 2009). Menurut National
Diabetes Fact Sheet, pada tahun 2011 jumlah penderita pradiabetes yang berusia
di atas 20 tahun yang teridentifikasi sebanyak 79 juta orang atau sebesar 25.4%.
Prevalensi GPT di USA diperkirakan sebanyak 26%, sedangkan prevalensi TGT
sebanyak 15% dengan jumlah total 57 juta penduduk dewasa di USA dinyatakan
penyandang pradiabetes. IDF menyebutkan bahwa tahun 2013 prevalensi TGT
yang menjadi salah satu kriteria pradiabetes pada penduduk yang berusia dewasa
20-79 tahun di kawasan Asia Pasifik adalah sebesar 6.8% atau sekitar 110.1 juta
orang. Indonesia berada di peringkat kedua di bawah China sebagai negara
dengan jumlah prevalensi diabetes usia 20-79 tahun terbanyak di kawasan Asia
Pasifik dengan jumlah 8.5 juta orang.
Diabetes Tipe 1

Diabetes Tipe 2

Pemicu sistem imun

Obesitas

Kerusakan autoimun sel β
pada individu dengan
faktor genetik

Resistensi insulin
disertai dengan

ditandai oleh

Penurunan
fungsi sel β

Hiperinsulinemia
Hilangnya
kemampuan sekresi
insulin

Diabetes Tipe 1

Diabetes Tipe 2

sering dengan gejala

biasa dengan gejala
Tanpa
Gejala

Poliuria
Polidipsia
Polifagia

Ketosis mungkin absen
atau moderat pada
diabetes tipe 2

Metabolisme abnormal

↑ Pemecahan
jaringan
protein

↑Glikogenolisis

↓ Penyerapan
Glukosa ke
sel

↑ Lipolisis

↑ Asam Lemak
bebas di
plasma

↑Glukoneo
genesis

Poliuria
Polidipsia
Polifagia

Defisiensi insulin absolut
atau relatif

↑ Produksi
glukosa di hati

Komplikasi jangka panjang

Komplikasi
makrovaskular
seperti

Komplikasi
mikrovaskular
seperti

Stroke

Retinopati

Penyakit
Cardiovaskular

Nepropati
Neuropati

↑ Produksi
badan keton di
hati

Hiperglikemia

Ketoacidosis

Gambar 1 Kerangka konsep diabetes (Harvey dan Ferrier 2011)

7
Menurut Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2007) prevalensi
pradiabetes yang ditandai dengan TGT di Indonesia pada penduduk yang berusia
di atas 15 tahun dan bertempat tinggal di perkotaan adalah sebesar 10.2%. Jumlah
tersebut diperkirakan sekitar 24 juta penduduk Indonesia telah mengalami
kelainan ini. Hal tersebut merujuk pada pemeriksaan glukosa di mana kadar
glukosa yang terdeteksi antara 140-199 mg/dl.
Resistensi
insulin

Hiperinsulinemia

Toleransi glukosa
terganggu

Genetik
Obesitas
Gaya hidup sehat
Penuaan

Penurunan fungsi
sel β

Diabetes
tipe 2

Genetik
Toksisitas glukosa
Toksisitas asam lemak bebas

Komplikasi Mikrovaskular (Retinopati, nepropati,
neuropati)

Komplikasi makrovaskular (stroke, penyakit kardiovaskular)

Gambar 2 Progresivitas diabetes mellitus tipe 2 (Harvey dan Ferrier 2011)
Pradiabetes adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa darah seseorang
berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam
kondisi diabetes. Toleransi glukosa terganggu (TGT) merupakan suatu keadaan
pradiabetes yang terdeteksi di mana kadar glukosa darah 2 jam post prandial
mencapai 140-199 mg/dl. Diagnosis TGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah
seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada di antara
140-199 mg/dl. Sedangkan GPT adalah suatu kondisi pradiabetes di mana
terdiagnosis kadar glukosa darah puasa pada selang 100-125 mg/dl (Nathan et al.
2007). Kadar glukosa darah yang tinggi juga disebut hiperglikemik. Pada
penderita DM tipe 2 atau pradiabetes hiperglikemik disebabkan oleh peningkatan
produksi glukosa dari gluconeogenesis di hati, disertai dengan penurunan
penggunaan glukosa di periferal (Harvey dan Ferrier 2010).
Kondisi pradiabetes juga memiliki hubungan simultan dengan keberadaan
resisten insulin dan disfungsi sel beta pankreas sebelum proses pengubahan
glukosa darah. Penderita pradiabetes 5-10% lebih berpotensi menjadi penderita
diabetes per tahunnya dibandingkan pada kondisi normoglikemik (WHO 2006).
Oleh karena itu dengan mengontrol penderita pradiabetes ini dapat menurunkan
potensi terjadinya penyakit diabetes mellitus.
Resistensi insulin merupakan kondisi dimana tubuh dapat memproduksi
insulin namun tidak dapat menggunakannya secara baik. Sel-sel otot, lemak dan
hati pada orang yang mengalami resistensi insulin tidak dapat merespon insulin
dengan baik sehingga tubuh membutuhkan insulin lebih banyak (NIDDK 2008).
Penyebab terjadinya resitensi insulin diantaranya adalah (1) kelainan genetik dari
satu atau lebih protein yang membantu daya kerja insulin (2) malnutrisi janin (3)
peningkatan adipositas viseral. Resistensi insulin terjadi sebagai bagian dari

8
sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik yang merupakan faktor risiko
diabetes tipe 2, aterosklerosis, hipertensi bergantung pada genetik individu
(Lebovitz 2001).
Sebagian besar penderita pradiabetes dan sindrom metabolik memiliki status
gizi lebih atau obes. Pelepasan jaringan adiposa menjadi asam lemak bebas yang
berlebih dapat meningkatkan faktor risiko metabolik yang dapat menyebabkan
diabetes dan CVD (Deng dan Scherer 2010). Peningkatan asam lemak bebas
menginduksi resistensi insulin di otot, yang menyebabkan peningkatan kadar
glukosa plasma. Dalam jangka panjang, asam lemak bebas yang tinggi dapat
mengganggu fungsi sel beta melalui lipotoxicity, yang juga dapat mengakibatkan
konsentrasi glukosa yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan karena peningkatan
output glukosa dari hati, selain itu asam lemak bebas yang tinggi juga
mengakibatkan peningkatan trigliserida plasma (TG), yang dapat menurunkan
high-density lipoprotein (HDL) kadar kolesterol (Gambar 4) (Grundy 2012).
Proinflamasi
Protrombotik

Glukosa

Dislipidemia

Gambar 3 Alur metabolik pradiabetes dan sindrom metabolik (Grundy 2012)
Mengingat besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh prevalensi
Diabetes yang tinggi sehingga perlu dilakukan strategi pencegahan baik terhadap
pradiabetes maupun progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Cara
pencegahannya dengan melakukan screening pradiabetes, perubahan gaya hidup,
program penurunan berat badan melalui metode medik dan terapi pengobatan.
American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan untuk melakukan
screening (pemeriksaan GDP, HbA1C dan/atau pemeriksaan toleransi glukosa
oral) pada dewasa yang memiliki status gizi overweight dan faktor risiko (Sue
Kirkman et al. 2012). Perubahan gaya hidup merupakan strategi utama yang
direkomendasikan. Hal ini dikarenakan perubahan gaya hidup mencegah
progresivitas diabetes secara efektif serta dapat juga menurunkan faktor risiko
diabetes lainnya seperti obesitas, hipertensi dan dislipidemia. Perubahan gaya
hidup yang dimaksud dengan peningkatan aktivitas fisik (rutin melakukan

9
olahraga intensitas sedang 30-60 menit/hari, paling tidak 5 kali/minggu) dan
perubahan pola makan, diet rendah karbohidrat atau energi serta peningkatan
konsumsi serat (Garber AJ et al. 2008). Penderita pradiabetes harus menurunkan
berat badan sebanyak 5% hingga 10 % dan harus terus dijaga. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup tersebut harus terus
dilakukan dalam jangka waktu lama agar dapat memberikan manfaat yang
diinginkan (Lindström et al. 2006; Kosaka et al. 2005).
Namun perubahan gaya sulit untuk terus dipertahankan, dilain pihak strategi
pencegahan menggunakan terapi pengobatan maupun penurunan berat badan
secara medik hanya diperuntukkan untuk kelompok pradiabetes yang sangat
berisiko tinggi (Lindström et al. 2006). Pangan fungsional yang berasal dari
tanaman obat bisa menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mencegah diabetes dan sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara
ilmiah mempunyai kemampuan antihiperglikemik diantaranya kumis kucing, jahe,
secang dan flavonoid jeruk (Indariani 2011).

Pangan Fungsional
Badan Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional
sebagai pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional
yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti
tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005).
Muchtadi (2001) menyatakan bahwa pangan fungsional memiliki tiga fungsi
dasar yaitu sensori (warna dan penampilan menarik serta cita rasa yang enak),
nutrisional (bergizi tinggi), dan fisiologikal (memberi pengaruh fisiologis bagi
tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain mencegah
timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, meregulasi kondisi ritme
fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan membantu proses penyembuhan
(recovery).
Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat
dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan
(bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan alami; (2)
Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari; (3)
Mempunyai fungsi tertentu pada saat dikonsumsi, serta dapat memberikan peran
dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh,
mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah
sakit, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan
(BPOM 2005).

Secang (Caesalpinia sappan Linn.)
Tanaman secang (Caesalpinia sappan Linn.) termasuk family
Leguminoseae dan merupakan divisi lignin dari tanaman kelas Magnoliopsida dan
genus Caesalpinia. Kulit kayunya dimanfaatkan orang sebagai bahan
pengobatan, pewarna, dan minuman penyegar. Secang dikenal dengan berbagai
nama, seperti seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), lacang

10
(Minangkabau), secang (Sunda, Jawa dan Madura), sepang (Sasak), supa (Bima),
sepal (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti), sema (Manado), dolo
(Bare), sapang (Makassar), sepang (Bugis), sepen (Halmahera selatan), savala
(Halmahera utara), sungjang (Ternate), roro (Tidore), sappanwood (Inggris), suou
(Jepang), sibukao (Filipina), faang (Thailand), dan vang nhuom (Vietnam) (Heyne
1987 dan Lemmens dan Soetjipto 1992).
Kayu secang banyak digunakan sebagai pewarna pada minuman. Kayu
secang bewarna jingga (brazilin) saat awal setelah ditebang dan dengan cepat
berubah warna menjadi merah (brazilein) karena terekspos dengan oksigen
(Adawiyah dan Indriati 2003). Heyne (1987) menyatakan bahwa secang dapat
tumbuh pada berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 m di atas permukaan
laut, di tempat yang agak rindang tetapi lebih baik di tempat terbuka, diperbanyak
dengan biji, tersebar di India, Myanmar, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Sejak
dahulu kayu secang digunakan sebagai pewarna merah coklat untuk makanan
(Kalimantan), tikar (Pahang), dan kain sampai abad ke-19, yang akhirnya terdesak
oleh pewarna yang lebih praktis (Lemmens dan Soetjipto 1992). Sekarang kayu
secang terutama digunakan sebagai obat. Bahan ini dapat digunakan untuk
mengobati penyakit muntah darah, memar berdarah, murus darah dan juga dapat
digunakan sebagai obat sipilis dan sebagai obat luar untuk dioleskan. Masyarakat
di Kalimantan Barat telah menggunakan ekstrak kayu secang secara tradisional
sebagai obat diabetes. Selain itu ekstrak air dari kayu secang juga digunakan
untuk mengobati penyakit diabetes dan komplikasinya (You et al. 2005). Ekstrak
metanol dari kayu secang ini menunjukkan efek anti hiperglikemik dengan
meningkatkan toleransi glukosa (Widiyantoro et al. 2006).

Gambar 4 Struktur kimia brazilin (Jun et al. 2008)
Brazilin, yang bila teroksidasi akan menjadi brazilein, merupakan bahan
aktif dalam tanaman secang yang memiliki aktivitas farmakologi seperti relaksasi
pembuluh darah, anti arterosklerosis, analgesic (penahan sakit), hipoglikemik, anti
inflamasi, sitotoksik, aktivitas kontraksi otot, anti bakteri, anti viral dan
antioksidan (Jun et al. 2008).
Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak kayu
secang memiliki kemampuan antihiperglikemik dimana brazilin secara signifikan
dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes dengan
meningkatkan sensitivitas insulin dan tidak terdapat kenaikan dalam kadar insulin.
Selain itu, terdapat kenaikan pada sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi
glukosa pada otot pada hewan diabetes yang diberi brazilin 3x500mg sehari
selama 14 hari (Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011). Pemberian ekstrak kayu

11
secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari mengakibatkan penurunan
kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian
glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012), penelitian lain juga menyatakan bahwa
brazilin dapat meningkatkan metabolisme glukosa pada tikus diabetes (Kim et al.
1995 dalam Badami et al 2004).
Berdasarkan beberapa penelitian, ekstrak secang juga memiliki aktivitas
inhibisi terhadap enzim α-glukosidase dan α-amilase. Komponen dalam ekstrak
secang yang diduga memiliki aktivitas antihiperglikemik adalah kuersetin dan
tannin (Diana 2010; Cai et al 2004). Tannin dalam kayu secang sangat tinggi dan
merupakan komponen dominan dalam polifenol kayu secang. Tanin dapat
membentuk kompleks dengan protein enzim sehingga enzim akan kehilangan
kemampuannya sebagai katalisator.
Menurut penelitian Moon et al. (1990), Komponen kaesalpin P,
sappankalkon, 3-deoksisappanon,brazilin, dan protosappanin A telah
diidentifikasi sebagai inhibitor terhadap enzim aldosa reduktase yang dapat
menyebabkan komplikasi pada diabetes, dimana pemberian sappankalkon dengan
dosis sebesar 105 mol/l dapat menghambat aldosa reduktase sebesar 84% (Moon
et al. 1986; Li et al. 2004) sehingga dapat menghambat terjadinya diabetes
neuropati (Indariani 2011).
Selain itu, uji toksisitas ekstrak kayu secang juga sudah dilakukan oleh
Sireeratawong et al. (2010) pada tikus. Uji toksisitas dilakukan pada dosis akut
(5000mg/kgBB) dan subakut (250, 500, dan 100mg/kgBB) dengan berpedoman
pada pedoman yang dikeluarkan oleh WHO dan Organization of Economic
Cooperation and Development TG420 (OECD). Hasilnya menunjukkan bahwa
ekstrak kayu secang tidak memiliki efek toksik baik pada tikus jantan dan betina
pada pemberian dosis 250, 500, 1000 dan 5000mg/kgBB dimana tidak terdapat
kelainan baik itu pada parameter berat badan dan organ, hematologi, pemeriksaan
kimia darah, necropsy, dan histopatologi pada kelompok intervensi dibandingkan
dengan kelompok kontrol.

12
3 KERANGKA PEMIKIRAN

Telah lama diketahui bahwa DM tipe 2 merupakan penyakit degeneratif
yang berbasis genetik dengan sifat poligenik, dimana apabila komponen genetik
tersebut distimulasi oleh gaya hidup yang salah seperti pola makan tidak sehat,
aktivitas fisik rendah dan obesitas berpotensi menimbulkan DM tipe 2.
Pradiabetes merupakan kondisi dimana terdapat kelainan pada hasil tes
toleransi glukosa tetapi tidak dapat memenuhi kriteria diabetes melitus. Orang
dengan pradiabetes dianggap berisiko tinggi terhadap diabetes dari masyarakat
umum (Price 2005). Untuk menangani masalah diabetes yang tinggi selain strategi
penanggulangan, strategi pencegahan juga perlu dilakukan baik terhadap
pradiabetes maupun progresivitas TGT menjadi diabetes. Pada penderita TGT,
intervensi farmakologis perlu diberikan, bila setelah melakukan pola makan sehat
dan latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar
glukosa darah. Ada dua macam obat hipoglikemik berdasarkan cara
pemberiannya, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang disebut obat
hipoglikemik oral atau antidiabetes oral. Namun adanya efek samping dari
penggunaan obat, sehingga masyarakat saat ini cenderung menggunakan pangan
fungsional sebagai salah satu pilihan pengobatan termasuk konsumsi minuman
secang.
Pada awalnya kayu secang lebih dikenal sebagai pemberi warna pada air
minum dan juga digunakan dalam pembuatan minuman tradisional seperti bir
pletok dan wedang secang. Di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, kayu secang
dimasukkan ke dalam air minum saat dimasak, karena penggunaan kayu secang
dianggap dapat mematikan bakteri dan dapat memberikan warna yang bagus. Dan
beberapa tahun terakhir terdapat beberapa penelitian yang telah membuktikan
kandungan-kandungan bioaktif yang terdapat dalam kayu secang, diantaranya
homoisoflavonoid dan komponen turunannya, protosappanin A, protosappanin B,
brazilin, dan brazilein. Jun et al. (2008) menyatakan bahwa komponen ini
memiliki kemampuan antioksidan yang berbeda-beda. Ekstrak kayu secang,
protosappanin A dan protosappanin B menunjukkan inhibisi yang lebih besar
terhadap MDA dan hidrogen peroksida sedangkan brazilein menunjukkan
kemampuan dalam menangkap radikal hidroksil. Dengan komponen antioksidan
yang cukup tinggi diharapkan dapat menurunkan resistensi insulin pada dewasa
dengan pradiabetes.
Selain itu, hasil penelitian sebelumnya kandungan brazilin yang terdapat
pada kayu secang memiliki sifat hipoglikemik (Badawi 2004), kandungan tanin
yang terdapat di kayu secang setelah perebusan selama 20 menit bersifat
astringent (Winarti dan Nurdjanah 2005) Selain tanin, ekstrak secang juga
mengandung kuersitin dimana kedua zat tersebut diduga memiliki aktivitas
antihiperglikemik yang dapat berperan dalam inhibisi enzim α-glukosidase dan αamilase (Cai et al. 2004). Kandungan brazilin dari secang secara signifikan dapat
menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes tetapi tidak
meningkatkan kadar insulin, meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan
oksidasi glukosa pada otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et
a.l 1990 dalam Indariani 2011), pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 100
mg/kgBB selama 15 hari mengakibatkan penurunan kadar glukosa sewaktu pada

13
tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian glibenclamide 5 mg
(Swatriani 2012), brazilin memiliki aktivitas hipoglikemik pada tikus diabetes
dimana brazilin meningkatkan metabolisme glukosa (Kim et al. 1995 dalam
Badami et al. 2004).

Genetik

Aktivitas Fisik
Rendah

Pola makan tidak
seimbang

Kegemukan

Pradiabetes

Kadar Glukosa
Darah

Kadar Insulin
Puasa

Intervensi Minuman
Secang
Penggunaan
Minuman
Fungsional
Keterangan:
= Peubah yang dianalisis
= Peubah yang tidak dianalisis

= Hubungan yang dianalisis
= Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 5 Kerangka pikir efek antihiperglikemik minuman secang pada
pradiabetes

14
4 METODE

Desain, Waktu, dan Tempat
Penelitian ini berupa intervensi minuman secang kemudian menganalisis
pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa. Desain
penelitian menggunakan Desain penelitian menggunakan quasi experimental one
group pre and post-test. Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro No. 92/EC/FKM/2014 disajikan pada Lampiran 1.
Produksi minuman secang dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan,
Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Analisis kadar GDP dilakukan di
Laboratorium Klinik Muhammadiyah, Kab. Bogor dan analisis kadar insulin di
Laboratorium Departemen Patologi Klinik RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2014 hingga Januari 2015.

Bahan
Bahan dalam penelitian ini adalah kayu secang dari Desa Pantilang Kec.
Bassesang Tempe Kab. Luwu Sulawesi Selatan yang diaplikasikan dalam air
minum. Bahan yang digunakan disiapkan untuk 11 orang selama 4 minggu
intervensi. Bahan tambahan lain yang digunakan meliputi 20 liter air, 924 cup
plastik, dan kemasan. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah cup sealer, kain
saring, baskom, ember, dan gelas ukur. Skema pembuatan minuman secang
disajikan pada Lampiran 1.

Cara Penarikan Subjek
Populasi dan Subjek
Populasi target adalah dewasa dengan pradiabetes di Kampung Bubulak,
Bogor Barat. Subjek (unit penelitian) adalah populasi penelitian yang dipilih
secara purposif dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagaimana terlihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek
No Kriteria
Inklusi :
1.
Wanita usia 20-60 tahun
2.
Tidak dalam kondisi hamil atau menyusui
3.
Menyetujui berpartisipasi (menandatangani informed consent)
4.
Bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian
5.
Memiliki kadar GDP 100-125 mg/dL
Eksklusi :
1.
Sedang menjalani terapi pengobatan
2.
Sedang mengonsumsi suplemen
3.
Berpartisipasi dalam penelitian lain

15
Besar Subjek
Penelitian ini membandingkan antara sebelum dan setelah intervensi dan
pada kelompok perlakuan (intervensi minuman). Salah jenis pertama (α)
ditetapkan sebesar 1%, power test sebesar 1-β (80%), dan peningkatan glukosa
darah serum setelah intervensi sebesar δ, maka rumus untuk menghitung besar
subjek ditentukan sebagai berikut :
2� 2 (Z1− /2 + Z1− )2
n ≥
δ2
Keterangan :
n
= jumlah subjek minimal
Z1-α/2 = suatu nilai sehingga P(Z > Zα) = 1-α/2, Z adalah peubah acak normal
baku
Z1-β = suatu nilai sehingga P(Z > Zβ) = 1-β, Z adalah peubah acak normal baku
σ
= 14.84 mg/dL (standar deviasi GDP berdasarkan penelitian Asemi et al.
2013)
δ
= 18 mg/dL (penurunan kadar GDP yang diharapkan setelah intervensi)
(Sumber : Steel dan Torrie 1991)
n = 2 (14.84)2 (1.96 + 0.85)2 = 10.73
(18)2
Antisipasi dropout = 10%
10% x 10.73 = 1.07

10.73 + 1.07 = 11.8 ≈ 12subjek

Berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut, dengan nilai Z1=
1.96
dan nilai Z1-β = 0.85 dapat ditentukan n = 10.73. Untuk antisipasi drop
α/2
out 10 % sehingga menjadi 12 subjek sebagai batas minimal dari besar subjek
yang disyaratkan. Jumlah dan tahapan penarikan subjek dalam dilihat pada
Gambar 6.
Wanita Dewasa pradiabetes (n=16)
Screening (pengambilan data glukosa darah puasa) menggunakan finger
prict

Memenuhi syarat inklusi dan mengisi
informed consent (n = 13)

Tidak memenuhi syarat
inklusi (n = 3)

Drop out (n=2)

Subjek penelitian (n = 11)

Gambar 6 Jumlah dan tahapan penarikan subjek penelitian

16
Variabel Penelitian
Variabel utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh
intervensi minuman kayu secang terhadap kadar glukosa darah dan resistensi
insulin. Variabel lain dalam penelitian ini adalah pola konsumsi subjek. Selain itu
juga dikaji karakteristik subjek.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari tahap screening, pengambilan data, serta
intervensi minuman secang. Skema alur penelitian disajikan pada Gambar 7.
Kayu secang yang digunakan diperoleh dari Sulawesi Selatan yang
kemudian diidentifikasi di Herbarium LIPI (Lampiran 2). Penelitian dimulai
dengan screening dan pengisian informed consent pada subjek. Setelah itu
dilakukan pengambilan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), aktivitas
fisik, dan pola konsumsi responden. Pengukuran kadar GDP dan insulin puasa
dilakukan pada saat sebelum intervensi dan setelah intervensi.
Pemberian minuman secang sebanyak 200 ml (1 cup) diberikan kepada
subjek untuk diminum setiap hari selama 4 minggu (28 hari) sebanyak 3 cup per
hari (Swatriani 2012; Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011). Dalam setiap cup
minuman secang (200 mL) terdapat 0.22 g irisan kayu secang sesuai dengan
perhitungan dosis dihitung melalui konversi dosis tikus ke manusia (Badami et al.
2003; Swatriani 2012). Subjek mengonsumsi minuman secang yang
didistribusikan oleh peneliti sebanyak 2 kali setiap minggunya, kemudian subjek
diinstruksikan untuk menyimpannya di lemari es. Untuk memantau kepatuhan
subjek, maka subjek selalu diingatkan secara berkala untuk mengonsumsi produk,
dan tingkat kepatuhan subjek dikontrol secara berkala setiap 2 kali seminggu.
Pengambilan data tinggi badan, berat badan,
dan karakteristik

Awal minggu pertama

Pengambilan sampel darah untuk analisis
kadar glukosa puasa dan insulin puasa

Awal minggu pertama

Intervensi minuman secang, pengambilan data
konsumsi pangan dan aktivitas fisik

Awal minggu pertama
s.d ke-4

Pengambilan sampel darah untuk analisis
kadar glukosa puasa dan insulin puasa

Akhir minggu ke-4

Gambar 7