Produksi Benih Ikan Patin (Pangasianodon Hypophthalmus) Dengan Penambahan Sumber Karbon Berbeda Pada Sistem Budidaya Berbasis Bioflok.

PRODUKSI BENIH IKAN PATIN (Pangasianodon hypophthalmus)
DENGAN PENAMBAHAN SUMBER KARBON BERBEDA PADA
SISTEM BUDIDAYA BERBASIS BIOFLOK

ITA APRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Benih Ikan
Patin (Pangasianodon hypophthalmus) dengan Penambahan Sumber Karbon
Berbeda pada Sistem Budidaya Berbasis Bioflokadalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis
ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Ita Apriani
NIM C151130191

RINGKASAN
ITA APRIANI. Produksi Benih Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus)
dengan Penambahan Sumber Karbon Berbeda pada Sistem Budidaya Berbasis
Bioflok. Dibimbing oleh MIA SETIAWATI, TATAG BUDIARDI dan
WIDANARNI.
Sistem budidaya intensif menurunkan kualitas air melalui peningkatan
produk sisa metabolisme seperti nitrogen organik. Penerapan teknologi bioflok
adalah solusi alternatif untuk menghindari dampak lingkungan dari pembuangan
nutrisi tinggi dalam sistem produksi akuakultur. Dalam teknologi disebutkan,
tingkat nitrogen dikontrol dengan mendorong pertumbuhan bakteri menggunakan
sumber karbon eksternal (karbohidrat). Nitrogen diserap oleh bakteri dapat
disintesis menjadi protein mikroba dan merupakan sumber pakan tambahan untuk
ikan budidaya. Sumber karbon organik sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
pembentukan flok. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh dari

teknologi bioflok menggunakan sumber karbon yang berbeda pada kinerja
produksi benihikan patin (Pangasianodon hypophthalmus).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulanAgustus 2014 sampai dengan bulan
Januari2015, bertempat di kolam percobaan Babakan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rancangan penelitian yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan (3 kali ulangan) yaitu: (A)
sumber karbon molase, (B) sumber karbon terigu, (C) sumber karbon tapioka, dan
(D) tanpa penambahan karbon. Benih ikan patin berukuran panjang awal
2.26±0.12 cm ekor-1 dan bobot rata-rata awal0.17±0.05 g ekor-1 dipelihara selama
30 hari. Dua belas akuarium (60 cm x 30 cm x 40 cm) diisi dengan air 36 L
digunakan sebagai unit percobaan budidaya.Ikan diberi makan tiga kali sehari
dengan pakan komersil mengandung protein 27%. Penambahan karbon dilakukan
setiap hari2 jam setelah makan dengan estimasi C/N rasio 15. Parameter
pengamatan meliputi:padatan tersuspensi, volatil tersuspensi, total bakteri, volume
flok, profil flok, kandungan nutrisi tepung flok, kualitas air, kelangsungan hidup,
pertumbuhan panjang baku, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan,
retensi protein, dan retensi lemak.
Perlakuan dengan penambahan sumber karbon molase menunjukkan hasil
terbaik terhadappadatan tersuspensi (849±108 mg L-1),volatil tersuspensi
(40.23±0.21 mg L-1), total bakteri dalam air (7.16±0.05 Log CFU ml-1), dan

volume flok (59.3±11.5 ml L-1). Selain itu, penambahan molasemeningkatkan
kelangsungan hidup (97.41±0.16 %), pertumbuhan panjang baku (2.84±0.1 cm)
dan menurunkan rasio konversi pakan (0.36±0.04) dibandingkan dengan kontrol.

Kata kunci: bioflok, molase, tapioka, terigu

SUMMARY
ITA APRIANI.Pangasianodon hypophthalmus Juvenile Production Using
Biofloc Technology with Different Carbon Sources. Supervised by MIA
SETIAWATI, TATAG BUDIARDI, and WIDANANRI.
Intensive aquaculture system decreases water quality through the increment
of metabolic waste products such as organic nitrogen.The application of biofloc
technology is an alternative solution to avoid the environmental impact of high
nutrients disposal in aquaculture production system. In the mentioned technology,
nitrogen level is controlledby promoting the growth bacteria using external carbon
source(carbohydrat). The absorbed nitrogen by the bacteria can be synthesized
into microbial protein and constitute an additional feed source for the cultured
fish. The organic carbon source obviously affects the growth andfloc formation.
This study aimed to evaluate the impacts of biofloc technology using different
carbon sources on the production performance of Pangasianodon

hypophthalmuscatfish.
This study was conducted from August 2014 – January 2015 in Babakan
Teaching Farm, Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine
Science, Bogor Agricultural University. A completely randomized design with 4
treatments (3 replications) was used in this research as following: (A) molasses
carbon source, (B) tapioca carbon source, (C) wheat carbon source, and (D)
without additional carbon. The juvenile being(length 2.26±0.12 cm and the initial
average body weight 0.17±0.05 g) were reared for 30 days. Twelve glass tanks
(60 cm x 30 cm x40 cm) filled with 36 L freshwater were used as the
experimental culture units.The fish were fed three times daily with a commercial
feed containing 27% of crude protein.External organic carbon was added on a
daily base (two hours after feeding) at an estimated C/N ratio of 15. The observed
parameters included: total suspended solids (TSS), volatile suspended solids
(VSS), total plate count (TPC), volume floc index (VFI), floc profile, the
nutritional content of biofloc, water quality, survival rate, final body length, daily
growth rate, feed convertion ratio, protein retention, and lipid retention.
The molasses treatment showed the best results in term of total suspended
solids (849±108 mg L-1), volatile suspended solids (40.23±0.21 mg L-1), total
plate count in the water column (7.16±0.05 Log CFU ml-1) and floc volume index
(59.3±11.5 ml L-1) as compared to the other treatments. On the other hand, the

addition of molasses increased the survival rate of the fish(97.41±0.16 %), final
body length (2.84±0.1 cm)and decreased feed conversion ratio (0.36±0.04)
compared to the control.

Keywords: biofloc, molasses, tapioca, wheat

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKSI BENIH IKAN PATIN (Pangasianodon hypophthalmus)
DENGAN PENAMBAHAN SUMBER KARBON BERBEDA PADA
SISTEM BUDIDAYA BERBASIS BIOFLOK


ITA APRIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Alimuddin, SPi, MSc

Judul Tesis :Produksi Benih Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) dengan
Penambahan Sumber Karbon Berbeda pada Sistem Budidaya
Berbasis Bioflok
Nama
: Ita Apriani

NIM
: C151130191

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Mia Setiawati,MSi
Ketua

Diketahui oleh

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai
dengan Januari 2015 ini adalah teknologi bioflok, dengan judul Produksi Benih
Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) dengan Penambahan Sumber Karbon
Berbeda pada Sistem Budidaya Berbasis Bioflok.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr Mia Setiawati MSi, Bapak Dr Tatag Budiardi MSi, dan Ibu Dr

WidanarniMSi selaku tim komisi pembimbing atas arahan, bimbingan
dan masukan-masukannya sejak penyusunan rencana penelitian sampai
penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr Eddy Supriyono MSc selaku wakil Program Studi Ilmu
Akuakultur atas arahan, masukan dan perbaikan tesis ini.
3. Bapak Dr Alimuddin MSc selaku penguji luar komisi, atas arahan dan
masukan untuk perbaikan dalam penyusunan tesis ini.
4. Ayah dan ibu tercinta, adik serta saudara-saudaraku atas doa’, semangat
serta dukungan yang tak pernah surut selama ini.
5. Teknisi Laboratorium BDP IPB; Bapak Ranta (Lab Kesehatan Ikan
FPIK IPB), Bapak Jajang dan kang Abe (Lab Lingkungan FPIK IPB),
Bapak Wasjan dan mbak Retno (Lab Nutrisi FPIK IPB) yang telah
membantu penulis selama melakukan analisa laboratorium.
6. Rekan-rekan yang telah membantu selama penelitian berlangsung serta
semua rekan-rekan mahasiswa Program Mayor Ilmu Akuakultur
angkatan 2013 atas kebersamaan dan kerjasama yang baik serta
bantuannya dalam perkuliahan, penelitian dan penyelesaian karya
ilmiah ini.
Penelitian ini merupakan bagian dari pembuatan prototype “bioflokulan”
yang dibiayai oleh program prototype Recognition and Monitoring Program

(RAMP) IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Ita Apriani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan
Manfaat

1
1
3
3
3

2 METODE
Persiapan Wadah
Pemeliharaan Ikan
ParameterPengamatan
Analisis Data

4
4
4
5
8


3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

8
8
12

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

17
17
18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

24

DAFTAR TABEL
1 Kandungan c-organik dalam sumber karbon
2 Rata-rata nilai padatan tersuspensi, volatil tersuspensi, pupulasi bakteri,
dan volume flok yang terbentuk dalam media pemeliharaan ikan patin
3Kandungan nutrisi tepung flok yang terbentuk
4 Parameter kualitas air media pemeliharaan ikan patin berbasis bioflok
5 Kinerja produksi ikan patin yang dipelihara menggunakan bioflok

4
8
9
9
11

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai total amonia nitrogen dalam media pemeliharaan ikan patin
2 Nilai nitrit dalam media pemeliharaan ikan patin
3 Nilai nitrat dalam media pemeliharaan ikan patin
4 Profil bioflok yang terbentuk pada media pemeliharaan ikan patin

9
10
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis proksimat pakan ikan patin
2 Perhitungan jumlah karbon yang ditambahkan
3 Prosedur analisis proksimat
4Analisis varian padatan tersuspensiikan patin
5 Analisis varian volatil tersuspensi ikan patin berbasis bioflok
6 Analisis varian total bakteri ikan patin berbasis bioflok.
7 Analisis varian volume flok ikan patin berbasis bioflok
8 Analisis varian derajat kelangsungan hidup ikan patin
9 Analisis varian pertambahan panjang baku ikan patin
10 Analisis varian koefisien keragaman ikan patin
11 Analisis varian laju pertumbuhan harian ikan patin
12 Analisis varian rasio konversi pakan ikan patin
13 Analisis varian retensi protein ikan patin
14 Analisis varian retensi lemak ikan patin

23
24
25
27
28
29
30
31
31
32
33
34
35
35

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan patin (Pangasionodon hypophthalmus)merupakan komoditas unggulan
yang saat ini masih terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan produksi pada sektor perikanan.Peningkatan produksi ikan patin
ukuran konsumsi akan berlanjut jika didukung dengan benih yang selalu
tersedia.Akan tetapi, permasalahan yang terkadi saat ini adalah ketersediaan benih
ikan patin yang terbatas.Kurangnya pasokan benih dikarenakan menurunnya
produksi benih pada segmen pembenihan dan pendederan. Penurunan produksi
benih disebabkan karena beberapa hal seperti pertumbuhan lambat, derajat
kelangsungan hidup menurun, dan memburuknya kualitas air.Slembrouck et al.
(2009) menyatakan bahwa kelangsungan hidup benih ikan patin berkisar antara
20-60%.Berbagai upaya untuk mengembangkan perikanan budidaya terutama
sistem intensif hingga kini masih terus dilakukan mengingat sistem ini masih
terkendala oleh berbagai masalah diantaranya buangan limbah akuakultur (Ekasari
2009). Menurut Avnimelech (2007) dari total pakan yang diberikan hanya sekitar
20-30% protein dalam pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan, sedangkan
sisanya akan diekskresikan dalam bentuk amonia dan dibuang dalam bentuk feses
yang kemudian akan terdekomposisi menjadi nitrogen anorganik. Akibatnya
industri budidaya intensif menghadapi dua masalah utama yaitu kerusakan
kualitas air dan pemanfaatan nutrien pakan yang rendah. Bosma &Verdegem
(2011) meninjau teknologi baru yang akan membuat sistem budidaya lebih efisien
dalam sumber daya dimasa yang akan datang adalah dengan memanipulasi rasio
karbon nitrogen dalam air.Crab et al. (2007) menyatakan bahwa eliminasi
kelebihan N terutama ammonia, nitrit dan nitrat dalam sistem budidaya dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu eliminasi N di luar wadah budidaya dan di
dalam wadah budidaya. Eliminasi N di luar wadah budidaya dibedakan menjadi
beberapa jenis seperti kolam perlakuan (reservoir), kombinasi bak sedimentasi
dan bak nitrifikasi (biofilter). Sementara eliminasi N dalam wadah budidaya
dilakukan dengan prinsip utama konversi N oleh bakteri heterotrof dan
fitoplankton. Dua metoda eliminasi N dalam media budidaya yang sedang
berkembang adalah sistem perifiton dan teknologi bioflok.
Teknologi bioflok adalah teknik untuk meningkatkan kualitas air dalam
budidaya melalui menyeimbangkan karbon dan nitrogen dalam sistem (Crab et al.
2012).Penerapan teknologi bioflok dalam budidaya menawarkan solusi untuk
menghindari dampak lingkungan dari pembuangan nutrisi tinggi dan untuk
mengurangi penggunaan pakan buatan. Kelebihan nutrisi dalam sistem budidaya
dikonversi menjadi biomassa mikroba yang dapat dikonsumsi oleh organisme
budidaya sebagai sumber makanan (Ekasari et al. 2010).Teknologi bioflok
mampu meningkatkan pertumbuhan dan pemanfaatan pakan pada udang (Xu &
Pan 2012). Selain itu, bioflok juga mampu menyediakan sumber protein sebagai
makanan tambahan dan merangsang aktivitas enzim protease dalam pencernaan
udang (Xu et al. 2012), meningkatkan pertumbuhan udang vaname pola intensif
di tambak (Rangka & Gunarto 2012), dan telah berhasil diterapkan pada

2
pemeliharaan induk ikan nila yang mampu meningkatkan kualitas produksi larva
lebih baik dari pada kontrol (Ekasari et al.2015).
Mengontrol nitrogen anorganik dalam sistem budidaya dengan
memanipulasi rasio karbon nitrogen adalah metode kontrol yang paling tepat
untuk budidaya (Avnimelech 1999). Rasio C/N yang dikehendaki dari suatu
sistem perairan adalah rasio C/N lebih dari 15 (Avnimelech et al.1994).Penerapan
teknologi bioflok pada rasio C/N merupakan penerapan bioteknologi karena
mengaktifkan kerja mikroba heterotrof. Hubungan rasio C/N dengan mekanisme
kerja bakteri yaitu bakteri memperoleh makanan melalui substrat karbon organik
dan nitrogen dengan perbandingan tertentu. Dengan demikian, bakteri dapat
bekerja dengan optimal untuk mengubah nitrogen anorganik yang toksik menjadi
nitrogen anorganik yang tidak berbahaya sehingga kualitas air dapat
dipertahankan dan biomas bakteri berguna sebagai sumber protein bagi ikan.
Mekanisme inilah yang berperan pada peningkatan efisiensi pakan.
Nitrogen yang diperoleh sebagai sumber energi berasal dari sisa
metabolisme dan residu pakan, sedangkan karbon dapat diperoleh dari lingkungan
perairan budidaya. Namun ketersediaan karbon pada sistem perairan berbedabeda. Rata-rata rasio C/N pada sistem perairan kolam pemeliharaan nila hanya 9.5
sedangkan pada sistem resirkulasi hanya sekitar 2.3(Beristain 2005).Ketersediaan
karbon diperairan tidak mencukupi untuk memanipulasi rasio C/N 15 sehingga,
perlu penambahan sumber karbon organik eksternal kedalam media budidaya.
Sumber karbon organik banyak terdapat dalam bahan baku yang mengandung
karbohidrat tinggi seperti molase, terigu, dedak, onggok, tapioka, dan lain-lain.
Penggunaan sumber karbon sederhana pada teknologi bioflok memiliki
keunggulan yaitu mudah diserap dan dimanfaatkan oleh bakteri untuk
mempercepat pertumbuhan sehingga dapat bersaing dengan organisme lain seperti
fitoplankton dalam mengadsorbsi nitrogen yang terdapat pada media budidaya,
sedangkan penggunaan sumber karbon kompleks memiliki keunggulan yaitu
mampu menyediakan partikel-partikel yang dapat dijadikan tempat menempel
bakteri (Chamberlain et al.2001).
Pemilihan sumber karbon yang tepat pada sistem budidaya yang
menerapkan teknologi bioflok berpengaruh terhadap perbaikan kualitas air serta
pemanfaatan nutient yang tinggi sehingga dapat meningkatkan produktifitas ikan
budidaya. Molase merupakan gula sederhana sehingga dapat dengan mudah
dimanfaatkan oleh koloni bakteri untuk mempercepat pertumbuhan. Terigu dan
tapioka merupakan karbon kompleks sehingga perlu waktu untuk bakteri dalam
mencernanya serta memanfaatkannya sebagai sumber energi. Selain itu, molase
bentuknya cairan sehingga mudah larut dalam air jika dibandingkan dengan terigu
dan tapioka yang berbentuk tepung. Kemampuan bakteri untuk dapat mengurangi
nitrogen anorganik dalam lingkungan budidaya dan memproduksi protein mikrobial
tergantung pada koefisien konversi mikroba, C/N rasio, biomassa bakteri, serta
kandungan karbon dari bahan yang ditambahkan.
Beberapa sumber karbon yang telah digunakan pada aplikasi teknologi
bioflok adalah molase pada udang vaname (Xu et al. 2012), tepung tapioka pada
udang windu (Gunarto et al. 2010), tepung terigu pada udang windu (Megahed
2010), dan tepung jagung pada sistem budidaya udang yang terintegrasi (Liu et
al. 2014). Molase merupakan limbah pabrik gula pasir yang berbentuk cair,
berwarna coklat serta mengandung senyawa nitrogen, trace element dan sukrosa
dengan kandungan total karbon mencapai 37% (Suastuti 1998).Hasil

3
analisisEkasari et al. (2014) bahwa molase mengandung 31.9% air, 5.9% abu,
3.8% protein, 0.4% lemak, 58.1% BETN, dan 38% karbon organik, sedangkan
tapioka mengandung 10% air, 0.6% abu, 1.6% protein, 88.1% BETN, dan 50.3%
karbon organik. Hasil penelitian Avnimelech (2007) menunjukkan bahwa
penambahan pati berhasil meningkatkan pertumbuhan spesifik serta menurunkan
tingkat konsumsi pakan pada ikan nila. Menurut De Schryveret al.(2008)
pemilihan sumber karbon organik mempengaruhi pertumbuhan flok. Oleh karena
itu, pemilihan sumber karbon dalam penelitian ini berdasarkan pada jenis
karbohidrat sederhana dan kompleks, kandungan karbon organik dalam bahan
lebih dari 30%, ketersediaan sumber karbon di pasaran, serta harga per unit
sumber karbon yang digunakan masih relatif murah dan terjangkau.Penerapan
teknologi bioflok dengan penambahan sumber karbon berbeda pada budidaya ikan
patin diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas serta
pengolahan limbah budidaya sehingga dapat tercipta akuakultur yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Perumusan Masalah
Permasalahan utama yang terjadi pada segmen pendederan ikan patin adalah
pencemaran media budidaya karena penumpukan limbah amonia yang berasal dari
sisa pakan dan ekskresi metabolisme yang dikeluarkan oleh ikan. Amonia jika
dibiarkan dalam media budidaya akan memberikan dampak negatif bagi ikan
yaitu berkembangnya organisme patogen penyebab penyakit, dan menurunnya
nafsu makan ikan sehingga akan menghambat laju pertumbuhan ikan. Salah satu
solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan penerapan teknologi
bioflok. Prinsip dasar teknologi bioflok adalah penambahan sumber karbon
eksternal ke dalam media budidaya. Pemberian sumber karbon ke dalam media
budidaya berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri heterotrof untuk
merombak limbah amonia menjadi protein sel tunggal. Apabila pemberian sumber
karbon eksternal seimbang dengan nitrogen dari limbah budidaya ikan patin maka
jumlah bakteri heterotrof akan maksimal dan kualitas air menjadi lebih baik
karena nitrogen anorganik dikonversi menjadi nitrogen organik dalam bentuk
biomassa bakteri. Selain itu, interaksi antar mikroorganisme tersebut membentuk
suatu koloni yang disebut dengan flok. Flok yang terbentuk berfungsi sebagai
sumber pakan alami sehingga dapat meningkatkan produksi benih ikan patin.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh dari teknologi bioflok
dengan penambahan sumber karbon berbeda pada kinerja produksi benih ikan
patin Pangasianodon hypophthalmus
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah merekomendasikan sumber karbon yang
tepat untuk produksi benih ikan patin dengan menggunakanteknologi bioflok.

4

2 METODE
Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium dengan
ukuran 60 cm x 30 cm x 40 cm yang diisi air 36 liter dan dilengkapi dengan
aerator, selang, dan batu aerasi. Jumlah akuarium yang digunakan adalah 12 buah.
Akuarium dibersihkan dan dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan
kaporit dosis 0.1 g L-1 dan dibiarkan selama 3 hari sebelum digunakan. Kemudian
ditambahkan garam non-iodium dengan dosis 1 ppt. Ikan uji yang digunakan
adalah ikan patin dengan ukuran panjang baku rata-rata awal 2.26±0.12 cm ekor-1
dan bobot awal0.17±0.05 g ekor-1 yang dipelihara dengan padat tebar 10 ekor L-1.
Sebelum diberi perlakuan, ikan diaklimatisasi selama satu minggu. Sumber air
yang digunakan adalah air sumur dengan pergantian air minimum yaitu
melakukan penambahan air hanya untuk mengganti air yang hilang akibat
penguapan.
Pemeliharaan Ikan
Pemeliharaan ikan dilakukan selama 30 hari dengan frekuensi pemberian
pakan 3 kali sehari yaitu pada pukul 06:00, 14:00, dan 22:00 WIB. Pemberian
pakan dilakukan secara at satiationdengan kandungan protein pakan 27%
(Lampiran 1). Sampling pertumbuhan ikan dilakukan setiap 10 hari sekali
meliputi pertumbuhan panjang dan bobot. Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuandan 3 kali
ulangan. Rancangan perlakuan dilakukan sebagai berikut :
A
B
C
D

: Penambahan sumber karbon molase
: Penambahan sumber karbon tepung terigu
: Penambahan sumber karbon tepung tapioka
: Tanpa penambahan karbon

Penambahan karbon dilakukan setiap hari (2 jam setelah makan) dengan
estimasi C/N rasio 15. Jumlah karbon yang ditambahkan untuk mendukung proses
pembentukan flok oleh bakteri heterotrof pada masing-masing perlakuan
menggunakan rumus (De Schryveret al. 2008) yangtersedia pada Lampiran
2.Sumber karbon yang digunakan sebagai perlakuan terlebih dahulu dilakukan uji
kandungan karbon organik. Hasil uji kandungan karbon organik pada masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Kandungan C-organik dalam sumber karbon
No

Sumber C-organik

1
2

Tepung Tapioka
Tepung Terigu

3

Molase

C-Organik*
50.38
49.15

Keterangan *:
Metode C-Organik
: Walkley and Black
Metoda Kadar Air& Kadar Abu : SNI.01.2891.1992

37.63

Hasil Pemeriksaan (%)
Kadar Air*
Kadar Abu*
9.16
0.13
9.16
0.58
26.40

5.37

5
ParameterPengamatan
TingkatKelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (TKH) dihitung berdasarkan data jumlah ikan
yang hidup pada akhir pemeliharaan dan jumlah ikan yang ditebar pada awal
pemeliharaan dengan menggunakan rumus dari Goddard (1996) :

Keterangan:TKH
No
Nt

= Derajat kelangsungan hidup (%)
= Jumlah ikan di awal pemeliharaan (ekor)
= Jumlah ikan di akhir pemeliharaan (ekor)

Pertumbuhan Panjang Baku
Pertumbuhan panjang baku diperoleh dari selisih antara panjang baku
akhir dan panjang baku awal dengan menggunakan rumus dari Effendi (1979)

Keterangan :P = Pertumbuhan panjang baku (cm)
Pt
= Panjang rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (cm)
Po
= Panjang rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (cm)
Koefisien Keragaman
Koefisien keragaman (KK) atau juga disebut sebagai keragaman relatif
terhadap besaran data dihitung menggunakan rumus Steel & Torrie (1980)

Keterangan : KK
δ
Y

= Koefisien keragaman (%)
= Simpangan baku
= Rata-rata sampel

Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian (LPH) dapat diketahui dari data bobot rata-rata
akhir dan bobot rata-rata awal selama pemeliharaan. Laju pertumbuhan harian
dihitung dengan menggunakan rumus dari Huisman (1987) :

Keterangan:

α
wo

= Laju pertumbuhan harian (% hari-1)
= Bobot rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (gram)

6
wt
t

= Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (gram)
= Lama pemeliharaan (hari)

Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan (RKP) selama pemeliharaan dihitung dengan
menggunakan rumus Zonneveld et al.(1991)

Keterangan:RKP
Bo
Bt
Bm
F

= Rasio konversi pakan
= Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (gram)
= Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (gram)
= Biomassa ikan mati selama pemeliharaan (gram)
= Jumlah pakan (gram)

Retensi Protein
Retensi protein dihitung dari pertambahan protein tubuh dan total protein
yang dimakan dengan menggunakan rumusTakeuchi(1988)

Keterangan : RP
Pu
Pc

= Retensi protein (%)
= Bobot protein yang disimpan dalam tubuh (g)
= Bobot protein yang dikonsumsi oleh ikan (g)

Retensi Lemak
Retensi lemak dihitung dari pertambahan lemak tubuh dan total lemak
yang dimakan dengan menggunakan rumus Takeuchi (1988)

Keterangan : RL
Lu
Lc

= Retensi lemak (%)
= Bobot lemak yang disimpan dalam tubuh (g)
= Bobot lemak yang dikonsumsi oleh ikan (g)

Nutrien Bioflok
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi : kadar protein, kadar lemak,
BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen), kadar air, dan kadar abu menggunakan
metode AOAC (1990). Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 3.

7
Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati meliputi total amonia nitrogen (TAN),
nitrit, nitrat, pH, suhu dan oksigen terlarut.Metode pengukuran kualitas air
didasarkan pada APHA (1998). Pengukuran kualitas air dengan parameter harian
yaitu suhu, pH dan kelarutan oksigen.Parameter TAN, nitrit, dan nitrat
dilakukanpada awal, tengah, dan di akhir penelitian.
Populasi Bakteri
Populasi bakteri dilakukan setiap 10 hari sekali, dengan metode hitung
cawan yaitu dengan melakukan pengenceran berseri 10-1 CFU ml-1 sampai 10-8
CFU ml-1, kemudiandiinkubasi pada suhu 28-30oC selama 24 jam. Populasi yang
tumbuh ditentukan dalam colony forming unit(CFU) dan dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

Profil Flok
Profil flok pada air media pemeliharaan dilakukan dengan cara
pengamatan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Sampel yang
diperiksa diambil langsung dari media pemeliharaan dan langsung dilakukan
pengamatan.
Volume Flok
Volume flok merupakan representasi dari kepadatan partikel flok dalam
suatu kolom air (Avnilemech 2012). Sebanyak 15 ml sampel air diendapkan
selama 30 menit dalam tabung conical 15 ml. Volume flok yang mengendap
dicatat dan selanjutnya dihitung menggunakan rumus:

Total Suspended Solids (TSS)
Kertas saring sejumlah sampel dikeringkan dalam oven selama 24 jam lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (X1). Sebanyak 50 ml air sampel
disaring dengan millipore 0,45 µm kemudian cawan keramik disiapkan dan
dioven selama 24 jam lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas
saring lalu ditempatkan ke dalam cawan keramik, dioven pada suhu 100oC selama
24 jam, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (X2). TSS dihitung
berdasarkan rumus berikut :

8
Volatile Suspended Solids (VSS)
Sampel dari pengukuran TSS yang sudah ditimbang (X2) dimasukkan ke
dalam tanur pada suhu 600oC selama 2 jam. Masing-masing cawan lalu
dikeluarkan dari tanur, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (X3).
VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil sampling dicatatdan ditabulasi. Selanjutnya
dilakukan pengolahan data analisis varian SPSS.16 (P