Pemanfaatan Chromolaena Odorata Sebagai Pakan Ternak Potensial Dengan Berbagai Macam Metode Pengolahan.

PEMANFAATAN Chromolaena odorata SEBAGAI PAKAN
TERNAK POTENSIAL DENGAN BERBAGAI MACAM
METODE PENGOLAHAN

YELLY MAGDALENA MULIK

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan
Chromolaena odorata sebagai Pakan Ternak Potensial dengan berbagai Macam
Metode Pengolahan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Yelly Magdalena Mulik
D251130311

RINGKASAN
YELLY MAGDALENA MULIK. Pemanfaatan Chromolaena odorata sebagai
Pakan Ternak Potensial dengan berbagai Macam Metode Pengolahan. Dibimbing
oleh MUHAMMAD RIDLA, IWAN PRIHANTORO dan MARTHEN LUTHER
MULLIK.
Chromolaena odorata merupakan salah satu gulma invasif yang
keberadaannya dapat menurunkan kualitas dan kuantitas padang penggembalaan.
Kendati demikian, gulma ini memiliki potensi sebagai pakan ternak karena
memiliki kandungan protein yang berkisar 18-36%. Terbatasnya pemanfaatan C.
odorata sebagai pakan ternak karena adanya kandungan metabolit sekunder
sebagai faktor pembatas seperti tanin dan trypsin inhibitor. Keberadaan metabolit
sekunder tanin dalam pakan dapat menurunkan palatabilitas, konsumsi, kecernaan
dan juga penyerapan nutrien. Bahkan dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan
kematian bagi ternak yang mengkonsumsinya. Trypsin inhibitor dalam pakan juga
dapat menurunkan daya cerna protein. Kendala tersebut dapat diatasi dengan

proses pengolahan baik secara fisik, kimia, maupun biologis. Penelitian ini terdiri
atas dua tahapan, tahap pertama bertujuan untuk mengkaji kualitas nutrisi,
kecernaan dan kandungan metabolit sekunder C. odorata dengan pengolahan fisik,
kimia dan biologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan biologis (fermentasi)
mampu mempertahankan kualitas nutrisi, kecernaan serta menurunkan kandungan
tanin dan trypsin inhibitor C. odorata. Tahap kedua bertujuan untuk mengevaluasi
pengaruh penambahan (tepung putak sebagai sumber karbohidrat) dan isi rumen
(sebagai sumber enzim) pada level berbeda terhadap kualitas nutrisi dan
fermentatif serta kandungan tanin dan trypsin inhibitor silase C. odorata. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan silase dengan penambahan tepung putak
10% dan isi rumen 10% memiliki kualitas nutrisi dan fermentatif terbaik serta
mampu menurunkan tanin dan trypsin inhibitor pada silase C. odorata.
Kata kunci: C. odorata, putak, silase, tannin, trypsin inhibitor

SUMMARY
YELLY MAGDALENA MULIK. Utilization Chromolaena odorata as a Potential
feedstuff using various Processing Method. Supervised by MUHAMMAD
RIDLA, IWAN PRIHANTORO and MARTHEN LUTHER MULLIK
Chromolaena odorata is one of the invasive weeds on native pastures in in

dryland areas. Its presence can reduce quality and quantity of edable forages on
rangelands. Nevertheless, this weed has potential for livestock feed because it has
a protein content ranging from 18 to 36%. The limited use of C. odorata as fodder
for its content of secondary metabolites as limiting factors such as tannins and
trypsin inhibitors. The presence of secondary metabolite compounds such as
tannins and anti-trypsin in feed materials can reduce palatability, intake,
digestibility and nutrient absorption. Even with a certain amount can cause death
of animals that ingest them. These obstacles can be solved by using physical,
chemical, and biological processing methods of the feed materials. This study
consisted of two stages. The first stage aimed at assessing nutrient composition,
digestibility and content of secondary metabolites of C. odorata which was
subjected to physical, chemical and biological processing.
The results showed that biological treatment (fermentation) in C. odorata
was able to maintain nutrient quality, digestibility and lower the concentration of
tannin and trypsin inhibitor. The second stage was designed to evaluate the effect
of adding various levels of Corypha (putak) powder and rumen content on
nutrient fermentation, nutritional quality and concentration of tannins and trypsin
inhibitors in C. odorata. The results showed the best treatment was the addition of
10% putak and 10% rumen content as it can maintain nutrient quality and reduces
concentration of tannins and trypsin inhibitors in C. odorata silage.


Keywords: C. odorata, putak, silage, tannin, trypsin inhibitor

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN Chromolaena odorata SEBAGAI PAKAN
TERNAK POTENSIAL DENGAN BERBAGAI MACAM
METODE PENGOLAHAN

YELLY MAGDALENA MULIK

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas hikmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian
ini dilaksanakan sejak Tahun 2014 dengan judul Pemanfaatan Chromolaena
odorata sebagai Pakan Ternak Potensial dengan berbagai Macam Metode
Pengolahan. Bagian dari tesis ini telah diterbitkan pada Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner (JITV) volume 21(1) Tahun 2016 dengan judul “Anaerobic
fermentation effectively reduces concentration of total tannins in siam weed

(Chromolaena odorata)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kemenristekdikti yang telah
memberikan beasiswa calon dosen kepada penulis. Terima kasih yang tulus
penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Ridla, MAgr, Bapak Dr Iwan
Prihantoro, SPt MSi dan Bapak Ir Marthen Luther Mullik, PGDipAgrSt Ph.D
selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran, waktu dan
pikiran serta dengan sabar dan iklas telah membimbing penulis selama mengikuti
pendidikan magister. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Anuraga
Jayanegara, SPt MSc selaku dosen penguji pada ujian sidang tesis. Ucapan terima
kasih pun penulis haturkan kepada Ketua program studi INP Prof Dr Ir Yuli
Retnani, MSc dan sekretaris program studi INP Dr Ir Lilis Khotijah, MS atas
masukan terhadap penulisan karya ilmiah ini dan selama proses pendidikan.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada staf program studi INP (Mas Supri dan
Bu Ade) atas bantuan administrasinya, Ibu Dian Anggraeny, Pak Sofyan dan tim
lab PBMT atas bantuan dan kebaikan hati menerima penulis sebagai anggota
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan.
Teman-teman Pasca-INP 2013 dan 2012, teristimewa Ujie, Rikardo, Mbak Novi,
Mas Hilmi, Fina, dan teman-teman yang tidak disebutkan namanya terima kasih
atas motivasi dan semangat yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan
magister. Terima kasih juga kepada K Willy, kru warung bambu, dan kru

GAMANUSRATIM atas motivasi, dan dukungan serta seluruh pihak yang telah
berkontribusi bagi penulis. Ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis
haturkan kepada orang tua (Papa dan Mama, Daddy dan Mama), oma, adik-adik
tersayang serta seluruh keluarga besar atas doa, dukungan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Yelly Magdalena Mulik

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN


vii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

Manfaat Penelitian


3

2 UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MACAM PENGOLAHAN TERHADAP
KONSENTRASI TOTAL TANIN, TRYPSIN INHIBITOR
DAN
KECERNAAN PAKAN Chromolaena odorata SECARA In vitro
3
ABSTRAK

3

ABSTRACT

4

PENDAHULUAN

4

METODE


5

Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Persiapannya
Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Peubah yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Metabolit Sekunder
Komposisi Nutrient C. odorata setelah perlakuan
Kualitas Fermentasi Rumen secara in vitro
Nilai Kecernaan In vitro C. odorata
SIMPULAN

5
6
6
7
8
8

11
13
14
16

3 KUALITAS SILASE C. odorata DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN
ISI RUMEN SAPI
16
ABSTRAK

16

ABSTRACT

17

PENDAHULUAN

18

METODE

19

Waktu dan Tempat Penelitian
Materi
Perlakuan, Rancangan Percobaan dan Analisis Data

19
19
19

Pembuatan Tepung Putak
Pembuatan Silase
Pemanenan Silase
Peubah yang Diamati

20
20
20
20

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Kualitas Fisik Silase
Kandungan Nutrisi Silase C. odorata
Kandungan Metabolit Sekunder
Kualitas Fermentasi Rumen secara in vitro
Nilai Kecernaan In vitro Silase C. odorata
SIMPULAN

21
23
25
26
27
29

4 PEMBAHASAN UMUM

29

5 SIMPULAN UMUM

33

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

58

DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia daun Chromolaena odorata

6

2 Kandungan metabolit sekunder C. odorata akibat berbagai perlakuan

8

3 Kandungan nutrien C. odorata akibat berbagai perlakuan

12

4 Kualitas fermentatif in vitro C. odorata pada berbagai perlakuan

13

5 Nilai kecernaan in vitro C. odorata pada berbagai perlakuan

15

6 Kualitas fisik silase C. odorata

22

7 Suhu dan pH silase C. odorata

23

8 Komposisi nutrien C. odorata sebelum dan sesudah ensilase

24

9 Kandungan metabolit sekunder silase C. odorata

25

10 Kualitas fermentasi rumen silase C. odorata

27

11 Nilai kecernaan in vitro silase C. odorata

28

12 Matriks korelasi komposisi kimia C. odorata dan kecernaan in vitro

30

13 Matriks korelasi komposisi kimia dan kecernaan in vitro silase C. odorata 32

DAFTAR GAMBAR
1 Warna silase C. odorata

21

2 Chromolaena odorata

57

3 Proses pembuatan tepung putak (Corypha elata robx)

57

4 Tahapan pembuatan silase Chromolaena odorata

57

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner skoring kualitas fisik silase

41

2 Hasil sidik ragam total tanin daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

42

3 Uji lanjut duncan total tanin daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

42

4 Hasil sidik ragam trypsin inhibitor C. odorata akibat berbagai perlakuan

42

5 Uji lanjut duncan trypsin inhibitor C. odorata akibat berbagai perlakuan

43

6 Hasil sidik ragam BK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

43

7 Uji lanjut duncan BK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

43

8 Hasil sidik ragam BO daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

43

9 Uji lanjut duncan BO daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

44

10 Hasil sidik ragam PK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

44

11 Uji lanjut duncan PK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

44

12 Hasil sidik ragam LK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

44

13 Uji lanjut duncan LK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

45

14 Hasil sidik ragam SK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

45

15 Uji lanjut duncan SK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

45

16 Hasil sidik ragam BETN daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

45

17 Uji lanjut duncan BETN daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

46

18 Hasil sidik ragam NH3 daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

46

19 Hasil sidik ragam VFA daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

46

20 Hasil sidik ragam KCBK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

46

21 Uji lanjut duncan KCBK daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

47

22 Hasil sidik ragam KCBO daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

47

23 Uji lanjut duncan KCBO daun C. odorata akibat berbagai perlakuan

47

24 Hasil sidik ragam keberadaan jamur silase C. odorata

47

25 Hasil sidik ragam suhu silase C. odorata

48

26 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap suhu silase C.
odorata

48

27 Hasil sidik ragam pH silase C. odorata

48

28 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap pH silase C. odorata

49

29 Hasil sidik ragam BK silase C. odorata

49

30 Uji lanjut duncan perlakuan PA terhadap BK silase C. odorata

49

31 Hasil sidik ragam BO silase C. odorata

49

32 Uji lanjut duncan perlakuan PA terhadap BO silase C. odorata

50

33 Hasil sidik ragam PK silase C. odorata

50

34 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap PK silase C. odorata

50

35 Hasil sidik ragam LK silase C. odorata

50

36 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap LK silase C. odorata

51

37 Hasil sidik ragam SK silase C. odorata

51

38 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap SK silase C. odorata

51

39 Hasil sidik ragam BETN silase C. odorata

52

40 Uji lanjut perlakuan PA terhadap BETN silase C. odorata

52

41 Hasil sidik ragam tanin silase C. odorata

52

42 Uji lanjut Duncan perlakuan PA terhadap tanin silase C. odorata

52

43 Hasil sidik ragam trypsin inhibitor silase C. odorata

53

44 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap trypsin inhibitor
silase C. odorata

53

45 Hasil sidik ragam NH3 silase C. odorata

53

46 Uji lanjut perlakuan PA terhadap NH3 silase C. odorata

54

47 Hasil sidik ragam VFA silase C. odorata

54

48 Uji lanjut perlakuan PA terhadap VFA silase C. odorata

54

49 Hasil sidik ragam pH rumen silase C. odorata

54

50 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap pH rumen silase C.
odorata

55

51 Hasil sidik ragam KCBK silase C. odorata

55

52 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap KCBK silase C.
odorata

55

53 Hasil sidik ragam KCBO silase C. odorata

56

54 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap KCBO silase C.
odorata

56

55 Hasil sidik ragam KCPK silase C. odorata

56

56 Uji lanjut interaksi perlakuan PA dan hari terhadap KCPK silase C.
odorata

57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Chromolaena odorata merupakan jenis semak perdu berkayu tahunan yang
dianggap sebagai salah satu jenis gulma yang paling invasif di dunia (Hawaii
Department of Agriculture 2016; United States Department of Agriculture 2016).
Hal ini dikarenakan tanaman C. odorata memiliki sifat pertumbuhan yang sangat
cepat sehingga dalam waktu singkat dapat menutupi area tempat tumbuhnya.
Tanaman C. odorata memiliki 2 sisi yang berbeda. Di satu sisi, C. odorata
merupakan gulma yang sangat invasif karena dapat menjadi competitor tanaman
lain, dapat menurunkan kualitas padang penggembalaan khususnya terkait dengan
kapasitas tampung dan keragaman tanaman yang tumbuh di padang
penggembalaan serta memiliki kandungan metabolit sekunder yang dapat bersifat
anti nutrisi. Di sisi lain C. odorata memiliki berbagai potensi yang bermanfaat
misalnya dapat digunakan sebagai pakan ternak karena kandungan proteinnya
yang tinggi yaitu sekitar 18-36% (Basha et al. 2012; Hai et al. 2013; Mullik
2002). Beberapa kajian melaporkan bahwa C. odorata dapat dimanfaatkan sebagai
pakan domba hingga level 20% dari total bahan kering, kelinci hingga 30%,
broiler finisher hingga level 3% (Apori et al. 2001; Bamikole et al. 2004; Bonsu
et al. 2013). Rangkaian penelitian Hai et al. (2012; 2013; 2014) melaporkan
bahwa anak kambing yang induknya diberi tepung daun C. odorata 50 gram
selama masa bunting memiliki preferensi makan dan konsumsi terhadap tepung C.
odorata yang lebih baik dibanding anak kambing yang induknya tidak diberi
tepung C. odorata. Mullik et al. (2014) dan Bira et al. (2015) melaporkan bahwa
C.odorata bentuk pellet dan mash dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi
umur 2 tahun hingga level 40%. Bila pemanfaatannya lebih dari 40% dikuatirkan
akan memberikan dampak negatif bagi ternak, sebab pada level pemberian sebesar
40% menyebabkan semua parameter konsumsi, daya cerna dan fermentasi rumen
mulai memperlihatkan tren menurun meskipun belum nyata.
Metabolit sekunder yang terkandung dalam C. odorata antara lain tanin,
trypsin inhibitor, saponin, alkaloid, steroid, terpenoids, dan flavonoid
(Akinmoladun et al. 2010; Onkaramurthy et al. 2013). Keberadaan metabolit
sekunder selain sebagai faktor pembatas, kuatnya bau dan rasa yang dimiliki oleh
C. odorata pun dapat menurunkan palatabilitas (Hai et al. 2012). Tanin dan
trypsin inhibitor merupakan metabolit sekunder yang paling banyak jumlahnya
yaitu masing-masing 0.55% dan 22.37 mg g-1 (Ikhimioya et al. 2007). Perbedaan
konsentrasi tanin dikarenakan perbedaan metode analisis, perbedaan ekotipe,
musim, zona ekologi dan umur tanaman (Mueller-Harvey 2006).
Efek negatif tanin yaitu dapat menurunkan konsumsi, menurunkan daya
cerna, dan dapat menekan pertambahan bobot badan harian bila diberi sebagai
pakan tunggal (Wina 2010). Pengaruh negatif tanin pada fermentasi dan
pencernaan terkait dengan pembentukan tanin-karbohidrat dan tanin-protein
sehingga kurang degradable atau menimbulkan efek toksik bagi mikroba rumen
(Bhatta et al. 2009). Batasan toleransi tanin oleh ternak sapi berkisar 30-50 g kg-1
BK (Makkar 1995). Beberapa kajian menyebutkan bahwa karakteristik tanin antar
bahan pakan berbeda satu dengan yang lain sehingga respon toleransi ternak

2
terhadap tanin asal bahan pakan yang berbeda pun bervariasi. Perbedaan toleransi
tanin tersebut tergantung pada sumber, jenis, level dan sifat kimia dari masingmasing bahan pakan (Makkar dan singh 1991; Mueller-Harvey 2006; Patra dan
Saxena 2011). Trypsin inhibitor merupakan senyawa yang memiliki kemampuan
menghambat aktivitas enzim proteolitik karena pembentukan ikatan kompleks
antara enzim proteolitik dan senyawa anti tripsin sehingga tidak mampu memecah
protein dan menyebabkan daya cerna protein menurun. Bila anti tripsin
terakumulasi dalam saluran pencernaan, senyawa anti tripsin akan menghambat
kerja enzim tripsin dan kimotripsin. Keberadaan anti tripsin dalam pakan, bukan
saja menekan konsumsi namun juga menekan pertumbuhan mencit yang diberi
biji tepary (Osman et al. 2003)
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan upaya untuk mengeliminasi
kandungan tanin dan trypsin inhibitor C. odorata sehingga pemanfaatan C.
odorata sebagai pakan ternak menjadi optimal. Upaya menurunkan kandungan
tanin dan trypsin inhibitor dapat dilakukan dengan proses mekanik, kimia, dan
proses biologis (Roger et al. 2015). Kajian sebelumnya oleh Habiba (2002)
menunjukkan bahwa prosesing menggunakan panas dan masak menurunkan tanin
dan trypsin inhibitor secara signifikan karena kedua senyawa ini rentan terhadap
panas, tetapi Wina et al. (2000) melaporkan adanya peningkatan tanin dalam daun
Calliandra calothyrsus yang dikeringkan secara aerobik. Selain itu, penggunaan
basa, asam dan fermentasi dapat pula menurunkan kedua senyawa tersebut
(Norton 2000; Roger et al. 2015). Adanya ketidak konsistenan metode pengolahan
terhadap tanin dan trypsin inhibitor berdampak terhadap kandungan nutrien dan
kecernaan dari tanaman C.odorata. Sebagaimana diketahui bahwa kedua
metabolit sekunder tersebut mengikat protein sehingga ketersediaan protein
menurun dan mampu menurunkan kecernaan. Dengan demikian, perlu adanya
kajian mengenai pengaruh dari metode pengolahan yang diterapkan terhadap tanin
dan trypsin inhibitor serta ketersediaan nutrien dan kecernaan dari tanaman
C.odorata.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi metode pengolahan terbaik dalam menurunkan kandungan
tanin dan trypsin inhibitor serta pengaruhnya terhadap komposisi nutrien dan
kecernaan in vitro C. odorata
2. Menguji pengaruh fermentasi dengan penambahan putak dan isi rumen
sebagai aditif pada level berbeda terhadap kualitas silase C. odorata,
kandungan tanin dan trypsin inhibitor, komposisi nutrien dan kualitas
kecernaan in vitro silase C. odorata.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Ada salah satu metode pengolahan yang berpengaruh dalam menurunkan
kandungan tanin dan trypsin inhibitor, mempertahankan komposisi nutrien
dan kecernaan in vitro C. odorata.

3
2. Ada salah satu perlakuan penambahan putak dan isi rumen yang memiliki
kualitas silase terbaik, menurunkan tanin dan trypsin inhibitor,
mempertahankan komposisi nutrien dan kualitas kecernaan in vitro silase C.
odorata.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan
pengetahuan dalam pemanfaatan semak bunga putih sebagai pakan ternak
ruminansia serta sebagai jembatan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2 UJI EFEKTIVITAS BERBAGAI MACAM PENGOLAHAN
TERHADAP KONSENTRASI TOTAL TANIN, TRYPSIN
INHIBITOR DAN KECERNAAN PAKAN Chromolaena
odorata SECARA In vitro
ABSTRAK
C. odorata merupakan sumber pakan alternatif potensial, namun
penggunaannya terkendala oleh kandungan berbagai senyawa metabolik sekunder
dalam jaringan tumbuhan ini. Kelompok senyawa tersebut di antaranya adalah
tanin dan trypsin inhibitor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh
berbagai metode perlakuan terhadap konsentrasi total tanin, trypsin inhibitor, daya
cerna bahan kering dan bahan organik di in vitro, dan konsentrasi produk
fermentasi. Rancangan Acak Lengkap (8x3) digunakan untuk menguji perbedaan
8 jenis perlakuan yaitu daun C. odorata segar sebagai kontrol (Segar), dijemur
selama 3x24 jam (Jemur), dioven pada suhu 60 oC selama 24 jam (Oven), direbus
dalam air selama 5 menit (Rebus), direndam dalam air biasa selama 4 jam
(RenAir), direndam dalam NaOH selama 4 jam (RenNaOH), direndam dalam HCl
selam 4 jam (RenHCl), atau difermentasi secara anaerobik selama 21 hari
(Fermentasi). Peubah yang diukur adalah konsentrasi total tanin, aktivitas trypsin
inhibitor, kandungan nutrien, konsentrasi NH3 dan VFA, serta kecernaan bahan
kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan jemur, rebus, rendam air, dan fermentasi secara nyata menurunkan total
tanin sekitar 4.45–61.9% dibanding kontrol. Penurunan terbesar (61.9%)
ditunjukkan oleh perlakuan fermentasi. Sebaliknya, penggunaan panas tinggi
(dioven) atau bahan kimia (HCl dan NaOH) tidak menurunkan konsentrasi tanin.
Nilai kecernaan (KCBK dan KCBO) dan konsentrasi produk fermentasi rumen
(NH3 dan VFA) tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan. Disimpulkan bahwa
metode fermentasi anaerobik dapat digunakan sebagai strategi efektif untuk
menurunkan konsentrasi tanin, trypsin inhibitor dalam tumbuhan semak bunga
putih (Chromolaena odorata) tanpa mengurangi nilai nutrisinya sebagai bahan
pakan.
Kata kunci: C. odorata, daya cerna, NH3, tanin, trypsin inhibitor, VFA.

4
ABSTRACT
C. odorata is a potential feed source but its usage is hampered by presence
of various secondary metabolic compounds in the tissues of the plant. Two groups
of the active compunds are tannins and trypsin inhibitors. This experiment aimed
to evaluate various treatment methods on total tannin concentration and trypsin
inhibitor, in vitro digestibility of dry- and organic matter. An 8 x 3 completely
randomized experimental design was employed to test 8 different treatments. The
treatments were: freshly-chopped chromolaena leaves as control (Segar), sundried (3x24 hours) C. odorata leaves (Jemur), oven-dried (60oC for 24 hours) C.
odorata leaves (Oven), water-boiled (5 minutes) C. odorata leaves (Rebus),
water-soaked (4 hours) C. odorata leaves (RendAir), NaOH-soaked (4 hours) C.
odorata leaves (RenNaOH), HCl-soaked (4 hours) C. odorata leaves (RenHCl),
and anaerobically-fermented (21 days) C. odorata leaves (Fermentasi). Variable
measured were concentration of total tannins, activity of trypsin inhibitor, in vitro
digestibility of dry matter (IVDMD) and organic matter (IVOMD), and
concentration of ammonia (NH3) and total volatile fatty acids (VFAs). The results
showed that application of low heat (Jemur), hot water (Rebus), soaking in water
(RenAir), and anaerobic fermentation techniques reduced a significant amount of
total tannin by 4,45 – 61,9% compared to control. The highest suppression
(61.9%) was achieved by fermentasi treatment. In contrast, medium heat
application (oven dried at 60oC) and chemical treatments (HCl or NaOH) had no
effect. In vitro fermentation data showed that boiling in water or soaking in NaOH
reduced IVDMD and IVOMD significantly. All processing methods tested in this
present experiment have no effect on NH3 and VFA concentration. It is concluded
that low heat drying or boiling in water or anaerobic fermentation can be used as
an effective processing method to reduce total tannin concentration in
Chromolaena odorata. On the other hand, soaking or boiling in water or soaking
in NaOH solution will reduce rate of in vitro digestion.
Keywords: C. odorata, digestibility, NH3, tannins, trypsin inhibitor, VFA.

PENDAHULUAN
Semak bunga putih (Chromolaena odorata) merupakan gulma padang
penggembalaan di wilayah Indonesia Timur dengan produksi biomasa yang sangat
tinggi (mencapai 70 ton BK ha-1 thn-1) dengan kandungan protein kasar berkisar
21-36% (Mullik 2002), sehingga mampu menampung ternak sapi dengan bobot
200 kg sebanyak 31 ekor tahun-1. Kendala pemanfaatan C.odorata yaitu adanya
berbagai senyawa metabolik sekunder yang bersifat anti nutrisi. Metabolit
sekunder tersebut antara lain tanin, anti tripsin, haemaglutinin, saponin, oxalate,
asam pitat, alkaloid, steroid, terpoids, flavonoid (Akinmoladun et al. 2010;
Onkaramurthy et al. 2013). Keberadaan senyawa-senyawa metabolik sekunder
tersebut menyebabkan palatabilitas C. odorata rendah (Hai et al. 2012) karena bau
mint yang kuat dan rasa yang relatif pahit. Akibatnya, ternak ruminansia kurang
mengkonsumsi tumbuhan ini dalam bentuk segar. Dalam rangka mengatasi
masalah konsumsi, maka dibutuhkan pengolahan awal sehingga membuat C.

5
odorata menjadi palatabel bagi ternak. Namun, yang menjadi pertimbangan utama
dalam pengolahan awal adalah perlakuan yang diberikan harus
menurunkan/menghilangkan senyawa anti nutrisi dalam bahan pakan tetapi tetap
mempertahankan nilai nutrisi bahan pakan tersebut, serta tidak membahayakan
kesehatan ternak dan lingkungan.
Mengingat tanin dan trypsin inhibitor merupakan senyawa anti nutrisi
dominan dalam C. odorata (Onkaramurthy et al. 2013) maka penurunan atau
penghilangan kandungan tanin dalam C. odorata kemungkinan besar akan
meningkatkan palatabilitas dan nilai manfaatnya sebagai bahan pakan. Pakan
ternak yang berkandungan tanin tinggi dapat menurunkan konsumsi, menurunkan
daya cerna, dan menurunkan pertambahan bobot badan harian bila diberi sebagai
pakan tunggal (Wina 2010), mengurangi degradasi protein dalam rumen sebagai
akibat berikatannya tanin dan protein (Patra dan Saxena 2011), serta menimbulkan
efek toksik bagi mikroba rumen (Bhatta et al. 2009). Selain itu, tanin pun dapat
melukai saluran pencernaan sehingga mengganggu fungsi saluran pencernaan
(Makkar 2003) karena terjadi penghambatan aktivitas enzim pencernaan termasuk
protease, lipase dan glikosidase (Hagerman 1992). Trypsin inhibitor menghambat
aktivitas enzim proteolitik sehingga daya cerna protein akan menurun. Bila anti
tripsin terakumulasi dalam saluran pencernaan, senyawa anti tripsin akan
menghambat kerja enzim tripsin dan kimotripsin. Keberadaan anti tripsin dalam
pakan, bukan saja menekan konsumsi namun juga menekan pertumbuhan mencit
yang diberi biji tepary (Osman et al. 2003)
Teknik pengolahan yang digunakan untuk menurunkan atau meminimalisir
efek negatif dari tanin melalui proses fisik, kimia, dan biologis (Roger et al.
2015). Teknik pengolahan secara fisik (pencacahan, penggilingan, pembuatan
pelet) atau kimia (pemanasan, perendaman dengan air atau bahan kimia yang
bersifat asam atau basa) atau biologis (fermentasi mikroba) telah menjadi cara
pengolahan umum yang dipakai secara luas sehingga dapat menjadi pilihan untuk
mengurangi kandungan tanin dalam C. odorata. Namun, berbagai hasil riset
menunjukkan bahwa respon tanin terhadap perlakuan tidak konsisten antar bahan
pakan. Sebagai contoh, pelayuan dan pengeringan terbukti secara nyata
menurunkan konsentrasi tanin pada daun singkong (Hue et al. 2010), tetapi Wina
et al. (2000) melaporkan adanya peningkatan tanin dalam daun Calliandra
calothyrsus yang dikeringkan secara aerobik. Disebabkan oleh adanya
inkonsistensi respon tanin terhadap pengolahan, maka tidak dapat dipastikan
teknik pengolahan apa yang paling efektif untuk menurunkan konsentrasi tanin
dalam C. odorata sebagai upaya mengolahnya menjadi pakan ternak. Atas dasar
tersebut, maka dalam penelitian ini diuji efektivitas teknik pengeringan matahari,
pengovenan, perebusan, perendaman dalam air atau asam (HCl) atau basa
(NaOH), dan fermentasi terhadap kandungan tanin, kandungan nutrisi dan
kecernaan in vitro dari C. odorata.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - Desember 2014. Evaluasi
tanin dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas

6
Peternakan IPB. Evaluasi trypsin inhibitor dan kecernaan in vitro dilaksanakan di
Laboratorium Nutrisi dan Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB.
Bahan dan Persiapannya
Bahan yang digunakan adalah daun C. odorata yang diperoleh dari
Kupang, Nusa Tenggara Timur. Daun tanaman C. odorata dipanen pada bulan
Agustus 2014, dipangkas dengan panjang sekitar ±50 cm dari ujung/pucuk
tanaman. Hasil pangkasan dibawa ke Bogor, selanjutnya daun Chromolaena
odorata dipisahkan dari bagian batang untuk digunakan sebagai bahan penelitian.
Komposisi kimia daun C. odorata ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia daun Chromolaena odorata*
Komposisi kimia
Bahan Kering
Abu
Protein Kasar
Serat Kasar
Lemak Kasar
Beta-N
Neutral Detergent Fiber
Hemiselulosa
Acid Detergent Fiber
Selulosa
Lignin
Silika

Persentase (% BK)
26.61
9.08
17.54
12.87
2.57
57.94
69.29
16.35
52.95
30.16
22.55
0.24

*Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB 2014

Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Penelitian ini terbagi atas dua tahap. Tahap pertama terdiri dari 8
perlakuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kandungan total tanin
dan trypsin inhibitor. Desain penelitian sebagai berikut:
Segar
= C. odorata segar
Jemur
= C. odorata dijemur selama 3 x 24 jam
Oven
= C. odorata dioven 60oC selama 24 jam
Rebus
= C. odorata direbus selama 5 menit
RenAir
= C. odorata direndam dalam air selama 4 jam
RenNaOH = C. odorata direndam dalam NaOH 0.1N 10% selama 4 jam
RenHCl = C. odorata direndam dalam HCl 0.1 N 10% selama 4 jam
Fermentasi = C. odorata difermentasi tanpa bahan aditif selama 21 hari
Perlakuan segar menggunakan daun C. odorata segar yang dicacah sehalus
mungkin untuk dianalisis. Perlakuan jemur dengan cara menjemur daun C.
odorata di bawah matahari selama 3 hari x 24 jam, selanjutnya digiling halus
untuk analisis. Perlakuan oven, daun C.odorata di oven selama 24 jam. Sementara
itu, untuk perlakuan rebus, 100 g daun C. odorata direbus menggunakan 150 mL
air dengan api sedang selama lima menit. Setelah itu disaring, diangin-anginkan

7
dan dikeringkan lalu digiling halus kemudian digunakan untuk analisis. Bahan
untuk pelakuan RendAir, diperoleh dengan cara merendam 200 g daun segar
dalam 1 L air biasa pada suhu ruangan selama 4 jam. Perlakuan RenNaOH dan
RenHCl, prosedurnya sama seperti perlakuan RenAir, hanya tidak digunakan air
biasa tetapi digunakan larutan NaOH atau HCl 0,1N 10%. Perlakuan fermentasi,
daun C. odorata segar dicincang, dimasukan dalam toples ukuran 1 liter,
dipadatkan, ditutup rapat (kedap udara) selama 21 hari. Setelah proses fermentasi,
toples dibuka, bahan dikeluarkan dan dianginkan, selanjutnya dikeringkan,
digiling halus dan dibawa ke laboratorium untuk analisis.
Penelitian tahap kedua difokuskan untuk mengetahui kualitas fermentatif
secara in vitro dari tumbuhan C. odorata. Semua perlakuan sama seperti pada
tahap pertama di atas, tetapi ada satu perlakuan yang dihilangkan yaitu perlakuan
Segar. Dengan demikian, tinggal 7 perlakuan yaitu Jemur, Oven, Rebus, RenAir,
RenNaOH, RenHCl, dan Fermentasi. Alasan dikeluarkannya perlakuan segar
karena semua proses menggunakan bahan yang telah jemur kering, dengan
demikian, tidak ada material segar yang digunakan.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam kedua tahap penelitian adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematis sebagai berikut:
Xij = μ + τi + εij
Keterangan:
Xij
= nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
εij
= eror perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Pada penelitian tahap pertama digunakan RAL dengan konfigurasi 8
perlakuan dan 3 ulangan. Sementara itu, pada penelitian tahap kedua digunakan
RAL 7 perlakuan dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA
(Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah
yang diamati. Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan
(α 0.05). Proses analisis data menggunakan SPSS versi 16.0.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah:
Komposisi nutrien. Analisis komposisi nutrien C. odorata meliputi:
kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), lemak
kasar (LK), dan serat kasar (SK) C. odorata menggunakan metode AOAC (2005).
Kandungan metabolit sekunder. Pengukuran kandungan metabolit
sekunder meliputi: a) Kandungan total tanin, diuji menggunakan metode
titrimetric (Atanassova dan Christova-Bagdassarian 2009); b) kandungan trypsin
inhibitor menggunakan metode Kakade et al (1974).
Kualitas fermentasi rumen secara in vitro, meliputi: a) konsentrasi
ammonia (NH3) diukur menggunakan metode Difusi Conway (Conway dan
O’Malley 1942); b) konsentrasi Volatyl Fatty Acid (VFA), diukur menggunakan
metode destilasi uap (General Laboratory Procedure 1966).

8
Nilai kecernaan in vitro C. odorata, meliputi: a) kecernaan bahan kering
(KCBK); b) kecernaan bahan organik (KCBO) secara in vitro menggunakan
metode Tilley dan Terry (1963).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Metabolit Sekunder
Tanin merupakan senyawa fenolik yang memiliki kemampuan
menghambat aktivitas mikroba rumen dengan cara menonaktifkan enzim,
disamping dapat mengakibatkan keracunan bagi mikroba (Makkar dan Singh
1991). Tanin dapat dieliminasi atau diturunkan dengan pemanasan, pengeringan,
perendaman menggunakan air, asam, alkali, oxidising, urea, polyvinyl-pyrrolidine
(PVP), PEG, dan ferric salts (Norton 2000).
Data konsentrasi total tanin dalam C. odorata yang telah diberikan
berbagai perlakuan (Tabel 2) menunjukkan bahwa semua perlakuan menurunkan
kandungan tanin C. odorata tetapi dengan derajat penurunan yang berbeda.
Tingkat penurunan terbesar yakni 62% diperlihatkan oleh perlakuan fermentasi
(0.94%) dibanding dengan kontrol (2.47%). Penurunan yang cukup tinggi (4353%) juga akibatkan oleh perlakuan jemur (1.17%), rebus (1.40%), dan rendam
air (1.31%), sedangkan tingkat penurunan terkecil (4-9%) didapati pada perlakuan
Oven (2.23%), RenNaOH (2.31%), dan RenHCl (2.36%). Konsentrasi total tanin
yang dideteksi dalam penelitian ini berada dalam rentangan nilai 1.3%-17.2%
yang dilaporkan oleh Gemeda dan Hassen (2015) pada berbagai jenis hijauan
semak tropis di Afrika Selatan.
Tabel 2 Kandungan metabolit sekunder C. odorata akibat berbagai perlakuan
Perlakuan

Total Tanin (% BK)*

Segar
Jemur
Oven
Rebus
RenAir
RenNaOH
RenHCl
Fermentasi

2.47 ±0.06 b
1.17±0.02a
2.23±0.07b
1.40±0.01a
1.31±0.31a
2.31±0.17b
2.36±0.16b
0.94±0.10a

Trypsin inhibitor
(mg g-1)**
32.99 ±0.05c
20.43±0.44a
27.06±0.09b
24.95±0.08b
30.68±0.10b
25.29±0.14b
25.97±0.19b
25.47±0.09b

Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%
(uji selang berganda Duncan); *Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan IPB (2014) ** Hasil analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas
Peternakan IPB (2015)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ada empat perlakuan yang
sangat nyata (p0.05) kandungan taninnya
dibandingkan dengan kontrol. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini senada
dengan yang dilaporkan Roger et al. (2015) bahwa proses fermentasi dapat

9
menurunkan konsentrasi total tanin. Penjelasan pasti tentang akibat perlakuan
terhadap penurunan konsentrasi tanin tidak memungkinkan untuk dilakukan
karena jenis tanin yang ada dalam C.odorata belum diketahui dan tidak juga
dikarakterisasi dalam penelitian ini. Namun, diduga bahwa penurunan tanin akibat
fermentasi dalam penelitian ini dikarenakan adanya aktivitas kimia dari enzimenzim yang diproduksi oleh berbagai mikrorganisme fermentatif sehingga
merusak ikatan tanin-enzim dan protein-tanin, akibatnya tanin terbebaskan dan
larut dalam cairan residu fermentasi (Taylor and Duodu 2014). Selain itu,
kemungkinan enzim-enzim mikroba menghidrolisis lebih lanjut sebagian tanin,
terutama yang larut menjadi senyawa lain selama proses fermentasi anaerobik
berlangsung.
Penurunan tanin yang sangat nyata pada perlakuan rebus dan rendam air
kemungkinan juga berhubungan dengan larutnya senyawa tanin mudah larut (jenis
gallotannins) dalam air sehingga tidak terdeteksi dalam sampel karena yang
digunakan hanya sampel padat saja. Diakui, bahwa kelemahan dalam penelitian
ini adalah tidak dilakukan identifikasi jenis tanin sehingga tidak diketahui berapa
proporsi tanin yang mudah larut dibanding dengan tiga kelompok lainnya
(ellagitannins, complex tannins dan condensed tannins). Larutnya tanin dalam air
dapat dipahami karena sebagian besar tanin jenis gallotannins memiliki ikatan
residu polyol yang berasal dari D-glucose (Khanbabaee dan van Ree 2001).
Menurut kedua peneliti tersebut (Khanbabaee dan van Ree 2001), gallotannins
jenis 2,3,4,6-tetra-O-galloyl-D-glucopyranose dan 1,2,3,4,6-penta-O-galloyl-β-Dglucopyranose merupakan senyawa intermediate kunci yang berperan penting
dalam biosintesis hampir semua senyawa phenolik dalam tanaman. Dengan
adanya air, maka akan menjadi media yang baik bagi reaksi-reaksi kimia yang
berhubungan dengan hidrolisis tanin.
Pemberian panas rendah (penjemuran di bawah sinar matahari ) juga sangat
nyata menurunkan konsentrasi tanin (53%) dalam C.odorata. Tren ini jauh
berbeda dengan pemberian panas tinggi (dioven pada suhu 60 oC) di mana terjadi
penurunan hanya sebesar 9% sehingga tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Penurunan kadar tanin yang kecil (3.4%) juga dilaporkan oleh Rakić et al. (2004)
ketika kulit pohon oak dioven pada suhu 60oC. Menurut Djordjević (1995) reaksi
penting yang terjadi terhadap tanin akibat pemanasan adalah reaksi hidrolisis,
oksidasi, polimerisasi, interaksi dari komposisi dan reaksi dekomposisi.
Berbedanya reaksi tanin terhadap suhu, mungkin dapat dijelaskan oleh
pendapat Hagerman (2002) bahwa reaksi terhadap tanin sangat dipengaruhi oleh
suhu di mana suhu tinggi cenderung meningkatkan konsentrasi tanin sebab pada
suhu tinggi, terjadi kondensasi sehingga membentuk ikatan yang kompleks
dengan senyawa lain. Sebaliknya, pengeringan secara lambat pada suhu rendah
seperti pada perlakuan jemur mungkin memberikan kesempatan terjadinya
hidrolisis dan dekomposisi tanin (Makkar dan Becker 1996) karena memiliki
ikatan-ikatan hirophobic, maka akan membentuk ikatan ionik kuat pada suhu
tinggi (Haslam 1989). Inilah yang menjelaskan mengapa terjadi penurunan kadar
tanin yang tidak nyata pada perlakuan oven.
Tidak adanya perbedaan pada penggunaan larutan basa (NaOH) maupun
asam (HCl) terhadap kontrol menunjukkan bahwa tanin kurang reaktif terhadap
kedua jenis senyawa tersebut. Tidak beresponnya tanin terhadap asam kuat (HCl
2M) dan basa kuat (NaOH 2M) juga telah dibuktikan oleh Osawa dan Walsh

10
(1993) pada asam tanat. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan ionisasi pada
gugus-gugus hidroksil phenol pada tanin (Hagerman 2002) sehingga membuatnya
kurang mengalami hidrolisis.
Trypsin inhibitor merupakan salah satu senyawa protein yang bersifat
menghambat kerja enzim trypsin dalam menghidrolisis protein. Trypsin inhibitor
dalam pakan akan mengurangi konsumsi, gangguan pencernaan protein, hipertropi
pankreatik dan menghambat pertumbuhan (Soetrisno dan Suryana 1991). Trypsin
inhibitor memiliki dua kelompok utama, yaitu Kunitz Trypsin Inhibitor (KTI) dan
Browman-Birk inhibitor (BBI). KTI memiliki berat molekul 21 kD dengan dua
ikatan disulfida, sedangkan BBI mempunyai berat molekul 8 kD yang
mengandung cystein lebih tinggi dengan membentuk 7 ikatan disulfida. Perbedaan
struktur antara kedua jenis inhibitor ini menyebabkan perbedaan sifat stabilitasnya
terhadap panas. KTI tidak stabil terhadap panas, sedangkan BBI sangat stabil
terhadap pemanasan karena strukturnya lebih kompleks dan kokoh dibanding KTI
(Kanetro et al. 2014).
Data konsentrasi trypsin inhibitor dalam C.odorata yang telah diberikan
berbagai perlakuan (Tabel 2) menunjukkan bahwa semua perlakuan menurunkan
trypsin inhibitor dalam C. odorata tetapi dengan derajat penurunan yang berbeda.
Tingkat penurunan terbesar yakni 38.07% diperlihatkan oleh perlakuan jemur
(20.43 mg g-1) dibanding dengan kontrol (32.99 mg g-1). Penurunan yang cukup
tinggi (17.98-24.37%) juga akibatkan oleh perlakuan oven (27.06 mg g-1),
RenHCl (25.97 mg g-1), fermentasi (25.47 mg g-1), RenNaOH (25.29 mg g-1), dan
Rebus (24.95%), sedangkan tingkat penurunan terkecil 7% didapati pada
perlakuan rendam air (30.68 mg g-1). Konsentrasi trypsin inhibitor semua
perlakuan dalam penelitian ini lebih tinggi dari yang dilaporkan Ikhimioya et al.
(2007) sebesar 22.37 mg g-1, kecuali perlakuan jemur dengan konsentrasi trypsin
inhibitor (20.43 mg g-1).
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jemur sangat
nyata (p