Penggunaan Media Tumbuh Dan Jenis Wadah Alternatif Untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Pembibitan

PENGGUNAAN MEDIA TUMBUH DAN JENIS WADAH
ALTERNATIF UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PEMBIBITAN

TOTO SURYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penggunaan Media
Tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya, baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016

Toto Suryanto
NIM A252114011

RINGKASAN
TOTO SURYANTO. Penggunaan Media Tumbuh dan Jenis Wadah
Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di
Pembibitan. Dibimbing oleh ADE WACHJAR dan SUPIJATNO.
Penggunaan top soil sebagai media tumbuh di pembibitan perkebunan
kelapa sawit perlu dipertimbangkan kembali karena volume top soil yang
digunakan sangat besar. Penggunaan media tumbuh lain sebagai alternatif
pengganti top soil sebaiknya mudah didapat, harganya murah, menaikkan prestasi
kerja tanam serta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bibit, baik morfologi
maupun fisiologinya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari media tumbuh dan
jenis wadah alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di
pembibitan. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan

Darmaga, Bogor mulai bulan Oktober 2013 sampai Oktober 2014. Rancangan
percobaan yang digunakan pada pembibitan awal adalah rancangan acak lengkap
dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah media tumbuh yang terdiri
atas top soil, sub soil, kascing, arang sekam, pupuk kandang dan kompos. Faktor
kedua adalah jenis wadah yang terdiri atas baby polybag, tray, potongan bambu,
gelas mineral dan pelepah. Rancangan percobaan yang digunakan pada
pembibitan utama adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan tiga
ulangan. Perlakuan jenis media tumbuh terdiri atas (a) media standar agronomi di
pembibitan, (b) top soil, (c) sub soil, (d) kascing, (e) arang sekam, (f) pupuk
kandang sapi matang, dan (g) kompos.
Hasil penelitian di pembibitan awal menunjukkan bahwa penggunaan
berbagai jenis media tumbuh dan wadah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
morfologi (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun) dan fisiologi
(bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot kering akar,
kehijauan daun dan kerapatan stomata) bibit kelapa sawit. Interaksi kedua faktor
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun 1 bulan setelah
tanam (BST), diameter batang, kehijauan daun, dan kerapatan stomata 3 BST.
Berdasarkan pertumbuhan morfologi, kombinasi perlakuan yang terbaik adalah
media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu dan media tumbuh
kompos dengan wadah gelas air mineral bekas.

Hasil penelitian di pembibitan utama menunjukkan bahwa penggunaan
berbagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan morfologi
(tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun ketiga) dan fisiologi
(bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar). Berdasarkan
peubah morfologi, media tumbuh kompos menghasilkan pertumbuhan bibit
kelapa sawit lebih baik dibandingkan media tumbuh lainnya (media standar
agronomi, top soil, sub soil, arang sekam), tetapi tidak berbeda nyata dengan
kascing dan pupuk kandang sapi. Media tumbuh kompos mengandung N 1.32%, P
2.26%, K 0.14%, dan kascing mengandung N 1.05%, P 2.68%, K 0.07% serta
pupuk kandang sapi mengandung N 1.09%, P 1.48%, K 0.07%. Media tumbuh
alternatif pengganti top soil pada pembibitan utama kelapa sawit yang dianjurkan:
kompos, kascing dan pupuk kandang sapi.
Kata kunci : media tumbuh, wadah media tumbuh, pembibitan,kelapa sawit,
morfologi, fisiologi.

SUMMARY
TOTO SURYANTO. The Uses Growing Media and Types Container Alternative
for Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Seedlings Growth in Nursery. Supervised by
ADE WACHJAR and SUPIJATNO.
The use top soil as a growing media in the nursery oil palm plantations

need to be considered because of the volume of top soil that is used is very large.
The use of media growing other as alternative replacement for the top soil should
easily obtainable, low price, raising work achievement cropping as well as a
positive effect against growth of seedlings, either morphological nor the
physiological. This research aims to find alternative growing media and types
containers suitable for the growth of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) in nursery.
The experiment was conducted at IPB Teaching Farm Dramaga Bogor from
October 2013 to October 2014. The first research held in pre nursery and then to
continued on main nursery. The treatment in pre nursery was arranged in a
factorial randomized complete design and consist of two factor with three
replications. The first factor was the type of growing media consist of top soil,
sub soil, vermicompost, rice husk, cow manure, and compost. The second was the
type of containers consist of baby polybag, tray, bamboo strips, glass mineral
and midrib. The treatment in main nursery was arranged in a non factorial
randomized complete design with three replications. The treatment was growing
media treatment consist of (a) standar of growing media in nursery (b) top soil,
(c) sub soil, (d) vermicompost, (e) rice husk, (f) cow manure, and (g) compost.
The results of first research in pre nursery showed that application of
various growing media significantly affected to morphological growth (plant
height, leaf number, stem diameter, leaf area) and physiological growth (weight

wet header, dry weight header, root wet and root dry weight, greenish leaves and
density stomata). The interaction of these two factors significantly affect on plant
height and number of leaves 1 months after planting (MAP), stem diameter,
greenish leaves and density stomata 3 MAP. Based on morphological growth, the
best combination treatment was compost with containers bamboo strips and
compost with containers glass mineral.
The result of second research in main nursery showed that application of
various growing media significantly affected to morphological growth (plant
height, leaf number three, stem diameter) and physiological growth (weight wet
header, dry weight header and root dry weight).
Based on morphological variables, growing media compost produces oil
palm seedling growth better than other growing media (media standards of
agronomic, top soil, the sub soil, rice husk), but do not differ markedly with cow
manure, and vermicompost. Compost have a nutrient 1.32% N, 2.26% P, 0.14%
K, and vermicompost have N 1.05%, P 2.68%, K 0.07%, while cow manure have
N 1.09%, P 1.48%, K 0.07%. Growing media alternative for substitute top soil in
oil palm seedlings that suggested was compost, vermicompost, and cow manure.
Keywords : growth media, containers media growth, nursery oil palm,
morphological, physiological


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

1

PENGGUNAAN MEDIA TUMBUH DAN JENIS WADAH
ALTERNATIF UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PEMBIBITAN

TOTO SURYANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Sudradjat, MS

3

Judul Tesis : Penggunaan Media Tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di
Pembibitan
Nama

: Toto Suryanto
NIM
: A252114011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ade Wachjar, MS
Ketua

Dr Ir Supijatno, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Maya Melati, MS.MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 29 Desember 2015

Tanggal Lulus :

4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai
Oktober 2014 ini adalah Penggunaan Media tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif
untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Ade
Wachjar, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi sebagai ketua dan anggota komisi
pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua Departemen
Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Sugiyanto, MSi, dan Ketua Program Studi

Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Maya Melati, MS. MSc serta semua staf
departemen yang telah banyak membantu.
Ungkapan rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Ayahanda Nono Sumiatno, Ibunda Titin Rohayati, Istri Mimi Syahfitri dan Anak
Syafira Az-zahra atas doa, kasih sayang, perhatian dan dukungannya baik moril
maupun materil selama perkuliahan, penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pemilik Politeknik Kelapa Sawit Citra
Widya Edukasi Bapak Tjiungwanara Njoman dan Yudhanegara Njoman SE,
Bcom (Hon), MFin, Direktur Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Ir
Nugroho MT, Ketua Yayasan Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi
Bapak Purn (Kol Art) RB Iskandar Kristantoro serta kepada semua pihak yang
telah membantu tetapi tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2016.
Toto Suryanto

5


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Percobaan
Hipotesis Percobaan
TINJAUAN PUSTAKA
Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit
Media Tumbuh

vi
vi
vii
1
2
3
3

4
5

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Bahan dan Alat Percobaan
Metode Percobaan
Pelaksanaan Percobaan
Pengamatan

9
9
11
13
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan umum
Pre Nursery
Main Nursery

18
20
30

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

38
38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

44

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada awal
percobaan di pre nursery dan main nursery
2. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir
percobaan di pre nursery
3. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir
percobaan di pre nursery
4. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis
media tumbuh pada umur 1-3 BST
5. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis
wadah umur 1-3 BST
6. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap empat peubah
morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery
7. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan
daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit umur 3 BST
8. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap biomassa
bibit kelapa sawit umur 3 BST
9. Hasil analisis kandungan hara jaringan tanaman pada bibit
kelapa sawit pre nursery
10. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap tinggi tanaman
bibit kelapa sawit umur 4-10 BST
11. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap diameter batang bibit
kelapa sawit umur 4-10 BST
12. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap jumlah daun bibit
kelapa sawit umur 4-10 BST
13. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap luas daun bibit
bibit kelapa sawit 10 BST
14. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap kerapatan stomata
dan kehijauan daun bibit kelapa sawit umur 10 BST
15. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap biomassa bibit
kelapa sawit umur 10 BST
16. Hasil analisis hara jaringan bibit kelapa sawit di main nursery

18
19
19
20
22
24
26
28
29
30
32
33
34
35
36
37

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

Kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari
Berbagai macam wadah media tumbuh
Bibit kelapa sawit varietas Sue Suprame Mekarsari berumur
tiga bulan di pre nursery
4. Penanaman kecambah kelapa sawit

vi

9
10
11
14

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Halaman

Standar pemupukan bibit menurut umur bibit kelapa sawit
Kalibrasi wadah
Bagan acak perlakuan pada percobaan pertama
Bagan acak perlakuan pada percobaan kedua
Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada awal percobaan
di pre nursery dan main nursery
Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di
pre nursery
Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di
main nursery
Rata-rata curah hujan, temperatur, lama penyinaran dan
kelembaban udara Nopember 2013 – Agustus 2014
Sidik ragam peubah morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery
(1-3 BST)
Sidik ragam peubah fisiologi bibit kelapa sawit di pre nursery
pada 3 BST
Sidik ragam tinggi tanaman bibit kelapa sawit di main nursery
(4-10 BST)
Sidik ragam peubah diameter batang bibit kelapa sawit main
nursery (4-10 BST)
Sidik ragam peubah jumlah daun (4- 10 BST) dan luas daun
(10 BST) bibit kelapa sawit di main nursery.
Sidik ragam peubah-peubah fisiologi bibit kelapa sawit di
main nursery pada umur 10 BST
RIWAYAT HIDUP

vii

45
45
47
48
48
49
49
50
50
52
54
55
56
57
58

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu bagian proses pekerjaan membangun perkebunan kelapa sawit adalah
pembibitan. Pembibitan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan melalui satu tahap
pembibitan (single stage) atau dua tahap pembibitan (double stage). Kedua sistem
pembibitan tersebut membutuhkan tanah lapisan atas (top soil) untuk mengisi polybag
sebagai tempat menanam kecambah dan membesarkan bibit kelapa sawit sebagai bahan
tanam di lapangan. Masalah utama yang akan timbul pada masa kini dan mendatang untuk
mengembangkan lahan perkebunan kelapa sawit adalah pemindahan top soil dari satu tempat
ke tempat lain. Top soil digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit karena memiliki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik untuk pertumbuhan bibit selama di pembibitan.
Menurut PT SMART Tbk (2003) kebutuhan media tumbuh pada tahap pembibitan
awal (pre nursery) membutuhkan 0.001 m3 top soil/polybag kecil (ukuran polybag kecil
berdiameter 10 cm dengan tinggi 14 cm) dan 0.016 m3 top soil/polybag besar (ukuran
polybag besar berdiameter 23 cm dan tinggi 39 cm). Areal tanaman kelapa sawit seluas
1 000 ha dengan populasi 136 tanaman/ha ditambah sulaman 10% membutuhkan ± 150 000
bibit, dengan kebutuhan media tumbuh top soil yang sudah dipergunakan sebanyak 2 400
m3 atau setara dengan luas areal 16 000 m2 (1.6 ha), dengan kedalaman top soil 15 cm.
Luas areal perkebunan kelapa sawit (Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara
dan Perkebunan Besar Swasta) pada tahun 2004 seluas 5 284 723 ha meningkat menjadi
10 465 020 ha pada tahun 2013, sehingga terjadi penambahan dengan luas areal 5 180 297
ha selama 10 tahun (Ditjenbun 2014). Pertambahan luas areal setiap tahun 518 029.7
ha/tahun, bila dihitung kebutuhan media tumbuh top soil yang sudah dipergunakan dan
pindah ke lapangan untuk pembibitan seluas penanaman 518 029.7 ha/tahun, dengan ratarata populasi 136 tanaman/ha adalah 518 029.7 ha x 136 tanaman/ha x 0.016 m3 sama dengan
1 127 232.6 m3/tahun. Top soil yang diambil pada kedalaman 15 cm untuk mengisi polybag
sebagai media tumbuh sebanyak 7 514 884 m2/tahun atau setara dengan luas 751.48
ha/tahun.
Pemindahan top soil dari suatu tempat ke tempat lain untuk media tumbuh pembibitan
perlu dipertimbangkan kembali oleh para pelaku pengelola perkebunan kelapa sawit untuk
mencari media tumbuh alternatif. Pengganti media tumbuh alternatif, sebaiknya mudah
didapat, harganya relatif murah, serta memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan
morfologi dan proses fisiologi bibit. Beberapa media tumbuh alternatif yang dapat
dimanfaatkan untuk pembibitan tanaman kelapa sawit sesuai dengan kriteria tersebut di atas
adalah kompos, kascing, arang sekam, pupuk kandang sapi untuk pembibitan tanaman
kelapa sawit. Menurut Irwan et al. (2005) kascing mengandung N 0.5-2.0%, P2O5 0.060.68%, K2O 0.10-0.68%, dan Ca 0.5-3.5%. Menurut Nurbaity et al. (2011) kandungan unsur
hara N, P, K pada arang sekam masing-masing adalah 0.49%, 0.07%, dan 0.08%, pada kadar
air 7.4%. Menurut Aini (2005), pupuk kandang sapi mengandung unsur hara makro berupa
N 2.04%, P 0.76 %, K 0.82%, dan Ca 1.29%, sedangkan menurut Rosmarkan dan Yuwono
(2002) pupuk kandang sapi mengandung N 0.45 %, P 0.09 %, K 0.36 %, Mg 0.09 %, S
0.06 % dan B 0.0045 %. Menurut Ariesandy (2014) kompos daun mengandung N-total
sebesar 0.50%, P 0.23%, K 0.13%, C-organik 7.45, C/N 15 dan kadar air sebesar 62.14 %.

2

Selain itu, bidang usaha perkebunan kelapa sawit menghasilkan sampah organik dan
anorganik. Sampah organik berupa pelepah hasil pekerjaan panen dan penunasan. Limbah
anorganik berupa sampah wadah gelas plastik air mineral dapat diperoleh dari hasil kegiatan
pemukiman dan operasional lapangan. Umumnya, wadah media tumbuh pembibitan awal
kelapa sawit (pre nursery) menggunakan polybag kecil atau tray. Keberadaan limbah
organik dan anorganik hasil kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan
sebagai alternatif wadah media tumbuh sebagai pengganti polybag kecil atau tray.
Dengan demikian diperlukan percobaan pertama mengenai pertumbuhan bibit kelapa
sawit pada berbagai jenis percobaan media tumbuh organik buatan dan wadah yang tepat di
pre nursery. Percobaan dilanjutkan ke percobaan kedua mengenai pertumbuhan bibit kelapa
sawit di main nursery pada berbagai jenis percobaan media tumbuh.
Perumusan Masalah
Pembibitan tanaman kelapa sawit sistem dua tahap terdiri atas pembibitan awal dan
pembibitan utama. Pembibitan awal membutuhkan media tumbuh 0.001 m3 dan
pembibitan utama 0.016 m3 sehingga memerlukan sebanyak 0.017 m3 per bibit. Selain
itu, membutuhkan wadah media tumbuh atau polybag sebanyak 110/70 x 136 tanaman/ha
sebesar 214 polybag/ha.
Permasalahan :
Terjadi pemindahan top soil dari suatu tempat ke tempat yang lain sebagai media
tumbuh, sehingga akan mengurangi kesuburan tanah di tempat tersebut. Kesuburan tanah
di areal pembibitan berkurang akibat top soil digunakan media tumbuh. Umumnya wadah
media tumbuh memakai polybag, yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
akibat bekasnya tidak digunakan.
Ide :
Mengurangi penggunaan top soil sebagai media tumbuh dan polybag sebagai wadah
media tumbuh.
Penelitian :
Pemanfaatan kascing, arang sekam, kompos dan pupuk kandang sapi sebagai media
tumbuh pengganti top soil. Pemanfaatan limbah organik (bambu, pelepah kelapa sawit)
dan anorganik (bekas gelas mineral) di perkebunan kelapa sawit sebagai pengganti
Hasil penelitian :
Mendapatkan alternatif media tumbuh dan wadah yang sesuai untuk pertumbuhan bibit
kelapa sawit di pre nursery pengganti top soil dan baby polybag yang ramah
lingkungan. Mendapatkan alternatif media tumbuh yang sesuai untuk pertumbuhan bibit
kelapa sawit di main nursery pengganti top soil.

3

Tujuan Percobaan
Tujuan Percobaan Pertama di Pre Nursery
1. Mendapatkan media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa
sawit di pre nursery sebagai pengganti top soil.
2. Mendapatkan jenis wadah media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan
bibit kelapa sawit di pre nursery sebagai pengganti baby polybag yang ramah
lingkungan
Tujuan Percobaan Kedua di Main Nursery
Mendapatkan media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa
sawit di main nursery sebagai pengganti top soil.

Hipotesis Percobaan
Hipotesis Percobaan Pertama di Pre Nursery
1. Terdapat media tumbuh alternatif sebagai pengganti top soil yang dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit di pre nursery.
2. Terdapat wadah media tumbuh alternatif sebagai pengganti polybag kecil yang dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit di pre nursery.
3. Tanggap pertumbuhan bibit di pre nursery terhadap berbagai media tumbuh
dipengaruhi oleh jenis wadah media tumbuh.
Hipotesis Percobaan Kedua di Main Nursery
Terdapat media tumbuh alternatif pengganti top soil yang dapat meningkatkan
pertumbuhan bibit di main nursery.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit
Perencanaan lahan kebun kelapa sawit di perkebunan rakyat, perkebunan besar,
sebelumnya selalu diawali dengan persiapan areal dan bahan tanam. Bahan tanam atau
bibit yang siap untuk ditanam di lapangan adalah bibit berumur 11 - 12 bulan. Bibit kelapa
sawit dengan kisaran umur tersebut diharapkan dapat langsung beradaptasi dengan kondisi
lingkungan areal tanam. Untuk mendapatkan umur bahan tanam atau bibit sesuai dengan
kebutuhan penanaman diperlukan pekerjaan tahapan di pembibitan. Pembangunan areal
pembibitan kelapa sawit memerlukan perencanaan dan persyaratan. Beberapa syarat lokasi
pembangunan pembibitan kelapa sawit, antara lain: dekat atau tersedia air yang cukup
untuk setiap bibit dengan memperhatikan kualitasnya, bebas dari banjir, bebas dari segala
macam dan bentuk gangguan organisme penganggu tanaman (manusia, naungan pohon,
hama, gulma dan penyakit), diusahakan kemiringan areal datar dan lokasi pembibitan
terletak di tengah hamparan areal yang akan ditanam, dan tersedia cukup media tumbuh
untuk mengisi polybag.
Pembibitan tanaman kelapa sawit terdapat dua cara, pertama pembibitan dengan satu
tahap (single stage) dan pembibitan dengan dua tahap (double stage). Pada pembibitan
satu tahap, kecambah yang telah diseleksi, langsung ditanam di kantung plastik besar
(large polybag dengan ukuran 40 cm x 50 cm lay flat) yang sudah berisi media tumbuh
dan dipelihara selama 12 bulan. Sedangkan pada pembibitan dua tahap, kecambah yang
telah diseleksi ditanam dan dipelihara di pembibitan awal (pre nursery) selama tiga bulan
dan setelah berumur tiga bulan bibit dipindahtanamkan ke pembibitan utama (main
nursery).
Kecambah hasil seleksi ditanam dalam kantung plastik kecil atau baby polybag di
pre nursery. Ukuran baby polybag 15 cm x 20 cm (setelah diisi berdiameter 10 cm tinggi
± 14 cm) diisi media tumbuh top soil dan bibit dipelihara selama tiga bulan. Persiapan yang
dilakukan untuk membuat pembibitan tahap awal yaitu: seleksi kecambah, pembuatan
bedengan (lebar 120 cm, sesuai kemampuan jangkauan tangan), pengisian media tumbuh
top soil pada polybag kecil (top soil diayak dan terbebas dari penyakit, hama, serta gulma),
penyusunan polybag kecil berisi top soil di bedengan (tersusun teratur dan benar), dan
persiapan instalasi penyiraman (merk sumisansui atau kirico), serta pembuatan jalan,
jembatan dan parit (sesuai kebutuhan di lapangan dan tidak mengganggu). Bibit yang telah
berumur tiga bulan kemudian dipindahtanamkan di main nursery. Sebelum bibit
dipindahtanamkan, terlebih dahulu dilakukan seleksi. Media tumbuh yang digunakan
adalah top soil yang dimasukkan ke dalam kantung plastik besar atau large polybag dengan
ukuran awal 40 cm x 50 cm (setelah berisi berdiameter 23 cm tinggi 39 cm). Bibit pada
tahap main nursery dipelihara selama sembilan bulan, sehingga menghasilkan bibit yang
berkualitas dan produktif yang siap untuk ditanam ke lapangan.

5

Media Tumbuh
Sifat fisik, kimia, biologi tanah penting untuk pertumbuhan tanaman karena sebagai
media pertumbuhan akar tanaman (ruang tumbuh perakaran). Air, udara, penyerapan panas
dan pasokan unsur hara secara bersama-sama meningkatkan kesuburan tanah (Sutanto
2005). Menurut Hani (2009) media tumbuh yang baik mempunyai empat fungsi utama yaitu
memberi unsur hara pada media perakaran, menyediakan dan tempat penampungan air,
menyediakan udara untuk respirasi akar dan sebagai tempat pertumbuhan tanaman. Menurut
Djajadi et al. (2010) media tumbuh berpengaruh terhadap stabilitas agregat, kadar unsur
hara, kapasitas daya pegang air tanah, dan populasi bakteri. Oleh karena itu, meningkatkan
stabilitas agregat diharapkan dapat memperbaiki kesuburan kimia dan biologis tanah,
meningkatkan porositas, ketahanan tanah terhadap erosi sehingga menjadi media tumbuh
yang baik.
Top Soil
Top soil adalah lapisan tanah teratas yang biasanya mengandung bahan organik dan
berwarna gelap, subur, dan memiliki ketebalan sampai 25 cm yang sering disebut lapisan
olah tanah (Ariyanto 2009). Menurut Suhariyono (2010) lapisan tanah bagian atas (top soil)
mempunyai kedalaman sekitar 20 cm yang merupakan lapisan tanah yang subur dan
kedalaman tanah (solum) merupakan tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai suatu
lapisan dimana perakaran tanaman tidak dapat menembusnya. Menurut Yadi et al. (2012)
media tanam top soil mengandung unsur hara N 0.18 %, P 7.9 ppm, K 0.15 me/100g dan Mg
0.76 me/100g.
Menurut Jumin (2008) top soil dapat menggambarkan lama tidaknya suatu unit
agronomi berlangsung serta semakin dalam top soil diolah, makin cenderung berwarna
merah dan kuning. Menurut Widyati (2009) ameliorasi dengan top soil dapat meningkatkan
pH tanah secara signifikan, top soil juga merupakan prosedur operasional baku dalam
kegiatan revegetasi lahan bekas tambang di Indonesia.
Menurut Putri (2008) top soil tersusun atas komposisi alamiah dengan kandungan
mineral yang sangat berguna bagi tanaman, tetapi terdapat beberapa kelemahan dari
penggunaan top soil sebagai media sapih, antara lain media sapih lekas menjadi padat, aerasi
kurang baik karena mengandung bahan organik sedikit dan ketersediaan unsur hara tertentu
bagi tanaman sangat kurang.
Sub soil
Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa, sub soil adalah tanah bagian bawah
dari lapisan top soil yang mengalami cukup pelapukan, mengandung lebih sedikit bahan
organik dan dibedakan menjadi dua bagian, sebelah atas disebut daerah transisi (peralihan)
dan sebelah bawah disebut daerah penimbunan (illuviasi). Dalam daerah penimbunan
tersebut berangsur-angsur terkumpul oksida besi, oksida aluminium, tanah liat dan juga
kalsium karbonat.
Sub soil merupakan lapisan tanah di bawah lapisan top soil, umumnya memiliki
tingkat kesuburan yang lebih rendah dibandingkan top soil, terutama sifat kimianya yang
kurang baik jika digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit (Sutarta et al. 2003).
Lapisan bawah (sub soil) banyak mengandung aluminium yang dapat menjadi racun bagi

6

tanaman, miskin bahan organik, dan miskin hara N, P, dan K (Mangoensoekarjo 2007). Akan
tetapi, dibalik sifatnya yang kurang baik sebenarnya sub soil dapat menjadi alternatif untuk
menggantikan peran top soil sebagai media tanam bibit kelapa sawit. Hal ini karena sub soil
relatif lebih banyak tersedia dan dijumpai dalam jumlah yang cukup besar serta tidak terbatas
di lapangan, dibandingkan dengan top soil yang berangsur-angsur semakin menipis dan sulit
didapatkan karena terkikis akibat erosi atau penggunaannya yang terus menerus sebagai
media pembibitan (Sutarta et al. 2003).
Kascing
Kascing adalah pupuk organik hasil dari kotoran ternak yang dimakan oleh cacing
tanah menjadi kompos kotoran cacing. Kascing memiliki kandungan unsur hara, hormon
dan zat-zat yang dapat langsung diserap oleh tanaman. Menurut Irwan et al. (2005) kascing
mengandung N 0.5-2.0%, P2O5 0.06-0.68%, K2O 0.10-0.68%, dan Ca 0.5-3.5%, auksin dan
hormon lain, asam humat, enzim-enzim, serta mikroba tanah yang bermanfaat bagi
kesuburan tanah. Kascing kaya akan unsur hara dan kualitasnya lebih baik daripada pupuk
organik jenis lain. Menurut Simanjuntak (2004) kascing adalah bahan organik hasil kotoran
cacing yang bercampur dengan tanah atau bahan organik lainnya. Pupuk kascing merupakan
bahan organik yang cukup baik karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, juga dapat
memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah khususnya pada tanah yang kurang subur.
Marvelia et al. (2006) menyatakan kompos kascing merupakan salah satu jenis
pupuk organik yaitu pupuk kompos yang dibuat dengan stimulator cacing tanah (Lumbricus
rubellus). Kotoran cacing (kascing) yang menjadi kompos merupakan pupuk organik yang
sangat baik bagi tumbuhan karena mengandung unsur hara yang tersedia dan dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman. Nurmawati dan Suhardianto (2000) menyatakan kascing
mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti giberilin, sitokinin, dan auksin masingmasing sebesar 2.75, 1.05, 3.80 mikroekuivalen tiap gram bobot kering.
Kascing yang diperoleh melalui proses dekomposisi cacing tanah Lumbricus
luberrus dari 450 g media kotoran sapi yang diberi cacing 10 g selama 2 minggu
menghasilkan 235.6 g atau 52% kascing (Heti et at. 2002). Peternakan sapi yang memiliki
100 ekor akan menghasilkan kascing sebanyak 1 500 kg kotoran sapi/hari x 30 hari x 52%
sehingga menghasilkan 23 400 kg kascing atau setara dengan 23.4 m3 yang dapat digunakan
sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit di pembibitan awal sebanyak 23 400 bibit (1 bibit
= 1kg media tumbuh atau 0.001 m3). Di pembibitan utama tanaman kelapa sawit
membutuhkan media tumbuh untuk 1 bibit sebanyak 0.017 m3 setara 17 kg, artinya 23 400
kg kascing dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh untuk 1 376 bibit.
Arang Sekam Padi
Arang merupakan jenis-jenis bahan organik yang berasal dari berbagai sumber.
Sumber dan komposisi bahan yang berbeda akan menyebabkan kemampuan mempengaruhi
penyediaan fosfor dan kalium pada tanah berbeda pula (Nurhayati et al. 1983). Sekam padi
merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya tetapi mengandung silika yang
tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas selulosa 50%, lignin 25-30%, dan silika 1520% (Ismail dan Waliuddin 1996).

7

Nurbaity et al. (2011) menyatakan bahwa, sekam padi merupakan bahan organik
yang berasal dari limbah pertanian yang mengandung beberapa unsur penting seperti protein
kasar, lemak, serat kasar, karbon, hidrogen, oksigen dan silica serta N 0.49%, P 0.07% dan
K 0.08%, pada kadar air 7.4%. Menurut Marlina dan Rusnandi (2007) salah satu media
tanam yang baik adalah sekam padi karena ringan, memiliki drainase dan aerasi yang baik,
tidak mempengaruhi pH, mengandung hara atau larutan garam, mempunyai kapasitas
menyerap air, serta harganya murah. Menurut Soemeinaboedhy dan Tejowulan (2007)
arang sekam padi mempunyai berat jenis 1.23 g/cm3, nilai KTK 16.709 me/100g, kandungan
P-total sebesar 585 ppm.
Selain itu, ukuran arang juga mempengaruhi kemampuan menyediakan unsur hara P
dan diketahui bahwa makin halus ukuran arang maka kemampuan melepaskan unsur P-nya
makin besar. Berdasarkan penelitian Soemeinaboedhy dan Tejowulan (2007) bahwa
pelepasan fosfor pada arang sekam padi dengan ukuran 0.25 mm paling tinggi yaitu sebesar
2.99% dan yang paling rendah diperoleh pada arang kayu ukuran 4 mm yaitu sebesar 0.22%.
Hal ini disebabkan semakin halus ukuran bahan maka total luas permukaannya akan semakin
luas dan ini berarti kemungkinan melepaskan unsur hara P makin besar pula.
Pupuk Kandang Sapi
Mayadewi (2007) menyatakan bahwa, pupuk kandang merupakan hasil sampingan
yang cukup penting, terdiri atas kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur
sisa makanan, serta dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Pemberian pupuk kandang
selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah.
Satu ekor sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8-10 kg per hari atau
2.6-3.6 ton per tahun atau setara dengan 1.5-2 ton pupuk organik sehingga akan mengurangi
penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses perbaikan lahan. Potensi jumlah
kotoran sapi dapat dilihat dari populasi sapi. Populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan
10.8 juta ekor dan sapi perah 350 000-400 000 ekor dan apabila satu ekor sapi rata-rata setiap
hari menghasilkan 7 kg kotoran kering maka kotoran kotoran sapi kering yang dihasilkan di
Indonesia sebesar 78.4 juta kg kering per hari (Budiyanto 2011).
Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain
kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air.
Menurut Nurmawati dan Suhardianto (2000) kotoran sapi merupakan bahan organik yang
secara spesifik berperan meningkatkan ketersediaan fosfor dan unsur-unsur mikro,
mengurangi pengaruh buruk dari aluminium, menyediakan karbon dioksida pada kanopi
tanaman terutama pada tanaman berkanopi lebat dimana sirkulasi udara terbatas. Menurut
Aini (2005) pupuk kandang sapi mengandung unsur hara makro berupa N 2.04%, P 0.76 %,
K 0.82%, dan Ca 1.29%.
Ketersediaan media tumbuh pupuk kandang sapi di lapangan dapat diperoleh dari
peternakan sapi dengan jalan dikomposkan. Menurut Peni dan Teguh (2007) hewan ternak
sapi muda kebiri menghasilkan kotoran basah sebanyak 15-30 kg/ekor/hari. Dalam sekala
peternakan sapi 100 ekor menghasilkan 1 500 kg kotoran sapi/hari dikalikan 30 hari
mencapai 45 000 kg/bulan kotoran sapi basah. Kotoran sapi tersebut dikomposkan menjadi
pupuk kandang sapi matang mendapatkan 50% selama satu bulan atau sebanyak 22 500 kg
yang dapat digunakan sebagai media tumbuh pembibitan awal kelapa sawit sebanyak 22 500

8

bibit (1 bibit = 1kg media tumbuh = 0.001 m3) atau setara dengan 22.5 m3 media tumbuh.
Di pembibitan utama bibit kelapa sawit membutuhkan media tumbuh untuk 1 bibit sebanyak
0.017 m3 setara 17 kg, artinya 22 500 kg pupuk kandang sapi dapat dimanfaatkan sebagai
media tumbuh untuk 1 323 bibit.
Kompos
Kompos merupakan bahan organik seperti daun-daunan, serasah, jerami, alangalang, tongkol jagung, dedak padi yang telah mengalami proses dekomposisi secara anaerob
oleh mikroorganisme pengurai, sehingga mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah
(Setyorini et al. 2006). Berdasarkan hasil penelitian Putri dan Nurhasybi (2010), media
kompos memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan bibit takir (Duabanga moluccana)
dibandingkan dengan arang sekam padi maupun serbuk gergaji.
Selain itu, menurut Setyorini et al. (2006) kompos juga mengandung humus (bunga
tanah) yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan hara makro dan mikro dan sangat
dibutuhkan tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK) asam-asam organik dan kompos lebih
tinggi dibandingkan mineral liat, tetapi lebih peka terhadap perubahan pH karena
mempunyai sumber muatan tergantung pH (pH dependent charge). Pada nilai pH 3.5, KTK
liat dan C-organik sebesar 45.5 dan 199.5 me/100g sedangkan pada pH 6.5 meningkat
menjadi 63 dan 325.5 me/100g. Nilai KTK mineral kaohinit (3-5 me/100g), pada asam
humat (485-870 me/100g) dan asam fulfat (1 400 me/100g). Oleh karena itu, penambahan
kompos ke dalam tanah dapat meningkatkan nilai KTK tanah. Menurut Ariesandy (2014)
kompos daun mengandung N-total sebesar 0.50%, P sebesar 0.23%, K sebesar 0.13%, Corganik sebesar 7.45, C/N sebesar 15 dan kadar air sebesar 62.14 %.
Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan kandungan
nutrisi, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui penyiraman dan
pembalikan bahan cacahan serasah. Pada tahap awal proses pengomposan, temperatur
kompos akan mencapai 65-70 oC sehingga organisme patogen, seperti bakteri, virus dan
parasit, bibit penyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada limbah yang
dikomposkan akan mati. Proses pengomposan umumnya berakhir setelah enam sampai tujuh
minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu terendah yang konstan dan kestabilan materi
(Komaryati 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain : kelembaban,
konsentarasi oksigen, temperatur, perbandingan C/N, derajat keasaman (pH), ukuran bahan.
Menurut Iqbal (2008) mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60%.
Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme bekerja optimal. Kebutuhan oksigen
dalam pembuatan kompos yaitu berkisar 10-18%, dengan suhu 35-55°C. Perbandingan C/N
yang optimum untuk proses pengomposan berkisar 25/25. Derajat kemasaman (pH) yang
terbaik untuk proses pengomposan berkisar 6-8. Ukuran bahan cacahan kompos berkisar
1-7.5 cm pada proses pengomposan aerobik. Penggunaan kompos pada masa pembibitan
memiliki dua manfaat yaitu sebagai media tumbuh dan menyediakan unsur hara bagi
pertumbuhan bibit. Ketersediaan kompos di lapangan sangat banyak karena bahan baku
mentahnya adalah limbah tanaman pertanian, sampah kota dan rumah tangga yang
didekomposisikan. Salah satu contoh limbah pertanian yang dapat dijadikan kompos seperti
janjang kosong kelapa sawit, sampah daun-daunan dan brangkasan tanaman semusim.

9

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan pertama (pre nursery) dan kedua (main nursery) dilaksanakan di Kebun
Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor, dengan jenis tanah Latosol yang terletak pada
ketinggian 250 m di atas permukaan laut. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan
Oktober 2013 sampai Oktober 2014, selama dua belas bulan. Analisis tanah, analisis pupuk
organik, analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah (Balai
Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian), Bogor.
Bahan dan Alat Percobaan
Percobaan Pertama Pre Nursery
Bahan-bahan yang digunakan adalah kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme
Mekarsari (Gambar 1), top soil Latosol, sub soil Latosol, berbagai media tumbuh organik
yaitu kascing, arang sekam padi, pupuk kandang sapi matang, dan kompos, serta berbagai
bentuk wadah media tumbuh organik (Gambar 2). Tanaman kelapa sawit varietas Sue
Supreme Mekarsari memiliki sifat yang tahan terhadap perubahan cuaca sehingga pada
musim kemarau produksinya relatif stabil, tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan berkisar
28-30 ton/ha/tahun, tingkat rendemen crude palm oil (CPO) 25-28% dan yield CPO rata-rata
7.5 ton/ha, pertumbuhan tanaman 25-30 cm/tahun, dan pada usia 18 tahun tinggi tanaman
berkisar 4 m (PT SUE Mekarsari 2013). Wadah media tumbuh organik yang digunakan
berasal dari potongan bambu petung berukuran 14 cm, polybag kecil berukuran 15 cm x 20
cm, bekas gelas air mineral berukuran 240 ml dan tray berjumlah 4 lubang yang dipisah
menjadi 1 lubang tray. Pestisida yang digunakan adalah fungisida berbahan aktif mankozeb,
insektisida berbahan aktif lambda sihalothrin, fipronil dan bahan-bahan kimia untuk analisis
tanah dan jaringan tanaman.

Gambar 1. Kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari

10

Alat-alat yang digunakan di pre nursery (percobaan pertama) terdiri atas timbangan
analitik, klorofil meter SPAD 502, leaf area meter, hand sprayer, jangka sorong, gelas ukur,
kotak kalibrasi media tumbuh, dan ayakan kawat ayam berukuran panjang 1 cm dan lebar
1 cm.

a) pelepah sawit

b) potongan bambu

c) tray

d) bekas gelas mineral

d) baby polybag
Gambar 2. Berbagai macam wadah media tumbuh
Percobaan Kedua Main Nursery
Bahan-bahan yang digunakan adalah bibit kelapa sawit umur tiga bulan varietas Sue
Supreme Mekarsari (Gambar 3) dari percobaan pertama di pre nursery pada berbagai media

11

standar agronomi, top soil Latosol, sub soil Latosol, kascing, arang sekam padi, pupuk
kandang sapi yang sudah matang, kompos. Media standar agronomi adalah top soil yang
telah diayak dan dicampur dengan pupuk Rock Phosphate 50 kg untuk 1 m3 kemudian diberi
perlakuan pemupukan berdasarkan rekomendasi pedoman teknis pembibitan PT SMART
Tbk (2003) (Lampiran 1). Large polybag yang digunakan berukuran 40 cm x 50 cm, tebal
0.15 cm lay flat. Fungisida yang digunakan berbahan aktif mankozeb dan insektisida
berbahan aktif lambda sihalothrin, serta bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan
tanaman serta pupuk majemuk 15.15.6.4.TE dan 12.12.7.2.TE.

Gambar 3. Bibit kelapa sawit varietas Sue Supreme
Mekarsari berumur tiga bulan di pre nursery
Klasifikasi bibit siap salur varietas Sue Supreme adalah tinggi bibit umur 8 – 9 bulan
mencapai 80 – 120 cm, lilit pangkal pelepah 11 – 15 cm, jumlah pelepah 16 terdiri atas 15
pelepah dan satu pucuk (PT SUE Mekarsari 2013). Top soil dan sub soil diambil secara
komposit yang diperoleh pada beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai
lokasi pengambilan top soil dan sub soil, sampel tanah diambil pada kondisi kapasitas lapang
dengan sekop dan dibersihkan dari sisa-sisa akar, setelah bersih diambil sampel seberat 200
g untuk dianalisis.
Metode Percobaan
Penelitian ini dilakukan dua tahap percobaan. Tahap percobaan pertama
dilaksanakan selama tiga bulan di pre nursery. Tahap percobaan kedua dilaksanakan selama
delapan bulan di main nursery, melanjutkan pertumbuhan bibit dari pre nursery sesuai media
tumbuhnya.

12

Metode Percobaan Pertama
Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas
dua faktor perlakuan. Perlakuan pertama berupa media tumbuh dengan enam taraf, yaitu:
M1 = top soil Latosol volume 100% sebagai kontrol.
M2 = sub soil volume 100%.
M3 = kascing volume 100%.
M4= arang sekam padi volume 100%.
M5 = pupuk kandang sapi matang volume 100%.
M6 = media tanam berupa kompos volume 100 %.
Perlakuan kedua berupa wadah media tumbuh yang sudah dikalibrasi (Lampiran 2) dengan
lima taraf, yaitu:
W1 = baby polybag ukuran 15 cm x 20 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi).
W2 = tray berjumlah 4 lubang(berisi 0.0003 m3 hasil kalibrasi).
W3 = potongan bambu petung tinggi 14 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi).
W4 = eks gelas air mineral berukuran 240 ml (berisi 0.0003 m3 hasil kalibrasi).
W5 = limbah pelepah kelapa sawit yang dimodifikasi berbentuk tabung
tinggi 14 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi).
Demikian terdapat 30 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang tiga
kali sehingga terdapat 90 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga
kecambah kelapa sawit sehingga diperlukan 270 kecambah. Bagan acak perlakuan dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak
lengkap, sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk

= respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat
perlakuan media tumbuh pada taraf ke-i dan wadah pada taraf ke-j
dengan ulangan ke-k.
µ
= rataan umum.
αi
= pengaruh perlakuan media tumbuh ke-ix (x = 1, 2, 3, 4, 5, 6).
βj
= pengaruh perlakuan bentuk wadah ke-jx (x = 1, 2, 3, 4, 5).
(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan media tumbuh ke-i dan
bentuk wadah ke-j.
εijk
= galat dari perlakuan media tumbuh ke-i
dan bentuk wadah ke-j dengan ulangan ke-k.
Apabila hasil sidik ragam pada uji F taraf α 0.05 menunjukkan pengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan uji Selang Berganda Duncan. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan SAS (Statistical Analysis System).

13

Metode Percobaan Kedua
Percobaan kedua merupakan percobaan melanjutkan pertumbuhan bibit dari pre
nursery ke main nursery. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang
terdiri atas satu faktor perlakuan berupa media tumbuh, yaitu:
A
= media standar agronomi .
B
= top soil 100%.
C
= sub soil 100%.
D
= kascing 100%.
E
= arang sekam 100%.
F
= pupuk kandang sapi matang 100%.
G
= kompos 100%.
Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Setiap
satuan percobaan terdiri atas 5 bibit kelapa sawit dari pre nursery sehingga diperlukan 105
bibit. Bagan acak perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun analisis statistik yang
digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok, sebagai berikut :
Yij = µ +  i + βj + εij
Keterangan :
Yij = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat
perlakuan media tumbuh pada taraf ke-i dengan kelompok ke-j.
µ = rataan umum.
 i = pengaruh perlakuan media tumbuh ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)
β j = pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3).
εij = pengaruh acak pada perlakuan media tumbuh ke-i
dengan kelompok ke-j.
Apabila hasil sidik ragam pada uji F taraf α 0.05 menunjukkan pengaruh nyata, maka
dilanjutkan dengan uji Selang Berganda Duncan. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan SAS (Statistical Analysis System).
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Media Tumbuh
Pada percobaan pertama, setiap wadah media tumbuh organik dan anorganik
dikalibrasi dengan cara mengisi setiap wadah dengan media tumbuh tersebut, kemudian
dimasukkan ke kotak kalibrasi berukuran panjang 10 cm, lebar 10 cm dan tinggi 10 cm dan
selanjutnya dihitung volumenya (m3). Hasil kalibrasi menunjukkan perbedaan volume
wadah media tumbuh baby polybag, potongan bambu, modifikasi pelepah sebesar 0.001 m3
dan volume wadah media tumbuh tray serta bekas gelas mineral sebesar 0.0003 m3 . Setelah
selesai kalibrasi, setiap media tumbuh tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing wadah
media tumbuh berdasarkan perlakuan dan ulangan yang sudah ditetapkan. Setelah masingmasing media tumbuh sesuai perlakuan dimasukkan pada setiap perlakuan berbagai ukuran
dan bentuk wadah di percobaan pertama, wadah pada setiap satuan percobaan diberi tanda
perlakuan media tumbuh (M) dan jenis wadah (W).

14

Pada percobaan kedua, perlakuan media tumbuh seragam dimasukkan ke dalam
polybag besar ukuran 40 cm x 50 cm. Media standar agronomi (terdapat 15 bibit) adalah
top soil yang diayak terlebih dahulu, sebelum dimasukkan ke dalam polybag besar. Setelah
diayak dicampur pupuk Rock Phosphate 50 kg untuk 1 m3. Ukuran lubang ayakan adalah
panjang 1 cm dan lebar 1 cm. Volume perlakuan 100% media tumbuh terdiri atas media
standar agronomi (A), top soil (B), sub soil (C), kascing (D), arang sekam (E), dan pupuk
kandang sapi matang (F), serta kompos (G) terdapat 90 bibit, sehingga dibutuhkan bibit pre
nursery sebanyak 105 bibit.
Penanaman Kecambah dan Bibit
Pada percobaan pertama, sebelum kecambah ditanam, terlebih dahulu kecambah
didistribusikan dan diletakkan di atas permukaan media tumbuh masing-masing baby
polybag sampai selesai agar tidak terlewat pada saat penanaman. Selanjutnya, kecambah
diangkat menggunakan tangan kiri kemudian ibu jari tangan kanan sebagai pelubang tanam
yang ditahan oleh jari telunjuk ditusukkan ke media tumbuh sedalam 2 cm (Gambar 4).

Gambar 4. Penanaman kecambah kelapa sawit
Kecambah yang sudah terlihat jelas plumula dan radikula ditanam sedalam 2 cm di
bawah permukaan tanah. Posisi radikula di bawah dan plumula di atas, selanjutnya ditutup
media tumbuh. Sebelum kecambah ditanam, kecambah terlebih dahulu disemprot fungisida
berbahan aktif mankozeb dengan konsentrasi 0.3 g liter-1 air. Setelah selesai semua
kecambah ditanam, media tumbuh disiram hingga mencapai kondisi kapasitas lapang.
Pada percobaan kedua bibit yang sudah berumur tiga bulan dari pre nursery
dipindahkan ke main nursery. Sebelum bibit tersebut dipindahtanamkan, media tumbuh
yang sudah dimasukkan ke polybag besar dilubangi dengan alat ponjo sebagai pelubang
tanam di main nursery. Media standar agronomi sebelum ditanam bibit, diberi pupuk lubang
sebanyak 100 g Rock Phosphate per tanaman. Setelah selesai semua bibit ditanam, bibit
disiram hingga mencapai kondisi kapasitas lapang. Setiap bibit yang ditanam pada perlakuan
media tumbuh di pre nursery akan dipindah untuk penanaman di main nursery sesuai jenis
media tumbuhnya. Bibit berumur tiga bulan yang ditanam di media tumbuh top soil di pre
nursery dipindahtanam ke main nursery pada perlakuan media tumbuh top soil, bibit
berumur tiga bulan yang ditanam di media tumbuh arang sekam di pre nursery
dipindahtanam ke main nursery pada perlakuan media tumbuh arang sekam. Bibit berumur

15

tiga bulan yang ditanam di media tumbuh kascing di pre nursery dipindahtanam ke main
nursery pada perlakuan media tumbuh kascing, dan seterusnya.
Pemeliharaan
Pada percobaan pertama dan kedua, penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak dua
kali (pagi dan sore hari) sampai mencapai kapasitas lapang. Selanjutnya penyiraman
berdasarkan kekurangan air yang mencapai kapasitas lapang. Percobaan pertama dan kedua
dilakukan pengendalian hama dan penyakit apabila bibit kelapa sawit terserang hama dan
penyakit. Bila ada serangan hama disemprotkan insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin
konsentrasi 3 ml liter-1 air dan bila terkena serangan jamur disemprotkan fungisida berbahan
aktif mankonzeb 3 ml liter-1 air. Penyemprotan dilakukan satu minggu sekali sampai tidak
ada gejala serangan hama dan penyakit.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada saat kecambah ditanam selama satu bulan setelah tanam
(BST), bibit sudah menghasilkan 1-2 helai daun dilakukan pengamatan di pre nusery.
Pengamatan di main nursery dilaksanakan setelah bibit satu bulan setelah tanam (BST).
Pengamatan yang dilakukan yaitu pertumbuhan (morfologi) yang meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun, diameter batang, dan luas daun. Respon fisiologi meliputi kehijauan daun,
kerapatan stomata, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot basah akar, bobot kering
akar, dan analisis jaringan tanaman (unsur hara makro dan mikro) dilakukan pada akhir
penelitian. Analisis tanah dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
Respon Morfologi Tanaman
(1)

(2)

(3)

(4)

Tinggi bibit, diukur dari batas leher akar sampai ke ujung daun yang tertinggi. Untuk
mempermudah pengukuran ditanam ajir bambu sebagai standar pengukuran.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran alumunium, dilakukan setelah
bibit berumur satu bulan tanam dan diukur satu bulan sekali sampai akhir percobaan
pre nursery dan main nursery.
Diameter batang, pengertian dari lilit pangkal pelepah disini adalah kumpulan pelepah
daun. Pengukuran lilit pangkal pelepah dilakukan menggunakan jangka sorong
(caliper), diukur 1 cm di atas permukaan tanah polybag kecil pada percobaan di pre
nursery dan 5 cm di atas permukaan tanah polybag besar pada percobaan di main
nursery. Perhitungan pertambahan lilit pangkal pelepah dilakukan setelah bibit
berumur satu bulan setelah tanam dan dilakukan sebulan sekali sampai akhir
percobaan.
Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah membuka sempurna.
Perhitungan pertambahan jumlah daun ini dilakukan setelah bibit berumur satu bulan
dan dilakukan satu bulan sekali sampai akhir percobaan pre nursery dan main nursery.
Luas daun, pengukuran dilakukan dengan mengg

Dokumen yang terkait

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Uji Kompatibilitas Mikoriza Vesikular Arbuskular Pada Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guimensis Jacq) di Pembibitan Pada Media Tanam Histosol dan Ultisol

0 26 82

Pengaruh Pemberian Limbah Kalapa sawit (Sludge) dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinsensis Jacq) di Pembibitan Awal

0 25 95

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) Terhadap Pupuk Cair Super Bionik Pada Berbagai Jenis Media Tanam di Pembibitan Utama

0 30 78

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Terhadap Pemberian Pupuk Mutiara 15-15-15 dan Dolomit Pada Media Tanah Gambut Di Pembibitan Utama

0 47 83

Studi Keanekaragaman Jenis Serangga Di Areal Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Berbagai Umur Tanaman Di PTPN III Kebun Huta Padang

0 37 81

Respon Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Media Kombinasi Gambut Dan Tanah Salin Yang Diaplikasi Tembaga (Cu) Di Pembibitan Utama

0 42 79

Indeks Keragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) di Kebun Rambutan

1 58 50

Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan

2 51 76

Respons Pertumbuhan Vegetatif Tiga Varietas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Limbah

3 33 65