Hubungan Kebiasaan Tidur dan Menonton Televisi dengan Status Gizi Remaja di SMP Bina Insani Bogor

HUBUNGAN KEBIASAAN TIDUR DAN MENONTON TELEVISI
DENGAN STATUS GIZI REMAJA DI SMP BINA INSANI BOGOR

FAJAR NA’IMAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Kebiasaan
Tidur dan Menonton Televisi dengan Status Gizi Remaja di SMP Bina Insani
Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014
Fajar Na’imah
NIM I14090044

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

ABSTRAK
FAJAR NA’IMAH. Hubungan Kebiasaan Tidur dan Menonton Televisi dengan
Status Gizi Remaja di SMP Bina Insani Bogor. Dibimbing oleh M RIZAL
MARTUA DAMANIK.
Di Indonesia, khususnya kota besar, terjadi perubahan gaya hidup remaja
dengan tingkat aktivitas yang cenderung sedentary. Salah satu aktivitas fisik
sedentary yang mempengaruhi indeks massa tubuh (IMT) adalah menonton
televisi. Selain menonton televisi, kebiasaan tidur juga ikut mempengaruhi IMT
remaja. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan kebiasaan tidur dan
menonton televisi dengan IMT remaja. Penelitian ini menggunakan desain cross
sectional study dengan penarikan contoh secara purposive. Contoh terdiri atas 48

orang remaja dengan umur 13–15 tahun yang merupakan siswa SMP Bina Insani
Bogor. Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan antara IMT remaja
dengan jenis kelamin (p = 0.01), pendidikan ayah (p = 0.04), durasi tidur malam
(p = 0.01) dan konsumsi camilan saat menonton televisi (p = 0.03). Akan tetapi,
tidak terdapat hubungan signifikan antara IMT remaja dengan umur (p = 0.26),
pendidikan ibu (p = 0.05), tingkat aktivitas fisik (p = 0.77), waktu tidur malam (p
= 0.75), dan durasi menonton televisi (p = 0.93).
Kata kunci: remaja, indeks massa tubuh, tidur, menonton televisi

ABSTRACT
FAJAR NA’IMAH. Correlation of Sleeping and Watching Television Habits to
Nutritional Status in Adolescents at SMP Bina Insani Bogor. Supervised by M
RIZAL MARTUA DAMANIK.
In Indonesia, especially big cities, there has been lifestyle changing of
adolescents who commonly tend to be sedentary physical activities. One of the
sedentary physical activities that affect body mass index (BMI) is watching
television. In addition, sleeping habits also influence adolescents BMI. The
purpose of the present study was to determine the relationship between sleeping
and watching television habits on adolescents and BMI. This study used a crosssectional study design with purposive sampling. Samples consisted of 48
adolescents aged 13–15 years who were junior high school student at Bina Insani

Bogor School. The results showed a significant relationship between adolescents
BMI with gender (p = 0.01), father's education (p = 0.04), night sleep duration (p
= 0.01) and the consumption of snacks while watching television (p = 0.03).
However, there was no significant relationship between adolescents BMI with age
(p = 0.26), maternal education (p = 0.05), level of physical activities (p = 0.77),
night sleep time (p = 0.75), and duration of watching television (p = 0.93).
Keywords : adolescent, body mass index, sleeping, watching television

HUBUNGAN KEBIASAAN TIDUR DAN MENONTON TELEVISI
DENGAN STATUS GIZI REMAJA DI SMP BINA INSANI BOGOR

FAJAR NA’IMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul
Nama
NIM

: Hubungan Kebiasaan Tidur dan Menonton Televisi dengan Status
Gizi Remaja di SMP Bina Insani Bogor
: Fajar Na’imah
: I14090044

Disetujui oleh

Prof drh M Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Disetujui:

PRAKATA
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Tidur
dan Menonton Televisi dengan Status Gizi Remaja di SMP Bina Insani Bogor”
dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof drh M Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan arahan, kritik,
saran serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2. Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji pada sidang skripsi.
3. Ir Eddy Setyo Mudjajanto selaku dosen pembimbing akademik.
4. Seluruh guru, siswa/i, dan satpam SMP Bina Insani atas kerjasama dan

keramahan selama melakukan penelitian.
5. Abi, Mama, dan adikku tercinta satu-satunya atas kasih sayang tak terhingga,
motivasi, dukungan dan doa yang tak pernah lepas seusai solat.
6. Teman seperjuangan dalam penelitian: Ilyatun Niswah atas dukungan,
semangat, kebersamaan dan kerjasama selama penelitian hingga meraih gelar
sarjana gizi.
7. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 46 (Coconuters) untuk motivasi,
semangat dan kebersamaan selama 3 tahun ini.
8. Keluarga HIMAGIZI, terutama teman-teman PSDM: Avliya Quratul Marjan,
SGz, Diego Armando Umuru, SGz, Wilda Yunieswati, M Mifthah Farid,
Fitria Nurjanah, Emir Wibowo, Pamila Adhi Annisa dan Andika Mohammad
atas kerjasama, keceriaan dan kebersamaan selama 2 tahun ini.
9. Teman-teman seperjuangan Internship Dietetik di RSUD Pasar Rebo Jakarta
Timur: Nurayu Annisa, SGz; Armina Puji Utari, SGz; Inti Makaryani, SGz;
dan Teguh Jati Prasetyo, SGz atas kerjasama dan kebersamaannya.
10. Keluarga Pondok Ginastri yang telah memberikan dukungan, kehangatan,
keceriaan dan kebersamaan selama 4 tahun terakhir ini.
11. Sahabat-sahabatku tercinta: Ina Rahmawati, STP; Nurayu Annisa, SGz; Risa
Sawitri SSi; Anggi Widyasari, Skom dan Aulia Anggraeni STP atas semua
dukungan, motivasi, keceriaan, dan kebersamaan selama 5 tahun terakhir ini.

12. Serta pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu
kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kekhilafan yang
penulis lakukan, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Bogor, Mei 2014
Fajar Na’imah

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Tujuan umum


2

Tujuan khusus

2

Manfaat Penelitian

2

KERANGKA PEMIKIRAN

3

METODE PENELITIAN

5

Desain, Waktu dan Tempat


5

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

5

Jenis dan Cara Pengambilan Data

6

Pengolahan dan Analisis Data

7

DEFINISI OPERASIONAL

10

HASIL DAN PEMBAHASAN


11

Gambaran Umum Sekolah

11

Karakteristik Contoh

11

Umur

11

Jenis Kelamin

12

Pendidikan Orang Tua

12

Status Gizi

13

Indeks Massa Tubuh

13

Persen Lemak Tubuh

13

Aktivitas Fisik
Tingkat Aktivitas Fisik (PAL)
Kebiasaan Tidur

14
15
16

Durasi Tidur Malam

16

Waktu Tidur Malam

16

Gangguan Tidur

17

Kebiasaan Menonton Televisi

18

Durasi Menonton Televisi

18

Konsumsi Makanan Ringan (Camilan)

19

Hubungan Antar Variabel

20

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Umur

21

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Jenis Kelamin

21

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Pendidikan Orang Tua

22

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat Aktivitas Fisik

23

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Durasi dan Waktu Tidur Malam

23

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Durasi Menonton Televisi dan
Konsumsi Camilan

24

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Persen Lemak Tubuh

25

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Jenis dan cara pengambilan data
Variabel dan kategori yang digunakan dalam penelitian.
Kategori status gizi anak umur 5–18 tahun berdasarkan IMT/U
Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR
Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Sebaran contoh berdasarkan umur
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua
Sebaran status gizi IMT/U berdasarkan jenis kelamin
Sebaran persen lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin
Sebaran tingkat aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin
Sebaran durasi tidur malam berdasarkan jenis kelamin contoh
Sebaran waktu tidur berdasarkan jenis kelamin
Sebaran gangguan tidur berdasarkan jenis kelamin
Sebaran durasi menonton berdasarkan jenis kelamin
Sebaran konsumsi camilan saat menonton berdasarkan jenis kelamin
Hasil uji hubungan antar variabel dengan indeks massa tubuh
Tabulasi silang indeks massa tubuh dengan jenis kelamin
Tabulasi silang indeks massa tubuh dengan pendidikan ayah
Tabulasi silang indeks massa tubuh dengan durasi tidur
Tabulasi silang indeks massa tubuh dengan konsumsi camilan

6
8
8
9
9
11
12
12
13
14
15
16
16
17
19
19
21
21
22
24
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka pemikiran “Hubungan Kebiasaan Tidur dan Menonton
Televisi dengan Status Gizi Remaja di SMP Bina Insani Bogor”
Proporsi contoh yang mematikan lampu ketika tidur
Proporsi jenis camilan saat menonton

4
18
20

DAFTAR LAMPIRAN
1

Kuesioner penelitian hubungan

31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini, dunia sedang menghadapi masalah gizi serius, yaitu overweight
dan obesitas. Overweight dan obesitas menduduki peringkat kelima risiko
kematian global. Overweight dan obesitas dapat membunuh lebih banyak orang
dibandingkan dengan underweight. Sekitar 2.8 juta orang dewasa meninggal
setiap tahunnya diakibatkan oleh keduanya. Data WHO 2008 menunjukkan bahwa
prevalensi overweight dan obesitas pada orang dewasa umur 20 tahun ke atas
masing-masing sebesar 35.00% dan 12.00%. Lebih dari 1.4 milyar orang dewasa
mengalami overweight, bahkan lebih dari 200 juta laki-laki dan hampir 300 juta
perempuan di dunia mengalami obesitas. Pada tahun 2011, lebih dari 40 juta balita
di dunia mengalami overweight (WHO 2013).
Masalah gizi lebih bukan hanya masalah di negara-negara maju. Saat ini,
negara-negara berkembang menunjukkan peningkatan prevalensi gizi lebih,
termasuk Indonesia. Gizi lebih dapat dialami oleh semua kelompok umur,
khusunya anak-anak dan remaja. Data WHO menunjukkan lebih dari 30 juta anak
overweight hidup di negara sedang berkembang dan 10 juta hidup di negara
berkembang. Data Riskesdas (2007) menunjukkan prevalensi gizi lebih pada lakilaki dan perempuan umur 6–14 tahun masing-masing sebesar 9.50% dan 6.40%.
Tahun 2010, prevalensi gizi lebih pada laki-laki dan perempuan umur 13–15 tahun
masing-masing sebesar 2.90% dan 2.00% (Riskesdas 2010).
Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai kelebihan atau akumulasi
lemak abnormal yang dapat mengganggu kesehatan. Menurut WHO, seseorang
berstatus overweight jika Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25.00 kg/m2, sedangkan
obesitas jika IMT ≥ 30.00 kg/m2. Overweight dan obesitas berisiko menyebabkan
penyakit sindrom metabolik dan degeneratif. Data WHO menunjukkan bahwa
sebanyak 44.00% diabetes melitus, 23.00% penyakit jantung iskemik, dan 41.00%
kanker diakibatkan oleh gizi lebih.
Gizi lebih disebabkan karena ketidakseimbangan asupan energi dengan
pengeluaran energi. Hal tersebut banyak dialami oleh golongan masyarakat
tingkat menengah ke atas dan tinggal di perkotaan. Prevalensi gizi lebih pada anak
13–15 tahun di perkotaan sebesar 3.20% lebih besar dibandingkan dengan di
pedesaan sebesar 1.70% (Riskesdas 2010). Di Indonesia, khususnya di kota-kota
besar, terjadi perubahan gaya hidup yang ditandai dengan tingkat aktivitas yang
cenderung sedentary. Salah satu aktivitas fisik sedentary yang mempengaruhi
overweight dan obesitas adalah menonton televisi.
Menonton televisi merupakan salah satu aktivitas fisik yang biasa dilakukan
anak. Aktivitas tersebut cenderung lebih sedikit menghabiskan kalori per
menitnya. Alokasi waktu menonton televisi pada anak semakin meningkat dari
tahun ke tahun (Kusramadhanty 2012). Menurut Bappenas (2010), satu hingga
empat jam per hari dihabiskan oleh anak untuk menonton televisi. Studi yang
dilakukan oleh Harvard School of Public Health menunjukkan bahwa orang
dewasa yang banyak menonton televisi saat masih anak-anak cenderung
mengalami obesitas. Setiap satu jam anak menonton televisi setiap hari, berat

2
badan meningkat 0.23 kg. Selain itu, jeda iklan bisa membuat anak mengambil
camilan terlebih dahulu (Hapsari 2013).
Kebiasaan tidur juga berpengaruh terhadap gizi lebih. Beberapa studi
menyatakan bahwa durasi tidur berhubungan dengan overweight dan obesitas.
Studi yang dilakukan oleh Al-Hazza et al. (2012) menunjukkan bahwa durasi tidur
yang pendek berhubungan signifikan dengan peningkatan risiko overweight dan
obesitas pada remaja 15–19 tahun di Saudi Arabia. Durasi tidur yang pendek
memungkinkan adanya peningkatan kesempatan untuk makan, khususnya jika
durasi bangun dihabiskan untuk aktivitas fisik sedentary (Taveras 2012).
Studi yang dilakukan Sekine et al. (2002) menyatakan bahwa waktu
menonton televisi yang lama dan aktivitas fisik sedentary serta durasi tidur yang
pendek secara signifikan berhubungan dengan obesitas. Penelitian mengenai
hubungan kebiasaan tidur dan menonton televisi dengan status gizi masih belum
terlalu banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian hubungan durasi
tidur dan menonton televisi dengan status gizi penting dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana penyebab overweight dan obesitas pada remaja di
Indonesia.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan mengkaji kebiasaan tidur dan menonton televisi dan
kaitannya dengan status gizi remaja di SMP Bina Insani Bogor.
Tujuan khusus
1. Menjelaskan karakteristik contoh
2. Menjelaskan indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh contoh
3. Menjelaskan tingkat aktivitas fisik, kebiasaan tidur dan menonton televisi
contoh
4. Mengetahui hubungan karakteristik contoh, kebiasaan tidur dan menonton
televisi dengan indeks massa tubuh contoh.
5. Mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan persen lemak tubuh
contoh.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, antara lain:
1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang durasi tidur, menonton televisi, tingkat aktivitas fisik dan
kaitannya dengan status gizi pada remaja.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan dan acuan tentang pencegahan overweight dan
obesitas serta menjaga aktivitas fisik yang baik.
3. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai bahan referensi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan mengenai overweight dan obesitas
kaitannya dengan kebiasaan tidur dan menonton televisi.

3

KERANGKA PEMIKIRAN
Prevalensi gizi lebih pada anak dan remaja semakin meningkat setiap
tahunnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi meningkatnya kejadian gizi lebih
pada remaja adalah karakteristik remaja dan aktivitas fisik. Karakteristik remaja
dikaitkan dengan umur, jenis kelamin dan pendidikan orang tua. Penelitian Proper
et al. (2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan memiliki kemungkinan
untuk menjadi overweight dan obesitas dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
karena laki-laki cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai di
akhir minggu atau waktu senggang. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya
dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan
gizi (Atmarita dan Fallah 2004).
Beberapa tahun terakhir terjadi perubahan gaya hidup yang menjurus pada
penurunan aktifitas fisik, seperti ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya
aktivitas bermain dengan teman di lingkungan rumah. Anak lebih senang bermain
komputer atau games, menonton televisi atau video dibanding melakukan aktivitas
fisik (Hidayati et al. 2009). Suatu studi dari ALSPAC (Avon Longitudinal Study of
Parents and Children) di Inggris menunjukkan kaitan antara menonton televisi
dengan kejadian obesitas. Anak yang menonton televisi lebih dari delapan jam
seminggu memiliki kemungkinan menjadi obes 1.5 kali lebih besar dibandingkan
anak yang menonton televisi kurang dari delapan jam per minggu. Menonton
televisi juga sangat berkaitan erat dengan kebiasaan makan makanan ringan
(snacking) yang akan memberikan asupan energi yang tinggi (Reilly et al. 2005).
Beberapa penelitian menghubungkan durasi tidur yang singkat dengan
kelebihan berat badan pada anak dan remaja. Studi yang dilakukan pada remaja di
Arab Saudi menunjukkan bahwa durasi tidur yang pendek berhubungan secara
signifikan dengan peningkatan risiko overweight dan obesitas (Al-Hazza et al.
2012). Lebih lama tidak tidur juga berarti lebih banyak kesempatan untuk makan
(Taveras 2012). Orang yang kurang tidur memiliki selera makan yang berbeda dan
hormon yang berhubungan dengan rasa lapar, seperti leptin dan ghrelin
(Priyambodo 2010). Kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan dalam skema
di Gambar 1.

4

Karakteristik contoh
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan orang tua

Faktor genetik

Konsumsi pangan

Status gizi
Persen
lemak tubuh

Kebiasaan
menonton televisi:
- Durasi
- Snacking

Indeks massa
tubuh (IMT/U)

Kebiasaan tidur:
- Durasi
- Waktu
- Gangguan

-

Status kesehatan
Metabolisme
Enzim dan hormon
Obat-obatan

Tingkat aktivitas
fisik (PAL)

Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran “Hubungan Kebiasaan Tidur dan Menonton
Televisi dengan Status Gizi Remaja di SMP Bina Insani Bogor”

5

METODE PENELITIAN
Desain, Waktu dan Tempat
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Waktu penelitian
dimulai dari bulan Desember 2013 hingga Februari 2014. Penelitian dilakukan di
SMP Bina Insani yang berada di Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses
selama penelitian. SMP tersebut juga merupakan sekolah swasta dengan rata-rata
murid dari keluarga ekonomi menengah ke atas sehingga peluang memperoleh
anak berstatus gizi lebih cukup tinggi.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Bina
Insani Bogor yang berjumlah 154 siswa. Kelas VII dan IX tidak diambil sebagai
subjek penelitian dengan pertimbangan kelas VII merupakan siswa baru yang
masih beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan kelas IX yang sedang persiapan
Ujian Akhir Nasional. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah
secara purposive sampling. Contoh dalam penelitian ini merupakan siswa yang
memiliki kriteria inklusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. berumur 13–15 tahun
b. tidak dalam keadaan sakit
c. memiliki status gizi normal dan lebih berdasarkan hasil pengukuran
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
d. bersedia untuk dijadikan sampel dalam penelitian.
Penelitian ini diawali dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan
untuk mengetahui jumlah siswa SMP yang memiliki status gizi normal dan lebih.
Selanjutnya, siswa terpilih diukur persentase lemak tubuh total dan diberikan
kuesioner penelitian. Penentuan jumlah contoh minimal yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan rumus Lemeshow dan David (1997):

Keterangan:
n
= jumlah subjek minimum yang diperlukan
Z
= 1.96 (α = 0.05)
P
= proporsi gizi lebih pada anak 13–15 tahun di Jawa Barat (2.50%)
d
= toleransi estimasi
Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan jumlah subjek penelitian
minimal yang diperlukan adalah 38 orang, namun yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 48 orang dari siswa kelas VIII yang dipilih secara acak.

6
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah:
a. Data karakteristik contoh (umur, jenis kelamin dan pendidikan orang
tua) diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner.
b. Data antropometri contoh meliputi berat badan, tinggi badan, dan persen
lemak tubuh yang diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Alat
ukur yang digunakan untuk mengukur berat badan yaitu timbangan injak
digital, alat ukur tinggi badan yaitu microtoise dan alat ukur persen
lemak tubuh yaitu body fat analyzer.
c. Data aktivitas fisik (tingkat aktivitas fisik, kebiasaan tidur dan menonton
televisi) contoh diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam pada hari
sekolah dan hari libur serta wawancara langsung dengan kuesioner.
Data sekunder yang akan dikumpulkan diperoleh melalui buku profil
sekolah, data tersebut meliputi sejarah sekolah, data guru dan siswa SMP
keseluruhan, lokasi sekolah, fasilitas sarana dan prasarana sekolah.
Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data
Jenis Data
Karakteristik
contoh

Primer

Variabel
- Jenis kelamin
- Umur
- Pendidikan orang tua

Cara Pengambilan Data
- Pengisian kuesioner

Antropometri
contoh

Primer

- Berat badan
- Tinggi badan
- Persen lemak tubuh

- Timbangan injak digital
dengan ketelitian 0.50 kg
- Microtoise dengan
ketelitian 0.10 cm
- Body fat analyzer
(Omron-BHF 306).

Aktivitas fisik
contoh

Primer

- Tingkat aktivitas fisik
(PAL)
- Kebiasaan tidur
- Durasi tidur
- Waktu tidur
- Gangguan tidur
- Kebiasaan menonton
televisi
- Durasi menonton
- Konsumsi camilan

- Pengisian kuesioner
- Recall aktivitas 2 x 24
jam selama satu hari
libur dan sekolah untuk
PAL.

Profil sekolah

Sekunder

- Gambaran umum
sekolah

- Buku profil SMP Bina
Insani Bogor

7
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan
analisis. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data
terkumpul. Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu terhadap jawaban
pertanyaan dalam kuesioner. Entry adalah memasukkan data jawaban kuesioner
sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga
menjadi suatu data dasar. Cleaning yaitu melakukan pengecekan terhadap data di
luar pilihan jawaban yang disediakan kuesioner. Data yang telah diperoleh
kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara statistik deskriptif
dan inferensia menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and
Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.0. Variabel dan kategori data
penelitian ditunjukkan oleh Tabel 2.
Data yang diolah dan dianalisis secara statistik deskriptif, yaitu jenis
kelamin, umur, pendidikan orang tua, indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U),
persen lemak tubuh, tingkat aktivitas fisik (PAL), durasi tidur, waktu tidur,
gangguan tidur, durasi menonton televisi dan konsumsi camilan. Analisis statistik
inferensia digunakan untuk hubungan karakteristik contoh, kebiasaan tidur,
kebiasaan menonton televisi, tingkat aktivitas fisik, dan persen lemak tubuh
dengan IMT/U. Hubungan antar variabel diuji menggunakan uji korelasi yang
bergantung pada jenis data hasil penelitian, yakni data kontinu dan kategorik. Uji
korelasi yang digunakan adalah uji Pearson, Spearman dan Chi-Square.
Selain uji korelasi, data juga diuji beda dengan mengggunakan uji MannWhittney U atau T-Test yang bergantung pada jenis data penelitian. Sebelum
dianalisis, data diuji normalitas terlebih dahulu menggunakan uji One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test. Data dinyatakan memiliki sebaran normal jika lebih
dari 0.05. Uji Pearson digunakan apabila kedua variabel memiliki jenis data
kontinu dan sebaran normal. Jika salah satu atau kedua variabel memiliki sebaran
tidak normal maka menggunakan uji Spearman. Uji Chi-Square digunakan jika
jenis data berupa kategorik. Uji Mann Whitney U digunakan jika variabel yang
dibedakan memiliki sebaran tidak normal, sebaliknya uji T-Test digunakan apabila
variabel memilik sebaran normal.
Berat dan tinggi badan contoh digunakan untuk pengukuran status gizi
dengan klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Hasil yang
diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan WHO (2007) untuk anak umur 5–
18 tahun. Kategori status gizi IMT/U ditunjukkan oleh Tabel 3.
Aktivitas fisik selama 24 jam digunakan untuk menaksir pengeluaran energi.
Jenis aktivitas fisik yang dilakukan contoh dikategorikan menjadi 18 jenis
kategori berdasarkan Physical Activity Ratio (PAR) menurut FAO/WHO/UNU
(2001). Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR ditunjukkan pada Tabel 4.

8
Tabel 2 Variabel dan kategori yang digunakan dalam penelitian.
Variabel
Status gizi berdasarkan IMT/U (WHO 2007)

Pendidikan orang tua (Pramudita 2011)

Persen lemak tubuh remaja (Ross 2013)
a. Remaja perempuan

b. Remaja laki-laki

Tingkat aktivitas fisik
(FAO/WHO/UNU 2001)
Kebiasaan tidur
Durasi tidur (Hermana 2009)

Waktu tidur
Gangguan tidur

berdasarkan

1.
2.
3.
4.
5.

Kategori
Sangat kurus (< -3 SD)
Kurus (-3 s/d < -2 SD)
Normal (-2 s/d +1 SD)
Overweight (> +1 s/d +2 SD)
Obesitas (> +2 SD)

1.
2.
3.
4.

SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Tamat Perguruan Tinggi

1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.

Low (12–15%)
Considered health (16–25%)
Overweight (26–30%)
Obes (> 30%)
Low (5–10%)
Considered health (11–25%)
Overweight (26–30%)
Obes (> 30%)

PAL 1. Aktivitas ringan (1.40–1.69)
2. Aktivitas sedang (1.70–1.99)
3. Aktivitas berat (2.00–2.40)
1. Kurang (< 7 jam per hari)
2. Cukup (7–9 jam per hari)
3. Lebih (> 9 jam per hari)
1.
2.
1.
2.

Kebiasaan menonton televisi
a. Durasi menonton televisi (Dunstan et al. a.
2010 dalam Kusramadhanty 2012)
b.
c.
a. Konsumsi snack
1.
2.

≥ pukul 22.00 WIB
< pukul 23.00 WIB
Ya
Tidak
Ringan (< 2 jam per hari)
Sedang (2–4 jam per hari)
Berat (> 4 jam per hari)
Ya
Tidak

Tabel 3 Kategori status gizi anak umur 5–18 tahun berdasarkan IMT/U
Kategori
Sangat kurus
Kurus
Normal
Overweight
Obesitas
Sumber: (WHO 2007).

Batas Z-score
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2 SD
-2 SD sampai dengan +1 SD
> +1 SD sampai dengan +2 SD
> +2 SD

9
Tabel 4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR
Kategori
PAL 1
PAL 2
PAL 3
PAL 4
PAL 5
PAL 6
PAL 7
PAL 8
PAL 9
PAL 10
PAL 11
PAL 12
PAL 13
PAL 14
PAL 15
PAL 16
PAL 17
PAL 18

Katerangan
Tidur (tidur siang dan tidur malam)
Tidur-tiduran (tidak tidur, duduk diam, dan membaca)
Duduk sambil menonton TV
Berdiam diri, beribadah, menunggu (berdiri), dan berhias
Makan dan minum
Jalan santai
Berbelanja (membawa beban)
Mengendarai kendaraan
Menjaga anak
Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih dan lain-lain)
Setrika pakaian (duduk)
Kegiatan berkebun
Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik)
Office worker (berjalan mondar-mandir sambil membawa arsip)
Exercise (badminton)
Exercise (jogging, lari jarak jauh)
Exercise (bersepeda)
Exercise (aerobik, berenang, sepak bola, dan lain-lain)

PAR
1.00
1.20
1.72
1.50
1.60
2.50
5.00
2.40
2.50
2.75
1.70
2.70
1.30
1.60
4.85
6.55
3.60
7.50

Sumber: FAO/WHO/UNU (2001)

Nilai PAR diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik (Physical
Activity Level). Nilai Physical Activity Level (PAL) dihitung dengan menggunakan
rumus:

Kategori tingkat aktivitas Physical Activity Level (PAL) dibedakan menjadi
tiga, yaitu aktivitas ringan, sedang dan berat menurut FAO/WHO/UNU (2001),
seperti yang disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori
Aktivitas ringan
Aktivitas sedang
Aktivitas berat

Nilai PAL
1.40 – 1.69
1.70 – 1.99
2.00 – 2.40

Durasi tidur diklasifikasi menjadi tiga kategori menurut Hermana (2009),
yaitu kurang (< 7 jam per hari), cukup (7–9 jam per hari), dan lebih (> 9 jam per
hari). Durasi menonton televisi diklasifikasikan menjadi tiga kategori menurut
Dunstan et al. (2010) dalam Kusramadhanty (2012), yaitu ringan (< 2 jam per
hari), sedang ( ≥ 2 jam sampai < 4 jam per hari), dan berat (≥ 4 jam per hari).
Persen lemak merupakan perbandingan antara jumlah lemak yang ada dalam
tubuh dengan keseluruhan berat badan. Pada penelitian ini, cut off point persen
lemak berdasarkan umur remaja 13–17 tahun. Menurut Ross (2013), persen lemak
tubuh terdiri atas empat kategori yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Pada

10
remaja perempuan, kategori persen lemak terdiri atas low (12–15%), considered
health (16–25%), overweight (26–30%), dan obes (> 30%), sedangkan remaja
laki-laki terdiri atas low (5–10%), considered health (11–25%), overweight (26–
30%), dan obes (> 30%).

DEFINISI OPERASIONAL
Aktivitas Fisik adalah alokasi waktu (24 jam) yang dihabiskan anak gemuk dan
normal untuk melakukan aktivitas setiap hari di sekolah, di luar sekolah,
kegiatan di luar rumah baik pada hari sekolah dan hari libur.
Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status
gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan.
Contoh adalah siswa-siswi kelas VIII SMP Bina Insani yang memiliki status gizi
normal dan kegemukan.
Karakteristik contoh adalah ciri-ciri dan keadaan umum contoh yang meliputi
umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan.
Kebiasaan adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dalam kehidupan
sehari-hari.
Obesitas adalah akumulasi jaringan lemak dibawah kulit yang berlebihan dan
menggangu kesehatan tubuh.
Overweight adalah berat badan melebih standar berat badan menurut tinggi badan,
meningkatnya otot tubuh atau jaringan lemak atau keduanya.
Pendidikan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh yang
dikategorikan menjadi tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat
Perguruan Tinggi.
Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa dimulai sejak umur
10 hingga 19 tahun.
Status gizi adalah suatu kondisi gizi contoh yang ditentukan dengan hasil Indeks
Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) dengan kategori sangat kurus (< -3
SD), kurus (-3 SD s/d +1
SD s/d +2 SD) dan obesitas (> +2 SD).
Persen lemak tubuh adalah perbandingan seluruh jumlah lemak yang ada di
dalam tubuh dengan berat badan secara keseluruhan.
Tingkat aktivitas fisik adalah intensitas kegiatan contoh yang dinyatakan dengan
nilai PAL (Physical Activity Level).
Durasi menonton televisi adalah lama waktu yang dihabiskan untuk menonton
televisi selama 24 jam.
Durasi tidur adalah lama waktu yang dihabiskan untuk tidur selama 24 jam.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Sekolah
SMP Bina Insani adalah sekolah berciri khas Islam yang berkualitas. SMP
Bina Insani merupakan salah satu unit pendidikan di bawah naungan Yayasan
Bosowa Bina Insani yang berdiri pada tahun ajaran 1992–1993. SMP Bina Insani
termasuk ke dalam jajaran SMP unggulan di Kota Bogor dengan nilai akreditasi A.
Sebagai salah satu sekolah unggulan, SMP Bina Insani banyak mendapatkan
prestasi baik bidang akademik maupun non-akademik.
Sekolah ini terletak di Jalan KH. Sholeh Iskandar, Sukadamai, Kecamatan
Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat. Bangunan sekolah menempati lahan seluas
1260 m2 dengan luas tanah sebesar 1840 m2. Ruang belajar terdiri atas enam kelas
dengan siswa sebanyak ± 25 orang per kelas. Sekolah ini memiliki sistem full day
(Senin–Jumat) yang dimulai dari pukul 07.15 hingga 16.00 WIB.
Pada tahun 2002, SMP Bina Insani memperoleh penghargaan sebagai
Sekolah Bermutu Tinggi dari Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu, SMP
Bina Insani dipercaya menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN) dengan tenagatenaga pendidik professional dalam bidangnya. Fasilitas yang disediakan oleh
sekolah terdiri atas ruang kantor, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium IPA dan
komputer, ruang multimedia, ruang kesenian, lapangan olahraga dan upacara,
serta aula serba guna. Dalam rangka membantu mengembangkan potensi, minat,
dan bakat anak didik yang positif, maka dikembangkan berbagai jenis kegiatan
ekstrakulikuler yang meliputi ekskul wajib dan pilihan. Ekskul wajib terdiri atas
Pramuka, PMR, Passus dan Kimbani. Ekskul pilihan terdiri atas Kelompok Ilmiah
Remaja (KIR), bahasa inggris, sepak bola, basket, taekwondo, karate, paduan
suara, gitar assamble.

Karakteristik Contoh
Umur
Remaja atau adolescents merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju
dewasa. WHO (2008) membagi umur remaja menjadi dua, yaitu remaja awal (10–
14 tahun) dan remaja akhir (15–19 tahun). Contoh penelitian yang diambil pada
penelitian ini adalah siswa dan siswi SMP Bina Insani Bogor yang berjumlah 48
orang. Contoh penelitian berasal dari seluruh kelas VIII yang terbagi menjadi
enam kelas. Umur contoh pada penelitian ini berada pada rentang 13–15 tahun.
Sebaran contoh berdasarkan umur ditunjukkan oleh Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan umur
Umur (tahun)
13
14
15
Total
Rata-rata ± SD

n
45
3
0
48

Persentase (%)
93.75
6.25
0.00
100.00
13.06 ± 0.25

12
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebanyak 45 orang contoh
berumur 13 tahun dengan persentase sebesar 93.75%. Rata-rata umur contoh
adalah 13.06 ± 0.25 tahun. Dengan demikian, umur contoh tergolong pada umur
remaja awal berdasarkan WHO (2008).
Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan karakteristik contoh yang diduga mempengaruhi
status gizi. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan oleh Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh adalah perempuan. Jumlah
contoh perempuan sebanyak 25 orang dengan persentase sebesar 52.08%,
sedangkan contoh laki-laki sebanyak 23 orang dengan persentase sebesar 47.92%.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

n
23
25
48

Persentase (%)
47.92
52.08
100.00

Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
status gizi anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka status gizi anak
cenderung lebih baik. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua
ditunjukkan oleh Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua
Pendidikan orang tua
Ayah

Total
Ibu

Total

SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Tamat Perguruan Tinggi
SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Tamat Perguruan Tinggi

n
0
0
2
46
48
0
0
4
44
48

Persentase (%)
0.00
0.00
4.17
95.83
100.00
0.00
0.00
8.33
91.67
100.00

Berdasarkan Tabel 8, hampir seluruh pendidikan orang tua baik ayah
maupun ibu terdapat pada kategori Tamat Perguruan Tinggi. Persentase
pendidikan ayah yang tamat perguruan tinggi sebesar 95.83%, sedangkan
persentase pendidikan ibu yang tamat perguruan tinggi sebesar 91.67%. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010, pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar dimulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) atau sederajatnya
hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajatnya. Pendidikan

13
menengah setara dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau
sederajatnya, sedangkan pendidikan tinggi terdiri atas Diploma, Sarjana, Magister,
Doktor dan Profesor. Dengan demikian, pendidikan kedua orang tua contoh
sebagian besar tergolong pada kategori pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan
orang tua berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat keluarga. Semakin
tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk
menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari (Atmarita dan Fallah 2004).

Status Gizi
Indeks Massa Tubuh
Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumber daya
manusia dan kualitas hidup. Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang
atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan pengunaan
zat gizi (Kusramadhanty 2012). Status gizi dapat ditentukan dengan pengukuran
indeks massa tubuh (IMT/U) dan persen lemak tubuh. Sebaran status gizi IMT/U
berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan oleh Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran status gizi IMT/U berdasarkan jenis kelamin
IMT/U
Normal
Overweight
Obesitas
Total

Laki-laki
n
%
8
34.78
6
26.09
9
39.13
23 100.00

Perempuan
n
%
20
80.00
2
8.00
3
12.00
25
100.00

Total
n
28
8
12
48

%
58.33
16.67
25.00
100.00

p-value
0.002

Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa lebih dari setengah status gizi contoh
termasuk pada kategori normal dengan persentase sebesar 58.33%. Namun,
sebaran status gizi contoh laki-laki dan perempuan berbeda. Sebagian besar status
gizi contoh laki-laki tergolong obesitas dengan persentase 39.13%. Pada contoh
perempuan, sebagian besar status gizi tergolong normal dengan persentase
80.00%. Berdasarkan hasil uji Mann-Withney U, terdapat perbedaan signifikan (p
= 0.002) antara contoh laki-laki dan perempuan pada status gizi. Penelitian Proper
et al. (2006) menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan memiliki kemungkinan
untuk menjadi overweight dan obesitas dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
karena laki-laki cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk santai di
akhir minggu atau waktu senggang. Selain itu pada anak perempuan, body image
atau citra tubuh diduga mempengaruhi status gizinya. Perempuan cenderung untuk
menurunkan berat badan dengan cara diet sehingga memiliki berat badan ideal.
Persen Lemak Tubuh
Komposisi tubuh manusia terdiri atas dua bagian utama, yaitu adiposa
(simpanan lemak) dan jaringan bebas lemak (lean tissue). Komposisi tubuh dapat
ditentukan melalui persen lemak tubuh. Persen lemak tubuh merupakan total

14
massa lemak dibagi total berat badan. Persen lemak tubuh terdiri atas lemak
esensial dan simpanan lemak. Lemak esensial adalah lemak yang dibutuhkan
untuk menjaga fungsi kehidupan dan reproduksi. Simpanan lemak adalah
akumulasi lemak pada jaringan adiposa yang melindungi organ internal dalam
dada dan perut (Intan 2008). Sebaran persen lemak tubuh berdasarkan jenis
kelamin ditunjukkan oleh Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran persen lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin
Persen lemak tubuh
Low
Considered healthy
Overweight
Obes
Total

Laki-laki
%
0
0.00
9
39.13
7
30.43
7
30.43
23 100.00

n

Perempuan
n
%
0
0.00
13
52.00
6
24.00
6
24.00
25
100.00

n
0
22
13
13
48

Total
%
0.00
45.57
27.22
27.22
100.00

p-value

0.05

Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa sebagian besar persen lemak tubuh
contoh tergolong considered healthy atau normal dengan persentase sebesar
45.57%. Baik contoh laki-laki maupun contoh perempuan, sebagian besar
tergolong considered healthy dengan persentase masing-masing sebesar 39.13%
dan 52.00%. Berdasarkan hasil uji Mann-Withney U, tidak terdapat perbedaan
signifikan (p = 0.05) antara contoh laki-laki dan perempuan pada persen lemak
tubuh. Menurut WHO (2000), perempuan cenderung mengalami peningkatan
lemak. Umumnya perempuan memiliki jumlah lemak lebih besar dibandingkan
laki-laki. Pada masa pra-pubertas, proporsi lemak, otot dan massa otot-tanpalemak pada laki-laki dan perempuan cenderung sama. Tetapi ketika masa pubertas,
massa otot pada laki-laki menjadi lebih banyak dibandingkan perempuan
(Soetardjo et al. 2011). Sejalan dengan hasil penelitian Madan et al. (2014) yang
menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki rata-rata persen lemak tubuh lebih
rendah dibandingkan dengan anak perempuan saat pubertas.

Aktivitas Fisik
Menurut Almatsier (2001), aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk
penggunaan energi dalam tubuh, di samping metabolisme basal. Aktivitas fisik
merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari
total energy expenditure. Penelitian di negara maju menunjukkan hubungan antara
aktvitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Menurut WHO (2000),
kehidupan modern telah memberikan pola hidup yang lebih efisien. Ketika di
tempat umum, tersedia eskalator atau lift untuk menghemat waktu. Sistem
transportasi yang semakin canggih menyebabkan seseorang dapat menempuh
jarak jauh dengan lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan berjalan kaki atau
naik sepeda. Perkembangan ekonomi dan teknologi juga berpengaruh terhadap
penurunan aktivitas fisik. Penurunan aktivitas fisik inilah yang pada akhirnya
berujung pada kejadian gizi lebih.

15
Tingkat Aktivitas Fisik (PAL)
Aktivitas fisik dapat diukur nilainya dengan menggunakan perhitungan
tingkat aktivitas fisik atau Physical Activity Level (PAL). Sebaran tingkat aktivitas
fisik berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan oleh Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran tingkat aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin
PAL
Ringan
Sedang
Berat
Total
Rata-rata

Laki-laki
%
n

Perempuan
n
%

21
2
0
23

22
3
0
25

91.30
8.70
0.00
100.00

88.00
12.00
0.00
100.00
1.51 ± 0.13

Total
n

%

43
5
0
48

89.58
10.42
0.00
100.00

p-value

0.71

Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa sebagian besar tingkat aktivitas fisik
contoh baik laki-laki maupun perempuan termasuk kategori rendah dengan
persentase sebesar 91.30% dan 88.00%. Rata-rata tingkat aktivitas fisik atau PAL
contoh adalah 1.51 ± 0.13. Nilai PAL tersebut termasuk dalam kategori aktivitas
rendah, yakni antara 1.40 dan 1.69 (FAO/WHO/UNU 2001). Berdasarkan hasil uji
Mann-Withney U, tidak terdapat perbedaan signifikan (p = 0.71) antara contoh
laki-laki dan perempuan pada tingkat aktivitas fisik. Hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 11, baik contoh laki-laki maupun perempuan sebagian besar aktivitas
fisik tergolong aktivitas ringan (sedentary). Contoh laki-laki lebih senang
menghabiskan waktu luang dengan bermain games dan menonton televisi, begitu
pula dengan contoh perempuan.
Berdasarkan data recall aktivitas fisik 2 x 24 jam, sebagian besar waktu
senggang dihabiskan untuk bersantai dibandingkan dengan berolahraga. Pada hari
sekolah, contoh lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk diam dan belajar,
sedangkan pada hari libur contoh lebih memilih menghabiskan waktu dengan
menonton televisi. Dengan demikian, baik hari sekolah maupun hari libur aktivitas
fisik contoh cenderung tidak aktif (sedentary)
Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi nasional kurang aktivitas fisik
pada penduduk umur lebih dari 10 tahun adalah 48.20%. Prevalensi kurang
aktivitas fisik penduduk perkotaan (57.60%) lebih tinggi dibandingkan pedesaan
(42.40%). Lingkungan rumah juga berpengaruh terhadap aktivitas fisik anak.
Lingkungan rumah yang tidak mendukung menyebabkan anak lebih memilih
bermain di dalam rumah dibandingkan dengan di luar rumah (Hidayati et al.
2009). Dengan demikian, aktivitas fisik cenderung lebih rendah.
Aktivitas fisik yang cukup dilakukan selama 10 menit secara terus-menerus
tanpa henti dalam satu kegiatan atau sebanyak 150 menit selama lima hari dalam
seminggu (Riskesdas 2007). Menurut Physical Activity Guidelines for Americans,
setiap anak minimal harus melakukan aktivitas fisik 60 menit setiap harinya
dengan tingkat aktivitas sedang (moderate) hingga berat (vigorous). Anak
melakukan aktivitas intensitas berat paling sedikit tiga hari seminggu. Aktivitas
tersebut dapat berupa latihan aerobik atau aktivitas yang memperkuat tulang dan
otot (HHS 2008)

16
Kebiasaan Tidur
Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik.
Tidur yang cukup membuat tubuh memiliki kesempatan untuk beristirahat dan
memulihkan kondisi tubuh baik secara fisiologis maupun psikis. Tidur dianggap
sebagai perlindungan bagi tubuh untuk menghindarkan dari pengaruh yang
merugikan kesehatan akibat kurang tidur (Lanywati 2001).
Durasi Tidur Malam
Durasi tidur merupakan lamanya waktu yang dihabiskan untuk tidur. Pada
penelitian ini, durasi tidur yang diteliti adalah lamanya waktu tidur contoh pada
malam hari. Sebaran durasi tidur berdasarkan jenis kelamin contoh ditunjukkan
oleh Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran durasi tidur malam berdasarkan jenis kelamin contoh
Durasi tidur
malam
Lebih
Cukup
Kurang
Total

Laki-laki
n
%
1
4.35
13
56.52
9
39.13
23 100.00

Perempuan
n
%
3
12.00
19
76.00
3
12.00
25
100.00

Total
n
4
32
12
48

%
8.33
66.67
25.00
100.00

p-value
0.03

Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa sebagian besar durasi tidur malam
contoh baik laki-laki maupun perempuan termasuk kategori cukup. Contoh lakilaki dan perempuan yang menghabiskan waktu 7–9 jam setiap malam untuk tidur
masing-masing sebanyak 56.52% dan 76.00%. National Sleep Foundation
(c2013) merekomendasikan durasi tidur untuk remaja adalah 8.50–9.50 jam per
hari. Berdasarkan hasil uji Mann-Withney U, terdapat perbedaan signifikan (p =
0.03) antara contoh laki-laki dan perempuan pada durasi tidur malam. Hal tersebut
dapat dilihat pada Tabel 12, contoh laki-laki yang memiliki durasi tidur malam
yang kurang lebih banyak dibandingkan contoh perempuan. Pada perempuan,
jumlah contoh dengan durasi tidur kurang dan lebih memiliki proporsi yang sama
banyak.
Waktu Tidur Malam
Selain durasi tidur, waktu tidur juga berpengaruh terhadap lamanya tidur
malam. Semakin larut waktu tidur maka semakin pendek kemungkinan durasi
tidur. Sebaran waktu tidur berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan oleh Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran waktu tidur berdasarkan jenis kelamin
Waktu tidur
≥ 22.00 wib
< 22.00 wib
Total

Laki-laki
n
%
12
52.17
11
47.83
23 100.00

Perempuan
n
%
17
68.00
8
32.00
25
100.00

Total
n
29
19
48

%
60.42
39.58
100.00

p-value
0.27

17

Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa sebagian besar contoh tidur pada
waktu ≥ 22.00 WIB dengan persentase sebesar 60.42%. Baik contoh laki-laki
maupun perempuan memiliki presentase masing-masing sebesar 52.17% dan
68.00%. Anak yang tidur larut malam kemungkinan akan memiliki durasi tidur
yang lebih pendek dibandingkan anak yang tidur tepat waktu. National Sleep
Foundation (c2013) menyarankan waktu tidur anak tidak lebih dari pukul 23.00.
Berdasarkan hasil uji Mann-Withney U, tidak terdapat perbedaan signifikan (p =
0.27) antara contoh laki-laki dan perempuan pada waktu tidur. Hal ini diduga
karena baik laki-laki maupun perempuan menggunakan waktu tidur mereka untuk
melakukan hal lain. Menurut recall aktivitas fisik 2 x 24 jam, contoh tidur larut
malam dikarenakan waktu tidur mereka digunakan untuk menonton televisi, video
dan membuka media sosial.
Gangguan Tidur
Gangguan tidur juga dapat mempengaruhi durasi dan waktu tidur contoh.
Gangguan tidur secara garis besar terdiri atas, disomnia dan parasomnia.
Disomnia adalah gangguan terutama dalam kualitas, waktu atau lamanya tidur,
seperti sleep refusal dan night waking. Sebaliknya, parasomnia adalah gangguan
karena kejadian abnormal yang terjadi selama tidur, seperti night terrors,
nightmare, sleep walking dan sleep talking (Widodo dan Soetomenggolo 2000).
Pada penelitian ini, gangguan tidur hanya berdasarkan mengalami atau tidak
gangguan tidur. Sebaran gangguan tidur berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan
oleh Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran gangguan tidur berdasarkan jenis kelamin
Gangguan
tidur
Ya
Tidak
Total

Laki-laki
n
%
5
21.74
18
78.26
23 100.00

Perempuan
n
%
5
20.00
20
80.00
25
100.00

Total
n
10
38
48

%
20.83
79.17
100.00

p-value
0.88

Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa sebagian besar contoh tidak
mengalami gangguan tidur dengan persentase sebesar 79.17%. Baik contoh lakilaki maupun perempuan, sebagian besar tidak mengalami gangguan tidur dengan
masing-masing persentase sebesar 78.26% dan 80.00%. Gangguan tidur dapat
menyebabkan perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurunnya daya tahan
tubuh dan konsentrasi, depresi, mudah tersinggung serta kelelahan. Pada akhirnya
akan menyebabkan masalah kesehatan (Japardi 2002). Berdasarkan uji MannWithney U, tidak terdapat perbedaan signifikan (p = 0.88) antara contoh laki-laki
dan perempuan pada gangguan tidur.
Salah satu upaya untuk mengurangi gangguan tidur adalah dengan
mematikan lampu ketika tidur. Dalam keadaan gelap, tubuh akan menghasilkan
hormon melatonin. Melatonin merupakan hormon yang berperan dalam siklus
tidur-bangun. Melatonin mampu mencegah dan melawan berbagai penyakit
termasuk kanker payudara dan prostat (NSF c2014). Selain itu, keadaan gelap

18
akan membantu tubuh lebih rileks dan meningkatkan kualitas tidur. Proporsi
contoh yang mematikan lampu ketika tidur dapat dilihat pada Gambar 2.

27%
mati
73%

nyala

Gambar 2 Proporsi contoh yang mematikan lampu ketika tidur
Berdasarkan Gambar 2, persentase contoh yang mematikan lampu ketika
tidur sebesar 73.00% atau sebanyak 35 orang. Menurut studi yang diterbitkan
dalam jurnal Sleep Medicine bahwa tidur dengan lampu menyala dihubungkan
dengan tidur yang terganggu. Terganggunya tidur bahkan bisa membuat seseorang
terbangun beberapa kali dalam semalaman. Para peneliti menemukan bahwa
ketika responden tidur dengan lampu menyala maka tingkat kelelapan tidur lebih
rendah dan gelombang tidur lebih lambat. Sebuah artikel dalam jurnal Nature
yang ditulis Charles A. Czeisler, MD, Ph.D menyatakan bahwa paparan sinar
lampu membuat seseorang merasa seperti “kurang tidur” (Kinanti 2013).
Kebiasaan Menonton Televisi
Menonton televisi adalah salah satu kegiatan favorit yang dilakukan pada
waktu senggang. Harvard School of Public Health (c2014) melaporkan bahwa
setelah bekerja dan tidur, menonton televisi adalah aktivitas yang paling umum
dilakukan di Amerika. Menonton televisi menghabiskan lebih dari setengah semua
waktu senggang atau sebanyak 5 jam setiap harinya.
Durasi Menonton Televisi
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang menonton televisi 5 jam per hari mempunyai
risiko obesitas sebesar 5 kali lebih besar dibandingkan dengan menonton televisi 2
jam setiap harinya (Hidayati et al. 2009 dalam Pramudita 2011). Sebaran durasi
menonton berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan oleh Tabel 15.

19
Tabel 15 Sebaran durasi menonton berdasarkan jenis kelamin
Durasi
menonton
Ringan
Sedang
Berat
Total

Laki-laki
n
%
4
17.39
13
56.52
6
26.09
23 100.00

Perempuan
n
%
5
20.00
12
48.00
8
32.00
25
100.00

Total
n
9
25
14
48

%
18.75
52.08
29.17
100.00

p-value
0.85

Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa sebagian besar contoh memiliki
durasi menonton televisi yang tergolong sedang dengan persentase sebesar
52.08%. Contoh laki-laki memiliki p