Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Miana (Coleus scutellariodes [L] benth) pada Pertumbuhan Candida albicans Secara In Vitro

AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK DAUN MIANA (Coleus
scutellariodes [L] Benth) PADA PERTUMBUHAN
Candida albicans SECARA IN VITRO

DWI AYU SETIANINGRUM

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antifungi
Ekstrak Daun Miana (Coleus scuttellariodes [L] Benth) pada Pertumbuhan
Candida albicans Secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Dwi Ayu Setianingrum
NIM G84100013

ABSTRAK
DWI AYU SETIANINGRUM. Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Miana (Coleus
scuttellariodes [L] Benth) pada Pertumbuhan Candida albicans Secara In Vitro.
Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan SYAEFUDIN.
Miana (Coleus scutellariodes [L] Benth) merupakan salah satu tanaman
obat tradisional dari famili Lamiaceae, mengandung senyawa flavonoid, tanin,
saponin, steroid, dan triterpenoid yang dapat digunakan sebagai antifungi.
Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antifungi ekstrak daun miana terhadap
C. albicans dan menganalisis senyawa aktif dalam ekstrak daun miana yang
bersifat antifungi terhadap C. albicans. Metode penelitian ini meliputi, ekstraksi
menggunakan air, etanol 70%, dan aseton, uji aktivitas antifungi dengan metode
difusi sumur agar dan identifikasi senyawa aktif ekstrak penghambatan terbaik
dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Hasil uji

menunjukkan bahwa ekstrak aseton konsentrasi 400 mg/mL memiliki aktivitas
penghambatan tertinggi dengan diameter zona hambat sebesar 4.66 mm, termasuk
dalam kategori lemah, sedangkan ekstrak air dan etanol 70% tidak menunjukkan
adanya aktivitas antifungi. Kontrol positif nistatin konsentrasi 1.028 mg/mL lebih
efektif dalam menghambat C. albicans. Nilai konsentrasi hambat tumbuh
minimum ekstrak aseton sebesar 1.56 mg/mL. Hasil identifikasi ekstrak aseton
dengan GC-MS diperoleh senyawa fitol sebesar 41.29%.
Kata kunci: antifungi, Candida albicans, Coleus scutellariodes

ABSTRACT
DWI AYU SETIANINGRUM. Antifungal Activity of Coleus scuttellariodes [L]
Benth Leaves Extract on Candida albicans In Vitro. Supervised by MARIA
BINTANG and SYAEFUDIN.
Miana (Coleus scuttellariodes [L] Benth) is one of the traditional medicine
from family Lamiceae having flavonoids, tannins, saponins, steroids, and
triterpenoids compound those can be used as antifungal. The objectives of this
research were to examine the antifungal activity of Coleus scuttellariodes [L]
Benth leaves extract against C. albicans and to analyze the active compounds in
Coleus scuttellariodes [L] Benth leaves extract that has potential as an antifungal
against C. albicans. The methods of this research were extraction with aquades,

etanol 70%, and acetone, antifungal activity test by agar well diffusion and
identification of active compound extract with the best inhibition in antifungal
activity with Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). The result
showed that acetone extract 400 mg/mL had the highest inhibition activity with
the zone of 4.66 mm included in the low category, meanwhile aquades and etanol
70% extract did not show antifungal activity. Positive control nystatin
concentration of 1.028 mg/mL is more effective in inhibiting of C. albicans.
Minimum inhibition concentration value of acetone extract was 1.56 mg/mL.
Identification of acetone extract with GC-MS result phytol in amount of 41.29%.
Keywords: antifungal, Candida albicans, Coleus scutellariodes

AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK DAUN MIANA (Coleus
Scutellariodes [L] benth) PADA PERTUMBUHAN
Candida albicans SECARA IN VITRO

DWI AYU SETIANINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains

pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Miana (Coleus scutellariodes [L]
benth) pada Pertumbuhan Candida albicans Secara In Vitro
Nama
: Dwi Ayu Setianingrum
NIM
: G84100013

Disetujui oleh

Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Pembimbing I


Syaefudin, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul
Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Miana (Coleus scuttellariodes [L] Benth) pada
Pertumbuhan Candida albicans Secara In Vitro. Penelitian ini dilakukan sejak
bulan Desember 2013 sampai April 2014, bertempat di Laboratorium Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; Laboratorium
Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor; dan
Laboratorium Pengujian Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan, Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr drh Maria Bintang, MS
dan Syaefudin, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
motivasi, dan saran selama penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga atas
segala perhatian, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada seluruh staf laboratorium Biokimia, Pak Agus, kak Merry dan rekan kerja
penelitian (Zia, Puji, dan Nazula) atas bantuan dan saran yang diberikan selama
pelaksanaan penelitian dan beasiswa Yayasan Amanah IPB yang telah membantu
dalam biaya penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan
Biokimia 47, Sabriners, serta sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas segala bantuan, saran, dan motivasi yang diberikan. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Dwi Ayu Setianingrum

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
2
Metode
2
HASIL
Kadar Air, Kadar Abu dan Rendemen Simplisia Daun Miana
6
Analisis Fitokimia
6
Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Miana
6
Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

7
Identifikasi Senyawa Ekstrak Aseton
8
PEMBAHASAN
Kadar Air, Kadar Abu dan Rendemen Simplisia Daun Miana
9
Analisis Fitokimia
10
Aktivitas Antifungi dan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum Ekstrak
Daun Miana
11
Identifikasi Senyawa Ekstrak Aseton
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14

RIWAYAT HIDUP
23

DAFTAR TABEL
1 Kondisi alat GC-MS
2 Hasil analisis proksimat simplisia dan rendemen ekstrak daun miana
3 Hasil analisis fitokimia

5
6
6

DAFTAR GAMBAR
1 Diameter zona hambat Candida albicans ekstrak aseton
2 Diameter zona hambat minimum Candida albicans ekstrak aseton
3 Kromatogram komponen ekstrak aseton dengan GC-MS

7
8
9


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kadar air simplisia daun miana
Kadar abu simplisia daun miana
Rendemen ekstrak daun miana
Uji aktivitas antifungi ekstrak daun miana terhadap Candida albicans
Uji KHTM ekstrak aseton daun miana terhadap C. albicans
Foto uji aktivitas antifungi ekstrak daun miana
Foto uji KHTM ekstrak aseton
Uji fitokimia ekstrak daun miana

Hasil analisis statistika uji aktivitas antifungi dan uji KHTM ekstrak
aseton daun miana
10 Komponen ekstrak aseton dengan GC-MS

17
17
17
18
18
18
19
20
21
22

PENDAHULUAN
Infeksi fungi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi di seluruh dunia
dan terus mengalami peningkatan terutama di negara-negara berkembang. Fungi
tumbuh subur di daerah beriklim tropis dengan kelembaban tinggi seperti
Indonesia. Salah satu fungi penyebab penyakit infeksi pada wanita adalah
Candida albicans. Candida albicans merupakan fungi patogen yang paling
banyak menyebabkan candidiasis vaginalis dengan gejalanya ditandai adanya
keputihan yang kadang-kadang disertai gatal atau iritasi vulva (Soemiati dan
Berna 2002). Candida albicans juga dapat menyerang organ-organ lain seperti
mulut, kulit, kuku, paru-paru, saluran pencernaan, saluran kemih, jantung dan
selaput otak. Sebanyak 75% dari jumlah wanita di Indonesia diperkirakan akan
menderita candidiasis vaginalis minimal sekali dalam hidupnya, dimana 40-45%
dari penderita tersebut akan mengalami infeksi berulang dua kali atau lebih
(Sundari dan Winarno 1996; Lanchers et al. 2000; Ferrer 2000). Menurut Noer
(2007) menyatakan bahwa sebanyak 51.8% remaja wanita memiliki kesadaran
yang rendah terhadap penyakit keputihan. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang
tepat untuk mengatasi penyakit ini.
Selama ini pengobatan penyakit yang disebabkan oleh infeksi fungi
menggunakan antibiotik seperti derivat imidazol, derivat triazol, nistatin, dan
amfoterisis B (Rochani 2009). Namun penggunaan antibiotik tersebut dapat
menyebabkan resistensi dan menimbulkan efek samping. Hal inilah yang menjadi
salah satu faktor bagi masyarakat beralih ke pengobatan alternatif menggunakan
bahan alam atau obat tradisional. Salah satu tanaman yang dimanfaatkan sebagai
obat tradisional adalah tanaman miana (Coleus scuttellariodes [L] Benth).
Batang dan daun miana mengandung minyak atsiri (karvakol, eugenol, dan
etil salisilat), fenol, tanin, lemak, dan fitosterol (Winarto 2007). Tanaman miana
juga memiliki senyawa aktif seperti flavonoid, steroid, tanin, dan saponin
(Ridwan dan Yunani 2007). Tanaman ini mempunyai banyak manfaat dibidang
kesehatan terutama bagian daunnya. Secara empiris masyarakat sudah
menggunakan air rebusan daun miana sebagai obat keputihan, selain itu tanaman
ini juga telah dikenal luas sebagai obat sakit demam, nifas, wasir, bisul, borok,
luka bernanah, penambah nafsu makan dan peluruh haid (Wijayakusuma et al.
1996). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa daun miana memiliki aktivitas
antibakteri (Rahmawati 2008), anticestoda (Ridwan dan Yunani 2007), dan
antioksidan (Hardiyanti et al. 2013).
Penghambatan Candida albicans oleh ekstrak tumbuhan diduga oleh
komponen bioaktif yang terkandung didalamnya, seperti flavonoid, saponin,
alkaloid (Bidarigh et al. 2011). Daun miana juga memiliki senyawa aktif yang
diduga berpotensi dapat menekan pertumbuhan jamur Candida albicans. Hingga
saat ini, belum ada penelitian yang menyebutkan khasiat daun miana sebagai
antifungi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas
ekstrak daun miana (Coleus scuttellariodes [L] Benth) dalam menghambat
pertumbuhan Candida albicans. Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas
senyawa antifungi ekstrak daun miana terhadap Candida albicans dan
menganalisis` senyawa aktif dalam ekstrak daun miana yang bersifat antifungi
terhadap C. albicans.

2

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun miana yang tua (3-5 helai dari
pucuk) yang diperoleh dari BALITRO-Bogor, kultur Candida albicans INACC
Y116 yang diperoleh dari LIPI Cibinong-Bogor, media Potato Dextrose Agar
(PDA), NaCl 0.9%, kertas saring, alumunium foil, kloroform, amoniak, pereaksi
Dragendorf, pereaksi Mayer, perekasi Wagner, H2SO4 2M, H2SO4 pekat, dH2O,
metanol, eter, asam asetat anhiridat, FeCl3 1 % (b/v), etanol 70 %, etanol 30 %,
aseton, standar McFarland (3), nistatin Phapros, dan dimetilsulfoksida (DMSO)
5%.
Alat-alat yang digunakan meliputi alat-alat gelas, pipet volumetrik, pipet
mikro, pipet tetes, cawan Petri, cawan porselin, wadah plastik, oven, autoklaf,
inkubator, rotavapor eyela osb-2100, laminar air flow cabinet, lemari pendingin,
eksikator, vortex vibrofix vf1, penangas air, neraca analitik, shaker, lup inokulasi,
tanur, bunsen, tabung Durham, mesin penggiling, dan GC-MS-QP2010
SHIMIDAZU.
Metode
Preparasi Sampel
Daun miana yang digunakan dalam penelitian adalah daun miana tua yang
diperoleh dari 3-5 helai dari pucuk tanaman dengan bentuk daun yang sempurna
dan berwarna merah keunguan, atau merah gelap. Sampel daun segar diambil
sebanyak 2 kg. Daun miana dicuci dengan air bersih dan ditiriskan dalam wadah
plastik, selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 50oC selama 4-5 hari
sampai diperoleh berat akhirnya yang konstan. Daun miana kering dihaluskan
dengan menggunakan mesin penggiling hingga menjadi serbuk halus berukuran
100 mesh. Simplisia yang didapat dibungkus dengan plastik dan disimpan untuk
pengujian selanjutnya.
Penetapan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselin dikeringkan di dalam oven bersuhu 105oC selama 1 jam,
kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit. Cawan porselin yang
telah dingin selanjutnya ditimbang untuk menentukan bobot kosongnya. Sebanyak
2 gram serbuk daun miana dimasukan ke dalam cawan porselin, kemudian
dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam dengan suhu 105oC. Cawan selanjutnya
didinginkan dalam eksikator selama 15 menit, cawan beserta isinya ditimbang.
Perlakuan dilakukan berulang kali sampai diperoleh bobot yang konstan.
Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Kadar air dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Kadar Air =

× 100%

Keterangan
a = bobot sampel sebelum dikeringkan (g)
b = bobot sampel setelah dikeringkan (g)

3
Penetapan Kadar Abu (AOAC 2006)
Penetapan kadar abu diawali dengan memasukkan cawan porselin ke dalam
tanur dengan suhu 550oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator
selama 15 menit. Selanjutnya bobot cawan ditimbang. Sebanyak 2 g serbuk daun
miana dimasukkan ke dalam cawan lalu dipanaskan diatas bunsen sampai tidak
berasap lagi. Selanjutnya sampel dimasukakan ke dalam tanur dengan suhu 600oC
dan dibiarkan selama 6 jam. Pemanasan sampai diperoleh abu berwarna putih
keabu-abuan. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot sampel yang
konstan. Penentuan kadar abu dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Penentuan
kadar abu dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Kadar Abu =

× 100 %

Keterangan
a = bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
b = bobot cawan sebelum dikeringkan (g)
c = bobot sampel basah (g)
Pembuatan Ekstrak Etanol 70 %, Air (BPOM 2004), dan Ekstrak Aseton
Daun Miana (Modifikasi Rahmawati 2008)
Simplisia daun miana yang diperoleh diekstraksi dengan metode maserasi
(etanol 70 % dan aseton) dan perebusan (air). Ekstraksi menggunakan metode
maserasi, sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan masing-masing pelarut
etanol 70% dan aseton dengan perbandingan 1:10 (b/v), dimasukkan ke dalam
erlenmeyer direndam selama 24 jam sambil digoyang-goyangkan dengan shaker.
Ekstraksi menggunakan pelarut air dengan cara merebus simplisia sebanyak 10 g
pada air mendidih. Simplisia dicampurkan ke dalam air mendidih dengan
perbandingan 1:10 (b/v), kemudian direbus pada suhu 100oC sampai mendidih.
Filtrat hasil maserasi dan perebusan disaring. Perlakuan maserasi dan perebusan
(menggunakan sampel daun, bekas sebelumnya) diulang hingga 2 kali. Filtrat
hasil rebusan dan maserasi dikumpulkan dan kemudian dipekatkan dengan
rotavapor sampai diperoleh sampel yang menyerupai pasta. Pembuatan ekstrak
dilakukan dengan 3 kali ulangan, lalu rendemen yang diperoleh dirata-ratakan.
Rendemen (%) =

× 100%

Analisis Fitokimia (Harbone 1987)
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.05 g ekstrak ditambahkan 10 mL kloroform dan 3
tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes H2SO4
2 M. fraksi asam dibagi menjadi 3 tabung dan masing-masing tabung
ditambahkan dengan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner sebanyak 3 tetes.
Sampel positif mengandung alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih,
merah dan coklat untuk perekasi Mayer, Dragendorf, dan Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.05 g ekstrak ditambahkan dengan 5 mL metanol
30%, kemudian dipanaskan pada suhu 50oC selama 5 menit. Filtrat yang terbentuk
ditambahkan dengan 3 tetes H2SO4 pekat. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan warna merah.

4
Uji Saponin. Sebanyak 0.05 g ekstrak ditambahkan dengan 5 mL air
kemudian dipanaskan selama 5 menit. Selanjutnya sampel dikocok selama 5 menit.
Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil setelah
didiamkan selama 10 menit.
Uji Tanin. Sebanyak 0.05 g ekstrak ditambahkan dengan 5 mL air,
kemudian didihkan selama 5 menit. Larutan selanjutnya disaring, filtrat yang
diperoleh ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1 % (b/v). Adanya warna biru tua
atau hitam yang terbentuk menunjukkan adanya tanin.
Uji triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.05 g ekstrak ditambahkan
dengan 5 mL etanol 30 %, kemudian dipanaskan pada suhu 50oC selama 5 menit.
Sampel disaring, filtrat yang diperoleh diuapkan hingga kering. Residu ditambah
0.5 mL eter dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan dengan
pereaksi Liebermann Burchard (3 tetes asam asetat anhiridat dan 1 tetes H2SO4
pekat). Adanya triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu,
sedangkan adanya steroid ditunjukkan dengan warna hijau atau biru.
Pembuatan Media
Media Potato Dextrose Agar (PDA) ditimbang sebanyak 3.9 g lalu
dicampurkan dengan 100 mL air dalam tabung bertutup. Larutan dibuat homogen
dengan cara diaduk sambil dipanaskan. Media yang masih dalam keadaan cair,
kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada tekanan 2 atm pada suhu 121°C
selama 15 menit.
Peremajaan Kultur C. albicans (Ghozali et al. 2009)
Kultur C. albicans diperoleh dari LIPI Cibinong, Bogor yang telah
dibiakkan dalam media Potato Dextrose agar (PDA). Biakan C. albicans diambil
satu ose lalu digoreskan pada permukaan media PDA dalam cawan Petri. Biakan
C. albicans lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam sampai terbentuk
koloni bulat putih.
Uji Aktivitas Antifungi Metode Sumur Agar (Bintang 1993) dan Konsentrasi
Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
Koloni C. albicans yang telah diremajakan disuspensikan dalam 9 mL
larutan NaCl fisiologis 0.9% dan kepekatannya dibandingkan dengan standar
larutan McFarland (3). Suspensi tersebut memiliki konsentrasi sebesar 6×109
cfu/mL (colony forming unit/mL). Tahapan selanjutnya, dibuat konsentrasi
suspensi 6×108 cfu/mL menggunakan teknik pengenceran berseri, diambil 1 mL
konsentrasi 6×109 cfu/mL lalu dimasukkan dalam 9 mL NaCl fisiologis 0.9%.
Larutan yang diujikan yaitu suspensi C. albicans konsentrasi 6×106 cfu/mL.
Sebanyak 200 µL kultur C. albicans konsentrasi 6×108 cfu/mL dimasukkan ke
dalam tabung berisi media PDA yang masih cair dengan suhu 50-55°C hingga
volumenya 20 mL dan konsentrasinya menjadi 6×106 cfu/mL. Media yang telah
berisi kultur selanjutnya dihomogenkan dan dituang dalam cawan Petri steril.
Media didiamkan hingga memadat selama 30 menit, setelah memadat agar
dilubangi dengan menggunakan tabung durham steril (diameter ± 5 mm). Ekstrak
daun miana yang akan diujikan dengan masing-masing konsentrasi 400 mg/L, 200
mg/L, 100 mg/L, 50 mg/L, dan 12,5 mg/L dimasukkan ke dalam lubang tersebut
sebanyak 50 µL dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Sebagai

5
standar positif, dimasukkan 50 µL nistatin 1.028 mg/mL. Adapun standar negatif
dimasukkan 50 µL pelarut dari masing-masing ekstrak. Aktivitas antifungi
ditentukan dengan pengukuran zona bening di sekitar lubang yang berisi ekstrak
sampel menggunakan jangka sorong dengan dua kali pengukuran diameter dan
hasilnya dirata-ratakan. Pengujian setiap ekstrak dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan dan hasilnya dirata-ratakan. Ekstrak yang memiliki aktivitas antifungi,
selanjutnya ditentukan konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM). Uji
KHTM ekstrak aseton dilakukan dengan menurunkan konsentrasi ekstrak menjadi
6.25 mg/mL, 3.125 mg/mL, 1.56 mg/mL, 0.78 mg/mL, 0.39 mg/mL, dan 0.19
mg/mL dengan prosedur yang sama pada uji aktivitas antifungi yang telah
dilakukan sebelumnya. KHTM ditentukan pada konsentrasi terkecil yang
menunjukkan zona hambat tumbuh C. albicans.
Analisis GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry)
Identifikasi senyawa yang memiliki aktivitas antifungi dilakukan
menggunakan pirolisis kromatografi gas spektrometri massa (Py-GC-MS).
Ekstrak yang diidentifikasi dengan Py-GC-MS adalah ekstrak yang memiliki
aktivitas antifungi yang paling besar, dalam penelitian ini adalah ekstrak aseton.
Sampel yang dinalisis langsung dimasukkan ke dalam tempat contoh. Sebelum
dilakukan analisis GC-MS sampel masuk dalam pirolisis unit dan dipanaskan
dalam lingkungan bebas oksigen pada suhu 280oC. tahapan ini menghasilkan
panas yang dimediasi pembelahan ikatan kimia dalam struktur makromolekul dan
menghasilkan berat molekul rendah dengan komposisi yang mengindikasikan
jenis spesifik makromolekul. Campuran senyawa kemudian masuk ke kolom
analisis GC-MS. Kondisi alat Py-GC-MS untuk analisis ini ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi alat GC-MS
Spesifikasi
Merek
Gas
Detektor
Kolom
Suhu kolom
Tekanan (kPa)
Laju alir kolom (mL/min)
Rasio pemisahan
Suhu injektor SPL
Suhu jarak MS
Suhu sumber ion
Suhu pirolisis

Keterangan
Shimadzu Type GCMS-QP2010
Helium
FID (Flame Ionization Detector)
Capiler Type Phase Rtx-5MS; 60 m; 0.25 mmID
50oC
100
0.85
112.3
280oC
280oC
200oC
280oC

Analisis Statistika (Matjik 2002)
Analisis statistika yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan
percobaan dua faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang
diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada tingkat
kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05 dengan perangkat lunak Statistical
Programme for Social Science (SPSS) 16. Jika terdapat perbedaan yang nyata
antar perlakuan akan ditindaklanjuti dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.

6

HASIL
Kadar Air, Kadar Abu dan Rendemen Simplisia Daun Miana
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa simplisia daun miana
memiliki kadar air sebesar 3.31±1.02% dan kadar abu sebesar 10.16±0.41%.
Ekstraksi daun miana menggunakan tiga pelarut yaitu air, etanol 70 %, dan aseton
menghasilkan nilai rendemen yang berbeda-beda pada setiap pelarut. Nilai
rendemen terbesar dihasilkan oleh pelarut air yaitu 18.63±0.33%, diikuti dengan
pelarut etanol 70 %, dan aseton (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil analisis proksimat simplisia dan rendemen ekstrak daun miana
Sampel

Kadar Air
Simplisia (%)

Daun Miana

3.31±1.02

Kadar Abu
Simplisia (%)
10.16±0.41

Pelarut

Rendemen (%)

Air
Etanol 70 %
Aseton

18.63±0.33
17.25±0.20
9.10±0.15

Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
metabolit sekunder dalam ekstrak secara kualitatif. Hasil analisis fitokimia
ekstrak daun miana menggunakan pelarut air, etanol 70% dan aseton
menunjukkan hasil positif adanya senyawa flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid,
dan steroid, sedangkan tidak terdeteksi untuk senyawa alkaloid (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil analisis fitokimia
Jenis uji
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tanin
Triterpenoid
Steroid

Air
+
+
+
-

Etanol 70 %
+
+
+
-

Aseton
+
+
+

Keterangan: + (terdapat senyawa), - (tidak terdapat senyawa)
Aktivitas Antifungi Ekstrak Daun Miana
Pengujian aktivitas antifungi ekstrak daun miana dilakukan terhadap
pertumbuhan Candida albicans. Hasil uji aktivitas antifungi ekstrak daun miana
menunjukkan bahwa hanya ekstrak aseton yang menghasilkan zona hambat yang
menunjukkan terdapat aktivitas antifungi, sedangkan untuk ekstrak air dan etanol
70% tidak menghasilkan zona hambat yang menunjukkan tidak terdapat aktivitas
antifungi (Lampiran 4). Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 1,
peningkatan konsentrasi ekstrak aseton yang diujikan berbanding lurus dengan

7

Diameter Zona Hambat (mm)

diameter zona hambat yang terbentuk. Nilai aktivitas antifungi tertinggi terdapat
pada ekstrak aseton dengan konsentrasi 400 mg/mL menghasilkan zona hambat
sebesar 4.66 mm dan masih termasuk dalam kategori lemah. Kontrol positif
menggunakan nistatin dengan konsentrasi 1.028 mg/mL terbukti menghambat
pertumbuhan C.albicans dengan menghasilkan zona hambat sebesar 15.84 mm.
Nistatin menghasilkan zona hambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak
aseton daun miana pada semua konsentrasi yang diujikan, hal ini menunjukkan
bahwa nistatin lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Kontrol
negatif menggunakan pelarut masing-masing ekstrak antara lain air (ekstrak air),
DMSO 5% (ekstrak etanol 70%), dan aseton (ekstrak aseton) tidak membentuk
zona hambat yang menunjukkan tidak terdapat aktivitas antifungi.
Analisis statistik menunjukkan bahwa ekstrak aseton pada konsentrasi 25
mg/mL tidak berbeda nyata (P