Penggunaan Grafit Mesopori Berlapis Polianilin sebagai Elektroda pada Microbial Fuel Cell.

PENGGUNAAN GRAFIT MESOPORI BERLAPIS
POLIANILIN SEBAGAI ELEKTRODA PADA MICROBIAL
FUEL CELL

RIBUT WAHIDIN

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Grafit
Mesopori Berlapis Polianilin sebagai Elektroda pada Microbial Fuel Cell adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Ribut Wahidin
NIM G74100009

ABSTRAK
RIBUT WAHIDIN. Penggunaan Grafit Mesopori Berlapis Polianilin
sebagai Elektroda pada Microbial Fuel Cell. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN
MADDU dan GUSTAN PARI.
Microbial fuel cell adalah suatu alat yang dapat menghasilkan listrik dari
komponen organik melalui katabolisme pada mikrobial. Namun, rendahnya
power density yang dihasilkan pada sistem MFC menjadi salah satu kendala
utama. Tujuan penelitian ini untuk menentukan kelebihan grafit mesopori berlapis
polianilin sebagai elektroda pada sistem MFC. Penelitian ini dilakukan dengan
metode chemical treatment dalam pembentukan struktur mesopori permukaan
grafit dan Polimerisasi elektrokimia potensiostatik dalam pelapisan grafit dengan
polianilin. Penelitian ini menghasilkan power density tertinggi pada grafit tanpa
perlakuan 0.0059 mW.m-2, grafit mesopori 0.6 mW.m-2, pelapisan polianilin 1.895
mW.m-2 dan grafit mesopori berlapis polianilin 3.557 mW.m-2. Hasil ini

memperlihatkan perlakuan pembentukan mesopori pada permukaan grafit serta
pelapisan polianilin pada permukaan grafit dapat meningkatkan power density dari
sistem MFC.
Kata kunci : Anoda, microbial fuel cell, polianilin, power density

ABSTRACT
RIBUT WAHIDIN. The Use of Mesoporous Graphite Coated Polyaniline as
Electrodes in Microbial Fuel Cell. Supervised by AKHIRUDDIN MADDU and
GUSTAN PARI.
Microbial fuel cell is a device can generate electricity from organic
components through the microbial catabolism. However, the low power density
generated in the MFC system is to be one of the main obstacles. The aims study
was to determine the excess graphite-coated mesoporous polyaniline as an
electrode in the MFC system. This research was conducted by the method of
chemical treatment in the formation of mesoporous structure of the graphite
surface and electrochemical polymerization potensiostatic in graphite coating with
polyaniline. This study resulted in the highest power density were 0.0059 mW.m-2
in the untreated graphite, 0.6 mW.m-2 in mesoporous graphite, 1.895 mW.m-2 in
polyaniline coating and 3.557 mW.m-2 in graphite-coated mesoporous polyaniline.
The results showed that formation of mesoporouse treatment on the surface of

graphite and polyaniline coating on the graphite surface can increase the power
density of the MFC system.
Keywords : Anode, microbial fuel cell, polyaniline, power density

PENGGUNAAN GRAFIT MESOPORI BERLAPIS
POLIANILIN SEBAGAI ELEKTRODA PADA MICROBIAL
FUEL CELL

RIBUT WAHIDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Penggunaan Grafit Mesopori Berlapis Polianilin sebagai Elektroda
pada Microbial Fuel Cell.
Nama
: Ribut Wahidin
NIM
: G74100009

Disetujui oleh

Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Pembimbing I

Prof (R) Dr Gustan Pari
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Akhiruddin Maddu, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan
karunia yang telah diberikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada
Rasulullah SAW, tauladan yang telah membawa kita menuju zaman yang terang
benderang. Atas rahmat-Nya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dengan judul “Penggunaan Grafit Mesopori Berlapis Polianilin sebagai
Elektroda pada Microbial Fuel Cell” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini,
diantaranya:
1. Dosen pembimbing skripsi Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si dan
Prof (R). Dr. Gustan Pari yang telah memberikan ide, saran, dan
bimbingan selama penelitian.
2. Dosen pembimbing akademik serta semua dosen dan staff Departemen

Fisika IPB.
3. Kedua orang tua, kakak dan semua keluarga besar yang selalu
memberikan do’a, nasehat, semangat, dan motivasi kepada penulis.
4. Yudha Jati Wiratmoko sebagai rekan penelitian, serta teman-teman
fisika 47 dan Pondok AA yang selalu memberikan semangat dan
motivasi kepada penulis.
5. Beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan bantuan biaya dalam
pelaksanaan penelitian sehingga berjalan dengan lancar.
Selanjutnya, Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Ribut Wahidin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN


vi
vi
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Microbial Fuel Cell

Sediment Microbial Fuel Cell
Substrat
Elektroda
Polianilin
Material Mesopori

3
3
4
5
6
6
6

METODE
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Pembuatan elektroda grafit mesopori
Karakterisasi karbon mesopori dengan uji iod

Karakterisasi BET (Brunauer Emmet Teller)
Pelapisan polianilin pada grafit
Pengujian elektroda grafit menggunakan LCR meter
Penyiapan substrat SMFC
Pembuatan reaktor SMFC
Pengujian kinerja SMFC

6
6
7
7
7
7
7
7
8
8
8
8


HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Elektroda Grafit Mesopori
Hasil Karakterisasi BET
Konduktansi Grafit Berlapis Polianilin
Kinerja SMFC

9
9
10
11
12

SIMPULAN DAN SARAN

17

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


18
20
25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Metode modifikasi anoda, substrat, dan peningkatkan kinerja MFC
Komposisi gizi ampas kedelai
Jenis substrat dengan biokatalisnya
Hasil pengujian daya jerap iod grafit mesopori
Hasil pengujian BET sampel grafit

3
5
5
9
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Prinsip kerja sistem MFC
Model produksi listrik SMFC
Rancangan reaktor SMFC
Hasil karakterisasi LCR Meter
Hasil pengujian tegangan
Hasil pengujian arus
Produksi listrik SMFC hari ke 1
Produksi listrik SMFC hari ke 2

4
4
8
11
13
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram alir penelitian
Tahapan pengujian daya jerap iod
Perhitungan daya jerap iod
Keterangan pelapisan polianilin

20
21
22
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi baru dan terbarukan (EBT) saat ini sudah ramai dibicarakan sebagai
energi alternatif. Kebutuhan energi terbarukan dalam menggantikan bahan bakar
fosil yang tidak dapat terbaharukan sudah menjadi pemikiran banyak orang sejak
tahun 1970 ketika krisis energi di dunia berlangsung. Peranan ini menjadi sangat
penting, terlebih dengan semakin besarnya emisi gas buangan kendaraan bermotor
yang mencapai sekitar 3 juta ton karbondioksida ke udara pada setiap tahunnya
serta memberikan dampak besar terhadap perubahan iklim global.
Energi listrik dapat dilakukan melalui teknologi microbial fuel cell (MFC).
Teknologi ini memanfaatkan senyawa yang mengandung hidrogen atau senyawa
yang menghasilkan elektron sehingga ramah lingkungan.1 MFC merupakan salah
satu tipe bioelectrochemical systems (BESs) yang mengubah biomassa secara
spontan menjadi energi listrik melalui aktivitas metabolisme mikroorganisme.2
Prinsip kerja MFC yaitu terdapat aliran proton dari ruang anoda menuju ruang
katoda melalui membran elektrolit dan aliran elektron yang bergerak ke arah yang
sama melalui kabel konduksi.3
Sistem MFC mempunyai kelebihan apabila dibandingkan sistem
pembangkit listrik lainnya. Operasi sistem MFC dapat berlangsung pada kondisi
suhu ambient, pH netral, tekanan normal, sumber bahan bakarnya banyak tersedia,
dan bahkan ketersediaannya tidak terbatas. Beberapa penelitian yang sudah ada,
hasil keluaran MFC berupa power density masih tergolong kecil, hal ini terjadi
karena rendahnya hasil oksidasi dalam substrat sehingga banyak dilakukan
penelitian untuk meningkatkan kinerja dari sistem MFC. Peningkatan kinerja
sistem MFC dapat dilakukan dengan beberapa usaha diantaranya meningkatkan
daya konduksi dengan membedakan kekuatan ion, megunakan akseptor elektron
baru seperti permanganate, serta mengurangi jarak elektroda.4,5,6 Material
elektroda berupa material komposit sudah banyak dikembangkan pada eletroda
anoda.
Saat ini, bahan polimer yang bersifat konduktif sudah banyak menarik
perhatian untuk diaplikasikan pada sensor kimia, sensor biologi, elektroda, dan
perangkat elektronik. Bahan ini juga memiliki kelebihan seperti lingkungan stabil,
kemudahan disintesis, dan daya konduksi tinggi pada suhu kamar.7 Salah satu
contoh dari bahan polimer ini adalah polianilin (PANi). Schröder and Scholz
menerangkan apabila platina anoda termodifikasi polianilin dapat meningkatkan
arus keluaran.8 Furukawa juga menggunakan modifikasi polianilin untuk
meningkatkan kinerja MFC.7 Modifikasi menggunakan polianilin berfungsi
sebagai penghubungkan dari kumpulan elektron dengan elektroda secara langsung,
daripada menggunakan penghubung dari luar seperti methylene blue. Bahan
polimer ini dapat meningkatkan nilai konduktivitas serta transfer elektron dari
sistem MFC.
Teknologi MFC dalam skala komersil yang sudah ada sekarang ini beberapa
menggunakan karbon baterai sebagai elektrodanya dikarenakan harganya murah
dan berfungsi baik. Penelitian ini dilakukan dengan memodifikasi pada grafit atau
karbon baterai dengan merubah struktur material menjadi mesopori. Pelapisan

2
grafit dengan polianilin diharapkan mampu meningkatkan nilai konduktivitas
serta transfer elektron dari sistem MFC. Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh
keluaran energi listrik yang lebih besar dari perlakuan penelitian yang sudah ada.

Perumusan Masalah
1.
2.
3.

Apakah permukaan mesopori elektroda grafit mempengaruhi kinerja MFC?
Apakah pelapisan polianilin pada elektroda grafit mesopori mampu
meningkatkan kinerja MFC menjadi lebih baik?
Apakah limbah ampas kedelai sebagai substrat pada MFC dapat
menghasilkan keluaran listrik?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelebihan grafit mesopori
berlapis polianilin sebagai elektroda pada MFC dan menentukan besarnya luaran
power density yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang teknologi
MFC dalam menghasilkan listrik. Teknologi ini dapat diaplikasikan dalam skala
yang cukup besar untuk menghasilkan tenaga listrik sebagai sumber energi listrik
alternatif.

Ruang Lingkup Penelitian
Kajian yang dilakukan pada penelitian ini penerapan grafit mesopori
berlapis polianilin sebagai elektroda pada MFC menggunakan media substrat.
Anoda dari grafit baterai dimodifikasi dengan memberi perlakuan chemical
treatment untuk membentuk struktur mesopori pada permukaan grafit dan
pelapisan grafit dengan bahan polimer konduktif berupa polianilin. Penelitian
sebelumnya juga menjelaskan tentang perlakuan terhadap permukaan anoda
menggunakan metode perlakuan asam, panas, dan polianilin sebagai salah satu
jenis dari polimer konduktif yang digunakan dalam pelapisan ataupun komposit
anoda dapat meningkatkan keluaran power density dari sistem MFC (Tabel 1).
Pelapisan polianilin menggunakan metode polimerisasi elektrokimia
potensiostatik dengan tiga elektroda. Grafit mesopori yang sudah terlapisi
polianilin dipasang pada reaktor MFC serta digunakannya limbah ampas kedelai
sebagai substratnya. Teknologi MFC dapat menghasilkan listrik dengan besar
yang dapat diukur.

3
Tabel 1 Metode modifikasi anoda, substrat, dan peningkatkan kinerja MFC.9
Material

Metode

Substrat

Peningkatan Kinerja

Surface
Treatment

NH3
gas treatment

Domestic Washwater

Surface
Treatment
Surface
Treatment
Surface
Treatment
Surface
Coating
Surface
Coating

Heat treatment
Acid (H2SO4) treatment

Preacclimated bacteria
from an active MFC
Domestic Washwater

Acid and heat treatment

Domestic Washwater

Carbon nanotube

Mixed-culture anaerobic
granular sludge
Escherichia coli (DH5a
strain)

Increase power density by
20%, reduce start-up time by
50%
Increase power density by
3%
Increase power density by
8%
Increase power density by
25%
Increase power density by
20%
Maximum power density 228
mW/m2

Polypyrrole coated carbon
nanotubes composite

Surface
Coating

Polyaniline

Composite
electrode

Graphite-ceramic
containing Mn 2+
and Ni 2+

Brewery wastewater diluted
with domestic wastewater
(1:100 by volume)
Marine sediments

1.8-Fold increase in power
Density
1.2-Fold increase in kinetic
activity

TINJAUAN PUSTAKA
Mikrobial Fuel Cell
Microbial fuel cell merupakan suatu alat yang dapat menghasilkan listrik
dari komponen organik melalui katabolisme pada mikrobial. Elektron dihasilkan
selama proses oksidasi yang dilakukan oleh mikroba, kemudian elektron akan
berpindah melalui membran.10 Prinsip kerja sistem MFC adalah bakteri pada
bejana anoda mentransfer elektron dari donor elektron ke elektroda anoda
(Gambar 1).11 Bakteri yang hidup pada bejana anoda mengkonversi substrat
seperti glukosa, asetat dan juga limbah cair menjadi CO2, proton dan elektron.
Bejana anoda berada dalam kondisi anaerobik dan bakteri mengubah penerima
elektron alaminya menjadi penerima elektron insoluble contohnya anoda.
Penerimaan elektron oleh anoda terjadi melalui kontak langsung kabel-kabel nano
(nanowires) atau pengangkut elektron yang dapat larut. Elektron mengalir dari
anoda melalui hambatan luar ke katoda. Selama produksi elektron, proton juga
diproduksi dalam jumlah banyak. Proton ini bermigrasi melalui membran ke
bejana katoda, selanjutnya bereaksi dengan oksigen menjadi air.11
Reaksi yang terjadi pada sistem MFC dengan contoh substrat asetat adalah
sebagai berikut :
Reaksi pada anoda
: CH3COO- + 2H2O  2CO2 + 7H+ +8eReaksi pada katoda : O2 + 4e- + 4H+  2H2O
Keseluruhan reaksi yang terjadi merupakan degradasi substrat menjadi
karbondioksida, air, dan pada saat yang bersamaan dihasilkan listrik. Berdasarkan
reaksi pada elektroda, bioreaktor MFC dapat menghasilkan listrik dari aliran
elektron dari anoda ke katoda melalui rangkaian eksternal.12

4

Gambar 1 Prinsip kerja sistem MFC.11

Sediment Microbial Fuel Cell
Sediment microbial fuel cell (SMFC) merupakan bentuk pengembangan dari
MFC. Prinsip kerja dari SMFC sangat sederhana, dimana dua elektroda yang
saling terhubung ditempatkan, yaitu anoda pada kedalaman sedimen yang bersifat
anaerobik dan katoda pada badan air yang mengandung oksigen terlarut.10
Mikroorganisme dapat mendegradasi penerima elektron dan bahan organik
kompleks sehingga menghasilkan produk fermentasi. Mekanisme kerja sistem
SMFC pada sedimen ampas kedelai serupa dengan rantai makanan
mikroorganisme yang menggunakan anoda sebagai penerima elektron.
Produksi listrik SMFC (Gambar 2) memanfaatkan mikroorganisme hidup
dalam reaksi elektrokimia sehingga menjadikan sistem MFC sangat sensitif
terhadap perubahan kondisi lingkungan yang dapat membunuuh mikroorganisme
tersebut. Struktur dan aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh berbagai
parameter yaitu suhu, pH, potensial redoks, suhu, dan kekuatan ion.

Gambar 2 Model produksi listrik SMFC.11
Kinerja SMFC secara umum tergantung dari komponen-komponen
penyusunnya meliputi jenis dan struktur elektroda, ada atau tidaknya membran
penukar proton, dan kelengkapan membran.13 Jenis bahan dan struktur anoda
berdampak pada penempelan mikroorganisme, transfer elektron, dan oksidasi
substrat. Bahan yang biasa digunakan sebagai anoda adalah karbon atau grafit,
karena stabil terhadap perkembangbiakan mikroba, memiliki konduktivitas yang

5
tinggi, dan luas permukaan yang besar. Namun, penggunaan elektroda berbasis
karbon pada katoda dapat menyebabkan kinerja yang belum efisien sehingga perlu
dilakukan pelapisan dengan katalis.14,15
Substrat
Substrat merupakan sumber untuk produksi listrik dalam sistem MFC
sebagai material organik sederhana sampai campuran kompleks misalnya terdapat
pada limbah cair. Substrat kaya dengan kandungan organik untuk membantu
pertumbuhan beragam mikroba aktif, namun dianggap lebih baik untuk produksi
dalam waktu singkat. Beberapa substrat yang telah digunakan contohnya asetat
glukosa, biomassa lignoselulosa dari sampah pertanian, limbah cair industri bir,
limbah pati, selulosa, dan kitin.16 Optimasi komunitas mikroba aktif dapat
menghasilkan peningkatan efisiensi transfer elektron dan degradasi substrat.
Berbagai bentuk bahan organik dapat dimanfaatkan sebagai substrat dalam
microbial fuel cell, misalnya: glukosa, pati, asam lemak, asam amino, protein, dan
air limbah dari manusia atau hewan. Percobaan MFC pada berbagai jenis substrat
dan bakteri sebagai biokatalisnya dapat dilihat pada Tabel 2. Ampas kedelai yang
digunakan sebagai substrat memiliki komposisi kandungan gizi yang ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 2 Jenis substrat dengan biokatalisnya.17
Jenis Substrat
Galaktosa, maltosa, sukrosa,
trehalose
Pati (starch)
Asetat
Endapan kotoran
Glukosa

Biokatalis
Proteus vulgaris
Clostridium butyricum atau
C. Beijerinckii
E. coli
E.coli K12
Rhodoferax ferrireduncens

Tabel 3 Komposisi gizi ampas kedelai.18
Zat Gizi

Kadar (%)

Air
Bahan Kering
Abu
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
BETN*

91,31
8,69
3,42/BK**
22,23/BK
9,43/BK
29,08/BK
35,84/BK

* BETN: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
** BK: Bahan Kering

6
Elektroda
Elektroda merupakan material yang bersifat konduktif, biocompatible atau
sesuai dengan makhluk hidup, dan secara kimia stabil di dalam larutan bioreaktor.
Area permukaan elektroda yang lebih luas diberikan oleh elektroda lelehan grafit.
Akan tetapi, tidak semua area permukaan yang terindikasi dapat digunakan oleh
bakteri.19 Karbon aktif adalah karbon dengan struktur amorphous atau
monokristalin melalui perlakukan khusus sehingga memiliki luas permukaan 3002000 m2g-1. Karakteristik karbon yang ideal adalah pada rentang pH antara 5-6
(50g/L H2O, 20oC), titik leleh 3800oC, dan ukuran partikel ≤ 50 μm. Resin perekat
(10-10/Ω.m – 10-15/Ω.m) berguna untuk merekatkan karbon aktif sehingga
memiliki struktur yang kuat dan tidak rapuh selama MFC dioperasikan.
Polianilin
Polianilin adalah salah satu bahan polimer konduktif yang banyak dikaji
pada lebih dari dua dekade terakhir karena sifat fisika dan kimianya yang khas
sehingga memiliki potensi aplikasi yang luas. Bahan polimer konduktif ini sangat
unik yaitu dapat mengalami perubahan sifat listrik dan optik yang dapat balik
(reversible) melalui reaksi redoks dan doping-dedoping atau protonasideprotonasi sehingga sangat potensial dimanfaatkan pada berbagai aplikasi. Bahan
polianilin telah digunakan pada berbagai aplikasi misalnya sensor kimia
khususnya sensor gas, piranti elektrokromik, sel fotovoltaik, LED polimer, dan
baterai sekunder.20
Material Mesopori
Material mesopori merupakan material solid berpori yang mempunyai
diameter pori antara 2 nm sampai 50 nm. Definisi ini berasal dari International
Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), yang membagi material solid
berpori menjadi tiga kategori berdasarkan ukuran diameter porinya (d), yaitu
mikropori (d < 2 nm), mesopori (2 nm < d < 50 nm), dan makropori (d > 50 nm).
Riset mengenai material mesopori muncul karena kebutuhan material dengan
sistem pori yang dapat dikontrol sehingga mempunyai aplikasi luas untuk
penetrasi molekul berukuran antara sub-nanometer sampai nanometer.21

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah substrat, karbon baterai,
KOH untuk aktivasi dan monomer anilin. Bahan-bahan yang digunakan untuk
penyiapan dan pembuatan substrat dari limbah ampas kedelai meliputi akuades
dan gula.

7
Alat
Alat-alat yang digunakan untuk membuat rangkaian SMFC adalah akrilit,
timbangan digital, multimeter, elektroda karbon, kabel, blender, dan gelas ukur.

Prosedur Analisis Data
Pembuatan elektroda grafit mesopori
Membuat struktur mesopori dari bahan batang grafit baterai menggunakan
proses aktivasi. Metode yang digunakan chemical treatment dengan proses
aktivasi berupa aktivasi kimia. Batang grafit baterai yang sudah dipisahkan dicuci
dengan alkohol 70% dan aseton. Bahan batang grafit direndam pada larutan basa
kuat KOH dengan perbandingan massa 1:1 selama 24 jam. Proses dilanjutkan
dengan dikeringkan pada suhu 60o selama 3 jam. Batang grafit kemudian
direndam pada larutan HCl 10% selama 2 jam dan dicuci dengan aquades sampai
diperoleh pH normal (pH=7).
Karakterisasi grafit mesopori dengan uji iod
Batang grafit yang sudah diaktivasi selanjutnya dihaluskan kemudian
dikeringkan. Setelah itu serbuk grafit disaring kemudian serbuk grafit diambil
0.25 g. Serbuk grafit halus dicampur laruran IOD 0.1 N sebanyak 25 mL pada
enlemeyer dan digoyang – goyangkan selama 15 menit. Grafit kemudian disaring
dengan kertas saring. Larutan Iod dibagi menjadi 2 ke dalam labu enlemeyer
dengan masing – masing 10 mL lalu dititrasi dengan Natrium Tio Sulfat
(Na2S2O2) hingga larutan berwarna kuning. Indikator kanji kemudian
ditambahkan sebanyak 3 tetes dan selanjutnya ditambahkan Natrium Tio Sulfat
(Na2S2O2) hingga larutan berwarna bening.
Karakterisasi BET (Brunauer Emmet Teller)
Batang grafit yang sudah diaktivasi kemudian dihaluskan dan dilakukan uji
BET untuk mengetahui ukuran diameter, luas permukaan, dan volume pori yang
dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung.
Pelapisan polianilin pada grafit
Pelapisan polianilin pada grafit dihasilkan dari polimerisasi elektrokimia
anilin. Metode polimerisasi yang digunakan adalah polimerisasi elektrokimia
potensiostatik dengan alat AMEL Instruments Model 2053. Preparasi bahan
mencakup monomer anilin 0.2 M dalam larutan 100 ml HCL 1.2 M. Pelapisan
grafit ini dilakukan dengan variasi sampel yaitu grafit kontrol dan grafit KOH
(1:3). Metode pelapisan polimerisasi elektrokimia potensiostatik ini dengan
memberikan tegangan +1 Volt, rentang arus auto 1 Ampere, serta waktu pelapisan
selama ± 30 menit.

8
Pengujian elektroda grafit menggunakan LCR meter
Pengujian konduktansi elektroda gafit dilakukan menggunakan alat
Instrumen LCR meter 5 MHz. Semua elektroda grafit diuji dengan mode tegangan
konstan sebesar 1.5 Volt, pergerakan dalam speed slow dan delay nol detik, dan
frekuensi awal yang diberikan 50 Hz sampai 10000 Hz. Pengambilan data
pengukuran dilakukan sebesar 100 titik secara acak dalam rentang frekuensi
tersebut.
Penyiapan substrat SMFC
Limbah pengolahan kedelai yang digunakan berasal dari Pabrik pembuatan
tahu di daerah Cibeureum, Bogor. Limbah yang digunakan adalah bagian ampas
kedelai. Bahan tersebut menjadi media untuk perkembangan bakteri atau dikenal
sebagai substrat. Limbah ampas kedelai diambil sore hari kemudian didiamkan
semalaman ± 17 jam sampai siap digunakan besok paginya. Bahan tersebut
sebelumnya dicampur dengan bahan tambahan yaitu gula 1 M sebesar 10% dari
jumlah substrat. Substrat telah siap pakai untuk proses SMFC.
Pembuatan reaktor SMFC
Desain sistem reaktor SMFC yang digunakan adalah MFC satu bejana.
Reaktor yang digunakan terbuat dari bahan plastik dengan dimensi bejana
8x8x15 cm. Perbandingan volume substrat dan air yang digunakan 50:50.
Elektroda katoda (bagian atas) yang digunakan adalah empat grafit baterai biasa,
sedangkan anoda (bagian bawah) adalah satu gafit biasa (kontrol), grafit+KOH
(1:3), dua lainnya grafit biasa dan grafit KOH (1:3) yang berlapis polianilin.
Rancangan reaktor SMFC ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rancangan reaktor SMFC.
Pengujian kinerja SMFC
Pengukuran tegangan dan arus luaran menggunakan multimeter. Multimeter
dihubungkan pada anoda dan katoda setiap bejana. Pengukuran kinerja SMFC
dilakukan selama dua hari. Waktu pengukuran pada hari ke 1 dilakukan selama 4
jam dalam selang waktu setiap setengah jam dari jam ke 0 sampai jam ke 4

9
dimulai pukul 12.00 s/d 16.00 WIB dilanjutkan pengukuran hari ke 2 selama 5
jam dalam selang waktu setiap satu jam dari jam ke 22 sampai jam ke 27 pukul
11.00 s/d 16.00 WIB sehingga lama pengujian 27 jam.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Elektroda Grafit Mesopori
Pembuatan grafit mesopori dilakukan dengan metode chemical treatment.
Metode ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik
dengan menggunakan bahan kimia berupa larutan basa kuat KOH. Bahan-bahan
pengaktif tersebut berfungsi untuk mendegradasi atau penghidrasi molekul
organik selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu
dekomposisi senyawa organik pada tahap aktivasi berikutnya, mengurangi air
yang terjebak dalam rongga-rongga karbon, membantu menghilangkan endapan
hidrokarbon yang dihasilkan saat proses karbonisasi, dan melindungi permukaan
karbon sehingga kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi.22 Pengujian
untuk mengetahui ukuran pori yang terbentuk dilakukan dengan pengujian daya
jerap iod (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil pengujian daya jerap iod grafit mesopori
Sampel Grafit
Grafit Kontrol
Grafit + KOH (1:1)
Grafit + KOH (1:2)
Grafit + KOH (1:3)
Grafit + KOH (1:4)
Grafit + KOH (1:5)
Grafit + KOH (1:6)

Daya Jerap Iod (mg.g-1)
87.679
100.486
116.449
119.189
113.46
134.538
134.538

Pengujian daya jerap iod didefinisikan sebagai jumlah miligram iodin yang
diadsorpsi oleh satu gram karbon aktif. Besarnya pori yang terbentuk pada grafit
dipengaruhi oleh perbandingan massa grafit dengan KOH pada saat proses
aktivasi. Sampel dengan perbandingan grafit:KOH sebesar 1:5 dan 1:6 memiliki
nilai pengujian daya jerap IOD yang terbesar yaitu 134.538 mg.g-1. Sampel
dengan perbandingan ini memiliki jumlah struktur pori yang lebih banyak
daripada sampel yang lainnya. Namun, secara keseluruhan besar daya jerap iod
yang dihasilkan dari semua sampel menunjukkan terjadinya peningkatan nilai
adsorpsi iod seiring dengan penambahan perilaku konsentrasi larutan KOH
sehingga hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi KOH yang
digunakan untuk merendam grafit, maka semakin banyak pori yang terbentuk dari
proses aktivasi. Kusuma dan Utomo juga menyebutkan semakin tinggi konsentrasi
larutan pengaktivasi maka semakin bertambah banyak mineral yang teradsorpsi
sehingga menyebabkan volume pori karbon cenderung bertambah besar, karena

10
larutan ini membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada
proses karbonisasi.23
Hasil Karakterisasi BET
Batang grafit diaktivasi, diuji daya jerap iodnya, dan selanjutnya dilakukan
pengujian BET. Pengujian ini merupakan teknik untuk memperkirakan luas
permukaan sebagai suatu parameter yang erat hubungannya dengan kemampuan
adsorpsi suatu adsorben. Persamaan BET digunakan dalam menentukan luas
permukaan karbon aktif dari adsorpsi isoterm nitrogen yang diukur pada 77K.
Analisis BET bertujuan untuk mengetahui karakter fisik dari karbon yang
memiliki kemampuan optimum sebagai adsorben. Ciri fisik yang dianalisi yaitu
ukuran diameter dan volume pori sehingga diharapkan luas permukaan dapat
diperkirakan. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan hasil dari uji daya
jerap iod pada pengujian sebelumnya. Uji daya jerap iod pada dasarnya
menggunakan larutan iodin untuk mengetahui pori, sedangkan pengujian BET
menggunakan gas dengan hasil pengujian yang lebih baik. Pengujian BET
dilakukan pada 3 bahan Grafit, yaitu grafit kontrol dan 2 grafit yang direndam
dalam KOH dengan perbandingan 1:3 dan 1:6. Hasil pengujian BET sampel grafit
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil pengujian BET sampel grafit
Sampel grafit
Volume Pori
Grafit Kontrol
9.870 e-03 cc.g-1
Grafit + KOH (1:3) 1.536 e-02 cc.g-1
Grafit + KOH (1:6) 1.468 e-02 cc.g-1

Diameter Pori
1.520e+02 Å
1.488e+02 Å
1.883e+02 Å

Luas Permukaan
2.598 m².g-1
4.129 m².g-1
3.119 m².g-1

Hasil pengujian BET menunjukkan volume pori terbesar 1.536 e-02 cc.g-1
terjadi pada sampel grafit yang direndam menggunakan KOH dengan
perbandingan 1:3, sedangkan yang terkecil terjadi pada sampel grafit kontrol
9.870 e-03 cc.g-1, hal ini menunjukkan peningkatan volume pori seiring dengan
penambahan konsentrasi KOH. Diameter pori terbesar 1.883e+02 Å terjadi pada
sampel grafit yang direndam menggunakan KOH dengan perbandingan 1:6,
sedangkan terkecil 1.488e+02 Å terjadi pada sampel grafit yang direndam
menggunakan KOH dengan perbandingan 1:3, hasil ini berkebalikan dengan nilai
volume porinya. Luas permukaan terbesar 4.129 m².g-1 terjadi pada sampel grafit
yang direndam menggunakan KOH dengan perbandingan 1:3, sedangkan yang
terkecil terjadi pada sampel grafit kontrol 2.598 m².g-1, hasil ini sebanding dengan
nilai volume pori. Permukaan grafit dengan ukuran diameter pori yang kecil akan
terdapat jumlah pori-pori yang lebih banyak dibandingkan dengan ukuran
diameter pori yang lebih besar, sedangkan banyaknya jumlah pori menunjukkan
semakin besar volume pori dan luas permukaan yang terjadi. Purnama dan Setiati
juga memaparkan ukuran diameter suatu adsorben yang lebih kecil ternyata lebih
efektif dalam proses adsorpsi dibandingkan dengan diameter yang lebih besar.
Diameter pori berbanding terbalik dengan luas permukaan, hal tersebut
disebabkan karena adsorben dengan diameter lebih kecil mempunyai luas yang
lebih besar dan menyebabkan daya jerap yang lebih besar.24

11
Menurut Pari, besarnya daya jerap terhadap iodin berkaitan dengan
terbentuknya pori pada karbon aktif dan berhubungan dengan pola struktur pori
yang terbentuk dan mengindikasikan besarnya diameter pori karbon aktif tersebut
yang mampu dimasuki oleh molekul-molekul dengan diameter kurang dari
10 Å.25 Hasil uji BET ukuran diameter pori grafit pada penelitian ini semua
sampel lebih dari 100 Å (Tabel 5) sehingga akan mampu mengadsorpsi iodin.
Namun, hasil pengujian daya jerap iod serta BET yang diperoleh menunjukkan
hubungan yang tidak linear. Pengujian daya jerap iod dengan menggunakan
mekanisme adsorpsi larutan iodin memungkinkan tidak mampu menjangkau
ukuran pori terkecil dari grafit sehingga ada beberapa pori yang tidak dapat
terukur, sedangkan berdasarkan pengujian BET dengan menggunakan mekanisme
adsorpsi gas yang pada umumnya nitrogen, argon, dan helium dapat menjangkau
sampai ukuran pori terkecil. Berdasarkan pengujian iod pada sampel grafit yang
direndam dengan KOH dengan perbandingan 1:6 menunjukkan hasil yang terbaik,
sedangkan pengujian BET menunjukan sampel terbaik terjadi pada sampel grafit
yang direndam dengan KOH dengan perbandingan 1:3. Perbandingan KOH yang
lebih besar memberikan struktur pori besar yang disebabkan karena reaksi KOH
dan permukaan grafit pada proses aktivasi serta memungkinkan sisa KOH yang
masih menempel. Rendahnya penggunaan komposisi C-O pada perlakuan asam
dan panas permukaan anoda memungkinkan sedikitnya terjadi kontaminasi yang
mengganggu proses tranfer dari bakteri ke anoda.26
Konduktansi Grafit Berlapis Polianilin
Pengujian konduktansi grafit modifikasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh
dari pembentukan struktur mesopori dan pelapisan polianilin pada grafit terhadap
konduktansi yang dihasilkan. Nilai konduktansi terbesar yang dihasilkan dari uji
LCR Meter dari sampel grafit kontrol ±1.3 S pada frekuensi 652 Hz, grafit
terlapisi polianilin ±1.29 S pada frekuensi 808 Hz, grafit yang direndam KOH
dengan perbandingan 1:3 ±1.2 S pada frekuensi 586 Hz, dan grafit yang direndam

Gambar 4 Hasil karakterisasi LCR Meter sampel
kontrol poli,
grafit+KOH (1:3), dan

grafit kontrol,
grafit
grafit+KOH (1:3) poli

12
KOH dengan perbandingan 1:3 yang terlapisi polianilin sebesar ±1.34 S pada
frekuensi 1175 Hz (Gambar 4). Nilai konduktansi menunjukkan grafit modifikasi
memiliki daya hantar muatan listrik yang lebih besar daripada sampel lainnya.
Semakin besar volume pori serta luas permukaan dari grafit maka akan lebih
banyak jumlah nanoserat polianilin yang masuk pada pori-pori sehingga
meningkatkan nilai konduktansi pada grafit tersebut yang disebabkan sifat bahan
polianilin yang bersifat konduktif. Namun, besarnya nilai konduktansi dari grafit
berdasarkan uji LCR meter belum dapat dikatakan baik dalam menerima transfer
elektron dari substrat dikarenakan nilai konduktansi ini hanya menunjukkan sifat
dari bahan yang baik dalam menghantarkan linstrik.
Penggunaan grafit modifikasi pada sistem SMFC sangat mempengaruhi
transfer elektron dari substrat ke elektroda anoda. Perlakuan pembuatan struktur
mesopori pada permukaan grafit memberikan tambahan area penempelan
polianilin pada grafit sehingga jumlah lapisan polianilin yang menempel lebih
banyak. Polianilin sebagai material konduktif dapat memfasilitasi transfer elektron
dalam bahan elektroda dan dapat mengurangi hambatan internal untuk
meningkatkan kinerja sistem. Pelapisan polianilin pada grafit mesopori dapat
meningkatkan difusi dan efisiensi transfer ion dari elektrolit ke elektroda.
Kinerja SMFC
Pengujian kinerja SMFC menggunakan empat elektroda anoda modifikasi
yang berbeda dengan grafit biasa sebagai elektroda katodanya pada reaktor satu
bejana dengan volume substrat dan air masing-masing ±320 mL. Hasil pengujian
pada hari ke 1 menunjukkan waktu ke 0 jam pengujian sudah diperolehnya nilai
tegangan untuk masing-masing sampel, hal ini disebabkan karena sudah terjadi
interaksi antara anoda dengan lingkungan substrat dan katoda dengan air sehingga
terjadinya perbedaan potensial tegangan antara endapan substrat dan air. Waktu ke
0 jam pengujian menunjukkan tegangan keluaran terbesar 68.7 mV pada grafit
yang direndam KOH dan berlapis polianilin, sedangkan yang terkecil 3.6 mV
pada grafit kontrol. Pengukuran selama 4 jam berikutnya menunjukkan besar dari
nilai tegangan mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu disebabkan
proses metabolisme dari bakteri dalam substrat sudah terjadi. Pengujian masingmasing grafit pada hari ke 1 selama 4 jam pengukuran menghasilkan tegangan
keluaran terbesar yaitu pada elektroda grafit yang direndam KOH dan dilapisi
polianilin 95.8 mV, pada elektroda grafit yang direndam KOH 19 mV, pada
elektroda grafit kontrol yang terlapisi polianilin 61.4 mV, dan pada elektroda
grafit kontrol 13.7 mV. Pengujian dilanjutkan pada hari ke 2 selama 5 jam
pengukuran kinerja SMFC jam ke 22 sampai jam ke 27 diperoleh nilai keluaran
terbesar tegangan keluaran pada elektroda grafit yang direndam KOH dan dilapisi
polianilin 231 mV. Elektroda grafit yang direndam KOH 93.5 mV, elektroda
grafit kontrol terlapisi polianilin sebesar 163.6 mV, dan elektroda grafit kontrol
sebesar 5.2 mV. Hasil pengukuran tegangan keluaran diperoleh nilai tegangan
keluaran yang tidak jauh berbeda, tetapi nilai sudah menunjukkan penurunan.
Data ini dijelaskan pada Gambar 5.

13

Waktu (Jam)
Gambar 5 Hasil pengujian tegangan hari ke 1 dari jam ke 0 sampai jam ke 4
(Pukul 12.00 s/d 16.00) dan hari ke 2 dari jam ke 22 sampai jam ke 27
(Pukul 11.00 s/d 16.00) dengan sampel
grafit kontrol,
grafit
kontrol poli,
grafit+KOH (1:3), dan
grafit+KOH (1:3) poli
Penggunaan variasi elektroda juga mempengaruhi arus keluaran yang
dihasilkan sesuai yang ditunjukkan Gambar 6. Pengujian kinerja SMFC hari ke 1
waktu ke 0 jam pengukuran sudah diperolehnya nilai arus keluaran untuk masingmasing sampel. Arus keluaran terbesar 5.68 µA pada grafit yang direndam KOH
dan berlapis polianilin, sedangkan yang terkecil 0.14 µA pada grafit kontrol.
Pengukuran 4 jam selanjutnya diperoleh arus keluaran yang meningkat seiring
bertambahnya waktu. Arus keluaran terbesar terjadi pada elektroda grafit yang
direndam KOH dan dilapisi polianilin 7.49 µA, pada elektroda grafit yang
direndam KOH 0.79 µA, pada elektroda grafit kontrol yang terlapisi polianilin
5.2 µA, dan pada elektroda grafit kontrol 0.49 µA. Pengujian pada hari ke 2
diperoleh arus keluaran yang sudah menunjukkan penurunan. Waktu pengukuran
selama 5 jam pada jam ke 22 sampai jam ke 27 diperoleh nilai arus keluaran
terbesar pada masing-masing elektroda yaitu pada elektroda grafit yang direndam
KOH dan dilapisi polianilin 18 µA, pada elektroda grafit yang direndam KOH
7.43 µA, pada elektroda grafit kontrol yang terlapisi polianilin 13.3 µA, dan
elektroda grafit kontrol 0.36 µA.

14

Waktu (Jam)
Gambar 6 Hasil pengujian arus hari ke 1 dari jam ke 0 sampai jam ke 4 (Pukul
12.00 s/d 16.00) dan hari ke 2 dari jam ke 22 sampai jam ke 27 (Pukul
11.00 s/d 16.00) dengan sampel
grafit kontrol,
grafit
kontrol poli,
grafit+KOH (1:3), dan
grafit+KOH (1:3) poli
Berdasarkan pengujian pada hari ke 1 menunjukkan tegangan keluaran dari
sistem SMFC terjadi peningkatan seiring bertambahnya waktu, hal ini disebabkan
adanya pertambahan jumlah reaksi dari metabolisme bakteri pada substrat ampas
kedelai dalam menghasilkan elektron sehingga jumlah elektron yang ditransfer
semakin besar. Pengujian hari ke 2 menunjukkan tegangan keluaran yang sudah
mengalami penurunan. Penurunan ini menjelaskan produksi elektron oleh
metabolisme dari substrat ampas kedelai sudah mengalami penurunan. Umumnya
diketahui bahwa daya keluaran maksimum terjadi ketika daya hambatan dalam
setara dengan daya hambatan luarnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya
hambatan internal adalah jarak rata-rata antara anoda dan katoda, ketika elektron
dihasilkan pada bagian anoda jarak angkut rata-rata setiap proton untuk
melakukan perjalanan menuju katoda relatif panjang panjangnya jarak dari anoda
ke katoda memungkinkan terjadinya kehilangan elektron pada anoda.27
Penambahan polimer konduktor seperti polianilin dapat meningkat power
density suatu bahan elektroda pada sistem SMFC. Penelitian sebelumnya
dilakukan penambahan polianilin secara coating dan komposit pada elektroda
anoda. Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan hubungan antara tegangan, arus dan
power density hasil pengukuran hari ke 1 menggunakan empat elektroda berbeda.
Nilai power density menunjukkan bahwa besarnya produksi listrik persatuan luas
elektroda setiap pengukuran arus. Pengujian pada hari ke 1 diperoleh
perbandingan besar power density pada masing-masing elektroda sehingga
diperoleh power density tertinggi terjadi pada elektroda grafit yang direndam
KOH dan dilapisi polianilin 0.63 mW.m-2.

15

Gambar 7 Produksi listrik SMFC hari ke 1 pada jam ke 0 sampai jam ke 4 dari
elektroda (A) grafit kontrol, (B) grafit kontrol poli (C) grafit+KOH
(1:3), dan (D) grafit+KOH (1:3) poli dengan
tegangan dan
power density terhadap arus
Pengujian berikutnya pada hari ke 2 diperoleh hasil hubungan antara
tegangan dan power density terhadap arus yang tidak jauh berbeda. Produksi
listrik yang dihasilkan menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari hari ke 1, tetapi
pada hari ke 2 nilai power density sudah mulai mengalami penurunan. Hasil ini
menunjukkan hubungan yang linear antara arus terhadap tegangan sehingga ketika
tegangan meningkat maka besar arus menunjukkan peningkatan begitu pula
sebaliknya. Pengujian pada hari ke 2 diperoleh nilai power density pada masingmasing variasi elektroda sehingga diperoleh power density tertinggi terjadi pada
elektroda grafit yang direndam KOH dan dilapisi polianilin sebesar 3.557 mW.m-2.
Hasil ini ditunjukkan pada Gambar 8.

16

Gambar 8 Produksi listrik SMFC hari ke 2 pada jam ke 22 sampai jam ke 27 dari
elektroda (A) grafit kontrol, (B) grafit kontrol poli (C) grafit+KOH
(1:3), dan (D) grafit+KOH (1:3) poli dengan
tegangan dan
power density terhadap arus
Perbandingan antara ke empat elektroda modifikasi diperoleh perbedaan
produksi listrik power density berdasarkan tegangan dan arus keluaran yang
dihasilkan. Perlakuan yang diberikan pada grafit elektroda berupa perlakuan
chemical treatment dan pelapisan polianilin memberikan pengaruh terhadap nilai
produksi listrik yang dihasilkan. Grafit kontrol tanpa diberikan perlakuan jika
dibandingkan dengan ke tiga elektroda lainnya memiliki nilai power density
terkecil. Perendaman grafit pada KOH membuat struktur mesopori, sehingga luas
permukaan grafit menjadi lebih besar menyebabkan power density pada grafit

17
yang direndam KOH sedikit lebih baik. Pemberian perlakuan pelapisan polianilin
juga mampu meningkatkan besar tegangan keluaran, hal ini ditunjukan dengan
grafit kontrol serta grafit yang direndam KOH dan dilapisi polianilin
menghasilkan power density terbesar dengan peningkatan hampir 4 kali lipat dari
keluaran power density grafit kontrol. Namun disamping itu, ada beberapa
kekurangan pada penelitian ini diantanya: proses SMFC hanya dapat berlangsung
dalam sekali kinerja disebabkan sedimen substrat dengan air yang bercampur
sehingga bakteri pada subtrat ketika telah habis tidak dapat ditambahkan kembali
dan produksi listrik yang dihasilkan masih sangat kecil sehingga belum cukup
untuk digunakan sebagai sumber listrik dari barang-barang elektronik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Modifikasi anoda dari grafit baterai dengan perlakuan basa kuat dalam
pembentukan permukaan mesopori serta pelapisan polianilin pada permukaan
grafit mempengaruhi kinerja MFC. Perlakuan pembentukan permukaan mesopori
pada grafit, semakin tinggi konsentrasi larutan pengaktivasi maka semakin
bertambah banyak mineral yang teradsorpsi sehingga menyebabkan volume pori
grafit cenderung bertambah besar, karena larutan ini membantu menghilangkan
endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada proses karbonisasi. Hasil karakterisasi
BET menunjukkan permukaan grafit dengan ukuran diameter pori yang kecil akan
terdapat jumlah pori-pori yang lebih banyak dibandingkan dengan ukuran
diameter pori yang lebih besar, sedangkan banyaknya jumlah pori menunjukkan
semakin besar volume pori dan luas permukaan yang terjadi. Penempelan
polianilin dari proses pelapisan polianilin pada grafit dilihat dengan uji LCR
meter yang menujukkan perbedaan nilai konduktansi dari masing-masing grafit.
Pengujian kinerja SMFC dengan menggunakan substrat ampas kedelai serta
perlakuan pembentukan permukaan mesopori dapat menghasilkan power density
tertinggi 0.6 mW.m-2, pelapisan polianilin 1.895 mW.m-2, dan elektroda yang
diberikan perlakuan penambahan permukaan mesopori dengan pelapisan
polianilin 3.557 mW.m-2 dengan peninggkatan hampir 4 kali lipat dibandingkan
tanpa perlakuan. Perlakuan pembentukan permukaan mesopori serta pelapisan
polianilin pada permukaan grafit dapat meningkatkan power density sistem MFC.

Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan perlakuan basa kuat
kemudian dipanaskan pada suhu 800o, variasi tegangan ataupun konsentrasi
elektrolit dalam pelapisan polianilin menggunakan metode polimerisasi
potensiostatik. Pengujian siklik voltemetri dibutuhkan untuk menentukan
pengaruh pelapisan polianilin pada elektroda ketika proses reduksi-oksidasi di
dalam substrat. Penambahan substrat dengan bakteri diperkirakan mempengaruhi
proses fermentasi serta pembentukan ATP untuk menghasilkan elektron lebih
banyak sehingga hasil produksi listrik yang dihasilkan dapat meningkat.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Suyanto E, Mayangsari A, Wahyuni A, Zuhro F, Isa S, Sutariningsih SE,
Retnaningrum E. Pemanfaatan limbah cair domestik IPAL kricak sebagai
substrat generator elektrisitas melalui teknologi microbial fuel cell ramah
lingkungan. Seminar Nasional Biologi di Yogyakarta 24-25 September 2010.
2. Pant D, Bogaert GV, Diels L, Van Broekhoven K. A review of the substrates
used in microbial fuel cells (MFCs) for sustainable energy production. Biores.
Tech. 2010. 6(101): 1533-1543.
3. Hoogers G. Fuel cell components and their impact on performance. Di dalam
Fuel Cell Technology Handbook, Hoogers G, editor. CRC Press. 2002.
4. Liu, H.; Cheng, S. A.; Logan, B. E. Environ. Sci. Technol, 2005. 39, 5488.
5. You, S. J.; Zhao, Q. L.; Zhang, J. N.; Jiang, J. Q.; Zhao, S. Q. J. Power Source
2006, 162: 1409.
6. Cheng, S. A.; Liu, H.; Logan, B. E. Environ. Sci. Technol. 2006, 40, 2426.
7. Schroeder, U.; Niessen, J.; Scholz, F. Angew. Chem. Int. Ed. 2003, 42, 2880.
8. Niessen, J.; Schröder, U.; Rosenbaum, M.; Scholz, F. Electrochem. Commun.
2004, 6: 571.
9. Jincheng Wei, Peng Liang, Xia Huang. Recent Progress in Electrodes for
Microbial Fuel Cell. Bioresource Technology. 2011. 102: 9335–9344.
10. Lovley DR. The microbe electric: conversion of organic matter to electricity.
Curr Opin Biotechnol 19: 564–571Maddu. A, Wahyudi, S. T., Kurniati,M.
(2008). Sintesis dan karakterisasi nanoserat polianilin. Jurnal Nanosains &
Nanoteknologi . 2008. 1(2): 74-78.
11. Liu H dan Logan BE. Electricity generation using an air cathode single
chamber microbial fuel cell in the presence and absence of proton exchange
membrane. J. Environmental Science Technology. 2004. 38: 4040.
12. Du, Zhuwei, H. Li, and T. Gu. A State Of The Art Review on Microbial Fuel
Cell; A Promising Technology for Wastewater Treatment and Bioenergy.
Journal Biotechnology Advances 2007. 25: 464-482.
13. Liu, H., Cheng, S., Logan B. Production of Electricity from Acetate or
Butyrate Using a Single-Chamber Microbial Fuel Cell. Environ. Sci. Technol.
2005. 39: 658-662.
14. Chae, Kyu Jung. Choi, Mijin. Ajayi, Folusho F. Park, Wooshin. Chang, In
Seop. and Kim, In S. Mass Transport through a Proton Exchange Membrane
(Nafion) in Microbial Fuel Cells. Energy & Fuels. 2008. 22:169–176.
15. Pant D, Bogaert GV, Diels L, Van Broekhoven K. A review of the substrates
used in microbial fuel cells (MFCs) for sustainable energy production. Biores.
Tech. 2010. 6(101): 1533-1543.
16. Das and Mangwani. Recent developments in microbial fuel cells : a
review.Scientific & Industrial Research . 2010. 69: 727-731.
17. Idham F, Halimi S, dan Latifah S. Alternatif Baru Sumber Pembangkit Listrik
dengan Menggunakna Sedimen Laut Tropika Melalui Teknologi Microbial
Fuel Cell. Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor. 2009.
18. Iman Hernaman, Rahmat Hidayat, dan Mansyur. Pengaruh Penggunaan
Molases dalam Pembuatan Silase Campuran Ampas Tahu dan Pucuk Tebu

19
Kering Terhadap Nilai pH dan Komposisi Zat-Zat Makanannya. Jurnal Ilmu
Ternak. 2005.Volume 5: 2.
19. Shaoan Cheng, Hong Liu, Bruce E. Logan. Increased performance of singlechamber microbial fuel cells using an improved cathode structure.
Electrochemistry Communications.2006. 8 : 489–494.
20. Maddu Akhiruddin, Setyanto Tri Wahyudi, Kurniati Mersi. Sintesis dan
Nanoserat Polianilin. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880.
2008.Vol. 1 No.2.
21. K. S. W. Sing, D. H. W. Everett, R. A. Haul, L. Moscou, J. Pierotti, J.
Rouquerol, and T. Siemieniewska, “Reporting physisorption data for gas/solid
systems with special reference to the determination of surface area and
porosity”, Pure Appl. Chem. 1985. vol. 57, pp. 603.
22. Manocha, S. M. Porous Carbons. India Journal Sadhana. 2003. vol 28, part
1&2.
23. Kusuma, S. P., Utomo. Pembuatan Karbon Aktif. Bandung: Lembaga Kimia
Nasional LIPI. 1970.
24. Purnama H, Setiati. Adsopsi Limbah Tekstil Sintesis dengan Jerami Padi.
Jurnal Teknik Gelagar. 2004. Vol 15;1-9.
25. Pari G.Kajian Struktur Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu sebagai
Adsorben Emisi Formaldehida Kayu Lapis [Disertasi Program Doktor].
Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 2004.
26. Wang, X., Cheng, S.A., Feng, Y.J., Merrill, M.D., Saito, T., Logan, B.E., Use
of carbon mesh anodes and the effect of different pretreatment methods on
power production in microbial fuel cells. Environ. Sci.Technol. 2009. 43:
6870–6874.
27. Timmers, Ruud A., David P. B. T. B. Strik, Hubertus V. M. Hamelers, and
Cees J. N. Buisman. "Increase of Power Output by Change of Ion Transport
Direction in a Plant Microbial Fuel Cell." International Journal of Energy
Research 37. 2013. no. 9: 1103-11

20
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Persiapan

Elektroda Grafit

Substrat MFC

Pembuatan elektroda
grafit mesopori

Pembuatan substrat dari
media Ampas tahu

Pelapisan dengan polianilin

Penambahan media
dengan gula 1 M 10 %

Pengujian LCR Meter

Pembuatan reaktor MFC

Pengujian
MFC

Analisis

Simpulan

21
Lampiran 2 Tahapan pengujian daya jerap iod

(a)

(b)

(e)

(c)

(f)

(d)

(g)

Keterangan :
(a) Serbuk grafit baterai direndam dalam larutan iodin selama 15 menit
(b) Larutan iodin dipisahkan dengan serbuk degan cara disaring
(c) Larutan iodin diambil sebanyak 10 ml
(d) Memompa larutan Natrium Tio Sulfat (Na2S2O2) hingga tepat nol
(e) Titrasi menggunakan larutan Natrium Tio Sulfat (Na2S2O2) pada larutan
iodin
(f) Setelah larutan berubah warna menjadi warna kekuningan tambahkan
indikator kanji sebanyak 3 tetes
(g) Titrasi kembali dengan larutan Natrium Tio Sulfat (Na2S2O2) sampai
berwarna bening, catat jumlah Na2S2O2 yang terpakai

22
Lampiran 3 Perhitungan daya jerap iod

(

Sampel Kontrol
̅ = 8.725 mL

Daya Jerap Iod

)

[

]

[

]

87.679

Sampel 1
̅ = 8.65 mL

Daya Jerap Iod

[

]

100.486

Sampel 2
̅ = 8.5 mL

Daya Jerap Iod

[

]

116.449

Sampel 3
̅ = 8.5 mL

Daya Jerap Iod

[

]

23

119.189

Sampel 4
̅ = 8.55 mL

Daya Jerap Iod

[

]

113.46

Sampel 5
̅ = 8.4 mL

Daya Jerap Iod

[

]

134.538

Sampel 6
̅ = 8.4 mL

Daya Jerap Iod

[
134.538

]

24
Lampiran 4 Keterangan pelapisan polianilin

(a)

(d)
a)
b)
c)
d)
e)
f)

(b)

(c)

(e)

Grafit baterai
Elektrolit 60 ml berupa anilin 0.2 M + HCL 1.2 M
AMEL Instrument model 2053
Potensiostatik 3 elektroda
Proses polimerisasi elektrokimia potensiostatik
Grafit terlapis polianilin

(f)

25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 19 Agustus 1992 sebagai anak dari
Bapak Suliyono dan Ibu Sri Hartini. Penulis merupakan anak ke empat dari empat
bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Tulakan 07
pada tahun 2004. Pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan penulis pada
tahun 2007 di SMPN 02 Keling. Pendidikan tingkat menengah atas diselesaikan
penulis tahun 2010 di SMAN 02 Pati dan pada tahun yang sama penulis diterima
di Jurusan Fisika Institut Pertanian Bogor melalu