Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan
KINERJA MICROBIAL FUEL CELLPENGHASIL
BIOLISTRIK DENGAN ELEKTRODA YANG BERBEDA
PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN
ZHALINDRI NOOR ADJANI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Microbial
Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair
Industri Perikanan”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Zhalindri Noor Adjani
NIM C34090026
ABSTRAK
ZHALINDRI NOOR ADJANI. Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik
dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan. Dibimbing
oleh BUSTAMI IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH.
Microbial Fuel Cell (MFC)merupakan salah satu contoh teknologi
alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai energi substituen karena
fuel cell ini mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik
menggunakan mikroorganisme. Teknologi ini dapat diaplikasikan pada
penanganan limbah, salah satunya limbah cair perikanan yang mengandung beban
limbah yang cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja
sistem MFC pada limbah cair perikanan dalam menghasilkan biolistrik serta
menurunkan beban limbahnya dengan penggunaan jenis elektroda yang berbeda
yaitu, alumunium, besi, karbon grafit serta kombinasi alumunium dan karbon
grafit. Hasil elektrisitas selama 120 jam pengamatan secara keseluruhan mulai
dari alumunium hingga kombinasi alumunium dengan karbon grafit berturut-turut
adalah0,23 V, 0,17 V, 0,19 V, dan 0,34 V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sistem MFC mampu menurunkan rata-rata total N sebesar 61%, BOD sebesar
30,11%, COD sebesar 59,34%, dan total amonia nitrogen sebesar 12,45%.
Peningkatan biomassa terjadi pada akhir pengamatan dengan nilai MLSS dan
MLVSS masing-masing sebesar 7066,67 mg/L dan 6100 mg/L.
Kata kunci: biolistrik, elektroda, limbah cair perikanan, microbial fuel cell.
ABSTRACT
ZHALINDRI NOOR ADJANI. Performance of Microbial Fuel Cell for Producing
ElectricityUsing Different Types of Electrode in The Fishery Water Waste.
Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and PIPIH SUPTIJAH.
Microbial Fuel Cell (MFC) is one example of an alternative technology that
has the potential to be developed as a substituent energy because this fuel cell
converts chemical energy into electrical energy through the catalytic reaction
using the microorganism.This technologycan beapplied for wastewater treatment
such asfisherywastewater thatcontainsa lot of nutrient. The purpose of this
studywas to determine the performance of the MFC system infisherywastewaterin
resulted theelectricity and reduce the burden of waste with the use of different
types of electrodesnamely aluminum, iron, graphite carbon, anda combination of
aluminum and graphite carbon. Results of electricity during the 120 hours
observations as a whole ranging from aluminum to aluminum with carbon
graphite combinations are 0.23V, 0.17V, 0.19V and 0.34V. The results showed
that the MFC system couldreduce the average total N respectively of 61%, BOD
of 30.11%, COD of 59.34% and the Total Nitrogen Amoniaof 12.45%. Increasing
biomass occured at the end of observation respectively with a value of MLSS and
MLVSS of 7066.67 mg/L and 6000 mg/L.
Keywords:bioelectricity, electrode, fishery wastewater, microbial fuel cell.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KINERJA MICROBIAL FUEL CELL PENGHASIL
BIOLISTRIK DENGAN ELEKTRODA YANG BERBEDA
PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN
ZHALINDRI NOOR ADJANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
: Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan
Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan
Nama
:Zhalindri Noor Adjani
NIM
:C34090026
Program Studi :Teknologi Hasil Perairan
Judul Skripsi
Disetujui oleh
Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc.
Pembimbing I
Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
: Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan
Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan
Nama
:Zhalindri Noor Adjani
NIM
:C34090026
Program Studi :Teknologi Hasil Perairan
Judul Skripsi
Disetujui oleh
M.Sc.
Tanggal Lulus:
0 6 FEB 2014
Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kinerja
Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada
Limbah Cair Industri Perikanan” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan
skripsi ini.
Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen penguji dan ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan saran dan kritik untuk
perbaikan skripsi ini.
Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku wakil ketua program studi yang telah
mewakili departemen pada saat ujian dan saran perbaikan.
Ibu,Bapak, serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi kepada
penulis.
Rafiq dan Syeila, teman seperjuangan selama penelitian MFC ini.
Galih, Jamil, Alam, Rasta, Budi, Darsasa, Dhani, Yudha, dan teman-teman
yang senantiasa memberikan bantuannya selama penelitian.
Andi Prio Pamungkas atas bantuan dan dukungannya selama ini.
Teman-teman THP 46 (alto) untuk kebersamaan dan bantuannya terhadap
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Olehkarena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, 27 Desember 2013
Zhalindri Noor Adjani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
viii
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
Latar Belakang ..........................................................................................
1
Tujuan Penelitian ......................................................................................
2
METODE .....................................................................................................
2
Bahan ........................................................................................................
2
Alat ...........................................................................................................
2
Prosedur Penelitian ....................................................................................
3
Pembuatan Limbah Cair Buatan ................................................................
3
Persiapan Alat MFC ..................................................................................
3
Pengukuran Elektrisitas .............................................................................
4
Pengujian Limbah .....................................................................................
4
Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) ......................................
4
Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) .....................................
4
Analisis Total Amonia Nitrogen (TAN) ............................................
5
Analisis Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) ...........................................
5
MIxed Liquor Suspended Solids (MLSS) ..........................................
6
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) ...........................
6
Rancangan Percobaan ...............................................................................
7
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
7
Karakteristik Limbah Cair Perikanan .........................................................
7
Elektrisitas Limbah dalam Sistem MFC .....................................................
8
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada Sistem MFC ..........................
11
Biological Oxygen Demand (BOD) ..........................................................
12
Chemical Oxygen Demand (COD) ....................................................
12
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) dan Mixed Liquor Volatile
Suspended Solids (MLVSS) ..............................................................
13
Total Amonia Nitrogen (TAN) .........................................................
15
Total Nitrogen .................................................................................
15
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
16
Simpulan ...................................................................................................
16
Saran .........................................................................................................
17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
17
LAMPIRAN .................................................................................................
19
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
25
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik limbah cair perikanan buatan.............................................
7
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Desain MFC air cathode satu bejana (Liu dan Logan 2004) ..................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda alumunium ..................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda besi ..............................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda karbon grafit ................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan kombinasi elektroda karbon
grafit dan alumunium .............................................................................
Hubungan perubahan nilai akhir BOD setiap perlakuan terhadap nilai
BOD awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ...............
Hubungan perubahan nilai akhir COD setiap perlakuan terhadap nilai
COD awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ......
Hubungan perubahan nilai akhir MLSS setiap perlakuan terhadap nilai
MLSS awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir …
Hubungan perubahan nilai akhir MLVSS setiap perlakuan terhadap
nilai MLSS awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir
..........................................................................................................
Hubungan perubahan nilai akhir TAN setiap perlakuan terhadap nilai
TAN awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ......
Hubungan perubahan nilai akhir Total N setiap perlakuan terhadap nilai
Total N awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ..
3
8
8
9
9
12
13
14
14
15
16
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Data rata-rata elektrisitas sistem MFC semua perlakuan selama 5 hari ....
Data limbah............................................................................................
Dokumentasi penelitian ..........................................................................
Hasil uji statistik t .................................................................................
18
19
21
22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada masalah krusial yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Pertumbuhan manusia yang semakin
meningkat menyebabkan permintaan energi listrik semakin besar sedangkan
pasokan sumber energi listrik semakin menipis. Disisi lain, ketersediaan minyak
bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama pada tahun 2013 diperkirakan
hanya tersisa 25% dari total minyak bumi yang tersedia di dunia (KESDM 2012).
Krisis energi ini memicu pengembangan sumber energi alternatif untuk
mensubstitusi penggunaan minyak bumi yang selama ini menjadi sumber energi
utama bagi masyarakat. Microbial fuel cell (MFC) atau sel elektrokimia berbasis
mikroba merupakan salah satu contoh teknologi alternatif yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai energi substituen karena fuel cell ini mengubah energi
kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik menggunakan
mikroorganisme. Sistem ini memanfaatkan air buangan sebagai substrat sehingga
dapat dijadikan alat yang ideal untuk mengolah mikroorganisme.
Air limbah industri perikanan merupakan salah satu limbah yang banyak
menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitarnya. Limbah cair industri
perikananyang mengandung sejumlah besarprotein dan lemak, dapat
menimbulkan masalah lingkungan karena menimbulkan bau yang tidak sedap
serta merupakan polusi berat pada perairan bila pembuangannya tidak diberi
perlakuan yang tepat. Kurangnya penanganan limbah cairpada lingkungan
perusahaan, menyebabkan masih banyak kandungan minyak dan kotoran seperti
serpihan ikan dan sisik ikan yang terbawa dalam aliran limbah. Hal ini dapat
terjadi karena dalam pengelolaan limbah cair dibutuhkan dana yang cukup banyak
terutama untuk energi yang dibutuhkan pada instalasi limbah, sehingga
perusahaan yang berorientasi profit semata banyak yang mengabaikan
pengelolaan limbah cair.
Pencemaran lingkungan oleh limbah cair sebenarnya dapat dihindari
dengan memanfaatkan limbah cair itu sendiri. Penelitian terkini membuktikan
adanya potensi penggunaan limbah cair sebagai penghasil listrik masa depan.
Hasil penelitian Suyanto et al. (2010) yang dilakukan pada Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) Kricak menunjukkan data elektrisitas terbesar yang dihasilkan
pada bak black water adalah sebesar 0,91 volt, pada bak sedimentasi awal adalah
0,63 volt, bak anaerobic filter sebesar 0,80 volt dan bak rotating biological
contractor sebesar 0,5 volt dengan kisaran suhu 27 oC-28 oC, maka sebagai upaya
pemanfaatan, air limbah industri perikanan ini dapat dimanfaatkan sebagai
substrat dalam sistem MFC untuk produksi listrik.
Mikroorganisme dapat mengkonversi energi kimia yang tersimpan di dalam
komponen organik menjadi energi listrik selama diinkubasi dalam microbial fuel cell
(MFC). Secara potensial, bakteri di dalam MFC bisa digunakan untuk memproduksi
listrik selama mengonsumsi limbah (Milliken dan May 2007). Proses degradasi
kandungan organik pada limbah cair agar menghasilkan biolistrik ini tentunya
membutuhkan mikroba pengurai. Berdasarkan penelitian terdahulu yang
dilakukan Apriyani (2012), pemodelan MFC menggunakan lumpur aktif pada
limbah cair perikanan dapat diterapkan untuk menghasilkan biolistrik. Kandungan
2
mikroba salah satunya pada lumpur aktif dapat digunakan dalam sistemMFCs
untuk menghasilkan energi listrik melalui proses penghancuran darimaterial
organik.Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri,
protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif tersebut biasanya
terdiri dari kombinasi bakteri pengurai seperti Aerobacter sp., Nitrobacter sp.,
Nitrosomonas sp., danyang mampu mendegradasi senyawa organik seperti
mempercepat proses fermentasi limbah organik yang terlarut dalam air serta
menurunkan kadar BOD, COD dan TSS dalam air limbah.Pemanfaatan lumpur
aktif tersebut juga diharapkan dapat digunakan pada sistem MFC, sehingga selain
mendegradasi komponen organik pada limbah cair perikanan, penggunaan lumpur
aktif tersebut juga dapat menghasilkan biolistrik.
Dengan pemanfaatan air limbah industri perikanan ini dalam sistem MFC
diharapkan dapat menjadi alternatif pengolahan limbah yang selama ini digunakan
dan dapat mengatasi permasalahan utama yang ditimbulkan oleh air limbah
tersebut, yaitu bau yang tidak sedap yang menyebakan ketidaknyamanan
masyarakat di sekitarnya. Selain itu, hasil dari riset ini juga diharapkan dapat
menjadi salah satu langkah ke depan untuk mendapat sumber energi yang murah.
Hal ini berarti penggunaan sistem MFC dengan susbstrat air limbah dapat
mengurangi konsumsi energi (Kristin 2012).
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari proses pengolahan
limbah cair perikanan dengan menggunakan teknologi microbial fuel cell (MFC)
satu bejana. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
a) Menentukan karakteristik kimiawi limbah cair hasil perikanan selama
proses pengolahan.
b) Menguji elektrisitas limbah cair hasil perikanan menggunakan teknologi
microbial fuel cell (MFC) satu bejana.
c) Menentukan elektrisitas terbaik yang dihasilkan dari limbah cair hasil
perikanan dengan menggunakan jenis elektroda yang berbeda.
METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini umpur aktif, dan limbah
ikan berupa kulit dan sisa daging. Bahan lain yang digunakan meliputi akuades,
K2Cr2O7,H2SO4.Ag2SO4, indikator ferroin, [Fe(NH4)2(SO4)2], NaOH 45%, HCl
0,05 N, NaOH 0,05 N, Kertas saring Whatman 42, bahan uji amonia.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain,toples plastik,
elektroda karbon grafit, alumunium, dan besi, kabel, multimeter digital, botol
erlenmeyer, buret, pipet, botol DO, DO meter, aerator, spektrofotometer SP-300,
oven, tanur, cawan porselen, dan desikator.
3
Prosedur Penelitian
Tahap penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan
limbah cair perikanan yang mengacu pada Ibrahim et al. (2009).Tahap kedua
adalah pembuatan model alat Microbial Fuel Cell(MFC) yang digunakan pada
penelitian Moqsud dan Omine (2010) yang dimodifikasi.Tahap ketiga adalah
pengukuran elektrisitas dari MFC satu bejana mengacu pada Suyanto et al. (2010)
serta analisis kualitas limbah cair yang terdiri dari analisis BOD, COD, Total
amonia, TKN, MLSS, dan MVLSS.
Pembuatan Limbah Cair Buatan
Limbah cair buatan dibuat menggunakan limbah padat pengolahan ikan (isi
perut, kulit, dan insang). Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan karakteristik
limbah cair yang digunakan untuk percobaan. Pembuatan limbah cair dilakukan
menurut Ibrahimet al.(2009) yakni limbah potongan daging dan kulit ikan yang
diperoleh dari proses pengolahan fillet ikan dicincang, selanjutnya direbus pada
air mendidih selama 10 menit dengan rasio berat ikan (kg) dan volume air (liter)
adalah 1:5. Air rebusan disaring untuk memisahkannya dari padatan dan ampas
ikan. Setelah air rebusan yang disaring menjadi dingin, siap digunakan untuk
percobaan. Kemudian dilakukan analisis karakteristik limbah cair buatan meliputi
BOD, COD, total nitrogen, dan total amonia nitrogen. Dalam tahap ini juga
dilakukan proses aerasi lumpur aktif yang diperoleh dari unit pengolahan limbah
di Muara Baru. Lumpur aktif tersebut akan dimasukkan ke dalam sistem MFC
yang berisi limbah cair dengan perbandingan antara lumpur aktif dan limbah cair
sebesar 1:10. Tujuan penambahan lumpur aktif ini adalah untuk menurunkan
komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai batas yang aman terhadap
lingkungan dengan memanfaatkan mikroba.
Persiapan Alat MFC
Model alat MFC yang digunakan mengacu Moqsud dan Omine (2010)
yang dimodifikasi. Sistem MFC yang digunakan merupakan sistem MFC satu
bejana tanpa membran mengacu pada penelitian Liu dan Logan (2004). Desain
MFC-satu bejana tanpa membran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1Desain MFC air cathode satu bejana(Liu dan Logan 2004).
Bejana yang digunakan terbuat dari bahan plastik berukuran 18x10x10 cm3
yang didesain untuk menampung volume limbah cair sebanyak 1800 mL.
Elektroda yang digunakan adalah karbon grafit, alumunium, serta besimasingmasing berukuran 7x1x1 cm3. Elektroda tersebut disambungkan dengan kawat
tembaga untuk memudahkan saat pengukuran elektrisitas. Jumlah MFC yang
4
dibuat sebanyak 12 buah untuk 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah
perbedaan jenis elektroda yaitu alumunium, besi, dan karbon grafit.
Pengukuran Elektrisitas
Masing-masing elektroda di dalam bejana dihubungkan dengan kabel lalu
bejana ditutup rapat. Kedua kabel dihubungkan oleh multimeter. Multimeter
diatur untuk pengukuran tegangan listrik pada skala terkecil terlebih dahulu
kemudian nilai tegangan yang tertera pada layar multimeter diamati pada selang
waktu tertentu (Suyanto et al. 2010).
Pengujian Limbah
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis Chemical
Oxygen Demand (COD),Biological Oxygen Demand (BOD), total nitrogen,
amonia, Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS), dan Mixed Liquor Volatile
Suspended Solids (MLVSS) pada hari ke 0 (awal), dan 5 (akhir). Setiap analisis
dilakukan 3 kali ulangan.
Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (APHA 1975)
Prosedur penentuan parameter COD adalah sebanyak 25 mLlarutan sampel
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan K2Cr2O7 0,025 N
sebanyak 5 mL. Kemudian ditambahkan H2SO4 sebanyak 5 mL, dan dititrasi
dengan ferrous ammonium Sulfate [Fe(NH4)2(SO4)2] 0,2 N. Kemudian dibuat juga
larutan blanko dengan prosedur yang sama. Titrasi dilakukan sampai terjadi
perubahan warna dari hijau terang menjadi kemerahan tajam. Teknik ini memiliki
keuntungan yaitu pada sampel tidak kehilangan bahan yang volatil secara
signifikan. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
COD.
Keterangan:
B
S
N
V
= Volume titrasi balnko (mL)
= Volume tittasi sampel (mL)
= Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2
= Volume sampel yang digunakan (mL)
Analisis Biological Oxygen Demand (BOD)(APHA 17975)
Sampel sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian
ditambahkan akuades dengan faktor pengenceran sebesar 20 kali. Sampel diaerasi
selama 15 menit dan diukur nilai Dissolved Oxygen(DO) sebagai D1, lalu
dimasukkan ke dalam botol Winkler dan ditutup rapat sehingga tidak ada udara di
dalam botol. Sampel ditempatkan dalam ruangan gelap selama 5 hari, setelah itu
nilai DO diukur kembali sebagai D2. Rumus yang digunakan pada pengukuran
hasil nilai BOD adalah sebagai berikut:
5
Keterangan: D1 = DO sebelum inkubasi (mg/L)
D2 = DO setelah inkubasi (mg/L)
P = Volume pengenceran
Analisis Total Amonia Nitrogen (TAN) (APHA 1975)
Sampel yang akan dianalisis diambil sebanyak 10 mLuntuk didestilasi, lalu
ditambahkan MnSO4 sebanyak 1 tetes ke dalam sampel yang telah didestilasi.
Kemudian dilakukan penambahan asam hypochlorous sebanyak 0,5 mL dan
reagen phenate sebanyak 0,6 mL. Sampel yang telah ditambahkan reagent
kemudian diaduk. Perubahan warna pada larutan sampel akan terjadi karena
adanya penambahan reagen tersebut, dan perubahan warna ini akan stabil pada
larutan sampel setelah 10 menit. Larutan blanko dan larutan standar dibuat selama
pengukuran ini. Nilai absorban pada larutan blanko kemudian diukur
menggunakan alat spectrophotometerOPTIMA SP-300dengan panjang
gelombang 630 nm. Nilai total amonia nitrogen dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
TAN
A0
A1
A2
K
= Total amonia nitrogen (mg/L)
= Absorbansi blanko
= Absorbansi sampel
= Absorbansi standar
= Konsentrasi standar (mg/L)
Analisis Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) (APHA 1975)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis total nitrogen dengan metode
Kjeldahl terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel dipipet
sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjehldahl, lalu
ditambahkan setengah butir kjeltab dan 10 mL H2SO4 pekat ditambahkan secara
perlahan kedalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan
suhu 410ºC selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening
kemudian didinginkan. Selanjutnya sampel dari tabung kjeldahldipindahkan ke
labu takar 100 mL untuk dilakukan pengenceran dengan akuades. Sampel tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 mL NaOH
pekat dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 mL
yang berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator
bromcherosol green dan methyl red. Hasil destilasi,dititirasi dengan HCl sampai
terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya .Rumus perhitungan
nilai total nitrogen adalah sebagai berikut:
6
Keterangan: A
B
C
fp
= Volume titrasi blanko (mL)
= Volume titrasi sampel (mL)
= Volume sampel (mL)
= faktor pengenceran
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS)
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan jumlah total Suspended
Solid (TSS) yang berasal dari bak pengendap lumpur. TSS merupakan jumlah
berat kering dalam mg/l lumpur yang ada dalam air limbah setelah mengalami
penyaringan (Sugiharto 1987).
Kertas saring Whatman 42 dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada
suhu 100 – 105°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kemudian diambil sampel sebanyak 50 mL dengan diaduk terlebih dahulu dan
disaring. Setelah itu kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC
selama 2 jam. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.Konsentrasi MLSS dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
=
x106
Keterangan: A = Berat akhir kertas saring (g)
B = Berat awal kertas saring (g)
V = Volume sampel (mL)
Mixed liquor volatile suspended solids (MLVSS)
Analisis Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) merupakan
MLSS yang telah dipanaskan pada suhu 600°C sehingga benda volatilnya
menguap (Sugiharto 1987). Prosedur penentuan parameter MLVSS adalah cawan
porselin yang akan digunakan dikeringkan dalam tanur selama 10 menit pada suhu
550°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring
dari uji MLSS dimasukkan dalam cawan porselin dan dipanaskan dalam tanur
pada suhu 550°C selama 2 jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Bila perlu lakukan pengulangan proses pengeringan untuk
mendapatkan berat yang konstan.Konsentrasi MLVSS dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
= mg MLSS / liter –
Keterangan:
MLSS
A
B
V
= Hasil pada uji MLSS (mg/L)
= Berat awal cawan (g)
= Berat akhir cawan (g)
= Volume sampel (mL)
x106
7
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL
intime) dengan satu faktor, yaitu penambahan lumpur aktif. Waktu dianggap
sebagai pengamatan berulang sehingga akan terlihat perkembangan respon selama
penelitian berjalan. Data penelitian diuji dengan menggunakan uji t student pada
selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan software SPSS 15.0 Model
rancangan percobaan yang digunakan adalah
Yij = μ + i + ij
Keterangan:
Yij
= nilai respon faktor yang memperoleh perlakuan ke-i
μ
= mean populasi
= pengaruh perlakuan ke-i
ij
= komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan
ij
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Limbah Cair Perikanan
Limbah cair industri pengolahan ikan memiliki karakteristik jumlah bahan
organik terlarut dan tersuspensi yang tinggi jika dilihat dari nilai BOD dan COD.
Lemak dan minyak juga ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Terkadang padatan
tersuspensi dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor juga ditemukan dalam jumlah
tinggi (Apriyani 2012). Karakteristik limbah cair merupakan hal yang sangat
penting untuk diketahui pada tahap awal proses pengolahan limbah cair. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui nilai beban limbah awal sehingga dapat menjadi
acuan terhadap hasil akhir dari perubahan yang terjadi pada perlakuan penelitian
ini. Proses karakterisasi limbah cair ini dapat dilakukan dengan menggunakan
parameter fisikokimia, nitrogen, dan kandungan fosfor.Penggunaan limbah cair
buatan bertujuan agar umpan yang akan dimasukkan dalam sistem sebagai influen
memiliki karakteristik yang lebih stabil dan mudah dikendalikan (Ibrahim
2007).Parameter karakteristik limbah yang dianalisis selama penelitian ini adalah
total nitrogen, BOD, COD, nitrogen amonia, MLSS, dan MLVSS. Karakteristik
limbah cair buatan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik limbah cair perikanan buatan
Parameter Satuan
BOD5
COD
Amonia
Total N
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Limbah cair
buatan
124,0
768,0
2,4
3464,5
Limbah cair
perikanana
184,0
571,0
1,7
111,0
Baku mutu limbah cair
tepung ikanb
100,0
300,0
5,0
-
Sumber: a Ibrahim (2007); bKementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)
Tabel 1 menunjukkan data karakteristik limbah cair perikanan buatan yang
terdiri dari beberapa parameter yaitu BOD5, COD, amonia, dan total N. Data
8
penelitian ini memiliki nilai amonia, COD, dan total N yang lebih tinggi namun
memiliki nilai BOD5 yang rendah bila dibandingkan limbah cair pada penelitian
Ibrahim (2007). Hasil tersebut bila dibandingkan dengan nilai baku mutu limbah
cair tepung ikan menunjukkan nilai parameter COD dan BOD5 memiliki
karakteristik yang sama dengan limbah cair buatan yang digunakan. Hasil ini
menunjukkan bahwa beban limbah cair buatan yang dihasilkan perlu dikurangi
agar memenuhi syarat baku mutu limbah. Upaya penggunaan lumpur aktif
merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi beban limbah cair buatan yang
digunakan pada penelitian ini.
Elektrisitas Limbah dalam Sistem MFC
Elektrisitas dalam sistem MFC diukur setiap satu jam sekali selama lima
hari dalam satuan volt. Menurut Suyanto et. al. (2010), pengukuran setiap jam
dilakukan karena tiap reaksi metabolisme dalam sistem MFC sangat cepat
sehingga berpengaruh besar terhadap besar kecilnya elektrisitas yang dihasilkan.
Hasil pengukuran elektrisitas limbah cair perikanan disajikan pada Gambar 2,
Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5.
Gambar 2 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda alumunium.
Gambar 3 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda besi.
9
Gambar 4 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda karbon grafit.
Gambar 5 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan kombinasi elektroda karbon
grafit dan alumunium.
Nilai elektrisitas tertinggi pada semua perlakuan terdapat pada awal
pengukuran dengan hasil tertinggi pada kombinasi karbon grafit dan alumunium
sebesar 0,50V, kemudian diikuti alumunium, besi, dan karbon grafit secara
berturut-turut sebesar 0,36 V, 0,30 V, dan 0,29 V. Hasil rataan dari keseluruhan
pengamatan menunjukkan hasil yang paling tinggi pada kombinasi karbon grafit
dan alumunium, yaitu 0,34 V, kemudian diikuti alumunium, karbon grafit, dan
besi berturut-turut sebesar 0,23 V, 0,19 V, dan 0,17 V.Nilai elektrisitas yang
dihasilkan pada semua perlakuan baik elektroda alumunium, elektroda besi,
elektroda karbon grafit, dan kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium
memiliki nilai yang berfluktuasi. Hasil tersebut dapat dilihat pada awal
pengukuran, rata-rata nilai elektrisitas pada jam ke-0 sebesar 0,268 V pada
elektroda alumunium, 0,083 V pada elektroda besi, 0,143 V pada elektroda karbon
grafit, dan 0,393 V pada kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pola fluktuasi yang hampir sama pada masingmasing perlakuan yaitu peningkatan elektrisitas pada 28 jam pertama.
Potensial listrik yang terukur pada penelitian ini berasal dari kemampuan
MFC sebagai bioelectrochemicalsystem (BESs) yang bisa mengubah biomassa
10
menjadi energi listrik melalui aktivitas metabolisme mikroba (Pant et al. 2009).
Degradasi material organik seperti pada limbah cair perikanan buatan ini
menghasilkan elektron yang dapat berikatan dengan TEA (Terminal Electron
Acceptor) seperti oksigen, nitrat, nitrit, sulfat, dan sebagainya yang berdifusi
melalui sel, lalu elektron tersebut ditangkap oleh anoda dan proton ditangkap oleh
katoda yang kemudian menyebabkan beda potensial, sehingga menghasilkan
biolistrik (Logan 2008).
Kemampuan MFC dalam menghasilkan listrik bergantung pada reaksi
elektrokimia yang terjadi antara susbtrat organik berpotensial rendah seperti
glukosa dan penerima elektron akhir yang berpotensial tinggi, seperti oksigen.
Glukosa sebagai molekul biodegradable terdegradasi seperti yang ditunjukkan
pada reaksi berikut:
Anoda
: C6H12O6 + H2O
Katoda : O2 + e-
mikroba
CO2+ e- + H+
mikroba
H2O
Peningkatan atau penurunan listrik yang dihasilkan ini berhubungan
dengan jumlah elektron bebas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Selain itu,
fluktuasi listrik yang dihasilkan ini dapat pula disebabkan oleh interaksi dan
persaingan antara bakteri di dalam substrat pertumbuhan. Penurunan yang terjadi
pada akhir pengukuran elektrisitas pada MFC disebabkan karena seiring
bertambahnya hari maka nutrien yang di dalam substrat telah digunakan untuk
aktivitas metabolisme bakteri sehingga nutrien tersebut berkurang. Air limbah
juga merupakan habitat dari bakteri electricigens (bakteri yang mampu
menghasilkan elektrisitas) (Suyanto et al. 2010).
Pengadukan dalam sistem lumpur aktif memegang peranan yang penting
dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan organik, oksigen, dan
mencegah pengendapan lumpur aktif.Tujuan dari pengolahan limbah cair secara
biologis ini adalah untuk menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa
organik sampai batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan
mikroba. Dalam rangka menyisihkan bahan organik yang terlarut,
mikroorganisme yang ada akan menggunakan bahan organik sebagai nutrien bagi
pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Secara konvensional
pengolahan limbah cair mencapai sukses menurunkan BOD dan COD, meskipun
penyisihan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) masih terus dicarikan model dan
cara yang efisien (Ibrahim 2005).
Berdasarkan rata-rata listrik yang dihasilkan pada semua perlakuan maka
MFC dengan perlakuan elektroda alumunium dan karbon grafit merupakan
perlakuan yang menghasilkan rata-rata listrik paling besar dibandingkan dengan
besi. Hal ini yang menjadikan alasan dilakukannya perlakuan kombinasi antara
alumunium dengan karbon grafit. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan nilai
elektrisitas yang lebih optimal dibandingkan dengan perlakuan yang
menggunakan elektroda sejenis.Besarnya listrik yang dihasilkan dalam sistem
MFC ini karena adanya perbedaan sifat kereaktifan dan nilai dari potensial standar
dari masing-masing jenis elektroda yang digunakan. Alumunium merupakan
unsur dari golongan IIIA dengan nilai potensial standar sebesar -1,66 sedangkan
besi merupakan unsur golongan VIIID yang memiliki nilai potensial standar
11
sebesar -0,44. Berdasarkan perbedaan nilai potensial standar tersebut, alumunium
memiliki sifat kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan besi sehingga
posisi alumunium dalam deret volta berada di sebelah kiri besi. Anwir (1979)
menyatakan bahwa semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret volta
menandakan bahwa logam semakin mudah melepas elektron dan merupakan
reduktor yang kuat. Sebaliknya, semakin kanan kedudukan logam dalam deret
volta menandakan logam semakin sukar melepas elektron. Sifat kereaktifan dari
masing-masing elektroda pada sistem MFC ini menyediakan luasan yang lebih
besar untuk kontak bakteri dalam mentransfer elektron ke elektroda dan
memberikan efek pada energi listrik yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain alumunium, karbon grafit juga
memiliki nilai elektrisitas yang lebih tinggi daripada besi. Hal ini terjadi karena
sifat karbon grafit yang memiliki elektron yang telah terdelokalisasi dan tidak
terikat pada atom tertentu sehingga memungkinkan untuk membawa muatan
listrik. Karbon grafit merupakan golongan non logam yang berasal dari alotrop
karbon dengan nilai potensial standar -1,59. Nilai potensial standar yang tinggi
pada karbon grafit menyebabkan elektroda ini lebih tahan terhadap asam dan basa
sehingga lebih tahan terhadap korosi (Djaprie 1983). Penelitian ini juga menguji
kinerja dua elektroda yang berbeda yaitu paduan alumunium dan karbon grafit.
Alasan pemilihan paduan dua jenis elektroda ini yaitu, alumunium dan karbon
grafit memiliki nilai rataan elektrisitas, nilai potensial standar, dan keinertan
logam dalam medium air yang tinggi.Anwir (1979) menyatakan bahwa logam
yang bersifat inert merupakan logam yang tahanterhadap asam atau bereaksi
lambat karena adanya lapisan oksida pelindung. Grafit (C), Platina (Pt), Aurum
(Au), dan Alumunium (Al) merupakan salah satu jenis logam yang bersifat inert
terhadap oksidasi karena memiliki lapisan pelindung pada bagian permukaan yang
mampu mencegah terjadinya oksidasi berkelanjutan (pasivasi).
Bila kembali melihat hasil elektrisitas yang dihasilkan, perlakuan yang
paling optimal untuk menghasilkan elektrisitas terbaik adalah kombinasi antara
alumunium dan karbon grafit dengan rata-rata elektrisitas 0,34 V. Hasil ini
terbilang cukup baik bila dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Alwinsyah (2012) menggunakan limbah perikanan yang sama dengan hasil rataan
tertinggi 0,21 V. Bila dilihat dari potensial listrik pasangan senyawa yang beraksi
dari hasil degradasi, hasil elektrisitas yang diperoleh sudah cukup baik, karena
senyawa hasi degradasi limbah seperti NO3-/NO2- serta NO3-/N2 memiliki
potensial antara 0,34 – 0,74 V.Faktor yang menentukan nilai elektrisitas pada
MFC ini adalah jenis substrat, kondisi operasi sistem, luas area, tipe elektroda dan
jenis mikroorganisme(Madigan dan Martinko 2009).
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada sistem MFC
Proses pengolahan limbah pada penelitian ini menggunakan lumpur aktif
sebagai katalis untuk menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa organik
sampai batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroba.
Proses degradasi senyawa organik dan anorganik melibatkan reaksi reduksi dan
oksidasi (redoks) yang menghasilkan potensial redoks (Kim et al. 2005), dalam
proses menyisihkan bahan organik yang terlarut, mikroorganisme yang ada akan
menggunakan bahan organik sebagai nutrien bagi pertumbuhannya menjadi selsel baru dan karbondioksida. Penambahan substrat lumpur aktif ini diharapkan
12
mampu meningkatkan degradasi bahan organik dan listrik yang dihasilkan
semakin besar. Pengaruh pengolahan limbah pada sistem MFC dapat dilihat
melalui analisis limbah seperti BOD, COD, MLSS, MLVSS, TAN, dan Total N.
Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand atau BOD merupakan jumlah miligram oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk menguraikan bahan organik karbon
dalam satu liter air selama lima hari pada suhu 20°C±1°C (BSN 2009). Semakin
banyak bahan organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan
oksigen yang terlarut di dalamnya. Analisis BOD merupakan analisis yang
mencoba mendekati secara umum proses-proses mikrobiologis yang terjadi dalam
air. Perubahan nilai BOD ini menandakan bahwa terjadi kecepatan oksidasi
senyawa Hasil analisis BOD limbah cair dalam sistem MFC disajikan pada
Gambar 6.
Gambar 6 Hubungan perubahan nilai akhir BOD setiap perlakuan
terhadap nilai BOD awal limbah cair buatan. = limbah awal;
= limbah akhir.
Berdasarkan gambar 6, terlihat adanya penurunan kadar BOD pada awal dan
akhir pengamatan. Limbah awal sebelum diberikan perlakuan penambahan
lumpur aktif memiliki kadar BOD sebesar 124 ± 5,66 mg/L. Nilai BOD tersebut
menurun setelah limbah diberi lumpur aktif menjadi 37,33 ± 27,23 mg/L dengan
persentase penurunan sebesar 30,11%. Penurunan nilai BOD tersebut
menunjukkan terjadinya proses penguraian senyawa organik. Semakin besar
jumlah bahan organik yang diuraikan maka semakin banyak oksigen yang
digunakan. Bila melihat dari hasil uji statistik, pengaruh perlakuan lumpur aktif
memberikan pengaruh pada kadar BOD limbah. Berdasarkan hasil BOD tersebut,
lumpur aktif yang digunakan mampu menurunkan BOD sesuai dengan baku mutu
BOD limbah cair tepung ikan, yaitu dibawah 100 mg/L (Kementrian Negara
Lingkungan Hidup 2007).
Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang
diperlukan dalam proses kimia di perairan. Pengukuran COD menekankan pada
senyawa-senyawa yang tidak dapat dipecah secara biokimia (Firdus dan
13
Muchlisin 2010).Hasil analisis COD limbah cair dalam sistem MFC disajikan
pada Gambar 7.
Gambar 7 Hubungan perubahan nilai akhir COD setiap perlakuan
terhadap nilai COD awal limbah cair buatan. = limbah awal;
= limbah akhir.
Hasil uji pada Gambar 7 menunjukkan penurunan kadar COD pada limbah
cair perikanan. Limbah awal memiliki kadar COD sebesar 768 ± 66mg/L. Nilai
tersebut menurun pada akhir pengamatan menjadi 456 ± 394,99 mg/L, dengan
persentase penurunan kadar COD sebanyak 59,34% dari limbah awal. Hasil COD
tersebut menunjukkan bahwa lumpur aktif yang digunakan mampu menurunkan
beban limbah cair buatan melalui reaksi metabolik mikroba yang berlangsung
dalam sistem selama proses pengamatan.Pohan (2008) menyatakan bahwa reduksi
COD setelah tiga hari akan mengalami penurunan yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah mikroba yang menghambat kontak antara mikroba dengan
limbah cair sehingga nilai penurunan COD relatif konstan. Berdasarkan hasil uji
statistik t pada taraf nyata 0,05, pemberian lumpur aktif berpengaruh signifikan
terhadap hasil akhir beban limbah.
Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) dan Mixed Liquor Volatil Suspended
Solid (MLVSS)
MLSS atau Total Suspended Solid (TSS) yang berasal dari bak pengendap
lumpur yang menunjukkan padatan tersuspensi baik organik maupun anorganik
yang terkandung pada limbah.Sugiharto (1987) menjelaskan bahwa endapan dari
zat-zat padat yang contohnya diambil dari reaktor aktif air limbah disebut MLSS.
Hasil endapan ini bila dipanaskan pada suhu 600 oC, maka sebagian bahan akan
menguap dan sebagian lagi akan berupa bahan sisa yang sangat kering. Adapun
bahan yang teruapkan dikenal sebagai volatile, sedangkan benda yang tersisa
akibat penguapan disebut fixed. Jika MLSS diuapkan pada suhu 600oC, hasil dari
penguapannya disebut sebagai MLVSS. Hasil uji MLSS dan MLVSS dapat dilihat
pada Gambar 8 dan 9.
14
Gambar 8 Hubungan perubahan nilai akhir MLSS setiap perlakuan
terhadap nilai MLSS awal limbah cair buatan. = limbah awal;
= limbah akhir.
Gambar 9 Hubungan perubahan nilai akhir MLVSS setiap perlakuan
terhadap nilai MLVSS awal limbah cair buatan. = limbah
awal;
= limbah akhir.
Berdasarkan Gambar 8 dan 9, terlihat adanya peningkatan biomassadari
awal hingga akhir pengamatan. Hasil uji pada limbah menunjukkan peningkatan
nilai MLSS sebesar 6.933,33 ± 627,80 mg/L menjadi 7066,67 ± 4196,82 mg/L
dan MLVSS sebesar 5680 ± 56,57 mg/L menjadi 6100 ± 2969,84 mg/L.
Perbedaan nilai antara MLSS dan MLVSS ini menunjukkan bahwa selisih
diantara keduanya adalah material anorganik. Hal ini sesuai pernyataan
Mulyani(2012) yang menyatakan bahwa adanya peningkatan kadar MLSS dan
MLVSS mengindikasikan laju pertumbuhan berjalan dengan baik karena adanya
waktu kontak antara mikroorganisme dalam limbah yang mampu menghilangkan
polutan berkadar organik tinggi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa lumpur aktif
mampu merubah limbah cairorganik menjadi bentuk anorganik atau menjadi
massa sel, sehingga dalam proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif
akan terjadi penurunan senyawa organik dan peningkatan biomassa.Berdasarkan
hasil uji statistik t pada taraf nyata 0,05, perlakuan jumlah penambahan lumpur
aktif memberikan pengaruh terhadap uji ini. Pengaruh semua perlakuan terhadap
perubahan MLSS dan MLVSS adalah signifikan satu sama lain terhadap hasil
akhir beban limbah cair.
15
Total Amonia Nitrogen (TAN)
Kadar amonia merupakan salah satu parameter uji yang dilakukan untuk
menguji baku mutu limbah cair. Penguraian amonia oleh aktifitas mikroba
pengurai menjadi nitrit dan nitrat menjadi salah satu indikator proses penanganan
limbah cair (Jamieson et al. 2003). Hasil uji TAN dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Hubungan perubahan nilai akhir TAN setiap perlakuan
terhadap nilai TAN awal limbah cair buatan.
= limbah
awal;
= limbah akhir.
Hasil uji pada Gambar 10 menunjukkan adanya penurunankandungan
nitrogen amonia dari 2,44 ± 0,07 mg/L menjadi 0,30 ± 0,23 mg/L pada hari ke-6
pengamatan. Penurunan kandungan amonia terjadi karena adanya degradasi
senyawa amonia menjadi nitrit dan nitrat. Penambahan lumpur aktif ke dalam
limbah cair diduga meningkatkan jumlah mikroorganisme termasuk bakteri
nitrifier. Hal ini menunjukkan bahwa flok lumpur aktif merupakan tempat
berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter)
yang dapat merubah amonia menjadi nitrat (Apriyani 2012). Berdasarkan hasil uji
statistik t pada taraf nyata 0,05, perlakuan pemberian lumpur aktif memberikan
pengaruh terhadap uji ini. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan total amonia
nitrogen adalah signifikan satu sama lain.
Total Nitrogen
Limbah cair mengandung kandungan organik yang tinggi. Total nitogen
menunjukkan jumlah total nitrogen organik yang terdapat dalam limbah cair.
Nitrogen di dalam air limbah terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen
amonia yang proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung.
Degradasi material organik limbah cair oleh mikroba melalui nitrifikasi,
denitrifikasi, dan proses lain dapat dilihat melalui jumlah nitrogennya Hasil uji
Total Nitrogen dapat dilihat pada Gambar 11.
16
Gambar 11 Hubungan perubahan nilai akhir Total N setiap perlakuan
terhadap nilai Total N awal limbah cair buatan. = limbah
awal;
= limbah akhir.
Berdasarkan Gambar 11, terlihat adanya penurunan total nitrogen dalam
sistem MFC, yaitu 3464,51 ± 77,61 mg/L pada hari ke-0 menjadi 2136,24 mg/L
pada hari ke-6, dengan persentase penurunan beban limbah sebesar 61%.
Penurunan total nitrogen menunjukkan bahwa pemberian lumpur aktif mampu
mempercepat proses penguraian senyawa nitrogen organik yang terdapat pada
limbah cair. Pada proses ini terjadi konversi amonia menjadi nitrit dan nitrat
dimana proses ini mengakibatkan perubahan bentuk senyawa nitrogen yang
berubah menjadi gas nitrogen. Berdasarkan hasil uji statistik t pada taraf nyata
0,05, perlakuan pemberian lumpur aktif memberikan pengaruh terhadap uji ini.
Pengaruh perlakuan terhadap perubahan total nitrogen adalah signifikan satu sama
lain.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Teknologi Microbial Fuel Cell dapat diterapkan pada limbah cair
perikanan untuk menurunkan beban limbah serta menghasilkan biolistrik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sistem MFC mampu menurunkan rata-rata total N
sebesar 61%, BOD sebesar 30,11%, COD sebesar 59,34%, dan Total Amoia
Nitrogen sebesar 12,45% pada awal hingga akhir pengukuran. Nilai penurunan ini
berbanding terbalik dengan nilai MLSS dan MLVSS yang masing-masing
mengalami peningkatan menjadi 7066,67 mg/L dan 6100 mg/L pada hari terakhir
pengukuran.Pengukuran elektirisitas menunjukkan bahwa elektroda terbaik yang
mampu menghasilkan rataan elektrisitas tertinggi adalah alumunium dan karbon
grafit dengan nilai masing-masing sebesar 0,23 Volt dan 0,19 Volt. Paduan
perlakuan antara alumunium dan karbon grafit ini bila dikombinasikan mampu
menghasilkan rataan elektrisitas yang lebih tinggi sebesar 0,34 Volt. Hasil ini
menunjukkan bahwa apabila dua perlakuan elektroda yang terbaik
dikombinasikan maka akan menghasilkan rataan elektrisitas yang semakin tinggi.
17
Saran
Perlu dilakukan peningkatan sistem MFC dengan penggunaan jenis
elektroda lain dankombinasi perlakuan elektroda yang berbeda jenis pada sistem
yang sama, penggunaanMFC dengan sistem dua bejana, serta penerapan pada
limbah cair perikanan sebenarnya sebagai substrat agar dapat dibandingkan dan
diperoleh sistem MFC terbaik dalam menghasilkan biolistrik.
DAFTAR PUSTAKA
[APHA] American Public Health Association. 1975. Standard Methods for the
Eximination of Water and Wastewater 14th Edition. Washington DC
(US):American Public Health Association,American Water Works
Association,Water Pollution Control Federation.
Alwinsyah R. 2012. Biolistrik limbah cair perikanan dengan teknologi Microbial
Fuel Cell menggunakan jumlah elektroda yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Anwir BS. 1979. Ilmu Bahan Logam Jilid II. Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara.
Apriyani DL.2012. Elektrisitas limbah cair perikanan dengan metode Microbial
Fuel Cell satu bejana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BSN] SNI 6989.72. 2009. Air dan Limbah – Bagian 72: Cara Uji
KebutuhanOksigen Biokimia (Biochemical oxygen demand/BOD). Jakarta
(ID): BadanStandardisasi Nasional
Djaprie S. 1983. Ilmudan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam). Jakarta
(ID): Erlangga.
Firdus, Muchlisin ZA. 2010. Degradation rate of sludge and water quality of septic
tank (water closed) by using starbio and freshwater catfish as biodegradator. Jurnal
Natural 10 (1):1-6.
Ibrahim B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil perikanan
secara biologis dengan lumpur aktif.Buletin Teknologi Hasil Perikanan VIII(1):3141.
Ibrahim B. 2007. Studi penyisihan nitrogen air limbah agroindustri hasil
perikanan secara biologis dengan model dinamik Activated Sludge Model
(ASM)1[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah PascaSarjana, InstitutPertanian Bogor.
Ibrahim B, Erungan AC, Heriyanto. 2009. Nilai parameter biokinetika proses
denitrifikasi limbah cair indus
BIOLISTRIK DENGAN ELEKTRODA YANG BERBEDA
PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN
ZHALINDRI NOOR ADJANI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Microbial
Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair
Industri Perikanan”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Zhalindri Noor Adjani
NIM C34090026
ABSTRAK
ZHALINDRI NOOR ADJANI. Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik
dengan Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan. Dibimbing
oleh BUSTAMI IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH.
Microbial Fuel Cell (MFC)merupakan salah satu contoh teknologi
alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai energi substituen karena
fuel cell ini mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik
menggunakan mikroorganisme. Teknologi ini dapat diaplikasikan pada
penanganan limbah, salah satunya limbah cair perikanan yang mengandung beban
limbah yang cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja
sistem MFC pada limbah cair perikanan dalam menghasilkan biolistrik serta
menurunkan beban limbahnya dengan penggunaan jenis elektroda yang berbeda
yaitu, alumunium, besi, karbon grafit serta kombinasi alumunium dan karbon
grafit. Hasil elektrisitas selama 120 jam pengamatan secara keseluruhan mulai
dari alumunium hingga kombinasi alumunium dengan karbon grafit berturut-turut
adalah0,23 V, 0,17 V, 0,19 V, dan 0,34 V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sistem MFC mampu menurunkan rata-rata total N sebesar 61%, BOD sebesar
30,11%, COD sebesar 59,34%, dan total amonia nitrogen sebesar 12,45%.
Peningkatan biomassa terjadi pada akhir pengamatan dengan nilai MLSS dan
MLVSS masing-masing sebesar 7066,67 mg/L dan 6100 mg/L.
Kata kunci: biolistrik, elektroda, limbah cair perikanan, microbial fuel cell.
ABSTRACT
ZHALINDRI NOOR ADJANI. Performance of Microbial Fuel Cell for Producing
ElectricityUsing Different Types of Electrode in The Fishery Water Waste.
Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and PIPIH SUPTIJAH.
Microbial Fuel Cell (MFC) is one example of an alternative technology that
has the potential to be developed as a substituent energy because this fuel cell
converts chemical energy into electrical energy through the catalytic reaction
using the microorganism.This technologycan beapplied for wastewater treatment
such asfisherywastewater thatcontainsa lot of nutrient. The purpose of this
studywas to determine the performance of the MFC system infisherywastewaterin
resulted theelectricity and reduce the burden of waste with the use of different
types of electrodesnamely aluminum, iron, graphite carbon, anda combination of
aluminum and graphite carbon. Results of electricity during the 120 hours
observations as a whole ranging from aluminum to aluminum with carbon
graphite combinations are 0.23V, 0.17V, 0.19V and 0.34V. The results showed
that the MFC system couldreduce the average total N respectively of 61%, BOD
of 30.11%, COD of 59.34% and the Total Nitrogen Amoniaof 12.45%. Increasing
biomass occured at the end of observation respectively with a value of MLSS and
MLVSS of 7066.67 mg/L and 6000 mg/L.
Keywords:bioelectricity, electrode, fishery wastewater, microbial fuel cell.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KINERJA MICROBIAL FUEL CELL PENGHASIL
BIOLISTRIK DENGAN ELEKTRODA YANG BERBEDA
PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN
ZHALINDRI NOOR ADJANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
: Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan
Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan
Nama
:Zhalindri Noor Adjani
NIM
:C34090026
Program Studi :Teknologi Hasil Perairan
Judul Skripsi
Disetujui oleh
Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc.
Pembimbing I
Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
: Kinerja Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan
Elektroda yang Berbeda pada Limbah Cair Industri Perikanan
Nama
:Zhalindri Noor Adjani
NIM
:C34090026
Program Studi :Teknologi Hasil Perairan
Judul Skripsi
Disetujui oleh
M.Sc.
Tanggal Lulus:
0 6 FEB 2014
Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kinerja
Microbial Fuel Cell Penghasil Biolistrik dengan Elektroda yang Berbeda pada
Limbah Cair Industri Perikanan” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dorongan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan
skripsi ini.
Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si selaku dosen penguji dan ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan saran dan kritik untuk
perbaikan skripsi ini.
Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku wakil ketua program studi yang telah
mewakili departemen pada saat ujian dan saran perbaikan.
Ibu,Bapak, serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi kepada
penulis.
Rafiq dan Syeila, teman seperjuangan selama penelitian MFC ini.
Galih, Jamil, Alam, Rasta, Budi, Darsasa, Dhani, Yudha, dan teman-teman
yang senantiasa memberikan bantuannya selama penelitian.
Andi Prio Pamungkas atas bantuan dan dukungannya selama ini.
Teman-teman THP 46 (alto) untuk kebersamaan dan bantuannya terhadap
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Olehkarena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, 27 Desember 2013
Zhalindri Noor Adjani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
viii
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
Latar Belakang ..........................................................................................
1
Tujuan Penelitian ......................................................................................
2
METODE .....................................................................................................
2
Bahan ........................................................................................................
2
Alat ...........................................................................................................
2
Prosedur Penelitian ....................................................................................
3
Pembuatan Limbah Cair Buatan ................................................................
3
Persiapan Alat MFC ..................................................................................
3
Pengukuran Elektrisitas .............................................................................
4
Pengujian Limbah .....................................................................................
4
Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) ......................................
4
Analisis Biological Oxygen Demand (BOD) .....................................
4
Analisis Total Amonia Nitrogen (TAN) ............................................
5
Analisis Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) ...........................................
5
MIxed Liquor Suspended Solids (MLSS) ..........................................
6
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) ...........................
6
Rancangan Percobaan ...............................................................................
7
HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
7
Karakteristik Limbah Cair Perikanan .........................................................
7
Elektrisitas Limbah dalam Sistem MFC .....................................................
8
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada Sistem MFC ..........................
11
Biological Oxygen Demand (BOD) ..........................................................
12
Chemical Oxygen Demand (COD) ....................................................
12
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) dan Mixed Liquor Volatile
Suspended Solids (MLVSS) ..............................................................
13
Total Amonia Nitrogen (TAN) .........................................................
15
Total Nitrogen .................................................................................
15
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
16
Simpulan ...................................................................................................
16
Saran .........................................................................................................
17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
17
LAMPIRAN .................................................................................................
19
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
25
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik limbah cair perikanan buatan.............................................
7
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Desain MFC air cathode satu bejana (Liu dan Logan 2004) ..................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda alumunium ..................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda besi ..............................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan elektroda karbon grafit ................
Nilai elektrisistas dalam MFC dengan kombinasi elektroda karbon
grafit dan alumunium .............................................................................
Hubungan perubahan nilai akhir BOD setiap perlakuan terhadap nilai
BOD awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ...............
Hubungan perubahan nilai akhir COD setiap perlakuan terhadap nilai
COD awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ......
Hubungan perubahan nilai akhir MLSS setiap perlakuan terhadap nilai
MLSS awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir …
Hubungan perubahan nilai akhir MLVSS setiap perlakuan terhadap
nilai MLSS awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir
..........................................................................................................
Hubungan perubahan nilai akhir TAN setiap perlakuan terhadap nilai
TAN awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ......
Hubungan perubahan nilai akhir Total N setiap perlakuan terhadap nilai
Total N awal limbah cair buatan = limbah awal; = limbah akhir ..
3
8
8
9
9
12
13
14
14
15
16
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Data rata-rata elektrisitas sistem MFC semua perlakuan selama 5 hari ....
Data limbah............................................................................................
Dokumentasi penelitian ..........................................................................
Hasil uji statistik t .................................................................................
18
19
21
22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada masalah krusial yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Pertumbuhan manusia yang semakin
meningkat menyebabkan permintaan energi listrik semakin besar sedangkan
pasokan sumber energi listrik semakin menipis. Disisi lain, ketersediaan minyak
bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama pada tahun 2013 diperkirakan
hanya tersisa 25% dari total minyak bumi yang tersedia di dunia (KESDM 2012).
Krisis energi ini memicu pengembangan sumber energi alternatif untuk
mensubstitusi penggunaan minyak bumi yang selama ini menjadi sumber energi
utama bagi masyarakat. Microbial fuel cell (MFC) atau sel elektrokimia berbasis
mikroba merupakan salah satu contoh teknologi alternatif yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai energi substituen karena fuel cell ini mengubah energi
kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik menggunakan
mikroorganisme. Sistem ini memanfaatkan air buangan sebagai substrat sehingga
dapat dijadikan alat yang ideal untuk mengolah mikroorganisme.
Air limbah industri perikanan merupakan salah satu limbah yang banyak
menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitarnya. Limbah cair industri
perikananyang mengandung sejumlah besarprotein dan lemak, dapat
menimbulkan masalah lingkungan karena menimbulkan bau yang tidak sedap
serta merupakan polusi berat pada perairan bila pembuangannya tidak diberi
perlakuan yang tepat. Kurangnya penanganan limbah cairpada lingkungan
perusahaan, menyebabkan masih banyak kandungan minyak dan kotoran seperti
serpihan ikan dan sisik ikan yang terbawa dalam aliran limbah. Hal ini dapat
terjadi karena dalam pengelolaan limbah cair dibutuhkan dana yang cukup banyak
terutama untuk energi yang dibutuhkan pada instalasi limbah, sehingga
perusahaan yang berorientasi profit semata banyak yang mengabaikan
pengelolaan limbah cair.
Pencemaran lingkungan oleh limbah cair sebenarnya dapat dihindari
dengan memanfaatkan limbah cair itu sendiri. Penelitian terkini membuktikan
adanya potensi penggunaan limbah cair sebagai penghasil listrik masa depan.
Hasil penelitian Suyanto et al. (2010) yang dilakukan pada Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) Kricak menunjukkan data elektrisitas terbesar yang dihasilkan
pada bak black water adalah sebesar 0,91 volt, pada bak sedimentasi awal adalah
0,63 volt, bak anaerobic filter sebesar 0,80 volt dan bak rotating biological
contractor sebesar 0,5 volt dengan kisaran suhu 27 oC-28 oC, maka sebagai upaya
pemanfaatan, air limbah industri perikanan ini dapat dimanfaatkan sebagai
substrat dalam sistem MFC untuk produksi listrik.
Mikroorganisme dapat mengkonversi energi kimia yang tersimpan di dalam
komponen organik menjadi energi listrik selama diinkubasi dalam microbial fuel cell
(MFC). Secara potensial, bakteri di dalam MFC bisa digunakan untuk memproduksi
listrik selama mengonsumsi limbah (Milliken dan May 2007). Proses degradasi
kandungan organik pada limbah cair agar menghasilkan biolistrik ini tentunya
membutuhkan mikroba pengurai. Berdasarkan penelitian terdahulu yang
dilakukan Apriyani (2012), pemodelan MFC menggunakan lumpur aktif pada
limbah cair perikanan dapat diterapkan untuk menghasilkan biolistrik. Kandungan
2
mikroba salah satunya pada lumpur aktif dapat digunakan dalam sistemMFCs
untuk menghasilkan energi listrik melalui proses penghancuran darimaterial
organik.Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri,
protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif tersebut biasanya
terdiri dari kombinasi bakteri pengurai seperti Aerobacter sp., Nitrobacter sp.,
Nitrosomonas sp., danyang mampu mendegradasi senyawa organik seperti
mempercepat proses fermentasi limbah organik yang terlarut dalam air serta
menurunkan kadar BOD, COD dan TSS dalam air limbah.Pemanfaatan lumpur
aktif tersebut juga diharapkan dapat digunakan pada sistem MFC, sehingga selain
mendegradasi komponen organik pada limbah cair perikanan, penggunaan lumpur
aktif tersebut juga dapat menghasilkan biolistrik.
Dengan pemanfaatan air limbah industri perikanan ini dalam sistem MFC
diharapkan dapat menjadi alternatif pengolahan limbah yang selama ini digunakan
dan dapat mengatasi permasalahan utama yang ditimbulkan oleh air limbah
tersebut, yaitu bau yang tidak sedap yang menyebakan ketidaknyamanan
masyarakat di sekitarnya. Selain itu, hasil dari riset ini juga diharapkan dapat
menjadi salah satu langkah ke depan untuk mendapat sumber energi yang murah.
Hal ini berarti penggunaan sistem MFC dengan susbstrat air limbah dapat
mengurangi konsumsi energi (Kristin 2012).
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari proses pengolahan
limbah cair perikanan dengan menggunakan teknologi microbial fuel cell (MFC)
satu bejana. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
a) Menentukan karakteristik kimiawi limbah cair hasil perikanan selama
proses pengolahan.
b) Menguji elektrisitas limbah cair hasil perikanan menggunakan teknologi
microbial fuel cell (MFC) satu bejana.
c) Menentukan elektrisitas terbaik yang dihasilkan dari limbah cair hasil
perikanan dengan menggunakan jenis elektroda yang berbeda.
METODE
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini umpur aktif, dan limbah
ikan berupa kulit dan sisa daging. Bahan lain yang digunakan meliputi akuades,
K2Cr2O7,H2SO4.Ag2SO4, indikator ferroin, [Fe(NH4)2(SO4)2], NaOH 45%, HCl
0,05 N, NaOH 0,05 N, Kertas saring Whatman 42, bahan uji amonia.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain,toples plastik,
elektroda karbon grafit, alumunium, dan besi, kabel, multimeter digital, botol
erlenmeyer, buret, pipet, botol DO, DO meter, aerator, spektrofotometer SP-300,
oven, tanur, cawan porselen, dan desikator.
3
Prosedur Penelitian
Tahap penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan
limbah cair perikanan yang mengacu pada Ibrahim et al. (2009).Tahap kedua
adalah pembuatan model alat Microbial Fuel Cell(MFC) yang digunakan pada
penelitian Moqsud dan Omine (2010) yang dimodifikasi.Tahap ketiga adalah
pengukuran elektrisitas dari MFC satu bejana mengacu pada Suyanto et al. (2010)
serta analisis kualitas limbah cair yang terdiri dari analisis BOD, COD, Total
amonia, TKN, MLSS, dan MVLSS.
Pembuatan Limbah Cair Buatan
Limbah cair buatan dibuat menggunakan limbah padat pengolahan ikan (isi
perut, kulit, dan insang). Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan karakteristik
limbah cair yang digunakan untuk percobaan. Pembuatan limbah cair dilakukan
menurut Ibrahimet al.(2009) yakni limbah potongan daging dan kulit ikan yang
diperoleh dari proses pengolahan fillet ikan dicincang, selanjutnya direbus pada
air mendidih selama 10 menit dengan rasio berat ikan (kg) dan volume air (liter)
adalah 1:5. Air rebusan disaring untuk memisahkannya dari padatan dan ampas
ikan. Setelah air rebusan yang disaring menjadi dingin, siap digunakan untuk
percobaan. Kemudian dilakukan analisis karakteristik limbah cair buatan meliputi
BOD, COD, total nitrogen, dan total amonia nitrogen. Dalam tahap ini juga
dilakukan proses aerasi lumpur aktif yang diperoleh dari unit pengolahan limbah
di Muara Baru. Lumpur aktif tersebut akan dimasukkan ke dalam sistem MFC
yang berisi limbah cair dengan perbandingan antara lumpur aktif dan limbah cair
sebesar 1:10. Tujuan penambahan lumpur aktif ini adalah untuk menurunkan
komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai batas yang aman terhadap
lingkungan dengan memanfaatkan mikroba.
Persiapan Alat MFC
Model alat MFC yang digunakan mengacu Moqsud dan Omine (2010)
yang dimodifikasi. Sistem MFC yang digunakan merupakan sistem MFC satu
bejana tanpa membran mengacu pada penelitian Liu dan Logan (2004). Desain
MFC-satu bejana tanpa membran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1Desain MFC air cathode satu bejana(Liu dan Logan 2004).
Bejana yang digunakan terbuat dari bahan plastik berukuran 18x10x10 cm3
yang didesain untuk menampung volume limbah cair sebanyak 1800 mL.
Elektroda yang digunakan adalah karbon grafit, alumunium, serta besimasingmasing berukuran 7x1x1 cm3. Elektroda tersebut disambungkan dengan kawat
tembaga untuk memudahkan saat pengukuran elektrisitas. Jumlah MFC yang
4
dibuat sebanyak 12 buah untuk 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah
perbedaan jenis elektroda yaitu alumunium, besi, dan karbon grafit.
Pengukuran Elektrisitas
Masing-masing elektroda di dalam bejana dihubungkan dengan kabel lalu
bejana ditutup rapat. Kedua kabel dihubungkan oleh multimeter. Multimeter
diatur untuk pengukuran tegangan listrik pada skala terkecil terlebih dahulu
kemudian nilai tegangan yang tertera pada layar multimeter diamati pada selang
waktu tertentu (Suyanto et al. 2010).
Pengujian Limbah
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis Chemical
Oxygen Demand (COD),Biological Oxygen Demand (BOD), total nitrogen,
amonia, Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS), dan Mixed Liquor Volatile
Suspended Solids (MLVSS) pada hari ke 0 (awal), dan 5 (akhir). Setiap analisis
dilakukan 3 kali ulangan.
Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (APHA 1975)
Prosedur penentuan parameter COD adalah sebanyak 25 mLlarutan sampel
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan K2Cr2O7 0,025 N
sebanyak 5 mL. Kemudian ditambahkan H2SO4 sebanyak 5 mL, dan dititrasi
dengan ferrous ammonium Sulfate [Fe(NH4)2(SO4)2] 0,2 N. Kemudian dibuat juga
larutan blanko dengan prosedur yang sama. Titrasi dilakukan sampai terjadi
perubahan warna dari hijau terang menjadi kemerahan tajam. Teknik ini memiliki
keuntungan yaitu pada sampel tidak kehilangan bahan yang volatil secara
signifikan. Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
COD.
Keterangan:
B
S
N
V
= Volume titrasi balnko (mL)
= Volume tittasi sampel (mL)
= Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2
= Volume sampel yang digunakan (mL)
Analisis Biological Oxygen Demand (BOD)(APHA 17975)
Sampel sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian
ditambahkan akuades dengan faktor pengenceran sebesar 20 kali. Sampel diaerasi
selama 15 menit dan diukur nilai Dissolved Oxygen(DO) sebagai D1, lalu
dimasukkan ke dalam botol Winkler dan ditutup rapat sehingga tidak ada udara di
dalam botol. Sampel ditempatkan dalam ruangan gelap selama 5 hari, setelah itu
nilai DO diukur kembali sebagai D2. Rumus yang digunakan pada pengukuran
hasil nilai BOD adalah sebagai berikut:
5
Keterangan: D1 = DO sebelum inkubasi (mg/L)
D2 = DO setelah inkubasi (mg/L)
P = Volume pengenceran
Analisis Total Amonia Nitrogen (TAN) (APHA 1975)
Sampel yang akan dianalisis diambil sebanyak 10 mLuntuk didestilasi, lalu
ditambahkan MnSO4 sebanyak 1 tetes ke dalam sampel yang telah didestilasi.
Kemudian dilakukan penambahan asam hypochlorous sebanyak 0,5 mL dan
reagen phenate sebanyak 0,6 mL. Sampel yang telah ditambahkan reagent
kemudian diaduk. Perubahan warna pada larutan sampel akan terjadi karena
adanya penambahan reagen tersebut, dan perubahan warna ini akan stabil pada
larutan sampel setelah 10 menit. Larutan blanko dan larutan standar dibuat selama
pengukuran ini. Nilai absorban pada larutan blanko kemudian diukur
menggunakan alat spectrophotometerOPTIMA SP-300dengan panjang
gelombang 630 nm. Nilai total amonia nitrogen dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
TAN
A0
A1
A2
K
= Total amonia nitrogen (mg/L)
= Absorbansi blanko
= Absorbansi sampel
= Absorbansi standar
= Konsentrasi standar (mg/L)
Analisis Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) (APHA 1975)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis total nitrogen dengan metode
Kjeldahl terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel dipipet
sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjehldahl, lalu
ditambahkan setengah butir kjeltab dan 10 mL H2SO4 pekat ditambahkan secara
perlahan kedalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan
suhu 410ºC selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening
kemudian didinginkan. Selanjutnya sampel dari tabung kjeldahldipindahkan ke
labu takar 100 mL untuk dilakukan pengenceran dengan akuades. Sampel tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 mL NaOH
pekat dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 mL
yang berisi 25 mL asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator
bromcherosol green dan methyl red. Hasil destilasi,dititirasi dengan HCl sampai
terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya .Rumus perhitungan
nilai total nitrogen adalah sebagai berikut:
6
Keterangan: A
B
C
fp
= Volume titrasi blanko (mL)
= Volume titrasi sampel (mL)
= Volume sampel (mL)
= faktor pengenceran
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS)
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan jumlah total Suspended
Solid (TSS) yang berasal dari bak pengendap lumpur. TSS merupakan jumlah
berat kering dalam mg/l lumpur yang ada dalam air limbah setelah mengalami
penyaringan (Sugiharto 1987).
Kertas saring Whatman 42 dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada
suhu 100 – 105°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kemudian diambil sampel sebanyak 50 mL dengan diaduk terlebih dahulu dan
disaring. Setelah itu kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC
selama 2 jam. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan
ditimbang.Konsentrasi MLSS dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
=
x106
Keterangan: A = Berat akhir kertas saring (g)
B = Berat awal kertas saring (g)
V = Volume sampel (mL)
Mixed liquor volatile suspended solids (MLVSS)
Analisis Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) merupakan
MLSS yang telah dipanaskan pada suhu 600°C sehingga benda volatilnya
menguap (Sugiharto 1987). Prosedur penentuan parameter MLVSS adalah cawan
porselin yang akan digunakan dikeringkan dalam tanur selama 10 menit pada suhu
550°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring
dari uji MLSS dimasukkan dalam cawan porselin dan dipanaskan dalam tanur
pada suhu 550°C selama 2 jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Bila perlu lakukan pengulangan proses pengeringan untuk
mendapatkan berat yang konstan.Konsentrasi MLVSS dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
= mg MLSS / liter –
Keterangan:
MLSS
A
B
V
= Hasil pada uji MLSS (mg/L)
= Berat awal cawan (g)
= Berat akhir cawan (g)
= Volume sampel (mL)
x106
7
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL
intime) dengan satu faktor, yaitu penambahan lumpur aktif. Waktu dianggap
sebagai pengamatan berulang sehingga akan terlihat perkembangan respon selama
penelitian berjalan. Data penelitian diuji dengan menggunakan uji t student pada
selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan software SPSS 15.0 Model
rancangan percobaan yang digunakan adalah
Yij = μ + i + ij
Keterangan:
Yij
= nilai respon faktor yang memperoleh perlakuan ke-i
μ
= mean populasi
= pengaruh perlakuan ke-i
ij
= komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan
ij
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Limbah Cair Perikanan
Limbah cair industri pengolahan ikan memiliki karakteristik jumlah bahan
organik terlarut dan tersuspensi yang tinggi jika dilihat dari nilai BOD dan COD.
Lemak dan minyak juga ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Terkadang padatan
tersuspensi dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor juga ditemukan dalam jumlah
tinggi (Apriyani 2012). Karakteristik limbah cair merupakan hal yang sangat
penting untuk diketahui pada tahap awal proses pengolahan limbah cair. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui nilai beban limbah awal sehingga dapat menjadi
acuan terhadap hasil akhir dari perubahan yang terjadi pada perlakuan penelitian
ini. Proses karakterisasi limbah cair ini dapat dilakukan dengan menggunakan
parameter fisikokimia, nitrogen, dan kandungan fosfor.Penggunaan limbah cair
buatan bertujuan agar umpan yang akan dimasukkan dalam sistem sebagai influen
memiliki karakteristik yang lebih stabil dan mudah dikendalikan (Ibrahim
2007).Parameter karakteristik limbah yang dianalisis selama penelitian ini adalah
total nitrogen, BOD, COD, nitrogen amonia, MLSS, dan MLVSS. Karakteristik
limbah cair buatan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik limbah cair perikanan buatan
Parameter Satuan
BOD5
COD
Amonia
Total N
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Limbah cair
buatan
124,0
768,0
2,4
3464,5
Limbah cair
perikanana
184,0
571,0
1,7
111,0
Baku mutu limbah cair
tepung ikanb
100,0
300,0
5,0
-
Sumber: a Ibrahim (2007); bKementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)
Tabel 1 menunjukkan data karakteristik limbah cair perikanan buatan yang
terdiri dari beberapa parameter yaitu BOD5, COD, amonia, dan total N. Data
8
penelitian ini memiliki nilai amonia, COD, dan total N yang lebih tinggi namun
memiliki nilai BOD5 yang rendah bila dibandingkan limbah cair pada penelitian
Ibrahim (2007). Hasil tersebut bila dibandingkan dengan nilai baku mutu limbah
cair tepung ikan menunjukkan nilai parameter COD dan BOD5 memiliki
karakteristik yang sama dengan limbah cair buatan yang digunakan. Hasil ini
menunjukkan bahwa beban limbah cair buatan yang dihasilkan perlu dikurangi
agar memenuhi syarat baku mutu limbah. Upaya penggunaan lumpur aktif
merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi beban limbah cair buatan yang
digunakan pada penelitian ini.
Elektrisitas Limbah dalam Sistem MFC
Elektrisitas dalam sistem MFC diukur setiap satu jam sekali selama lima
hari dalam satuan volt. Menurut Suyanto et. al. (2010), pengukuran setiap jam
dilakukan karena tiap reaksi metabolisme dalam sistem MFC sangat cepat
sehingga berpengaruh besar terhadap besar kecilnya elektrisitas yang dihasilkan.
Hasil pengukuran elektrisitas limbah cair perikanan disajikan pada Gambar 2,
Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5.
Gambar 2 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda alumunium.
Gambar 3 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda besi.
9
Gambar 4 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan elektroda karbon grafit.
Gambar 5 Nilai elektrisitas dalam MFC dengan kombinasi elektroda karbon
grafit dan alumunium.
Nilai elektrisitas tertinggi pada semua perlakuan terdapat pada awal
pengukuran dengan hasil tertinggi pada kombinasi karbon grafit dan alumunium
sebesar 0,50V, kemudian diikuti alumunium, besi, dan karbon grafit secara
berturut-turut sebesar 0,36 V, 0,30 V, dan 0,29 V. Hasil rataan dari keseluruhan
pengamatan menunjukkan hasil yang paling tinggi pada kombinasi karbon grafit
dan alumunium, yaitu 0,34 V, kemudian diikuti alumunium, karbon grafit, dan
besi berturut-turut sebesar 0,23 V, 0,19 V, dan 0,17 V.Nilai elektrisitas yang
dihasilkan pada semua perlakuan baik elektroda alumunium, elektroda besi,
elektroda karbon grafit, dan kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium
memiliki nilai yang berfluktuasi. Hasil tersebut dapat dilihat pada awal
pengukuran, rata-rata nilai elektrisitas pada jam ke-0 sebesar 0,268 V pada
elektroda alumunium, 0,083 V pada elektroda besi, 0,143 V pada elektroda karbon
grafit, dan 0,393 V pada kombinasi elektroda karbon grafit dan alumunium. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pola fluktuasi yang hampir sama pada masingmasing perlakuan yaitu peningkatan elektrisitas pada 28 jam pertama.
Potensial listrik yang terukur pada penelitian ini berasal dari kemampuan
MFC sebagai bioelectrochemicalsystem (BESs) yang bisa mengubah biomassa
10
menjadi energi listrik melalui aktivitas metabolisme mikroba (Pant et al. 2009).
Degradasi material organik seperti pada limbah cair perikanan buatan ini
menghasilkan elektron yang dapat berikatan dengan TEA (Terminal Electron
Acceptor) seperti oksigen, nitrat, nitrit, sulfat, dan sebagainya yang berdifusi
melalui sel, lalu elektron tersebut ditangkap oleh anoda dan proton ditangkap oleh
katoda yang kemudian menyebabkan beda potensial, sehingga menghasilkan
biolistrik (Logan 2008).
Kemampuan MFC dalam menghasilkan listrik bergantung pada reaksi
elektrokimia yang terjadi antara susbtrat organik berpotensial rendah seperti
glukosa dan penerima elektron akhir yang berpotensial tinggi, seperti oksigen.
Glukosa sebagai molekul biodegradable terdegradasi seperti yang ditunjukkan
pada reaksi berikut:
Anoda
: C6H12O6 + H2O
Katoda : O2 + e-
mikroba
CO2+ e- + H+
mikroba
H2O
Peningkatan atau penurunan listrik yang dihasilkan ini berhubungan
dengan jumlah elektron bebas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Selain itu,
fluktuasi listrik yang dihasilkan ini dapat pula disebabkan oleh interaksi dan
persaingan antara bakteri di dalam substrat pertumbuhan. Penurunan yang terjadi
pada akhir pengukuran elektrisitas pada MFC disebabkan karena seiring
bertambahnya hari maka nutrien yang di dalam substrat telah digunakan untuk
aktivitas metabolisme bakteri sehingga nutrien tersebut berkurang. Air limbah
juga merupakan habitat dari bakteri electricigens (bakteri yang mampu
menghasilkan elektrisitas) (Suyanto et al. 2010).
Pengadukan dalam sistem lumpur aktif memegang peranan yang penting
dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan organik, oksigen, dan
mencegah pengendapan lumpur aktif.Tujuan dari pengolahan limbah cair secara
biologis ini adalah untuk menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa
organik sampai batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan
mikroba. Dalam rangka menyisihkan bahan organik yang terlarut,
mikroorganisme yang ada akan menggunakan bahan organik sebagai nutrien bagi
pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Secara konvensional
pengolahan limbah cair mencapai sukses menurunkan BOD dan COD, meskipun
penyisihan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) masih terus dicarikan model dan
cara yang efisien (Ibrahim 2005).
Berdasarkan rata-rata listrik yang dihasilkan pada semua perlakuan maka
MFC dengan perlakuan elektroda alumunium dan karbon grafit merupakan
perlakuan yang menghasilkan rata-rata listrik paling besar dibandingkan dengan
besi. Hal ini yang menjadikan alasan dilakukannya perlakuan kombinasi antara
alumunium dengan karbon grafit. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan nilai
elektrisitas yang lebih optimal dibandingkan dengan perlakuan yang
menggunakan elektroda sejenis.Besarnya listrik yang dihasilkan dalam sistem
MFC ini karena adanya perbedaan sifat kereaktifan dan nilai dari potensial standar
dari masing-masing jenis elektroda yang digunakan. Alumunium merupakan
unsur dari golongan IIIA dengan nilai potensial standar sebesar -1,66 sedangkan
besi merupakan unsur golongan VIIID yang memiliki nilai potensial standar
11
sebesar -0,44. Berdasarkan perbedaan nilai potensial standar tersebut, alumunium
memiliki sifat kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan besi sehingga
posisi alumunium dalam deret volta berada di sebelah kiri besi. Anwir (1979)
menyatakan bahwa semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret volta
menandakan bahwa logam semakin mudah melepas elektron dan merupakan
reduktor yang kuat. Sebaliknya, semakin kanan kedudukan logam dalam deret
volta menandakan logam semakin sukar melepas elektron. Sifat kereaktifan dari
masing-masing elektroda pada sistem MFC ini menyediakan luasan yang lebih
besar untuk kontak bakteri dalam mentransfer elektron ke elektroda dan
memberikan efek pada energi listrik yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain alumunium, karbon grafit juga
memiliki nilai elektrisitas yang lebih tinggi daripada besi. Hal ini terjadi karena
sifat karbon grafit yang memiliki elektron yang telah terdelokalisasi dan tidak
terikat pada atom tertentu sehingga memungkinkan untuk membawa muatan
listrik. Karbon grafit merupakan golongan non logam yang berasal dari alotrop
karbon dengan nilai potensial standar -1,59. Nilai potensial standar yang tinggi
pada karbon grafit menyebabkan elektroda ini lebih tahan terhadap asam dan basa
sehingga lebih tahan terhadap korosi (Djaprie 1983). Penelitian ini juga menguji
kinerja dua elektroda yang berbeda yaitu paduan alumunium dan karbon grafit.
Alasan pemilihan paduan dua jenis elektroda ini yaitu, alumunium dan karbon
grafit memiliki nilai rataan elektrisitas, nilai potensial standar, dan keinertan
logam dalam medium air yang tinggi.Anwir (1979) menyatakan bahwa logam
yang bersifat inert merupakan logam yang tahanterhadap asam atau bereaksi
lambat karena adanya lapisan oksida pelindung. Grafit (C), Platina (Pt), Aurum
(Au), dan Alumunium (Al) merupakan salah satu jenis logam yang bersifat inert
terhadap oksidasi karena memiliki lapisan pelindung pada bagian permukaan yang
mampu mencegah terjadinya oksidasi berkelanjutan (pasivasi).
Bila kembali melihat hasil elektrisitas yang dihasilkan, perlakuan yang
paling optimal untuk menghasilkan elektrisitas terbaik adalah kombinasi antara
alumunium dan karbon grafit dengan rata-rata elektrisitas 0,34 V. Hasil ini
terbilang cukup baik bila dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Alwinsyah (2012) menggunakan limbah perikanan yang sama dengan hasil rataan
tertinggi 0,21 V. Bila dilihat dari potensial listrik pasangan senyawa yang beraksi
dari hasil degradasi, hasil elektrisitas yang diperoleh sudah cukup baik, karena
senyawa hasi degradasi limbah seperti NO3-/NO2- serta NO3-/N2 memiliki
potensial antara 0,34 – 0,74 V.Faktor yang menentukan nilai elektrisitas pada
MFC ini adalah jenis substrat, kondisi operasi sistem, luas area, tipe elektroda dan
jenis mikroorganisme(Madigan dan Martinko 2009).
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada sistem MFC
Proses pengolahan limbah pada penelitian ini menggunakan lumpur aktif
sebagai katalis untuk menurunkan komponen terlarut, khususnya senyawa organik
sampai batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroba.
Proses degradasi senyawa organik dan anorganik melibatkan reaksi reduksi dan
oksidasi (redoks) yang menghasilkan potensial redoks (Kim et al. 2005), dalam
proses menyisihkan bahan organik yang terlarut, mikroorganisme yang ada akan
menggunakan bahan organik sebagai nutrien bagi pertumbuhannya menjadi selsel baru dan karbondioksida. Penambahan substrat lumpur aktif ini diharapkan
12
mampu meningkatkan degradasi bahan organik dan listrik yang dihasilkan
semakin besar. Pengaruh pengolahan limbah pada sistem MFC dapat dilihat
melalui analisis limbah seperti BOD, COD, MLSS, MLVSS, TAN, dan Total N.
Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand atau BOD merupakan jumlah miligram oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk menguraikan bahan organik karbon
dalam satu liter air selama lima hari pada suhu 20°C±1°C (BSN 2009). Semakin
banyak bahan organik yang ada di dalam air, semakin sedikit sisa kandungan
oksigen yang terlarut di dalamnya. Analisis BOD merupakan analisis yang
mencoba mendekati secara umum proses-proses mikrobiologis yang terjadi dalam
air. Perubahan nilai BOD ini menandakan bahwa terjadi kecepatan oksidasi
senyawa Hasil analisis BOD limbah cair dalam sistem MFC disajikan pada
Gambar 6.
Gambar 6 Hubungan perubahan nilai akhir BOD setiap perlakuan
terhadap nilai BOD awal limbah cair buatan. = limbah awal;
= limbah akhir.
Berdasarkan gambar 6, terlihat adanya penurunan kadar BOD pada awal dan
akhir pengamatan. Limbah awal sebelum diberikan perlakuan penambahan
lumpur aktif memiliki kadar BOD sebesar 124 ± 5,66 mg/L. Nilai BOD tersebut
menurun setelah limbah diberi lumpur aktif menjadi 37,33 ± 27,23 mg/L dengan
persentase penurunan sebesar 30,11%. Penurunan nilai BOD tersebut
menunjukkan terjadinya proses penguraian senyawa organik. Semakin besar
jumlah bahan organik yang diuraikan maka semakin banyak oksigen yang
digunakan. Bila melihat dari hasil uji statistik, pengaruh perlakuan lumpur aktif
memberikan pengaruh pada kadar BOD limbah. Berdasarkan hasil BOD tersebut,
lumpur aktif yang digunakan mampu menurunkan BOD sesuai dengan baku mutu
BOD limbah cair tepung ikan, yaitu dibawah 100 mg/L (Kementrian Negara
Lingkungan Hidup 2007).
Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang
diperlukan dalam proses kimia di perairan. Pengukuran COD menekankan pada
senyawa-senyawa yang tidak dapat dipecah secara biokimia (Firdus dan
13
Muchlisin 2010).Hasil analisis COD limbah cair dalam sistem MFC disajikan
pada Gambar 7.
Gambar 7 Hubungan perubahan nilai akhir COD setiap perlakuan
terhadap nilai COD awal limbah cair buatan. = limbah awal;
= limbah akhir.
Hasil uji pada Gambar 7 menunjukkan penurunan kadar COD pada limbah
cair perikanan. Limbah awal memiliki kadar COD sebesar 768 ± 66mg/L. Nilai
tersebut menurun pada akhir pengamatan menjadi 456 ± 394,99 mg/L, dengan
persentase penurunan kadar COD sebanyak 59,34% dari limbah awal. Hasil COD
tersebut menunjukkan bahwa lumpur aktif yang digunakan mampu menurunkan
beban limbah cair buatan melalui reaksi metabolik mikroba yang berlangsung
dalam sistem selama proses pengamatan.Pohan (2008) menyatakan bahwa reduksi
COD setelah tiga hari akan mengalami penurunan yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah mikroba yang menghambat kontak antara mikroba dengan
limbah cair sehingga nilai penurunan COD relatif konstan. Berdasarkan hasil uji
statistik t pada taraf nyata 0,05, pemberian lumpur aktif berpengaruh signifikan
terhadap hasil akhir beban limbah.
Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) dan Mixed Liquor Volatil Suspended
Solid (MLVSS)
MLSS atau Total Suspended Solid (TSS) yang berasal dari bak pengendap
lumpur yang menunjukkan padatan tersuspensi baik organik maupun anorganik
yang terkandung pada limbah.Sugiharto (1987) menjelaskan bahwa endapan dari
zat-zat padat yang contohnya diambil dari reaktor aktif air limbah disebut MLSS.
Hasil endapan ini bila dipanaskan pada suhu 600 oC, maka sebagian bahan akan
menguap dan sebagian lagi akan berupa bahan sisa yang sangat kering. Adapun
bahan yang teruapkan dikenal sebagai volatile, sedangkan benda yang tersisa
akibat penguapan disebut fixed. Jika MLSS diuapkan pada suhu 600oC, hasil dari
penguapannya disebut sebagai MLVSS. Hasil uji MLSS dan MLVSS dapat dilihat
pada Gambar 8 dan 9.
14
Gambar 8 Hubungan perubahan nilai akhir MLSS setiap perlakuan
terhadap nilai MLSS awal limbah cair buatan. = limbah awal;
= limbah akhir.
Gambar 9 Hubungan perubahan nilai akhir MLVSS setiap perlakuan
terhadap nilai MLVSS awal limbah cair buatan. = limbah
awal;
= limbah akhir.
Berdasarkan Gambar 8 dan 9, terlihat adanya peningkatan biomassadari
awal hingga akhir pengamatan. Hasil uji pada limbah menunjukkan peningkatan
nilai MLSS sebesar 6.933,33 ± 627,80 mg/L menjadi 7066,67 ± 4196,82 mg/L
dan MLVSS sebesar 5680 ± 56,57 mg/L menjadi 6100 ± 2969,84 mg/L.
Perbedaan nilai antara MLSS dan MLVSS ini menunjukkan bahwa selisih
diantara keduanya adalah material anorganik. Hal ini sesuai pernyataan
Mulyani(2012) yang menyatakan bahwa adanya peningkatan kadar MLSS dan
MLVSS mengindikasikan laju pertumbuhan berjalan dengan baik karena adanya
waktu kontak antara mikroorganisme dalam limbah yang mampu menghilangkan
polutan berkadar organik tinggi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa lumpur aktif
mampu merubah limbah cairorganik menjadi bentuk anorganik atau menjadi
massa sel, sehingga dalam proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif
akan terjadi penurunan senyawa organik dan peningkatan biomassa.Berdasarkan
hasil uji statistik t pada taraf nyata 0,05, perlakuan jumlah penambahan lumpur
aktif memberikan pengaruh terhadap uji ini. Pengaruh semua perlakuan terhadap
perubahan MLSS dan MLVSS adalah signifikan satu sama lain terhadap hasil
akhir beban limbah cair.
15
Total Amonia Nitrogen (TAN)
Kadar amonia merupakan salah satu parameter uji yang dilakukan untuk
menguji baku mutu limbah cair. Penguraian amonia oleh aktifitas mikroba
pengurai menjadi nitrit dan nitrat menjadi salah satu indikator proses penanganan
limbah cair (Jamieson et al. 2003). Hasil uji TAN dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Hubungan perubahan nilai akhir TAN setiap perlakuan
terhadap nilai TAN awal limbah cair buatan.
= limbah
awal;
= limbah akhir.
Hasil uji pada Gambar 10 menunjukkan adanya penurunankandungan
nitrogen amonia dari 2,44 ± 0,07 mg/L menjadi 0,30 ± 0,23 mg/L pada hari ke-6
pengamatan. Penurunan kandungan amonia terjadi karena adanya degradasi
senyawa amonia menjadi nitrit dan nitrat. Penambahan lumpur aktif ke dalam
limbah cair diduga meningkatkan jumlah mikroorganisme termasuk bakteri
nitrifier. Hal ini menunjukkan bahwa flok lumpur aktif merupakan tempat
berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter)
yang dapat merubah amonia menjadi nitrat (Apriyani 2012). Berdasarkan hasil uji
statistik t pada taraf nyata 0,05, perlakuan pemberian lumpur aktif memberikan
pengaruh terhadap uji ini. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan total amonia
nitrogen adalah signifikan satu sama lain.
Total Nitrogen
Limbah cair mengandung kandungan organik yang tinggi. Total nitogen
menunjukkan jumlah total nitrogen organik yang terdapat dalam limbah cair.
Nitrogen di dalam air limbah terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen
amonia yang proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung.
Degradasi material organik limbah cair oleh mikroba melalui nitrifikasi,
denitrifikasi, dan proses lain dapat dilihat melalui jumlah nitrogennya Hasil uji
Total Nitrogen dapat dilihat pada Gambar 11.
16
Gambar 11 Hubungan perubahan nilai akhir Total N setiap perlakuan
terhadap nilai Total N awal limbah cair buatan. = limbah
awal;
= limbah akhir.
Berdasarkan Gambar 11, terlihat adanya penurunan total nitrogen dalam
sistem MFC, yaitu 3464,51 ± 77,61 mg/L pada hari ke-0 menjadi 2136,24 mg/L
pada hari ke-6, dengan persentase penurunan beban limbah sebesar 61%.
Penurunan total nitrogen menunjukkan bahwa pemberian lumpur aktif mampu
mempercepat proses penguraian senyawa nitrogen organik yang terdapat pada
limbah cair. Pada proses ini terjadi konversi amonia menjadi nitrit dan nitrat
dimana proses ini mengakibatkan perubahan bentuk senyawa nitrogen yang
berubah menjadi gas nitrogen. Berdasarkan hasil uji statistik t pada taraf nyata
0,05, perlakuan pemberian lumpur aktif memberikan pengaruh terhadap uji ini.
Pengaruh perlakuan terhadap perubahan total nitrogen adalah signifikan satu sama
lain.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Teknologi Microbial Fuel Cell dapat diterapkan pada limbah cair
perikanan untuk menurunkan beban limbah serta menghasilkan biolistrik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sistem MFC mampu menurunkan rata-rata total N
sebesar 61%, BOD sebesar 30,11%, COD sebesar 59,34%, dan Total Amoia
Nitrogen sebesar 12,45% pada awal hingga akhir pengukuran. Nilai penurunan ini
berbanding terbalik dengan nilai MLSS dan MLVSS yang masing-masing
mengalami peningkatan menjadi 7066,67 mg/L dan 6100 mg/L pada hari terakhir
pengukuran.Pengukuran elektirisitas menunjukkan bahwa elektroda terbaik yang
mampu menghasilkan rataan elektrisitas tertinggi adalah alumunium dan karbon
grafit dengan nilai masing-masing sebesar 0,23 Volt dan 0,19 Volt. Paduan
perlakuan antara alumunium dan karbon grafit ini bila dikombinasikan mampu
menghasilkan rataan elektrisitas yang lebih tinggi sebesar 0,34 Volt. Hasil ini
menunjukkan bahwa apabila dua perlakuan elektroda yang terbaik
dikombinasikan maka akan menghasilkan rataan elektrisitas yang semakin tinggi.
17
Saran
Perlu dilakukan peningkatan sistem MFC dengan penggunaan jenis
elektroda lain dankombinasi perlakuan elektroda yang berbeda jenis pada sistem
yang sama, penggunaanMFC dengan sistem dua bejana, serta penerapan pada
limbah cair perikanan sebenarnya sebagai substrat agar dapat dibandingkan dan
diperoleh sistem MFC terbaik dalam menghasilkan biolistrik.
DAFTAR PUSTAKA
[APHA] American Public Health Association. 1975. Standard Methods for the
Eximination of Water and Wastewater 14th Edition. Washington DC
(US):American Public Health Association,American Water Works
Association,Water Pollution Control Federation.
Alwinsyah R. 2012. Biolistrik limbah cair perikanan dengan teknologi Microbial
Fuel Cell menggunakan jumlah elektroda yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Anwir BS. 1979. Ilmu Bahan Logam Jilid II. Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara.
Apriyani DL.2012. Elektrisitas limbah cair perikanan dengan metode Microbial
Fuel Cell satu bejana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BSN] SNI 6989.72. 2009. Air dan Limbah – Bagian 72: Cara Uji
KebutuhanOksigen Biokimia (Biochemical oxygen demand/BOD). Jakarta
(ID): BadanStandardisasi Nasional
Djaprie S. 1983. Ilmudan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam). Jakarta
(ID): Erlangga.
Firdus, Muchlisin ZA. 2010. Degradation rate of sludge and water quality of septic
tank (water closed) by using starbio and freshwater catfish as biodegradator. Jurnal
Natural 10 (1):1-6.
Ibrahim B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil perikanan
secara biologis dengan lumpur aktif.Buletin Teknologi Hasil Perikanan VIII(1):3141.
Ibrahim B. 2007. Studi penyisihan nitrogen air limbah agroindustri hasil
perikanan secara biologis dengan model dinamik Activated Sludge Model
(ASM)1[disertasi]. Bogor (ID): Sekolah PascaSarjana, InstitutPertanian Bogor.
Ibrahim B, Erungan AC, Heriyanto. 2009. Nilai parameter biokinetika proses
denitrifikasi limbah cair indus