Kinerja Rangkaian Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan
KINERJA RANGKAIAN SERI PADA SISTEM MICROBIAL
FUEL CELL SEBAGAI PENGHASIL BIOLISTRIK DARI
LIMBAH CAIR PERIKANAN
SYEILA ROSMALAWATI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Rangkaian
Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari Limbah
Cair Perikanan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 5 Januari 2014
Syeila Rosmalawati
NIM C34090025
ABSTRAK
SYEILA ROSMALAWATI. Kinerja Rangkaian Seri pada Sistem Microbial
Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan. Dibimbing
oleh BUSTAMI IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH.
Listrik umumnya bersumber dari energi fosil yang merupakan sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Tingginya tingkat pemakaian energi yang tak
terbarukan mendorong ditemukannya sumber energi alternatif baru. Salah satu
teknologi yang dapat menciptakan sumber energi alternatif baru adalah Microbial
Fuel Cell (MFC). MFC adalah sistem yang memanfaatkan bakteri untuk
mengoksidasi bahan organik dan anorganik. Teknologi tersebut dapat
diaplikasikan pada limbah cair, seperti limbah cair perikanan. Tujuan penelitian
ini untuk mengidentifikasi pengaruh kinerja penggunaan rangkaian seri terhadap
elektrisitas listrik yang dihasilkan melalui pemanfaatan limbah cair hasil
perikanan dengan sistem MFC. Hasil elektrisitas selama 120 jam pengamatan
adalah 0,115 V untuk dua bejana, 0,259 V untuk tiga bejana dan 0,534 V untuk
empat bejana yang seluruhnya dirangkaikan secara seri. Hasil uji beban limbah
cair menunjukkan penurunan pada COD, BOD, TAN dan total nitrogen,
sedangkan MLSS dan MLVSS mengalami peningkatan dalam lima hari
pengamatan.
Kata kunci: Limbah cair perikanan, microbial fuel cell, parameter uji limbah,
rangkaian seri.
ABSTRACT
SYEILA ROSMALAWATI. The Performance of Series Circuits in
Microbial Fuel Cell System as Bioelectricity Resource from The Fisheries
Wastewater. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and PIPIH SUPTIJAH.
Electricity is generally sourced from fossil energy that is natural resources and can
nott be renewed. The use of non-renewable energy make us to find a new
alternative energy. One of technologi which can make a new energy resource is
Microbial Fuel Cell (MFC). MFC is a system which uses the bacterium to oxidize
inorganic and organic matters. The technology can apply on wastewater, for
example the wastewater of fisheries. The purpose of this research is to identify
electrical results from performance which use against series circuits on the
fisheries wastewater with MFC system. Electrical potential results during 120
hours observation are 0,115 V was for two vessels, 0,259 V was for three vessels
and 0,534 V was for four vessels which all of vessels arranged into series circuits.
The results test of fisheries wastewater show reduced in COD, BOD, TAN and
total nitrogen, while MLSS and MLVSS increased in five days observations.
Keywords: fisheries wastewater, microbial fuel cell, wastewater analysis, series
circuits.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KINERJA RANGKAIAN SERI PADA SISTEM MICROBIAL
FUEL CELL SEBAGAI PENGHASIL BIOLISTRIK DARI
LIMBAH CAIR PERIKANAN
SYEILA ROSMALAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kinerja Rangkaian Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai
Penghasil Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan
Nama
: Syeila Rosmalawati
NIM
: C34090025
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc
Pembimbing I
Dr Dra Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Kinerja Rangkaian Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai
Penghasil Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan
: Syeila Rosmalawati
Nama
: C34090025
NIM
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr
セュゥ
Ibrahim, MSc
Pembimbing I
_Tanggal Lulus:
I 6 FEB 2D14
Dr Dra Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Mei 2013 hingga September 2013 dengan judul “Kinerja Rangkaian
Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari Limbah
Cair Perikanan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis
ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA
selaku pembimbing.
2. Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji.
3. Staf dosen dan administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4. Bapak Jajang dan Mas Abe dari Laboratorium Ilmu Lingkungan serta Bu
Emma dan Mba Dini dari Laboratorium Biokimia Hasil Perairan.
5. Keluarga tercinta yaitu Mama, Ayah, dan adikku tersayang Reyhan dan Ivania
serta seluruh keluarga atas semangat, doa dan kasih sayang yang diberikan.
6. Indri dan Rafiq, selaku teman seperjuangan.
7. Teman-teman THP 46 yang senantiasa membantu terutama Alam, Rasta, Jamil,
Budi, Galih dan Darsasa yang ikut menginap di Laboratorium Membran saat
penelitian berlangsung.
8. Kakak dan adik kelas THP 44, 45, 47 dan 48 atas kebersamaan, saran, do’a,
kritik serta motivasi yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, 5 Januari 2014
Syeila Rosmalawati
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
METODE ............................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 2
Alat dan Bahan ................................................................................................. 2
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 3
Pembuatan limbah cair buatan .......................................................................... 3
Pembuatan alat MFC ........................................................................................ 4
Pengukuran listrik dan beban limbah cair ......................................................... 4
Analisis limbah cair buatan............................................................................... 5
Chemical oxygen demand (COD) .................................................................. 5
Biological oxygen demand (BOD)................................................................. 5
Total kjeldahl nitrogen (TKN) ...................................................................... 5
Total amonia nitrogen (TAN)........................................................................ 6
Mixed liquor suspended solids (MLSS) ......................................................... 6
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) ....................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 7
Hasil Karakterisasi Limbah Cair Buatan ........................................................... 7
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada Sistem MFC ................................. 8
Analisis chemical oxygen demand (COD) ..................................................... 8
Analisis biological oxygen demand (BOD) ................................................... 9
Analisis total amonia nitrogen (TAN) ........................................................... 9
Analisis total Kjeldahl nitrogen (TKN) ....................................................... 10
Analisis mixed liquor suspended solids (MLSS) dan mixed liquor volatile
suspended solids (MLVSS) ......................................................................... 11
Hasil Pengukuran Elektrisitas Sistem MFC Limbah Cair Perikanan ................ 12
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 15
Simpulan ........................................................................................................ 15
Saran .............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
LAMPIRAN ...................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 21
DAFTAR TABEL
1
2
Karakteristik limbah cair buatan ............................................................... 7
Hasil elektrisitas rangkaian seri............................................................... 14
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Diagram alir tahapan penelitian ................................................................ 3
(a) Desain sistem MFC satu bejana (Liu & Logan 2004); (b) Desain
MFC dengan rangkaian seri ...................................................................... 4
Perubahan nilai COD limbah cair selama dalam sistem MFC .................... 8
Perubahan nilai BOD selama dalam sistem MFC ...................................... 9
Perubahan nilai TAN selama dalam sistem MFC .................................... 10
Perubahan nilai TKN selama dalam sistem MFC .................................... 10
Perubahan nilai MLSS selama dalam sistem MFC .................................. 11
Perubahan nilai MLVSS selama dalam sistem MFC ............................... 12
Nilai elektrisitas rangkaian seri 2 bejana ................................................. 13
Nilai elektrisitas rangkaian seri 3 bejana ................................................. 13
Nilai elektrisitas rangkaian seri 4 bejana ................................................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Data rata-rata elektrisitas sistem MFC selama 5 hari ............................... 19
Data limbah cair perikanan ..................................................................... 20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri perikanan tidak hanya memberikan dampak positif
tetapi juga telah memberikan dampak negatif, yaitu berupa buangan limbah.
Limbah dari hasil kegiatan tersebut dapat berupa limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat terdiri dari bahan anorganik seperti partikel pasir dan organik
seperti pakan ikan. Limbah cair terkandung zat anorganik (terutama n dan p) dan
bahan organik (Priambodo et al. 2011). Limbah cair industri perikanan
mengandung bahan organik yang tinggi, ditandai dengan BOD, TSS dan TKN
yang tinggi. Jika limbah industri perikanan ini dibuang ke perairan umum tanpa
pengolahan terlebih dahulu akan mencemari lingkungan, yaitu menyebabkan bau,
eutrofikasi perairan dan pendangkalan (Ibrahim et al. 2009b). Tingkat pencemaran
limbah cair industri perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan
spesies ikan yang diolah (Ibrahim 2005).
Teknologi pengolahan limbah cair adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah cair yang
dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh pihak-pihak terkait.
Teknologi pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan secara umum terbagi
menjadi tiga metode pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika, pengolahan
secara kimia, dan pengolahan secara biologis (Metcalf dan Eddy 1991).
Tujuan pengolahan limbah cair secara biologis adalah menurunkan
komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai pada batas yang aman
terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroorganisme dan/atau tanaman
(Ibrahim 2005). Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik membuat
biomassa sel baru serta zat-zat organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan
dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya (Oktavia et al. 2012). Salah satu
pengolahan biologis limbah cair dapat dilakukan dengan penambahan lumpur
aktif (Edahwati dan Suprihatin 2009). Lumpur aktif merupakan gumpalan partikel
yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui
proses aerasi (Jenie dan Rahayu 1993). Menurut Suyanto et al. (2010) berbagai
jenis biomassa terdapat melimpah di wilayah Indonesia terutama pada limbah.
Penelitian terkini membuktikan adanya potensi penggunaan limbah cair sebagai
penghasil energi masa depan, khususnya energi listrik.
Salah satu metode dalam pengolahan limbah cair menjadi energi adalah
biofuel cell. Beberapa tipe biofuel cell antara lain microbial fuel cells dan
enzymatic fuel cells (Kim et al. 2002). Microbial Fuel Cell (MFC) adalah sistem
yang memanfaatkan bakteri untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik.
Prinsip kerja sistem MFC adalah bakteri pada bejana memproduksi elektron
kemudian ditransfer ke anoda dan dialirkan ke katoda yang disambungkan oleh
perangkat konduktivitas untuk menghasilkan listrik yang dapat menjalankan alat
(Logan 2008). Mekanisme transfer elektron di anoda MFC adalah isu utama
dalam memahami teori bagaimana MFC bekerja. Mikroba mentransfer elektron
melalui sistem pengangkutan elektron yang baik terdiri dari serangkaian
komponen matriks ekstraseluler bakteri atau bersama-sama dengan transfer
elektron dilarutkan dalam solusi massal (Du et al. 2007). Penggunaan
mikroorganisme dalam biofuel cell dapat menghilangkan isolasi enzim individu
2
sehingga memberikan substrat yang lebih murah untuk bahan bakar sel. Listrik
telah dihasilkan menggunakan sumber energi kebutuhan kompleks termasuk air
limbah (Scott dan Murano 2007). Bakteri di dalam MFC bisa digunakan untuk
memproduksi listrik selama mengonsumsi limbah (Milliken dan May 2007).
Berbagai studi mengenai MFC telah dilakukan. Sistem MFC dilakukan
terhadap elektroda (Cheng et al. 2006), desain reaktor MFC (Liu dan Logan
2004), jenis bakteri yang digunakan (Nimje et al. 2009), dan jenis substrat yang
digunakan (Moon et al. 2006). Sistem MFC telah dikembangkan sebagai
teknologi dalam pengolahan limbah hasil perikanan (You et al. 2009) dan
mengurangi tingkat pencemaran lingkungan perairan (Oh et al. 2010). Jika hal
tersebut dilakukan maka biaya pengolahan limbah dapat ditekan dan dapat
menghasilkan sumber energi listrik baru dengan biaya murah dan ramah
lingkungan.
Penelitian mengenai penggunaan sistem MFC masih terbatas. Banyak
industri yang belum mengetahui tentang sistem MFC dalam pengolahan limbah
cair yang sebenarnya dapat menekan biaya operasional perusahaan tersebut.
Informasi mengenai rangkaian yang dapat digunakan dalam sistem MFC belum
digali secara optimal sehingga hal inilah yang melatarbelakangi dilakukan
penelitian pemanfaatan limbah cair perikanan menggunakan sistem MFC yang
disusun secara rangkaian seri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kinerja penggunaan rangkaian seri terhadap elektrisitas listrik yang dihasilkan
limbah cair perikanan dengan sistem MFC.
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi kinerja rangkaian seri
terhadap sistem MFC yang dihasilkan limbah cair perikanan. Tujuan khusus dari
penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui karakteristik limbah cair perikanan
2. Mengamati nilai elektrisitas sistem MFC dari dua, tiga dan empat bejana yang
dirangkaikan secara seri.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga September 2013
bertempat di Laboratorium Membran, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan,
Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Hasil Perikanan Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Laboratorium Ilmu dan
Nutrisi Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kaca acrylic,
elektroda karbon grafit berbentuk batang, kabel, multimeter digital tipe DT 830B,
3
timbangan digital (Tanita KD 160), Kjeldahl (Labentech), botol Erlenmeyer,
buret, pipet, botol DO, DO meter (Lutron DO5510), aerator, spektrofotometer
(Optima SP-300), oven (Yamato Drying Oven DV 41), tanur (Yamato Muffle
Furnace FM 38), cawan porselen, kompor listrik dan desikator.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain lumpur aktif,
limbah ikan, akuades, K2Cr2O7 0,025 N, H2SO4.Ag2SO4, indikator ferroin, ferrous
ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2], NaOH pekat, asam borat (H3BO3) 4%,
indikator bromcherosol green dan methyl red, HCl, asam hypochlorous, reagen
phenate dan kertas saring Whatman 42.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini teridiri dari 3 tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan limbah
cair buatan (Fauzi et al. 2003 diacu dalam Ibrahim et al. 2009), tahap kedua
adalah pembuatan alat MFC satu bejana mengacu pada Moqsud dan Omine
(2010) yang dimodifikasi dalam peletakan elektroda, dan tahap ketiga adalah
pengukuran listrik dari MFC satu bejana mengacu pada Suyanto et al. (2010) serta
analisis kualitas limbah cair yang terdiri dari analisis chemical oxygen demand
(COD), biological oxygen demand (BOD), total amonia nitrogen (TAN), total
kjeldahl nitrogen (TKN), mixed liquor suspended solids (MLSS) dan mixed liquor
volatile suspended solids (MLVSS). Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.
Pembuatan Limbah cair
perikanan dengan rasio 1:5
Analisis limbah cair perikanan
1. BOD 4. TKN
2. COD 5. MLSS
3. TAN
6. MLVSS
Pembuatan alat Microbial
Fuel Cell (MFC)
1. Pembuatan bejana MFC
2. Pemasukan lumpur aktif dan
limbah cair perikanan buatan
1:10
Pengukuran elektrisitas 1 jam, 5 hari
Analisis limbah cair
perikanan akhir
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.
Pembuatan limbah cair buatan
Limbah cair buatan dibuat menggunakan sisa hasil pengolahan ikan (isi
perut, kulit, dan daging). Pembuatan limbah cair dilakukan berdasarkan penelitian
Ibrahim (2007) yakni limbah potongan daging dan kulit ikan yang diperoleh
4
dicincang, selanjutnya direbus pada air mendidih selama 10 menit dengan rasio
berat ikan (kg) dan volume air (liter) adalah 1:5. Air rebusan disaring untuk
memisahkannya dari padatan dan ampas ikan. Air rebusan yang telah disaring
didiamkan hingga dingin, air siap digunakan untuk dianalisis karakteristiknya.
Analisis karakteristik limbah cair buatan meliputi BOD, COD, TAN, TKN, MLSS
dan MLVSS.
Pembuatan alat MFC
Sistem MFC yang digunakan adalah MFC satu bejana mengacu pada
Moqsud dan Omine (2010) yang dimodifikasi. Bejana yang digunakan terbuat
dari bahan acrylic dengan dimensi 10x7x10 cm. Volume limbah cair yang
digunakan adalah 600 ml. Elektroda yang digunakan adalah karbon grafit
berukuran 7x1x1 cm. Sistem MFC yang digunakan merupakan sistem MFC satu
bejana tanpa membran mengacu pada penelitian Liu dan Logan (2004). Desain
MFC satu bejana yang dirangkaikan secara seri dapat dilihat pada Gambar 2.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah pemberian inokulum dari
lumpur aktif ke dalam bejana yang berisi limbah cair perikanan dengan
perbandingan antara lumpur aktif dan limbah cair sebesar 1:10 mengacu pada
Patil et al. (2009). Jumlah MFC yang dibuat sebanyak 9 buah untuk 3 kali ulangan
yang disusun secara seri dengan dua bejana, tiga bejana dan empat bejana.
(a)
(b)
Gambar 2 (a) Desain sistem MFC satu bejana (Liu & Logan 2004); (b) Desain
MFC dengan rangkaian seri.
Pengukuran listrik dan beban limbah cair
Kedua kabel dihubungkan oleh multimeter. Multimeter diatur untuk
pengukuran tegangan listrik pada skala terkecil terlebih dahulu kemudian nilai
tegangan yang tertera pada layar multimeter diamati setiap jam selama 5 hari
(Suyanto et al. 2010). Pada hari ke 0 (awal) dan 5 (akhir) dilakukan analisis beban
limbah cair yang terdiri dari analisis BOD, COD, TAN dan TKN. Khusus untuk
perlakuan penambahan lumpur aktif dilakukan juga analisis MLSS dan MLVSS.
Setiap analisis dilakukan 3 kali ulangan.
5
Analisis limbah cair buatan
Analisis beban limbah yang dilakukan pada penelitian yaitu Chemical
Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), Total Amonia
Nitrogen (TAN), Total Kjeldahl Nitrogen (TKN), Mixed Liquor Suspended Solids
(MLSS) dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS).
Chemical oxygen demand (COD) (APHA 1975)
Prosedur penentuan parameter COD adalah sampel sebanyak 10 mL
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL K2Cr2O7 0,025 N.
Larutan H2SO4 pekat ditambahkan sebanyak 7,5 mL dan didiamkan selama
kurang lebih 15 menit di dalam ruang asam. Tiga tetes indikator ferroin
ditambahkan dan dititrasi dengan menggunakan larutan ferrous ammonium sulfat
[Fe(NH4)2(SO4)2] 0,2 N. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari
hijau terang menjadi merah terang. Selain itu dilakukan juga titrasi terhadap
blanko. Penentuan COD dilakukan dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
B= Volume titrasi blanko (mL)
S= Volume tittasi sampel (mL)
N= Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2
V= Volume sampel yang digunakan (mL)
Biological oxygen demand (BOD) (APHA 1975)
Sampel diambil sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan diencerkan menggunakan akuades dengan faktor pengenceran 15
dan 20 kali. Sampel tersebut diaerasi selama 10 menit. Sepuluh menit kemudian
pisahkan sampel pada dua botol BOD, satu untuk inkubasi dan botol lainnya
untuk mengukur DO pada larutan sampel. Sampel yang diinkubasi menggunakan
botol BOD tidak boleh terdapat gelembung udara dalam botol BOD tersebut.
Sampel kemudian diinkubasi selama lima hari di tempat gelap pada suhu 20⁰C.
Lima hari kemudian dilakukan pengukuran DO pada sampel yang telah
diinkubasi. Nilai BOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
D1= Nilai DO sampel sebelum inkubasi
D2= Nilai DO sampel setelah inkubasi
P = Volume pengenceran (mL)
Total kjeldahl nitrogen (TKN) (AOAC 2005)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis total nitrogen dengan metode
Kjeldahl terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel dipipet
sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl, lalu
ditambahkan setengah butir kjeltab dan 10 mL H2SO4 pekat secara perlahan ke
dalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410°C
selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening, kemudian
didinginkan. Sampel dari tabung kjeldahl dipindahkan ke labu takar 100 mL untuk
dilakukan pengenceran dengan akuades. Sampel tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 mL NaOH 40% lalu dilakukan
6
destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL yang berisi 10 mL
asam borat (H3BO3) 4%. Destilasi dilakukan sampai larutan asam borat yang
berwarna merah menjadi warna biru dalam waktu ±15 menit. Hasil destilasi
dititrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna merah muda pertama
kalinya. Perhitungan total nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
A = Volume titrasi sampel (mL)
B = Volume titrasi blanko (mL)
C = mL contoh
Fp = Faktor pengenceran
Total amonia nitrogen (TAN) (APHA 1975)
Sampel yang telah didestilasi diambil sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. MnSO4 ditambahkan sebanyak 1 tetes ke dalam tabung
reaksi tersebut. Asam hypochlorous ditambahkan sebanyak 0,5 mL dan reagen
phenate sebanyak 0,6 mL kemudian dilakukan pengocokkan. Perubahan warna
pada larutan sampel akan terjadi karena adanya penambahan reagen tersebut.
Perubahan warna ini akan stabil pada larutan sampel setelah 10 menit sejak reagen
ditambahkan ke larutan sampel. Larutan blanko dan larutan standar dibuat selama
pengukuran ini. Nilai absorban diukur pada larutan blanko menggunakan
spektrofotometer. Panjang gelombang spektrofotometer diatur pada 630 nm dan
nilai total amonia nitrogen sampel akan keluar pada display alat tersebut.
Mixed liquor suspended solids (MLSS) (APHA 1975)
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan jumlah total
suspended solid yang berasal dari sistem MFC satu bejana. Total Suspended Solid
(TSS) merupakan jumlah berat kering dalam mg/L lumpur yang ada dalam air
limbah setelah mengalami penyaringan (Sugiharto 1987).
Kertas saring Whatman 42 dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada
suhu 100–105°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sampel sebanyak 50 mL diambil dengan diaduk terlebih dahulu dan disaring
dengan kertas saring Whatman 42 yang telah disiapkan sebelumnya. Kertas saring
tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 100–105°C selama 2 jam. Kertas
saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Konsentrasi MLSS dalam
sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
A = Berat akhir kertas saring (gr)
B = Berat awal kertas saring (gr)
V = Volume sampel (mL)
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) (APHA 1975)
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) merupakan MLSS
yang telah dipanaskan pada suhu 600°C sehingga benda volatilnya menguap
(Sugiharto 1987). Prosedur penentuan parameter MLVSS adalah cawan porselin
yang akan digunakan dikeringkan dalam tanur selama 10 menit pada suhu 550°C
7
dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring dari uji
MLSS dimasukkan ke dalam cawan porselin dan diletakkan dalam tanur pada
suhu 550°C selama 2 jam. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Bila perlu dilakukan pengulangan proses pengeringan untuk mendapatkan berat
yang konstan. Konsentrasi MLVSS dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
C= Berat awal cawan (gr)
D= Berat akhir cawan (gr)
V= Volume sampel (mL)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakterisasi Limbah Cair Buatan
Setiap industri memiliki limbah yang berbeda dalam jumlah dan mutunya.
Salah satu limbah industri yaitu limbah cair. Limbah cair industri perikanan
umumnya memiliki kandungan organik (protein dan lemak) yang tinggi (Ibrahim
et al. 2009a). Proses pengolahan limbah cair yang efektif dapat dilakukan dengan
mengetahui karakteristik limbah cair. Penelitian ini menggunakan limbah cair
perikanan buatan sebagai pengganti limbah cair industri yang mengacu pada
penelitian Ibrahim (2007). Tujuan penggunaan limbah cair buatan adalah agar
limbah yang digunakan lebih stabil. Proses pembuatan limbah cair berdasarkan
penelitian Ibrahim (2007), yaitu limbah potongan daging dan kulit ikan dicincang
kemudian direbus dengan rasio perbandingan antara berat daging (kg) dengan air
(L) adalah 1:5. Karakteristik limbah cair buatan yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik limbah cair buatan
Parameter Satuan
BOD5
COD
Amonia
Total N
a
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
Limbah cair
buatan
124
768
2,44
3.464,51
Limbah cair
perikanana
184
571
1,7
111
Baku mutu limbah cair
tepung ikanb
100
300
5
-
Sumber: Ibrahim (2007); b Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa limbah cair buatan memiliki
kandungan BOD lebih rendah dibandingkan dengan kandungan limbah cair
penelitian Ibrahim (2007), sedangkan nilai yang lebih tinggi ditunjukkan oleh
COD, total N dan amonia. Hal tersebut menunjukkan bahwa beban kandungan
organik pada limbah cair buatan perlu dikurangi sesuai dengan standar sehingga
diperlukan penambahan lumpur aktif sebagai upaya pengurangan beban limbah
cair. Lumpur aktif merupakan gumpalan partikel yang mengandung campuran
mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui proses aerasi. Prinsip kerja dari
lumpur aktif adalah memanfaatkan mikroorganisme yang dapat menguraikan
8
senyawa organik dalam limbah cair secara aerobik menjadi sumber tenaga, bahan
seluler baru, air dan karbondioksida (Jenie dan Rahayu 1993).
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada Sistem MFC
Beban limbah cair perikanan bervariasi dari setiap industri pengolahannya.
Kontaminan-kontaminan yang ada dalam limbah cair perikanan yang menjadi
beban polusi pada umumnya bersifat fisikokimia maupun campuran dari senyawa
organik (Heriyanto 2006). Proses penambahan lumpur aktif ke dalam sistem MFC
diharapkan mampu meningkatkan proses degradasi limbah cair perikanan dan
listrik yang dihasilkan. Efektifitas sistem MFC dapat dilihat melaui analisis
karakteristik limbah cair perikanan. Parameter karakteristik limbah cair yang
dianalisis antara lain COD, BOD, TAN, TKN, MLSS dan MLVSS.
Analisis chemical oxygen demand (COD)
Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk
meguraikan bahan organik pada air limbah secara kimia. Nilai COD umumnya
lebih tinggi daripada BOD karena beban limbah yang dapat didegradasi secara
biologis juga menjadi bagian yang terukur pada uji COD. Hasil uji COD limbah
cair perikanan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Perubahan nilai COD selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 3 menunjukkan penurunan nilai COD pada limbah cair perikanan
selama proses pengukuran dalam sistem MFC. Limbah awal memiliki kadar COD
sebesar 768 mg/L dan limbah akhir memiliki kadar COD sebesar 384,77±185,63
mg/L. Penurunan yang terjadi sebesar 49,90%. Hal tersebut disebabkan karena
mikroorganisme mendegradasi bahan organik yang terdapat dalam limbah cair.
Penambahan lumpur aktif akan meningkatkan jumlah mikroorganisme yang
terdapat dalam limbah cair sehingga dapat mempercepat proses degradasi
senyawa organik limbah cair. Kadar COD limbah cair perikanan masih di atas
nilai baku mutu limbah cair tepung ikan sebesar 300 mg/L (Kementerian
Lingkungan Hidup 2007). Kadar COD yang masih tinggi menunjukkan bahwa
kandungan organik limbah belum seluruhnya terdegradasi.
9
Analisis biological oxygen demand (BOD)
Nilai BOD limbah cair merupakan analisis jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam waktu
lima hari. BOD menunjukkan derajat kontaminasi dengan cara mengukur jumlah
oksigen untuk mengoksidasi bahan organik melalui metabolisme mikroba aerob
(Gonzales 1996). Hasil uji BOD limbah cair perikanan selama dalam sistem MFC
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Perubahan nilai BOD selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 4 menunjukkan terjadinya penurunan kadar BOD pada limbah
cair perikanan selama proses pengukuran dalam sistem MFC. Limbah cair awal
memiliki kadar BOD sebesar 124 mg/L, sedangkan limbah cair akhir memiliki
kadar BOD sebesar 54,67±14,74 mg/L. Penurunan BOD yang terjadi sebesar
55,91%. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme tumbuh dan berkembang
biak menggunakan bahan organik yang terdapat dalam limbah cair yang didukung
dengan ketersediaan oksigen yang cukup dengan adanya proses pengadukan.
Kementerian Lingkungan Hidup 2007 menetapkan nilai baku mutu limbah cair
tepung ikan sebesar 100 mg/L dan nilai BOD yang diperoleh pada penelitian di
bawah baku mutu tersebut.
Analisis total amonia nitrogen (TAN)
Amonia merupakan indikator penting dalam limbah cair perikanan.
Amonia merupakan bentuk nitrogen dalam limbah cair yang berasal dari
pembusukan senyawa nitrogen. Menurut Jenie dan Rahayu (1993) menyatakan
bahwa kandungan amonia dapat menyebabkan kekurangan oksigen di dalam
perairan. Hasil uji TAN limbah cair perikanan dapat dilihat pada Gambar 5.
10
Gambar 5 Perubahan nilai TAN selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 5 menunjukkan penurunan kadar TAN selama proses pengukuran
dalam sistem MFC. Limbah awal memiliki kadar TAN sebesar 2,44 mg/L,
sedangkan limbah akhir memiliki kadar TAN sebesar 1,38±0,13 mg/L. Penurunan
yang terjadi sebesar 43,37%. Penurunan kadar TAN disebabkan terjadinya proses
nitrifikasi sehingga membutuhkan oksigen yang konstan. Menurut Kristanto
(2002), proses nitrifikasi membutuhkan oksigen sebesar 4,57 gram untuk
mengubah 1 gram ammonia menjadi 1 gram nitrat.
Analisis total kjeldahl nitrogen (TKN)
Gonzalez (1996) menyatakan bahwa nitrogen merupakan nutrien yang
harus diperhatikan karena bila jumlahnya melampaui batas dapat menimbulkan
blooming (pertumbuhan yang melampaui batas) dari alga dan dapat
mempengaruhi ekosistem di lingkungan perairan yang menerima limbah cair
tersebut. Hasil uji total nitrogen pada limbah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Perubahan total kjeldahl nitrogen selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
11
Gambar 6 menunjukkan penurunan nilai total nitrogen selama pengukuran
dalam sistem MFC. Limbah awal memiliki nilai sebesar 3.464,51 mg/L,
sedangkan limbah akhir memiliki nilai 2.136,24 mg/L. Perubahan yang terjadi
pada limbah cair perikanan sebesar 38,34%. Penurunan nilai total nitrogen
disebabkan terjadinya proses penguraian senyawa nitrogen dalam limbah cair.
Namun nilai total nitrogen masih cukup tinggi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
masih terdapatnya kandungan ammonia yang belum teroksidasi dan padatan
tersuspensi yang tersisa di dalam limbah cair. Menurut Metcalf dan Eddy (1991),
metode terbaik yang dapat digunakan untuk meyisihkan nitrogen secara biologis
adalah proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses biologis yang
akan mengoksidasi ammonia menjadi nitrit atau nitrat. Denitrifikasi adalah proses
reduksi nitri dan nitrat dengan hasil akhir berupa gas nitrogen.
Analisis mixed liquor suspended solids (MLSS) dan mixed liquor volatile
suspended solids (MLVSS)
Analisis MLSS merupakan total padatan tersuspensi berupa materi organik
dan anorganik yang terkandung pada limbah yang berasal dari bak pengendap
lumpur. Analisis MLVSS merupakan hasil uji MLSS yang dipanaskan dengan
suhu 600°C untuk mengetahui kandungan organik yang terdapat dalam limbah
cair (Herlambang 2010). Hasil uji MLSS dan MLVSS dapat dilihat pada Gambar
7 dan Gambar 8.
Gambar 7 Perubahan nilai MLSS selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
12
Gambar 8 Perubahan nilai MLVSS selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 7 dan 8 menunjukkan peningkatan nilai MLSS dan MLVSS
selama dalam sistem MFC. Hasil uji limbah awal menunjukkan nilai MLSS
sebesar 2.800±282,84 mg/L dan MLVSS sebesar 2.100±141,42 mg/L. Limbah
akhir menunjukkan nilai MLSS sebesar 5.800±848,53 mg/L, sedangkan MLVSS
sebesar 4.400±565,68 mg/L. MLSS terjadi perubahan sebesar 51,72% dan
perubahan MLVSS sebesar 52,27%. Peningkatan nilai MLSS dan MLVSS karena
semakin lama hari pengamatan maka semakin banyak materi organik yang
terdegradasi oleh mikroorganisme pada lumpur aktif yang memanfaatkannya
sebagai nutrisi untuk pertumbuhan. Menurut Mulyani (2012) menyatakan bahwa
peningkatan nilai MLSS menunjukkan laju pertumbuhan bakteri yang baik karena
terjadi interaksi antara bakteri dalam lumpur dan substrat yang ada.
Hasil Pengukuran Elektrisitas Sistem MFC Limbah Cair Perikanan
Nilai elektrisitas yang dihasilkan oleh sistem MFC diukur menggunakan
multimeter setiap satu jam sekali selama lima hari dalam satuan volt (V). Setiap
bejana dilakukan penambahan lumpur aktif dengan rasio perbandingan antara
lumpur aktif dengan limbah cair perikanan yaitu 1:10 yang mengacu pada Patin et
al. (2009). Pengukuran elektrisitas dilakukan pada setiap rangkaian seri yang
terdiri atas dua bejana, tiga bejana, dan empat bejana. Hasil pengukuran
elektrisitas masing-masing rangkaian seri dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar
10 dan Gambar 11.
13
Gambar 9 Nilai elektrisitas rangkaian seri 2 bejana.
Gambar 10 Nilai elektrisitas rangkaian seri 3 bejana.
Gambar 11 Nilai elektrisitas rangkaian seri 4 bejana.
14
Semua perlakuan baik dua, tiga, maupun empat bejana yang dirangkaikan
secara seri menunjukkan semakin banyak bejana yang dirangkaikan secara seri
maka semakin tinggi nilai elektrisitas yang dihasilkan. Elektrisitas yang dihasilkan
memiliki nilai yang berfluktuasi pada setiap perlakuan. Pada jam ke-0 rata-rata
nilai elektrisitas sebesar 0,009 V pada dua bejana, 0, 31 V pada tiga bejana, dan
0,523 V pada empat bejana. Hasil elektrisitas dari seri dua bejana, tiga bejana dan
empat bejana dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil eletrisitas rangkaian seri
Perlakuan
Seri 2 bejana
Seri 3 bejana
Seri 4 bejana
Voltase
Tertinggi
(V)
0,733
0,713
0,763
Jam ke-
110
49
45
Voltase
Terendah
(V)
0,009
0,02
0,376
Jam ke-
Rata-Rata
(V)
0
90
115
0,1151
0,2595
0,5347
Gambar 9 menunjukkan nilai elektrisitas dua bejana yang disusun secara
seri. Berdasarkan Tabel 2, elektrisitas tertinggi ditunjukkan pada jam ke-110
dengan nilai sebesar 0,733 V dan terendah ditunjukkan pada jam ke-0 dengan
nilai sebesar 0,009 V. Namun pada jam ke-111 nilai elektrisitas mengalami
fluktuasi hingga hari terakhir proses pengukuran. Nilai elektrisitas rata-rata yang
dihasilkan sistem MFC dua bejana selama pengukuran sebesar 0,1151 V.
Gambar 10 menunjukkan nilai elektrisitas tiga bejana yang disusun secara
seri. Berdasarkan Tabel 2, elektrisitas tertinggi ditunjukkan pada jam ke-49
dengan nilai sebesar 0,713 V dan terendah ditunjukkan pada jam ke-90 dengan
nilai sebesar 0,02 V. Elektrisitas mengalami penurunan setelah jam ke-90, namun
elektrisitas mengalami peningkatan kembali pada jam ke-115 hingga hari terakhir
pengukuran. Nilai elektrisitas rata-rata yang dihasilkan sistem MFC tiga bejana
selama lima hari pengukuran sebesar 0,2595 V.
Gambar 11 menunjukkan nilai elektrisitas empat bejana yang disusun
secara seri. Berdasarkan Tabel 2, elektrisitas tertinggi ditunjukkan pada jam ke-45
dengan nilai sebesar 0,763 V, sedangkan elektrisitas terendah ditunjukkan pada
jam ke-115 dengan nilai sebesar 0,376 V. Listrik yang dihasilkan berfluktuasi
mengalami peningkatan dan penurunan di hari terakhir pengukuran. Nilai
elektrisitas rata-rata yang dihasilkan sistem MFC empat bejana selama lima hari
pengukuran sebesar 0,5347 V.
Fluktuasi listrik yang terjadi selama lima hari diduga karena interaksi dan
persaingan yang terjadi antara bakteri di dalam substrat pertumbuhan.
Peningkatan atau penurunan nilai elektrisitas berkaitan dengan elektron yang
dapat berikatan dengan TEA (Terminal Electron Acceptor) seperti oksigen, nitrat,
nitrit, sulfat, dan sebagainya yang berdifusi melalui sel, lalu elektron tersebut
ditangkap oleh anoda dan proton ditangkap oleh katoda yang kemudian
menyebabkan beda potensial sehingga menghasilkan biolistrik (Logan 2008).
Peningkatan nilai elektrisitas yang terukur oleh multimeter kemungkinan terjadi
saat mikroba melakukan pemecahan substrat sederhana yang terdapat di dalam
medium. Penurunan listrik yang terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh
mikroba yang sedang beradaptasi untuk memecah substrat yang lebih kompleks
menjadi sederhana. Peningkatan dan penurunan nilai elektrisitas menunjukkan
15
kedinamisan sistem karena digerakkan oleh makhluk hidup. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Suyanto et al. (2010) bahwa suatu mikroorganisme tertentu
dapat menjadi substrat bagi mikroorganisme lain yang meyebabkan elektron bebas
dan ion H+ tidak dapat dihasilkan secara optimal sehingga elektron yang mengalir
ke katoda menjadi berkurang dan listrik berfluktuasi.
Pengadukan memiliki peran penting dalam sistem MFC dengan
penambahan lumpur aktif karena dapat menjaga kestabilan kelarutan bahan
organik yang dapat digunakan dalam metabolisme mikroorganisme. Menurut
Winaya et al. (2011), bakteri anaerob dan material organik harus dikondisikan
stabil pada suatu lingkungan agar material organik dapat dikonversi menjadi
energi listrik. Lovely (2006) menyatakan bahwa komponen material limbah
merupakan faktor penting dalam perubahan limbah organik menjadi bioenergi
yang dapat menghasilkan listrik.
Listrik yang dihasilkan melalui sistem MFC yang disusun secara seri
umumnya memiliki nilai elektrisitas yang lebih tinggi dibandingkan nilai
elektrisitas sistem MFC yang disusun secara paralel. Penelitian ini menghasilkan
listrik rata-rata 0,1151 V untuk dua bejana, 0,2595 V untuk tiga bejana, dan
0,5347 V untuk empat bejana. Berdasarkan penelitian Alwinsyah (2013) diperoleh
nilai elektrisitas dengan rata-rata 0,2 V pada perlakuan elektroda satu pasang, dua
pasang, tiga pasang, dan empat pasang. Hal ini sesuai dengan penelitian
Aelterman et al. 2006 bahwa sistem MFC yang dihubungkan secara seri bekerja
masing-masing pada arus dan tegangan rata-rata yang ditentukan oleh kinerja
MFC individu. Sistem MFC secara seri tidak akan memberikan densitas kekuatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan MFC individu tetapi MFC seri dapat
menciptakan kemungkinan untuk menghasilkan daya rata-rata tegangan dan arus
yang lebih praktis.
Arus maksimum di sisi lain ditentukan oleh tiga faktor. Pertama, desain
MFC yang menentukan kerugian elektrokimia (misalnya, resistansi internal) dan
keterbatasan transportasi konvektif. Kedua, beban volumetrik yang merupakan
jumlah total elektron dialirkan oleh substrat. Ketiga, jumlah substrat diubah
menjadi listrik (efisiensi Coulomb). Kerugian elektrokimia dalam sistem MFC
dikategorikan sebagai (i) kerugian aktivasi yang dapat diturunkan oleh nanowires,
(ii) kerugian ohmik yang ditentukan oleh resistensi dari elektrolit dan elektroda,
dan (iii) kerugian perpindahan massa yang terjadi karena penurunan reaktan pada
permukaan elektroda (Aelterman et al. 2006).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sistem teknologi Microbial Fuel Cell dengan penambahan lumpur aktif
dapat diterapkan pada limbah cair perikanan untuk menghasilkan biolistrik.
Pengujian karakteristik limbah cair perikanan menghasilkan nilai COD sebesar
768 mg/L, BOD sebesar 124 mg/L, ammonia sebesar 2,44 mg/L dan total nitrogen
sebesar 3.464,51 mg/L.
Penambahan lumpur aktif diketahui dapat menurunkan beban limbah cair
yang dapat dilihat dari penurunan nilai COD, BOD, TAN, dan total N serta
peningkatan nilai MLSS dan MLVSS. Penyusunan rangkaian seri yang digunakan
16
dalam sistem MFC menunjukkan nilai elektrisitas yang lebih optimal dengan ratarata nilai elektrisitas dua bejana yang dirangkaikan seri sebesar 0,1151 V, nilai
elektrisitas tiga bejana yang dirangkaikan seri sebesar 0,2595 V dan 0,5347 V
untuk empat bejana yang dirangkaikan seri.
Saran
Penggunaan MFC dengan sistem dua bejana yang dipisahkan dengan
membran perlu diuji, penggunaan jenis inokulan bakteri sebagai pembanding
dengan lumpur aktif juga dapat digunakan dalam sistem MFC. Uji pengamatan
dengan waktu yang lebih lama perlu dilakukan agar nilai elektrisitas yang
dihasilkan dapat lebih stabil. Sistem MFC dengan volume limbah cair yang tinggi
juga dapat dilakukan pengukuran listriknya agar dapat diketahui besaran voltase
MFC.
DAFTAR PUSTAKA
Aelterman P, Rabaey K, Pham HT, Boon N, Verstraete W. 2006. Continuous
electricity generation at high voltages and currents using stacked microbial
fuel cells. Environmental Science & Technology 40: 3388-3394.
Alwinsyah R. 2013. Biolistrik limbah cair perikanan dengan teknologi microbial
fuel cell menggunakan jumlah elektroda yang berbeda. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical of Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. USA (US):
Published by The Association of Official Analytical of Chemical, Inc.
[APHA] American Public Health Association. 1975. Standar Methods for The
Examination of Water and Wastewater 14th Edition. New York (US):
American Public Health Association.
Cheng S, Liu H, Logan BE. 2006. Increased performance of single-chamber
microbial fuel cell using an improved chatode structure. Electrochemical
Community 8: 489-494.
Du Z, Li H, Gu T. 2007. A state art review on microbial fuel cells: a promising
technology for wastewater treatment and bioenergy. Biotechnology
Advances 25: 464-482.
Edahwati L dan Suprihatin. 2009. Kombinasi proses aerasi, adsorpsi, dan filtrasi
pada pengolahan air limbah industri perikanan. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan 1(2): 79-83.
Gonzales. 1996. Wastewater treatment in fisheries industry. Argentina (AR):
Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Heriyanto. 2006. Pengaruh rasio COD/TKN pada proses denitrifikasi limbah cair
industri perikanan dengan lumpur aktif. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Herlambang A. 2010. Teknologi pengolahan limbah tekstil dengan sistem lumpur
aktif. http://www.kelair.bppt.go.id. [2 September 2013].
17
Ibrahim B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil
perikanan secara biologis dengan lumpur aktif. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan 13(1): 31-40.
Ibrahim B. 2007. Studi penyisihan nitrogen air limbah agroindustri hasil
perikanan secara biologis dengan model dinamik activated sludge model
(ASM) 1. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.
Ibrahim B, Erungan AC, Heriyanto. 2009a. Nilai parameter biokinetika proses
denitrifikasi limbah cair industri perikanan pada rasio COD/TKN yang
berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12(1): 31-45.
Ibrahim B, Suptijah P, Prantommy. 2009b. Pemanfaatan kitosan pada pengolahan
limbah cair industry perikanan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia 12(2): 154-166.
Jenie BSL dan Rahayu WP. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
[Kementerian LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Keputusan
Menteri No. 6 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta (ID): Kementerian
Lingkungan Hidup.
Kim HJ, Park HS, Hyun MSD, Chang IS, Kim M, Kim BH. 2002. A mediatorless microbial fuel cell using a metal reducing bacterium, Schewanella
putreficiens. Enzyme and Microbial Technology 30: 145-152.
Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Liu H, Logan BE. 2004. Electicity generation using an air-chatode single chamber
microbial fuel cell in the presence and absence of a proton exchange
membrane. Environmental Science and Technology 38: 4040-4046.
Logan BE. 2008. Microbial Fuel Cell. United States of America (US): A John
Wiley & Sons Inc.
Lovely DR. 2006. Bug juice: harvesting electricity with microorganisms. Nature
Reviews 4: 497-508.
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse
3rd Edition. Singapore (SG): McGraw Hill Inc.
Milliken CE, May HD. 2007. Sustained generation of electricity by the sporeforming, gram positive, Desulfitobacterium hafniense strain DCB2. Applied
Microbial and Cell Physiology 73: 1180-1189.
Moon H, Chang IS, Kim BH. 2006. Continuous electricity production from
artificial wastewater using a mediator-less microbial fuel cell. Bioresource
Technology 97:621-627.
Mosqud MA, Omine K. 2010. Bio-electricity generation by using organic waste in
Bangladesh. International Journal of Environmental 7: 122-124.
18
Mulyani H. 2012. Pengaruh pre-klorinasi dan pengaturan pH terhadap proses
aklimatisasi dan penurunan COD pengolahan limbah cair tapioca sistem
Anaerobic Baffled Reactor. [Tesis]. Semarang (ID): Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.
Nimje VR, Chen CY, Chen CC, Jean JS, Reddy AS. 2009. Stable and high energy
generation by a strain of Bacillus subtilis in a microbial fuel cell. Journal
Power Sources. in press.
Oh ST, Kim JR, Premier GC, Lee TH, Kim J, Changwon K, Sloan WT. 2010.
Sustainable wastewater treatment: how might microbial fuel cells
contribute. Journal Biotechnology 28:871-881.
Oktavia DA, Mangunwidjaja D, Wibowo S, Sunarti TC, Rahayuningsih M. 2012.
Pengolahan limbah cair perikanan menggunakan konsorsium mikroba
indigenous proteolitik dan lipolitik. AGROINTEK 6(2):65-71.
Patil SA, Surakasi VP, Koul S, Ijmulwar S, Vivek A, Shouche YS, Kapadnis BP.
2009. Electricity generation using chocolate industry wastewater and its
treatment in activated sludge based microbial fuel cell and analysis of
developed microbial community in the anode chamber. Bioresource
Technology 100: 5132-5139.
Priambodo G, Mangkoedihardjo S, Hadi W, Soedjono ES. 2011. Wastewater
treatment strategy for fish processing industry in Kota Pantai Muncar of
Indonesia. International Journal of Academic Research 3(2):93-97.
Scott K, Murano C. 2007. Microbial fuel cells utilizing carbohydrates. Journal of
Chemical Technology and Biotechnology 82:92-100.
Suyanto E, Mayangsari A, Wahyuni A, Zuhro F, Isa S, Sutariningsih SE,
Retnaningrum E. 2010. Pemanfaatan limbah cair domestic IPAL kricak
sebagai substrat generator elektrisitas melalui teknologi Microbial Fuel Cell
ramah lingkungan. Seminar Nasional Biologi di Yogyakarta 24-25
September 2010.
Winaya INS, Sucipta M, Putra
FUEL CELL SEBAGAI PENGHASIL BIOLISTRIK DARI
LIMBAH CAIR PERIKANAN
SYEILA ROSMALAWATI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Rangkaian
Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari Limbah
Cair Perikanan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 5 Januari 2014
Syeila Rosmalawati
NIM C34090025
ABSTRAK
SYEILA ROSMALAWATI. Kinerja Rangkaian Seri pada Sistem Microbial
Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan. Dibimbing
oleh BUSTAMI IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH.
Listrik umumnya bersumber dari energi fosil yang merupakan sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Tingginya tingkat pemakaian energi yang tak
terbarukan mendorong ditemukannya sumber energi alternatif baru. Salah satu
teknologi yang dapat menciptakan sumber energi alternatif baru adalah Microbial
Fuel Cell (MFC). MFC adalah sistem yang memanfaatkan bakteri untuk
mengoksidasi bahan organik dan anorganik. Teknologi tersebut dapat
diaplikasikan pada limbah cair, seperti limbah cair perikanan. Tujuan penelitian
ini untuk mengidentifikasi pengaruh kinerja penggunaan rangkaian seri terhadap
elektrisitas listrik yang dihasilkan melalui pemanfaatan limbah cair hasil
perikanan dengan sistem MFC. Hasil elektrisitas selama 120 jam pengamatan
adalah 0,115 V untuk dua bejana, 0,259 V untuk tiga bejana dan 0,534 V untuk
empat bejana yang seluruhnya dirangkaikan secara seri. Hasil uji beban limbah
cair menunjukkan penurunan pada COD, BOD, TAN dan total nitrogen,
sedangkan MLSS dan MLVSS mengalami peningkatan dalam lima hari
pengamatan.
Kata kunci: Limbah cair perikanan, microbial fuel cell, parameter uji limbah,
rangkaian seri.
ABSTRACT
SYEILA ROSMALAWATI. The Performance of Series Circuits in
Microbial Fuel Cell System as Bioelectricity Resource from The Fisheries
Wastewater. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and PIPIH SUPTIJAH.
Electricity is generally sourced from fossil energy that is natural resources and can
nott be renewed. The use of non-renewable energy make us to find a new
alternative energy. One of technologi which can make a new energy resource is
Microbial Fuel Cell (MFC). MFC is a system which uses the bacterium to oxidize
inorganic and organic matters. The technology can apply on wastewater, for
example the wastewater of fisheries. The purpose of this research is to identify
electrical results from performance which use against series circuits on the
fisheries wastewater with MFC system. Electrical potential results during 120
hours observation are 0,115 V was for two vessels, 0,259 V was for three vessels
and 0,534 V was for four vessels which all of vessels arranged into series circuits.
The results test of fisheries wastewater show reduced in COD, BOD, TAN and
total nitrogen, while MLSS and MLVSS increased in five days observations.
Keywords: fisheries wastewater, microbial fuel cell, wastewater analysis, series
circuits.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KINERJA RANGKAIAN SERI PADA SISTEM MICROBIAL
FUEL CELL SEBAGAI PENGHASIL BIOLISTRIK DARI
LIMBAH CAIR PERIKANAN
SYEILA ROSMALAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kinerja Rangkaian Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai
Penghasil Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan
Nama
: Syeila Rosmalawati
NIM
: C34090025
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc
Pembimbing I
Dr Dra Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Kinerja Rangkaian Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai
Penghasil Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan
: Syeila Rosmalawati
Nama
: C34090025
NIM
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr
セュゥ
Ibrahim, MSc
Pembimbing I
_Tanggal Lulus:
I 6 FEB 2D14
Dr Dra Pipih Suptijah, MBA
Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Mei 2013 hingga September 2013 dengan judul “Kinerja Rangkaian
Seri pada Sistem Microbial Fuel Cell sebagai Penghasil Biolistrik dari Limbah
Cair Perikanan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis
ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA
selaku pembimbing.
2. Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji.
3. Staf dosen dan administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4. Bapak Jajang dan Mas Abe dari Laboratorium Ilmu Lingkungan serta Bu
Emma dan Mba Dini dari Laboratorium Biokimia Hasil Perairan.
5. Keluarga tercinta yaitu Mama, Ayah, dan adikku tersayang Reyhan dan Ivania
serta seluruh keluarga atas semangat, doa dan kasih sayang yang diberikan.
6. Indri dan Rafiq, selaku teman seperjuangan.
7. Teman-teman THP 46 yang senantiasa membantu terutama Alam, Rasta, Jamil,
Budi, Galih dan Darsasa yang ikut menginap di Laboratorium Membran saat
penelitian berlangsung.
8. Kakak dan adik kelas THP 44, 45, 47 dan 48 atas kebersamaan, saran, do’a,
kritik serta motivasi yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, 5 Januari 2014
Syeila Rosmalawati
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
METODE ............................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 2
Alat dan Bahan ................................................................................................. 2
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 3
Pembuatan limbah cair buatan .......................................................................... 3
Pembuatan alat MFC ........................................................................................ 4
Pengukuran listrik dan beban limbah cair ......................................................... 4
Analisis limbah cair buatan............................................................................... 5
Chemical oxygen demand (COD) .................................................................. 5
Biological oxygen demand (BOD)................................................................. 5
Total kjeldahl nitrogen (TKN) ...................................................................... 5
Total amonia nitrogen (TAN)........................................................................ 6
Mixed liquor suspended solids (MLSS) ......................................................... 6
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) ....................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 7
Hasil Karakterisasi Limbah Cair Buatan ........................................................... 7
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada Sistem MFC ................................. 8
Analisis chemical oxygen demand (COD) ..................................................... 8
Analisis biological oxygen demand (BOD) ................................................... 9
Analisis total amonia nitrogen (TAN) ........................................................... 9
Analisis total Kjeldahl nitrogen (TKN) ....................................................... 10
Analisis mixed liquor suspended solids (MLSS) dan mixed liquor volatile
suspended solids (MLVSS) ......................................................................... 11
Hasil Pengukuran Elektrisitas Sistem MFC Limbah Cair Perikanan ................ 12
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 15
Simpulan ........................................................................................................ 15
Saran .............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
LAMPIRAN ...................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 21
DAFTAR TABEL
1
2
Karakteristik limbah cair buatan ............................................................... 7
Hasil elektrisitas rangkaian seri............................................................... 14
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Diagram alir tahapan penelitian ................................................................ 3
(a) Desain sistem MFC satu bejana (Liu & Logan 2004); (b) Desain
MFC dengan rangkaian seri ...................................................................... 4
Perubahan nilai COD limbah cair selama dalam sistem MFC .................... 8
Perubahan nilai BOD selama dalam sistem MFC ...................................... 9
Perubahan nilai TAN selama dalam sistem MFC .................................... 10
Perubahan nilai TKN selama dalam sistem MFC .................................... 10
Perubahan nilai MLSS selama dalam sistem MFC .................................. 11
Perubahan nilai MLVSS selama dalam sistem MFC ............................... 12
Nilai elektrisitas rangkaian seri 2 bejana ................................................. 13
Nilai elektrisitas rangkaian seri 3 bejana ................................................. 13
Nilai elektrisitas rangkaian seri 4 bejana ................................................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Data rata-rata elektrisitas sistem MFC selama 5 hari ............................... 19
Data limbah cair perikanan ..................................................................... 20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri perikanan tidak hanya memberikan dampak positif
tetapi juga telah memberikan dampak negatif, yaitu berupa buangan limbah.
Limbah dari hasil kegiatan tersebut dapat berupa limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat terdiri dari bahan anorganik seperti partikel pasir dan organik
seperti pakan ikan. Limbah cair terkandung zat anorganik (terutama n dan p) dan
bahan organik (Priambodo et al. 2011). Limbah cair industri perikanan
mengandung bahan organik yang tinggi, ditandai dengan BOD, TSS dan TKN
yang tinggi. Jika limbah industri perikanan ini dibuang ke perairan umum tanpa
pengolahan terlebih dahulu akan mencemari lingkungan, yaitu menyebabkan bau,
eutrofikasi perairan dan pendangkalan (Ibrahim et al. 2009b). Tingkat pencemaran
limbah cair industri perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan
spesies ikan yang diolah (Ibrahim 2005).
Teknologi pengolahan limbah cair adalah kunci dalam memelihara
kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah cair yang
dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh pihak-pihak terkait.
Teknologi pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan secara umum terbagi
menjadi tiga metode pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika, pengolahan
secara kimia, dan pengolahan secara biologis (Metcalf dan Eddy 1991).
Tujuan pengolahan limbah cair secara biologis adalah menurunkan
komponen terlarut, khususnya senyawa organik sampai pada batas yang aman
terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroorganisme dan/atau tanaman
(Ibrahim 2005). Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik membuat
biomassa sel baru serta zat-zat organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan
dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya (Oktavia et al. 2012). Salah satu
pengolahan biologis limbah cair dapat dilakukan dengan penambahan lumpur
aktif (Edahwati dan Suprihatin 2009). Lumpur aktif merupakan gumpalan partikel
yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui
proses aerasi (Jenie dan Rahayu 1993). Menurut Suyanto et al. (2010) berbagai
jenis biomassa terdapat melimpah di wilayah Indonesia terutama pada limbah.
Penelitian terkini membuktikan adanya potensi penggunaan limbah cair sebagai
penghasil energi masa depan, khususnya energi listrik.
Salah satu metode dalam pengolahan limbah cair menjadi energi adalah
biofuel cell. Beberapa tipe biofuel cell antara lain microbial fuel cells dan
enzymatic fuel cells (Kim et al. 2002). Microbial Fuel Cell (MFC) adalah sistem
yang memanfaatkan bakteri untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik.
Prinsip kerja sistem MFC adalah bakteri pada bejana memproduksi elektron
kemudian ditransfer ke anoda dan dialirkan ke katoda yang disambungkan oleh
perangkat konduktivitas untuk menghasilkan listrik yang dapat menjalankan alat
(Logan 2008). Mekanisme transfer elektron di anoda MFC adalah isu utama
dalam memahami teori bagaimana MFC bekerja. Mikroba mentransfer elektron
melalui sistem pengangkutan elektron yang baik terdiri dari serangkaian
komponen matriks ekstraseluler bakteri atau bersama-sama dengan transfer
elektron dilarutkan dalam solusi massal (Du et al. 2007). Penggunaan
mikroorganisme dalam biofuel cell dapat menghilangkan isolasi enzim individu
2
sehingga memberikan substrat yang lebih murah untuk bahan bakar sel. Listrik
telah dihasilkan menggunakan sumber energi kebutuhan kompleks termasuk air
limbah (Scott dan Murano 2007). Bakteri di dalam MFC bisa digunakan untuk
memproduksi listrik selama mengonsumsi limbah (Milliken dan May 2007).
Berbagai studi mengenai MFC telah dilakukan. Sistem MFC dilakukan
terhadap elektroda (Cheng et al. 2006), desain reaktor MFC (Liu dan Logan
2004), jenis bakteri yang digunakan (Nimje et al. 2009), dan jenis substrat yang
digunakan (Moon et al. 2006). Sistem MFC telah dikembangkan sebagai
teknologi dalam pengolahan limbah hasil perikanan (You et al. 2009) dan
mengurangi tingkat pencemaran lingkungan perairan (Oh et al. 2010). Jika hal
tersebut dilakukan maka biaya pengolahan limbah dapat ditekan dan dapat
menghasilkan sumber energi listrik baru dengan biaya murah dan ramah
lingkungan.
Penelitian mengenai penggunaan sistem MFC masih terbatas. Banyak
industri yang belum mengetahui tentang sistem MFC dalam pengolahan limbah
cair yang sebenarnya dapat menekan biaya operasional perusahaan tersebut.
Informasi mengenai rangkaian yang dapat digunakan dalam sistem MFC belum
digali secara optimal sehingga hal inilah yang melatarbelakangi dilakukan
penelitian pemanfaatan limbah cair perikanan menggunakan sistem MFC yang
disusun secara rangkaian seri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kinerja penggunaan rangkaian seri terhadap elektrisitas listrik yang dihasilkan
limbah cair perikanan dengan sistem MFC.
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi kinerja rangkaian seri
terhadap sistem MFC yang dihasilkan limbah cair perikanan. Tujuan khusus dari
penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui karakteristik limbah cair perikanan
2. Mengamati nilai elektrisitas sistem MFC dari dua, tiga dan empat bejana yang
dirangkaikan secara seri.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga September 2013
bertempat di Laboratorium Membran, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan,
Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Hasil Perikanan Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Laboratorium Ilmu dan
Nutrisi Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kaca acrylic,
elektroda karbon grafit berbentuk batang, kabel, multimeter digital tipe DT 830B,
3
timbangan digital (Tanita KD 160), Kjeldahl (Labentech), botol Erlenmeyer,
buret, pipet, botol DO, DO meter (Lutron DO5510), aerator, spektrofotometer
(Optima SP-300), oven (Yamato Drying Oven DV 41), tanur (Yamato Muffle
Furnace FM 38), cawan porselen, kompor listrik dan desikator.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain lumpur aktif,
limbah ikan, akuades, K2Cr2O7 0,025 N, H2SO4.Ag2SO4, indikator ferroin, ferrous
ammonium sulfat [Fe(NH4)2(SO4)2], NaOH pekat, asam borat (H3BO3) 4%,
indikator bromcherosol green dan methyl red, HCl, asam hypochlorous, reagen
phenate dan kertas saring Whatman 42.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini teridiri dari 3 tahap. Tahap pertama yaitu pembuatan limbah
cair buatan (Fauzi et al. 2003 diacu dalam Ibrahim et al. 2009), tahap kedua
adalah pembuatan alat MFC satu bejana mengacu pada Moqsud dan Omine
(2010) yang dimodifikasi dalam peletakan elektroda, dan tahap ketiga adalah
pengukuran listrik dari MFC satu bejana mengacu pada Suyanto et al. (2010) serta
analisis kualitas limbah cair yang terdiri dari analisis chemical oxygen demand
(COD), biological oxygen demand (BOD), total amonia nitrogen (TAN), total
kjeldahl nitrogen (TKN), mixed liquor suspended solids (MLSS) dan mixed liquor
volatile suspended solids (MLVSS). Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.
Pembuatan Limbah cair
perikanan dengan rasio 1:5
Analisis limbah cair perikanan
1. BOD 4. TKN
2. COD 5. MLSS
3. TAN
6. MLVSS
Pembuatan alat Microbial
Fuel Cell (MFC)
1. Pembuatan bejana MFC
2. Pemasukan lumpur aktif dan
limbah cair perikanan buatan
1:10
Pengukuran elektrisitas 1 jam, 5 hari
Analisis limbah cair
perikanan akhir
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian.
Pembuatan limbah cair buatan
Limbah cair buatan dibuat menggunakan sisa hasil pengolahan ikan (isi
perut, kulit, dan daging). Pembuatan limbah cair dilakukan berdasarkan penelitian
Ibrahim (2007) yakni limbah potongan daging dan kulit ikan yang diperoleh
4
dicincang, selanjutnya direbus pada air mendidih selama 10 menit dengan rasio
berat ikan (kg) dan volume air (liter) adalah 1:5. Air rebusan disaring untuk
memisahkannya dari padatan dan ampas ikan. Air rebusan yang telah disaring
didiamkan hingga dingin, air siap digunakan untuk dianalisis karakteristiknya.
Analisis karakteristik limbah cair buatan meliputi BOD, COD, TAN, TKN, MLSS
dan MLVSS.
Pembuatan alat MFC
Sistem MFC yang digunakan adalah MFC satu bejana mengacu pada
Moqsud dan Omine (2010) yang dimodifikasi. Bejana yang digunakan terbuat
dari bahan acrylic dengan dimensi 10x7x10 cm. Volume limbah cair yang
digunakan adalah 600 ml. Elektroda yang digunakan adalah karbon grafit
berukuran 7x1x1 cm. Sistem MFC yang digunakan merupakan sistem MFC satu
bejana tanpa membran mengacu pada penelitian Liu dan Logan (2004). Desain
MFC satu bejana yang dirangkaikan secara seri dapat dilihat pada Gambar 2.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah pemberian inokulum dari
lumpur aktif ke dalam bejana yang berisi limbah cair perikanan dengan
perbandingan antara lumpur aktif dan limbah cair sebesar 1:10 mengacu pada
Patil et al. (2009). Jumlah MFC yang dibuat sebanyak 9 buah untuk 3 kali ulangan
yang disusun secara seri dengan dua bejana, tiga bejana dan empat bejana.
(a)
(b)
Gambar 2 (a) Desain sistem MFC satu bejana (Liu & Logan 2004); (b) Desain
MFC dengan rangkaian seri.
Pengukuran listrik dan beban limbah cair
Kedua kabel dihubungkan oleh multimeter. Multimeter diatur untuk
pengukuran tegangan listrik pada skala terkecil terlebih dahulu kemudian nilai
tegangan yang tertera pada layar multimeter diamati setiap jam selama 5 hari
(Suyanto et al. 2010). Pada hari ke 0 (awal) dan 5 (akhir) dilakukan analisis beban
limbah cair yang terdiri dari analisis BOD, COD, TAN dan TKN. Khusus untuk
perlakuan penambahan lumpur aktif dilakukan juga analisis MLSS dan MLVSS.
Setiap analisis dilakukan 3 kali ulangan.
5
Analisis limbah cair buatan
Analisis beban limbah yang dilakukan pada penelitian yaitu Chemical
Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), Total Amonia
Nitrogen (TAN), Total Kjeldahl Nitrogen (TKN), Mixed Liquor Suspended Solids
(MLSS) dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS).
Chemical oxygen demand (COD) (APHA 1975)
Prosedur penentuan parameter COD adalah sampel sebanyak 10 mL
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL K2Cr2O7 0,025 N.
Larutan H2SO4 pekat ditambahkan sebanyak 7,5 mL dan didiamkan selama
kurang lebih 15 menit di dalam ruang asam. Tiga tetes indikator ferroin
ditambahkan dan dititrasi dengan menggunakan larutan ferrous ammonium sulfat
[Fe(NH4)2(SO4)2] 0,2 N. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari
hijau terang menjadi merah terang. Selain itu dilakukan juga titrasi terhadap
blanko. Penentuan COD dilakukan dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
B= Volume titrasi blanko (mL)
S= Volume tittasi sampel (mL)
N= Normalitas Fe(NH4)2(SO4)2
V= Volume sampel yang digunakan (mL)
Biological oxygen demand (BOD) (APHA 1975)
Sampel diambil sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan diencerkan menggunakan akuades dengan faktor pengenceran 15
dan 20 kali. Sampel tersebut diaerasi selama 10 menit. Sepuluh menit kemudian
pisahkan sampel pada dua botol BOD, satu untuk inkubasi dan botol lainnya
untuk mengukur DO pada larutan sampel. Sampel yang diinkubasi menggunakan
botol BOD tidak boleh terdapat gelembung udara dalam botol BOD tersebut.
Sampel kemudian diinkubasi selama lima hari di tempat gelap pada suhu 20⁰C.
Lima hari kemudian dilakukan pengukuran DO pada sampel yang telah
diinkubasi. Nilai BOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
D1= Nilai DO sampel sebelum inkubasi
D2= Nilai DO sampel setelah inkubasi
P = Volume pengenceran (mL)
Total kjeldahl nitrogen (TKN) (AOAC 2005)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis total nitrogen dengan metode
Kjeldahl terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel dipipet
sebanyak 10 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl, lalu
ditambahkan setengah butir kjeltab dan 10 mL H2SO4 pekat secara perlahan ke
dalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410°C
selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening, kemudian
didinginkan. Sampel dari tabung kjeldahl dipindahkan ke labu takar 100 mL untuk
dilakukan pengenceran dengan akuades. Sampel tersebut kemudian dimasukkan
ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 mL NaOH 40% lalu dilakukan
6
destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 mL yang berisi 10 mL
asam borat (H3BO3) 4%. Destilasi dilakukan sampai larutan asam borat yang
berwarna merah menjadi warna biru dalam waktu ±15 menit. Hasil destilasi
dititrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna merah muda pertama
kalinya. Perhitungan total nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
A = Volume titrasi sampel (mL)
B = Volume titrasi blanko (mL)
C = mL contoh
Fp = Faktor pengenceran
Total amonia nitrogen (TAN) (APHA 1975)
Sampel yang telah didestilasi diambil sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. MnSO4 ditambahkan sebanyak 1 tetes ke dalam tabung
reaksi tersebut. Asam hypochlorous ditambahkan sebanyak 0,5 mL dan reagen
phenate sebanyak 0,6 mL kemudian dilakukan pengocokkan. Perubahan warna
pada larutan sampel akan terjadi karena adanya penambahan reagen tersebut.
Perubahan warna ini akan stabil pada larutan sampel setelah 10 menit sejak reagen
ditambahkan ke larutan sampel. Larutan blanko dan larutan standar dibuat selama
pengukuran ini. Nilai absorban diukur pada larutan blanko menggunakan
spektrofotometer. Panjang gelombang spektrofotometer diatur pada 630 nm dan
nilai total amonia nitrogen sampel akan keluar pada display alat tersebut.
Mixed liquor suspended solids (MLSS) (APHA 1975)
Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan jumlah total
suspended solid yang berasal dari sistem MFC satu bejana. Total Suspended Solid
(TSS) merupakan jumlah berat kering dalam mg/L lumpur yang ada dalam air
limbah setelah mengalami penyaringan (Sugiharto 1987).
Kertas saring Whatman 42 dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada
suhu 100–105°C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sampel sebanyak 50 mL diambil dengan diaduk terlebih dahulu dan disaring
dengan kertas saring Whatman 42 yang telah disiapkan sebelumnya. Kertas saring
tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 100–105°C selama 2 jam. Kertas
saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Konsentrasi MLSS dalam
sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
A = Berat akhir kertas saring (gr)
B = Berat awal kertas saring (gr)
V = Volume sampel (mL)
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) (APHA 1975)
Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) merupakan MLSS
yang telah dipanaskan pada suhu 600°C sehingga benda volatilnya menguap
(Sugiharto 1987). Prosedur penentuan parameter MLVSS adalah cawan porselin
yang akan digunakan dikeringkan dalam tanur selama 10 menit pada suhu 550°C
7
dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring dari uji
MLSS dimasukkan ke dalam cawan porselin dan diletakkan dalam tanur pada
suhu 550°C selama 2 jam. Cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Bila perlu dilakukan pengulangan proses pengeringan untuk mendapatkan berat
yang konstan. Konsentrasi MLVSS dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan:
C= Berat awal cawan (gr)
D= Berat akhir cawan (gr)
V= Volume sampel (mL)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Karakterisasi Limbah Cair Buatan
Setiap industri memiliki limbah yang berbeda dalam jumlah dan mutunya.
Salah satu limbah industri yaitu limbah cair. Limbah cair industri perikanan
umumnya memiliki kandungan organik (protein dan lemak) yang tinggi (Ibrahim
et al. 2009a). Proses pengolahan limbah cair yang efektif dapat dilakukan dengan
mengetahui karakteristik limbah cair. Penelitian ini menggunakan limbah cair
perikanan buatan sebagai pengganti limbah cair industri yang mengacu pada
penelitian Ibrahim (2007). Tujuan penggunaan limbah cair buatan adalah agar
limbah yang digunakan lebih stabil. Proses pembuatan limbah cair berdasarkan
penelitian Ibrahim (2007), yaitu limbah potongan daging dan kulit ikan dicincang
kemudian direbus dengan rasio perbandingan antara berat daging (kg) dengan air
(L) adalah 1:5. Karakteristik limbah cair buatan yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik limbah cair buatan
Parameter Satuan
BOD5
COD
Amonia
Total N
a
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
Limbah cair
buatan
124
768
2,44
3.464,51
Limbah cair
perikanana
184
571
1,7
111
Baku mutu limbah cair
tepung ikanb
100
300
5
-
Sumber: Ibrahim (2007); b Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa limbah cair buatan memiliki
kandungan BOD lebih rendah dibandingkan dengan kandungan limbah cair
penelitian Ibrahim (2007), sedangkan nilai yang lebih tinggi ditunjukkan oleh
COD, total N dan amonia. Hal tersebut menunjukkan bahwa beban kandungan
organik pada limbah cair buatan perlu dikurangi sesuai dengan standar sehingga
diperlukan penambahan lumpur aktif sebagai upaya pengurangan beban limbah
cair. Lumpur aktif merupakan gumpalan partikel yang mengandung campuran
mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui proses aerasi. Prinsip kerja dari
lumpur aktif adalah memanfaatkan mikroorganisme yang dapat menguraikan
8
senyawa organik dalam limbah cair secara aerobik menjadi sumber tenaga, bahan
seluler baru, air dan karbondioksida (Jenie dan Rahayu 1993).
Hasil Analisis Limbah Cair Perikanan pada Sistem MFC
Beban limbah cair perikanan bervariasi dari setiap industri pengolahannya.
Kontaminan-kontaminan yang ada dalam limbah cair perikanan yang menjadi
beban polusi pada umumnya bersifat fisikokimia maupun campuran dari senyawa
organik (Heriyanto 2006). Proses penambahan lumpur aktif ke dalam sistem MFC
diharapkan mampu meningkatkan proses degradasi limbah cair perikanan dan
listrik yang dihasilkan. Efektifitas sistem MFC dapat dilihat melaui analisis
karakteristik limbah cair perikanan. Parameter karakteristik limbah cair yang
dianalisis antara lain COD, BOD, TAN, TKN, MLSS dan MLVSS.
Analisis chemical oxygen demand (COD)
Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk
meguraikan bahan organik pada air limbah secara kimia. Nilai COD umumnya
lebih tinggi daripada BOD karena beban limbah yang dapat didegradasi secara
biologis juga menjadi bagian yang terukur pada uji COD. Hasil uji COD limbah
cair perikanan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Perubahan nilai COD selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 3 menunjukkan penurunan nilai COD pada limbah cair perikanan
selama proses pengukuran dalam sistem MFC. Limbah awal memiliki kadar COD
sebesar 768 mg/L dan limbah akhir memiliki kadar COD sebesar 384,77±185,63
mg/L. Penurunan yang terjadi sebesar 49,90%. Hal tersebut disebabkan karena
mikroorganisme mendegradasi bahan organik yang terdapat dalam limbah cair.
Penambahan lumpur aktif akan meningkatkan jumlah mikroorganisme yang
terdapat dalam limbah cair sehingga dapat mempercepat proses degradasi
senyawa organik limbah cair. Kadar COD limbah cair perikanan masih di atas
nilai baku mutu limbah cair tepung ikan sebesar 300 mg/L (Kementerian
Lingkungan Hidup 2007). Kadar COD yang masih tinggi menunjukkan bahwa
kandungan organik limbah belum seluruhnya terdegradasi.
9
Analisis biological oxygen demand (BOD)
Nilai BOD limbah cair merupakan analisis jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam waktu
lima hari. BOD menunjukkan derajat kontaminasi dengan cara mengukur jumlah
oksigen untuk mengoksidasi bahan organik melalui metabolisme mikroba aerob
(Gonzales 1996). Hasil uji BOD limbah cair perikanan selama dalam sistem MFC
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Perubahan nilai BOD selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 4 menunjukkan terjadinya penurunan kadar BOD pada limbah
cair perikanan selama proses pengukuran dalam sistem MFC. Limbah cair awal
memiliki kadar BOD sebesar 124 mg/L, sedangkan limbah cair akhir memiliki
kadar BOD sebesar 54,67±14,74 mg/L. Penurunan BOD yang terjadi sebesar
55,91%. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme tumbuh dan berkembang
biak menggunakan bahan organik yang terdapat dalam limbah cair yang didukung
dengan ketersediaan oksigen yang cukup dengan adanya proses pengadukan.
Kementerian Lingkungan Hidup 2007 menetapkan nilai baku mutu limbah cair
tepung ikan sebesar 100 mg/L dan nilai BOD yang diperoleh pada penelitian di
bawah baku mutu tersebut.
Analisis total amonia nitrogen (TAN)
Amonia merupakan indikator penting dalam limbah cair perikanan.
Amonia merupakan bentuk nitrogen dalam limbah cair yang berasal dari
pembusukan senyawa nitrogen. Menurut Jenie dan Rahayu (1993) menyatakan
bahwa kandungan amonia dapat menyebabkan kekurangan oksigen di dalam
perairan. Hasil uji TAN limbah cair perikanan dapat dilihat pada Gambar 5.
10
Gambar 5 Perubahan nilai TAN selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 5 menunjukkan penurunan kadar TAN selama proses pengukuran
dalam sistem MFC. Limbah awal memiliki kadar TAN sebesar 2,44 mg/L,
sedangkan limbah akhir memiliki kadar TAN sebesar 1,38±0,13 mg/L. Penurunan
yang terjadi sebesar 43,37%. Penurunan kadar TAN disebabkan terjadinya proses
nitrifikasi sehingga membutuhkan oksigen yang konstan. Menurut Kristanto
(2002), proses nitrifikasi membutuhkan oksigen sebesar 4,57 gram untuk
mengubah 1 gram ammonia menjadi 1 gram nitrat.
Analisis total kjeldahl nitrogen (TKN)
Gonzalez (1996) menyatakan bahwa nitrogen merupakan nutrien yang
harus diperhatikan karena bila jumlahnya melampaui batas dapat menimbulkan
blooming (pertumbuhan yang melampaui batas) dari alga dan dapat
mempengaruhi ekosistem di lingkungan perairan yang menerima limbah cair
tersebut. Hasil uji total nitrogen pada limbah dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Perubahan total kjeldahl nitrogen selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
11
Gambar 6 menunjukkan penurunan nilai total nitrogen selama pengukuran
dalam sistem MFC. Limbah awal memiliki nilai sebesar 3.464,51 mg/L,
sedangkan limbah akhir memiliki nilai 2.136,24 mg/L. Perubahan yang terjadi
pada limbah cair perikanan sebesar 38,34%. Penurunan nilai total nitrogen
disebabkan terjadinya proses penguraian senyawa nitrogen dalam limbah cair.
Namun nilai total nitrogen masih cukup tinggi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
masih terdapatnya kandungan ammonia yang belum teroksidasi dan padatan
tersuspensi yang tersisa di dalam limbah cair. Menurut Metcalf dan Eddy (1991),
metode terbaik yang dapat digunakan untuk meyisihkan nitrogen secara biologis
adalah proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrifikasi adalah proses biologis yang
akan mengoksidasi ammonia menjadi nitrit atau nitrat. Denitrifikasi adalah proses
reduksi nitri dan nitrat dengan hasil akhir berupa gas nitrogen.
Analisis mixed liquor suspended solids (MLSS) dan mixed liquor volatile
suspended solids (MLVSS)
Analisis MLSS merupakan total padatan tersuspensi berupa materi organik
dan anorganik yang terkandung pada limbah yang berasal dari bak pengendap
lumpur. Analisis MLVSS merupakan hasil uji MLSS yang dipanaskan dengan
suhu 600°C untuk mengetahui kandungan organik yang terdapat dalam limbah
cair (Herlambang 2010). Hasil uji MLSS dan MLVSS dapat dilihat pada Gambar
7 dan Gambar 8.
Gambar 7 Perubahan nilai MLSS selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
12
Gambar 8 Perubahan nilai MLVSS selama dalam sistem MFC
= Limbah awal = Limbah akhir.
Gambar 7 dan 8 menunjukkan peningkatan nilai MLSS dan MLVSS
selama dalam sistem MFC. Hasil uji limbah awal menunjukkan nilai MLSS
sebesar 2.800±282,84 mg/L dan MLVSS sebesar 2.100±141,42 mg/L. Limbah
akhir menunjukkan nilai MLSS sebesar 5.800±848,53 mg/L, sedangkan MLVSS
sebesar 4.400±565,68 mg/L. MLSS terjadi perubahan sebesar 51,72% dan
perubahan MLVSS sebesar 52,27%. Peningkatan nilai MLSS dan MLVSS karena
semakin lama hari pengamatan maka semakin banyak materi organik yang
terdegradasi oleh mikroorganisme pada lumpur aktif yang memanfaatkannya
sebagai nutrisi untuk pertumbuhan. Menurut Mulyani (2012) menyatakan bahwa
peningkatan nilai MLSS menunjukkan laju pertumbuhan bakteri yang baik karena
terjadi interaksi antara bakteri dalam lumpur dan substrat yang ada.
Hasil Pengukuran Elektrisitas Sistem MFC Limbah Cair Perikanan
Nilai elektrisitas yang dihasilkan oleh sistem MFC diukur menggunakan
multimeter setiap satu jam sekali selama lima hari dalam satuan volt (V). Setiap
bejana dilakukan penambahan lumpur aktif dengan rasio perbandingan antara
lumpur aktif dengan limbah cair perikanan yaitu 1:10 yang mengacu pada Patin et
al. (2009). Pengukuran elektrisitas dilakukan pada setiap rangkaian seri yang
terdiri atas dua bejana, tiga bejana, dan empat bejana. Hasil pengukuran
elektrisitas masing-masing rangkaian seri dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar
10 dan Gambar 11.
13
Gambar 9 Nilai elektrisitas rangkaian seri 2 bejana.
Gambar 10 Nilai elektrisitas rangkaian seri 3 bejana.
Gambar 11 Nilai elektrisitas rangkaian seri 4 bejana.
14
Semua perlakuan baik dua, tiga, maupun empat bejana yang dirangkaikan
secara seri menunjukkan semakin banyak bejana yang dirangkaikan secara seri
maka semakin tinggi nilai elektrisitas yang dihasilkan. Elektrisitas yang dihasilkan
memiliki nilai yang berfluktuasi pada setiap perlakuan. Pada jam ke-0 rata-rata
nilai elektrisitas sebesar 0,009 V pada dua bejana, 0, 31 V pada tiga bejana, dan
0,523 V pada empat bejana. Hasil elektrisitas dari seri dua bejana, tiga bejana dan
empat bejana dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil eletrisitas rangkaian seri
Perlakuan
Seri 2 bejana
Seri 3 bejana
Seri 4 bejana
Voltase
Tertinggi
(V)
0,733
0,713
0,763
Jam ke-
110
49
45
Voltase
Terendah
(V)
0,009
0,02
0,376
Jam ke-
Rata-Rata
(V)
0
90
115
0,1151
0,2595
0,5347
Gambar 9 menunjukkan nilai elektrisitas dua bejana yang disusun secara
seri. Berdasarkan Tabel 2, elektrisitas tertinggi ditunjukkan pada jam ke-110
dengan nilai sebesar 0,733 V dan terendah ditunjukkan pada jam ke-0 dengan
nilai sebesar 0,009 V. Namun pada jam ke-111 nilai elektrisitas mengalami
fluktuasi hingga hari terakhir proses pengukuran. Nilai elektrisitas rata-rata yang
dihasilkan sistem MFC dua bejana selama pengukuran sebesar 0,1151 V.
Gambar 10 menunjukkan nilai elektrisitas tiga bejana yang disusun secara
seri. Berdasarkan Tabel 2, elektrisitas tertinggi ditunjukkan pada jam ke-49
dengan nilai sebesar 0,713 V dan terendah ditunjukkan pada jam ke-90 dengan
nilai sebesar 0,02 V. Elektrisitas mengalami penurunan setelah jam ke-90, namun
elektrisitas mengalami peningkatan kembali pada jam ke-115 hingga hari terakhir
pengukuran. Nilai elektrisitas rata-rata yang dihasilkan sistem MFC tiga bejana
selama lima hari pengukuran sebesar 0,2595 V.
Gambar 11 menunjukkan nilai elektrisitas empat bejana yang disusun
secara seri. Berdasarkan Tabel 2, elektrisitas tertinggi ditunjukkan pada jam ke-45
dengan nilai sebesar 0,763 V, sedangkan elektrisitas terendah ditunjukkan pada
jam ke-115 dengan nilai sebesar 0,376 V. Listrik yang dihasilkan berfluktuasi
mengalami peningkatan dan penurunan di hari terakhir pengukuran. Nilai
elektrisitas rata-rata yang dihasilkan sistem MFC empat bejana selama lima hari
pengukuran sebesar 0,5347 V.
Fluktuasi listrik yang terjadi selama lima hari diduga karena interaksi dan
persaingan yang terjadi antara bakteri di dalam substrat pertumbuhan.
Peningkatan atau penurunan nilai elektrisitas berkaitan dengan elektron yang
dapat berikatan dengan TEA (Terminal Electron Acceptor) seperti oksigen, nitrat,
nitrit, sulfat, dan sebagainya yang berdifusi melalui sel, lalu elektron tersebut
ditangkap oleh anoda dan proton ditangkap oleh katoda yang kemudian
menyebabkan beda potensial sehingga menghasilkan biolistrik (Logan 2008).
Peningkatan nilai elektrisitas yang terukur oleh multimeter kemungkinan terjadi
saat mikroba melakukan pemecahan substrat sederhana yang terdapat di dalam
medium. Penurunan listrik yang terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh
mikroba yang sedang beradaptasi untuk memecah substrat yang lebih kompleks
menjadi sederhana. Peningkatan dan penurunan nilai elektrisitas menunjukkan
15
kedinamisan sistem karena digerakkan oleh makhluk hidup. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Suyanto et al. (2010) bahwa suatu mikroorganisme tertentu
dapat menjadi substrat bagi mikroorganisme lain yang meyebabkan elektron bebas
dan ion H+ tidak dapat dihasilkan secara optimal sehingga elektron yang mengalir
ke katoda menjadi berkurang dan listrik berfluktuasi.
Pengadukan memiliki peran penting dalam sistem MFC dengan
penambahan lumpur aktif karena dapat menjaga kestabilan kelarutan bahan
organik yang dapat digunakan dalam metabolisme mikroorganisme. Menurut
Winaya et al. (2011), bakteri anaerob dan material organik harus dikondisikan
stabil pada suatu lingkungan agar material organik dapat dikonversi menjadi
energi listrik. Lovely (2006) menyatakan bahwa komponen material limbah
merupakan faktor penting dalam perubahan limbah organik menjadi bioenergi
yang dapat menghasilkan listrik.
Listrik yang dihasilkan melalui sistem MFC yang disusun secara seri
umumnya memiliki nilai elektrisitas yang lebih tinggi dibandingkan nilai
elektrisitas sistem MFC yang disusun secara paralel. Penelitian ini menghasilkan
listrik rata-rata 0,1151 V untuk dua bejana, 0,2595 V untuk tiga bejana, dan
0,5347 V untuk empat bejana. Berdasarkan penelitian Alwinsyah (2013) diperoleh
nilai elektrisitas dengan rata-rata 0,2 V pada perlakuan elektroda satu pasang, dua
pasang, tiga pasang, dan empat pasang. Hal ini sesuai dengan penelitian
Aelterman et al. 2006 bahwa sistem MFC yang dihubungkan secara seri bekerja
masing-masing pada arus dan tegangan rata-rata yang ditentukan oleh kinerja
MFC individu. Sistem MFC secara seri tidak akan memberikan densitas kekuatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan MFC individu tetapi MFC seri dapat
menciptakan kemungkinan untuk menghasilkan daya rata-rata tegangan dan arus
yang lebih praktis.
Arus maksimum di sisi lain ditentukan oleh tiga faktor. Pertama, desain
MFC yang menentukan kerugian elektrokimia (misalnya, resistansi internal) dan
keterbatasan transportasi konvektif. Kedua, beban volumetrik yang merupakan
jumlah total elektron dialirkan oleh substrat. Ketiga, jumlah substrat diubah
menjadi listrik (efisiensi Coulomb). Kerugian elektrokimia dalam sistem MFC
dikategorikan sebagai (i) kerugian aktivasi yang dapat diturunkan oleh nanowires,
(ii) kerugian ohmik yang ditentukan oleh resistensi dari elektrolit dan elektroda,
dan (iii) kerugian perpindahan massa yang terjadi karena penurunan reaktan pada
permukaan elektroda (Aelterman et al. 2006).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sistem teknologi Microbial Fuel Cell dengan penambahan lumpur aktif
dapat diterapkan pada limbah cair perikanan untuk menghasilkan biolistrik.
Pengujian karakteristik limbah cair perikanan menghasilkan nilai COD sebesar
768 mg/L, BOD sebesar 124 mg/L, ammonia sebesar 2,44 mg/L dan total nitrogen
sebesar 3.464,51 mg/L.
Penambahan lumpur aktif diketahui dapat menurunkan beban limbah cair
yang dapat dilihat dari penurunan nilai COD, BOD, TAN, dan total N serta
peningkatan nilai MLSS dan MLVSS. Penyusunan rangkaian seri yang digunakan
16
dalam sistem MFC menunjukkan nilai elektrisitas yang lebih optimal dengan ratarata nilai elektrisitas dua bejana yang dirangkaikan seri sebesar 0,1151 V, nilai
elektrisitas tiga bejana yang dirangkaikan seri sebesar 0,2595 V dan 0,5347 V
untuk empat bejana yang dirangkaikan seri.
Saran
Penggunaan MFC dengan sistem dua bejana yang dipisahkan dengan
membran perlu diuji, penggunaan jenis inokulan bakteri sebagai pembanding
dengan lumpur aktif juga dapat digunakan dalam sistem MFC. Uji pengamatan
dengan waktu yang lebih lama perlu dilakukan agar nilai elektrisitas yang
dihasilkan dapat lebih stabil. Sistem MFC dengan volume limbah cair yang tinggi
juga dapat dilakukan pengukuran listriknya agar dapat diketahui besaran voltase
MFC.
DAFTAR PUSTAKA
Aelterman P, Rabaey K, Pham HT, Boon N, Verstraete W. 2006. Continuous
electricity generation at high voltages and currents using stacked microbial
fuel cells. Environmental Science & Technology 40: 3388-3394.
Alwinsyah R. 2013. Biolistrik limbah cair perikanan dengan teknologi microbial
fuel cell menggunakan jumlah elektroda yang berbeda. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical of Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. USA (US):
Published by The Association of Official Analytical of Chemical, Inc.
[APHA] American Public Health Association. 1975. Standar Methods for The
Examination of Water and Wastewater 14th Edition. New York (US):
American Public Health Association.
Cheng S, Liu H, Logan BE. 2006. Increased performance of single-chamber
microbial fuel cell using an improved chatode structure. Electrochemical
Community 8: 489-494.
Du Z, Li H, Gu T. 2007. A state art review on microbial fuel cells: a promising
technology for wastewater treatment and bioenergy. Biotechnology
Advances 25: 464-482.
Edahwati L dan Suprihatin. 2009. Kombinasi proses aerasi, adsorpsi, dan filtrasi
pada pengolahan air limbah industri perikanan. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan 1(2): 79-83.
Gonzales. 1996. Wastewater treatment in fisheries industry. Argentina (AR):
Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Heriyanto. 2006. Pengaruh rasio COD/TKN pada proses denitrifikasi limbah cair
industri perikanan dengan lumpur aktif. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Herlambang A. 2010. Teknologi pengolahan limbah tekstil dengan sistem lumpur
aktif. http://www.kelair.bppt.go.id. [2 September 2013].
17
Ibrahim B. 2005. Kaji ulang sistem pengolahan limbah cair industri hasil
perikanan secara biologis dengan lumpur aktif. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan 13(1): 31-40.
Ibrahim B. 2007. Studi penyisihan nitrogen air limbah agroindustri hasil
perikanan secara biologis dengan model dinamik activated sludge model
(ASM) 1. [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.
Ibrahim B, Erungan AC, Heriyanto. 2009a. Nilai parameter biokinetika proses
denitrifikasi limbah cair industri perikanan pada rasio COD/TKN yang
berbeda. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12(1): 31-45.
Ibrahim B, Suptijah P, Prantommy. 2009b. Pemanfaatan kitosan pada pengolahan
limbah cair industry perikanan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia 12(2): 154-166.
Jenie BSL dan Rahayu WP. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
[Kementerian LH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Keputusan
Menteri No. 6 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta (ID): Kementerian
Lingkungan Hidup.
Kim HJ, Park HS, Hyun MSD, Chang IS, Kim M, Kim BH. 2002. A mediatorless microbial fuel cell using a metal reducing bacterium, Schewanella
putreficiens. Enzyme and Microbial Technology 30: 145-152.
Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Liu H, Logan BE. 2004. Electicity generation using an air-chatode single chamber
microbial fuel cell in the presence and absence of a proton exchange
membrane. Environmental Science and Technology 38: 4040-4046.
Logan BE. 2008. Microbial Fuel Cell. United States of America (US): A John
Wiley & Sons Inc.
Lovely DR. 2006. Bug juice: harvesting electricity with microorganisms. Nature
Reviews 4: 497-508.
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse
3rd Edition. Singapore (SG): McGraw Hill Inc.
Milliken CE, May HD. 2007. Sustained generation of electricity by the sporeforming, gram positive, Desulfitobacterium hafniense strain DCB2. Applied
Microbial and Cell Physiology 73: 1180-1189.
Moon H, Chang IS, Kim BH. 2006. Continuous electricity production from
artificial wastewater using a mediator-less microbial fuel cell. Bioresource
Technology 97:621-627.
Mosqud MA, Omine K. 2010. Bio-electricity generation by using organic waste in
Bangladesh. International Journal of Environmental 7: 122-124.
18
Mulyani H. 2012. Pengaruh pre-klorinasi dan pengaturan pH terhadap proses
aklimatisasi dan penurunan COD pengolahan limbah cair tapioca sistem
Anaerobic Baffled Reactor. [Tesis]. Semarang (ID): Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.
Nimje VR, Chen CY, Chen CC, Jean JS, Reddy AS. 2009. Stable and high energy
generation by a strain of Bacillus subtilis in a microbial fuel cell. Journal
Power Sources. in press.
Oh ST, Kim JR, Premier GC, Lee TH, Kim J, Changwon K, Sloan WT. 2010.
Sustainable wastewater treatment: how might microbial fuel cells
contribute. Journal Biotechnology 28:871-881.
Oktavia DA, Mangunwidjaja D, Wibowo S, Sunarti TC, Rahayuningsih M. 2012.
Pengolahan limbah cair perikanan menggunakan konsorsium mikroba
indigenous proteolitik dan lipolitik. AGROINTEK 6(2):65-71.
Patil SA, Surakasi VP, Koul S, Ijmulwar S, Vivek A, Shouche YS, Kapadnis BP.
2009. Electricity generation using chocolate industry wastewater and its
treatment in activated sludge based microbial fuel cell and analysis of
developed microbial community in the anode chamber. Bioresource
Technology 100: 5132-5139.
Priambodo G, Mangkoedihardjo S, Hadi W, Soedjono ES. 2011. Wastewater
treatment strategy for fish processing industry in Kota Pantai Muncar of
Indonesia. International Journal of Academic Research 3(2):93-97.
Scott K, Murano C. 2007. Microbial fuel cells utilizing carbohydrates. Journal of
Chemical Technology and Biotechnology 82:92-100.
Suyanto E, Mayangsari A, Wahyuni A, Zuhro F, Isa S, Sutariningsih SE,
Retnaningrum E. 2010. Pemanfaatan limbah cair domestic IPAL kricak
sebagai substrat generator elektrisitas melalui teknologi Microbial Fuel Cell
ramah lingkungan. Seminar Nasional Biologi di Yogyakarta 24-25
September 2010.
Winaya INS, Sucipta M, Putra