Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi Dengan Penambahan Pemberian Buah-Buahan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Berat Badan Dan Imt/U Siswa Obes Sdit Bogor.

PENGARUH INTERVENSI PENDIDIKAN GIZI DENGAN PENAMBAHAN
PEMBERIAN BUAH-BUAHAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP
BERAT BADAN DAN IMT/U SISWA OBES SDIT BOGOR

AI KUSTIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Intervensi
Pendidikan Gizi dengan Penambahan Pemberian Buah-Buahan dan Aktivitas
Fisik terhadap Berat Badan dan IMT/U Siswa Obes SDIT Bogor adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Ai Kustiani
NIM I151130271

RINGKASAN
AI KUSTIANI. Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi dengan Penambahan
Pemberian Buah-Buahan dan Aktivitas Fisik terhadap Berat Badan dan IMT/U
Siswa Obes SDIT Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan YAYUK
FARIDA BALIWATI.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian
buah-buahan dan aktivitas fisik pada intervensi pendidikan gizi terhadap berat
badan dan IMT/U siswa obes. Tujuan khusus penelitian yaitu: 1) menganalisis
perbedaan karakteristik subjek dan orang tua, tingkat pengetahuan gizi, kebiasaan
konsumsi buah, sumber asupan serat, dan kebiasaan aktivitas fisik antar kelompok
perlakuan; 2) menganalisis perubahan pengetahuan gizi, asupan serat, aktivitas
fisik, berat badan, dan IMT/U subjek setiap kelompok perlakuan; 3) menganalisis
pengaruh pemberian buah-buahan dan aktivitas fisik pada intervensi pendidikan

gizi terhadap berat badan dan IMT/U subjek. Desain penelitian yaitu kuasi
eksperimental selama 5 minggu. Lokasi penelitian yaitu SDIT Ummul Quro,
SDIT Insan Kamil, dan SDIT Aliya Bogor. Subjek dibagi tiga kelompok
perlakuan berdasarkan sekolahnya. Perlakuan A berupa intervensi pendidikan gizi
dan aktivitas fisik (PG+AF), perlakuan B berupa pendidikan gizi dan buah-buahan
(PG+B) serta perlakuan C berupa pendidikan gizi, aktivitas fisik, dan buahbuahan (PG+AF+B). Intervensi buah-buahan 5 kali/minggu sebanyak 1-2 porsi.
Intervensi aktivitas fisik selama 30 menit setiap 3 kali/minggu. Intervensi
pendidikan gizi selama 30 menit setiap seminggu sekali.
Subjek merupakan siswa kelas 5 dan 6 yang dipilih secara purposif dengan
kriteria inklusi yaitu status gizi obesitas, tidak menderita penyakit yang
mengganggu penelitian, tidak sedang ikut kegiatan serupa, tidak mengonsumsi
suplemen/obat untuk menurunkan berat badan, dan tidak sedang menjalani diet
penurunan berat badan. Jumlah subjek dengan α 5%, β 80%, standar deviasi (sd)
IMT/U 0.34 dan selisih rata-rata (∆) IMT/U yang diinginkan yaitu 0.27 sehingga
jumlah subjek 25 setiap kelompok perlakuan. Penambahan antisipasi drop out
sebesar 15% sehingga jumlah subjek menjadi 30 siswa setiap kelompok perlakuan.
Data primer terdiri dari karakteristik orang tua dan subjek, kebiasaan
konsumsi buah, konsumsi pangan 2x24 jam, aktivitas fisik 2x24 jam, pengetahuan
gizi, dan status gizi. Semua data primer dikumpulkan melalui wawancara
menggunakan kuesioner, termasuk kuesioner recall konsumsi pangan dan Food

Frequency Questionnaire, kecuali data berat badan dan tinggi badan melalui
pengukuran langsung. Data diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2010.
Analisis yang dilakukan yaitu analisis deskriptif dan inferensia menggunakan
program Statistical Product and Service Solution for Windows versi 17. Analisis
data inferensia terdiri dari uji Paired sample t-test, uji One-way Anova, uji
Kruskal Wallis, dan uji Ancova.
Sebagian besar subjek (>50%) berjenis kelamin laki-laki dan berusia 10-12
tahun. Lebih dari 50% subjek memiliki riwayat berat badan lahir normal yaitu
pada rentang 2500-3999 g. Sebanyak 60% subjek kelompok A tidak mendapatkan
ASI eksklusif, dan lebih dari 70% kelompok B dan C mendapatkan ASI eksklusif.
Mayoritas orang tua subjek merupakan lulusan perguruan tinggi dengan

persentase ayah ≥90% dan ibu >70%. Sebagian besar (≥50%) status gizi orang tua
subjek baik ayah maupun ibu pada semua kelompok termasuk kategori BB lebih.
Lima besar jenis buah-buahan yang dikonsumsi subjek adalah jeruk, pepaya,
apel, pisang, dan mangga dan yang paling sering dikonsumsi yaitu jeruk. Sebagian
besar subjek (>50%) pada masing-masing kelompok lebih menyukai buah yang
disajikan dalam bentuk utuh. Kecenderungan subjek dalam mengonsumsi buah
masih rendah karena persentase frekuensi konsumsi buah yang terbesar (≥ 50%)
terdapat pada kategori kurang (1-2x porsi/hari) pada semua kelompok.

Sumber serat terbesar (≥48%) yang dikonsumsi subjek berasal dari serealia
dan olahannya. Sebagian besar subjek (>50%) berada pada kategori asupan serat
5-10 g di semua kelompok. Semua kelompok perlakuan mengalami peningkatan
rata-rata asupan serat setelah diberikan intervensi dengan peningkatan terbesar
terdapat pada kelompok C (0.86 g), kemudian kelompok B (0.73 g), dan
kelompok A (0.39 g).
Kebiasaan aktivitas fisik subjek dinyatakan melalui jumlah waktu yang
digunakan dalam kegiatan berupa screen time, jalan kaki, dan alat transportasi ke
sekolah, yang dibedakan antara hari sekolah dan hari libur. Jumlah waktu screen
time yang digunakan subjek cenderung lebih banyak pada hari libur daripada hari
sekolah. Sebagian besar subjek (>40%) pada semua kelompok melakukan jalan
kaki pada hari sekolah dalam jumlah waktu sedikit yaitu 50%) dari masing-masing kelompok memiliki
tingkat pengetahuan gizi sedang. Pertanyaan mengenai pengertian makanan sehat,
pengertian kegemukan pada anak, dan tujuan olahraga dijawab benar oleh
sebagian besar siswa (≥80%) pada semua kelompok perlakuan. Setelah diberikan
intervensi, nilai pengetahuan gizi dari semua materi yang diberikan mengalami
peningkatan dan sebagian besar telah mencapai kategori baik (>80%).
Penurunan rata-rata berat badan dialami oleh kelompok A dan C yaitu
masing-masing sebesar 0.71 kg dan 0.34 kg. Adapun kelompok B mengalami
kenaikan sebesar 0.6 kg. Semua kelompok perlakuan mengalami penurunan IMT

yang berturut-turut dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu 0.22 pada
kelompok C, 0.20 pada kelompok A, dan 0.13 pada kelompok B.
Karakteristik subjek dan karakteristik orangtua tidak berbeda nyata antar
kelompok perlakuan, kecuali usia dan berat badan lahir. Tidak terdapat perbedaan
yang nyata pada kebiasaan konsumsi buah dan tingkat pengetahuan gizi subjek
antar kelompok perlakuan. Pemberian intervensi dapat meningkatkan rata-rata
asupan serat dengan peningkatan terbesar terdapat pada kelompok C. Kelompok
yang mendapatkan intervensi aktivitas fisik mengalami kenaikan rata-rata
aktivitas fisik dan penurunan rata-rata berat badan. Penurunan IMT dialami oleh
semua kelompok perlakuan dengan penurunan terbesar terdapat pada kelompok C.
Perlakuan intervensi buah-buahan, aktivitas fisik, dan pendidikan gizi
berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat badan, sedangkan terhadap IMT
tidak berpengaruh signifikan.
Kata kunci: berat badan, buah-buahan, IMT, serat, siswa obes

SUMMARY
AI KUSTIANI. The Effects of Fruits and Physical Activity in Nutritional
Education Interventions on Body Weight and BMI of Obese Elementary School
Students in Bogor. Supervised by SITI MADANIJAH and YAYUK FARIDA
BALIWATI.

The general aim of this study was to analyze the effect of fruits, physical
activity, and nutritional education interventions on body weight and BMI of obese
students. The specific objectives of this study were: 1) to analyze differences in
the characteristics of subject and parents, fruit consumption habits and nutritional
knowledge level of subjects between treatment groups; 2) to analyze changes in
fiber intake, physical activity, nutritional knowledge, body weight, and BMI
subjects in each treatment group; 3) to analyze the effect of fruits, physical
activity, and nutritional education interventions on subject’s body weight and
BMI. The study used quasi-experimental design for 5 weeks. The location of the
study were SDIT Ummul Quro, SDIT Insan Kamil, and SDIT Aliya. Subjects
were divided into three treatment groups by school. Group A received nutritional
education and physical activity interventions (PG+AF), Group B nutritional
education and fruits interventions (PG+B), and Group C nutritional education,
physical activity, and fruits interventions (PG+AF+B). Fruits intervention was
given 5 times for week in 1-2 servings, physical activity intervention 30 minutes
every 3 times for week, and nutritional education interventions 30 minutes once
every week.
Subjects were primary school purposively selected using inclusion criteria,
i.e. obese nutritional status of obesity, not suffering from diseases that can
interfere this study, not being involved in similar activities, not taking any

supplements or drugs to lose weight, and not in lose weight diet program. With α
5%, β 80%, BMI standard deviation (sd) 0.34 and BMI average difference (Δ)
desired 0.27, total subjects were determined 25 people per treatment group.
Anticipated drop out of 15% made the number of subjects become 30 students per
treatment group.
Primary data was consisted of characteristics of parents, characteristics of
subjects, fruit consumption habits, food consumption in 2x24 hours, physical
activity in 2x24 hours, nutritional knowledge and nutritional status. All of the
primary data were collected through interviews using questionnaire, including
food consumption recall questionnaires and Food Frequency Questionnaire
(FFQ), except for weight ang height data that were collected using direct
measurement. Inference data analysis consisted of paired sample t-test, one-way
Anova test, Kruskal Wallis test, and Ancova test.
Most of the subjects (>50%) were boys with age of 10-12 years old. More
than 50% of the subjects were of normal birth weight, i.e. ranged from 2,500 to
3,999 g. A total of 60% subjects in group A were not exclusively breastfed while
more than 70% subjects in group B and C were exclusively breastfed. Parents of
subjects were mostly college graduates, i.e. ≥90% for fathers and >70% for
mothers. Most of nutritional status of subjects’ parents (≥50%), both father and
mother, in all groups were categorized as overweight.


Five major types of fruits consumed by subjects were orange, papaya, apple,
banana, and mango with orange as the most frequently consumed fruit. Most
subjects (>50%) in each group preferred fruit served in uncut form. The tendency
of subjects’ fruit consumption was low because the highest percentage of fruits
consumption frequency (≥50%) belonged to low category in all groups.
The largest fiber source (≥48%) consumed by subjects was cereals and its
processed products. Most subjects (>50%) in all groups consumed 5-10 g. Upon
receiving interventions, all treatment group experienced increase in their average
fiber intake with the highest increase belonged to group C (0.86 g), followed by
group B (0.73 g) and group A (0.39 g).
Subjects’ screen time tend to be higher on holiday than school day. Most
subjects (>40%) in all groups did walk 50%) of each group have moderate level of nutritional
knowledge. Questions regarding the definition of healthy foods, definition of
obesity in children, and the purpose of physical activity were answered correctly
by most students (≥80%) in all treatment groups. Upon receiving intervention,
nutritional knowledge on all materials given increased and most of them then
belonged to good category (>80%).
The average decrease of body weight in groups A and C were respectively
0.71 kg and 0.34 kg while group B experienced increase, i.e. 0.6 kg in average.

All treatment groups experienced decrease in BMI, i.e. group C (0.22) as the
highest, followed by group A (0.20), and group B (0.13) as the lowest.
Characteristics of the subjects were not significantly different between
treatment groups, except for age and birth weight characteristics. There was no
significant difference in parents’ characteristics between treatment groups. There
was also no significant difference in subjects’ fruit consumption habits and
nutritional knowledge between treatment groups. The provision of interventions
can increase the average fiber intake with the highest increase belonged to group
C. Group with physical activity intervention experienced increase in average of
physical activity and decrease in average weight. BMI decrease was experienced
by all treatment groups with the highest decrease belonged to group C. Fruits,
physical activity, and nutritional education interventions brought about significant
effect on weight loss, but not for BMI.
Key words: body weight, fruits, BMI, fiber, obese student

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH INTERVENSI PENDIDIKAN GIZI DENGAN PENAMBAHAN
PEMBERIAN BUAH-BUAHAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP
BERAT BADAN DAN IMT/U SISWA OBES SDIT BOGOR

AI KUSTIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Drajat Martianto, MSc

Judul Tesis

Nama
NIM

:

Pengaruh: Intervensi Pendidikan Gizi dengan Penambahan
Pemberian Buah-Buahan dan Aktivitas Fisik terhadap Berat
Badan dan IMT/U Siswa Obes SDIT Bogor
: Ai Kustiani
: I151130271

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS
Ketua

Dr Ir Yayuk F Baliwati, MS
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 1 Juli 2015

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
ini berjudul Pengaruh Intervensi Pendidikan Gizi dengan Penambahan Pemberian
Buah-Buahan dan Aktivitas Fisik terhadap Berat Badan dan IMT/U Siswa Obes
SDIT Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS dan Dr
Ir Yayuk F. Baliwati, MS selaku komisi pembimbing, serta Dr Ir Drajat Martianto
MSc selaku penguji, yang telah banyak memberi saran serta arahannya kepada
penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. Di samping itu, ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada suami, bapak, ibu, guru dan siswa di sekolah
lokasi penelitian, atas segala doa dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Ai Kustiani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

xv
xv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian

1
3
4
4
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Obesitas pada Anak
Pendidikan Gizi
Aktivitas Fisik
Konsumsi Pangan Sumber Serat

4
6
8
10

3 KERANGKA PEMIKIRAN

14

4 METODE
Desain, Waktu, dan Lokasi Penelitian
Jumlah dan Cara Penarikan Subjek
Pelaksanaan Intervensi
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional

16
16
17
18
19
21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Subjek
Karakteristik Orang Tua
Tingkat Pengetahuan Gizi
Konsumsi Pangan
Jenis Buah
Preferensi Penyajian Buah
Sumber Asupan Serat
Aktivitas Fisik
Analisis Pengaruh Intervensi
Pengetahuan Gizi
Asupan Serat
Aktivitas Fisik
Berat Badan
Indeks Massa Tubuh (IMT/U)

22
25
26
28
28
30
32
34
37
37
39
41
43
44

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran

46
46

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1 Hasil penelitian yang terkait dengan intervensi pendidikan gizi,
buah-buahan, dan aktivitas fisik
2 Jenis dan cara pengambilan data
3 Variabel dan kategori penyajian data
4 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik individu
5 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik orang tua
6 Sebaran subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi
7 Sebaran subjek berdasarkan kemampuan menjawab benar pada
setiap pertanyaan pengetahuan gizi
8 Sebaran subjek berdasarkan jenis buah yang dikonsumsi
9 Sebaran subjek berdasarkan preferensi penyajian buah
10 Sebaran subjek berdasarkan frekuensi konsumsi buah
11 Jumlah dan persentase kontribusi setiap golongan bahan makanan
terhadap asupan serat subjek
12 Sebaran subjek berdasarkan kebiasaan aktivitas fisik
13 Rata-rata nilai pengetahuan gizi subjek pada pre dan post intervensi
dan perubahannya
14 Sebaran subjek berdasarkan kategori asupan serat
15 Rata-rata dan perubahan asupan serat total subjek
16 Rata-rata dan perubahan asupan serat dari buah-buahan
17 Sebaran subjek berdasarkan tingkat aktivitas fisik
18 Rata-rata dan perubahan nilai aktivitas fisik subjek
19 Rata-rata dan perubahan berat badan subjek
20 Rata-rata dan perubahan nilai IMT/U subjek

12
19
19
23
25
27
28
29
31
32
33
35
38
39
40
40
41
42
43
44

DAFTAR LAMPIRAN
1 Informed consent
2 Hasil analisis Ancova

57
58

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan sebuah negara sangat bergantung pada kualitas sumber daya
manusia. Hal ini dikarenakan keberhasilan suatu pembangunan salah satunya
diukur dengan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia. Upaya pemenuhan
kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup manusia sangat terkait langsung
dengan pangan dan gizi. Oleh karena itu, investasi di bidang gizi sangat berperan
penting untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan.
Masalah gizi anak usia sekolah di Indonesia saat ini tidak hanya masalah
gizi kurang, tetapi juga masalah gizi lebih atau kegemukan. Prevalensi kegemukan
pada anak-anak secara nasional di Indonesia terus meningkat selama 6 tahun
terakhir. Pada tahun 2007, prevalensi kegemukan pada anak laki-laki dan
perempuan masing-masing sebesar 9.5% dan 6.4% (Balitbangkes 2007). Pada tiga
tahun berikutnya yaitu 2010 meningkat menjadi 10.7% pada laki-laki dan 7.7%
pada perempuan (Balitbangkes 2010). Data terakhir tahun 2013 menunjukkan
bahwa prevalensi kegemukan sebesar 18.8% (Balitbangkes 2013).
Jika diamati berdasarkan provinsi, prevalensi kegemukan pada anak-anak di
Provinsi Jawa Barat masih termasuk tinggi yaitu berturut-turut pada tahun 2007,
2010, dan 2013 sebesar 12%, 8.5%, dan 18.6%. Meskipun dari tahun 2007
mengalami penurunan menjadi 8.5% pada tahun 2010, akan tetapi mengalami
peningkatan yang tinggi pada tahun 2013.
Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi kegemukan anak-anak di perkotaan
lebih tinggi daripada di pedesaan. Data tahun 2007 dan 2010, prevalensi di
perkotaan dan pedesaan masing-masing sebesar 17.7% dan 14.8% serta 10.4%
dan 8.1%. Hal ini juga terlihat pada salah satu kota di Jawa Barat yaitu Kota
Bogor, data Kemenkes (2007) menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak
usia 6-12 tahun di Bogor sebesar 15.4% pada anak laki-laki dan 8.6% pada anak
perempuan. Selain itu, hasil penelitian terbaru Madanijah et al. (2013)
menunjukkan bahwa kegemukan di Kota Bogor sebesar 18.79%.
Menurut Ross (2010), obesitas dapat dicegah dan diperbaiki pada saat usia
sebelum dewasa yaitu masa anak-anak. Hal ini harus dilakukan karena obesitas
akan semakin meningkat risikonya seiring dengan bertambahnya waktu dan
derajat obesitas serta distribusi lemak dalam tubuh. Salah satu intervensi yang
sering dilakukan untuk mengatasi obesitas dalam rangka merubah perilaku
konsumsi pangan dan gizi ke arah yang lebih baik yaitu intervensi pendidikan
gizi. Akan tetapi, berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
intervensi satu komponen berupa pendidikan gizi belum berhasil memperbaiki
status gizi obesitas. Hasil meta analisis Evans et al. (2012) menunjukkan bahwa
program intervensi multikomponen terbukti lebih baik daripada program
intervensi hanya satu komponen saja. Obesitas merupakan masalah kesehatan
multifaktor sehingga penanganan obesitas tidak dapat dilakukan hanya dari satu
komponen saja seperti aspek pengetahuan, tetapi juga harus disertai dengan
penanganan dari aspek lainnya sebagai bentuk dari aplikasi pendidikan gizi yang
diberikan seperti konsumsi pangan dan aktivitas fisik.

2

Pola konsumsi pangan yang sudah banyak berubah ke arah pangan yang
lebih praktis dan tinggi lemak serta rendah serat merupakan salah satu penyebab
terjadinya obesitas pada anak. Hasil penelitian Jhonson (2008) menunjukkan
bahwa rendahnya konsumsi serat berhubungan dengan kejadian obesitas pada
anak. Menurut Jahari dan Sumarno (2001), konsumsi serat penduduk Indonesia
masih kurang dari yang dianjurkan (28-29 g/hari) yaitu hanya 10.5 g/hari. Sumber
serat yang paling banyak dikaitkan dengan obesitas yaitu buah dan sayur. Menurut
Sartika (2011), sayur dan buah merupakan sumber serat yang penting bagi anak
dalam masa pertumbuhan, khususnya berhubungan dengan obesitas. Anak
overweight dan obesitas membutuhkan makanan tinggi serat seperti sayur dan
buah. Orang-orang yang banyak mengonsumsi buah dan sayur memiliki risiko
terkena obesitas yang lebih rendah dan sebaliknya (CDC 2011).
Konsumsi buah dan sayur pada anak-anak masih di bawah standar yang
dianjurkan (Blanchette dan Brug 2005, Janssen et al. 2005). Data Balitbangkes
(2013) menunjukkan bahwa prevalensi penduduk ≥10 tahun yang kurang makan
buah dan sayur secara nasional sebesar 93.5%. Data tersebut tidak terjadi
perubahan yang berarti antara tahun 2007 sampai 2013. Hasil penelitian Sartika
(2011) bahwa sekitar 90% anak Indonesia mengkonsumsi sayur dan buah dengan
ukuran 0.95) (Watson 2009). Obesitas
merupakan kasus kesehatan multifaktor yang dipengaruhi oleh genetik, efisiensi
metabolisme, tingkat aktivitas fisik, asupan makanan, dan faktor lingkungan, serta
psikososial (Mahan dan Stumps 2004). Menurut Berdanier et al. (2008), obesitas
disebabkan karena genetik, lingkungan, dan faktor perilaku yang mempengaruhi
diet dan aktivitas.
Pada anak dan dewasa obes, lemak abdominal yang berlebihan khususnya di
bagian viseral lebih berisiko tinggi terkena penyakit kronis seperti diabetes tipe 2,
hipertensi, dan penyakit arteri koroner daripada kelebihan lemak pada peripheral
atau obesitas yang secara umum diartikan melalui IMT. Dikarenakan pengukuran

5

lemak viseral cukup mahal dan memakan waktu yang lama, direkomendasikan
pengukuran tersebut dilakukan melalui lingkar pinggang. Pengukuran lingkar
pinggang direkomendasikan untuk dilakukan saat mengukur obesitas anak secara
menyeluruh (Berdanier et al. 2008). Adapun Fu et al. (2003) menyarankan
penggunaan indikator untuk obesitas menggunakan indikator khusus populasi
daripada indikator standar internasional. Salah satu contohnya mendefinisikan
bahwa anak Singapura dikatakan obes jika persentase lemak tubuh diatas persentil
95 pada tiap usia dan jenis kelamin kelompok khusus sampel.
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner,
tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, dan beberapa tipe kanker yang termasuk
penyakit kronis. Hampir setengahnya dari peluang terkena berbagai penyakit
tersebut dapat dicegah melalui pencegahan obesitas saat usia sebelum dewasa atau
anak-anak. Hal ini penting dilakukan karena risiko obesitas meningkat seiring
dengan meningkatnya tingkat obesitas, lamanya menjadi obes, serta distribusi
lemak dalam tubuh (Ross 2010). Hal ini juga dikarenakan obesitas dapat terjadi
pada semua usia termasuk anak-anak. Menurut Thompson et al. (2007) bahwa
anak-anak yang mengalami obesitas berisiko mengalami obesitas juga saat dewasa.
Obesitas pada anak usia di atas 6 tahun memiliki kemungkinan lebih tinggi
mengalami obesitas saat dewasa jika salah satu orangtuanya obesitas. Zaldivar et
al. (2006) menemukan bahwa anak yang memiliki kelebihan berat badan
menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel imun dan inflamasi sistemik ringan,
sebuah mekanisme patogenetik yang mendasari komplikasi jangka panjang
obesitas. Oleh karena itu penting untuk menghindar atau memperbaiki obesitas
pada anak.
Obesitas pada anak dapat terjadi karena berbagai faktor baik secara biologis
maupun faktor lingkungan. Stein et al. (2005) menyatakan bahwa kelebihan berat
badan dapat terjadi pada anak yang mengalami gangguan pertumbuhan dan
kurang gizi dalam kandungan dan awal-awal kehidupan. Brown et al. (2011) juga
menjelaskan mengenai waktu kritis anak-anak dalam perkembangan obesitas yaitu
pada saat kehamilan dan awal kehidupan, saat pengembalian IMT menjadi normal
(usia 4-6 tahun) dan remaja.
Prediktor obesitas pada anak juga termasuk lingkungan rumah dan faktor
sosial ekonomi. Parental obesity merupakan faktor yang turut mempengaruhi
obesitas pada anak. Menurut Whitney et al. (2011) bahwa anak-anak dengan
orangtua tidak obes memiliki peluang 10% lebih rendah tidak obesitas saat
dewasa. Selain itu, remaja dengan kelebihan berat badan dan setidaknya satu
orangtua obes memiliki peluang obes 80% pada saat dewasa. Penelitian yang
dilakukan Heude et al. (2005) pada populasi sebanyak 124 keluarga secara kohort
menunjukkan bahwa hubungan antara IMT dan berat ibu dengan berat anak saat
lahir lebih tinggi dengan ibu daripada ayah. Adipositas ibu akan muncul pada
adipositas anak di awal kehidupannya.
Danielzik et al (2004) menyatakan bahwa faktor determinan obesitas pada
anak yaitu keluarga (parental obesity) dan lingkungan. Status sosial ekonomi
yang rendah dan berat lahir yang tinggi merupakan faktor risiko tertinggi
terjadinya overweight dan obesitas pada anak. Zilanawala et al. (2014)
menyatakan bahwa overweight dan obesitas di Inggris bervariasi karena adanya
perbedaan sosial ekonomi, berbagai budaya dan karakteristik keluarga. Berat lahir
berhubungan dengan obesitas, tetapi tidak dengan overweight. He et al. (2000)

6

menyatakan bahwa berat lahir ≥4 kg, asupan makanan tinggi, IMT ibu >25, dan
IMT ayah >25 merupakan faktor risiko signifikan obes pada anak prasekolah di
Cina.
Weyermann et al. (2006) menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan
negatif dengan kejadian kelebihan berat badan pada anak. Hasil penelitiannya
menunjukkan pemberian ASI dalam waktu yang lama dapat mencegah overweight
pada anak. Anak yang diberikan ASI minimal 6 bulan memiliki OR terkena
overweight 0.4 dibandingkan anak yang diberikan ASI paling sedikit 3 bulan.
Adapun berdasarkan waktu ASI eksklusif, anak yang diberi ASI eksklusif
minimal 3 bulan memiliki OR overweight sebesar 0.8 daripada 6 bulan (0.4).
Chaput et al. (2006) menyatakan bahwa persentase overweight/obes pada
laki-laki sebesar 20% dan perempuan 24%. Yoshinaga et al. (2004) menemukan
prevalensi obesitas pada anak usia sekolah meningkat lebih tinggi secara
signifikan pada laki-laki daripada perempuan. Tyrrell et al. (2001) yang
melakukan penelitian pada anak sekolah di Auckland menunjukkan bahwa
sebanyak 14.3% anak termasuk obes menurut IMT (lebih besar dari persentil 95).
Tidak ada perbedaan klinis yang signifikan pada hubungan antara IMT dengan
komposisi tubuh pada kelompok etnis yang berbeda. Hasilnya menunjukkan
adanya variasi tingkat obesitas secara signifikan diantara etnis. Obesitas juga
bervariasi signifikan menurut usia dengan tingkat tertinggi pada anak yang lebih
tua. Selain itu, terdapat perbedaan persentase lemak tubuh yaitu persentase lemak
tubuh lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki secara signifikan. Obesitas
menurut persentase lemak tubuh disini diartikan jika persentase lemak tubuh
>30%.

Pendidikan Gizi
Pendidikan gizi adalah pendidikan mengenai gizi yang meliputi makanan
dan kandungannya yang dibutuhkan manusia (Brown et al. 2011). Menurut
Contento (2011), pendidikan gizi diartikan sebagai kombinasi dari berbagai
bentuk strategi pendidikan, yang didukung lingkungan, didesain untuk
memfasilitasi pemilihan makanan dan perilaku gizi untuk kesehatan dan
kesejahteraan yang disampaikan melalui beberapa cara dan melibatkan kegiatan
pada tingkat individu, institusi, masyarakat, dan tingkat kebijakan. Masyarakat
dan lingkungan yang berkaitan erat diantara keduanya harus saling mendukung.
Pendidikan gizi untuk anak-anak dapat dilakukan terutama pada usia
sekolah karena pada usia ini anak-anak mempelajari gaya hidup sehat yang
diterapkan dalam hidupnya. Sekolah dapat menyajikan lingkungan untuk
pendidikan gizi dan perilaku gaya hidup sehat. Pendidikan gizi telah banyak
diterapkan di sekolah-sekolah dengan fokus pada peningkatan pengetahuan,
kemampuan, dan perilaku anak dalam memilih dan menanggapi isu gizi dan
makanan. Hal ini juga untuk mencegah dan menurunkan penyakit dalam rangka
menjaga kesehatan (Brown et al. 2011).
Pendidikan gizi berbasis sekolah sudah banyak dilaksanakan saat ini. Ada
yang dijadikan kurikulum, guru khusus gizi, profesional gizi, dan ada juga yang
melaksanakan gizi melalui poster. Materi yang diberikan di sekolah-sekolah dapat
berupa aktivitas fisik untuk mendorong hidup aktif dan makan sehat. Materi
ditekankan pada pengurangan kegiatan sedentary dan lebih banyak aktif bergerak

7

untuk mengurangi risiko penyakit kronik dan obesitas serta untuk meningkatkan
kesehatan.
Menurut Contento (2011), pendidikan gizi berperan penting saat ini
dikarenakan faktor lingkungan yang menyediakan makanan tersedia luas, mudah
dan lebih banyak yang densitas energinya tinggi serta aktivitas fisik rendah
sehingga perlu upaya kognitif karena orang-orang sudah terbawa oleh gaya hidup
modern. Perilaku anak-anak dalam belajar mengenai makanan tidak hanya dari
pengalamannya langsung tetapi juga hasil pengamatan dari perilaku teman sebaya
dan orang dewasa termasuk orangtuanya. Parenting practices atau praktik
orangtua dalam mengenalkan makanan terhadap anak-anak dapat mendorong anak
untuk mengonsumsi makanan sehat ataupun sebaliknya. Anak-anak yang
diarahkan pada faktor internal seperti (rasa lapar dan kenyang) akan lebih
memakan makanan dalam jumlah yang tepat daripada anak-anak yang diarahkan
pada faktor eksternal seperti waktu makan atau jumlah makanan sisa di piring.
Kecenderungan perilaku anak-anak dalam mengonsumsi makanan tinggi
lemak yang biasa dipasangkan dengan tinggi gula merupakan faktor biologis
karena rasanya enak. Preferensi terhadap lemak muncul pada masa bayi atau usia
anak-anak. Lemak menjadikan makanan yang berbeda memiliki terkstur yang
berbeda seperti berbagai produk dari susu seperti es krim, kue, yang rasanya enak
dapat meningkatkan palabilitas anak-anak. Makanan yang mengandung lemak
lebih bervariasi, kaya rasa dan densitas energi yang tinggi serta lebih menarik
(Brown et al. 2011).
Preferensi makanan berdampak langsung terhadap asupan anak-anak karena
anak-anak cenderung mengonsumsi makanan yang mereka sukai dan menolak
makanan jika rasa, bau, atau teksturnya tidak suka. Hubungan antara preferensi
rasa dan pemilihan makanan terlihat pada perilaku anak-anak dan saat dewasa
karena adanya pengalaman dan keyakinan dampak makanan terhadap kesehatan,
penampilan, dan yang lainnya. Perilaku pemilihan makanan dapat dimodifikasi
melalui pendidikan gizi yang dihubungkan dengan pengetahuan-pengetahuan
terkait makanan. Perilaku seseorang dalam mengonsumsi makanan juga karena
dipengaruhi oleh pengetahuannnya (Contento 2011).
Asupan makanan dipengaruhi oleh pendapatan melalui kemampuannya
dalam membeli makanan. Pendapatan memiliki dampak marginal yang paling
kuat terhadap perilaku diet yaitu pendapatan tinggi berdampak pada kualitas diet
yang tinggi pula tetapi berpengaruh negatif pada gizi dan kesehatan tubuh. Hal ini
dapat diatasi melalui pendidikan gizi yang efektif jika programnya fokus pada
perilaku pemilihan makanan tertentu, perilaku terkait gizi, atau praktik diet
komunitas yang mempengaruhi kesehatan daripada informasi gizi secara umum.
Lingkungan makanan sekolah berdampak besar pada kualitas pemilihan makanan
dan asupan anak-anak karena anak-anak makan dalam proporsi yang besar di
sekolah. Ketersediaan uang mempengaruhi ketersediaan makanan. Kemakmuran
yang meningkat beriringan dengan meningkatnya penyakit kronis karena
berubahnya pola perilaku makanan ke arah modern (Webb 2008).
Sebuah penelitian yang dilakukan pada remaja Belanda mengenai intervensi
program promosi gizi multikomponen berhasil menurunkan berat badan tetapi
tidak dalam perilaku makan. Penelitian ini ditujukan untuk mempengaruhi
komposisi tubuh, aerobic fitness dengan mempengaruhi perilaku berupa
pengurangan konsumsi minuman manis dan tinggi kalori, menurunkan perilaku

8

sedentary, dan meningkatkan aktivitas fisik (Singh et al. 2007). Burrows et al.
(2008) menyatakan bahwa intervensi selama 6 bulan berhasil memperbaiki asupan
makanan tetapi tidak signifikan diantara berbagai grup (intervensi dan kontrol).
Wall et al. (2012) melakukan intervensi pendidikan gizi yang berhasil
memperbaiki sikap, self efficacy, preferensi, dan pengetahuan mengenai sayur
pada siswa kelas 4. Hasil yang sama juga ditunjukkan dalam penelitian Keihner et
al. (2011) yaitu adanya perbaikan pengetahuan mengenai buah sayur dan aktivitas
fisik setelah diberikan pendidikan gizi berupa kampanye di sekolah.
Menurut Webb (2008), prevalensi obesitas dapat dikurangi melalui
peningkatan aktivitas fisik dan pengurangan asupan lemak. Perubahan perilaku
untuk melakukan hal tersebut harus dilakukan melalui promosi gizi yang juga
bertujuan untuk memberikan pengetahuan gizi (mengedukasi). Gizi, penyiapan
makanan dan semua bentuk pendidikan fisik harus diberikan pada kurikulum
sekolah.
Semua bentuk penanganan obesitas pada anak harus difasilitasi serta
didukung. Intervensi yang dilakukan harus melibatkan keluarga. Anak-anak
obesitas yang akan menurunkan berat badannya memerlukan perhatian dari
orangtua dan ahli kesehatan serta dorongan dari dalam dirinya. Semua lingkungan
yang berada di sekelilingnya harus mendukung terutama peranan keluarga dalam
memodifikasi kebiasaan makan dan meningkatkan aktivitas fisik (Stein et al.
2005). Program yang dilaksanakan juga harus berkelanjutan selama periode
pertumbuhan (Mahan dan Stumps 2004).

Aktivitas Fisik
Menurut definisi WHO (2010), aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh
yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Secara
sederhana, National Heart Foundation of Australia (2013) mengartikan aktivitas
fisik sebagai kegiatan-kegiatan seperti berjalan, berkebun, olahraga, berdansa dan
lain-lain. Aktivitas fisik dibedakan menjadi dua yaitu suatu kegiatan yang
melibatkan otot rangka besar dan kegiatan yang melibatkan otot rangka kecil.
Aktivitas fisik yang melibatkan otot rangka besar membutuhan energi lebih
banyak dan memberikan manfaat yang lebih signifikan untuk kesehatan daripada
aktivitas fisik dengan otot kecil seperti menggambar dan menulis. Aktivitas fisik
juga dibedakan berdasarkan lama waktu, intensitas, dan frekuensinya menjadi 6
macam yaitu aerobik, anaerobik, gaya hidup, permainan aktivitas fisik, olahraga,
dan weight-bearing.
Aktivitas fisik dapat diukur menggunakan kuesioner karena alatnya mudah
dan tidak mahal. Pengukuran ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai tingkat aktivitas seseorang. Akan tetapi cara pengukuran menggunakan
kuesioner memiliki kelemahan yaitu kondisi subjek pada saat diwawancara dapat
menjawab overestimate atau cenderung meningkatkan tingkat aktivitas mereka
sehingga tampak lebih aktif. Metode ini juga memiliki bias jika subjek lebih
mengingat beberapa kegiatan dari yang lain sehingga terdapat kegiatan yang
terlewat atau lamanya kegiatan yang tidak tepat (Miles 2007).
Salah satu cara pengukuran aktivitas fisik yaitu dinyatakan dalam PAL
(Physical Activity Level) yang diartikan sebagai rasio dari total energi yang

9

dikeluarkan dengan BMR (Basal Metabolic Rate) dan ditunjukkan melalui gaya
hidupnya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan aktivitas fisik ringan di
tempat kerjanya dan tidak aktif dalam waktu luangnya maka memiliki PAL 1.4
(Miles 2007). WHO (2004) membagi tingkat aktivitas fisik (PAL) menjadi tiga
yaitu ringan untuk nilai PAL 1.4-1.69, sedang untuk nilai PAL 1.7-1.99, dan berat
untuk nilai PAL 2-2.4.
Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh. Aktivitas
fisik minimal 30 menit dengan intensitas sedang setiap hari dapat memperbaiki
kesehatan di segala usia. Aktivitas fisik sedang yang dilakukan secara teratur
seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berolahraga bermanfaat signifikan untuk
kesehatan seperti mengurangi resiko penyakit jantung, diabetes, kanker usus besar,
depresi, dan lain-lain. Aktivitas fisik juga bermanfaat untuk membantu
mengontrol berat badan. Anak usia 5-17 tahun disarankan minimal beraktivitas
fisik sedang selama 60 menit tiap hari serta aerobik dengan frekuensi minimal 3
kali/minggu untuk meningkatkan kekuatan otot dan tulang (WHO 2010).
Peningkatan aktivitas fisik sangat penting dalam program pengaturan berat
badan anak. Aktivitas fisik berupa berlebihan dalam menonton TV atau duduk di
depan komputer atau game screen (bermain game) harus dirubah menjadi
aktivitas yang lebih banyak mengunakan energi untuk mencapai penurunan berat
badan. Salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas fisik di tingkat komunitas
seperti berbasis sekolah yaitu melalui peningkatan aktivitas di luar kelas seperti
modifikasi permainan sehingga siswa menjadi lebih aktif bergerak. Peningkatan
aktivitas fisik berbasis sekolah terbukti efektif dalam meningkatkan tingkat
aktivitas fisik (Kahn et al. 2013).
Hasil penelitian Friedrich et al. (2012) yang melakukan intervensi aktivitas
fisik dan digabungkan dengan pendidikan gizi lebih memiliki dampak positif
terhadap penurunan IMT pada anak usia sekolah daripada intervensi masingmasing. Haerens (2006) juga menunjukkan adanya penurunan IMT dan z-skor
IMT pada perempuan, tetapi tidak pada laki-laki, dalam intervensi aktivitas fisik
dan makanan sehat yang didorong lingkungan terutama orangtua selama 2 tahun.
Fariasa et al. (2014) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa intervensi
aktivitas fisik selama setahun pada anak usia 15-17 tahun berdampak positif pada
penurunan persentase lemak tubuh (-5.58%) dan lingkar pinggang (-2.33 cm).
Singhal et al. (2010) menyatakan bahwa intervensi gizi multikomponen dan
pendidikan gaya hidup berhasil memperbaiki pengetahuan gizi, praktik gaya
hidup dan kebiasaan makan, dan penurunan lingkar pinggang, diameter abdominal,
waist hip ratio, dan glukosa darah puasa pada remaja India. Keberhasilan
intervensi multikomponen (multi program) juga dibuktikan oleh Morano et al.
(2013) yang berhasil memperbaiki IMT dan tingkat aktivitas fisik anak-anak obes
setelah diberikan perlakuan berupa gaya hidup aktif dengan meningkatkan
kompetensi gerak aktual.
Penanganan atau manajemen obesitas pada anak dapat dilakukan melalui
pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, olahraga, dan modifikasi perilaku.
Aktivitas fisik anak-anak harus diubah (menonton TV dan komputer) karena
menurut Webb (2008), anak yang tidak aktif lebih banyak memiliki lemak
daripada yang aktif. American Academy of Pediatrics menyarankan bahwa waktu
menonton TV dan video untuk anak-anak maksimum 2 jam/hari.

10

Aktivitas fisik anak dengan jam tidur sebanyak 10.5-11.5 jam memiliki OR
overweight dan obes sebesar 1.42 dan 3.45 untuk anak dengan jam tidur 8-10 jam
setelah mempertimbangan faktor risiko usia, jenis kelamin, dan faktor risiko
lainnya. Parental obesity, tingkat pendidikan orangtua yang rendah, total
pendapatan keluarga yang rendah, waktu menonton TV yang lama, penggunaan
video games atau komputer, tidak diberikan ASI dan aktivitas fisik rendah
berhubungan signifikan dengan overweight dan obesitas pada anak. Hubungan
negatif ditemukan antara durasi tidur dengan berat badan, IMT, dan lingkar
pinggang pada laki-laki. Hubungan terbalik (inverse) juga ditemukan antara durasi
tidur dengan risiko overweight dan obesitas pada anak (Chaput et al. 2006).

Konsumsi Pangan Sumber Serat
Konsumsi pangan diartikan sebagai pola pangan baik dalam bentuk jenis,
jumlah, frekuensi, proporsi pangan yang dikonsumsi atau susunan/komposisi
pangan. Konsumsi pangan merupakan salah satu komponen kebiasaan makan.
Selain konsumsi pangan, tiga komponen kebiasaan makan lainnya yaitu preferensi
terhadap pangan, ideologi atau pengetahuan terhadap pangan, dan sosiobudaya
pangan.
Pangan sumber serat merupakan bahan pangan yang mengandung serat
minimal 3g/100 g (BPOM 2011). Pangan sumber serat dapat berasal dari berbagai
golongan bahan makanan terutama serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan,
sayur-sayuran, dan buah-buahan. Pangan sumber serat dari jenis buah-buahan
diantaranya yaitu kedondong, sawo, sirsak, jambu biji, mangga indramayu, pisang,
jambu air , mangga gedong, kelengkeng, dan mangga harum manis.
Serat merupakan rantai molekul gula yang bercabang yang menjadi stuktur
tanaman. Serat tidak dapat dicerna manusia karena tidak memiliki enzim
pemecahnya. Serat secara umum seperti spons yang berfungsi menyerap air ketika
bergerak melalui saluran pencernaan sehingga menjadikan tinja lunak dan mudah
bagi usus untuk mengeluarkannya dari tubuh. Serat pangan terdiri dari dua macam
yaitu larut dan tidak larut. Serat larut terdapat pada gandum, jeruk, apel, kacangkacangan. Serat larut menyerap air lebih banyak dan membantu melembutan tinja.
Serat larut juga dapat mengurangi kolesterol dan gula darah, yang merupakan
faktor penting dalam mencegah dan mengobat penyakit jantung dan diabetes.
Adapun serat tidak larut ditemukan pada biji-bijian dan tepung biji-bijian, dedak
gandum, dan sayuran. Serat ini tidak banyak menyerap air tetapi memudahkan
tinja untuk keluar. Serat ini dapat mengurangi konstipasi, wasir, dan penyakit
diverticular (Colorado WIC Program 2011).
Serat banyak dikaitkan dengan masalah usus seperti konstipasi, penyakit
diverticular, appendicitis, hemoroid, dan kanker kolon serta rektum. Diet tinggi
serat dapat menjaga dari kanker usus dan penyakit usus lainnya. Kelompok
vegetarian dan populasi diet rendah daging dan lemak serta tinggi sayur memiliki
angka kanker usus yang rendah (Webb 2008).
Menurut Whitney et al.(2011) makanan kaya serat memiliki manfaat untuk
kesehatan. Makanan tersebut yaitu whole grains, kacang-kacangan, sayuran, dan
buah-buahan yang menyumbang asupan vitamin, mineral, dan fitokimia. Diet
tinggi whole grains, kacang-kacangan, dan sayur dapat mencegah dari penyakit

11

jantung dan stroke melalui penurunan tekanan darah, memperbaiki lemak darah
dan mengurangi inflamasi. Makanan tinggi serat larut (oat bran, barley, dan
kacang-kacangan) dapat menurunkan kolesterol darah melalui pengikatan
kolesterol dan dibawa bersama feses. Selain itu, serat juga mengurangi risiko
penyakit diabetes tipe 2. Serat larut membantu mengatur glukosa darah.
Makanan tinggi serat dan rendah lemak banyak dianjurkan untu