Pra Rancangan Pembuatan Olein Dan Stearin Dari RBDPO Dengan Kapasitas Produksi Olein 1200 Ton/Hari
PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN
OLEIN DAN STEARIN DARI RBDPO
DENGAN KAPASITAS PRODUKSI OLEIN
1200 TON/HARI
KARYA AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Wisuda Sarjana Teknologi Kimia Industri
Oleh:
NIM : 025201026
ERVAN SAPUTRA
TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN
OLEIN DAN STEARIN DARI RBDPO
DENGAN KAPASITAS PRODUKSI OLEIN
1200 TON/HARI
KARYA AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Wisuda Sarjana Teknologi Kimia Industri
Oleh:
NIM : 025201026
ERVAN SAPUTRA
Diperiksa/Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Iriany, Msi
NIP : 131.882.286 NIP : 132.258.002
Erni Misran, ST, MT
Koordinator Karya Akhir
NIP : 132.126.842 Dr. Eng. Ir. Irvan, MT
TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat dan Hiadayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Akhir ini dengan judul Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Olein dan Stearin dari Refined Bleached Degummed Palm Oil (RBDPO) dengan kapasitas produksi 1200 Ton/hari
Tugas pra rancangan ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi Program Diploma IV (D-IV) disiplin ilmu Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dalam penyusunan tugas pra rancangan pabrik ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, dukungan dan fasilitas dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan baik moral maupun spiritual.
2. Bapak Ir.Indra Surya, MSc, selaku Ketua Departemen Program Studi Teknologi Kimia Industri, Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Ir. Iriany, MSi selaku dosen pembimbing karya akhir yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan dalam penyusunan karya akhir ini..
4. Ibu Erni Misran, ST, MT, selaku co-pembimbing karya akhir yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan dalam penyusunan karya akhir ini.
5. Seluruh staff pengajar dan pegawai pada program studi Teknologi Kimia Industri, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
6. Rekan satu kelompok Indrayanda Rajab Batu-Bara dan Fitri Julia Subandar, terima kasih atas kerja sama dan dukungannya selama ini semoga semua kerja keras kita berguna.
7. Rekan-rekan satu angkatan stambuk 2002 di Teknologi Kimia Industri. 8. Teman-teman kost atas kebersamaan dan kekeluargaan yang tak dapat
(4)
kesempurnaan Karya Akhir ini dan kemajuan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis berharap agar Karya Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan Mahasiswa Teknologi Kimia Industri khususnya dan seluruh pembaca pada umumnya.
Medan, Agustus 2007
Penulis
(5)
INTISARI
Pabrik pembuatan olein dan stearin dari RBDPO ini direncanakan berkapasitas produksi Olein 1200 ton/hari. Bahan baku yang digunakan unutk proses produksi per harinya adalah sebesar 2.262 ton/hari.
Lokasi pabrik direncanakan di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang dekat dengan bahan baku yaitu RBDPO, dengan luas areal pabrik 12.000 m2
Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengoperasian pabrik ini berjumlah 125 orang karyawan dengan bentuk badan usaha adalah Perseroan Terbatas (PT) dan struktur organisasi adalah sistem garis.
.
Hasil analisa terhadap aspek ekonomi pabrik ini adalah sebagai berikut: a. Total modal investasi : Rp 3.433.671.754.738,-
b. Biaya Produksi (per tahun) : Rp 5.737.543.237.748,- c. Hasil penjualan (per tahun) : Rp 7.772.914.287.072,- d. Laba bersih : Rp 1.424.777.234.527,-
e. Profit Margin (PM) : 26,19 %
f. Break Even Point (BEP) : 13,5 % g. Return on Investment (ROI) : 41,5 %
h. Pay Out Time (POT) : 2,41 tahun
i. Return on Network (RON) : 69,16 % j. Internal Rate of Return (IRR) : 49,01 %
Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan bahwa perancangan pabrik pembuatan olein dan stearin dari RBDPO ini layak untuk didirikan.
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
INTISARI ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii BAB I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan Perancangan Pabrik... I-2 1.4. Manfaat Rancangan ... I-2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1
2.1. Sejarah Kelapa Sawit ... II-1 2.2. Minyak Kelapa Sawit ... II-2 2.3. Komposisi Minyak Kelapa Sawit ... II-8 2.4. Pembuatan Minyak Goreng... II-9 2.5. Deskripsi Proses ... II-10 BAB III NERACA MASSA ... III-1
3.1. Filter Press ... III-1 3.2. Tangki Kristalisasi ... III-1 3.3. Heat Exchanger ... III-2 3.4. Bak Penampung ... III-2 BAB IV NERACA PANAS ... IV-1 4.1. Tangki RBDPO ... IV-1 4.2. Heat Exchanger ... IV-1 4.3. Tangki Kristalisasi ... IV-2 4.4. Bak Penampung ... IV-2 BAB V SPESIFIKASI ALAT ... V-1 BAB VI INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ... VI-1
(7)
6.2. Keselamatan Kerja ... VI-5 6.3. Keselamatan Pada Pabrik Pembuatan Olein dan Stearin ... VI-6 BAB VII UTILITAS ... VII-1
7.1. Kebutuhan Uap (Steam) ... VII-1 7.2. Kebutuhan Air ... VII-1 7.3. Kebutuhan Bahan Kimia ... VII-10 7.4. Kebutuhan Listrik... VII-11 7.5. Kebutuhan Bahan Bakar ... VII-11 7.6. Unit Pengolahan Limbah... VII-13 7.7. Spesifikasi Peralatan Utilitas... VII-15 BAB VIII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK ... VIII-1
8.1. Lokasi Pabrik ... VIII-1 8.2. Tata Letak Pabrik ... VIII-3 8.3. Perincian Luas Tanah ... VIII-4 BAB IX ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN ... IX-1
9.1. Pengertian Organisasi dan Manajemen ... IX-1 9.2. Bentuk Badan Usaha ... IX-1 9.3. Struktur Organisasi ... IX-2 9.4. Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... IX-2 9.5. Sistem Kerja dan Jam Kerja ... IX-5 9.6. Sistem Upah ... IX-6 9.7. Kesejahteraan Karyawan ... IX-6 9.8. Analisa Jabatan... IX-7 9.9. Jumlah Dan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja ... IX-7 BAB X ANALISA EKONOMI ... X-1
10.1. Modal Investasi ... X-1 10.2. Biaya Produksi Total ... X-4 10.3. Total Penjualan... X-5 10.4. Perkiraan Rugi/Laba Perusahaan ... X-5 10.5. Analisa Asek Ekonomi ... X-5
(8)
LAMPIRAN A. PERHITUNGAN NERACA MASSA ... LA-1 LAMPIRAN B. PERHITUNGAN NERACA PANAS ... LB-1 LAMPIRAN C. PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN ... LC-1 LAMPIRAN D. PERHITUNGAN SPESIFIKASI PERALATAN
UTILITAS ... LD-1 LAMPIRAN E. PERHITUNGAN ASPEK EKONOMI ... LE-1
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Beda Tebal Tempurung dari Berbagai Tipe Kelapa Sawit ... II-2 Tabel 2.2. Sifat-sifat minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit ... II-8 Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak ... II-9 Tabel 3.1. Neraca Massa pada Filter Press ... III-1 Tabel 3.2. Neraca Massa pada Tangki Kristalisasi ... III-1 Tabel 3.3. Neraca Massa pada Heat Exchanger ... III-2 Tabel 3.4. Neraca Massa pada Bak Penampungan ... III-2 Tabel 4.1. Neraca Panas pada Tangki RBDPO ... IV-1 Tabel 4.2. Neraca Panas pada Heat Exchanger ... IV-1 Tabel 4.3. Neraca Panas pada Tangki Kristalisasi ... IV-2 Tabel 4.4. Neraca Panas pada Bak Penampung ... IV-2 Tabel 7.1. Mutu Air Sumur Bor Besitang ... VII-4 Tabel 8.1. Perincian Luas Tanah Pabrik ... VIII-4 Tabel 9.1. Jumlah Tenaga Kerja Beserta Tingkat Pendidikannya ... IX-9 Tabel LA.1 Komposisi asam lemak bebas minyak sawit ... LA-1 Tabel LA.2 Neraca massa Pada Filter Press ... LA-3 Tabel LA.3 Neraca Neraca Masa Pada Tangki Kristalisasi ... LA-4 Tabel LA.4 Neraca Neraca Masa Pada Heat Exchanger ... LA-4 Tabel LA.5 Neraca Neraca Masa Pada Bak Penampung ... LA-5 Tabel LB.1 Harga cp Setiap Gugusan ... LB-1 Tabel LB.2 Neraca Panas Masuk Pada Tangki RBDPO... LB-2 Tabel LB.3 Neraca Panas Keluar Dari Tangki RBDPO ... LB-3 Tabel LB.4 Neraca Panas Masuk Pada Heat Exchanger... LB-4 Tabel LB.5 Neraca Panas Keluar Dari Heat Exchanger ... LB-5 Tabel LB.6 Neraca Panas Tahap I Pada Tangki Kristalisasi ... LB-6 Tabel LB.7 Neraca Panas Tahap II Pada Tangki Kristalisasi ... LB-7 Tabel LB.8 eraca Panas Masuk Pada Bak Penampung ... LB-8 Tabel LB.9 eraca Panas Keluar Dari Bak Penampung ... LB-9
(10)
Tabel LC.1 Densitas bahan dalam tangki molase ... LC-1 Tabel LC.2 Densitas bahan dalam reactor ... LC-3 Tabel LC.3 Densitas bahan dalam tangki penampung fermentasi ... LC-12 Tabel LC.4 Densitas filtrat pada filter press I ... LC-16 Tabel LC.5 Densitas cake pada filter press I... LC-17 Tabel LC.6 Densitas filtrat pada filter press II ... LC-18 Tabel LC.7 Densitas cake pada filter press II ... LC-18 Tabel LC.8 Komposisi bahan pada alur Vd ... LC-29 Tabel LC.9 Komposisi bahan pada alur Lb ... LC-29 Tabel LC.10 Deskripsi Kondensor ... LC-34 Tabel LC.11 Komposisi Distilat ... LC-39 Tabel LC.12 Deskripsi Reboiler ... LC-47 Tabel LC.13 Deskripsi Heater... LC-55 Tabel LD.1 Perhitungan Entalpi dalam Penentuan Tinggi Menara Pendingin LD-17 Tabel LE.1 Perincian harga bangunan ... LE-2 Tabel LE.2 Data Indeks Harga Chemical Engeneering (CE) ... LE-3 Tabel LE.3 Perkiraan Harga Peralatan Proses ... LE-6 Tabel LE.4 Perkiraan Harga Peralatan Utilitas ... LE-7 Tabel LE.5 Biaya Sarana Transportasi... LE-9 Tabel LE.6 Perincian Gaji Pegawai ... LE-13 Tabel LE.7 Perincian Biaya Kas ... LE-14 Tabel LE.8 Perincian Modal Kerja ... LE-15 Tabel LE.9 Perkiraan Biaya Depresiasi ... LE-17 Tabel LE.10 Nilai Perhitungan IRR ... LE-23
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Penampang Buah Kelapa Sawit ... II-2 Gambar 6.1. Instrumen pada Heat Exchanger ... VI-4 Gambar 6.2. Instrumentasi Pada Tangki ... VI-4 Gambar 6.3. Instrumentasi Pada Pompa ... VI-4 Gambar 6.4. Instrumentasi Pada Chiller ... VI-5 Gambar 7.1. Proses Pengolahan limbah ... VII-14 Gambar 8.1. Tata Letak Pabrik Pembuatan Olein dan Stearin ... VIII-5 Gambar 9.1. Struktur Organisasi ... IX-9 Gambar LA.1Diagram Alir Pembuatan Olein dan Stearin ... LA-1 Gambar LC.1Ukuran Tangki ... LC-2 Gambar LC.2Ukuran Tutup Tangki ... LC-4 Gambar LD.1Grafik Entalpi dan Temperatur Cairan pada
Cooling Tower (CT) ... LD-26 Gambar LD.2Kurva Hy terhadap 1/(Hy*-Hy) ... LD-27 Gambar LD.3Siklus Refrigerasi ... LD-28 Gambar LE.1.Grafik Break Event Point ... LE-22
(12)
INTISARI
Pabrik pembuatan olein dan stearin dari RBDPO ini direncanakan berkapasitas produksi Olein 1200 ton/hari. Bahan baku yang digunakan unutk proses produksi per harinya adalah sebesar 2.262 ton/hari.
Lokasi pabrik direncanakan di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Sumatera Utara yang dekat dengan bahan baku yaitu RBDPO, dengan luas areal pabrik 12.000 m2
Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengoperasian pabrik ini berjumlah 125 orang karyawan dengan bentuk badan usaha adalah Perseroan Terbatas (PT) dan struktur organisasi adalah sistem garis.
.
Hasil analisa terhadap aspek ekonomi pabrik ini adalah sebagai berikut: a. Total modal investasi : Rp 3.433.671.754.738,-
b. Biaya Produksi (per tahun) : Rp 5.737.543.237.748,- c. Hasil penjualan (per tahun) : Rp 7.772.914.287.072,- d. Laba bersih : Rp 1.424.777.234.527,- e. Profit Margin (PM) : 26,19 %
f. Break Even Point (BEP) : 13,5 % g. Return on Investment (ROI) : 41,5 % h. Pay Out Time (POT) : 2,41 tahun i. Return on Network (RON) : 69,16 % j. Internal Rate of Return (IRR) : 49,01 %
Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan bahwa perancangan pabrik pembuatan olein dan stearin dari RBDPO ini layak untuk didirikan.
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis Guinensis Jacg) di Indonesia dewasa ini merupakan komoditas primadona. Minyak yang berasal dari kelapa sawit terbagi menjadi beberapa macam. Olein dan stearin atau yang biasa disebut minyak goreng dan margarin adalah minyak yang berasal dari daging buah kelapa sawit. Olein
berbentuk cair dan stearin berbentuk padat dalam suhu kamar. disamping digunakan sebagai bahan mentah industri pangan juga digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan. Jika dilihat dari biaya bahan bakunya, komoditas kelapa sawit jauh lebih rendah daripada minyak nabati lainnya (Risza, 1994).
Penggunaan minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng sejak tahun 1985 tercatat telah mencapai 55,3 % atau meningkat 27 % pertahun. pada tahun 1995 minyak goreng merupakan produk utama dalam negeri yaitu mencapai 70 % dari jumlah produk kelapa sawit yang dipasarkan dalam negeri. Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan industri kelapa sawit sebagai salah satu industri nonmigas yang handal. Pada tahun 2005 konsumsi minyak goreng mencapai 6 juta ton dimana 83,3 % terdiri dari minyak goreng sawit (www.bbj-jfx.com).
Penghasil minyak sawit terbesar di dunia adalah Malaysia (50% dari produksi dunia) yang menjadi sumber devisa utama bagi negara tersebut, sedangkan Indonesia hanya 20 % dari produksi dunia. Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia terutama dari segi teknologi budidaya, pengolahan, dan pemasaran.
Sampai saat ini ekspor minyak sawit Indonesia masih dalam bentuk minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO), hanya sebagian kecil dalam bentuk minyak goreng dan produk lain seperti stearin, dan asam-asam lemak yang bernilai tinggi, sehingga nilai tambah yang diperoleh relatif kecil. Stearin sangat baik untuk kesehatan karena vitamin larut dalam lemak seperti stearin, dan dapat
(14)
Minyak mentah atau CPO yang berasal dari ekstraksi kelapa sawit dilanjutkan dengan proses bleaching (pemutihan) dan deodorizing (penghilang bau) agar minyak tersebut menjadi jernih, bening dan tak berbau atau biasa disebut refined, bleached and deodorized olein (RBDPO). Kemudian dilakukan fraksinasi untuk memisahkan olein dan stearin.
1.2Perumusan Masalah
Sebelum masa orde baru minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat didominasi oleh jenis minyak goreng asal kelapa, akan tetapi sejak tahun 1970-an sejajar dengan meningkatnya produksi kelapa sawit, minyak goreng asal kelapa tergeser oleh minyak goreng asal kelapa sawit. Sejalan dengan semakin menurunnya produksi kelapa dan meningkatnya produksi kelapa sawit, konsumsi minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit terus mengalami peningkatan. Oleh karena itu perlu dirancang pabrik minyak goreng dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil.
1.3Tujuan Perancangan Pabrik
Tujuan perancangan pabrik Minyak Goreng Nabati adalah untuk mengaplikasikan ilmu Teknologi Kimia Industri yang meliputi neraca masa, neraca energi, operasi teknik kimia, utilitas, dan bagian ilmu Teknologi Kimia lainnya yang disajikan pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Olein dan Stearin
Dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil.(RBDPO).
1.4 Manfaat Rancangan
Manfaat dari “ Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Olein dan Stearin dari
Refined Bleached Deodorized Palm Oil” adalah sebagai studi kelayakan yang ditinjau dari aspek ekonomi.
(15)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit
Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Kelapa sawit berasal dari daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak di antara Afrika dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang.
Kelapa sawit (Elaeis Guinensis Jacq) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli, Sumatera Utara.
Menurut Hunger (1924), pada tahun 1869 Pemerintah Kolonial Belanda mengembangkan tanaman kelapa sawit di Muara Enim dan pada tahun 1970 di Musi Hulu. Bapak kelahiran industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seorang berkebangsaan Belgia bernama Adrien Hallet. Beliau pada tahun 1911 membudidayakan kelapa sawit secara komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan).
Pada masa penjajahan Belanda, pertumbuhan perkebunan besar kelapa sawit telah berjalan sangat cepat sehingga sangat menguntungkan perekonomian pemerintah Belanda, yang kemudian diteruskan oleh Jepang sampai terjadinya serangan Sekutu pada tahun 1943 (Risza, 1994)
Kelapa sawit yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terdiri dari empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe Macrocarya, Dura, Tenera dan Pisifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung seperti ditampilkan pada tabel di bawah ini.
(16)
Tabel 2.1 Beda Tebal Tempurung dari Berbagai Tipe Kelapa Sawit
Tipe Tebal tempurung (mm)
Macro carya Tebal Sekali 5
Dura Tebal 3 – 5
Tenera Sedang 2 – 3
Pisifera Tipis < 2
Sumber : Ketaren (1986)
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendeman minyak sawit yang dikandungnya. Rendeman minyak paling tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22 – 24 % karena daging buah (perikarp) yang sangat tebal dan tempurungnya tipis, sedangkan pada varietas Dura
hanya 16 – 18 %. (Fauzi, 2002 ). Penampang buah kelapa sawit ditunjukkan pada gambar berikut
Gambar 2.1 Penampang buah kelapa sawit
2.2 Minyak Kelapa Sawit 2.2.1 Pengertian
Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipid netral. Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:
Lipid netral, fosfatida, spingolipid dan glikolipid. Semua jenis Lipid ini banyak terdapat di alam.
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: Lipid kompleks (yaitu lesythin,
(17)
hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan dalam proses ketengikan (Ketaren, 1986)
Minyak adalah gliserida dari asam lemak dengan gliserol yang disebut juga dengan trigliserida. Ikatan ini terjadi juga karena ketiga gugus hidroksi (OH) pada
gliserol diganti oleh tiga gugus asam lemak (fatty acid) yaitu RCOO -Secara umum trigliserida memiliki struktur sebagai berikut:
.
O CH2 – O – C – R
1
O CH – O – C – R2
O CH2 – O – C – R
Angka (1), (2) dan (3) pada struktur di atas menyatakan gugus alkil yang sama atau berbeda. Minyak atau lemak dapat juga dikatakan sebagai hasil reaksi
esterifikasi asam lemak (fatty acid) dengan gliserol. Reaksi sebagai berikut : 3
CH2 – OH CH2 – OOCR
CH – OH + 3 RCOOH CH – OOCR + 3H2O
CH2 – OH CH2
Gliserol Asam lemak Trigliserida Air – OOCR
Perbedaan lemak dan minyak sebagai berikut:
1. Lemak mengandung asam lemak jenuh lebih banyak, sedangkan minyak mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak.
2. Pada suhu kamar berupa zat padat, sedang minyak berupa zat cair.
Berdasarkan sumbernya minyak yang terdapat di alam dibedakan atas 3, yaitu sebagai berikut:
(18)
1. Minyak mineral, yaitu minyak hidrokarbon makromolekul yang berasal dari fosil-fosil zaman dulu karena pengaruh tekanan dan temperatur.
Contoh: minyak lampu, bensin dan lain-lain.
2. Minyak nabati/hewani, yaitu berasal dari tumbuhan/hewan.
3. Minyak essensial/atsiri, yaitu minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut tertentu lalu didistilasi.
Minyak nabati memiliki beberapa jenis asam lemak tak jenuh yang dibedakan atas tiga, yaitu sebagai berikut:
1. Drying Oil, yaitu minyak yang sifatnya mudah mengering bila dibiarkan di udara.
Contoh: minyak kacang kedelai, safflower, biji karet dan biji poppy
2. Semi Drying Oil, yaitu minyak yang berubah karena pengaruh suhu. Contoh: minyak biji kapas, bunga matahari, jagung dan gandum
3. Non Drying Oil, yaitu minyak yang tidak mengering karena pengaruh suhu. Contoh: minyak zaitun, kelapa, kacang tanah, inti alpukat dan mustard
2.2.2 Sifat-sifat Minyak dan Lemak A. Sifat Fisika (Ketaren, 1986) 1. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu: zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah.
2. Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil).
3. Titik cair dan polymerphism
Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier dengan bertambahnya panjang rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans
mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis.
Polymerphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymerphism sering dijumpai pada beberapa
(19)
komponen yang mempunyai rantai karbon panjang dan pemisahan kristal-kristal tersebut sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari kristal-kristal sudah dapat diketahui.
Polymerphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak dan asam-asam lemak beserta ester-ester. Polymerphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak.
4. Titik didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin bertambah besar dengan bertambahnya rantai karbon dari beberapa asam lemak tersebut.
5. Bobot jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25 0
C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40 0C atau 60 0
6. Indeks bias
C untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penentuan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek.
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai untuk pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak/lemak.
Abbe refractometer mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan pada 25 0C. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 400C atau 600
7. Titik lunak
C, selama pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya ketidakjenuhan dari asam-asam lemak tersebut.
Titk lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud untuk mengidentifikasi minyak atau lemak tersebut, dimana titik tersebut adalah
(20)
8. Titik lebur (melting point)
Titik lebur pada minyak dan lemak akan semakin tinggi dengan semakin panjangnya rantai atom C.
9. Titik kekeruhan
Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (Turbidity Point)
10. Titik asap, titik nyala dan titik api
Pada minyak atau lemak dapat dilakukan penetapan titik asap, titik nyala dan titk api. Titik asap adalah temperatur pada saat lemak atau minyak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dan minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus menerus sampai habisnya contoh uji.
11. Shot melting point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada umumnya lemak atau minyak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya.
B. Sifat Kimia (Ketaren. 1986)
1. Hidrolisis
Dalam proses hidrolisis, minyak/lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas.
Proses hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan pada minyak/lemak karena terdapatnya sejumlah air pada minyak/lemak tersebut. Proses ini dapat menyebabkan terjadinya Hydrolitic Rancidity yang menghasilkan aroma dan rasa tengik pada minyak/lemak.
Reaksi: O
CH2 – O – C – R CH2
O O OH
(21)
CH2 – O – C – R CH2
Trigliserida Air Gliserol Asam lemak bebas OH
2. Oksidasi
Reaksi ini menyebabkan ketengikan pada minyak/lemak. terdapatnya sejumlah O2
H H
serta logam-logam seperti tembaga (Cu), seng (Zn) serta logam lainnya yang bersifat sebagai katalisator oksidasi dari minyak/lemak. Proses
oksidasi ini akan bersifat sebagai katalisator pembentukan aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas yang akan menimbulkan bau yang tidak disenangi. Proses ini juga menyebabkan terbentuknya peroksida. Untuk mengetahui tingkat ketengikan minyak/lemak dapat ditentukan dengan menentukan jumlah peroksida yang terbentuk pada minyak/lemak tersebut. Reaksi:
R – (CH2)n –C = C – H + O2 R – (CH2)n
H H O O – C – C – H
asam lemak peroksida
R – (CH2)n– C = O + CH H O
2
Aldehid Keton 3. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses
hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalis dipisahkan dengan cara penyaringan.
4. Esterifikasi
(22)
didasarkan atas prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan menggunakan prinsip ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap.
2.2.3 Minyak Kelapa Sawit
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan. karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Sedangkan sebagian sifat-sifat minyak kelapa sawit terdapat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2 Sifat-sifat minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit.
Sifat Minyak Sawit (CPO) Minyak Inti Sawit (CPKO)
Bobot jenis 0,9 0,900 – 0,913
Indeks bias D 400C 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415
Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20
Bilangan Penyabunan 196 – 205 244 – 254 Sumber: Ketaren (1986)
2.3 Komposisi Minyak kelapa Sawit
Kelapa sawit terdiri dari 2 bagian utama, 80 % perikarp (daging) dan 20 % biji, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 %. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
(23)
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit.
Asam Lemak Minyak kelapa sawit (% masa)
Minyak inti sawit (% masa )
Asam kaprilat (C8H14O2) - 3 – 4
Asam Kaproat (C10H18O2) - 3 – 7
Asam Laurat (C14H24O2) - 46 – 52
Asam Miristat (C14H26O2) 1,1 – 2,5 14 – 17 Asam Palmitat
(C16H30O2
40 – 46 )
6,5 – 9
Asam stearat (C18H34O2) 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Asam Oleat (C18H32O2) 39 – 45 13 – 19
Asam Linoleat (C18H30O2
7 – 11 )
0,2 – 2
Sumber : Ketaren. (1986)
2.4 Pembuatan Minyak Goreng
Proses pembuatan minyak goreng dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu pertama, pembuatan minyak secara tradisional di pedesaan. Kedua, pembuatan minyak dengan teknologi modern. Proses pengolahan dalam pabrik yang menggunakan teknologi modern sendiri dapat digolongkan menjadi dua cara yaitu cara kering dan basah.
Dalam proses basah ini minyak sawit ditambah suatu campuran wetting agent
yang terdiri dari 30 % MgSO4 dan 4,4 % Na(NH4)SO4.
Sedangkan cara yang lain adalah cara kering yaitu dengan pemanasan atau proses non kimia. Melalui proses ini CPO dirafinasi, diputihkan (bleached), dan dihilangkan baunya (deodorized), dan hasilnya biasa disebut refined bleached and
Dengan proses ini CPO langsung difraksinasi untuk memperoleh Crude Olein dan Crude Stearin yaitu melalui proses pencucian, bleaching, dan kemudian disaring. Proses secara basah tersebut dapat diperoleh sekitar 65-70 % Olein dan 30 % Stearin
(24)
deodorized palm olein (RBDPO). Dari proses ini didapatkan FFA (4-5 %) dan RBDPO (94 %), sedangkan 1-2 % lainnya merupakan losses. Lalu RBDPO dipisahkan (fraksinasi) sehingga menghasilkan refined stearin dan refined olein.
Sebagian besar pabrik minyak goreng di Indonesia menggunakan cara kering ini karena lebih sederhana dan non kimia (Amang, 1996).
Pertimbangan itu pulalah yang menjadi dasar pemilihan cara kering tersebut sebagai proses yang digunakan pada pra rancangan pabrik ini.
2.5 Deskripsi Proses 1. Proses Kristalisasi
Dari tangki timbun Refined Bleached dan Deodorized Palm Oil (RBDPO) (T101) dengan suhu 60-65 oC, dipompakan dengan tekanan 2,5 atm menuju heat exchanger (HE101) dan dipanaskan sampai 760
Tahapan penurunan suhu pertama :
C, untuk memudahkan proses kristalisasi. Pemanasan dilakuakan dengan menggunakan steam yang memasuki HE. Kemudian RBDPO dipompakan menuju tangki kristalisasi (C101). Dimana pada tangki kristalisasi terjadi penurunan suhu minyak melalui 2 tahapan.
Dari suhu minyak 76 0C, diturunkan menjadi 500 Dari suhu minyak 50
C. 0
C, diturunkan menjadi 400
Disini media pendinginnya dipergunakan air dari cooling tower dengan suhu 24
C.
0
Kemudian tahap penurunan suhu kedua :
C (suhu ini adalah suhu yang dapat dihasilkan oleh cooling tower tersebut).
Dari suhu minyak 40 0C, diturunkan menjadi 330 Dari suhu minyak 33
C. 0
C, diturunkan menjadi 28 0 Dari suhu minyak 28
C. 0
C, diturunkan menjadi 24 0
Pada proses penurunan suhu yang kedua ini media pendingin yang dipergunakan adalah air dari chiller dengan suhu 10-11
C.
0
Ruang dalam tangki kristalisasi terbagi atas dua kolom yaitu kolom minyak dan kolom air, dimana air dan minyak tidak bercampur.
(25)
2. Proses Filtrasi
Untuk memisahkan minyak goreng (olein) dari stearin yang mengkristal dipergunakan cara penyaringan (filtrasi). Minyak yang sudah mengkristal dipompakan menuju filter press (FP101) jenis plate and frame yang terbuat dari
teflon. Olein akan keluar dari filter press pada suhu 24 0C dan stearin tinggal di dalam membranefilter. Lamanya penyaringan berhubungan dengan tebalnya stearin
setelah proses kristalisasi. Idealnya tebal stearin antara 2,5-3 cm. Untuk mendapatkan kondisi seperti itu biasanya diperlukan waktu kurang lebih 20 menit (berdasarkan hasil pengamatan selama proses tersebut pada PT. Bintang Tenera, 2006). Setelah semua olein keluar dari filter maka pompa akan mati dan kran masuk minyak ke filter akan tertutup. Kemudian stearin yang masih lembek (masih bercampur dengan olein) di dalam filter, di-squeezing (diperas) dengan menggunakan angin bertekanan ke dalam membran filter agar stearin menjadi keras. Lama squeezing antara 20-25 menit untuk mendapatkan stearin yang keras dan sedikit kandungan olein-nya. Setelah itu filter akan terbuka, dan stearin jatuh ke dalam bak penampung (BP101) yang terdapat di bagian bawah filter. Dalam bak tersebut terdapat pipa pemanas dengan suhu 700
3. Pengemasan
C yang dipergunakan untuk memanaskan stearin. Tujuan pemanasan adalah agar stearin yang jatuh ke dalam bak tersebut bisa menjadi cair, agar memudahkan stearin dipompakan ke dalam tangki timbun stearin (T103). Kandungan stearin dalam olein 0,5%, begitu juga sebaliknya. (pengamatan di PT. Bintang Tenera kandungan stearin dalam olein 0.5-1 %).
Setelah selesai proses penyaringan yang memisahkan RBDPO menjadi stearin
dan olein, maka olein dan stearin tersebut masing-masing dipompakan ke dalam tangki timbun stearin (T103) dan olein (T102). Kemudian dikemas dan siap untuk dipasarkan.
(26)
BAB III
NERACA MASSA
Hasil perhitungan neraca bahan pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan
Olein dan Stearin dari Refined Bleached Degummed Palm Oil adalah sebagai berikut:
Kapasitas = 1200 ton/hari Operasi = 24 jam/hari Basis perhitungan = 1 jam operasi
1. Filter Press
Tabel 3.1 Neraca massa pada Filter Press
Komponen
Masuk
(kg/jam) Keluar (kg/jam)
Alur 3 Alur 4 Alur 5
Olein 49.971,4286 49.750 221,4285
Stearin 44.314,2857 250 44.064,2857
Jumlah 94.285,7143 50.000 44.285,7143
Total 94.285,7143 94.285,7143
2. Tangki Kristaslisasi
Tabel 3.1 Neraca massa pada Tangki Kristaslisasi
Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Olein 49.971,4286 49.971,4286
Stearin 44.314,2857 44.314,2857
(27)
3. Heat Exchanger
Tabel 3.3 Neraca massa pada Heat Exchanger
Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (Kg/jam)
Olein 49.971,4286 49.971,4286
Stearin 44.314,2857 44.314,2857
Total 94.285,7143 94.285,7143
4. Bak Penampung Yang Dilengkapi HE
Tabel 3.4 Neraca massa pada bak penampung yang dilengkapi HE
Komponen Masuk (kg/jam) Keluar (Kg/jam)
Olein 221,4286 221,4286
Stearin 44.064,2857 44.064,2857
(28)
BAB IV
NERACA PANAS
Hasil perhitungan neraca panas pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan
Olein dan Stearin dari Refined Bleached Degummed Palm Oil adalah sebagai berikut:
Kapasitas = 1200 ton/hari Operasi = 24 jam/hari Basis perhitungan = 1 jam operasi Satuan panas = kilokalori (kkal) Suhu referensi = 25 oC
1. Tangki RBDPO
Tabel 3.1 Neraca panas pada Tangki RBDPO
Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)
Olein Stearin
Steam
111.018,0852 99.161,0161 1.261.074,6074
777.126,5962 694.127,1125
-
Total 1.471.253,7086 1.471.253,7086
2. Heat Exchanger
Tabel 3.2 Neraca panas pada Heat Exchanger
Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)
Olein Stearin
Steam
777.126,5962 694.127,1125 672.573,1240
1.132.384,4687 1.011.442,3639
-
(29)
3. Tangki Kristaslisasi
Tabel 3.3 Neraca panas tahap I pada Tangki Kristaslisasi
Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)
Olein Stearin
Air pendingin
1.132.384,4687 1.011.442,3639 - 1.513.289,5289
333.054,2555 297.483,0482
-
Total 630.537,3037 630.537,3037
Tabel 3.4 Neraca panas tahap II pada Tangki Kristaslisasi
Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)
Olein Stearin
Air Pendingin Panas Kristalisasi
333.054,2555 297.483,0482 -1.669.068,4665
-
-22.203,6170 -19.832,2032
- -996.495,3425 Total -1.038.531,1628 -1.038.531,1628
4. Bak Penampung Yang Dilengkapi Koil Pemanas
Tabel 3.5 Neraca panas pada bak penampung yang dilengkapi Koil Pemanas Komponen Masuk (kkal/jam) Keluar (kkal/jam)
Olein Stearin
Steam
-98,3865 -19.720,3194 911.660,4736
4.427,3942 887.414,3735
-
(30)
BAB V
SPESIFIKASI ALAT
1. Tangki RBDPO (T101)
Fungsi : Penyimpanan RBDPO untuk kebutuhan selama 1 hari Bentuk : Silinder tegak, alas dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Carbon steel, SA-283 Grade C Jumlah : 3 Unit
Suhu : 600
Volume : 3.123,072 m C
Diameter : 13,3646 m 3
Tinggi : 17,8194 m Tebal plat : 1 in
Luas area jaket : 1,072 m2
2. Heat Exchanger (HE102)
Fungsi : Menaikkan suhu RBDPO yang akan di kristalkan Jenis : 1-2 Shell and Tube
Bahan Konstruksi : Carbon Steel
Jumlah : 1 Unit
Laju alir minyak : 94.285,7143 kg/jam Laju alir steam : 1.189,0670 kg/jam
Panas yang dipindahkan : 672.573,1240 kkal/jam Suhu steam masuk : 180 0
Jumlah tube : 40 buah C
Diameter shell : 12 in Diameter tube : 1 in Panjang tube : 20 ft
(31)
3. Pompa pada tangki timbun RBDPO (P101)
Fungsi : Memompa bahan baku dari tangki RBDPO ke HE Jenis : Sentrifugal Pump
Bahan Konstruksi : Commercial steel
Suhu : 600
Jumlah : 1 Buah
C
Laju alir volumetrik : 476,4597 gpm Spesifikasi pipa
Ukuran nominal : 8 in Schedule : 40 Spesifikasi pompa
Effisiensi motor : 80% Daya pompa : 3 Hp 4. Tangki Kristalisasi (C103)
Fungsi : Tempat mengkristalkan RBDPO melalui proses pendinginan
Bentuk : Tangki berjaket dengan alas dan tutup elipsoidal Bahan Konstruksi : Carbonsteel, SA-283 Grade C
Jumlah : 2 Unit
Suhu : 760
Volume tangki : 1.041,0240 m C
Diameter : 9,2665 m 3
Tinggi : 12,3553 m Tebal plat : 0,5 in
Jenis pengaduk : Flat six-blade open turbine
Jumlah daun : 6 buah Jumlah baffle : 4 buah Daya pengaduk : 33,25 HP
(32)
5. Pompa Heat Exchanger (P102)
Fungsi : Memompa bahan baku dari HE ke tangki kristalisasi Jenis : Sentrifugal Pump
Bahan Konstruksi : Commercial steel
Suhu : 760
Jumlah : 1 Buah
C
Laju alir volumetrik : 476,4597 gpm Spesifikasi
Ukuran nominal : 8 in Schedule : 40 Spesifikasi pompa
Effisiensi motor : 80% Daya pompa : 6,5 Hp 6. Filter Press (FP104)
Fungsi : Memisahkan olein dan stearin
Bentuk : Plate and Frame Bahan Konstruksi : Tefflon
Jumlah : 3 unit
Suhu : 24 0
Volume filtrat : 59,0175 m C
Tebal cake : 0,0635 m 3
Luas frame : 2,9 m Jumlah plate : 105 buah
2
7. Pompa Tangki Kristalisasi (P103)
Fungsi : Memompa bahan baku dari tangki kristalisasi ke filter press
Jenis : Sentrifugal Pump
(33)
Laju alir volumetrik : 476,4597 gpm Jumlah : 2 Unit
Spesifikasi Ukuran nominal : 8 in Schedule : 40 Spesifikasi pompa
Effisiensi motor : 80% Daya pompa : 2,5 Hp
8. Bak penampung stearin yang dilengkapi dengan koil pemanas (BP105) Fungsi : Menampung dan memanaskan stearin dari filter press
Bentuk : Persegi panjang
Bahan Konstruksi : Carbonsteel, SA-283 Grade C
Jumlah : 3 unit
Suhu : 24 0
Volume cake : 24,872 m C
Panjang bak : 4,6337 m 3
Lebar bak : 2,2168 m Tinggi bak : 2,2168 m Panjang tube : 4 m Diameter tube : 1 in Jumlah tube : 17 buah
9. Tangki Timbun Olein (T106)
Fungsi : Tempat penyimpan produk olein
Bentuk : Silinder tegak, alas dan tutup ellipsoidal Bahan Konstruksi : Stainless steel, SA-283 Grade C
Jumlah : 3 Unit
(34)
Tinggi : 14,52 m Tebal plat : 3/4 in
10. Pompa Filter Press (P104)
Fungsi : Memompakan olein dari filter press ketangki timbun
olein
Jenis : Sentrifugal Pump
Bahan Konstruksi : Commercial steel
Suhu : 240
Laju alir volumetrik : 259,3087 gpm C
Jumlah : 3 Buah
Spesifikasi Ukuran nominal : 6 in Schedule : 40 Spesifikasi pompa
Effisiensi motor : 80% Daya pompa : 4 Hp 12. Tangki Timbun Stearin (T107)
Fungsi : Tempat penyimpan produk stearin selama 1 hari Bentuk : Silinder tegak, alas datar, dan tutup ellipsoidal Bahan Konstruksi : Stainless steel, SA-283 Grade C
Jumlah : 3 Unit
Suhu : 60 0
Volume : 1.432,629 m C
Diameter : 10,3 m 3
Tinggi : 13,74 m Tebal plat : 3/4 in
(35)
12. Pompa Tangki Stearin (P105)
Fungsi : Memompa olein ke tangki timbun stearin
Jenis : Sentrifugal Pump
Bahan Konstruksi : Commercial steel
Suhu : 700
Laju alir volumetrik : 72,85 gpm C
Jumlah : 3 Buah
Spesifikasi Ukuran nominal : 3 in Schedule : 40 Spesifikasi pompa
Effisiensi motor : 80% Daya pompa : 1,5 HP
(36)
BAB VI
INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA
6.1 Instrumentasi
Instrumentasi merupakan sistem dan susunan peralatan yang dipakai di dalam suatu proses kontrol untuk mengatur jalannya proses agar diperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Di dalam suatu pabrik kimia, pemakaian instrumen merupakan suatu hal yang sangat penting karena dengan adanya rangkaian instrumen tersebut maka operasi semua peralatan yang ada di dalam pabrik dapat dimonitor dan dikontrol dengan cermat, mudah dan efisien. Dengan demikian kondisi operasi selalu berada dalam kondisi yang diharapkan.
Secara garis besar, fungsi instrumentasi adalah sebagai berikut: 1. Penunjuk (Indicator)
2. Pencatat (Recorder) 3. Pengontrol (Controler)
4. Pemberi tanda bahaya (Alarm)
Peralatan instrumentasi biasanya bekerja dengan tenaga mekanis atau tenaga listrik dan pengontrolannya dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis (menggunakan komputer berkecepatan tinggi). Penggunaan instrumen pada suatu peralatan proses tergantung pada pertimbangan ekonomis dan sistem peralatan itu sendiri. Pada pemakaian alat-alat instrumen juga harus ditentukan apakah alat-alat tersebut dipasang di atas papan instrumen dekat peralatan proses (kontrol manual) atau disatukan di dalam suatu ruang kontrol pusat (control room) yang dihubungkan dengan kontrol otomatis.
Variabel–variabel proses yang biasanya dikontrol/diukur oleh instrumen adalah:
1. Variabel utama, seperti temperatur, tekanan, laju alir, dan level cairan.
2. Variabel tambahan, seperti densitas, viskositas, panas spesifik, konduktivitas, pH, humiditas, titik embun, komposisi kimia, dan variabel lainnya.
(37)
Sistem pengendalian pada dasarnya terdiri dari:
1. Elemen Perasa/Elemen Utama (Sensing Element/Primary Element)
Yaitu elemen yang menunjukkan adanya perubahan dari harga variabel yang diukur.
2. Elemen Pengukur
Yaitu elemen yang menerima output dari elemen primer dan melakukan pengukuran, dalam hal ini termasuk alat-alat penunjuk (indikator) maupun alat-alat pencatat (recorder).
3. Elemen Pengontrol
Yaitu elemen yang mengadakan harga-harga perubahan dari variabel yang dirasakan oleh elemen perasa dan diukur oleh elemen pengukur untuk mengatur sumber tenaga sesuai dengan perubahan yang terjadi. Tenaga tersebut dapat berupa tenaga mekanis maupun tenaga listrik.
4. Elemen Pengontrol Akhir
Yaitu elemen yang sebenarnya mengubah input ke dalam proses sehingga variabel yang diukur tetap berada dalam range yang diizinkan.
Jika sistem pengendalian proses dirancang dengan cermat, maka permasalahan instrumentasi, seperti keterlambatan transmisi, siklisasi karena respon yang lambat atau tidak dijawab, radiasi, dan faktor lainnya dapat dihilangkan.
Adapun instrumentasi yang digunakan di pabrik minyak goreng ini mencakup:
1. Temperature Indicator Controller (TIC)
Adalah alat/instrumen yang digunakan sebagai alat pengatur suhu dan pengukur sinyal mekanis atau listrik. Pengaturan temperatur dilakukan dengan mengatur jumlah material proses yang harus ditambahkan/dikeluarkan dari dalam suatu proses yang sedang bekerja.
Prinsip kerja:
(38)
2. Pressure Indicator Controller (PIC)
Adalah alat/instrumen yang dapat digunakan sebagai alat pengatur tekanan dan pengukur tekanan atau pengubah sinyal dalam bentuk gas menjadi sinyal mekanis. Pengatur tekanan dapat dilakukan dengan mengatur jumlah uap/gas yang keluar dari suatu alat dimana tekanannya ingin dideteksi.
Prinsip kerja:
Pressure Indicator control (PIC) akibat tekanan uap keluar akan membuka/menutup diafragma valve. Kemudian valve memberikan sinyal kepada PIC untuk mengukur dan mendeteksi tekanan apakah sesuai dengan
set point.
3. Flow Controller (FC)
Adalah alat/instrumen yang bisa digunakan untuk mengatur kecepatan aliran fluida dalam pipa atau unit proses lainnya. Pengukuran kecepatan aliran fluida dalam pipa biasanya diatur dengan mengatur out put dari alat.
Prinsip kerja:
Kecepatan aliran diatur oleh regulating valve dengan mengubah tekanan
discharge dari pompa. Tekanan discharge pompa melakukan bukaan/tutupan valve dan FC menerima sinyal untuk mendeteksi dan mengukur kecepatan aliran apakah sesuai dengan set point.
4. Level Indicator Controller (LIC)
Adalah alat/instrumen yang dipakai untuk mengatur ketinggian (level) cairan dalam suatu alat dimana cairan tersebut bekerja. Pengukuran tinggi permukaan cairan dilakukan dengan operasi dari sebuah control valve, yaitu dengan mengatur rate cairan masuk atau keluar proses.
Prinsip kerja:
Jumlah aliran fluida diatur oleh control valve. Kemudian rate fluida melalui
valve ini akan memberikan sinyal kepada LIC untuk mendeteksi tinggi permukaan apakah sesuai dengan set point. Alat sensing yang digunakan umumnya pelampung atau transduser diafragma untuk mendeteksi dan menunjukkan tinggi permukaan cairan dalam alat dimana cairan bekerja.
(39)
Pada pra rancangan pabrik pembuatan olein dan stearin dari RBDPO
(Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil ) ini, jenis-jenis instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Alat pengatur temperatur pada Heat Exchanger
TC Bahan masuk
Bahan keluar
Steam
Kondensat
Gambar 6.1 Instrumentasi Pada Heat Exchanger
2. Alat mengukur dan mengatur ketinggian cairan pada Tangki
LIC
Gambar 6.2 Instrumentasi Pada Tangki
3. Alat mengatur kecepatan aliran fluida pada Pompa FC
(40)
4. Alat mengukur dan mengatur temperatur pada Chiller
Refrigerant Air dingin
TIC
Vaporized Refrigerant
Air panas
Gambar 6.4 Instrumentasi Pada Chiller
6.2 Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja merupakan suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan, cacat, ataupun pada saat bekerja di suatu perusahaan/pabrik. Kecelakaan dapat disebabkan oleh mesin, bahan baku, produk, serta keadaan tempat kerja, sehingga harus mendapat perhatian yang serius dan dikendalikan dengan baik oleh pihak perusahaan. Keselamatan kerja merupakan jaminan perlindungan bagi keselamatan karyawan dari bahaya cacat jasmani dan kematian. Selain itu, dengan adanya usaha-usaha pencegahan yang baik dapat meningkatkan semangat karyawan, untuk bekerja lebih baik, tenang, dan efisien.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan pabrik untuk menjamin keselamatan kerja, antara lain:
1. Menanamkan kesadaran akan keselamatan kerja bagi seluruh karyawan. 2. Memasang papan peringatan pada daerah proses yang rawan kecelakaan. 3. Memasang penerangan yang cukup dan sistem pertukaran udara/ventilasi yang
baik.
4. Menempatkan peralatan keselamatan dan pencegahan kebakaran di daerah yang rawan akan kecelakaan atau kebakaran.
5. Memasang alarm (tanda bahaya), sehingga bila terjadi bahaya dapat segera diketahui.
6. Menyediakan poliklinik dengan sarana yang memadai untuk pertolongan sementara.
(41)
Keselamatan Kerja pada Pabrik Pembuatan Olein dan Stearin Usaha untuk mencegah kecelakaan kerja yang mungkin terjadi dalam pabrik pembuatan Olein dan stearin ini mencakup:
1. Pencegahan Terhadap Bahaya Mekanis
Upaya pencegahan kecelakaan terhadap bahaya mekanis adalah :
1. Melengkapi sistem yang menangani fluida bertekanan tinggi (steam) dengan katup-katup pengaman seperti pada boiler dan heat exchanger. 2. Menggunakan dasar lantai yang terbuat dari plat baja dengan permukaan
yang agak sedikit kasar untuk mengurangi tergelincir.
3. Memasang alat–alat dengan penahan yang cukup kuat untuk mencegah kemungkinan terguling atau terjatuh.
4. Membersihkan area produksi khususnya lantai secara periodik untuk menghilangkan kotoran seperti tumpahan minyak yang mengganggu.
5. Membuat sistem ruang gerak karyawan cukup lebar dan tidak menghambat kegiatan karyawan.
6. Meletakkan jalur perpipaan berada di atas permukaan tanah atau pada atap lantai pertama kalau di dalam gedung atau setinggi 4,5 meter bila di luar gedung agar tidak menghalangi kendaraan yang lewat.
7. Meletakkan alat sedemikian rupa sehingga para operator dapat bekerja dengan tenang dan tidak akan menyulitkan apabila ada perbaikan atau pembongkaran.
8. Memberikan tutup pelindung pada alat–alat yang bergerak atau berputar untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
9. Menyediakan peralatan pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan pompa-pompa hidran pada tiap jarak tertentu
10. Memasang sprinkler, yaitu sistem yang bekerja secara otomatis dengan memancarkan air bertekanan kesegala arah untuk memadamkan kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran, khususnya di ruang kantor.
(42)
2. Keselamatan Kerja Terhadap Listrik
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga keselamatan kerja terhadap listrik, antara lain:
1. Memasang sekring pemutus arus listrik otomatis pada setiap instalasi dan peralatan listrik dan merancang secara terpadu dengan tata letak pabrik untuk menjaga keselamatan kerja dan kemudahan jika harus dilakukan perbaikan.
2. Memasang papan tanda larangan yang jelas pada daerah sumber tegangan tinggi.
3. Menempatkan motor-motor listrik pada tempat yang tidak mengganggu lalu lintas pekerja.
4. Mengisolasi kawat hantaran listrik yang sesuai dengan keperluan. Khususnya kabel listrik yang berdekatan dengan alat-alat yang bekerja pada suhu tinggi.
5. Memasang penangkal petir yang dibumikan pada setiap peralatan atau bangunan yang menjulang tinggi.
3. Pencegahan Terhadap Gangguan Kesehatan
1. Mewajibkan setiap karyawan untuk memakai pakaian kerja selama berada di dalam lokasi pabrik.
2. Mewajibkan karyawan memakai sarung tangan karet serta penutup hidung dan mulut saat menangani bahan-bahan kimia yang berbahaya.
3. Mewajibkan karyawan memakai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat alat yang bersuara tinggi seperti boiler dan generator.
4. Menyediakan poliklinik yang memadai di lokasi pabrik.
4. Peralatan Perlindungan Diri
Selama berada di dalam lokasi pabrik disediakan peralatan dan perlengkapan perlindungan diri yang wajib dipakai oleh karyawan dan setiap orang yang memasuki pabrik. Adapun peralatan perlindungan diri ini meliputi:
(43)
1. Pakaian kerja, masker, sarung tangan, dan sepatu pengaman khusus bagi karyawan yang bekerja berhubungan dengan bahan kimia, misalnya pekerja di laboratorium.
2. Helm, sepatu pengaman khusus, dan pelindung mata, bagi karyawan yang bekerja di bagian alat-alat berat, seperti penutup telinga bagi karyawan bagian boiler, kamar listrik (generator).
5. Kesadaran dan Pengetahuan yang Memadai bagi Karyawan
Salah satu faktor yang penting sebagai usaha menjamin keselamatan kerja adalah dengan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran karyawan akan pentingnya usaha menjamin keselamatan kerja. Usaha-usaha yang dapat dilakukan antara lain:
1. Melakukan pelatihan secara berkala bagi karyawan.
2. Membuat peraturan tata cara dengan pengawasan yang baik dan memberi sanksi bagi karyawan yang tidak disiplin.
3. Membekali karyawan dengan keterampilan menggunakan peralatan secara benar dan cara-cara mengatasi kecelakaan kerja.
Untuk mencapai keselamatan kerja yang tinggi, maka ditambahkan nilai– nilai disiplin bagi para karyawan yaitu:
1. Mengikuti pedoman–pedoman yang sesuai dalam bertugas. 2. Mematuhi setiap peraturan dan ketentuan yang ada.
3. Memiliki keterampilan untuk mengatasi kecelakaan dengan menggunakan peralatan yang ada.
4. Melaporkan dengan segera setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan pada atasan.
5. Mengingatkan antara karyawan akan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.
6. Mengontrol secara periodik terhadap alat instalasi pabrik oleh petugas
(44)
BAB VII
UTILITAS
Utilitas dalam suatu pabrik adalah sarana penunjang utama di dalam kelancaran proses produksi. Agar proses produksi tersebut dapat terus berkesinambungan, haruslah didukung oleh sarana dan prasarana utilitas yang baik. Sarana utilitas yang terdapat pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Olein
dan Stearin ini adalah : 1. Kebutuhan uap (steam) 2. Kebutuhan air
3. Kebutuhan bahan kimia 4. Kebutuhan bahan bakar 5. Kebutuhan listrik
7.1 Kebutuhan Uap (Steam)
Dari perhitungan neraca panas diketahui kebutuhan steam adalah:
• Tangki RBDPO = 2.189,7145 kg/jam
• Heat Exchanger = 1.189,0670 kg/jam
• Bak penampung Stearin = 1.582,9961 kg/jam + Total = 4.961,7776 kg/jam
Tambahan untuk faktor keamanan diambil 30 % maka:
Total uap yang harus dihasilkan = 1,3 x 4.961,7776 = 6.450,3109 kg/jam
7.2 Kebutuhan Air
Kebutuhan air dalam suatu pabrik meliputi kebutuhan air dalam suatu pabrik meliputi air pendingin, air umpan ketel, air domestik, dan air tambahan untuk keperluan lain-lain. Kebutuhan air pada pabrik pembuatan olein dan stearin
(45)
7.2.1 Kebutuhan air pendingin
Air pendingin dibutuhkan pada tangki kristalisasi dengan sumber air dari
water cooling tower dan chiller.
a. Water Cooling Tower
Water cooling tower dapat mendinginkan air dengan menggunakan udara dimana suhu keluar 24 o
Wm = We + Wd + Wb (Perry, 1999) C. Air yang telah digunakan sebagai pendingin dapat dipergunakan kembali setelah didinginkan pada water cooling tower, dengan menganggap adanya kehilangan air selama proses sirkulasi, sehingga dibutuhkan penambahan air sebanyak:
We = 0,00085 Wc (T1-T2
1 S
We Wb
− =
)
Dimana:
Wm = Air segar yang harus ditambahkan (m3 We = Air yang hilang akibat penguapan (m
/jam) 3
Wb = Air yang terhembus (m
/jam) 3
Wd = Air yang hilang sepanjang aliran (m /jam)
3
= 0,1 – 0,2 %, diambil 0,2 %
/jam)
Wc = Kebutuhan air pendingin (m3 T
/jam) 1 = Temperatur masuk = 380
T
C 2 = Temperatur keluar = 240
S = Perbandingan antara padatan terlarut dengan air yang ditambahkan adalah 3 sampai 5 (diambil S = 5 )
C
ρair = 1000 kg/m3 Laju volumetrik air pendingin : m = 108.092,1092 kg/jam
(46)
jam m 0,3216 1
5 1,2863
Wb = 3
− =
Diambil 0,2 %
Wd = 0,002 x 108,0921 = 0,2162 m3
Jumlah air tambahan yang dibutuhkan untuk air pendingin dari WCT: /jam
= 1,2863 + 0,3216 + 0,2162 = 1,8241 m3 = 1.824,0543 kg/jam
/jam
Jumlah air pendingin yang digunakan kembali: = 108.092,1092 - 1.824,0543 = 106.268,0549 kg/jam b. Chiller
Chiller dapat mendinginkan air hingga 10-11 oC dengan menggunakan
referigerant. Referigerant yang digunakan adalah amoniak (NH3
Dari neraca panas diperoleh laju masa air pendingin dari chiller adalah: 139.089,0389 kg/jam. Diperkirakan air tambahan 5 % maka:
).
Air tambahan untuk chiller = 0,05 x 139.089,0389 kg/jam = 6.954,4519 kg/jam
7.2.2 Air umpan ketel
Diperkirakan 80% kondensat dapat digunakan kembali maka: - Kondensat yang digunakan kembali = 80% x 6.450,3109 = 5.160,2487 kg/jam - Kebutuhan air tambahan untuk ketel = 20% x 6.450,3109 = 1.290,0622 kg/jam
7.2.3 Air domestik
Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan air rumah tangga, kantin, dan lain sebagainya. Kebutuhan air untuk masyarakat industri diperkirakan 6 l/jam tiap orang. Jumlah karyawan 125 orang dan ρ air = 1000 kg/m3
= 125 x 6 l/jam = 750 l/jam x 1 kg/l
= 1 kg/l, maka total air kebutuhan domestik adalah:
(47)
7.2.4 Air tambahan
Kebutuhan air tambahan untuk keperluan lain-lain (laboratorium, pencucian peralatan, dan lain sebagainya) diperkirakan 5 % dari total kebutuhan air.
= 5 % (1.824,0543 + 6.954,4519 + 1.290,0622 + 750 ) = 540,93 kg/jam
Jadi kebutuhan total air tambahan adalah:
= 1.824,0543 + 6.954,4519 + 1.290,0622 + 750 + 540,93 = 11.359,4969 kg/jam
7.3 Unit Pengolahan Air
Sumber air pada pabrik ini berasal dari air sumur bor. Kualitas air sumur bor kawasan Besitang dapat dilihat pada Tabel 7.1
Tabel.7.1 Mutu Air Sumur Bor Besitang No Parameter Kadar (mg/l)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. pH Besi (Fe2O3 Kalsium (CaO) ) Magnesium (MgO) Sulfat (SO4
Klorida (Cl) )
Kandungan organik Alumina (Al2O3 Zat organik ) 5 2,56 2,34 2,1 0,35 2,32 2,25 0,004 1,5
Sumber : Laporan air minum Kabupaten Langkat, Sumut, 2002
Untuk menjamin kelangsungan penyediaan air, maka dibangun fasilitas penampungan air (water intake) yang juga merupakan pengolahan awal air sumur bor.
(48)
1. Pengendapan
Pada bak penampungan partikel-partikel padat yang berdiameter besar akan mengendap secara gravitasi. Ukuran partikel yang mengendap ini berkisar antara 10 mikron hingga 10 milimeter.
2. Filtrasi
Filtrasi dilakukan untuk memisahkan flok dan koagulan yang masih terikut bersama air. Penyaring pasir (sand filter) yang digunakan terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
- Lapisan I : terdiri dari pasir hijau setinggi 24 in = 60 cm - Lapisan II : terdiri dari antrakit setinggi 12,5 in = 31,25 cm - Lapisan III : terdiri dari batu grafel setinggi 7 in = 17,5 cm
Pada bagian bawah alat penyaring dilengkapi dengan strainer sebagai penahan. Selama pemakaian, daya saring penyaring (sand filter) akan menurun sehingga diperlukan regenerasi secara berkala dengan pencucian balik (back wash). Dari penyaring(sand filter) ini, air dipompakan ke menara air sebelum didistribusikan untuk berbagai pemakaian.
Untuk air umpan ketel masih diperlukan pengolahan air lebih lanjut, yaitu
demineralisasi dan deaerasi. Untuk memenuhi standar air domestik diperlukan klor sebagai desinfektant untuk membunuh kuman di dalam air. Klor yang digunakan biasanya dalam bentuk kaporit, Ca(ClO2).
4. Pengolahan air domestik
Kebutuhan air domestik = 750 kg/jam
Kaporit yang digunakan direncanakan mengandung klorin 30 %
Kebutuhan klorin = 2 ppm dari berat air (Nalco, 1988) Kebutuhan kaporit = (2 x 750) / (0,3 x1000.000)
(49)
5. Demineralisasi air umpan ketel
Air untuk umpan ketel harus murni dan bebas dari garam-garam terlarut. Untuk itu perlu dilakukan proses demineralisasi. Alat demineralisasi dibagi atas:
a. Penukar Kation (Cation Exchanger)
Penukar kation berfungsi untuk mengikat logam-logam alkali dan mengurangi kesadahan air yang digunakan. Proses yang terjadi adalah pertukaran antara kation Ca, Mg dan kation lain yang larut dalam air dengan kation dari resin. Resin yang digunakan bermerek Daulite C-20.
Reaksi yang terjadi:
2H+R + Ca2+ → Ca2+R2 + 2H 2H
+
+
R + Mg2+→ Mg2+R2 + 2H Untuk regenerasi dipakai H
+
2SO4 Ca
berlebih dengan reaksi: 2+
R2 + 2 H2SO4 → CaSO4 + 2H+ Mg
R 2+
R2 + 2 H2SO4 → MgSO4 + 2H+R
Perhitungan Kesadahan Kation
Dari Tabel 7.1 di atas diketahui bahwa air sumur bor Besitang mengandung Ca2+, Mg2+, dan Fe3+
• Kebutuhan air yang akan diolah = 1.290,0622 kg/jam
masing-masing dengan kadar 2,34 mg/l, 2,1 mg/l, dan 2,56 mg/l.
• Total kesadahan kation = 2,34 + 2,1 + 2,56 = 7 mg/l
• Densitas air = 1000 kg/m
Volume =
3 menit galon 68 , 5 jam m ,290 1 1000 1.290,0622 ρ m 3 = = =
1 mg/l =
galon grain 17,1
1
Total muatan = kgrain
1000 1 x menit galon 68 , 5 x galon 17,1 grain 7
(50)
Digunakan ion exchanger 1 unit dengan service flow maksimum 19 galon/menit. Dari Tabel 12 Nalco (1988), diperoleh data sebagai berikut:
Diameter tangki : 1 ft Luas permukaan, A : 0,7854 ft
Resin yang digunakan adalah Daulite C – 20, dengan nilai EC (Exchanger Capacity, yaitu kemampuan penukar ion untuk menukar ion yang ada pada air yang melaluinya) = 17 kgrain/ft
2
3
Kebutuhan resin =
(Nalco, 1988). /hari ft 0,197 kgrain/ft 17 i kgrain/har 34 , 3 3 3 = Tinggi yang dapat ditempati oleh resin
ft 0,25 7854 , 0 0,197 permukaan luas resin kebutuhan
h= = =
Faktor kelonggaran diambil 80%, maka tinggi resin h = 1,8 x 0,25 = 0,45 ft
Tinggi minimum resin = 2,5 ft Regenerasi
Volume resin, V = h x A = 2,5 x 0,7854 = 1,9635 ft Siklus regenerasi, t
3 3,34 17 x 1,9635 muatan total resin kapasitas x resin volume = =
= 9,96 hari
Sebagai regeneran digunakan H2SO4, dimana pemakaiannya sebanyak 8 lb H2SO4/ft3
Kebutuhan H
untuk setiap regenerasi (Nalco, 1988) 2SO4 resin kapasitas regenerasi kapasitas x muatan Total = = 3 3 4 2 ft kgrain 17 ft SO H lb 8 x hari kgrain 3,34
= 1,57
hari regenerasi 9,96 1 x regenerasi lb
(51)
b. Penukar Anion (Anion Exchanger)
Penukar anion berfungsi untuk menukar anion yang terdapat dalam air dengan ion hidroksida dari resin. Resin yang digunakan bermerek R-Dowex.
Reaksi yang terjadi:
2ROH + SO42- → R2SO4 + 2OH ROH + Cl
→ RCl + OH
Untuk regenerasi dipakai larutan NaOH dengan reaksi:
R2SO4 + 2NaOH → Na2SO4
RCl + NaOH → NaCl + ROH + 2ROH
Perhitungan Kesadahan Anion
Dari Tabel 7.1 diketahui air sumur bor Besitang mengandung SO42- dan Cl
-• Kebutuhan air yang akan diolah = 1.290,0622 kg/jam masing-masing dengan kadar 0,35 mg/l dan 2,32 mg/l.
• Total kesadahan anion = 0,35 + 2,32 = 2,67 mg/l
• Densitas air = 1000 kg/m
Volume =
3 menit galon 5,68 jam m ,290 1 1000 1.290,0622 ρ m 3 = = =
1 mg/l =
galon grain 17,1
1
Total muatan = kgrain
1000 1 x menit galon ,68 5 x galon 17,1 grain 2,67 = 8,8 x 10-4
Digunakan ion exchanger 1 unit dengan service flow maksimum 19 galon/menit. Dari Tabel 12 Nalco (1988), diperoleh data sebagai berikut:
kgrain/menit = 1,27 kgrain/hari
Diameter tangki : 1 ft Luas permukaan, A : 0,7854 ft
Resin yang digunakan adalah R-Dowex, dengan nilai EC (Exchanger Capacity, yaitu kemampuan penukar ion untuk menukar ion yang ada pada air
(52)
Kebutuhan resin = 0,1ft /hari kgrain/ft 12 i kgrain/har 1,27 3 3 = Tinggi yang dapat ditempati oleh resin
ft 0,1355 0,7854 0,1 Permukaan Luas resin Kabutuhan
h= = =
Faktor kelonggaran diambil 80%, maka tinggi resin h = 1,8 x 0,1355 = 0,2439 ft
Tinggi minimum resin = 2,5 ft
Regenerasi
Volume resin, V = h x A = 2,5 x 0,7854 = 1,9635 ft Siklus regenerasi, t
3 1,27 12 x 9635 , 1 muatan total resin kapasitas x resin Volume = =
= 18,44 hari
Sebagai regeneran digunakan NaOH, dimana pemakaiannya sebanyak 5 lb NaOH/ft3
Kebutuhan NaOH =
untuk setiap regenerasi (Nalco, 1988)
resin kapasitas regenerasi kapasitas x muatan Total = 3 3 ft kgrain 12 ft NaOH lb 5 x hari kgrain 27 , 1
= 0,5322
hari regenerasi 33 1 x regenerasi lb
= 0,0012 lb/hari = 0.0131 kg/hari
6. Deaerasi
Deaerator berfungsi untuk memanaskan air yang keluar dari alat penukar ion (ion exchanger) sebelum dikirim sebagai air umpan ketel. Air hasil
(53)
yang terlarut dalam air, seperti O2 dan CO2 dapat dihilangkan, sebab gas-gas tersebut dapat menyebabkan korosi. Pemanasan ini juga berfungsi untuk mencegah perbedaan suhu yang besar antara air umpan dengan suhu di dalam ketel sehingga beban ketel dapat dikurangi.
7.3 Kebutuhan Bahan Kimia
Kebutuhan bahan kimia adalah sebagai berikut: 1. Al2(SO4)3
2. Na
= 13,6314 kg/hari 2CO3
3. Kaporit = 0,12 kg/hari = 7,3610 kg/hari
4. H2SO4
5. NaOH = 0,0131 kg/hari = 0,0714 kg/hari
7.4 Kebutuhan Listrik
Perincian kebutuhan listrik diperkirakan sebagai berikut:
1. Unit Proses = 113 Hp
2. Unit Utilitas = 76 Hp 3. Ruang kontrol dan laboratorium = 20 Hp 4. Penerangan dan kantor = 20 Hp Total kebutuhan listrik = 231 Hp Untuk cadangan diambil 20 %, maka :
Listrik yang dibutuhkan = 1,2 x 231 Hp = 277 Hp
= 277 Hp x 0,7457 kW/Hp = 206,7 kW
Untuk memenuhi kebutuhan listrik pada power plant digunakan 3 unit diesel engine generating set (2 operasi dan 1 stand-by).
Effisiensi generator = 75% (Pande, 1985) = 75% x 206,7 kW = 275,6 kW
(54)
7.5 Kebutuhan Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan untuk ketel uap dan pembangkit tenaga listrik dan furnace adalah minyak solar (minyak solar mempunyai nilai bahan bakar tinggi).
Keperluan bahan bakar : 1 Bahan bakar generator
Kebutuhan total listrik = 275,6 kW
1 kW = 860,4 kkal/jam
Nilai kalor solar = 10.220 kkal/kg (Perry, 1999) Densitas bahan bakar solar = 0,89 kg/ltr (Perry, 1999) Daya generator dihasilkan = 275,6 kW x 860,4 kkal/jam
= 237.135,4635 kkal/jam Jumlah bahan bakar =
kkal/ltr 10.220 kkal/jam 4635 , 135 . 237
= 23,2031 ltr/jam
Kebutuhan solar = 23,2031 ltr/jam
2 Ketel Uap
Total steam yang dihasilkan = 6.450,3109 kg/jam Entalpi steam, Hs (1800
Kondensat digunakan, M
C, 2 atm) = 2.828,6 kJ/kg c
Entalpi kondensat, H
= 3.772,71 kg/jam c (100o
Kondensat digunakan, M
C) = 419 kJ/kg d
Entalpi kondensat, H
= 1.189,067 kg/jam d (110o
Air umpan segar, M
C) = 462 kJ/kg f
Entalpi air umpan, H
= 1.290,0622 kg/hari f (90o
C) = 376,9 kJ/kg
Entalpi umpan ketel, Hb =
0622 , 290 . 1 7106 , 772 . 3 067 , 189 . 1 ) 9 , 376 0622 , 290 . 1 ( ) 419 7106 , 772 . 3 ( ) 462 067 , 189 . 1 ( + + +
+ x x
(55)
Panas yang dibutuhkan = Qs (Hs - Hb)
= 6.450,3109 (2.828,6 - 418,49) = 15.545.951,9782 kJ/jam
Efisiensi alat = 85 %
Total kebutuhan panas =
85 , 0
jam kJ 9782 , 951 . 545 . 5 1
= 18.289.355,2685 kJ/jam = 4.371.260,8194 kkal/jam Digunakan bahan bakar minyak solar
Nilai kalor bakar = 10.220 kal/kg (Perry, 1999) Jumlah solar yang digunakan =
kkal/kg 10.220
kkal/jam 8194
4.371.260,
= 427,7163 kg/jam Densitas solar = 0,89 kg/ltr
Volume solar yang digunakan = 427,7163/0,89 = 480,5801 ltr/jam
Total kebutuhan solar = 23,2031 + 480,5801 = 12.090,7972 ltr/jam
7.6 Unit Pengolahan Limbah
Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke badan air atau atmosfer, karena limbah tersebut mengdanung bermacam-macam zat yang dapat membahayakan alam sekitar maupun menusia itu sendiri. Demi kelestarian lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit pengolahan limbah.
Limbah cair yang berasal dari pabrik meliputi: 1. Limbah cair hasil pencucian peralatan pabrik.
Limbah ini diperkirakan mengandung kerak dan kotoran-kotoran yang melekat pada peralatan pabrik, dan sisa-sisa minyak yang terbuang
(56)
2. Limbah domestik
Limbah ini mengandung bahan organik sisa pencernaan yang berasal dari kamar mandi di lokasi pabrik, serta limbah dari kantin berupa limbah padat dan limbah cair
3. Limbah laboratorium
Limbah yang berasal dari laboratorium ini mengandung bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menganalisa mutu bahan baku yang dipergunakan dan mutu produk yang dihasilkan, serta yang dipergunakan untuk penelitian dan pengembangan proses.
Diperkirakan jumlah air buangan pabrik:
• Buangan domestik
Diperkirakan air buangan tiap orang = 2 ltr/jam
Jumlah pekerja = 125 orang
Total air buangan domestik = 125 x 2 = 250 ltr/jam
• Laboratorium diperkirakan = 540,9 kg/jam
Total air buangan = 255 + 540,9
= 790,92 ltr/jam 24 jam/hari
=
3 ltr/m 1000
hari ltr 2822 , 382 . 18
= 18,3822 m3/hari
Pengolahan limbah cair pada pabrik pembuatan olein dan stearin ini direncanakan melalui bak penampung, bak pengendapan, dan bak penetralan dengan proses sebagai berikut:
(57)
BP 1
BP 2
BP 3
BP 4
Gambar 7.1 Proses pengolahan limbah Keterangan:
BP 1 : Bak penampung BP 2 : Bak pengendapan BP 3 : Bak penentralan
BP 4 : Pengolahan dengan lumpur aktif
7.7 Spesifikasi Peralatan Utilitas 1. Bak Pengendapan (BP201)
Fungsi : Menampung dan mengendapkan kotoran terbawa dari air tanah.
Bentuk : Bak dengan permukanan persegi panjang Bahan Konstruksi : Beton kedap air
Jumlah : 2 Unit
Volume : 27,2628 m
Panjang : 4,9689 m 3
Lebar : 3,3126 m Tinggi : 1,6563 m
2. Tangki Alumunium Sulfat (T201)
Fungsi : Membuat larutan alumunium sulfat
(58)
Suhu : 300
Volume : 1,2 m
C
Diameter : 0,9716 m 3
Tinggi : 1,6193 m Tebal plat : 3/16 in
Jenis pengaduk : Flat six-blade open turbine
Diameter Impeller : 0,324 m Kecepatan pengadukan : 1 rps Daya pengadukan : 1 Hp
3. Tangki Natrium Karbonat (T202)
Fungsi : Membuat larutan Natrium Karbonat
Bentuk : Silinder tegak, alas datar dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Stainless Steel
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 300
Volume : 8,977 m
C
Diameter : 1,9 m 3
Tinggi : 3,16 m Tebal plat : 3/16 in
Jenis pengaduk : Flat six-blade open turbine
Diameter Impeller : 0,6334 m Kecepatan pengadukan : 1 rps Daya pengadukan : 16,5 Hp
4. Clarifier (CL201)
Fungsi : Memisahkan endapan yang terbentuk karena penambahan alum dan soda abu.
Bahan Konstruksi : Carbon Steel SA-53 Grade B
(59)
Volume : 11,36 m Diameter : 6,57 m 3
Tinggi : 6,57 m Waktu pengendapan : 0,87 jam Tebal plat : 3/16 in
Jenis pengaduk : Flat six-blade open turbine
Daya pengadukan : 3 Hp
5. Sand Filter (SF201)
Fungsi : Menyaring air yang berasal dari clarifier
Bentuk : Silinder tegak, alas dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Carbon Steel SA-53 Grade B
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 300
Volume : 2,84 m
C
Diameter : 1,23 m 3
Tinggi : 3,87 m Tebal plat : 3/16 in
6. Menara Air (MA201)
Fungsi : Mendistribusikan air untuk berbagai keperluan Bentuk : Silinder tegak, alas dan tutup datar
Bahan Konstruksi : Carbon Steel SA-53 Grade B
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 300
Volume : 13,6314 m
C
Diameter : 8,4937 m 3
Tinggi : 8,4937 m Tebal plat : 1/4 in
(60)
7. Tangki Asam Sulfat (T203)
Fungsi : Membuat larutan asam sulfat
Bentuk : Silinder tegak, alas datar dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Stainless Steel
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 300
Volume : 0,0063 m
C
Diameter : 0,196 m 3
Tinggi : 0,2816 m Tebal plat : 3/16 in
Jenis pengaduk : Flat six-blade open turbine
Diameter Impeller : 0,0563 m Kecepatan pengadukan : 2 rps Daya pengadukan : 1 Hp
8. Tangki Natrium Hidroksida (T204)
Fungsi : Membuat larutan natrium hidroksida
Bentuk : Silinder tegak, alas datar dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Stainless Steel
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 300
Volume : 0,0006 m
C
Diameter : 0,078 m 3
Tinggi : 0,0882 m Tebal plat : 3/16 in
Jenis pengaduk : Flat six-blade open turbine
Diameter Impeller : 0,026 m Kecepatan pengadukan : 2 rps Daya pengadukan : 1 Hp
(61)
9. Penukar Kation (CE201)
Fungsi : Mengurangi kesadahan air
Bentuk : Silinder tegak, alas dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Plate steel SA-167, grade 304
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 300
Volume : 1,5548 m
C
Diameter : 0,8407 m 3
Tinggi : 2,6651 m Tebal plat : 3/16 in
10. Penukar Anion (AE201)
Fungsi : Mengurangi kesadahan air
Bentuk : Silinder tegak, alas dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Plate steel SA-167, grade 304
Jumlah : 1 Unit
Volume : 1,5548 m
Diameter : 0,8407 m 3
Tinggi : 2,664 m Tebal plat : 3/16 in
11. Deaerator (DE201)
Fungsi : Menghilangkan gas-gas terlarut dalam umpan ketel Bentuk : Silinder horizontal, alas dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Plate steel SA-167, grade 304
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 900
Volume : 1,6 m
C
Diameter : 0,8494 m 3
(62)
12. Ketel Uap (KU201)
Fungsi : Menyediakan uap untuk keperluan proses Bentuk : Pipa api
Bahan Konstruksi : Carbon steel
Jumlah : 1 Unit
Panas ketel : 72.576.806,6210 Btu/hari Panjang tube : 30 ft
Diameter tube : 3 in Luas permukaan pipa : 1,456 ft2 Jumlah tube : 273 buah
/ft
13. Tangki Kaporit (T205)
Fungsi : Membuat larutan kaporit
Bentuk : Silinder tegak, alas datar dan tutup ellipsoidal
Bahan Konstruksi : Stainless Steel
Jumlah : 1 Unit
Suhu : 300
Volume : 0,004 m
C
Diameter : 0,1446 m 3
Tinggi : 0,241 m Tebal plat : 3/16 in
Jenis pengaduk : Flat six-blade open turbine
Diameter Impeller : 0,0482 m Kecepatan pengadukan : 2 rps Daya pengadukan : 1 Hp
14. Water Cooling Tower (WCT201)
Fungsi : Mendinginkan air pendingin bekas dari temperatur 38oC menjadi 24o
Jenis : Mechanical Draft Cooling Tower
(1)
Kapasitas produksi pada titik BEP
Olein = 50.000 kg x 13,5 % = 6.751,70 Stearin = 44,286 kg x 13,5 % = 5.980,08
Nilai penjualan pada titik BEP = Rp 1.049.607.886.973,-
Dari data feasibilities,
- BEP ≤ 50 %, pabrik layak didirikan (feasible)
- BEP ≥ 50 %, pabrik tidak layak didirikan (infeasible)
Dari perhitungan diperoleh BEP = 13,5 %, maka pra rancangan pabrik ini layak.
10.5.3 Return on Investment (ROI)
Return on Investment adalah besarnya persentase pengembalian modal tiap tahun dari penghasilan bersih.
ROI =
Investasi Modal
Total
pajak setelah Laba
x 100 % ROI =
− − , 738 . 754 . 671 . 433 . 3 Rp
234.527, 1.424.777.
Rp
x 100 % = 41,5 %
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui laju pengembalian modal investasi total dalam pendirian pabrik. Kategori resiko pengembalian modal tersebut adalah:
ROI ≤ 15 % resiko pengembalian modal rendah
15 ≤ ROI ≤ 45 % resiko pengembalian modal rata-rata ROI ≥ 45 % resiko pengembalian modal tinggi
Dari hasil perhitungan diperoleh ROI sebesar 41,5 %, sehingga pabrik yang akan didirikan ini termasuk resiko pengembalian modal rata-rata.
10.5.4 Pay Out Time (POT)
Pay Out Time adalah angka yang menunjukkan berapa lama waktu pengembalian modal dengan membandingkan besar total modal investasi dengan penghasilan bersih setiap tahun. Untuk itu, pabrik dianggap beroperasi pada kapasitas penuh setiap tahun.
POT =
ROI 1
(2)
ROI = Investasi Modal Total pajak setelah Laba
ROI =
− − , 738 . 754 . 671 . 433 . 3 Rp 234.527, 1.424.777. Rp = 0,415
POT = 415 , 0
1
x 1 tahun = 2,41 tahun
Dari harga di atas dapat dilihat bahwa seluruh modal investasi akan kembali setelah 2,41 tahun operasi.
10.5.5 Return on Network (RON)
Return on Network merupakan perbandingan laba setelah pajak dengan modal sendiri.
RON =
sendiri Modal
pajak setelah Laba
x 100 %
RON =
− − , 843 . 052 . 203 . 060 . 2 Rp 234.527, 1.424.777. Rp
x 100 % = 69,16 %
10.5.6 Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return merupakan persentase yang menggambarkan keuntungan rata-rata bunga pertahunnya dari semua pengeluaran dan pemasukan
Apabila IRR ternyata lebih besar dari bunga riil yang berlaku, maka pabrik akan menguntungkan tetapi bila IRR lebih kecil dari bunga riil yang berlaku maka pabrik dianggap rugi.
(3)
BAB XI
KESIMPULAN
Dari hasil analisa perhitungan pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Olein dan Stearin dari RBDPO ini diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Pabrik direncanakan beroperasi selama 330 hari pertahun, 24 jam sehari. Kapasitas produksi Olein 1200 ton/hari.
2. Lokasi pabrik direncanakan didirikan di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Sumatera Utara
3. Bentuk badan usaha yang direncanakan adalah Perseroan Terbatas (PT) dan bentuk organisasi yang direncanakan adalah garis, dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan 125 orang.
4. Hasil analisa ekonomi :
a. Total modal investasi : Rp 3.433.671.754.738,- b. Biaya Produksi (per tahun) : Rp 5.737.543.237.748,- c. Hasil penjualan (per tahun) : Rp 7.772.914.287.072,- d. Laba bersih : Rp 1.424.777.234.527,- e. Profit Margin (PM) : 26,19 %
f. Break Even Point (BEP) : 13,5 % g. Return on Investment (ROI) : 41,5 % h. Pay Out Time (POT) : 2,41 tahun i. Return on Network (RON) : 69,16 % j. Internal Rate of Return (IRR) : 49,01 %
5. Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan bahwa perancangan pabrik Olein dan Stearin ini layak untuk didirikan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. “Ammonia in Australia”
Anonim. 2007. “Harga Patokan Ekspor”.
Anonim. 2007. “Minyak Goreng”.
Anonim. 2002. “Laporan Air Minum Kabupaten Langkat”
Amang, Beddu. 1996. “Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia”. IPB Press. Bandung.
Autobild. 2007. “Panduan Bagi Pembeli”. Edisi 106. Gramedia. Jakarta.
Baron, L.W. 1982. “Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment”.
Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Besitang. 2007.
BPS. 2004. “Data Statistik Perdagangan”. Jakarta.
Brown, G.G. 1960. “Unit Operation”. Modern Asia Edition. John Wiley and Sons. New York.
Brownell, L.E., and Young, E.H. 1979. “Process Equipment Design”. Wily Eastern Limited. New Delhi.
Fauzi, Yan. 2002. “Kelapa Sawit”. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Foust, Alan S. 1980. “Process of Unit Operation”. John Wiley and Sons. New York.
Geankoplis, Chistie J. 1997. “Transport Process, Momentum, Heat and Mass”, Allyn and Bacon. Boston.
Hammer, M.J. 1986. “ Water and Wastewater Technology”. Edisi 3. Prenticehall. New York.
Hougen, O.A. 1960. “Chemical Process Principles”. John Wiley and Sons. New York.
Kern, 1950. “Process Heat Transfer”. McGraw-Hill Book Co. Auckland.
Ketaren S. 1986. “Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan”. Edisi 1. UI Press. Jakarta.
Kirk-Othmer. 1967. “Encyclopedia of Chemical Technology”. Edisi 2. International Science. Dursion of John Wiley and Sons. New York.
(5)
Labban. 1971. “Kalor dan Termodinamika”. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Lyman. 1982. “Estimation Property of Thermodinamic Method”.
Madura, Jeff. 2000. “Introduction to Business”. South Western College Publishing. USA.
Manulang, M. 1982. “Dasar-dasar Marketing Modern”. Edisi I. Liberty Press. Yogyakarta.
Nalco. 1979. “The Nalco Water Handbook”. McGraw-Hill Company. Inc. New York.
Perry, J.H. 1999. “Chemical Engineering Handbook”. Edisi 7, McGraw-Hill Book Co. New York.
Pertamina. 2007. Unit pemasaran Medan.
Peters, dkk. 2004. “Plant Design and Economic for Chemical Engineers”. Edisi 4. McGraw-Hill Book Co. Tokyo.
Prabhudesai, Rajaram K. and Dilip K. Das. 1984. “Chemical Engineering for Professional Engineers Examination”. McGraw-Hill Book Co. New York. PT. Bintang Tenera. 2007. Deli Tua.
PT. Bratachemstore. 2007. “ Daftar Harga Bahan-Bahan Kimia”. Medan. PT. Rudang Jaya. 2007. Medan.
PT. Sinar Teknik. 2007. Medan. Pusat Pasar. 2007
Rajawali Nusantara. 2007. Medan.
Reklaitis, G.V. 1983. “Introduction to Material and Energy Balance”. John Wiley and Sons. New York.
Riegel, Emil Raymond. 1992. “Riegel’s Handbook of Industrial Chemistry I”.
Edisi 9. Van Nostrand Reinhold. New York.
Risza, Suyatno. 1994. “Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas”.
Kanisius, Yogyakarta.
Siagian, Sondang P. 1992. “Fungsi-fungsi Manajerial”. Offset Radar Jaya. Jakarta. Smith, J.M, and Vannes, H.C. 2001. “Introduction to Chemical Engineering
Thermodinamics”. McGraw-Hill Book Co. New York.
(6)
Sutarto. 2002. “Dasar-dasar Organisasi”. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Teuku, Buena. 2007 “Belajar Merancang Pabrik Kimia”, dalam
Timms. 1985. “Edible Oil”. Vol: 62. Pasir Gudang. Malaysia.
Treyball, Robert E. 1984. “Mass-Transfer Operation”. Edisi 3. McGraw-Hill Classic Text Book Reissue. McGraw-Hill Book Co. New York.
Ulrich, Gael D.A. 1984. “A Guide to Chemical Engineers Process Design and Economics”. John Wiley and Sons. New York.
Walas, Stanley M. 1988. “Chemical Process Equipment”. Butterworth. New York. Waluyo. 2000. “Perubahan Perundang-undangan Perpajakan era Reformasi”.
Salemba Empat. Jakarta.
Wanto, EP.Ir. 1980. “Dasar-dasar Mikrobiologi”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Zainun, Buchari. 1987 “Organisasi dan Manajemen”. Balai Pustaka. Jakarta.