Dynamic Connections

(1)

DYNAMIC CONNECTIONS

SKRIPSI

OLEH

GINA PRIMTA BARUS 110406075

DEPARTEMEN ARSITEKTUR USU FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DYNAMIC CONNECTIONS

SKRIPSI

OLEH

GINA PRIMTA BARUS 110406075

DEPARTEMEN ARSITEKTUR USU FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DYNAMIC CONNECTIONS

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

GINA PRIMTA BARUS 110406075

DEPARTEMEN ARSITEKTUR USU FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

PERNYATAAN

DYNAMIC CONNECTIONS

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak trdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, ………...


(5)

Judul Skkripsi : DYNAMIC CONNECTIONS Nama Mahasiswa : Gina Primta Barus

Nomor Pokok : 110406075 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

Ir. Nurlisa Ginting, M. Sc, Ph.D

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

Ir. N. Vinky Rahman, M.T. Ir. N. Vinky Rahman, M.T.


(6)

Telah diuji pada Tanggal: 14 Juli 2015

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, Ph.D

Anggota Komisi Penguji : 1. Hilma Tamiami Fachrudin, S.T, M.Sc. 2. Ir. Tavip K. Mustafa, IAI


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Bapa dan Sahabat yang menjadi penopang dan sumber kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan terima-kasih kepada:

1. Ibu Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberi pengarahan dalam penulisan skripsi dan telah membimbing dalam proses perancangan mata kuliah Perancang Arsitektur 6.

2. Bapak Ir. Bauni Hamid, M.Des, Ph.D, Bapak Ir. Tavip K. Mustafa, IAI dan Ibu Hilma Tamiami Fachrudin, S.t, M.Sc selaku Dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi dan proses perancangan mata kuliah Perancangan Arsitektur 6.

3. Keluarga terkasih papi Usaha Barus, mami Ida Nurani Ginting, bang Gamal Primsa, Ghea Primta dan bang Rudianto atas kasih sayang, perhatian, doa, dukungan dana dan semangatnya setiap hari.

4. Teman-teman sepelayanan yang ada di Bethesda, Pelmap dan Elshaddai atas dukungan doanya setiap waktu.

5. Sahabat Arsitektur Anita Octaria , Hermilio, Devi Liza, Mirza Akbar, Christy Sianturi dan Debby Anastasya buat dukungan semangat, pinjaman uang, tempat nginap dan mandi serta bantuan-bantuan lainnya yang tidak


(8)

6. Teman-teman satu grup dalam PA 6 Amelia Triwidya, Lina, Hafidzul, Yoga Pradistya, Puguh Ramos Swardana dan Taufik serta teman-teman arsitektur lainnya, semoga kita menjadi arsitek yang sukses.

7. Teman-teman senasib seperjuangan di Kabanjahe yang selalu ada di hati.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat besar bagi semua pihak.

Medan, Juli 2015

Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PROLOG ...1

BAB I REAKTOR ... 4

BAB II FIRST LINE ... 22

BAB III THE SOUL ... 32

BAB IV STATIC ... 37

BAB V RESEPTOR ... 46

BAB VI A MOVEMENT ... 52

BAB VII CONNECTED ... 68

EPILOG ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal.

2.1 Analisa lingkungan...29

3.1 Pembagian wilayah TOD ...36

4.1 Data Fasilitas Perdagangan Kecamatan Medan Labuhan……….38

4.2 Perhitungan Dasar Luas Bangunan ...41

4.3 Kebutuhan Ruang Stasiun ...42

4.4 Jenis retail Wisma Atria ...43

4.5 kebutuhan fungsi komersil ...44


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal.

1.1 Lokasi site yang berada di Medan Labuhan ... 5

1.2 Bangunan bersejarah yang terdapat di site ... 6

1.3 Labuhan tahun 1867 ... 7

1.4 Istana sultan ... 9

1.5 Rumah kontrolir Belanda ... 10

1.6 Labuhan tahun 1876 ... 11

1.7 Labuhan tahun 1880 ... 13

1.8 Kawasan wisata melaka ... 14

1.9 Suasana kawasan ... 15

1.10 Perencanaan kawasan ... 16

1.11 Master plan ... 17

2.1 Lokasi Stasiun Labuhan ...23

2.2 Stasiun Labuhan ...23

2.3 Stasiun kereta api Medan ...24

2.4 Lokomotif ...25

2.5 Bangunan stasiun yang tertutup ... 25

2.6 Pencapaian ke lokasi ... 26

2.7 Kondisi akses ... 26

2.8 Arsitektur kolonial ... 27

2.9 Kondisi fisik stasiun ... 28

2.10 Kondisi rel kereta ... 29

3.1 Kawasan wisata Melaka ... 25

3.2 Suasana kawasan wisata Melaka ... 26


(12)

5.1 Filosofi memeluk ... 47

5.2 Proses pembentukan massa ... 47

5.3 Zoning ground plan ... 49

5.4 Aplikasi zoning pada lahan ... 50

5.5 Zoning perlantai ... 51

6.1 Skematik awal sirkulasi ...53

6.2 Perbaikan skematik sirkulasi ...54

6.3 Skematik lantai 1 ...56

6.4 Step back pada fasad massa bangunan ...58

6.5 Denah lantai 1 ...59

6.6 Denah mezanin ...61

6.7 Denah lantai 2 ...61

6.8 Denah lantai 3 ...62

6.9 Denah roof top garden ...63

6.10 Tampak bangunan Stasiun Kereta Api Labuhan dan Shopping Center ..64

6.11 Kesatuan desain ...65

6.12 Potongan A-A dan potongan B-B ...65

6.13 System struktur pada bangunan ... 66

6.14 Rencana elektrikal mekanikal ... 67

6.15 Sirkulasi vertical horizontal ... 67


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal.

1. Tabel luas ruangan bangunan ... 74

2. Lampiran Fortofolio 2a ... 75

3. Lampiran Fortofolio 2b ... 76

4. Lampiran Fortofolio 2c ... 77

5. Lampiran Fortofolio 2d ... 78

6. Lampiran Fortofolio 2e ... 79

7. Lampiran Fortofolio 2f ... 80

8. Lampiran Fortofolio 2g ... 81


(14)

ABSTRAK

Stasiun Kereta Api Labuhan merupakan sebuah bangunan bersejarah yang penting karena merupakan Stasiun Kereta Api pertama di Kota Medan. Bangunan Stasiun tertua yang dulunya berfungsi sebagai stasiun barang untuk mengangkut hasil perkebunan ini merupakan salah satu bukti bahwa kawasan Medan labuhan merupakan cikal bakal Kota Medan saat ini. Stasiun Kereta Api Labuhan kini dioperasikan sebagai stasiun dipo pertamina yang hanya melayani pengecekan kelengkapan dan keamanan gerbong-gerbong kereta yang mengangkut BBM untuk disebar ke beberapa daerah, tidak dibuka untuk melayani penumpang dan fungsi publik lainnya. Transit Oriented Development yang berkonsentrasi terhadap pengurangan kendaraan pribadi merupakan suatu langkah tepat untuk merevitalisasi bangunan bersejarah ini. Revitalisasi yang diadakan mengangkat sebuah tema mengenai hubungan atau konektifitas yang berkelanjutan antara aktifitas di dalam dan diluar bangunan melalui rancangan arsitektural dengan pendekatan arsitektur simbolisme. Perancangan Stasiun Kereta Api dan Shopping Center ini menghasilkan bangunan yang terkoneksi antar pengguna transportasi, pengguna fungsi, aktifitas, bangunan lama dan baru, serta dengan bangunan sekitarnya. Stasiun Labuhan yang ada dikembangkan untuk dapat menampung penumpang Kereta api yang terintegrasi dengan moda transportasi umum lainnya seperti bus, angkot, becak, sepeda, para pejalan kaki dan juga terintegrasi dengan pusat perbelanjaan. Revitalisasi Stasiun Labuhan yang terintegrasi ini diharapkan mampu melestarikan sejarah bangunan Stasiun dan menjadi penggerak kedatangan wisatawan yang ingin berkunjung ke Kawasan Wisata Sejarah Labuhan yang direncanakan.

Kata kunci: Transit Oriented Development, koneksi, dinamis, stasiun, shopping center.


(15)

ABSTRACT

Labuhan Railway Station is a historic building that is quite important because it is the first railway station in Medan. The station building that used to serve as a station for transporting goods plantation crops is one proof that Medan Labuhan is the forerunner of Medan today. Labuhan Railway Station is now operated as Pertamina depot station that only serves checking the completeness and security of the train carriages that transport the fuel to spread to some areas, not open to serve passengers and other public functions. Transit Oriented Development, which concentrates on reducing private vehicle is an appropriate step to revitalize this historic building. Revitalization raised a theme of the relationship or continuous connectivity between the activities inside and outside the building through design with a symbolism architecture approach. Designing Train Station and Shopping Center produces buildings that are connected between transport users, user functions, activities, old and new buildings, as well as the surrounding buildings. Labuhan station that is developed to be able to accommodate passenger trains that are integrated with other modes of public transport such as buses, public transportation, tricycles, bicycles, pedestrians and also integrated with the shopping center so that creates a compact building. Integrated Labuhan Station revitalization is expected to preserve the building's history and become a driving force in tourist arrivals that want to visit Labuhan Heritage Town.

Keywords: Transit Oriented Development, connection, dynamic, station, shopping center.


(16)

PROLOG

Transportasi kini menjadi suatu kebutuhan pokok bagi masyarakat, pertumbuhan perekonomian suatu daerah pun sangat bergantung pada sistem transportasinya (Abdul Kadir, 2006), tidak terkecuali suatu daerah wisata yang hidup dari jumlah wisatawan yang berkunjung. Kata ‘koneksi’ merupakan sebuah kata yang penting dalam transportasi.

Menurut Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) di Indonesia, khususnya Sumatera Utara terdapat banyak objek wisata yang sulit untuk diakses, baik itu berupa objek wisata alam, sejarah,budaya dll. Akses yang sulit ini tidak semata berbicara mengenai jarak, namun juga kemudahan dan kenyamanan pengunjung untuk menuju tempat tersebut. Hal ini memberikan kesan yang buruk bagi wisatawan domestik dan mancanegara sehingga mereka malas mengunjungi daerah wisata untuk kedua kalinya. Satu hal yang perlu dilakukan menanggapi situasi ini yaitu dengan membenahi sistem transportasi umum yang ada. Lagkah ini juga sudah dipandang pemerintah menjadi suatu hal yang penting dengan dibuatnya peraturan Transit Oriented Development di beberapa titik Kota Medan, salah satunya di daerah Stasiun Kereta Api Medan Labuhan.

Kawasan sekitar Stasiun Medan Labuhan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai daerah wisata. Bagian Medan Labuhan yang berada di pinggir Sungai Deli ini memiliki nilai sejarah yang tinggi mengenai Kesultanan Deli, awal mula Kota Medan, gaya dan langgam bangunan bersejarah. Untuk kota Medan, terdapat beberapa objek wisata bersejarah yang wajib dikunjungi seperti Istana Maimun, Mesjid Raya Medan dan Tjong A Fie padahal sebenarnya bangunan-bangunan ini pada awalnya berada di daerah Labuhan (Nasution,


(17)

2013).. Bangunan yang merupakan peninggalan sejarah masih tersebar di lokasi ini, selain itu kawasan yang dulunya merupakan pusat awal Kota Medan ini berada di pinggir Sungai Deli yang dapat dijadikan daya tarik. Bangunan-bangunan lama ini dapat dipugar dengan pembenahan dan penambahan fasilitas yang menunjang kegiatan pariwisata.

Sesuai dengan Transit Oriented Development (TOD) sendiri, kawasan ini direncanakan menjadi kawasan yang mengutamakan pejalan kaki, ‘terkoneksi’ dengan perumahan, pusat perbelanjaan dan pusat transit kendaraan umum dengan tujuan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Jika dilihat dari kondisi daerah Medan Labuhan dan perencanaan kawasan wisata ini maka fasilitas yang sesuai dengan pengembangan Stasiun Kereta Api Labuhan ini yaitu penambahan fungsi stasiun penumpang sebagai moda transportasi utama wisatawan yang terhubung dengan kendaraan umum lain dan penambahan fasilitas pusat perbelanjaan. Fasilitas yang direncanakan bukan tanpa alasan, tujuan dari penambahan dua fungsi ini yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar dan terutama menambah minat wisatawan untuk berkunjung ke Kawasan Wisata Sejarah Labuhan. Adanya fungsi ini akan menambah jumlah wisatawan dengan sangat drastis mengingat kereta api kini merupakan salahsatu transportasi umum yang sedang gencar dikembangkan di Indonesia sebagai transportasi umum yang dapat menampung massa yang cukup banyak dan mampu mengurangi kemacetan di jalan, secara tidak langsung fungsi ini juga akan menambah pendapatan pemerintah, dan mengembangkan perekonomian masyarakat setempat. Sesuai dengan Bamban Slamet Pujantiyo, kepala inkubator Teknologi Badan Pengkajian dan Penelitian Teknologi Angkutan massal (2010)


(18)

yang mengatakan bahwa rel kereta api dalam kota ini harus bias menyaingi kendaraan umum dan mengangkut dalam jumlah besar, serta kenyamanannya setara dengan mobil pribadi. dan berdampak positif dengan lingkungan,.

Di samping fungsi sarana transportasi, bangunan stasiun lama sendiri dapat dijadikan sebuah objek wisata sejarah yang bisa dikunjungi oleh masyarakat. Sedangkan pusat perbelanjaan yang ada dapat digunakan oleh penumpang kereta api atau wisatawan yang berkunjung untuk membeli oleh-oleh. Pusat perbelanjaan juga disediakan untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar. Penciptaan aktifitas baru ini diharapkan mampu membangun kembali ‘hubungan’ yang baik antara bangunan dan masyarakat.

Pendekatan arsitektur yang dipilih untuk fasilitas yang direncanakan menggunakan Arsitektur Simbolisme, arsitektur ini merupakan arsitektur yang menggunakan simbol-simbol dalam bentukannya (Charles Sanders Pierce, Teori Trikonomi Semiotika Arsitektural). Dari sini penulis memutuskan bahwa pendekatan arsitektur simbolis yang akan diambil dalam perencanaan Stasiun Labuhan dan Shopping Center ini yakni filosofi seseorang yang memeluk, bentuk ini diambil sebagai interprentasi seorang teman yang menyambut dan mengantarkan para pengunjung dengan ramah dan hangat. Tidak hanya bentuk, simbol da ornament bangunan stasiun lama pun diaplikasikan pada bangunan ini untuk menyiptakan kekhasan karena kekhasan perbedaan antara satu tempat ke tempat lain dan menjadi daya tarik utama bagi wisatawan (Ginting, 2014).


(19)

ABSTRAK

Stasiun Kereta Api Labuhan merupakan sebuah bangunan bersejarah yang penting karena merupakan Stasiun Kereta Api pertama di Kota Medan. Bangunan Stasiun tertua yang dulunya berfungsi sebagai stasiun barang untuk mengangkut hasil perkebunan ini merupakan salah satu bukti bahwa kawasan Medan labuhan merupakan cikal bakal Kota Medan saat ini. Stasiun Kereta Api Labuhan kini dioperasikan sebagai stasiun dipo pertamina yang hanya melayani pengecekan kelengkapan dan keamanan gerbong-gerbong kereta yang mengangkut BBM untuk disebar ke beberapa daerah, tidak dibuka untuk melayani penumpang dan fungsi publik lainnya. Transit Oriented Development yang berkonsentrasi terhadap pengurangan kendaraan pribadi merupakan suatu langkah tepat untuk merevitalisasi bangunan bersejarah ini. Revitalisasi yang diadakan mengangkat sebuah tema mengenai hubungan atau konektifitas yang berkelanjutan antara aktifitas di dalam dan diluar bangunan melalui rancangan arsitektural dengan pendekatan arsitektur simbolisme. Perancangan Stasiun Kereta Api dan Shopping Center ini menghasilkan bangunan yang terkoneksi antar pengguna transportasi, pengguna fungsi, aktifitas, bangunan lama dan baru, serta dengan bangunan sekitarnya. Stasiun Labuhan yang ada dikembangkan untuk dapat menampung penumpang Kereta api yang terintegrasi dengan moda transportasi umum lainnya seperti bus, angkot, becak, sepeda, para pejalan kaki dan juga terintegrasi dengan pusat perbelanjaan. Revitalisasi Stasiun Labuhan yang terintegrasi ini diharapkan mampu melestarikan sejarah bangunan Stasiun dan menjadi penggerak kedatangan wisatawan yang ingin berkunjung ke Kawasan Wisata Sejarah Labuhan yang direncanakan.

Kata kunci: Transit Oriented Development, koneksi, dinamis, stasiun, shopping center.


(20)

ABSTRACT

Labuhan Railway Station is a historic building that is quite important because it is the first railway station in Medan. The station building that used to serve as a station for transporting goods plantation crops is one proof that Medan Labuhan is the forerunner of Medan today. Labuhan Railway Station is now operated as Pertamina depot station that only serves checking the completeness and security of the train carriages that transport the fuel to spread to some areas, not open to serve passengers and other public functions. Transit Oriented Development, which concentrates on reducing private vehicle is an appropriate step to revitalize this historic building. Revitalization raised a theme of the relationship or continuous connectivity between the activities inside and outside the building through design with a symbolism architecture approach. Designing Train Station and Shopping Center produces buildings that are connected between transport users, user functions, activities, old and new buildings, as well as the surrounding buildings. Labuhan station that is developed to be able to accommodate passenger trains that are integrated with other modes of public transport such as buses, public transportation, tricycles, bicycles, pedestrians and also integrated with the shopping center so that creates a compact building. Integrated Labuhan Station revitalization is expected to preserve the building's history and become a driving force in tourist arrivals that want to visit Labuhan Heritage Town.

Keywords: Transit Oriented Development, connection, dynamic, station, shopping center.


(21)

BAB I

REAKTOR

Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development ) merupakan pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi,orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Brundtland dalam Budihardjo & Sujarto, 1999).

Kisho Kurokawa merupakan salah satu pencetus gerakan Arsitektur Metabolis di tahun 1960-an. Filosofi simbiosis dalam arsitektur dijabarkan Kurokawa secara mendetail dalam bukunya Intercultural Architecture of Symbiosis. Arsitektur simbiosis sebagai analogi biologis dan ekologis memadukan beragam hal kontradiktif, atau keragaman lain,seperti bentuk plastis dengan geometris, alam dengan teknologi, masa lalu dengan masa depan, dll. Disini, Kurokawa juga mengadaptasi sain kontemporer (the non-linear, fractal, dll.), mengambil hikmah dari pernyataan bahwa tiap tempat, wilayah, budaya punya autonomous value dan memiliki struktur masing-masing walau dengan ciri yang berbeda. Dengan demikian mengakomodir keragaman adalah suatu keharusan. Perlu ada jalan untuk menjembatani perbedaan karakter wilayah, budaya dll.


(22)

Simbiosis diupayakan untuk secara kreatif menjaga hubungan harmonis antar tiap perbedaan, merupakan intercultural, hybrid architecture (Kisho Kurokawa, 1991).

Tugas utama dalam perancangan ini yaitu untuk membentuk sebuah perancangan terpadu yang berkelanjutan. Hal utama dalam tema ini adalah menciptakan produk arsitektur tanggap lingkungan yang memiliki hubungan bersinergi dan saling menguntungkan dengan lokasi sekitarnya. Pada kasus ini tema Sustainable and Symbiosis akan diterapkan dalam lokasi bersejarah di daerah Medan Labuhan (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 – Lokasi site yang berada di Medan Labuhan (Sumber: Google Maps Kota Medan, 2015)

Kekayaan nilai sejarah yang dikandung oleh lokasi ini tercermin dari peninggalan berupa bangunan arsitektur dan non arsitekturnya. Peninggalan tersebut antara lain bangunan Mesjid Al-Osmani yang merupakan mesjid tertua di


(23)

Kota Medan (1854), Klenteng Tri Dharma yang merupakan Klenteng tertua di Kota Medan (1839), stasiun kereta api Labuhan yang merupakan Stasiun Kereta Api pertama di Kota Medan (1885), bekas lahan Kerajaan Melayu Deli, deretan pertokoan peninggalan pedagang Cina dan Sungai Deli yang dulunya merupakan pelabuhan utama perdagangan (Gambar 1.2).

b

a

d

c


(24)

Sejarahnya Labuhan Deli merupakan cikal bakal lahirnya Pelabuhan Belawan. Labuhan Deli dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Deli yang tersohor di kawasan Sumatera Timur, Bandar Labuhan Deli terletak di tepi Sungai Deli, di sebelah Utara mengalir Sungai Belawan (Hutagaol, 2015). Sejak abad ke-VII Masehi, kawasan Labuhan Deli merupakan pusat perdagangan para pedagang dari Cina dan India. Sejak lama kedua bangsa ini telah melakukan hubungan dagang (Gambar 1.3). Akibat perubahan ini Selat Malaka semakin ramai. Hal ini berdampak pada kian sibuknya pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai Timur Sumatera. Ketika itu Labuhan Deli sudah merupakan pelabuhan besar dan menjadi pusat perdagangan.

Gambar 1.3 – Labuhan tahun 1867 (Sumber: Tembakaudeli.bolgspot.co.id)

Semula nama Labuhan yang berada di tepi Sungai Deli adalah Deli. Namun karena berfungsi sebagai pelabuhan, maka disebut Labuhan Deli. Konon nama labuhan Deli dibuat oleh John Anderson, utusan Gubernur Jenderal Inggris dari Pulau Pinang yang mengunjungi beberapa negeri di Pantai Timur Sumatera


(25)

pada tahun 1823 (Nasution, 2013). Wilayah pelabuhan merupakan tempat para penguasa Melayu mendirikan istananya dan memerintah, oleh sebab itu pelabuhan memiliki peranan penting karena selain menjadi pusat aktivitas ekonomi, pelabuhan juga menjadi pusat pemerintahan dan kebudayaan. Labuhan Deli melayani aktivitas ekspor-impor Kesultanan Deli, digunakan untuk pengangkutan komoditas ke Penang ataupun ke daerah pedalaman Deli dengan sampan ataupun kapal-kapal kecil. Labuhan Deli menjadi tempat kegiatan ekspor dan impor barang-barang dagangan dari wilayah Kerajaan Deli maupun di luar kerajaan Deli, barang-barang yang di ekspor dari Labuhan Deli antara lain: lada, beras, tembakau, ikan kering, gambir, kapur barus, hasil-hasil hutan,dan emas, sedangkan barang-barang yang di impor seperti tekstil, candu, keramik, candu, sutra, kopi, emas, timah, dan barang konsumsi lainnya melalui Penang, Melaka atau Singapura

Tidak hanya sebagai tempat tinggal rumah-rumah di Labuhan Deli digunakan juga sebagai tempat berdagang. Penduduk di Labuhan Deli memamerkan barang dagangannya di serambi rumah. Selain di serambi penduduk berdagang di pasar. Pasar berada di pinggir kiri kanan jalan yang membentuk perkampungan, dengan bangunan sederhana yang hanya beratap daun nipah. Barang-barang yang diperdagangkan di pasar itu bermacam-macam, ada buah-buahan, ikan asin, keperluan mengunyah sirih, tekstil dari Aceh dan Eropa, hasil-hasil kerajinan barang-barang dari besi, dan lain sebagainya. Di beberapa rumah diproduksi minyak kelapa yang murah harganya tetapi baik mutunya. Pasar menjadi tempat penduduk bertukar informasi dengan penduduk lainnya dan


(26)

menjadi tempat proses jual-beli. Pedagang di pasar terdiri dari orang-orang Melayu, Batak akan tetapi ada juga orang Cina dan orang India. Orang Cina menjual emas, candu, dan beberapa dari mereka menjual keperluan-keperluan lainnya.

Di seberang masjid Al Osmani Labuhan Deli dulu, Sultan Deli membangun Istana Kerajaan Melayu Deli. Lokasi istana sultan berada tidak jauh dari Pekan dan Labuhan, bangunan istana sultan yang berbentuk rumah panggung dan terbuat dari papan (Gambar 1.4).

Gambar 1.4 - Istana Sultan Deli di Labuhan 1870 (Sumber: Tembakaudeli.bolgspot.co.id)

Pada zaman kolonial Belanda, kawasan Timur Sumatera menarik perhatian pemerintah Belanda, yang kemudian membuka perkebunan tembakau, getah, kopi, dan lada. Karena komoditas ini menjadi primadona dalam perdagangan ketika itu. Kondisi ini berdampak pada Labuhan Deli yang menjadi teropong dan dinilai sangat penting sebagai salah satu pusat pemerintahan dan juga pusat perdagangan di kawasan Pantai Timur Sumatera. Pada tahun 1876 di hulu


(27)

Labuhan di tepi sungai Deli telah ada 3 pengusaha Eropa yang menetap dan membuka usaha perkebunan kelapa, buah pala, dan tembakau di atas tanah yang mereka sewa. Bersamaan dengan itu Labuhan Deli sebagai ibukota Kerajaan Deli yang telah lebih dahulu berkembang dari Medan dijadikan Belanda sebagai basis kekuatan pemerintahaannya dengan menempatkan kontrolir pertama Belanda di situ tahun 1864 (Gambar 1.5). Pada masa pemerintah kolonial Hindia-Belanda banyak hutan-hutan di Labuhan Deli yang dibuka yang diubah menjadi permukiman penduduk dan perkebunan, adapun perumahan untuk orang-orang Belanda berada di dekat pasar yang membentuk perkampungan baru.

Gambar1.5 - Rumah Kontrolir Belanda 1867 – 1870 (Sumber: Tembakaudeli.bolgspot.co.id)

Sejak tahun 1876 di Labuhan telah terdapat bangunan-bangunan rumah-rumah tembok bertingkat yang dibangun oleh para pedagang Belanda dan Cina (Gambar 1.6). Disamping itu pembukaan hutan juga dimanfaatkan untuk pengembangan prasarana jalan. Salah satunya adalah jalan ke Kampung Baru. Setelah jalan tersebut dibangun maka jarak yang tempuh yang sebelumnya


(28)

memakan waktu seharian, kini sudah dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 4 jam. Pada tahun 1885 jalur kereta api Medan-Labuhan yang pertama dibuka oleh Deli Spoorweg Maatschappij (DSM). Sarana kereta api dibangun untuk memperlancar pengangkutan hasil-hasil perkebunan yang sudah berkembang di Medan (Nasution, 2013).

Gambar 1.6 - Labuhan Deli 1876 (Sumber: Tembakaudeli.bolgspot.co.id)

Kemunduran Labuhan Deli diawali dare ekspansi perusahaan perkebunan di Sumatra Timur yang dirintis oleh Nienhuys tahun 1863. Nienhuys mulai menanam tembakau di Deli dan hasilnya sangat di sukai pengusaha-pengusaha di Eropa sehingga tembakau Deli terkenal. Tanah-tanah di Deli menjadi incaran para pengusaha swasta. Perusahaan besar Deli Maatschappij menguasai tanah-tanah di Deli dan membudidayakan tembakau. Hasil tembakau meningkat setiap tahunnya sehingga memberikan keuntungan yang besar bagi pengusaha perkebunan. Dalam perkembangannya, yaitu pada jaman kolonial Belanda, pelabuhan Labuan yang berjarak sekitar 4 km dari pelabuhan Belawan yang sekarang, secara berangsur-angsur mengalami sedimentasi sehingga kapal-kapal yang relatif besar yang biasa


(29)

datang kesana tidak bisa singgah sampai kepelabuhan tersebut. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi perusahaan perkebunan, oleh sebab itu diperlukan pelabuhan baru yang dapat digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan. Tembakau merupakan hasil perkebunan yang berkembang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, kemudian di ikuti tanaman karet, kelapa sawit, teh, dan kopra.

Lambat laun Labuhan Deli mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pelabuhan Belawan. Selain karena Labuhan Deli mengalami sendimentasi, faktor lain Labuhan Deli ditinggalkan adalah karena pembangunan jalur kereta api dan jalan darat yang terfokus di daerah-daerah yang terdapat perusahaan perkebunan. Pembuatan jalan raya dan jalur kereta api dimaksudkan untuk mendukung industri perkebunan. Pembangunan jalan raya dan jalur kereta api mengakibatkan peran pelabuhan tradisional yang sekaligus merupakan pusat kekuasaan tradisional berubah. Labuhan Deli seiring perkembangan pelabuhan Belawan menjadi pelabuhan moderen mulai ditinggalkan.

Penguasa kolonial memindahkan pusat administrasi pemerintahannya dari Labuhan ke Medan pada tahun 1869, karena letak Medan yang tinggi sehingga terhindar dari banjir sedangkan Labuhan Deli yang berawa-rawa apabila hujan senantiasa terkena banjir. Saat itu Medan terletak di tengah sejumlah konsesi Deli Maatschappij. Perubahan selanjutnya terjadi ketika pada tahun 1879 kedudukan Asisten Residen dipindahkan ke Medan. Perpindahan tersebut diikuti pembangunan gedung-gedung administrasi lainnya. Labuhan Deli yang semula


(30)

merupakan kota penting di Deli berangsur-angsur mengalami kemunduran (Gambar 1.7).

Gambar 1.7 - Labuhan Deli 1880 (Sumber: Tembakaudeli.bolgspot.co.id)

Pada tahun 1886 Medan dijadikan kotapraja oleh pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, dan pada tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan. Seiring dengan itu Kesultanan Deli juga memindahkan istananya dari Labuhan Deli ke kawasan Medan Putri tahun 1887 yaitu Istana Maimoon yang kita kenal saat ini . Sejumlah kantor pusat administrasi perkebunan dan perusahaan-perusahaan dagang menetap di Medan dan pada tahun 1909 (Hutagaol, 2015).

Menurut penulis bangunan-bangunan dan nilai sejarah sebagai bukti peninggalan kejayaan daerah ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan agar masyarakat lebih menghormati bangunan-bangunan bersejarah yang ada. Selama ini masyarakat sangat tidak peduli dengan


(31)

bangunan-bangunan bersejarah yang ada, banyak dijumpai Medan Labuhan ini bangunan-bangunan bersejarah diabaikan bahkan dirobohkan dengan seenaknya dan diganti dengan bangunan baru. Tidak hanya masyarakat, dinas pemerintah setempat yang menangani dalam bidang peninggalan sejarah pun tidak terlihat menaruh perhatian dalam kawasan ini.

Salah satu penyelesaian pada ketidak pedulian terhadap nilai sejarah ini yaitu dengan menjadikan lokasi bersejarah sebagai tempat wisata sehingga dapat mengedukasi masyarakat betapa berharganya sebuah sejarah itu. Contoh kasus revitalisasi sebuah kawasan bersejarah yang dijadikan tempat wisata yaitu Melaka yang ada di Malaysia. Kawasan bersejarah yang juga ada di pinggir sungai ini sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara, daerah wisata sejarah Melaka yang mengusung kawasan kota tua ini sudah ditetapkan sebagai Heritage Town oleh UNESCO (Gambar 1.8).

Gambar 1.8 – Kawasan wisata Melaka


(32)

Kawasan yang merevitalisasi kembali bangunan-bangunan peninggalan beberapa Negara yang pernah menduduki Malaysia ini dikelola dengan sangat baik. Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat setempat saling bekerja sama untuk menghidupkan kembali daerah sejarah yang sempat terabaikan ini. Dari kerja keras pengembangan wisata ini, kini Melaka menjadi suatu lokasi dengan potensi bisnis pariwisata yang sangat besar, selain itu lokasi wisata inipun sangat nyaman untuk dikunjungi. Daerah wisata sejarah ini dapat diakses dengan berjalan kaki saja sehingga para pengunjung dapat menikmati suasana yang dihadirkan di bangunan bersejarah, taman-taman dan menikmati pemandangan di pinggir sungai (Gambar 1.9).

Gambar 1.9 –Suasana kawasan wisata Melaka (Sumber: Melaka River Rehabilitation and Beautification)


(33)

Gambar 1.10 – Perencanaan kawasan Labuhan Heritage Town

Dengan ini, maka penting untuk merencanakan pengembangan Kawasan Wisata Bersejarah Labuhan atau Labuhan Heritage Town (Gambar 1.10).Kawasan wisata yang direncanakan meliputi Mesjid Osmani, bekas istana Kerajaan Deli, pinggir Sungai Deli, pertokoan cina dan Stasiun Labuhan (Gambar 1.11). Perencanaan ini mengusung nilai sejarah dan budaya sebagai daya tarik utama, ditambah dengan suasana alam Sungai Deli. Fungsi-fungsi utama yang ada direncanakan dalam kawasan wisata ini yaitu wisata religi, hotel pinggir sungai, apartemen, china town, taman publik dan TOD pada stasiun.


(34)

(35)

Perencanaan wisata religi dikarenakan keberadaan Mesjid Al-Osmani dan Klenteng Tri Dharma yang merupakan rumah ibadah umat Muslim dan Budha yang tertua di Kota Medan beserta sejarah yang dikandungnya adalah sebuah potensi wisata yang sangat besar. Kedua rumah ibadah ini menjadi pusat utama dari lokasi Labuhan Heritage Town. Keberadaan lokasi bekas istana Kerajaan Melayu Deli yang berada tepat di seberang mesjid pun menambah atmosfer wisata religi yang ada mengingat adat Melayu yang kental terhadap ajaran agama Islam.

Area wisata religi yang direncanakan terdiri dari mesjid Al-Osmani, Replika kerajaan Deli, Klenteng Tri Dharma, rumah Nazir Mesjid, Pondok pengajian, Makam raja Deli dan Plaza. Wisata religi ini mengakomodasi kegiatan pengunjung untuk acara peribadatan rutin, acara keagamaan dan pengunjung yang ingin melihat-lihat atau belajar sejarah bangunan yang ada.

Perencanaa hotel waterfront dikarenakan kemashyuran Sungai Deli di Kota Medan merupakan sebuah daya tarik yang besar bagi pengunjung. Dengan rencana revitalisasi sungai maka pengembangan area wisata pinggir sungai akan menambah animo masyarakat terhadap kawasan ini . Keberadaan Waterfront Hotel pun karena melihat potensi wisata pinggir sungai Deli ini, dengan menjual suasana dan view Sungai Deli yang sangat terkenal, selain itu Hotel juga disediakan untuk mengakomodasi pengunjung kawasan wisata Labuhan Heritage Town. Area wisata Waterfront yang direncanakan terdiri dari river side walk, restaurant, hotel dan cottage.


(36)

Deretan pertokoan Cina yang juga merupakan bangunan bersejarah dan dilindungi akan dikembangkan menjadi Chinese square yaitu area komersil yang menjual souvenir, kuliner, barang khas daerah, dan barang-barang lain dengan harga miring (mengingat lokasi yang berada dekat dengan pelabuhan belawan). Dengan adanya pengembangan Chinese squere ini diharapkan Bangunan tua yang ada tetap terlestari dan juga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dikawasan sekitar. Area Chinese Square yang direncanakan terdiri dari ± 50 ruko dengan fungsi seperti Restaurant, café, coffee shop, souvenir center, shopping area, dll.

Keberadaan perencanaan kawasan wisata Labuhan Heritage Town ini nantinya akan mengalokasi sebanyak ± 134 rumah penduduk, melihat kebutuhan hunian di masa yang akan datang di kawasan wisata ini dan keberadaan rumah penduduk yang tidak tertata dengan baik pun menjadi alasan mengapa fungsi Apartemen direncanakan . Apartemen tipe menengah ini memiliki fasilitas olahraga, pusat kesehatan dan kids area.

Kebutuhan terhadap ruang terbuka hijau untuk aktifitas public, rekreasi dan komunitas menjadi alasan utama pengadaan fungsi ini. Daerah resapan hijau sangat diperlukan didaerah ini mengingat kondisi kawasan yang sangat gersang dan panas. Selain itu open space juga memegang peranan yang penting dalam kawasan yang Sustainable dan simbiosis. Area open space yang direncanakan terdiri dari plaza, sitting area, amphitheatre, jogging track, area olahraga, kids play ground dll.


(37)

Pariwisata adalah salah satu generator ekonomi saat ini , terutama untuk negara-negara berkembang (Ginting, 2014). Menurut Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI), setiap lokasi wisata khususnya di Sumatera Utara memiliki masalah yang sama yakni akses dan infrastruktur yang sulit. Kesulitan pencapaian ke suatu lokasi wisata ini membuat para wisatawan malas untuk berkunjung seperti kondisi jalan yang tidak baik, jarak tempuh, kemacetan, kurangnya moda transportasi umum ke lokasi tersebut, dan area wisata yang tidak ramah bagi para pejalan kaki, pengguna sepeda serta penyandang difabilitas. Bila wisatawan yang merupakan jantung yang menghidupkan sebuah kawasan wisata enggan

berkunjung maka tujuan utama Sustainable and Symbiosis tidak dapat tercapai. Sarana dan prasarana transportasi menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah kawasan wisata, kemudahan akses dengan kendaraan umum berbanding lurus dengan banyaknya wisatawan yang akan datang,

Isu aksesibilitas inilah yang kemudian diangkat sebagai ‘reaktor’ atau pemicu utama mengapa memilih perancangan revitalisasi Stasiun Kereta Api Labuhan. Tindakan ini juga didasari oleh perencanaan dan perancangan bangunan stasiun kereta api di Medan Labuhan yang sesuai dengan Srategi Penataan Ruang Wilayah Kota Medan BAB II pasal 9 tahun 2009 yang merencanakan adanya pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di lokasi Stasiun Kereta Api Medan Labuhan untuk mewujudkan sistem transportasi dan pusat perdagangan yang terintegrasi.


(38)

Keberadaan stasiun kereta api di perencanaan kawasan wisata Medan Labuhan adalah sebagai prasarana yang mengakomodasi aktifitas transportasi para wisatawan yang akan berkunjung. Berbicara mengenai transportasi, Stasiun Kereta Api Labuhan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan akses dan pencapaian terhadap fungsi-fungsi bangunan di sekitarnya dengan tujuan utama meningkatkan kunjungan wisatawan, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan menghadirkan suasana tersendiri bagi pengguna terutama pengunjung. Karena itu, bangunan ini harus seperti gerbang yang menyambut dan mengantarkan para pengunjung dengan ramah dan dapat mewakili atmosfir kawasan wisata yang ada.

Namun harapan ini tidak dapat diwujudkan tanpa perivitalisasian bangunan lama stasiun Labuhan , kondisi dan lokasi yang kurang baik menjadi masalah utamanya, hal ini akan dijelaskan lebih lanjut di bab selanjutnya.


(39)

BAB II

FIRST LINE

Sesuai dengan proses perancangan, pengetahuan dan pengalaman ruang sangat dibutuhkan untuk melengkapi dan mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Karena itu dilakukan survey ke lokasi stasiun Kereta Api Labuhan. Hal pertama yang dirasakan ketika sampai di lokasi yaitu atmosfer yang sepi. Sepi bukan karena tidak adanya aktifitas manusia dan kendaraan, karena sebenarnya di tempat ini sangat ramai dengan adanya sekolah, pasar tradisional dan jalur kendaraan serta truk-truk barang. Namun perasaan sepi karena seolah-olah kawasan ini kehilangan jiwa dan rohnya yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri.

Tapak yang berada di Jl. Yos Sudarso KM.12 Kec. Medan Labuhan, sesuai dengan RTW Kota Medan pada tahun 2010-2030 dan RDTR Kota Medan pada tahun 2009-2029 yang berisi pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di kawasan Labuhan Deli yang berpusat pada stasiun, Masjid Osmani dan juga Kota Cina. Menempati lahan seluas ± 1.5 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut: Utara Rumah Penduduk; Selatan: Rumah penduduk; Timur : jalan besar Yos Sudarso; dan Barat: berbatasan dengan rel kereta api (Gambar 2.1).


(40)

Gambar 2.1 – lokasi Stasiun Labuhan

Jika kita melihat kembali ke belakang, Stasiun Kereta Api Labuhan yang berada di Jl. Yos Sudarso ini mulai dibangun pada tahun 1885 oleh perusahaan perkebunan Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) dan juga mulai melakukan pembangunan rel, kantor serta perumahan (gambar 2.2). Stasiun ini ditujukan untuk mengangkut hasil perkebunan dari Labuhan ke Medan mengingat pada saat itu pelabuhan utama berada di Sungai Deli yang lokasinya pun berada sangat dekat dengan site Stasiun Kereta Api yang ada.

Gambar 2.2 - Stasiun Labuhan (Sumber: tembakaudeli.blogspot.co.id)


(41)

Gambar 2.3 - Stasiun Kereta Api Deli Spoorweg di Medan (Sumber: tembakaudeli.blogspot.co.id)

Stasiun pusat dibangun di sebelah kanan dari Hotel de Vink. Di depan lapangan yang luas yaitu lapangan Esplanade (lapangan Merdeka). Perencanaan Stasiun Medan menjadi cikal bakal pusat kota Medan berada dikawasan ini. Gambar 2.3 adalah stasiun kereta api Medan yang baru siap. Banyak kuli-kuli diperkerjakan untuk membangun landasan rel-rel kereta api ini. Jalur pertama yang direncanakan adalah jalur Medan - Labuhan. Karena pada saat itu, Labuhan masih menjadi pusat pemerintahan Sultan Deli. Jalur ini dibuat dalam perencanaan awal adalah untuk mempermudah dan mempercepat perpindahan kota. Dengan dikeluarkannya surat no.17 tanggal 23 Januari 1886 pembangunan jalur Medan - Labuhan sejauh 16,743 Km segera terealisasi.

Lokomotif yang akan dipergunakan untuk kebutuhan transportasi di Deli adalah Lokomotif B 2t 1067 "Sumatra" yang dibuat oleh perusahaan Belanda Hohenzollernuntuk Deli Spoorweg Mij (Gambar 2.4).


(42)

Gambar 2.4 – Lokomotif oleh perusahaan Belanda (Sumber: tembakaudeli.blogspot.co.id)

Sekarang, stasiun pertama di Kota medan ini seperti terlupakan, bahkan eksisting bangunannya pun tertutupi oleh rumah-rumah warga sehingga tidak terlihat lagi dari jalan besar Yos Sudarso (Gambar 2.5). Pada awalnya penulis merasa kesulitan untuk menemukan bangunan stasiun yang tersembunyi ini karena kurangnya informasi dan penunjuk lokasi.

Gambar 2.5 – Bangunan stasiun yang tertutupi rumah warga

Pencapaian dan akses ke lokasi dapat dilihat pada gambar 2.6. Permasalahan sirkulasi di sekitar site kendaraan yang berhenti sembarangan, tidak adanya lahan parkir, kemacetan lalu lintas kendaraan dan truk pengangkut barang, pedestrian dan zebra cross yang tidak jelas dan tidak memadai.


(43)

Gambar 2.6 – pencapaian ke lokasi

Akses menuju stasiun dapat melalui jalan kecil yang tepat berada di seberang simpang Jl. Marginda Siregar. Jalan kecil di antara rumah warga ini memiliki kondisi yang jorok dan becek, hanya setengah jalan yang menuju bangunan stasiun yang diaspal, setengah jalan lagi yang menuju Jl.Yos Sudarso merupakan jalan tanah (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 – Kondisi akses menuju Stasiun Labuhan

Kondisi fisik bangunannya sendiri masih mempertahankan bentuk bangunan lama tanpa ada penambahan dan pengurangan yang permanen. Gaya arsitektur yang terdapat pada bangunan ini adalah gaya arsitektur kolonial yang sudah beradaptasi dengan iklim Indonesia, gaya kolonial dapat dilihat dengan


(44)

jelas dari pengulangan dan irama ornament geometri pada bentuk dan fasad bangunan, gaya arsitektur yang sudah beradaptasi dengan iklim di Indonesia dilihat dari pemakaian atap perisai dan adanya teras atau selasar didepan bangunan sebagai transisi antara ruang luar dan ruang dalam (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 – Arsitektur Kolonial-indonesia (Sumber: dzak-irah.blogspot.co.id)

Bangunan bergaya arsitektur kolonial adaptasi ini memiliki luas 4m x 28 m dengan ketinggian sekitar 5m. Bangunan menggunakan material bata dan beton dengan rangka kayu pada atap yang ditutupi dengan genteng tanah liat. Bangunan satsiun ini memiliki selasar atau teras di depan bangunan dan peron selebar 4 m pada bagian belakang bangunan yang berbatasan dengan rel kereta api. Stasiun ini memiliki 2 lintasan rel kereta api dengan status Stasiun Pembantu.

Walaupun masih berfungsi sebagai stasiun pembantu, namun kondisinya saat ini cukup terbengkalai. Cat yang sudah pudar dan beberapa material kayu pada plafon bangunan yang sudah lapuk dibiarkan begitu saja (Gambar 2.9).


(45)

Gambar 2.9 – Kondisi Fisik Stasiun Labuhan

Para pengguna stasiun kereta api ini yang merupakan pertugas KA tidak lagi menggunakan pintu entrance utama untuk memasuki bangunan, tetapi menggunakan pintu yang berdekatan dengan rel. Hal ini menyebabkan bagian fasad bangunan terabaikan karena tidak digunakan lagi.

Lingkungan sekitar dan pemandangan dari bangunan stasiun ini kurang baik, yaitu bagian belakang rumah warga, ladang, dan tambak warga yang langsung berbatasan dengan dua rel kereta api. Bangunan stasiun yang juga berada dekat dengan pemukiman penduduk ini tidak diberi palang atau buffer pada rel kereta apinya, walaupun ada jarak lahan kosong antara pemukiman dan


(46)

rel kereta api. Penulis menilai hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan warga terutama bagi anak-anak penduduk sekitar (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 – Kondisi rel kereta api

Kondisi fasilitas dan keadaan lingkungan sekitar setasiun ini akan dirangkumkan dalam Tabel analisa lingkungan (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 – Analisa lingkungan, Sumber: olahan data pribadi Kondisi Streetscape area pemukiman Foto eksisting Keamanan  Belum tercapai

Kenyamanan  Belum tercapai Elemen Pejalan kaki/Pedestrian

 Pohon Jalan

 Tersedia

 Letak dan jarak belum tertata dengan rapi

 Tidak tersedianya batas zona untuk vegetasi dan juga pedestrian dan juga lampu jalan


(47)

 Lampu

Jalan  Tersedia hanya saja kualitas penerangannya masih sangat minim

 Letak lampu jalan masih belum

mempertimbangkan skala pencahayaan

 Lampu jalan belum memiliki cirri khas labuhan deli

 Perabot

Jalan Tersedia

Kondisi: tidak memadai

 Halte bus

Tersedia Kondisi: buruk

 Penyebra

ngan Jalan

tersedia

Kondisi: tidak memadai

 Signage

Tidak tersedia

Tidak adanya perhatian khusus pada bangunan yang mengandung nilai sejarah tinggi di Kota Medan ini dinilai penulis terjadi karena saat ini Stasiun


(48)

Labuhan hanya dipergunakan sebagai stasiun dipo untuk pengecekan pengangkutan BBM yang menyebabkan pengunjung yang mendatangi bangunan ini hanya sekitar 5-8 orang perhari, yaitu para petugas Kereta Api saja. Sebenarnya minimnya aktifitas inilah yang membuat eksisting dan kondisi bangunan ini menjadi kurang dihargai oleh masyarakat.


(49)

BAB III

THE SOUL

Pengumpulan data eksisting site sudah dilakukan dan dilanjutkan dengan pengamatan keadaan sekitar lokasi site, dari letaknya saja bangunan stasiun ini seperti ‘tidak berteman’ dengan sekelilingnya karena rumah-rumah warga membelakangi dan menutupi bangunan stasiun. Aktifitas publik sekolah, pasar dan peribadatan yang berada di kawasan pun tidak memiliki kepentingan dengan keberadaan stasiun tersebut.

Bila dianalisa kembali ke sejarahnya yang sudah dijabarkan dalam Bab I, kawasan dan fungsi stasiun ini terbentuk karena adanya hubungan satu dengan yang lain. Pertumbuhan bisnis hasil perkebunan yang meningkat dari perdagangan di pelabuhan Labuhan menyebabkan Kerajaan Deli semakin berkembang juga sehingga dibangun Istana Kerajaan Deli, masyarakat Deli yang mayoritas beragama muslim ini juga kemudian membangun Mesjid sebagai tempat beribadah, aktivitas perdagangan di Labuhan pun mengakibatkan terciptanya pasar sehingga dibangun pertokoan yang dihuni oleh para pedagang dari Cina dan masyarakat ini juga kemudian membangun klenteng untuk tempat beribadah, pertumbuhan bisnis perkebunan yang semakin pesat juga yang menyebabkan dibangunnya jalan dan stasiun kereta api untuk mengangkat hasil perkebunan yang semakin banyak (sumber: Wikipedia).


(50)

Labuhan yang kehilangan aktivitas bisnis utama kini seperti kehilangan jiwanya, tidak ada lagi tali yang menghubungkan satu dengan lain. Ikatan keluarga yang dulunya harmonis kini terpecah dan walaupun berusaha bangkit dari keterpurukannya namun dengan usaha masing-masing. Jiwa inilah yang kemudian digali untuk ‘memperdamaikan’ kawasan ini. Hal utama yang muncul yaitu untuk membangun kembali hubungan yang harmonis, ide ini juga didukung dengan tema utama pada studio perancangan arsitektur 6 yang menggunakan tema sustainable and symbiosis mengenai keberlanjutan dan hubungan timbal balik, bagaimana sebuah produk arsitektur itu tidak hanya berdiri sendiri namun juga bepengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Tidak menghasilkan bangunan yang arogan namun menghasilkan sebuah karya yang ramah. ramah terhadap lingkungan, pengguna, serta lingkungan di sekitarnya. Hal ini juga dikemukakan dalam Excellent Practice: The Origins of Good Building (Cuff, 1992).

Kata ‘hubungan’ atau ‘connection’-lah yang kemudian diangkat oleh penulis menjadi jiwa utama pada perancangan Stasiun Kereta Api Labuhan ini. Karena Kereta api merupakan sarana transportasi yang bergerak dengan cepat, maka kata ‘dinamis’ juga dipilih untuk menjadi karakter utama bangunan ini, selain itu kata ‘dinamis’ ini juga mencerminkan sebuah semangat dan pergerakan yang terus menerus. Dengan perancangan Stasiun Kereta api ini terbentuklah tidak hanya sebuah hubungan yang harmonis namun juga membentuk sebuah hubungan yang saling berkembang.


(51)

Alasan pemilihan tema ialah karena perancang ingin menghidupkan kembali aktivitas kawasan yang ada dengan perancangan Stasiun Kereta Api. Stasiun yang ada diharapkan mampu menjadi konektor. Konektor antara fungsi dan aktifitas yang ada di kawasan, konektor antara akses dan transportasi, serta yang terutama yaitu konektor antara Kawasan Wisata Labuhan dengan para pengunjungnya. Kawasan Labuhan yang ditinggalkan oleh masyarakatnya kini dihidupkan kembali dengan jiwa yang baru yaitu bisnis pariwisata seperti yang ada di Melaka, Malaysia, dan keberadaan Stasiun Labuhan hadir untuk membawa orang-orang untuk datang kembali mengunjungi lokasi ini. Diharapkan Stasiun Kereta Api Labuhan mampu menjadi motor penggerak dan denyut nadi kawasan wisata yang ada.

Mengenai stasiun sebagai motor penggerak kawasan, dalam satu pengembangan kawasan TOD terdapat beberapa variabel yang harus ada dalam kawasan. Fungsi-fungsi baru yang akan dimasukkan ke dalam kawasan perencanaan adalah fungsi mixed use berupa fungsi komersial, fungsi hunian, perkantoran, fasilitas publik dan sosial seperti stasiun kereta api beserta fasilitasnya, kantor keamanan, mesjid, dan gedung parkir. Tujuan dari penggabungan berbagai fungsi yang ada ke dalam kawasan adalah untuk menciptakan suatu kawasan yang hidup selama 24 jam. Pengawasan dilakukan secara menerus dan bersama oleh aparat keamanan serta para penghuni kawasan, sehingga kemudian keamanan lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik (Calthorpe, 1993).


(52)

Fungsi komersial pada konsep TOD merupakan bagian inti dari kawasan yang diintegrasikan dengan fungsi transit. Terintegrasinya fungsi transit dan core comercial di kawasan akan dapat menarik orang-orang untuk datang ke kawasan dan menggunakan jasa transit menuju kawasan. Perletakan core comercial yang akan diciptakan harus tetap memperhatikan keseimbangan akan kenyamanan, visibilitas dan aksesibilitas dari pejalan kaki dan kendaraan.

Area Hunian di kawasan TOD juga harus dapat memfasilitasi fungsi hunian di sekitarnya. Bangunan yang cocok untuk satu kawasan TOD yang berada di kawasan perkotaan adalah bangunan apartemen mengingat tingginya intensitas di satu kawasan perkotaan. Pola pembangunan dari TOD adalah dengan penempatannya yang mudah diakses oleh berbagai fasilitas dan ruang publik. Fungsi ruang publik disini adalah agar dapat memenuhi tuntutan agar ruang publik sebagai tempat bagi masyarakat melakukan interaksi sosial . Selain itu ruang terbuka yang berupa taman dan plaza adalah sebagai pengikat antar massa bangunan. Lokasi tempat perhentian transit diletakan di bagian pusat dari area TOD yang berdekatan dengan core comercial area. Fungsi komersial tersebut harus dapat dilihat dan diakses dengan mudah dari tempat perhentian transit.

Sistem jaringan jalan dan sirkulasi harus dapat menciptakan keselamatan serta menyediakan jalur pejalan kaki yang nyaman yang terpisah antara jalur kendaraan dan pejalan. Fasilitas parkir dalam kawasan TOD harus memperhatikan kebutuhan kawasan untuk kebutuhan minimum dan maksimum. Perletakan tempat parkir harus terintegrasi dengan jalur pejalan kaki dan jarak tempuh ke bangunan


(53)

tidak terlalu jauh. Fungsi parkir dapat dilakukan dengan pembagian waktu, dimana pada siang hari digunakan untuk parkir fungsi perkantoran dan pada malam hari digunakan sebagai tempat parkir untuk fungsi hunian.

Jalur Pejalan Kaki dibuat untuk menghubungkan fungsi-fungsi yang berada di kawasan sehingga pencapaian dari satu fungsi ke fungsi lain dapat diakses dengan mudah oleh pengguna jalan. Jalur-jalur pejalan kaki dibuat dengan nyaman dan memiliki akses langsung ke area-area komersial dan transit. Jalur pejalan kaki juga harus teritegrasi dengan fungsi ruang terbuka dan plaza-plaza.

Dalam konsep TOD, wilayah dibagi berdasarkan pelayanan moda transportasi (Tabel 3.1) disimpulkan bahwa perancangan Stasiun Labuhan ini termasuk dalam TOD wilayah.

Tabel 3.1 – Pembagian wilayah TOD

No Wilayah Skala Pelayanan Moda Transportasi Fasilitas

1. City

Distrik dengan

distrik MRT,busway,monorail

Stasiun, terminal 2. Distrik

Subdistrik dengan

subdistrik Monorail,trans

Shelter, terminal

3. Sub distrik

Neigborhood dengan

neigborhood Angkot,bus

Sub terminal 4. Neigborhood Lingkungan rumah Becak, andong, angkot

Konsep koneksi ini lalu dilanjutkan dengan perhitungan fungsi-fungsi berdasarkan aktifitas yang akan ditampung oleh bangunan ini, perhitungan lebih lanjutnya akan dejelaskan pada bab berikutnya.


(54)

BAB IV

STATIC

Untuk membentuk suatu hubungan yang ramah dan akrab seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya hal pertama yang muncul di pikiran penulis yaitu menghormati keberadaan bangunan lama Stasiun. Bangunan bersejarah ini harus dipugar dan diberi penghormatan sebagai view utama. Lalu penambahan fungsi umum yang mampu menghidupkan kembali fungsi stasiun ini yakni penambahan stasiun penumpang mengingat luasan bangunan stasiun yang kecil dan dirasa tidak cukup untuk mengakomodir jumlah penumpang yang banyak dan penambahan fungsi komersil berupa pusat perbelanjaan. Dimana tujuan utama pengembangan stasiun ini yaitu untuk mendatangkan wisatawan berkunjung ke kawasan wisata, maka pengadaan stasiun penumpang pun harus dibuat terintegrasi dengan moda transportasi umum lainnya sehingga stasiun menjadi titik orientasi transit dari kendaraan umum dan pribadi. Dengan penambahan fungsi-fungsi ini maka secara tidak langsung terjalinlah hubungan yang akrab yang terbentuk melalui aktifitas para pengguna dan pengunjung.

Untuk menampung semua fungsi yang sudah dijelaskan, maka lahan yang akan digunakan dalam rancangan ini sejajar dengan Jalan Marginda Siregar sampai pada lahan yang berbatasan dengan simpang Jalan Serue, yaitu menempati lahan seluas 1,5 ha. Jenis kereta api yang direncanakan adalah berupa kereta api komuter dengan fungsi utama melayani perjalanan pulang pergi wisatawan yang ingin berkunjung ke kawasan wisata dan juga melayani para penduduk setempat


(55)

yang bekerja di Belawan, Medan dan daerah sekitarnya. Selain itu aktivitas Dipo Pertamina yang sudah ada juga tetap dipertahankan.

Menurut perhitungan pengunjung dan penumpang kereta api dari data Statistik PT.KAI tahun 2015, Stasiun Kereta Api Medan rata-rata sekitar 5081 penumpang/hari. Ada terdapat 8 destinasi yang dilayani dari Stasiun Kereta Api Medan yakni jalur KA yang mengarah ke selatan dengan arah perjalanan ke Tebing Tinggi, Kisaran, Tanjung Balai, Siantar , Rantau Prapat, dan jalur KA yang mengarah ke utara merupakan arah perjalanan ke Belawan, Binjai serta Besitang. Ditambah dengan perencanaan Stasiun Labuhan maka perhitungan jumlah penumpangnya yaitu: 5081 jiwa : 9 stasiun = 564.5 - 565 jiwa/hari.

Adanya penambahan fungsi pusat perbelanjaan disebabkan oleh kebutuhan pengunjung dan masyarakat setempat, karena melalui data tidak terdapatnya pusat perbelanjaan di Kecamatan Medan Labuhan (Tabel 4.1). Selain daripada itu fungsi pusat perbelanjaan ini dinilai mampu menaikkan aktivitas perekonomian, bisnis dan komersial di wilayah setempat. Maka tingkat pusat perbelanjaan inipun disesuaikan dengan kondisi perekonomian dan keadaan penduduk setempat yaitu pusat perbelanjaan kelas menengah.

Tabel 4.1. Data Fasilitas Perdagangan Kecamatan Medan Labuhan

Jenis Jumlah

Pasar 5

Pertokoan 29

Swalayan / Minimarket 5


(56)

Berdasarkan rencana untuk penambahan fasilitas untuk meningkatkan aktivitas dan kunjungan wisatawan, langkah yang dilakukan yaitu melakukan program ruang. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 29 Tahun 2011 mengenai Persyaratan Teknis Bangunan stasiun kereta Api tentang kebutuhan dasar ruang dalam stasiun yaitu kelompok ruang stasiun, kelompok ruang pengelola, kelompok ruang pendukung, kelompok ruang servis dan kelompok ruang parkir.

Kelompok ruang stasiun terdiri dari lobby, ruang loket tiket manual dan elektronik, ruang antri loket, ruang informasi, pengecekan tiket, hall, ruang tunggu dan peron. Kelompok ruang pengelola terdiri dari ruang kepala, ruang wakil kepala, ruang sekertaris, ruang administrasi, ruang rapat, ruang bendahara, ruang Kepala Divisi (KADIV), ruang Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA), ruang telekomunikasi, ruang security, ruang teknisi, ruang CCTV dan kontrol, lobby kantor pengelola, pantry, ruang kondektur dan ruang istirahat.

Sementara itu kelompok ruang pendukung terdiri dari supermarket, retail, food court, money changer, ATM center dan mushalla. Kelompok ruang servis terdiri dari ruang AHU, PABX, trafo, panel, genset, chiller, pompa dan reservoir. Ruang kelompok parkir terdiri dari parkir kendaraan umum, parkir mobil dan parkir sepeda motor. Hubungan antar ruang-ruang ini ditampilkan dalam bubble diagram dan programming (Gambar 4.1) .


(57)

(58)

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan stasiun kereta Api merumuskan perhitungan dasar Luas bangunan untuk: Gedung kegiatan pokok dihitung sesuai dengan jumlah penumpang stasiun per hari (Tabel 4.2 dan Tabel 4.3).

Tabel 4.2 . Perhitungan Dasar Luas Bangunan Luas bangunan:

L

=

0,64 m2/orang x V

x LF

L = Luas bangunan m2

V = Jumlah rata-rata

penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang) LF

=

Load factor (80%).

*Jumlah penumpang pada peak hour =564.5 x 20% = 112.9 -

113penumpang

L = 0.64 x 113 x 80% = 57.8 m2

Kantor Kepala Stasiun : S = N + 14

S = luas kantor

N = jumlah pengunjung kantor

S = 1 + 14 = 15 m2

Jumlah Mesin Penjualan Tiket n= t / b

t= jumlah pembeli tiket = 565 x 0.5 = 282.5 (282.5 /15 jam

operasional= 19x3 mnt = 57)

b= kapasitas pemesanan 1 jam/60 mnt

N= 57 / 60 = 1

(ditambah 2 cadangan = 3)

Ruang Antri: S1 = L1 + L2

L1= lebar loket x jmlh loket = 1.05 x 3 = 3.15 L2= panjang antrian 2.5m/5org

S1 = 3.15 x 2.5 = 7,8 m2

Lebar Koridor W1 = P/V1

P= jumlah penumpang sibuk

V1= kapasitas koridor yaitu 1m=38 org/jam

W1= 113/38 = 2.97 m

Jumlah penumpang menunggu:

B= C x Q

C= jlh penumpang jam sibuk

Q= % penumpang yang menunggu 25%

B= 113 x 25% = 28.25 –

29 penumpang

Hall utama: S3 = A x B

A= satuan luas area tunggu penumpang=0.7m2/org B= jumlah penumpang yang menunggu


(59)

Table 4.3. Kebutuhan Ruang Stasiun

Jenis Ruang Kapasitas Jumlah Standart

Luas Kelompok

Ruang Stasiun

Loket manual 1 org 3 5 m²/loket

Loket elektronik 1 org 3 5 m²/loket

R. antri 15 org 2 0.5 m²/org

R.informasi 3 org 1 4 m²/org

Pengecekan Tiket 2 org 1 4 m²/org

Hall 29 org 1 20 m²

R.tunggu 29 org 1 20 m²

Peron - 2 3 m²

Kelompok Ruang Pengelola

R. Kepala 1 org 1 15 m²

R.Wakil kepala 1 org 1 10 m²

R.Sekertaris 1 org 1 10 m²

R.Administrasi 10 org 1 40 m²

R.Rapat 10 org 1 25 m²

R.Bendahara 1 org 1 4 m²

R.KADIV 1 org 1 25 m²

R.PPKA 1 org 1 14 m²

R.Telekomunikasi 3 org 1 45 m²

R.Security 4 org 1 20 m²

R.Teknisi 4 org 1 20 m²

R.CCTV & kontrol 5 org 1 30 m²

Lobby Pengelola 15 org 1 30 m²

Pantry 5 org 1 22 m²

R.Kondektur 4 org 1 16 m²

R.Istirahat 9 org 1 27 m²

Untuk perhitungan jumlah retail pada kelompok ruang pendukung, penulis melakukan studi banding dengan fungsi sejenis yaitu Wisma Atria yang ada di Singapura. Bangunan Wisma Atria yang berada di 435 Orchard Road, Singapura ini merupakan bangunan yang terintegrasi dengan stasiun Orchard MRT di bawah tanah (Gambar 4.2).


(60)

Gambar 4.2. Wisma Atria (sumber: The Mall.com)

Bangunan berlantai 5 dengan fungsi 4 lantai retail dan 1 basement yang mampu memuat 370 kendaraan ini memiliki 93 unit retail (Tabel 4.4) dengan total luas bangunan 21,000 m2 . Wisma Atria ini menyediakan 2 jenis unit retail yang rata-rata memiliki luasan 43.94 m2 dan 50.17 m2/unit, termasuk unit dengan luasan ruang yang luas.

Tabel 4.4 – Jenis retail Wisma Atria

Jenis Jumlah

Fashion 28

Makanan 15

Kecantikan, kesehatan dan rambut 13

Tas, sepatu, aksesories 12

Perhiasan 11

Retail pelengkap 14

Departement Store 1

Jumlah 93

(sumber: The Mall.com)

Dari studi banding fungsi sejenis dapat disimpulkan bahwa jumlah retail yang terdapat dalam stasiun MRT dan Shopping Center ini sejumlah 93 unit. Menurut data tersebut, penulis juga akan merencanakan sekitar 90-100 unit retail komersil pada bangunan Stasiun Labuhan dan Shopping Center ini dengan fungsi-fungsi retail yang sama. Perhitungan jumlah retail berdasarkan studi


(61)

banding ini juga disesuaikan dengan data fasilitas perdagangan di Kecamatan Medan Labuhan (Tabel 4.1). Selain retai1 disediakan juga supermarket dan departement store berskala sedang (Tabel 4.5). Jumlah ini diyakini penulis akan mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat setempat dan pengunjung Stasiun Labuhan yang ada.

Tabel 4.5 Perkiraan kebutuhan fungsi komersil

Jenis Jumlah Luas

Departement Store 1 25%

Supermarket 1 25%

Makanan - 25%

Fashion - 12.5%

Aksesoris,kecantikan,kesehatan, dll - 12.5%

Perhitungan kebutuhan kelompok ruang parkir berdasarkan perhitungan pengunjung dan penumpang kereta api dari data Statistik PT.KAI. Sesuai dengan sistem Transit Oriented Development yang diterapkan pada lokasi ini, maka diharapkan pengunjung dapat menikmati Kawasan Wisata Labuhan dengan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan umum. Karena itu dari total 565 jiwa/hari ini diperkirakan 60% dari penumpang melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau berjalan kaki. Maka fungsi-fungsi penunjang moda transportasi lainnya harus ditambahkan pada stasiun ini berupa halte bus rapid 2 arah yang akan melayani transit perjalanan Medan-Belawan, pemberhentian angkutan umum, becak, taksi dan aksesibilitas bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda yang mudah.

Hasil perhitungan kebutuhan yang diperlukan untuk bangunan, pembuatan rancangan konseptual berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan. Dari perhitungan kebutuhan taksi sebanyak 25% dari jumlah penumpang bahwa jumlah


(62)

taxi stasiun yang disediakan sebanyak 6 unit. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa perkiraan penumpang menggunakan transportasi umum sebanyak 60%, maka sisanya hanya 40% yang menggunakan kendaraan pribadi. Dari total 40% yang sebanyak 226 orang ini diasumsikan 60%-nya menggunakan sepeda moto , maka dibutuhkan sebanyak 121 parkir sepeda motor, dan 40% sisanya menggunakan mobil sehingga dibutuhkan parkir mobil sebanyak 90 unit (Tabel. 4.6).

Tabel 4.6 – Kebutuhan parkir

Kendaraan Jenis Jumlah

Bus Halte 2

Angkot Shelter -

Becak Shelter -

Taksi Parkir 6

Sepeda motor Parkir 121


(63)

BAB V

RESEPTOR

Stasiun Kereta Api di perencanaan Kawasan Wisata Sejarah Medan labuhan / Labuhan Heritage Town adalah sebagai prasarana yang mengakomodasi aktivitas transportasi para wisatawan yang akan berkunjung. Stasiun Kereta Api Labuhan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan akses dan pecapaian terhadap fungsi bangunan di sekitarnya dengan tujuan utama mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mempunyai suasana tersendiri bagi pengguna terutama pengunjung karena itu bangunan ini harus seperti gerbang yang menyambut dan mengantarkan para pengunjung dengan ramah dan dapat mewakili atmosfir kawasan wisata yang ada.

Pendekatan arsitektur simbolisme pada bangunan Stasiun Labuhan ini dinilai mampu mempresentasikan keramahan dan atmosfer budaya di daerah wisata setempat dengan tetap dapat melestarikan unsur-unsur atau ciri arsitektur lokal dengan unsur-unsur moderen yang berkembang saat ini agar lebih menarik pengunjung dan penjual untuk menggunakan fasilitas Stasiun dan Shopping Center yang akan direncanakan. Diputuskan bahwa pendekatan arsitektur simbolis yang akan diambil dalam perencanaan Stasiun Labuhan dan Shopping Center ini yaitu indexial sign dan symbol. Indexial sign yang akan diterapkan yakni filosofi seseorang yang memeluk (Gambar 5.1). Bentuk ini diambil sebagai interprentasi seorang teman yang menyambut dan mengantarkan para pengunjung dengan


(64)

ramah dan hangat. Bentuk memeluk ini diaplikasikan dalam massa bangunan baru yang seakan-akan memeluk bangunan stasiun lama (Gambar 5.2, c).

Gambar 5.1 – Filosofi memeluk

Gambar 5.2 – Proses pembentukan massa

Bentukan massa sendiri yang seperti huruf C terbalik merujuk kepada judul utama perancangan ini yaitu Connected. Simbol yang akan diterapkan yakni

a

b


(65)

simbol-simbol kebudayaan Melayu yang memiliki arti keakraban, hubungan, konektivitas.

Menurut Charles Sanders Peirce, simbol merupakan tanda yang hadir karena mempunyai hubungan yang sudah disepakati bersama atau sudah memiliki perjanjian (arbitrary relation) antara penanda dan petanda. Dalam buku Meaning and Behavior in the Built Environment , Charles membagi simbolisme menjadi 3 bagian, yaitu Iconic sign, Indexial sign dan Symbol.

Iconic sign adalah sign yang mengingatkan kita pada obyeknya melalui beberapa macam persamaan yang kompleks. Contoh: stan yang menjual hot dog mempunyai bentuk seperti hot dog. Indexial sign adalah tanda yang menunjukkan pada objek tertentu dalam hal fisik, maknanya dapat dibaca tanpa simbol pengetahuan budaya. Terdapat hubungan yang eksis antara simbol dengan konsep. Contoh : jendela berarti mempunyai fungsi untuk melihat view.

Symbol adalah sign yang dipelajari sebagai makna sesuatu dalam konteks budaya tertentu.Sedangkan dalam Sign, Symbol and Architecture, Charles Sanders Peirce menjelaskan symbol adalah suatu tanda atau gambar yang mengingatkan kita kepada benda yang kompleks yang diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang lebih spesifik atau lebih khusus.

Dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk dan simbol berperan dalam penyampaian maksud suatu bangunan/perancang arsitektur. Bentuk merupakan unsur yang dapat memberikan suatu kesan pertama bagi pengamat yang dapat


(66)

menyampaikan maksud dan fungsi dari bangunan tersebut. Sedangkan simbol berperan dalam komunikasi arsitektur.

Gambar 5.3 –Zoning ground plan

Setelah mendapatkan konsep pembentukan massa yang menyimbolkan sikap memeluk, maka selanjutnya yang penulis lakukan ialah melakukan zoning letak bangunan dan daerah hijau (Gambar 5.3). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bangunan stasiun dan bangunan sekitarnya harus membentuk hubungan yang baik, maka dari itu rumah-rumah penduduk yang membelakangi stasiun direlokasi sehingga bangunan stasiun lama dijadikan focal point ysng berada di tengah dan dikelilingi dengan bangunan baru yang berada di kiri kanan dan belakang stasiun lama. Pada sisi kanan dan kiri stasiun direncanakan posisi pusat perbelanjaan, sedangkan pada sisi belakang stasiun akan dijadikan perluasan stasiun penumpang, lahan yang berada di dekat persimpangan Jalan Serue dijadikan tempat parkir kendaraan pengunjung dan pengelola stasiun dan pusat perbelanjaan , dan pada bagian depan stasiun akan difungsikan sebagai taman


(67)

publik yang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan. Pusat perbelanjaan direncanakan memiliki ketinggian 3 lantai. Jumlah lantai ini berdasarkan peraturan RTRK tahun 2009 mengenai ketinggian bangunan di daerah setempat (maksimal 4 lantai) dan juga atas pertimbangan penghormatan pada bangunan staiun lama agar bangunan yang baru tidak menutupi bangunan lama (Gambar 5.4).

Gambar 5.4 – Aplikasi zoning pada lahan

Lahan yang ada di depan stasiun digunakan sebagai daerah hijau dan taman publik untuk menampung aktivitas pengunjung yang biasanya ingin berfoto di depan bangunan bersejarah ini. Fungsi-fungsi tambahan untuk koneksi dengan


(68)

transportasi umum lainnya seperti halte bus, taksi, angkot dan becak ditempatkan di trotoar depan bangunan tanpa mengurangi lebar dan kenyamanan pedestrian dan jalur kendaraan di sepanjang Jalan Yos Sudarso. Jalur masuk pedestrian akan dibedakan dengan jalur kendaraan, para pejalan kaki masuk melalui jalur utama taman publik sehingga ketika para pejalan kaki berjalan menuju bangunan stasiun lama, pandangan pejalan kaki akan langsung melihat bangunan stasiun. Jalur masuk kendaraan pengunjung akan melalui gerbang yang telah disediakan

Peletakan parkir kendaraan ini sesuai dengan sistem Transit Oriented Development yaitu mengutamakan bangunan yang mudah diakses oleh pejalan kaki. Sedangkan akses untuk kendaraan dan parkir sebaiknya diletakkan di pinggir atau belakang bangunan. Zona servis dan utilitas diletakkan pada bagian ujung kanan bangunan agar dapat mencapai 2 fungsi utama bangunan yaitu stasiun dan pusat perbelanjaan.

Selain melakukan zoning secara horizontal, dilakukan juga zoning secara vertical. Bangunan yang direncanakan memiliki ketinggian 4 lantai sesuai dengan peraturan ketinggian maksimum bangunan setempat, dengan pembagian zona seperti pada gambar 5.5.


(69)

BAB VI

A MOVEMENT

Setelah melakukan zoning maka penulis melanjuti proses perancangan pada tahap rancangan skematik berdasarkan rancangan konseptual pada tahap awal, penulis melakukan penelusuran kembali pada tema dan judul g yaitu ‘Dynamic Connected” dan arsitektur simbolis sebagai pendekatan arsitektur yang penulis pilih. Sesuai dengan judul dan tema, maka penulis ingin agar bangunan stasiun sebagai fungsi utama dapat terkoneksi dan terintegrasi dengan sangat mudah dengan fasilitas-fasilitas penunjang di sekitarnya.

Penelusuran organisasi bangunan diawali dengan rancangan aksesibilitas pada bangunan karena merupakan perencanaan stasiun dengan sistem Transit Oriented Development. Aksesibilitas utama yang harus dirancang ialah akses para pejalan kaki dan pengguna sepeda, lalu aksesibilitas para pengguna kendaraan umum seperti kereta api, bus, angkot, becak, taksi, dan kemudian aksesibilitas serta parkir kendaraan untuk pengunjung dan pengelola.

Pada awal rancangan jalur aksesibilitas perancang meletakkan halte bus berada di persimpangan jalan, tempat pemberhentian angkot dan taksi yang berada di trotoar dekat sisi kiri pusat perbelanjaan dan tempat pemberhentian becak yang berada di trotoar dekat dengan taman dengan asumsi penumpang yang turun dari becak dapat mengakses bangunan melalui taman yang ada. Namun setelah dianalisa maka peletakan tempat-tempat pemberhentian ini justru menyebabkan


(70)

kemacetan pada ruas Jl. Yos Sudarso, dan justru menyulitkan akses bagi penggunanya (Gambar 6.1).

Gambar 6.1 Skematik awal sirkulasi

Dengan menggunakan analisa aksesibilitas dan siklus kendaraan maka perancang menempatkan halte di sebelah kiri lahan yaitu trotoar yang bebatasan dengan rumah penduduk. Selain itu penulis memberikan ruang pemberhentian bus pada halte agar kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang bus tidak mengganggu laju kendaraan di Jl. Yos Sudarso. Pemberhentian becak digabung dengan pemberhentian angkot dengan posisi sejajar dengan Jl. Yos Sudarso untuk memudahkan kegiatan menaikkan dan menurunkan penumpang dan pergantian angkot dan becak. Dengan peletakan tempat pemberhentian seperti ini, para pengunjung yang menggunakan bus, angkot dan becak dapat mengakses bangunan dengan mudah yaitu dari entrance bangunan bagian kiri (Gambar 6.2).


(71)

Gambar 6.2 – perbaikan skematik sirkulasi

Aksesibilitas kendaraan pribadi dan taksi dapat melalui sisi kiri bangunan, drop off utama berada di depan bangunan stasiun lama, mengelilingi taman lalu keluar melalui sisi kanan bangunan. Tempat pemberhentian taksi berada di area drop off untuk memudahkan naik-turun penumpang. Untuk areal parkir, penulis menyediakan 2 jenis parkir yang dipisah berdasarkan lamanya parkir. Parkir sementara sebanyak 13 unit berada di sisi kiri dan kanan dalam bangunan yang dapat diakses dari pintu masuk dan keluar utama. Sedangkan untuk parkir dengan jangka waktu yang lama disediakan lahan parkir mobil dan sepeda motor di kiri bangunan yang dapat diakses dari jalur kiri sebelum pintu keluar utama dan juga dapat diakses dengan pintu masuk dan keluar parkir tersendiri yang berada di sisi persimpangan Jl. Yos Sudarso dengan Jalan Serue.


(72)

Para pengunjung yang memarkirkan kendaraannya di areal parkir dapat berhenti dan memasuki bangunan dari side entrance yang berada di sisi kiri luar bangunan. Dari rancangan jalur aksesibilitas ini menghasilkan entrance pada bangunan sebanyak 4 entrance, yaitu entrance dan drop off utama yang berada di depan bangunan stasiun lama. Entrance pertama yang berada di sisi depan kiri bangunan untuk pengguna bus, angkot, becak , pengguna sepeda dan pejalan kaki. Entrance kedua yang berada di sisi depan kanan bangunan untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda dan side entrance yang berada di sisi kiri luar bangunan untuk pengguna parkir kendaraan bermotor.

Untuk aksesibilitas pada bangunan, disediakan 120 parkir sepeda motor dan 93 parkir mobil. Fasilitas parkir ini untuk pengelola dan pengunjung stasiun serta pusat perbelanjaan, selebihnya bagi para wisatawan yang datang untuk berwisata di kawasan wisata juga disediakan parkir bus, mobil dan sepeda motor di lahan parkir terpusat yang berada tepat di seberang bangunan stasiun yang ada.

Akses utama untuk pedestrian dapat melalui taman yang berada di depan stasiun lama dan langsung menuju main entrance bangunan. Selain itu terdapat juga 2 side entrance bagi pedestrian yang berada di sisi depan kanan dan kiri bangunan yang bisa langsung diakses dari trotoar jalan.

Penelusuran massa bangunan awal ialah bangunan dengan total panjang 100 m dan lebar 80 m dengan panjang 2 bagian pusat perbelanjaan sebesar 30 m. Bentuk massa yang terlalu massif ini ternyata justru membuat bangunan stasiun


(73)

lama seperti terjepit dan tersembunyi di antara masa bangunan yang baru, sehingga penulis mengurangi kekakuan bangunan baru. Ukuran bangunan baru diperkecil menjadi total panjang 100 m dan lebar 70 m dengan panjang 2 bagian pusat perbelanjaan sebesar 20 m. Dengan bentukan seperti ini maka memberikan ruang hijau pada taman publik yang lebih lega, sehingga bangunan stasiun lama tidak tertutupi dengan bangunan baru yang ada.

Gambar 6.3 – skematik lantai 1

Pada lantai satu bangunan (Gambar 6.3) direncanakan ketika pengunjung masuk baik melalui pintu utama kendaraan maupun melalui pintu utama pedestrian maka pengunnjung akan berhenti pada tempat yang disediakan drop off. Kemudian pengunjung akan memasuki bangunan, perancang merencanakan akan terdapat main entrance yang kemudian akan terhubung ke hall utama pusat perbelanjaan dan lobby stasiun. Peletakan main entrance yang berada di depan


(74)

bangunan stasiun lama bertujuan agar bangunan lama menjadi pusat aktifitas dan focal point.

Pada lantai ini, desain skematik terbagi atas 2 bagian yaitu bagian pusat perbelanjaan dan bagian stasiun, pusat perbelanjaan yang ada pada lantai ini berupa retail-retail dan restoran untuk memenuhi kebutuhan penumpang stasiun yang biasanya ingin membeli oleh-oleh atau makanan. Pada bagian stasiun ditempatkan lobby penumpang, peron, dan kantor perjalanan kereta api. Bangunan stasiun lama dijadikan lobby utama bagi penumpang untuk penjualan tiket, lalu memasuki peron kereta. Stasiun dengan 2 peron berseberangan ini akan dihubungkan dengan jembatan penyeberangan di lantai mezanin. Selain jembatan penyebrangan, fungsi perkantoran Kereta Api juga diletakkan dalam lantai mezanin. Sedangkan bagian kantor yang mengurus perjalanan Kereta Api diletakkan dalam peron 2 (peron yang berada di seberang bangunan stasiun lama) agar para teknisi dapat mengakses dan memperhatikan keadaan kereta api secara langsung. Bagian stasiun yang bersifat semi publik ini hanya dapat diakses melalui lobby stasiun, sehingga hanya penumpang yang memiliki tiket dan pengelola saja yang dapat mengakses bagain ini. Di lantai ini juga diletakkan ruang karyawan, pergudangan dan ruang mekanikal elektrikal.

Pada lantai 2 bangunan, penulis meletakkan department store hampir 50% dari luas lantai 2, dan 50% selebihnya diisi dengan retai-retail. Retail dan department store ini dihubungkan dengan hall dan sirkulasi vertikal berupa eskalator. Di dua bagian fasad bangunan di lantai 2 akan diletakkan beberapa kafé


(75)

makanan, kafe-kafe ini juga dilengkapi dengan outdoor yang dapat diakses dari lorong retail. Pada lantai 3 bangunan, 45% dari luas lantai merupakan supermarket, selebihnya diisi food court dengan retail-retail kecil yang menjual makanan. Di dua bagian fasad bangunan di lantai 2 akan diletakkan restoran dan kafe makanan, kafe ini juga dilengkapi dengan outdoor yang dapat diakses dari lorong retail. Keunggulan dari peletakan restoran dan café pada bagian ini adalah pengunjung restoran akan dapat menikmati pemandangan wisata Labuhan yang ada.

Bangunan setinggi 3 lantai ini pada lantai dua dan tiganya dilakukan step back atau bagian bangunan dimundurkan sejauh 6 m dari lantai di bawahnya, sehingga bagian yang dimundurkan sejauh 6 m ini dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau juga (gambar 6.4).

Gambar 6.4 – Step back pada fasad massa bangunan

Pemunduran muka bangunan ini juga bertujuan untuk membentuk skyline yang menghormati bangunan stasiun lama. Skyline ini akan sangat dirasakan oleh


(76)

para pejalan kaki atau pengemudi kendaraan. Step back bangunan yang dilakukan selain agar tidak terlalu mengintimidasi bangunan lama juga demi kenyamanan pandangan para pejalan kaki sehingga pejalan kaki pun tidak merasa terintimidasi dengan bentuk bangunan yang ada (Urban Design Guideline, 2013).

Setelah penulis menyelesaikan denah skematik bangunan, ternyata terdapat beberapa kekurangan pada denah sekematik pertama ini, ukuran retail yang tidak variatif, sequence yang tidak menarik dan banyaknya ruangan kosong yang tidak terpakai membuat perencanaan pusat perbelanjaan di bangunan ini kurang menarik, serta peletakan pergudangan yang kurang fleksibel sehingga tidak dapat menjangkau pusat perbelanjaan yang berada di lantai satu. Dari hal ini penulis melakukan beberapa perubahan pada denah skematik perancangan.


(77)

Sequence pada bangunan lantai pertama (Gambar 6.5) akan dijumpai main entrance yang akan menyambut pengunjung dan juga sebagai ruang peralihan antara pusat perbelanjaan dan stasiun. Setelah main entrance pada bagian pusat perbelanjaan akan dijumpai hall. Pada hall ini terdapat escalator sebagai sirkulasi vertikal pada bangunan pusat perbelanjaan. Setelah itu akan dijumpai retail sedang berukuran 5 x 7.5 m sebanyak 18 retail dan 1 retail besar restoran siap saji berukuran 10 x 20 m. Retail-retail ini juga terhubung dengan side entrance. Untuk bagian servis terletak di bagian pinggir tengah bangunan.

Pada bagian stasiun, setelah main entrance langsung ditemui lobby utama yang terdapat pada bangunan lama. Lobby utama ini melayani perjalanan penumpang sehingga terdapat loket manual, loket elektronik dan pengecekan tiket. Setelah lobby utama akan dijumpai peron kereta. Bagian ini hanya dapat diakses oleh penumpang dan pengelola saja. Pada bagian peron ini terdapat ruang tunggu keberangkatan,jembatan penyebrangan peron serta beberapa fungsi layanan seperti retail, toilet, musholla, nursering room, smoking room, security dan ruang pengelola keberangkatan kereta api. Stasiun kereta api sendiri terdiri dari 1 lantai utama dan 1 lantai mezanin. Sequences pada lantai mezanin yaitu diakses naik pada peron 1 dan turun pada peron 2 untuk keberangkatan (Gambar 6.6). Terdapat juga kantor pengelola pada lantai ini. Lalu untuk kedatangan dapat diakses naik dari peron 2 dan turun di peron satu yang kemudian menuju pintu exit yang berada di antara main entrance dan side entrance.


(78)

Gambar 6.6 – Denah lantai mezanin

Gambar 6.7 – Denah lantai 2

Sequence pada lantai 2, retail-retail sedang, cafe, roof garden, outdoor space, stand dan department store yang dapat dicapai melalui escalator pada hall (Gambar 6.7).


(79)

Gambar 6.8 – Denah lantai 3

Sequence pada lantai 3 (Gambar 6.8), terdapat cafe, food court, restoran, roof garden, outdoor space, stand dan supermarket yang juga dapat dicapai melalui escalator pada hall.

Setelah melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing terdapat banyak kesalahan pada denah skematik pertama ini, yakni masih banyaknya ruangan kosong dan tidak maksimalnya penggunaan ruang untuk retail. Peletakan escalator dan retail pun menjadi masalah utama pada desain denah skematik pertama ini, banyak peletakan retail yang jauh dari sirkulasi dan escalator yang dapat menyebabkan kurang lakunya retail-retail tersebut serta retail yang tidak variatif. Letak area servis pun yang dulunya berada di sudut bangunan dirasa tidak


(1)

79

Lampiran 2c


(2)

80

Lampiran 2d


(3)

81

Lampiran 2e


(4)

82

Lampiran 2f


(5)

83

Lampiran 2g


(6)

84

Lampiran 2 h