Pengaruh model pemecahan masalah polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh: ATIQOH 106016300226

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

TERHADAP KEMAMPUAN ANALISIS SISWA

PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: ATIQOH 106016300226

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A Kinkin Suartini, M.Pd. NIP : 19571005 198703 1 003 NIP: 19780406 200604 2 003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

i

Atiqoh, “Pengaruh Model Pemecahan Masalah Polya terhadap Kemampuan Analisis Siswa pada Konsep Listrik Dinamis”. Skripsi, Program Studi

Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pemecahan masalah Polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis penelitian yang dilakukan di SMA 1 Tangerang Selatan pada tanggal 31 Maret 2011 sampai dengan 3 Mei 2011. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan sampel yang pertama yaitu siswa kelas X.6 sebagai kelas eksperiemen dan kelas X.2 sebagai kelas kontrol, masing-masing diberi pretest

dan posttest. Uji hipotesis pretest didapat thitung< ttabel (0,255<1,999), maka Ho

diterima dan Ha ditolak. Uji hipotesis posttest thitung>ttabel (10,142>1,999), maka

Ho ditolak Ha diterima. Terdapat pengaruh model pemecahan masalah Polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis.

Kata kunci: model pemecahan masalah Polya, kemampuan analisis siswa, konsep listrik dinamis


(5)

ii

Atiqoh,” The Effect Of Polya Problem Solving Learning Model to Student Analyze Ability In Dynamic Electric Concept”. Skripsi, Studying Program Physic Education Major In Science Education Faculty Of Tarbiyah and Teaching, University Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.

The research aim to know are there any effect of Polya problem solving learning model to student analyze ability in dynamic electric concept. This research done in Senior High School 1 Tangerang Selatan on march 31st 2011 until may 3rd 2011. On quasi experimental research method, with the first class 32 student of X.6 as experimental group and 32 student of X.2 as control group both class are given the same pretest and posttest. The pretest result show tarithmetic< ttable

(0,255<1,999), so Ho rejected Ha received. The posttest result show tarithmetic>ttable

(10,142>1,999), so Ho rejected Ha received. The research show be able effect of Polya problem solving learning model to student analyze ability in dynamic electric concept.

Key Words: Polya problem solving learning model, student analyze ability, dynamic electric concept.


(6)

iii

berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi. skripsi ini disusun untuk syarat memperoleh gelar sarjana.

Penulis sangat menyadari bahwa selesainya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih khususnya kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tak henti-hentinya mendoakan dan

memberikan dukungan dengan tulus ikhlas sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi, semoga Allah membalasnya dengan keridhaan-Nya. 2. Kakak-kakak dan adik-adikku serta keluarga besar yang telah mendukungku

dalam menyelesaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga selaku dosen pembimbing satu skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis skripsi.

4. Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Iwan Permana, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Kinkin Suartini M.Pd, selaku dosen pembimbing dua skripsi yang telah

meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis skripsi.

7. Drs. H. Suhaya, M.M, selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Tangerang Selatan, yang telah member izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SMA Negri 1 Tangerang Selatan.

8. Ike S.Pd, selaku guru Fisika di SMA Negeri 1 Tangerang Selatan, yang telah mengarahkan dan ikut membimbing penulis dalam penelitian.


(7)

iv

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih dari sempurna, baik dari segi materi maupun kajiannya, hal ini dikarenakan oleh terbatasnya kemampuan penulis. Namun demikian penulis tetap berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Penulis


(8)

v

maha Esa yang telah memberikan nikmat yang tiada tara sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam saya haturkan kepada junjungan alam baginda Muhammad SAW.

Dengan selesainya skripsi ini saya ingin menyampaikan rasa terimakasi saya kepada:

1. Ayahanda Nurali tercinta yang tanpa pamrih mencurahkan segenap peluh keringat, tenaga, doa, pikiran dan materi, entah dengan apa saya bisa membalas pengorbanan beliau. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan kepada beliau.

2. Ibunda Asmaroh terkasih yang jika saya menangis dia orang yang pertama kali terluka dan jika saya bahagia dia orang pertama yang tersenyum, terimakasi Ibu, atas doa dan cucuran air mata Mu. Selalu kumohonkan agar Allah SWT membalas semua kasih sayang Mu.

3. Adik- adikku tersayang, Mimi Fauziah, M. Syarul Ramadhan, Dias Hafiz, semangat, kelucuan, canda tawa dari kalian adalah pelipur lara untukku, “sebisa mungkin kakak akan menjadi teladan yang baik buat kalian”, semangat berkarya adik-adik! Semoga Allah SWT meluruskan jalan kita untuk sampai kegerbang kesuksesan dunia dan akhirat.

4. Untuk Dia yang jauh disana Muhammad Mirad Saputra S.ked yang selalu membuat saya gelisah, namun kata-kata semangat dari Nya adalah energi positif yang mampu memusnahkan rasa malas.

5. Untuk teman-teman dikosan Tiwi, Pinki, kak Elon, kak Ingke, kak Fitri, Fitri, Eha, terimakasi telah menampung aspirasi, curhatan, canda tawa membuat hidup saya lebih berwarna.

6.

Untuk teman-teman seperjuangan, Lia mardianti, Yuyum muawanah, Asmawati Rajamudin, Putri Pujiarsih, Riska Sartika Dewi, Khoirunisa dan lainnya yang saya tidak sebutkan satu persatu terimakasi atas dukungannya, “keep fighting!”


(9)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

PERSEMBAHAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 7

A. Kajian Teoritis ... 7

1. Model Pemecahan Masalah ... 7

2. Model Pemecahan Masalah Menurut Polya ... 13

3. Kemampuan Analisis Siswa ... 17

4. Konsep Listrik Dinamis ... 21

5. Penelitian yang relevan ... 27

B. Kerangka Berpikir ... 30


(10)

vii

D. Prosedur Penelitian ... 35

E. Populasi dan Sampel ... 35

F. Teknik Pengambilan Sampel ... 36

G. Variabel Penelitian ... 36

H. Teknik Pengumpulan Data ... 36

I. Instrumen Penelitian ... 36

J. Teknik Analisis Data ... 40

K. Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

1. Deskripsi Data ... 44

2. Hasil Uji Normalitas ... 48

3. Hasil Uji Homogenitas ... 49

4. Hasil Uji Hipotesis ... 49

B. Pengolahan Data Angket ... 50

D. Pembahasan Hasil penelitian ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(11)

viii

Tabel 2.1 Comparison of Forms of Active Learning ... 9

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Pemecahan Menurut Para ahli ... 13

Tabel 2.3 Tahapan Pembelajaran Pemecahan Masalah Polya ... 16

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 34

Tabel 3.2 Interpretasi Validitas ... 37

Tabel 3.3 Interpretasi Daya Pembeda ... 40

Tabel 4.1 Deskripsi Data Rata-rata Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 47

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 48

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 49

Tabel 4.4 Hasil Uji t Kemampuan Analisis Siswa Pretest dan Posttest kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 50

Tabel 4.5 Indikator Meningkatkan Motivasi dan Berperan Aktif ... 51

Tabel 4.6 Indikator kebebasan Berpendapat ... 52

Tabel 4.7 Indikator Mengembangkan Konsep Siswa ... 52

Tabel 4.8 Indikator Pembelajaran dapat Meningkatkan Kemampuan Analisis 53 Tabel 4.9 Indikator dapat Mengerjakan Soal Listrik Dinamis ... 54


(12)

ix

Gambar 2.1 Peta Konsep Listrik Dinamis ... 21

Gambar 2.2 Jika Suhu Dijaga Tetap Maka Untuk Suatu Kawat Listrik R=

Adalah Tetap (Hukum Ohm) ... 22 Gambar 2.3 Semua Bacaan Dari Ampermeter Dari A Sampai D Adalah Sama23 Gambar 2.4 Arah Loop Hukum Kirchhoff II ... 26 Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berfikir ... 32 Gambar 4.1 Histogram Pretest Kemampuan Analisis Siswa Kelompok

Kontrol Dan Eksperimen ... 45 Gambar 4.2 Histogram Pretest Kemampuan Analisis Siswa Kelompok

Kontrol Dan Eksperimen ... 46 Gambar 4.3 Persentase Tiap Indikator Angket Penerapan Model Pemecahan


(13)

x

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Silabus ... 61

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ... 83

Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 87

Lampiran 4 Tes (Instrumen Sebelum Validitas) ... 88

Lampiran 5 Jawaban dan Pedoman Penilaian Validitas Soal ... 91

Lampiran 6 Rekap Analisis Butir ... 96

Lampiran 7 Tes (Instrumen Pretest dan Posttest) ... 99

Lampiran 8 Kisi-kisi Angket ... 101

Lampiran 9 Kuisioner ... 102

Lampiran 10 Hasil Analisis Angket ... 103

Lampiran 11 Hasil Butir Soal Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 104

Lampiran 12 Perhitungan data Statistik Pretest dan Posttest ... 110

Lampiran 13 Uji Homogenitas ... 125

Lampiran 14 Uji hipotesis ... 127


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi pendidikan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan. Namun begitu banyak permasalahan yang ada di dunia pendidikan kita saat ini. Sudarman menegaskan salah satu permasalahan yang dihadapi pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika anak didik lulus dari sekolah, mereka pintar teoritis tetapi miskin aplikasi. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak diarahkan membentuk manusia cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia kreatif dan inovatif.1

Perkembangan pendidikan di Indonesia pada massa sekarang ini menekankan pada hasil ketuntasan minimal menurut KTSP, padahal sangatlah perlu bagi seorang pengajar melihat kemampuan taraf berpikir sebagai proses memperoleh hasil belajar yang baik, taraf berpikir yang dimaksud adalah menurut para ahli psikologi dalam masalah belajar. Para ahli telah menyusun suatu sistematika klasifikasinya yang mereka sebut taksonomi, menurut Blom ada enam tingkat berpikir yaitu: mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan. Persoalannya, pengajar tidak berani untuk mengeksplorasi tingkat kemampuan, dan tingkat kemampuan peserta didik berhenti sampai di tingkat berpikir rendah (low order thinking) yaitu

1

Nenden, Implementasi Strategi Problem Solving Pembelajaran Kooperatif untuk

Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika SMA, (Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas


(15)

mengaplikasi, untuk itu penulis memberikan alternatif untuk lebih mengeksplorasi kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking) contohnya kemampuan analisis siswa untuk meningkatkan hasil belajar atau prestasi belajar siswa.

Terlebih pada pembelajaran eksakta seperti pembelajaran fisika. Fisika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern serta mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.2 Pembelajaran fisika memenuhi pengetahuan dasar yang dimiliki semua manusia yaitu membaca, menulis, dan berhitung, siswa diharuskan memiliki kemampuan membaca menulis dan berhitung. Tiga hal itu harus dimiliki siswa karena terkait dengan karakteristik ilmu fisika yang membutuhkan penguasaan konsep, bersifat konstektual, berkembang mengikuti jaman, serta menuntut kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Hal yang terjadi jika siswa hanya mempunyai kemampuan membaca dan menulis dalam pembelajaran fisika tanpa di sertai kecakapan berhitung maka siswa tidak akan bisa mengerjakan soal fisika yang kebanyakan adalah soal hitungan.

Belajar fisika berarti belajar konsep, struktur suatu konsep dan mencari hubungan dengan konsep tersebut. Salah satu keuntungan fisika yaitu siswa dilatih berpikir analisis dan terstruktur, kemampuan ini direfleksikan pada sikap yang hati-hati dan teliti. Selain itu pembelajaran fisika juga berkaitan erat dengan matematika karena banyak teori fisika dinyatakan dengan notasi matematika sehingga banyak materi dalam pelajaran fisika yang bersifat matematis.

Ilmu fisika dibagi dalam dua kategori dilihat dari tingkat kesukaran konsep yaitu kategori mudah dan kategori sukar, dalam konsep yang tergolong mudah tidak terlalu diperlukan strategi guru untuk menyampaikan konsep fisika, namun dalam kategori sukar guru dituntut untuk menyampaikannya dengan strategi khusus agar konsep yang sukar mudah dipahami siswa, dalam fisika banyak konsep yang tergolong kriteria sukar misalnya: Dinamika Partikel, Gelombang Elektromagnetik serta Listrik Dinamis, namun dalam penelitian ini peneliti hanya tertarik untuk membahas mengenai salah satu materi fisika yang tergolong sukar

2

Zhuraida, Perbandingan Antara Metode Problem Solving dan Metode Problem Posing

Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa (Jakarta: Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan


(16)

dan bersifat matematis yaitu Listrik Dinamis, yang memenuhi standar kompetensi memformulaiskan besaran-besaran listrik rangkain listrik tertutup sederhana 9satu loop).

Konsep listrik dinamis cenderung bersifat matematis, dalam konsep listrik dinamis kita akan menemukan soal-soal yang membutuhkan kemampuan analisis. Analisis dalam taksonomi bloom adalah kemampuan untuk merinci suatu situasi atau pengetahuan menurut komponen yang lebih kecil atau lebih terurai dan memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan bagian yang lain.

Melihat kenyataan yang ada di lapangan yang terjadi pada saat penulis mengadakan PPKT disalah satu SMA di Tangerang Selatan, saat ini sekitar 80 % siswa SMA menyatakan bahwa siswa kesulitan dalam mengerjakan soal-soal fisika yang bersifat matematis contohnya pada materi listrik dinamis. Kemampuan analisis siswa dalam menyelesaikan soal fisika yang bersifat matematis seperti materi listrik dinamis masih rendah, hanya mendapat angka rata-rata 5,99 padahal angka ketuntasan belajar menurut KTSP yang diterapkan sekolah harus mencapai 7,5. Data lain menjelaskan bahwa sekitar 75% siswa meyatakan bahwa konsep listrik dinamis terasa sangat sulit dikarenakan model ajar yang terlalu rumit sehingga siswa membutuhkan model yang sederhana dan terstruktur agar mereka mendapat kemudahan dalam menyelesaikan soal pada materi listrik dinamis yang terlanjur mereka anggap rumit.3

Dari fenomena yang tertera di atas peneliti dapat menangkap benang merah persoalan, kebanyakan siswa tidak menyukai materi listrik dinamis dikarenakan materi ini terlalu bersifat matematis sehingga dibutuhkan model penyelesaian masalah yang lebih sederhana dan terstruktur.

Saat ini banyak sekali model pemecahan masalah yang digunakan guru untuk memecahkan kesulitan siswa tersebut diantaranya adalah pembelajaran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Arrends, pembelajaran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh John Dewey serta pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Jhonsen n Jhonsen, namun kesemuanya itu memiliki

3

Atiqoh, Implementasi Model Pemecahan Polya terhadap Hasil Belajara Fisika Siswa

pada Konsep Listrik Dinamis laporan PPKT(Jakarta: Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan


(17)

karakteristik dan langkah-langkah yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti telah melakukan studi pustaka mengenai kesemua pembelajaran itu, namun peneliti menemukan suatu model yang memiliki karakteristik yang sederhana dan tidak memerlukan waktu banyak, sistematis dan terstruktur, yang sangat sesuai untuk membantu siswa dalam menganalisis soal yang bersifat matematis seperti materi listrik dinamis. Model pemecahan masalah yang dimaksud peneliti yaitu model pemecahan masalah yang dikemukakan oleh George Polya seorang Matematikawan berkebangsaan Hungaria.

Model pemecahan masalah Polya dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran fisika khususnya pada konsep listrik dinamis, sebab dalam setiap fase dapat memfasilitasi guru dan siswa untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengutamakan perubahan konseptual dan meningkatkan kemampuan analisis pada siswa, agar siswa mampu menyelesaikan soal matematis yang membutuhkan daya analisis yang tinggi.

Berdasarkan gambaran diatas, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Model Pemecahan Masalah Polya terhadap Kemampuan Analisis Siswa pada Konsep Listrik Dinamis”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas timbul beberapa permasalahan, yaitu:

1. Banyaknya materi fisika yang bersifat matematis sehingga diperlukan suatu model pembelajaran yang terstruktur.

2. Sebagian besar siswa kesulitan dalam menganalisis soal yang bersifat matematis seperti pada materi listrik dinamis.

3. Kemampuan analisis siswa terbilang masih rendah pada konsep yang bersifat matematis seperti materi listrik dinamis.

4. Kesulitan guru dalam mengajarkan penyelesaian soal fisika yang bertipe pemecahan masalah matematis.


(18)

C. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan hasil yang diteliti maka dibuat batasan masalah, yaitu:

1. Pemecahan masalah Polya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah yang meliputi langkah-langkah memahami masalah, merencanakan penyelesainan, menyelesaikan masalah dan melakukan pengecekan.

2. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan analisis adalah kemampuan memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya banyak, analisis siswa pada penelitian ini diukur bedasarkan Taksonomi Bloom yang sudah direvisi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: ”Apakah terdapat pengaruh pemecahan masalah Polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis?” E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pemecahan masalah Polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis serta untuk mengetahui apakah model pemecahan masalah Polya memberikan kebebasan siswa untuk berpendapat sehingga termotivasi dan berperan aktif, lebih dapat mengembangkan konsep sehingga lebih memudahkan siswa untuk meningkatkan kemampuan analisis dan mudah menyelesaikan soal listrik dinamis yang bersifat matematis .


(19)

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.

1. Memberi pengalaman dalam melakukan penelitian dan wawasan pengetahuan peneliti tentang model pemecahan masalah Polya.

2. Model pemecahan masalah Polya diharapkan terdapat pengaruh terhadap kemampuan analisis siswa, khususnya pada konsep listrik dinamis.

3. Bagi guru diharapkan dapat memberi alternatif model pemecahan masalah Polya yang dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar khususnya pada konsep listrik dinamis.


(20)

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS

A. Kajian Teoritis

1. Model Pemecahan Masalah

Secara kafah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonsepsi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.4 Menurut Darwyan Syah dalam Siti Jubaidah model pembelajaran adalah pola-pola kegiatan tertentu dalam kegiatan pembelajaran yang merupakan kombinasi yang tersusun dari bagian atau komponen untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terdiri dari unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.5 Ciri-ciri model pembelajaran:6

a. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembang. b. Landasan pikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dipakai).

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Model pembelajaran diperlukan untuk menyusun teori atau hipotesis pembelajaran. Model sebagai alat komunikasi oleh para ahli pengembangan para ahli itu sendiri dan model pembelajaran berguna sebagai petunjuk dalam menjalankan aktifitas dan pengelolaan pembelajaran, serta model pembelajaran sebagai alat pengambil keputusan. Dalam model pembelajaran didukung dengan

4

Trianto, Desain Model Pembelajaran Inovatif Progresif (Jakarta Kencana:2009) Ed .1 Cet. 1 h. 21

5

Siti Jubaidah, Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah

Terhadap Hasil Belajar Siswa, (Jakarta: Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN), h. 8 6 Trianto, Desain …h. 23


(21)

pendekatan dan metode yang dilaksanakan sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Pendekatan (appoarch) lebih menekankan pada strategi dalam perencanaan sedangkan metode (method) lebih menekankan pada teknik pelaksanaanya. Suatu pendekatan yang dilaksanakan untuk suatu pembelajaran mungkin dalam proses pelaksanaan tersebut di gunakan beberapa metode. pendekatan terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran.7 Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tersebut tercapai secara optimal.8

Metode mengajar menurut Isjoni adalah alat untuk mengoprasionalkan apa yang direncanakan dalam strategi. Sedangkan strategi dapat diartikan sebagai a plan operation achieng something, “rencana untuk mencapai sesuatu”.9

Metode pemecahan masalah adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa dalam menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dalam penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.10

Metode pemecaham masalah (problem solving) termasuk kedalam active learning yaitu pembelajaran yang mengedepankan keaktifan siswa dan guru hanya sebagai fasiltator.

Selain pemecahan masalah banyak metode yang termasuk kedalam active learning namun kesemuanya itu memiliki cara belajar yang berbeda, di tabel 2.1 akan dijelaskan perbandingan antara metode problem solving, problem based learning, project besad learning dan action learning. Semua metode tersebut memiliki beberapa perbedaan yang dijelaskan dalam tabel berikut:

7

Siti Jubaidah, Opcit, h. 9 8

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Pada Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 147.

9

Zuraidah, Opcit, h. 6.

10

Kiranawati, Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving), (Http://


(22)

Tabel 2.1 Comparison of Forms of Active Learning11 Method Organization

of knowledge

Forms of knowledge

Role of student

Role of tutor Type of activity Problem based learning Open ended situation and problems Contingent and constructed Avtive participants and independent critical inquirers who own their own their earning experiences Enable of opportunities for learning Development of strategies to facilitate team and individual learning Project based learning Tutor set, structured tasks Pervormative and practical Completers of project or member of project team who develops a solution or strategy Task setter ang project supervisor Problem solving and problem management Problem solving learning

Step by step logical problem solving throught knowledge supplied by lecturer Largely propositional but may also be practical Problem solver who acquires knowledge through bounded problem solving

A guide to the right knowledge and solution Finding solutions to given problems Action learning Group led discution and reflection on action Personal and performative Self adviser who seeks to achieve own goals and help others achieve their’s through reflection and action A fasilitator of reflection and action Achievement of individual goals 11

Maggi Savin, dkk. Foundations Of Problem Based Learning (FL USA: Open University Press) 2004. h. 10


(23)

Tabel perbandingan bentuk active learning diatas menjelaskan bahwa metode pemecahan masalah, metode berdasarkan masalah, metode pembelajaran berbasis projek dan metode pembelajaran aksi memiliki beberapa perbedaan dilihat dari organisasi pengetahuan, bentuk ilmu pengetahuan yang harus dicapai, peran guru, peran siswa dan jenis aktifitas yang dilakukan dalam pembelajaran. Semua metode tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan metode disesuaikan dengan keadaan atau kondisi guru, siswa dan bahan ajar, untuk tercapainya tujuan pembelajaran.

Perbedaan Metode pemecahan masalah dengan pembelajaran aktif lainnya adalah pemecahan masalah merupakan solusi untuk mencari ilmu pengetahuan melalui langkah-langkah yang logis yang di suplai dari pengajar, peran siswa dalam pembelajaran pemecahan masalah adalah untuk memperoleh ilmu pengetahuan melalui memecahkan masalah. Dan peran guru hanya sebagai petunjuk atas ilmu pengetahuan dan solusi yang benar, serta jenis aktifitas dalam metode pemecahan masalah adalah menemukan solusi dari pemberian masalah.

Memecahkan masalah menjadi persoalan yang sering bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia. Karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu berhadapan dengan berbagai masalah untuk dicari pemecahannya. Bila gagal dengan suatu cara untuk memecahkan suatu masalah, manusia selalu mencoba memecahkannya dengan cara lain. Bila demikian adanya kehadiran dan keberhasilan manusia untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya pada tingkat dan jenjang tertentu dapat memberikan nilai tertentu pula pada manusia, terutama bagi manusia yang masih duduk pada bangku sekolah.12

Pemecahan masalah (problem solving) dapat di definisikan lebih luas jika di tinjau dari proses, strategi, keterampilan dan sebagai model pembelajaran. Sebagai suatu proses dalam hal ini menurut Subandar dalam Sukasno terkandung makna ketika siswa belajar ada proses menemukan kembali. Artinya prosedur, aturan yang harus dipelajari disediakan dan diajarkan oleh guru dan siswa siap menampungnya, tetapi siswa harus berusaha menemukannya. Ditinjau dari

12

Jenius P. Purba, Pemecahan Masalah dan Penggunaan Strategi Pemecahan Masalah. (Bandung: UPI), h. 8


(24)

startegi, problem solving diartikan sebagai penggunaan berbagai jalan untuk memecahkan masalah dimulai dari mengidentifikasi masalah, penetuan langkah-langkah dan kemudian memecahkannya. Sedangkan jika di tinjau dari segi keterampilan problem solving diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan operasi untuk memecahkan masalah. Operasi yang di maksud salah satunya adalah operasi matematik dan komputasi.13

Pemecahan dan penyelesaian masalah adalah bagian dari proses berpikir. Sering dianggap merupakan proses paling komplek diantara fungsi kecerdasan, pemecahan masalah di definisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukam modulasi dam kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar. Proses ini terjadi jika suatu organisme atau sistem kecerdasan buatan tidak mengetahui bagaimana untuk bergerak dari suatu kondisi awal menuju kondisi yang dituju.14

Altun said problem solving is to know what to do in the situation of not knowing what to do. Problem solving is not only finding the correct answer but also is an action which covers a wide mentalperiod and abilities.15

The basic problem solving process is a linear, hierarchical process. Each step is result of the previous step and a precursor to the next step. A popular method, teaching problem solving, involves the use of “stage models”. Stage models are simplied lists of stages and steps used in general problem solving.16

Problem solving steps which would be used to solve the problem were selected as; understanding (focus on the problem), planning (plan the solution), solving (execute the plan), and checking (evaluate the answers).17

13

Suryani, Pengaruh Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah) Terhadap

Keterampilan Berfikir Kritis Sisiwa Pada Konsep Listrik Dinamis. (FITK UIN Jakarta, 2009), h.19

14

Anonim, Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Penyelesain_Masalah, yang diakses tanggal 16 Januari 2011, h.1.

15

Tolga Gok, dkk, 2008, Effects Of Problem Solving Strategies Teaching On The

Problem Solving Attitudes of cooperative Learning Group In Physics Education, Jornal Of Theory

The Practice In Education, h. 254. 16

Gamze sezgin selcul, dkk, 2008, The Effects Of Problem Solving Intrudection On

Physics Achievement. Problem Solving Performance And Strategy Use.lat. Am J. Phys.Educ.

Vol.2, No.3, sept.2008. h, 152 17

Tolga Gok, dkk, 2010, The Effects Of Problem Solving Strategies On Students


(25)

Dari beberapa pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa pemecahan masalah adalah solusi untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dalam situasi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pemecahan masalah tidak hanya menemukan jawaban yang benar tetapi juga merupakan suatu tindakan yang mengkafer semua kemampuan mental. Masalah dasar proses pemecahan adalah proses, linear hirarkis. Setiap langkah adalah hasil dari langkah sebelumnya dan pendahulu ke langkah berikutnya. Sebuah metode yang populer, mengajar pemecahan masalah, melibatkan penggunaan "model panggung". Tahap model adalah daftar sederhana tahapan dan langkah-langkah yang digunakan dalam memecahkan masalah umum. Langkah-langkah pemecahan masalah yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah ini dipilih sebagai; pemahaman (fokus pada masalah), perencanaan (rencana solusinya), pemecahan (jalankan rencana tersebut), dan memeriksa (mengevaluasi jawaban).

Suatu masalah biasanya membuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya yang benar, maka soal tersebut tidak dikatakan sebagai masalah. Sedangkan pemecahan masalah dapat disimpulkan bahwa sebagai rangkaian tindakan yang tepat yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Dalam belejar pemecahan masalah, Guru harus berusaha menghilangkan ketakutan dan kecemasan siswa yang menghambat pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif. Anak-anak pun harus belajar menunjukan penghargaan terhadap pekerjaan anak lain dan tidak mengejek, mengkritik (dalam arti mencela), atau menertawakan, sebagaimana mereka juga harus belajar menghargai pekerjaan diri sendiri.18

Tahapan pemecahan masalah sebagai sintaks metode pembelajaran masalah yang dikemukakan para ahli selain pemecahan masalah Polya penulis merangkum sebagai berikut:

18

Utami Munandar,Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT Grasindo, 1999)cet.3. h. 81.


(26)

Tabel 2.2. Tahapan Pemecahan Masalah menurut Para Ahli John Dewey Lawrence Senesh Johnson n Johnson Sudjana 1. Siswa dihadapkan dengan masalah 2. Siswa merumuskan masalah itu 3. Siswa merumuskan hipotesis 4. Siswa menguji hipotesis itu 1. Menemukan gejala-gejala problematik 2. Mempelajari aspek-aspek permasalahan 3. Mendefinisikan masalah

4. Menentukan ruang lingkup permasalahan 5. Menganalisis sebab-sebab masalah 6. Menyelesaikan masalah 1. Mendefinisikan masalah 2. Mendiagnosis masalah 3. Merumuskan alternative startegi 4. Mengevaluasi keberhasilan strategi 1. Orientasi 2. Identifikasi masalah 3. Mencari alternative pemecahan masalah 4. Menilai setiap alternatif pemecahan masalah 5. Menarik kesimpulan

2. Model Pemecahan Masalah menurut Polya

George Polya (1973) mengungkapkan pemecahan masalah (problem solving) ialah untuk menentukan jalan keluar dari suatu yang sukar dan penuh rintangan untuk mencapai tujuan.19

Ryan Valeso Mereportase langsung dari buku karya G. Polya Sebuah kerangka kerja untuk memecahkan masalah telah di jelaskan G. Polya dalam sebuah buku “How to Solve It”(Edisi ke 2, Princeton University Press). Walaupun Polya berfokus pada teknik pemecahan masalah dalam bidang matematika. Tetapi prinsip-prinsip yang dikemukakannya dapat digunakan pada masalah-masalah umum. Penalaran Induktif merupakan dasar dari proses yang paling kreatif yang

19


(27)

terjadi didunia nyata. Fisika membutuhkan laboratorium yang ideal untuk membangun kemampuan dalam penalaran induktif dan menemukan hal baru 20.

Berikut ini gambaran umum dari Kerangka kerja Polya:21

a. Pemahaman pada masalah (to understand the problem)

Langkah pertama adalah membaca soalnya dan meyakinkan diri bahwa anda memahaminya secara benar. Tanyalah diri anda dengan pertanyaan :

1)Apa yang tidak diketahui?

2)Kuantitas apa yang diberikan pada soal? 3)Kondisinya bagaimana?

4)Apakah ada kekecualian?

5)Untuk beberapa masalah akan sangat berguna untuk membuat diagranmnya dan mengidentifikasi kuantitas-kuantitas yang diketahui dan dibutuhkan pada diagram tersebut. Biasanya dibutuhkan.

6)Membuat beberapa notasi ( x, a, b, c, V = volume, m = massa dan sebagainya). Tahap pemahaman soal ini meliputi: mengenali soal, menganalisis soal, dan menterjemahkan informasi yang diketahui termasuk membuat gambar atau diagram untuk membatu siswa membayangkan kondisinya.

b. Membuat Rencana Pemecahan Masalah (to make a plan)

Carilah hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui yang memungkinkan anda untuk menghitung variabel yang tidak diketahui. Akan sangat berguna untuk membuat pertanyaan : “Bagaimana saya akan menghubungkan hal yang diketahui untuk mencari hal yang tidak diketahui?

“Jika anda tak melihat hubungan secara langsung, gagasan berikut ini mungkin akan menolong dalam membagi masalah ke sub masalah

20

Bryan Veloso, Http://Kangguru.Wordpress.Com/2007/02/01/Teknik-Pemecahan-Masalah-Ala-G-Polya/, yang diakses tanggal 16 Januari 2011.

21

G. Polya, How to Solve It (Edisi ke 2, Princeton University Press) : New Jersey, 1973.h. xvi


(28)

1)Membuat sub masalah

Pada masalah yang komplek, akan sangat berguna untuk membantu jika anda membaginya kedalam beberapa sub masalah, sehingga anda dapat membangunya untuk menyelesaikan masalah.

2) Cobalah untuk mengenali sesuatu yang sudah dikenali.

Hubungkan masalah tersebut dengan hal yang sebelumnya sudah dikenali. Lihatlah pada hal yang tidak diketahui dan cobalah untuk mengingat masalah yang mirip atau memiliki prinsip yang sama.

3)Cobalah untuk mengenali polanya.

Beberapa masalah dapat dipecahkan dengan cara mengenali polanya. Pola tersebut dapat berupa pola geometri atau pola aljabar. Jika anda melihat keteraturan atau pengulangan dalam soal, anda dapat menduga apa yang selanjutnya akan terjadi dari pola tersebut dan membuktikannya.

4)Gunakan analogi

Cobalah untuk memikirkan analogi dari masalah tersebut, yaitu, masalah yang mirip, masalah yang berhubungan, yang lebih sederhana sehingga memberikan anda petunjuk yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang lebih sulit. Contoh, jika masalahnya ada pada ruang tiga dimensi, cobalah untuk melihat masalah sejenis dalam bidang dua dimensi. Atau jika masalah terlalu umum, anda dapat mencobanya pada kasus khusus.

5) Masukan sesuatu yang baru

Mungkin suatu saat perlu untuk memasukan sesuatu yang baru, peralatan tambahan, untuk membuat hubungan antara data dengan hal yang tidak diketahui.Contoh, diagram sangat bermanfaat dalam membuat suatu garis bantu. 6) Buatlah kasus

Kadang-kadang kita harus memecah sebuah masalah kedalam beberapa kasus dan pecahkan setiap kasus tersebut.

7) Mulailah dari akhir ( Asumsikan Jawabannya )

Sangat berguna jika kita membuat pemisalan solusi masalah, tahap demi tahap mulai dari jawaban masalah sampai ke data yang diberikan


(29)

c. Malaksanakan Rencana (carry out a plan)

Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada langkah kedua, kita harus memeriksa tiap langkah dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk memastikan bahwa tiap langkah sudah benar. Sebuah persamaan tidaklah cukup.

d. Lihatlah kembali (looking back)

Kritisi hasilnya. lihatlah kelemahan dari solusi yang didapatkan (seperti:ketidak konsistenan atau ambiguitas atau langkah yang tidak benar).

Penulis mencoba membuat bagan tahapan Polya terhadap tingkah laku guru:

Tabel 2.3 Tahapan Pembelajaran Pemecahan Masalah Polya

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1. Memahami Masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demontrasi atau fenomena untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap 2

Merencanakan Penyelesaian

Guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3

Menyelesaikan Masalah

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.


(30)

Melakukan Pengecekan melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

3. Kemampuan Analisis Siswa

Analisis yaitu menguraikan suatu materi atau bahan yang diberikan menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga kedudukan atau hubungan antar unsur atau bagian yang diungkapkan menjadi jelas.22Menurut Bloom analisis adalah suatu kemampuan peserta didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya.

Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antara bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan. Secara rinci Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu:23

a. Menganalisis unsur

1) Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan

2) Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa

3) Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.

4) Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok

5) Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari peryataan-pernyataan yang mendukungnya

Kemampuan menganalisis unsur dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam atau khususnya pada konsep listrik dinamis dalam pelajaran fisika dapat dianalogikan sebagai kemampuan membedakan besaran kuat arus listrik.

22

Utami Munandar, Opcit, h. 120. 23

StudentJornalism,http://wartawarga.gunadarma.ac.id/wpadmin/install.php/artikel_takso nomi blom h. 1


(31)

b. Menganalisis hubungan24

1) Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interelasi antar ide dengan ide 2) Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu

pernyataan

3) Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya

4) Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada

5) Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak

6) Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis dalam suatu argumen 7) Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting

dan tidak penting di dalam perhitungan histories.

Menganalisis hubungan suatu konsep dengan konsep yang lain dapat dianalogikan dalam pembelajaran listrik dinamis seperti menganalisis hubungan suatu kawat penghantar dengan tegangan dan arus yang dilalui, menganalisis hubungan kuat arus, beda potensial dan hambatan.

c. Menganalisis prinsip-prinsip organisasi

1) Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat

2) Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya

3) Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis ,sudut pandang atau ciri berpikirnya atau perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya

4) Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam menyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda

Kemampuan mengorganisasi dapat dianalogikan dengan pembelajaran listrik dinamis seperti mengorganisasi aplikasi Hukum I dan II Kirchhoff.

24


(32)

Menurut Sudjana untuk membuat item tes kecakapan analisis perlu mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis, yakni:25

a. Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase atau pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria tertentu.

b. Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas.

c. Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan materinya.

d. Dapat mengetengahkan pola, tata atau pengaturan materi dengan menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab-akibat dan peruntutan.

e. Dapat mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi dan pola-pola materi yang dihadapi.

f. Dapat meramalkan sudut pandang, kerangka acuan dan tujuan materi yang dihadapinya.

Pada taraf ini siswa harus dapat menerangkan kaitan-kaitan yang ada dalam hal yang diajarkan. Pekerjaan tersebut baru dapat dilaksanakan bilamana siswa sebelumnya telah menganalisisnya. Selain dapat menerangkan kaitan-kaitan yang mungkin dari hal yang telah diajarkan, siswa juga harus dapat membuat kombinasi unsur-unsurnya menjadi satu kesatuan. Siswa dipaksa melakukan kerja pikir sendiri. Tetapi ini belum merupakan kerja pikir yang lengkap karena pada taraf ini siswa hanya membuat analisis kemudian mengumpulkan kembali. Mencetuskan hasil pikiran baru belum termasuk di dalamnya.

Menurut Anderson dalam buku A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing menjelaskan bahwa “Analyze involves breaking material into its constituent parts and determining how the parts are related to one another and to an overall structure. This process category include the cognitive processed of differentiating, organizing, and attributing.”26

Penulis mencoba memahami penjelasan Anderson yang menyatakan bahwa, analisis meliputi kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi

25

Nana Sudjana, Opcit, h. 27. 26

Lorin W. Anderson, A Taxonomy For Learning, Teaching, And Assessing, New York h. 79.


(33)

bagain-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya. Kemampuan yang sering disepadankan dengan analisis adalah kemampuan membedakan (differentiating), dan mengorganisasi (organizing). Differentiating meliputi kemampuan membedakan bagian-bagian dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai. Misalkan, ketika seorang siswa membedakan antara ”apel” dan

”jeruk” dalam konteks buah, apabila dilihat dari sisi ”biji”nya tepat dijadikan aspek pembeda, sedangkan apabila dilihat dari sisi ”warna” dan ”bentuk” nya

tidak tepat sebagai aspek pembeda. Organizing meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur secara bersama-sama menjadi struktur yang saling terkait.

Analisis menekankan pada kemampuan merinci suatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antara bagian tersebut. Ditingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan analisis adalah kemampuan memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhannya. Contohnya dalam pembelajaran fisika semester dua kelas X dalam konsep listrik dinamis, siswa harus mampu menganalisis dan mengidentifikasi jumlah arus yang masuk dan arus yang keluar pada suatu rangkaian, melalui penganalisaan hukum khirchoff.

Kecakapan kemampuan menganalisis pada aspek kognitif menurut Bloom yaitu: Analisis (C4), merupakan kemampuan untuk menganalisa atau merinci suatu situasi atau pengetahuan menurut komponen yang lebih kecil atau lebih terurai dan memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan intergitas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, umpamanya tentang prosesnya, cara kerjanya, dan sistematikanya.


(34)

4. Konsep Listrik Dinamis

Listrik dinamis mempelajari tentang muatan-muatan listrik bergerak yang menyebabkan munculnya arus listrik.27

a. Peta Konsep

memenuhi

cirinya cirinya

Gambar 2.1 Peta Konsep Listrik Dinamis

b. Definisi Arus Listrik

Pada abad ke-18, para ilmuan memperkirakan bahwa listrik adalah semacam zat yang dapat mengalir melalui kawat. Setelah elektron ditemukan pada abad ke -20, barulah diketahui bahwa di dalam konduktor logam terdapat elektron bebas yang dapat bergerak bebas dan menghasilkan arus listrik. Didalam cairan elektrolit, ion-ion positif dan negatif dapat juga bergerak dan menghasilkan arus listrik. Elektron mengalir dari potensial rendah kepotensial tinggi sedangkan arus listrik mengalir dari potensial tinggi kepotensial rendah. Kuat arus didefinisikan

27

Marthen Kanginan, FISIKA Untuk SMA Kelas X.(Jakarta: Erlangga, 2006), h. 269 RANGKAIAN

LISTRIK ARUS SEARAH

Paralel Seri

Hukum Ohm

Hukum I Kirchhoff

Hukum II Kirchhoff

Tegangan pada Tiap Komponen

Sama

Kuat Arus yang Melalui Tiap Komponen Sama


(35)

sebagai banyaknya muatan yang mengalir melalui suatu penampang konduktor setiap satu satuan waktu.28:

I = ……….(2.1) Keterangan: I = kuat arus listrik (Ampere),

Q = muatan listrik (coulomb) t = waktu (sekon)

Alat ukur kuat arus listrik adalah ampermeter. Alat ukur tegangan/beda potensial adalah voltmeter.

c. Rangkain listrik arus searah

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan suatu penghantar v

∆v

∆i

O I

Gambar 2.2 Jika Suhu Dijaga Tetap Maka untuk Suatu Kawat Listrik R= Adalah Tetap (Hukum Ohm)

Bunyi hukum ohm adalah besar kuat arus didalam suatu penghantar sebanding dengan beda potensial.

Selain suhu faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan listrik adalah panjang kawat penghantar (L), hambatan jenis penghantar (ρ) dan luas penampang kawat penghantar (A),

Maka persamaan hambatan listrik :

R = ρ ……….(2.2)

28

Kamajaya , Cerdas Belajar Fisika, Grafindo Media Pratama, Jakrta :2008 Cet.II hal 254


(36)

2) Hukum I Kirchhoff tentang Arus

Ampermeter A Ampermeter D

Ampermeter B

Ampermeter C

Gambar 2.3 Semua Bacaan Ampermeter dari A sampai D adalah sama.

Seperti telah diketahui bahwa dalam suatu rangkaian yang tidak bercabang, kuat arus dibagian apa saja sama besarnya

Namun kuat arus pada rangkaian bercabang ditentukan dengan Hukum I Khirchhoff sebagai berikut:

Pada rangkaian listrik yang bercabang, jumlah kuat arus yang masuk pada suatu cabang sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik cabang itu.

∑I masuk = ∑I keluar

3) Susunan Seri-Paralel Penghambat Listrik

Untuk penghambat-penghambat listrik yang disusun seri, hambatan penggantinya sama dengan jumlah hambatan tiap-tiap penghambat.

Rs = = R1 + R2 + R3+ …. ……….(2.3)

Susunan seri bertujuan untuk memperbesar hambatan suatu rangkaian Untuk penghambat-penghambat listrik yang disusun paralel, kebalikan hambatan penggantinya sama dengan jumlah kebalikan hambatan dari tiap-tiap penghambatnya.

= = + + + …. ………(2.4) Susunan paralel bertujuan untuk memperkecil hambatan suatu rangkaian. Susunan seri paralel terdapat masing-masing empat prinsip susunan penghambat-penghambat listrik diantaranya:29

29

Marthen Kanginan, Opcit. hal.285. A

C B


(37)

a) Empat prinsip susunan seri penghambat-penghambat listrik

1)Susunan seri bertujuan untuk memperbesar hambatan suatu rangkaian.

2)Kuat arus melalui tiap-tiap penghambat sama, yaitu sama dengan kuat arus yang melalui hambatan pengganti serinya.

I1 = I2 = I3= … Iseri ………(2.5)

3)Tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti seri sama dengan jumlah tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat.

Vseri = V1 + V2 + V3+ … ………....(2.6)

4)Susunan seri berfungsi sebagai pembagi tegangan di mana tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat sebanding dengan hambatannya.

V1 : V2 : V3: … = R1 : R2 : R3: … ………(2.7)

Jadi V1 + V2 + V3+ … = V, maka

; ………..(2.8)

b)Empat prinsip susunan paralel penghambat-penghambat listrik

1) Susunan paralel bertujuan untuk memperkecil hambatan suatu rangkaian. 2) Tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sama, yaitu sama dengan tegangan

pada ujung-ujung hambatan pengganti paralelnya. V1 = V2 = V3= … Vparalel

3) Kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan jumlah kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen.

Iparalel = I1 + I2 + I3+ … ………(2.9)

4) Susunan paralel berfungsi sebagai pembagi arus di mana kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sebanding dengan kebalikan hambatannya.


(38)

4) Hukum II Kirchhoff Tentang Tegangan

Hukum II Kirchhoff tentang tegangan menyatakan didalam sebuah rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik (ε) dengan penurunan tegangan (IR) sama dengan nol.

Dirumuskan: Σε + ΣIR = 030

………(2.11)

Σ ε = jumlah GGL atau sumber arus listrik (baterai)

I = arus listrik R = hambatan listrik

Dalam hukum II Khirchhoff terdapat perjanjian tanda sebagai berikut:

a. Kuat arus bertanda positif jika searah dengan arah loop yang kita tentukan, dan negatif jika berlawanan dengan arah loop yang kita tentukan.

Misalnya jika kita tetapkan arah loop adalah searah dengan jarum jam (lihat gambar 2.4 a) maka kuat arus I berarah ke A dan B searah dengan arah loop, sehingga I bertanda positif.

Jika kita tetapkan arah loop adalah berlawanan arah dengan jarum jam, maka kuat arus I dari A dan B berlawanan arah dengan arah loop, sehingga I bertanda negatif (lihat gambar 2.4 b)

b. Bila saat mengikuti arah loop, kutub positif sumber tegangan dijumpai lebih dahulu daripada kutub negatifnya, maka ggl ɛ bertanda positif, dan negatif bila sebaliknya.

Misalkan kita mengikuti arah loop abcda (lihat gambar 2.4 c). pada saat mengikuti arah loop dari b ke c, kutub negatif sumber tegangan ɛ2 dijumpai

lebih dahulu daripada kutub positifnya, sehingga ɛ2 bertanda negatif.

Sedangkan ketika mengikuti arah loop dari d ke a, kutub positif sumber tegangan ɛ1 dijumpai lebih dahulu daripada kutub negatifnya, sehingga ɛ1

bertanda positif.31

30

Ibid, h. 295. 31


(39)

I -I

A B A B

(a) (b) a b

ɛ1 ɛ2

d c (c)

Gambar 2.4 Arah Loop Hukum Kirchooff II arah loop arah loop


(40)

5. Penelitian Relevan

Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah banyak peneliti yang membahas tentang pembelajaran pemecahan masalah diantarnya adalah dijelaskan oleh:

a. Gamze Sezgin Selcul, dkk (2008) dalam jurnal yang berjudul The Effects Of Problem Solving Intruction On Physics Achievement. Problem Solving Performance And Strategy Use, mengemukakan bahwa Findings of the study indicate that strategy introduction was effective on physics achievement problem solving performance, and strategy use. The implication of these result for physics introduction are discussed32 yang berarti temuan penelitian menunjukkan bahwa strategi pendahuluan efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika, dan strategi yang digunakan. Dampak dari hasil tersebut untuk fisika dasar masih didiskusikan.

b. Tolga gok, dkk (2010) dalam jurnal yang berjudul The Effects Of Problem Solving Strategies On Students Achievement, Attitude and Motivation, Tolga gok, dkk mengemukakan bahwa in conclusion , it was found that the averages

of the experimental group’s achievement, motivation, strategy level, and

attitude were found to be higher the control group’s. according to the

experimental data, gender didn’t effect the physics achievement of students. It was concluded that problem solving strategies was more effective in cooperative learning than conventional teaching33yang berarti ditemukan rata-rata prestasi, motivasi, tingkat strategi, dan sikap kelompok eksperimen ditemukan lebih tinggi dari kelompok kontrol. Berdasarkan penelitian jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kemampuan fisika siswa. Kesimpulannya, strategi pemecahan masalah lebih efektif pada pembelajaran kooperatif daripada pembelajaran konvensional.

c. Tolga gok, dkk (2008) dalam jurnal yang berjudul Effects Of Problem Solving Strategies Teaching On The Problem Solving Attitudes of Cooperative Learning Group In Physics Education, menjelaskan bahwa It was found that

32

Gamze sezgin selcul, dkk, Opcit, h. 151 33


(41)

the everage of strategy teaching group’s achivemenet, attitude and problem solving was much higher than control groups achievement34yang berarti ditemukan bahwa rata-rata, sikap prestasi strategi pembelajaran kelompok dan pemecahan masalah jauh lebih tinggi dari pencapaian kelompok kontrol

d. Jurnal yang berjudul Pemecahan Masalah dan Penggunaan Strategi Pemecahan Masalah, menjelaskan bahwa Kemampuan memecahkan masalah sebagian dapat ditingkatkan melalui penyuburan kebiasaan berpikir serius dan strategi umum untuk menyelesaikan tugas-tugas kognitif. 35

e. Skripsi yang bejudul Pengaruh Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah) Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis Siswa pada Konsep Listrik Dinamis, menjelaskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh dari penggunaan metode pemecahan masalah terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep listrik dinamis, upaya yang dilakukan adalah pemberian tes keterampilan berpikir kritis dengan empat indikator, lembar masalah dan 10 pertanyaan kuisioner pada kelas eksperimen, hasil penelitian menjelaskan bahwa, Terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan metode (problem solving) pemecahan masalah terhadap keterampilan berfikir kritis siswa pada konsep listrik dinamis36

f. Skripsi yang berjudul, Implemetasi Strategi Problem Solving pada Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika SMA, menjelaskan bahwa, Terdapat peningkatan prestasi belajar fisika SMA menggunakan strategi pemecahan masalah pada pembelajaran kooperatif.37 g. Skripsi yang berjudul, Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui

Pendekatan Langkah–Langkah Polya Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa, menjelaskan bahwa Terdapat peningkatan pembelajaran matematika melalui pendekatan langkah-langkah Polya jika ditinjau dari kemampuan awal siswa.38

34

Tolga gok, dkk,Opcit, h.253 35

Jenius P. Purba, Opcit, h. 8 36

Suryani, Opcit, h. i 37

Nenden, Opcit, h.i 38


(42)

h. Skripsi yang berjudul, Perbanding Antara Metode Problem Solving dan Metode

Problem Posing terhadap Hasil Belajar Fisika, menjelaskan masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika dengan menggunakan metode problem solving dan dengan menggunakan metode

problem posing, upaya yang dilakukan adalah pemberian tes hasil belajar dan angket, hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar fisika antara siswa yang menggunakan metode problem solving dengan siswa yang menggunakan metode problem posing. 39

i. Skripsi yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah terhadap Hasil Belajar Siswa, menjelaskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan model pembelajaran pemecahan masalah berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, usaha yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian instrument tes hasil belajar pada kelas eksperimen, hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Pembelajaran menggunakan model pemecahan masalah memberikan pengaruh terhadap hasil belajar biologi40

j. Skripsi yang berjudul, Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan Metode Resitasi, menjelaskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah metode resitasi dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, usaha yng dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian tes kemampuan pemecahan masalah matematika, lembar observasi, catatan lapangan, dan pedoman wawancara. Hasil penelitian ini adalah Penerapan metode resitasi dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.41

k. Skripsi yang berjudul, Meningkatkan Pemahaman Konsep Zat Aditif pada Makanan yang Terintegrasi Nilai Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah, menjelaskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penedekatan

39

Zhuraidah, Opcit, h. i 40

Siti Jubaidah, Opcit, h. i 41

Nour Faizah, Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Dengan Metode Resitasi, (Jakarta: Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah


(43)

pemecahan masalah dapat meningkatkan pemahaman siswa pada konsep zat aditif pada makanan, usaha yang dilakuan dalam penelitian ini adalah pemberian tes instrument pemahaman siswa pada konsep zat aditif dan angket, hasil penelitan ini menjelaskan bahwa proses pembelajaran IPA dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan pemahaman siswa42

Beberapa point diatas menjelaskan bahwa pembelajaran menggunakan model pemecahan masalah lebih memberikan dampak yang positif terhadap pembelajaran, baik untuk meningkatkan hasil belajar, kemampuan berpikir kritis maupun prestasi belajar. Model pemecahan masalah yang menggunakan metode kooperatif juga dapat meningkatkan sikap, motivasi dan prestasi siswa.

B. Kerangka Berpikir

Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/ konsep belaka. Penumpukan informasi atau konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air kedalam sebuah gelas (Rampengan 1993 : 1). Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik.43

Konsep listrik dinamis yang diajarkan di kelas X semester genap merupakan konsep yang relatif dalam kategori sulit, hal ini didapat dari hasil survei penulis pada saat penulis mengadakan PPKT disalah satu sekolah

42

Iyo Yanuar, Meningkatkan Pemahaman Konsep Zat Aditif pada Makanan yang

Terintegrasi Nilai Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah, i, (Jakarta: Program Studi

Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN), h. i

43


(44)

menengah atas di Jakarta. Bukan hanya membutuhkan pemahamn konsep namun juga konsep listrik dinamis yang bersifat matematis membutuhkan daya analisis yang tinggi.

Kemampuan analisis merupakan kemampuan peserta didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya.

Sekarang ini begitu banyak para ahli pendidikan atau peneliti yang membahas tentang pemecahan masalah namun penulis telah melakukan studi pustaka tentang beberapa model pemecahan masalah yang dijelaskan pada bab pendahuluan, penulis memilih model pemecaham masalah yang dikemukakan oleh Polya karena penulis mengangap bahwa model pemecahan masalah Polya lebih sistematis dan efisien untuk mengembangkan kemampuan analisis siswa serta memecahkan masalah yang bersifat matematis seperti konsep listrik dinamis. Masalah diatas memberi inspirasi penulis untuk membuat bagan kerangka berpikir seperti dibawah ini:


(45)

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir. Siswa Tidak Mampu

Mengerjakan Soal Listrik Dinamis yang

Bersifat Matematis Kemampuan Analisis Siswa

Rendah

Pembelajaran Menggunakan Model Pemecahan Masalah Polya

Kemampuan Analisis Siswa Meningkat dan Siswa Terbiasa

Memecahkan Masalah pada Konsep Listrik Dinamis

Model Pemecahan Masalah Polya dapat Meningkatkan Kemampuan Analisis Siswa

pada Konsep Listrik Dinamis Siswa dapat Mengerjakan Soal Listrik Dinamis yang


(46)

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir dalam penelitian pengaruh model pemecahan masalah Polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho :Tidak terdapat pengaruh model pemecahan masalah Polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis.

Ha :Terdapat pengaruh model pemecahan masalah Polya terhadap kemampuan analisis siswa pada konsep listrik dinamis.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen, yaitu metode penelitian yang mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanana eksperimen.

44

Dalam penelitian kuasi eksperimen, tidak dilakukan randomisasi untuk memasukan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol melainkan menggunakan kelompok subjek yang sudah ada sebelumnya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tanggerang Selatan pada kelas X semester genap tahun ajaran 2010/2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan April 2011.

C. Desain Penelitian

Desain penelitain yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design. Desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:45

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Tretment Postest

Eksperimen O1 XE O2

Kontrol O1 XK O2

Keterangan:

O1 = Pretest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen

O2 = Posttest yang diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen

XE = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen berupa model pemecahan masalah

Polya dengan metode diskusi kelompok

XK = Perlakuan terhadap kelompok kontrol berupa metode diskusi kelompok.

44

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan R & D,

(Bandung;Alfabeta) 2006, h 77. 45


(48)

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1. Tahap persiapan

Persiapan yang dilakukan berupa penyelesaian waktu belajar di sekolah dengan satuan pelajaran dan alokasi waktu yang telah ditetapkan. Juga penyusunan materi dan rencana pembelajaran dalam mengajarkan dengan model pemecahan masalahPolyapembuatan dan pengujian instrument penelitian berupa tes kemampuan analisis , kuisioner tanggapan siswa terhadap pembelajaran.

2. Tahap pelaksanaan

Sebelum Pembelajaran dimulai maka diberikan soal pretest kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen, pelaksanaan dimulai dari penggunaan model pemecahan masalah Polyadikelas eksperimen yang menjadi objek penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti dan posisi guru yang bersangkutan adalah sebagai observer.

3. Tahap pengetesan kemampuan analisis

Setelah pokok bahasan tersebut selesai diajarkan maka diadakan tes keterampilan berpikir analisis dengan instrumen yang sudah teruji validitasnya dan juga pemberian kuisioner.

E. Populasi dan Sampel

Populasi menurut Babbie tidak lain adalah elemen penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara teoritis menjadi target hasil penelitian.46 Sedangkan sebagian jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut sampel atau cuplikan.47 Populasi target penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Tangerang Selatan, sedangkan sampelnya adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Tangerang Selatan.

46

Sukardi Ph.D. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) cet. 4. h. 53

47


(49)

F. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan multiple stage cluster sampling, dari pemilihan sekolah sampai pemilihan kelas. Dari seluruh siswa SMA Negeri 1 Tangerang Selatan dipilih dua kelas secara acak.

G. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu: Implementasi model pemecahan masalah Polya sebagai variabel bebas (variabel X) dan kemampuan analisis siswa sebagai variabel terikat (variabel Y).

H. Teknik Pengumpulan Data

Data diambil dari dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, dimana keduanya diberikan instrumen tes berupa soal pretest dan posttest, pada kelas eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran pemecahan masalah Polya dengan metode diskusi kelompok dan kelas kontrol diberikan perlakuan metode diskusi kelompok tanpa menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah Polya. Sedangkan instrumen nontest berupa kuisioner untuk mengetahui respon dan tanggapan siswa pada pembelajaran pemecahan masalah Polya.

I. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan analisis dan kuisioner

1. Tes kemampuan analisis

Soal tes diberikan sebanyak 6 butir soal untuk mengukur kemampuan analisis siswa disusun dalam bentuk uraian. Soal yang diberikan disusun berdasarkan indikator kemampuan analisis yaitu kemampuan membedakan (differentiating), mengorganisasi (organizing) dan menghubungkan (attributing) 2. Kuisioner

Kuisioner diberikan sebanyak 15 butir pertanyaan digunakan untuk mengetahui tanggapan atau respon siswa terhadap tindakan pembelajaran dengan model pemecahan masalahPolya. Kuisioner disajikan dalam bentuk daftar cocok


(50)

(check list) dengan dua pilihan jawaban yaitu “Ya” dan “Tidak”. Kusioner

terlampir.

Tes yang diberikan terlebih dahulu diuji cobakan melalui uji validitas, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran dan uji daya pembeda. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data uji coba soal, sebagai berikut.

1. Uji Validitas Instrumen

Alat ukur yang baik harus memiliki validitas yang tinggi. Validitas suatu alat ukur menunjukan sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat ukur tersebut, validitas menunjukan sejauh mana alat ukur tersebut memenuhi fungsinya.

Validitas item tes berbentuk uraian, digunakan rumus korelasi product moment, yaitu :

 

 

  2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy ...(3.1) Keterangan : xy

r = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan X = skor tiap butir soal

Y = skor total tiap butir soal N = jumlah siswa

Berikut ini tabel interpretasi validitas :

Tabel 3.2 Interpretasi Validitas48

Koefisien Korelasi Kriteria Validitas 0,80 < r  1,00 Sangat Tinggi 0,60 < r  0,80 Tinggi 0,40 < r  0,60 Cukup 0,20 < r  0,40 Rendah 0,00  r  0,20 Sangat Rendah

48

Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)Ed. Rev. Cet. 9, h. 75.


(51)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas tes merupakan ukuran sejauh mana alat ukur tersebut memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang. Suatu tes dikatakan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi apabila pegukuran yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tes tersebut terhadap subjek yang sama akan memberikan hasil yang sama atau mendekati sama.

Reliabilitas tes uraian digunakan rumus Alpha sebagai berikut: r11 = ………..(3.2)

keterangan :

r11 = reliabilitas yang dicari, = jumlah varian skor tiap-tiap item, = varian

total

dimana : = ………..(3.3) keterangan:

= varian total, = jumlah kuadrat skor total, = kuadrat jumlah skor total, N = jumlah peserta tes.

Klasifikasi untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas suatu tes adalah sebagai berikut :49

0,00  r  0,20 : reliabilitas kecil

0,20 < r  0,40 : reliabilitas rendah 0,40 < r  0,70 : reliabilitas sedang 0,70 < r  0,90 : reliabilitas tinggi 0,90 < r  1,00 : reliabilitas sanga tinggi

49


(52)

3. Taraf Kesukaran Butir Soal

Taraf kesukaran butir soal adalah bagian dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Soal yang baik memiliki 3 variansi, yaitu mudah (25%), sedang (50%), dan sukar (25%).

Untuk menghitung taraf kesukaran suatu butir soal yang digunakan rumus sebagai berikut:

P = ………..(3.4) Keterangan :

P : taraf kesuaran butir soal

B : jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal yang dianalisis JS : jumlah peserta tes

Berdasarkan harga P yang dimiliki masing-masing butir soal, dapat diketahui butir soal mana yang tergolong sukar, sedang dan mudah. Butir soal

dengan P>0,75 tergolong mudah, butir soal dengan 0,25≤P≤0,75 tergolong

sedang, dan butir soal dengan P<0,25 tergolong sukar.

4. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang kemampuannya rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu:50

B B

A A

J B J B

DP 

………..(3.5)

Keterangan:

DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar JA = Banyaknya peserta kelas atas

50


(53)

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

Setelah indek daya pembeda diketahui, maka harga tersebut diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda sebagai berikut:

Tabel 3.3 Interpretasi Daya Pembeda51 Indeks Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda

Negatif Sangat buruk, harus dibuang 0,00  DP0,20 Buruk (poor), sebaiknya dibuang 0,20 < DP0,40 Sedang (satisfactory) 0,40 < DP 0,70 Baik (good) 0,70 < DP 1,00 Baik sekali (excellent) J. Teknik Analisis Data

Untuk penganalisaan data dalam penelitian ini digunakan uji statistik dengan uji-t tetapi sebelumnya digunakan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat dapat dilakukan dan dilaksanakannya analisis data.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah dengn uji Liliefors, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Urutan data sampel dari yang terkecil hingga terbesar

b. Tentukan nilai Zi = ………..(3.6)

Keterangan : Zi = skor baku

Xi = skor data

X = nilai rata-rata S = simpangan baku

Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai berdasarkan tabel Zi,

dan disebut dengan F(Zi) dengan aturan:

51


(54)

Jika Zi > 0 maka =0,5 + nilai Z tabel

Jika Zi < 0 makah F (Zi) = 0,5 + nilai Z tabel

c. Selanjutnya hitung proposisi Z1, Z2, ……….Zn yang lebih kecil atau sama

dengan Zi, jika proposisi ini dinyatakan dalam S (Zi) maka:

S (Zi) =

d. Hitunglah F (Zi) – S (Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya

e. Ambil nilai terbesar antar harga-harga mutlak selisih tersebut nilai kita namakan L0

f. Memberikan interpretasi, L0 dengan membandingkannya dengan Lt, Lt adalah

harga yang diambil dari tabel harga kritis uji Liliefors.

g. Mengambil kesimpulan berdasarkan harga L0 dan Lt yang telah didapat, apabila

L0 < Lt maka sampel berasal dari distribusi normal

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang dilakukan adalah uji Fisher, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Hipotesis

Ho : varian populasi homogen Hi : varian populasi tidak homogen b. Bagi data menjadi dua kelompok

c. Cari masing masing kelompok nilai bakunya

d. Tentukan F hitung dengan rumus Fhit = = …………..(3.7)

Dimana : S2 = .…………..(3.8) Keterangan : F = uji Fisher

S²� = varian terbesar S22 = varian kecil

Adapun kriteria pengujiannya adalah :


(1)

Uji Normalitas

Pretest

Kelompok Kontrol

No Xi F Zn Xi-X Zi Zt F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)

1 25,00 3 3 -14,80 -1,57 0,4418 0,0582 0,0938 0,0356 2 29,17 3 6 -10,63 -1,13 0,3708 0,1292 0,1875 0,0583 3 33,33 6 12 -6,47 -0,69 0,2549 0,2451 0,3750 0,1299

4 37,50 4 16 -2,30 -0,24 0,0948 0,4052 0,5000 0,0948 5 41,67 3 19 1,87 0,20 0,0793 0,5793 0,5938 0,0145 6 45,83 6 25 6,03 0,64 0,2389 0,7389 0,7813 0,0424 7 50,00 4 29 10,20 1,09 0,3621 0,8621 0,9063 0,0442 8 54,17 3 32 14,37 1,53 0,437 0,937 1,0000 0,0630

Keterangan:

X (rata-rata) = 39,8 s = 9,4

Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukan bahwa Lhit < Ltab,

(0,1299 < 0,566) dengan derajat signifikan 95% (α = 0,05). Dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal.


(2)

Uji Normalitas

Posttest

Kelompok Kontrol

No Xi F Zn Xi-X Zi Zt F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)

1 25,00 1 1 -21,6 -2,30 0,4893 0,0107 0,0313 0,0206 2 29,17 1 2 -17,4 -1,85 0,4678 0,0322 0,0625 0,0303 3 33,33 2 4 -13,3 -1,41 0,4287 0,0713 0,1250 0,0537 4 37,50 3 7 -9,1 -0,97 0,3340 0,1660 0,2188 0,0528 5 41,67 4 11 -4,9 -0,52 0,1985 0,3015 0,3438 0,0423 6 45,83 6 17 -0,8 -0,08 0,0319 0,4681 0,5313 0,0632

7 50,00 5 22 3,4 0,36 0,1406 0,6406 0,6875 0,0469 8 54,17 5 27 7,6 0,81 0,2910 0,7910 0,8438 0,0528 9 58,33 2 29 11,7 1,25 0,3944 0,8944 0,9063 0,0119 10 62,5 3 32 15,9 1,69 0,4545 0,9545 1,0000 0,0455

Keterangan:

X (rata-rata) = 46,6 s = 9,4

Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukan bahwa Lhit < Ltab, (0,0632 < 0,566) dengan derajat signifikan 95% (α = 0,05). Dapat disimpulkan


(3)

Uji Homogenitas

Pretest

F =

dimana S

2

= Keterangan:

F : nilai uji F

S12 : Varians terbesar

S 2 2 : Varians terkecil

Kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah:

Ho diterima jika Fh < Ft, dimana Ho memiliki varian yang homogen dan Ho ditolak jika Fh> Ft dimana Ho memiliki varian yang tidak homogen.

F =

=

= 1

Dengan : S12 : Varians kelompok eksperimen

S 2 2 : Varians kelompok control

Didapat Ftabel dengan pembilang df = 32 -1 =31 dan penyebut df = 32 – 1 =

39 didapat Ftabel = 1,772 (dengan derajat signifikan 95%). Fhitung < Ftabel (1<1,772).

Dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen. Perhitungan Ftabel

df pembilang = 32 -1 = 31 df penyebut = 32 -1 = 31 F(30,32) = 1,82

F(32,40) = 1,76

F (31,31) =

F (31,31) = 1,772


(4)

Uji Homogenitas

Posttest

F =

dimana S

2

= Keterangan:

F : nilai uji F

S12 : Varians terbesar

S 2 2 : Varians terkecil

Kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah:

Ho diterima jika Fh < Ft, dimana Ho memiliki varian yang homogen dan Ho ditolak jika Fh> Ft dimana Ho memiliki varian yang tidak homogen.

F =

=

= 1,740

Dengan : S12 : Varians kelompok eksperimen

S 2 2 : Varians kelompok kontrol

Didapat Ftabel dengan pembilang df = 32 -1 =31 dan penyebut df = 32 – 1 =

39 didapat Ftabel = 1,772 (dengan derajat signifikan 95%). Fhitung < Ftabel (1,740 <

1,772). Dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen. Perhitungan Ftabel

df pembilang = 32 -1 = 31 df penyebut = 32 -1 = 31 F(30,32) = 1,82

F(32,40) = 1,76

F (31,31) =

F (31,31) = 1,772


(5)

Uji Hipotesis

Pretest

Thit =

dengan S

gab atau S=

Thit =

s =

Thit = 0,255 S = 9,4

kriteria pengujian a. Terima Ho jika thitung < ttabel

b. Tolak Ho jika thitung > ttabel

untuk mendapatkan ttabel dilakukan interpolasi, dengan rumus:

df = n1 + n2– 2

= 32 + 32 – 2 = 62

T (60,95%)

T (120,95%)

Selisih antara ttabel (60) dengan df adalah 18, jadi t untuk df 78 adalah:

T (62, 95%) = 2,000 – (2,000 – 1,980)

= 1,999 Jadi ttabel = 1,999


(6)

Uji Hipotesis

Posttest

Thit =

dengan S

gab atau S=

Thit =

s =

Thit = 10,142 S = 11,003

Criteria pengujian a. Terima Ho jika thitung < ttabel

b. Tolak Ho jika thitung > ttabel

untuk mendapatkan ttabel dilakukan interpolasi, dengan rumus:

df = n1 + n2– 2

= 32 + 32 – 2 = 62

T (60,95%)

T (120,95%)

Selisih antara ttabel (60) dengan df adalah 18, jadi t untuk df 78 adalah:

T (62, 95%) = 2,000 – (2,000 – 1,980)

= 1,999 Jadi ttabel = 1,999