Analisis Antena Mikrostrip Patch Segi Empat Dengan Menggunakan Metode Finite Element Method (FEM)

(1)

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT

DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMENT

METHOD (FEM)

O

L

E

H

LEO HERMAN

040402006

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Antena mikrostrip adalah antena yang mempunyai ukuran yang sangat kecil jika dibandingkan dengan antena lainnya. Selain mempunyai ukuran yang kecil, antena mikrostrip juga mempunyai berat yang sangat ringan. Hal ini membuat antena mikrostrip dapat dibuat sebagai suatu bagian integral dari suatu rangkaian elektronik.

Finite Element method (FEM) yang biasa disebut juga dengan Metoda Elemen Hingga merupakan salah satu model komputasi (numerik) yang banyak digunakan untuk analisis struktur. Pada metode ini, prosedur perhitungan dilakukan dengan membagi suatu struktur kontinu menjadi elemen-elemen kecil. Elemen-elemen ini saling berhubungan pada titik nodal dan membentuk suatu rangkaian yang secara keseluruhan merupakan model kontinu semula. Kesetimbangan gaya antara elemen-elemen tersebut diwakili dengan kesetimbangan daya antara nodal yang saling berhubungan.

Dalam Tugas akhir ini akan dianalisis frekuensi resonansi dan impedansi dari suatu antena mikrostrip patch segi empat dengan menggunakan metode Finite Element Method (FEM).Dalam hal ini kita akan mendapat pengaruh perubahan dimensi mulai dari angka 56 mm sampai dengan 60 mm akan mengakibatkan menurunnya nilai frekuensi resonansi (f0) dari 1,462 Hz menjadi 1,095 Hz dan impedansi input (Zin) dari 1,22606 Ω menjadi 0,92473 Ω, pengaruh perubahan tinggi substrat mulai dari angka 1,0 mm sampai dengan 1,8 mm akan mengakibatkan meningkatkan nilai frekuensi resonansi (f0) dari 1,219


(3)

Hz sampai dengan 1,475 Hz dan akan meningkatkan nilai impedansi input (Zin) dari 1,01031 Ω sampai dengan 1,09651 Ω.

, dan pengaruh perubahan permeativitas mulai dari angka 2,1 sampai dengan 6,15 akan mengakibatkan menurunnya nilai frekuensi resonansi (f0) dari 30,87 Hz menjadi 4,542 Hz. Namun akan meningkatkan nilai impedansi input (Zin) dari 0,08369 Ω sampai dengan 0,30280 Ω dari suatu antena mikrostrip patch segi empat.


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Metode Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

II. DASAR TEORI 2.1 Persamaan Maxwell ... 6

2..1.1 Persamaan Maxwell Dalam Tiga Dimenssi ... 7

2.2 Finite Element Method (FEM) ... 10

2.3 Prosedur Metoda Elemen Hingga ... 11

2.4 Matriks Kekakuan Elemen ... 13

2.5 Tipe-tipe Elemen Dalam Elemen Hingga ... 14

2.6 Persamaan Gerak Untuk Elemen Hingga ... 16


(5)

2.8 Formulasi Isoparametrik ... 19

III. ANTENA MIKROSTRIP 3.1 Definisi Antena Mikrostrip ... 21

3.1.1 Mikrostrip Patch Segi empat ... 22

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Antena Mikrostrip ... 24

3.2.1 Kelebihan Antena Mikrostrip ... 24

3.2.2 Kekurangan Antena Mikrostrip ... 25

3.3 Parameter-parameter Umum Antena ... 26

3.3.1 Bandwidth ... 26

3.3.2 Impedansi... 27

3.3.3 VSWR (Voltage Standing Wave Ratio) ... 28

3.3.4 Gain ... 29

3.3.5 Direktivitas ... 29

IV. ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMENT METHOD (FEM) 4.1 Umum ... 31

4.2 Analisis Pengaruh Perubahan Dimensi Patch terhadap Nilai Frekuensi Resonansi dan Impedansi ... 31

4.2.1 Frekuensi Resonansi Dari Perubahan Dimensi Patch (W) Dengan Menggunakan Metode Finite Element Method (FEM) ... 31 4.2.2 Impedansi Dari Perubahan Dimensi Patch (W) Dengan


(6)

4.3 Analisis Pengaruh Perubahan Permeativitas

( )

εr Patch Terhadap Nilai Frekuensi Resonansi dan Impedansi ... 39 4.3.1 Frekuensi Resonansi Dari Perubahan permeativitas Dengan

Menggunakan Metode Finite Element Method (FEM) .. 39 4.3.2 Impedansi Dari Perubahan permeativitas Dengan

Menggunakan Metode Finite Element Method (FEM) .. 43 4.4 Analisis Pengaruh Perubahan Tinggi Substrate (h) Patch terhadap

Nilai Frekuensi Resonansi dan Impedansi ... 47 4.4.1 Frekuensi Resonansi Dari Perubahan Tinggi Substrate (h)

Patch Dengan Menggunakan Metode Finite Element Method (FEM) ... 48 4.4.2 Impedansi Dari Perubahan Tinggi Substrate (h) Patch Dengan

Menggunakan Metode Finite Element Method (FEM) ... 52 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 56 5.2 Saran... 56 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Elemen 1 Dimensi ... 15

Gambar 2.2 Elemen 2 Dimensi ... 16

Gambar 2.3 Elemen 3 Dimensi ... 16

Gambar 2.4 Elemen hingga dengan gaya-gaya benda inersial dan teraplikasi... 17

Gambar 2.5 Gaya-gaya dalam bidang suatu elemen pelat... 17

Gambar 3.1 Antena Mikrostrip ... 21

Gambar 3.2 Jenis-jenis antena mikrostrip ... 22

Gambar 3.3 Antena Mikrostrip Segi Empat ... 22

Gambar 3.4 Antena Mikrostrip ... 25

Gambar 4.1 VSWR untuk W = 56 mm ... 32

Gambar 4.2 VSWR untuk W = 57 mm ... 32

Gambar 4.3 VSWR untuk W = 58 mm ... 33

Gambar 4.4 VSWR untuk W = 59 mm ... 33

Gambar 4.5 VSWR untuk W = 60 mm ... 34

Gambar 4.6 Impedansi untuk W = 56 ... 36

Gambar 4.7 Impedansi untuk W = 57 ... 36

Gambar 4.8 Impedansi untuk W = 58 ... 37

Gambar 4.9 Impedansi untuk W = 59 ... 37

Gambar 4.10 Impedansi untuk W = 60 ... 38

Gambar 4.11 VSWR untuk Rogers RO3006 ... 40


(8)

Gambar 4.14 VSWR untuk Polyflon Cuflon ... 41

Gambar 4.15 VSWR untuk Rogers Duroid ... 42

Gambar 4.16 impedance untuk Rogers RO3006 ... 44

Gambar 4.17 impedance untuk FR4... 44

Gambar 4.18 impedance untuk Taconic-TLC27 ... 45

Gambar 4.19 impedance untuk Polyflon Cuflon ... 45

Gambar 4.20 impedance untuk Rogers Duroid ... 46

Gambar 4.21 VSWR untuk Taconic-TLC27 dengan (h) = 1,8 mm ... 48

Gambar 4.22 VSWR untuk FR4 dengan (h) = 1,6 mm ... 49

Gambar 4.23 VSWR Rogers Duroid 6002 dengan (h) = 1,4 mm ... 49

Gambar 4.24 VSWR untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm ... 50

Gambar 4.25 VSWR untuk Rogers RO3006 dengan (h) = 1,0 mm ... 50

Gambar 4.26 Impedansi untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm ... 52

Gambar 4.27 impedansi untuk FR4 dengan (h) = 1,2 mm ... 53

Gambar 4.28 impedansi untuk Rogers Duroid dengan (h) = 1,2 mm ... 53

Gambar 4.29 impedansi untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm ... 54


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 perubahan dimensi terhadap frekuensi resonansi ... 34 Tabel 4.2 perubahan dimensi terhadap Impedansi ... 38 Tabel 4.3 Perubahan permeativitas terhadap frekuensi resonansi ... 42 Tabel 4.4 Perubahan nilai permeativitas terhadap frekuensi resonansi . 46 Tabel 4.5 Perubahan tinggi substrate terhadap frekuensi resonansi ... 51 Tabel 4.6 Perubahan nilai permeativitas terhadap frekuensi resonansi . 55


(10)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Perubahan dimensi terhadap Frekuensi Resonansi ... 35

Grafik 4.2 perubahan dimensi terhadap impedansi ... 39

Grafik 4.3 Perubahan permeativitas terhadap frekuensi resonansi ... 43

Grafik 4.4 Perubahan Permeativitas terhadap impedansi ... 47

Grafik 4.5 perubahan tinggi substrate terhadap frekuensi resonansi ... 51


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia komunikasi dan informasi berjalan sedemikian cepatnya. Dunia komunikasi menuntut suatu sistem informasi yang tertata dengan baik. Demikian juga dunia informasi yang tersedia menuntut adanya layanan komunikasi yang handal.

Salah satu dari banyak faktor yang menentukan kinerja dari sebuah jaringan telekomunikasi adalah antena. Perangkat mikrostrip telah sering digunakan sebagai elemen rangkaian gelombang mikro seperti saluran transmisi, filter, resonator dan lain-lain. Beberapa percobaan bahan mikrostrip untuk resonator telah membuktikan bahwa bahan mikrostrip tidak terlalu baik untuk digunakan sebagai peradiasi. Walaupun demikian, terdapat beberapa sifat bahan mikrostrip yang khusus dan sangat berguna dalam beberapa aplikasi seperti pada bidang penerbangan dan wilayah militer.

Adapun beberapa keistimewaan antena mikrostrip yaitu bobot yang ringan, mengikuti bidang yang ditempelinya (conformal), serta biaya produksi masal yang rendah. Dan beberapa keterbatasan antena mikrostrip terdiri dari bandwidth yang dihasilkan sempit, rugi-rugi bahan harus diperhatikan dalam perancangan, dan meradiasi hanya setengah bidang bola.

Ada banyak jenis metode yang diusulkan dalam menganalisis antena mikrostrip yaitu metode momen (method of moment), Finite Difference Time


(12)

Domain (FDTD), Transmission Line Method (TLM), dan. finite element method ( FEM)

Salah satu metode yang digunakan dalam menganalisis antena mikrostrip adalah Finite Element Method (FEM). Finite Element Method atau yang biasa disebut dengan Metoda Elemen Hingga merupakan salah satu model komputasi (numerik) yang banyak digunakan untuk analisis struktur. Pada metode ini, prosedur perhitungan dilakukan dengan membagi suatu struktur kontinu menjadi elemen-elemen kecil. Elemen-elemen ini saling berhubungan pada titik nodal dan membentuk suatu rangkaian yang secara keseluruhan merupakan model kontinu semula. Kesetimbangan gaya antara elemen-elemen tersebut diwakili dengan kesetimbangan daya antara nodal yang saling berhubungan. Untuk itu sangat penting menganalisis suatu antena mikrostrip untuk mengetahui pengaruh perubahan dimensi dan perubahan tinggi substrate serta pengaruh perubahan permeativitas terhadap frekuensi resonansi dan impedansi dari suatu antena mikrostrip.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan antena mikrostrip patch segi empat, 2. Apa yang dimaksud dengan metode Finite Element Method (FEM), 3. Apa saja parameter-parameter yang terdapat pada antena mikrostrip,


(13)

4. Bagaimana pengaruh perubahan dimensi dan tinggi substrate serta perubahan permeativitas terhadap frekuensi resonansi dan impedansi dari suatu antena mikrostrip.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisis pengaruh perubahan dimensi dan tinggi substrate serta perubahan permeativitas terhadap frekuensi resonansi dan impedansi dari suatu antena mikrostrip patch segi empat.

1.4 Batasan Masalah

1. Hanya membahas antena mikrostrip patch segi empat 2. Tidak membahas patch antena mikrostrip lainnya

3. Hanya menganalisis frekuensi resonansi dan impedansi antena.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Studi literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari jurnal – jurnal

dan artikel pendukung.

2. Studi diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai masalah – masalah yang timbul selama penulisan tugas akhir.


(14)

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Bab ini membahas tentang teori Finite Element Method (FEM) secara umum.

BAB III ANTENA MIKROSTRIP

Bab ini menjelaskan tentang Definisi dari Antena Mikrostrip, Kelebihan dan Kekurangan Antena Mikrostrip, Parameter-Paremeter Umum Antena Mikrostrip, Aplikasi–Aplikasi Antena Mikrostrip

BAB IV ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT

DENGAN MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMENT

METHOD (FEM)

Bab ini mengkaji hasil analisis Pengaruh perubahan dimensi terhadap frekuensi resonansi dan Impedansi, Pengaruh Perubahan Permeativitas terhadap frekuensi resonansi dan Impedansi, Pengaruh Perubahan Tinggi Substrate terhadap frekuensi resonansi dan Impedansi.


(15)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang secara objektif menyimpulkan hasil analisa yang telah dikemukakan sebelumnya. Di samping itu dikemukakan saran-saran yang diharapkan terhadap riset pengembangan antena mikrostrip ke depannya.


(16)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Persamaan Maxwell

Fenomena listrik dan magnet dalam tingkat makroskopik dapat dimodelkan melalui persamaan Maxwell yang ditemukan oleh Maxwell pada tahun 1873. Persamaan Maxwell ini merupakan hasil simpulan dari ilmu pengetahuan elektromagnetik pada saat tersebut dan hipotesa dari teori pergerakan arus listrik yang ditemukan oleh Hertz dan Marconi. Maxwell memanfaatkan

dasar empirik dan teori yang dikembangkan oleh Gauss, Ampere, Faraday dan ilmuwan yang

lainnya. [1]

Secara umum persamaan Maxwell yang tergantung terhadap waktu adalah sebagai berikut [2]:

t E ∂Β ∂ − = ×

∇ ... (2.1)

t D J H ∂ ∂ + = ×

∇ ... (2.2)

ρ

= ⋅

D ... (2.3)

0

= ⋅


(17)

Di mana persamaan (1) adalah hukum induksi Faraday, (2) merupakan hukum Ampere, dan (3) serta (4) adalah hukum Gauss masing-masing untuk medan listrik dan magnet. Ketika J dan ρ bernilai nol maka persamaan Maxwell akan menjadi persamaan Maxwell untuk keadaan tanpa sumber. Pada sumber ruang bebas, hubungan antara medan listrik dan medan magnet dengan fluks medan listrik dan fluks medan magnet adalah sebagai berikut:

Η =

Β µ0 ... (2.5) Ε

=ε0

D ... (2.6) di mana permeabilitas udara µ0 =4π×10−7 Henry/m dan permitivitas udara

12 0 =8.8854×10

ε farad/m[1].

2.1.1 Persamaan Maxwell Dalam Tiga Dimensi

Metode FEM didasarkan atas persamaan Maxwell yang merupakan perumusan matematis untuk hukum-hukum alam yang mendasari fenomena-fenomena elektromagnetik. Persamaan Maxwell ini merupakan rangkuman dari empat hukum mengenai medan listrik dan medan magnet, yaitu hukum Faraday, hukum ampere, hukum Gauss untuk medan listrik dan hukum gauss untuk medan magnet. Keempat hukum tersebut dapat dituliskan baik dalam bentuk integral maupun differensial sebagai berikut [2]:

• Hukum Faraday

m J E t

B   − × −∇ = ∂

... (2.7a)

∫∫

∫∫

• =− • − •

∂∂ s c s

s d m J l d E s d B t      ... (2.7b)


(18)

• Hukum Ampere

c J H t

D   + × ∇ = ∂

... (2.8a)

∫∫

• =−

• −

∫∫

∂∂ s c s

s d c J l d H s d D t       ... (2.8b)

• Hukum Gauss untuk Medan Listrik (pada konduktor) 0

= •

D ... (2.9a)

∫∫

D •ds =0... (2.9b) • Hukum Gauss untuk Medan Magnet

0 = •

B ... (2.10a)

∫∫

B•ds =0 ... (2.10b) Dimana:

E: Vektor medan listrik (volt/meter)

D: Vektor rapat fluks listrik (coulomb/meter2 ) H : Vektor medan magnet (ampere/meter) B: Vektor rapat fluks magnet (weber/meter2 )

c

J : Vektor rapat arus listrik konduksi (ampere/meter2 ) m

J : Vektor rapat arus magnetic ekivalen (volt/meter2 )

Sedangkan s merupakan permukaan sembarang dengan vector normal satuan ds dan c merupakan kontur yang membatasi d dengan vector panjang ld. Dalam materi yang non dispersif, linear, isotopis (yaitu materi yang bebas medan, bebas arah, sifat frekuensi yang bebas dari pengaruh medan listrik dan medan


(19)

magnet), B memiliki hubungan yang linear dengan H dan D memiliki hubungan yang linier dengan E, seperti ditunjukkan pada persamaan berikut:

H

B =µ ... (2.11) E

D =ε ... (2.12) Dimana:

µ: Permeabilitas magnetik (henry/meter) ε: Permitivitas listrik (farad/meter)

Dengan memperhitungkan kemungkinan adanya rugi-rugi listrik dan magnetik dalam material yang berubah menjadi panas, maka didefinisikanlah rapat arus listrik dan rapat arus magnetik sebagai berikut:

E e

J =σ ... (2.13) H

m

J =ρ*  ... (2.14) Dimana:

σ : konduktivitas listrik material (siemens/meter) *

ρ : tahanan magnetic ekivalen (ohm/meter)

Persamaan (2.11) sampai dengan (2.14) kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan curl Maxwell (2.7a) dan (2.7b), sehingga didapatkan persamaan berikut:

H E

t

H  

µ ρ µ * 1 − × ∇ − = ∂

... (2.15)

E H t

E  

ε σ ε∇× +

= ∂ ∂ 1

... (2.16)

Persamaan (2.15) dan (2.16) dapat diuraikan menjadi enam persamaan scalar yang ekivalen dalam system koordinat rectangular (x,y,z) sebagai berikut:


(20)

    ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ Hx y Ez z Ey t Hx * 1 ρ

µ ... (2.17a)       ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ Hy z Ex x Ez t Hy * 1 ρ

µ ... (2.17b)     ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ Hz x Ex y Ex t Hz * 1 ρ

µ ... (2.17c)     + ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ Ex z Hy y Hz t Ex σ ε 1 ... (2.18a)       + ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ Ey x Hz z Hx t Ey σ ε 1 ... (2.18b)     + ∂ ∂ − ∂ ∂ = ∂ ∂ Ez y Hx x Hy t Ez σ ε 1 ... (2.18c)

Persamaan (2.17) dan (2.18) diatas merupakan dasar algoritma numeric dari metode FEM untuk menganalisa interaksi elektromagnetik dengan objek 3 dimensi. Algoritma FEM tidak secara eksplisit menggunakan hokum gauss yang menunjukkan tidak adanya muatan listrik dan muatan magnet seperti tampak pada persamaan (2.9) dan (2.10). Hal ini disebabkan hubungan tersebut merupakan konsekuensi langsung dari persamaan curl Maxwell.

2.2 Finite Element Method (FEM)

Finite Element Method atau yang biasa disebut dengan Metoda Elemen Hingga merupakan salah satu model komputasi (numerik) yang banyak digunakan untuk analisis struktur. Pada metode ini, prosedur perhitungan dilakukan dengan membagi suatu struktur kontinu menjadi elemen-elemen kecil. Elemen-elemen ini saling berhubungan pada titik nodal dan membentuk suatu


(21)

Kesetimbangan gaya antara elemen-elemen tersebut diwakili dengan kesetimbangan daya antara nodal yang saling berhubungan[3].

Pendekatan klasik dalam menganalisis suatu benda solid adalah mencari fungsi tegangan dan perpindahan yang memenuhi persamaan differensial kesetimbangan, hubungan tegangan regangan, dan kesesuaian kondisi di setiap titik pada bidang kontinu, termasuk didaerah batas. Penyelesaiannya menghasilkan seluruh perpindahan titik nodal, yang nantinya dipakai untuk menentukan tegangan dalam. Tujuan utama dari analisis metoda elemen hingga adalah menghitung secara akurat tegangan dan perpindahan pada suatu struktur[4].

Metode elemen hingga pertama kali diterapkan pada masalah tegangan bidang dengan menggunakan elemen segitiga dan segiempat. Ruang lingkup penerapannya juga telah diperluas ke masalah lain seperti stabilitas dan vibrasi.

2.3 Prosedur Metoda Elemen Hingga

Penyelesaian analisis struktur menggunakan metode elemen hingga dapat diuraikan dalam langkah-langkah berikut[3]:

1. Diskritisasi kontinum, yaitu membagi elemen kontinu menjadi elemen kecil atau elemen diskrit. Derajat ketelitian pada metode elemen hingga dapat ditingkatkan dengan beberapa cara seperti:

a. Memperbanyak jumlah elemen dengan model perpindahan sederhana.


(22)

c. Mempergunakan elemen dengan bentuk dan model perpindahan yang kompleks.

2. Pemilihan model perpindahan.

Kesalahan dalam pemilihan fungsi dapat menyebabkan hasil yang keluar konvergen kepada jawaban yang salah. Fungsi atau himpunan fungsi perpindahan yang baik secara umum harus memenuhi syarat berikut:

a. jumlah konstanta yang tidak diketahui dalam fungsi perpindahan harus sama dengan jumlah derajat kebebasan elemen total.

b. Fungsi perpindahan harus tidak condong ke satu arah tertentu, yaitu harus seimbang terhadap sumbu koordinat, kecuali untuk elemen yang di tujukan bagi pemakaina khusus.

c. Fungsi perpindahan harus mengizinkan elemen mengalami pergerakan benda tegar (rigid body) tanpa renggangan dalam d. Fungsi perpindahan harus bisa menyatakan keadaan tegangan atau

regangan konstan, karena jika tidak, regangan tidak akan konvergen ke fungsi kontinu bila elemen yang semakin kecil digunakan dalam idealisasi struktur.

e. Fungsi perpindahan harus memenuhi kesepadanan perpindahan sepanjang perbatasan dengan elemen yang berdekatan.

3. Hubungan perpindahan, regangan serta tegangan di dalam setiap elemen. 4. Penyusunan matriks kelakuan elemen dan matriks gaya ekivalen.

5. Proses penggabungan. 6. Penyelesaian kondisi batas 7. Proses analisis.


(23)

8. Perhitungan-perhitungan tambahan yang diperlukan.

2.4 Matriks Kekakuan Elemen

Untuk memodelkan suatu elemen yang dapat memberikan respon terhadap beban, diperlukan persamaan yang menghubungkan antara beban berupa gaya dan momen yang diberikan pada nodal elemen dengan perpindahan berupa translasi dan rotasi pada nodal tersebut. Hubungan tersebut dapat diberikan dengan persamaan[5]

{F}=[K]{d} ... (2.19) Dengan :

{F} = Matriks kolom gaya dan momen pada nodal elemen. [K] = Matriks kekakuan elemen.

{d} = Matriks kolom berisi perpindahan translasi dan rotasi nodal elemen. Hubungan antara perpindahan dengan regangan dan tegangan dengan regangan dinyatakan sebagai berikut[5]:

{ }

ε =

[ ]

B

{ }

d ... (2.20)

{ }

σ =

[ ]

E

{ }

ε ... (2.21) Dengan :

{ }

ε = Matriks kolom regangan normal dan geser dari nodal elemen.

[ ]

B = Matriks yang menghubungkan antara perpindahan nodal elemen dengan regangan suatu titik dalam elemen.

{ }

σ = Matriks kolom yang berisi tegangan normal dan geser pada nodal elemen.


(24)

Dengan menggunakan matriks-matriks diatas, matriks [K] suatu elemen dapat ditentukan dengan persamaan :

[ ]

K =

∫∫∫

[ ] [ ][ ]

BT E Bdxdydz ... (2.22) Pada elemen dua dimensi dan σz diabaikan, matriks [E] dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

[ ]

( )

            − − = 2 1 0 0 0 1 0 1

1 2 v

v v v

E

E ... (2.23)

Dimana :

{ }

σ =

σxσyτzy

... (2.24)

{ }

ε =

εxεyγzy

... (2.25)

Untuk setiap elemen dengan bahan tertentu, matriks [E] sudah ditentukan, maka untuk memperoleh matriks [K] hanya perlu dicari nilai matriks [B].

2.5 Tipe-Tipe Elemen Dalam Metode Elemen Hingga

Dalam metode elemen hingga terdapat berbagai tipe bentuk elemen yang dapat digunakan untuk memodelkan kasus yang dianalisis, yaitu[3] :

a. Elemen satu dimensi,terdiri dari: • Elemen line/ garis

Tipe elemen ini yang paling sederhana memiliki dua titik nodal, masing-masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier. Dua element lainnya dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis kuadatrik dengan tiga titik nodal dan


(25)

elemen garis kubik dengan empat buah titik nodal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

(a) (b)

Kubik Kuadratik

(c) Linier

Gambar 2.1 Elemen 1 Dimensi b. Elemen dua dimensi, terdiri dari :

• Elemen triangle • Elemen qudrilateral

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupa garis lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yanng lebih tinggi dapat memiliki sisi berupa garis lurus, sisi yang berbentuk kurva ataupun dapat pula berupa kedua-duanya.


(26)

Gambar 2.2 Elemen 2 dimensi c. Elemen tiga dimensi,terdiri dari :

• Elemen tetrahedron • Elemen parallelepiped

Sama seperti tipe-tipe elemen yang telah disebutkan sebelumnya,kecuali untuk order linier, elemen-elemen ini dapat memiliki sisi yang berbentuk kurva.

a) (b) (c)

Gambar 2.3 Elemen 3 dimensi

2.6 Persaman Gerak untuk Elemen Hingga

Persamaan gerak untuk elemen hingga diturunkan berdasarkan prinsip kerja khayal (virtual work). Penurunan persamaan gerak ini diperoleh dengan meninjau suatu elemen hingga tiga dimensi pada koordinat kartesian x,y, dan z, seperti pada Gambar 2.4.


(27)

Gambar 2.4 Elemen hingga dengan gaya-gaya benda inersial dan teraplikasi

Gambar 2.5 Gaya-gaya dalam bidang pada suatu elemen pelat

Persamaan gerak untuk suatu elemen hingga tiga dimensi untuk getaran bebas adalah [5]:

0 = +Kq q

M ... (2.26) di mana K adalah matriks kekakuan elemen (element stiffness matrix), M adalah


(28)

matriks massa konsisten (consistent mass matrix), dan q adalah matriks perpindahan nodal (nodal displacements matrix ).

2.7 Persamaan Interpolasi polinomial

Seperti telah disinggung sebelumnya, metode elemen hingga merupakan konsep pendekatan suatu fungsi kontinu menggunakan sebuah model diskrit yang terdiri dari sejumlah fungsi kontinu dalam tiap-tiap elemen.

Berdasarkan orde persamaan polinomialnya elemen dapat diklasifikasikan dalam Tiga kelompok, yakni simplex element (elemen sederhana), complex element (elemen kompleks),dan multiplex element (elemen sangat kompleks)[4].

Simplex element memiliki persamaan interpolasi polinomial yang terdiri dari bagian yang berupa konstanta dan bagian yang berbentuk linier. Jumlah koefisien pada persamaan interpolasi polinomial sama dengan jumlah dimensi koordinat ditambah satu.

Elemen satu dimensi yang paling sederhana adalah elemen garis dengan panjang L, dan memiliki dua titik nodal. Kedua titik nodal masing-masing disimbolkan dengan disimbolkan dengan notasi i dan j dan kondisi titik-titik nodal tersebut dinotasikan dengan φi dan φj. Titik asal sistem koordinat berada diluar elemen. Persamaan interpolasi polinomial untuk elemen ini adalah:

x 2 1 α α

φ = + ... (2.27) Dengan memasukan kondisi batas titik nodalnya, maka koefisien α1 dan α2 dapat diketahui:

L X Xj j i i φ

φ


(29)

L i j φ

φ

α2 = − ... (2.29) Dengan mensubstitusikan harga α1 dan α2 ke persamaan (2.26) diperoleh:

x L L

X

Xj j i j i i     − +     −

= φ φ φ φ

φ ... (2.30)

Persamaan diatas dapat disusun kembali menjadi:

j i i j L X x L x X φ φ φ       − +     −

= ... (2.31)

Fungsi linier dalam x pada persamaan (2.31) disebut shape functions (fungsi bentuk) atau fungsi interpolasi. Fungsi ini dinotasikan dengan N. Jadi fungsi bentuk pada persamaan (2.31) adalah

L x X

Ni = j

L X x N i j − =

Persamaan (2.31) dapat dituliskan menggunakan matriks:

[ ]

{ }

φ φ

φ

φ =Ni i +Nj j = N ... (2.32)

i

N berharga satu pada titik nodal i dan berharga nol pada titik nodal j , demikian pula untuk Nj berharga satu pada titik nodal j dan berharga nol pada titik nodal i.

2.8 Formulasi Isoparametrik

Formulasi isoparametrik memungkinkan penggunaan elemen nonrectangular quadrilateral dengan sisi-sisi yang melengkung dalam metode elemen hingga. Sistem koordinat yang dipakai adalah sistem koordinat natural atau sistem koordinat lokal elemen, yaitu ξηζ , tetapi tetap dideferensialkan


(30)

terhadap koordinat global xyz. Pada koordinat ini, posisi sebuah titik dalam elemen dinyatakan dengan bilangan tak berdimensi, yang harganya bervariasi dari nol sampai satu.

Isoparametrik berarti parameter yang sama. Artinya baik koordinat suatu titik (x, y, z) maupun perpindahannya (u, v, w) di dalam elemen dapat dinyatakan dengan cara interpolasi koordinat dan perpindahan titik nodalnya dengan menggunakan fungsi bentuk yang sama. Dalam bentuk persamaan, pengertian tersebut masing-masing dapat dinyatakan dengan:

[

x y z

]

T =

[ ]

N~

{ }

c ... (2.33)

[

u v w

] [ ]

T = N

{ }

d ... (2.34) Dimana:

{ }

c = matriks kolom yang berisi koordinat titik nodal

{ }

d = matriks kolom yang berisi perpindahan titik nodal

[ ]

N =

[ ]

N~ = matriks fungsi bentuk (shape functions matrices) dinyatakan dalam ξηdan ζ

Suatu elemen dikatakan isoparametrik jika

[ ]

N dan

[ ]

N~ sama, artinya untuk menghitung koordinat dan perpindahan suatu titik dalam suatu titik dalam suatu elemen digunakan fungsi bentuk yang sama.


(31)

BAB III

ANTENA MIKROSTRIP

3.1 Definisi Antena Mikrostrip

Antena mikrostrip adalah suatu konduktor metal yang menempel diatas ground plane yang diantaranya terdapat bahan dielektrik. Antena mikrostrip merupakan antena yang memiliki massa ringan, mudah untuk difabrikasi, dengan sifatnya yang konformal sehingga dapat ditempatkan pada hampir semua jenis permukaan dan ukurannya kecil dibandingkan dengan antena jenis lain, karena sifat yang dimilikinya, antena mikrostrip sangat sesuai dengan kebutuhan saat ini sehingga dapat di-integrasikan dengan peralatan telekomunikasi lain yang berukuran kecil, akan tetapi antena mikrostrip juga memiliki beberapa kekurangan yaitu: bandwidth yang sempit, gain dan directivity yang kecil, serta efisiensi rendah[6].

Gambar 3.1 Antena mikrostrip

Bentuk konduktor bisa bermacam-macam tetapi yang pada umumnya digunakan berbentuk empat persegi panjang dan lingkaran karena bisa lebih mudah untuk


(32)

Gambar 3.2 Jenis-jenis antena mikrostrip

3.1.1 Mikrostrip Patch Segi Empat

Antena mikrostrip patch segi empat lebih umum digunakan karena memiliki bentuk yang sederhana. Gambar 3.3 memperlihatkan bentuk dari antena mikrostrip patch segi empat.

Mikrostrip patch antena

Dielectric substrate

Wa

h

Metal Ground plane

Side view Top view

Gambar 3.3 Antena Mikrostrip Segi Empat La

Wa


(33)

Dimana Wa dan La adalah lebar dan panjang dari patch antena yang terpasang pada grounded dielektrik substrate dengan relative permittivity εr. Pada dasarnya antena mikrostrip terdiri dari sebuah substrat, yang disebut sebagai pembawa dari antena tersebut (secara mekanis), yang diatas substrat ini dibentuk macam-macam form dari antena itu sendiri (pacth) melalui proses etching, dan dibalik substrat ini terdapat metalisasi bawah[9].

Pada awalnya fenomena pemancaran yang terdiri pada struktur mikrostrip dicoba untuk direduksi, karena memang sebuah rangkaian mikrostrip tidak boleh memancarkan gelombang elektromagnetik, hal ini akan mempunyai potensi untuk menggangu komponen lain. Cara untuk mereduksi pancaran adalah dengan mengunakan konstanta dielektrika (permitivitas relative) yang besaran dan juga substrat yang tidak terlalu tebal dibandingkan panjang gelombang. Sehingga dengan demikian medan elektromagnetiknya akan terkonsentrasi pada sekitar rangkaian mikrostrip .

Antena mikrostrip memilki kelebihan yang melampaui kelemahan yang dimiliki, sehingga antena mikrostrip menjadi prioritas untuk diaplikasikan. Dibidang militer mendapatkan bidang aplikasi yang sangat besar (pada pesawat terbang, satelit, roket, dll)[8].

Antena Mikrostrip aplikasinya juga semakin banyak untuk aplikasi sipil, misalnya sistim komunikasi mobil dan satelit, global positioning system (GPS) pada radar, kedokteran dan masih banyak lagi yang lainnya.

Antena mikrostrip mempunyai beberapa jenis berdasarkan pada patch-nya, antena mikrostrip patch segi empat adalah bentuk mirostrip paling


(34)

proses etching telah kita dapatkan antena ini. Dengan menggunakan substrat yang yang tebal dan permitivitas yang relatif kecil, akan didapatkan medan listrik ‘fringing’ yang’ memancar ke udara. Medan listrik yang seperti ini akan memberikan kontribusi pada pemancar.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Antena Mikrostrip

3.2.1 Kelebihan Antena Mikrostrip

Perkembangan dari teknologi antena mikrostrip terkait secara erat dengan perkembangan teknologi struktur pemandu gelombang mikrostrip (microstrip lines). Pemandu gelombang mikrostrip secara sederhana bisa kita sejajarkan dengan rangkaian pada printed circuit board (PCB) yang biasa ditemukan pada elektronika berfrekuensi rendah. Yaitu berupa lajur-lajur pipih yang terletak di atas suatu substrat yang terbuat dari material dielektrika. Lajur-lajur pipih ini dihasilkan dengan proses etching. Keuntungan pemandu gelombang mikrostrip dibandingkan dengan waveguide adalah bentuknya yang low-profil, yang mudah dan murah untuk diproduksi secara massal.

Keuntungan ini juga diturunkan kepada antena mikrostrip yang bisa dilihat pada Gambar 3.4 di bawah ini. Bentuknya yang low-profile, dengan ketebalan substratnya yang hanya mempunyai besaran milimeter memudahkan antena ini untuk diposisikan hampir pada seluruh tempat. Misalnya antena ini akan sangat menguntungkan jika dipasangkan pada badan dari sebuah roket (dengan melengkungkannya), tanpa harus mengganggu sifat aerodinamis dari roket tersebut.


(35)

Gambar 3.4 Antena Mikrostrip

Secara umum Kelebihan antena mikrostrip dapat dituliskan sebagai berikut: 1. Mempunyai penampang yang tipis

2. Ukuran yang ringan

3. Mudah dalam pembuatannya 4. Dapat diintegrasikan langsung

5. Dapat dibuat untuk dual atau triple frekuensi

3.2.2 Kekurangan Antena Mikrostrip

Di samping kelebihan antena mikrostrip di atas, antena jenis ini juga memiliki kekurangan, yang terutama sekali adalah, gain yang dicapainya sangat kecil, sekitar 6 dBi, mempunyai bandwidth yang kecil, dan hanya bisa memancarkan sinyal dengan daya yang relatif kecil, maksimal 100 Watt.


(36)

2. Efisiensi yang rendah 3. Bandwidth yang sempit

4. Kecilnya alat yang mengakibatkan perlunya ketelitian yang tinggi dalam perancangan dan pembuatan.

5. Rugi-rugi daya yang cukup besar akibat polarisasi silang.

6. Penyusunan feed yang cukup komplek untuk dapat di integrasikan langsung.

3.3 Parameter-Parameter Umum Antena

Parameter antena merupakan suatu hal yang penting dalam merancang dan menganalisis sebuah antena dikarenakan parameter antena juga sebagai tolak ukur dari performansi antena itu sendiri. Beberapa parameter antena antara lain yaitu[7]:

3.3.1 Bandwidth

Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemacar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu. Pengertian harus dapat bekerja dengan efektif adalah bahwa distribusi arus dan impedansi dari antena pada range frekuensi tersebut benar-benar belum banyak mengalami perubahan yang berarti. Sehingga pola radiasi yang sudah direncanakan serta VSWR yang dihasilkannya masih belum keluar dari batas yang diizinkan. Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth.


(37)

% 100 1 2 − × =

c f

f f

BW ... (3.1)

Bandwidth yang dinyatakan dalam prosen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena-antena yang memliki band sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definsi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.

1 2 f f

BW = ... (3.2)

Suatu antena digolongkan sebagai antena broadband apabila impedansi dan pola radiasi dari antena itu tidak mengalami perubahan yang berarti untuk

1 1

2 =

f f

. Batasan yang digunakan untuk mendapatkan f2 dan f1 adalah ditentukan oleh harga VSWR = 1.

3.3.2 Impedansi

Impedansi input suatu antena adalah impedansi pada terminalnya. Impedansi input akan dipengaruhi oleh antena-antena lain atau obyek-obyek yang dekat dengannya. Impedansi antena terdiri dari bagian riil dan imajiner, yang dapat dinyatakan dengan :

in in in R jX

Z = + ... (3.3) Resistansi input (Rin) menyatakan tahanan disipasi. Daya dapat terdisipasi mellui dua cara, yaitu karena panas pada srtuktur antena yang berkaitan dengan perangkat keras dan daya yang meninggalkan antena dan tidak kembali (teradiasi). Reaktansi input (Xin) menyatakan daya yang tersimpan pada medan dekat dari antena. Disipasi daya rata-rata pada antena dapat dinyatakan sebagai


(38)

2 2 1

in in RI

P = ... (3.4) Dimana:

Iin : arus pada terminal input 3.3.3 VSWR (Voltage Standing Wave Ratio)

Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) adalah kemampuan suatu antena untuk bekerja pada frekuensi yang diinginkan. Pengukuran VSWR berhubungan dengan pengukuran koefisien refleksi dari antena tersebut. Perbandingan level tegangan yang kembali ke pemancar (V-) dan yang datang menuju beban (V+) ke sumbernya lazim disebut koefisien pantul atau koefisien refleksi yang dinyatakan dengan simbol “Γ”.

+ − = Γ V V ... (3.5)

Hubungan antara koefisien refleksi, impedansi karakteristik saluran (Zo) dan impedansi beban/ antena (Zl) dapat ditulis :

0 1 0 1 Z Z Z Z + − =

Γ ... (3.6)

Harga koefisien refleksi ini dapat bervariasi antara 0 (tanpa pantulan/match) sampai 1, yang berarti sinyal yang datang ke beban seluuhnya dipantulkan kembali ke sumbernya semula. Maka untuk pengukuran Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), dinyatakan sebagai berikut :

Γ − Γ + = 1 1

VSWR ... (3.7)

Besarnya VSWR yang ideal adalah 1, yang berarti semua daya yang diradiasikan antena pemancar diterima oleh antena penerima (match). Semakin besar nilai


(39)

VSWR menunjukkan daya yang dipantulkan juga semakin besar dan semakin tidak match. Dalam prakteknya VSWR harus bernilai lebih kecil dari 2 (dua).

3.3.4 Gain

Gain adalah penguatan atau kemampuan pada antena yang berhubungan dengan directivity dan efisiensi antena. power gain (atau gain saja) didefinisikan sebagai 4ヾ kali rasio dari intensitas pada suatu arah dengan daya yang diterima antena, dinyatakan dengan :

( )

( )

m P U

Gθ,φ =4π θ,φ ... (3.8)

Definisi ini tidak termasuk losses yang disebabkan oleh ketidaksesuaian impedansi (impedance missmatch ) atau polarisasi. Harga maksimum dari gain adalah harga maksimum dari intensitas radiasi atau harga maksimum dari persamaan (3.8), sehingga dapat dinyatakan kembali :

Pm Um

G=4π ... (3.9)

Jadi gain dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari dan φ, dan juga dapat dnyatakan sebagai suatu harga pada suatu arah tertentu. Jika tidak ada arah yang ditentukan dan harga power gain tidak dinyatakan sebagai suatu fungsi dari dan φ, diasumsikan sebagai gain maksimum.

3.3.5 Direktivitas


(40)

HP HP D 0 4 0

φ θ π

= ... (3.10)

Direktivitas dapat menyatakan gain suatu antena jika seluruh daya input menjadi daya radiasi. Dan hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya losses pada daya input. Bagian daya input (Pin) yang tidak muncul sebagai daya radiasi diserap oleh antena dan struktur yang dekat dengannya. Hal tersebut menimbulkan suatu definisi baru, yaitu yang disebut dengan efisiensi radiasi, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

m r P P

e= ... (3.11)

dengan catatan bahwa harga e diantara nol dan satu ( 0 < e < 1) atau ( 0 < e < 100%). Sehingga gain maksimum suatu antena sama dengan direktivitas dikalikan dengan efisiensi dari antena, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

D e


(41)

BAB IV

ANALISIS ANTENA MIKROSTRIP PATCH SEGI EMPAT DENGAN

MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMEN METHOD (FEM)

4.1 Umum

Pada Tugas Akhir ini akan dianalisis nilai antena mikrostrip patch segi empat dengan mengunakan metode Finite Element Method (FEM).

Perangkat lunak yang digunakan sebagai alat bantu dalam menggunakan metode Finite Element Method (FEM) adalah AWR Microwave Office 2004. Adapun parameter utama yang akan dibahas adalah frekuensi resonansi dan impedansi input, sedangkan parameter pendukung yang digunakan adalah luas patch (L), konstanta dielektrik patch (ir), dan tinggi substrat (h). Dengan melakukan perubahan nilai pada parameter pendukung, maka akan didapatkan pengaruh perubahan tersebut terhadap parameter utama.

4.2 Analisis Pengaruh Perubahan Dimensi Patch Terhadap Nilai Frekuensi

Resonansi dan Impedansi

Pada bagian ini akan dianalisis pengaruh perubahan Dimensi patch (W) terhadap nilai frekuensi resonansi (fr) dan impedansi input (Zin).

4.2.1 Frekuensi Resonansi Dari Perubahan Dimensi Patch (W) Dengan

Menggunakan Metode Finite Element Method (FEM)

Pada bagian ini proses penganalisaan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak AWR Microwave Office 2004. Untuk nilai Dimensi (W)


(42)

permeativitas dan tinggi substrate tetap Maka didapat nilai frekuensi resonansi dari antena mikrostrip sebagai berikut:

1. W = 56 mm

Gambar 4.1 VSWR untuk W = 56 mm

Dari Gambar 4.1 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,462 Hz.

2. W = 57 mm


(43)

Dari Gambar 4.2 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,614 Hz.

3. W = 58 mm

Gambar 4.3 grafik VSWR untuk W = 58 mm

Dari Gambar 4.3 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,856 Hz.

4. W = 59 mm


(44)

Dari Gambar 4.4 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,379 Hz.

5. W = 60 mm

Gambar 4.5 VSWR untuk W = 60 mm

Dari Gambar 4.5 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,095 Hz.

Dari hasil keseluruhan analisis dengan menggunakan AWR Microwave Office 2004, maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar dimensi yang digunakan akan memperoleh nilai frekuensi resonansi yang semakin kecil.

Tabel 4.1 perubahan dimensi terhadap frekuensi resonansi Dimensi

(mm)

Frekuensi Resonansi (Hz)

56 1,462

57 1,614

58 1,856

59 1,379


(45)

Maka akan didapat grafik perubahan luas dimensi patch dengan frekuensi resonansi

1.462

1.614

1.856

1.379

1.095

0

0.5

1

1.5

2

55

56

57

58

59

60

61

Dimensi

F

reku

en

si

R

eso

n

an

si

Grafik 4.1 Perubahan dimensi terhadap Frekuensi Resonansi

4.2.2 Impedansi Dari Perubahan Dimensi Patch (W) Dengan Menggunakan

Metode Finite Element Method (FEM)

Pada bagian ini proses penganalisaan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak AWR Microwave Office 2004. Untuk nilai Dimensi (W) patch sebesar 56 mm, 57 mm, 58 mm, 59 mm, 60 mm. Maka didapat nilai Impedansi dari antena mikrostrip sebagai berikut:


(46)

1. W = 56 mm

Gambar 4.6 impedansi untuk W = 56 mm

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,22606 in Ω.

2. W = 57


(47)

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,12277 in Ω.

3. W = 58

Gambar 4.8 impedansi untuk W = 58 mm

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (minimum mendekati 1) Z = 1,12692 in Ω.


(48)

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1)Z = 0,83072 in Ω.

5. W = 60

Gambar 4.10 impedansi untuk W = 60 mm

Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (minimum mendekati 1) Z = 0,92473 in Ω.

Dari hasil keseluruhan analisis dengan menggunakan AWR Microwave Office 2004, maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar luas dimensi yang digunakan akan memperoleh nilai impedansi yang semakin kecil. Secara keseluruhan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.2 perubahan dimensi terhadap Impedansi Dimensi

(mm)

Frekuensi Resonansi (Ω)

56 1,22606

57 1,12277


(49)

59 0,83072

60 0,92473

Maka akan didapat grafik perubahan luas dimensi patch dengan impedansi

1.22606

1.122771.12692

0.83072

0.92473

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

55

56

57

58

59

60

61

Dimensi

Im

p

ed

an

si

Grafik 4.2 perubahan dimensi terhadap impedansi

4.3 Analisis Pengaruh Perubahan Permeativitas

( )

εr Patch Terhadap Nilai Frekuensi Resonansi dan Impedansi

Pada bagian ini akan dianalisis pengaruh perubahan permeativitas

( )

εr patch terhadap nilai frekuensi resonansi (fr) dan impedansi input (Zin).

4.3.1 Frekuensi Resonansi Dari Perubahan Permeativitas Dengan

Menggunakan Metode Finite Elemen Method (FEM)

Pada bagian ini proses penganalisaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 2004. Untuk nilai permeativitas

( )

εr


(50)

(Polyflon Cuflon); 6,15 (Rogers RO3006). Maka didapat nilai frekuensi resonansi dari antena mikrostrip sebagai berikut:

1. Rogers RO3006

( )

εr = 6,15

Gambar 4.11 VSWR untuk Rogers RO3006

Dari Gambar 4.11 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 4,542 Hz.

2. FR4

( )

εr = 4,4


(51)

Dari Gambar 4.12 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,898 Hz.

3. Taconic-TLC27

( )

εr = 3,0

Gambar 4.13 VSWR untuk Taconic-TLC27

Dari Gambar 4.13 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 33,04 Hz


(52)

Dari Gambar 4.14 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 2,249 Hz.

5. Rogers Duroid

( )

εr = 2,94

Gambar 4.15 VSWR untuk Rogers Duroid

Dari Gambar 4.15 VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 30,87 Hz.

Dari hasil keseluruhan analisis dengan menggunakan AWR Microwave Office 2004, maka dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya nilai permeativitas maka nilai frekuensi resonansi akan semakin menurun.

Secara keseluruhan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.3 Perubahan permeativitas terhadap frekuensi resonansi Permeativitas

(Hz)

Frekuensi Resonansi (Hz)

6, 15 4,542

4,4 1,898


(53)

2,94 2,249

2,1 30,87

Maka akan didapat grafik perbandingan luas dimensi patch dengan frekuensi resonansi

4.542 1.898

33.04

2.249 30.87

-10 0 10 20 30 40

0 1 2 3 4 5 6 7

permeativitas

fr

eku

en

si

r

eso

n

an

si

Grafik 4.3 Perubahan permeativitas terhadap frekuensi resonansi

4.3.2 Impedansi Dari Perubahan Permeativitas

( )

εr Dengan Menggunakan Metode Finite Elemen Method (FEM)

Pada bagian ini proses penganalisaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 2004. Untuk nilai permeativitas

( )

εr patch sebesar 3,0 (Taconic-TLC27); 4,4 (FR4); 2,94 (Rogers Duroid); 2,1 (Polyflon Cuflon); 6,15 (Rogers RO3006). Maka didapat nilai impedansi dari antena mikrostrip sebagai berikut:


(54)

1. Rogers RO3006

Gambar 4.16 impedance untuk Rogers RO3006

Dari Gambar 4.16 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 0,30280 in Ω.

2. FR4


(55)

Dari Gambar 4.17 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,11505 in Ω.

3. Taconic-TLC27

Gambar 4.18 impedance untuk Taconic-TLC27

Dari Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 0,02431 in Ω.


(56)

Dari Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,88274 in Ω.

5. Rogers Duroid

Gambar 4.20 impedance untuk Rogers Duroid

Dari Gambar 4.20 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 0,08369 in Ω.

Dari hasil keseluruhan analisis dengan menggunakan AWR Microwave Office 2004, maka dapat disimpulkan bahwa Impedansi tidak dipengaruhi oleh semakin besar maupun kecilnya permeativitas. Pada umum nya antena mikrostrip menggunakan bahan jenis substrate FR4 dikarenakan mempunyai frekuensi resonansi yang rendah.

Secara keseluruhan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.4 Perubahan nilai permeativitas terhadap frekuensi resonansi

Permeativitas Impedansi (Ω)


(57)

4,4 1,11505

3,0 0,02431

2,94 1,88274

2,1 0,08369

Maka akan didapat grafik perubahan permeativitas patch terhadap frekuensi resonansi.

Gambar 4.24 grafik perubahan Permeativitas terhadap impedansi

0.3028 1.1505

0.02431 1.88274

0.08369 -0.5

0 0.5 1 1.5 2

0 1 2 3 4 5 6 7

permeativitas

im

p

ed

an

si

Grafik 4.4 Perubahan Permeativitas terhadap impedansi

4.4 Analisis Pengaruh Perubahan Tinggi Substrate (h) Patch Terhadap Nilai

Frekuensi Resonansi dan Impedansi

Pada bagian ini akan dianalisis pengaruh perubahan permeativitas

( )

εr patch terhadap nilai frekuensi resonansi (fr) dan impedansi input (Zin).


(58)

4.4.1 Frekuensi Resonansi Dari Perubahan Tinggi Substrate (h) patch

Dengan Menggunakan Metode Finite Elemen Method (FEM)

Pada bagian ini proses penganalisaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 2004. Untuk nilai tinggi substrate (h) patch sebesar 1,8 (Taconic-TLC27); 1,6 (FR4); 1,4 (Rogers Duroid); 1,2 (Polyflon Cuflon); 1,0 (Rogers RO3006). Maka didapat nilai impedansi dari antena mikrostrip sebagai berikut:

1. Taconic-TLC27 (h) = 1,8 mm

Gambar 4.21 VSWR untuk Taconic-TLC27 dengan (h) = 1,8 mm Dari Gambar 4.21 VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,475 Hz.


(59)

2. FR4

Gambar 4.22 VSWR untuk FR4 dengan (h) = 1,6 mm

Dari Gambar 4.22 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,898 Hz.


(60)

Dari Gambar 4.23 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,683 Hz.

4. Polyflon Cuflon (PTFE)

Gambar 4.24 VSWR untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm Dari Gambar 4.24 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,442 Hz.

5. Rogers RO3006


(61)

Dari Gambar 4.25 grafik VSWR yang didapat, nilai frekuensi resonansi dapat ditentukan dengan melihat posisi terendah (minimum) Fr = 1,219 Hz

Dari hasil keseluruhan analisis dengan menggunakan AWR Microwave Office 2004, maka dapat disimpulkan bahwa frekuensi resonansi tidak dipengaruhi oleh semakin besar maupun kecilnya permeativitas. Pada umum nya antena mikrostrip menggunakan bahan jenis substrate FR4 dikarenakan mempunyai frekuensi resonansi yang rendah.

Secara keseluruhan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.5 perubahan tinggi substrate terhadap frekuensi resonansi Tinggi substrate

(mm)

Frekuensi Resonansi (Hz)

1,8 1,475

1,6 1,898

1,4 1,683

1,2 1,442

1,0 1,219

Maka akan didapat grafik perbandingan luas dimensi patch dengan frekuensi resonansi 1.475 1.898 1.636 1.442 1.219 0 0.5 1 1.5 2

0 0.5 1 1.5 2

tinggi substrate fr eku em si r eso n an si


(62)

4.4.2 Impedansi Dari Perubahan Tinggi substrate (h) patch Dengan

Menggunakan Metode Finite Elemen Method (FEM)

Pada bagian ini proses penganalisaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 2004. Untuk nilai tinggi substrate (h) patch sebesar 1,8 (Taconic-TLC27); 1,6 (FR4); 1,4 (Rogers Duroid); 1,2 (Polyflon Cuflon); 1,0 (Rogers RO3006). Maka didapat nilai impedansi dari antena mikrostrip sebagai berikut:

1. Taconic-TLC27

Gambar 4.26 Impedansi untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm Dari Gambar 4.26 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,09651 in Ω.


(63)

2. FR4

Gambar 4.27 impedansi untuk FR4 dengan (h) = 1,2 mm

Dari Gambar 4.27 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,12659 in Ω.


(64)

Dari Gambar 4.28 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 0,702672 in Ω.

4. Polyflon Cuflon

Gambar 4.29 impedansi untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm Dari Gambar 4.29 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 0,847036 in Ω.

5. Rogers RO3006


(65)

Dari Gambar 4.30 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,01031 in Ω.

Dari hasil keseluruhan analisis dengan menggunakan AWR Microwave Office 2004, maka dapat disimpulkan bahwa Impedansi tidak dipengaruhi oleh semakin besar maupun kecilnya permeativitas. Pada umum nya antena mikrostrip menggunakan bahan jenis substrate FR4 dikarenakan mempunyai frekuensi resonansi yang rendah.

Secara keseluruhan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.6 Perubahan nilai permeativitas terhadap frekuensi resonansi Tinggi substrate

(mm)

Impedansi (Ω)

1,8 1,09651

1,6 1,12659

1,4 0,70267

1,2 0,84703

1,0 1,01031

Maka akan didapat grafik perbandingan luas dimensi patch dengan frekuensi resonansi 1.09651 1.12659 0.70267 0.84703 1.01031 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 0.5 1 1.5 2

tinggi substrate fr eku en si r eso n an si


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dengan bertambahnya dimensi (W) patch pada antena mikrostrip patch segi empat, mulai dari angka 56 mm sampai dengan 60 mm akan mengakibatkan menurunnya nilai frekuensi resonansi (f0) dari 1,462 Hz menjadi 1,095 Hz dan impedansi input (Zin) dari 1,22606 Ω menjadi 0,92473 Ω.

2. Dengan bertambahnya nilai konstanta dielektrik (ir) substrat mulai dari angka 2,1 sampai dengan 6,15 akan mengakibatkan menurunnya nilai frekuensi resonansi (f0) dari 30,87 Hz menjadi 4,542 Hz. Namun akan meningkatkan nilai impedansi input (Zin) dari 0,08369 Ω sampai dengan 0,30280 Ω.

3. Dengan bertambahnya tinggi (h) substrat pada antena mikrostrip patch segi empat mulai dari angka 1,0 mm sampai dengan 1,8 mm akan mengakibatkan meningkatkan nilai frekuensi resonansi (f0) dari 1,219 Hz sampai dengan 1,475 Hz dan akan meningkatkan nilai impedansi input (Zin) dari 1,01031 Ω sampai dengan 1,09651 Ω.

5.2 Saran

1. Penelitian dapat dikembangkan dengan menganalisis patch yang berbeda 2. Penelitian dapat dikembangkan dengan menganalisis parameter seperti

bandwitdth atau pola radiasi.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

1. D. M. Pozar, Microwave Engineering Third Edition, 2005, New York: John Willey & Sons, inc.

2. Jin, Jianming. The Finite Element Method In Electromagnetics, 2002, New York: John Willey & Sons, Inc.

3. J. N, Reddy, An Introduction To The Finite Element Method, 1993 New York: Mc Graw Hill.

4. Barna Szabo, Ibo Babuska, Finite Element Analysis, 1991, New York: John Willey & Sons, Inc.

5. Solin Pavel, Partial Differential Equations and the Finite Element Method, 2006, New York: John Willey & Sons, Inc.

6. Girish Kumar, K. P. Ray, Broadband Microstrip Antennas, 2003, Boston. London: Artech House, Inc.

7. R.C Johnson and H. Jasik, Antenna Engineering Handbook second Edition, 1984, New York: Mc Graw Hill.

8. C. A. Balanis, Antenna Theory Analysis and Design, 1997, New York: John Wiley & Sons, Inc.

9. Garg Ramesh, 2000, Microstrip Antenna Design Handbook, Artech House, London.


(1)

4.4.2 Impedansi Dari Perubahan Tinggi substrate (h) patch Dengan

Menggunakan Metode Finite Elemen Method (FEM)

Pada bagian ini proses penganalisaan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AWR Microwave Office 2004. Untuk nilai tinggi substrate (h)

patch sebesar 1,8 (Taconic-TLC27); 1,6 (FR4); 1,4 (Rogers Duroid); 1,2

(Polyflon Cuflon); 1,0 (Rogers RO3006). Maka didapat nilai impedansi dari antena mikrostrip sebagai berikut:

1. Taconic-TLC27

Gambar 4.26 Impedansi untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm Dari Gambar 4.26 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,09651 in Ω.


(2)

2. FR4

Gambar 4.27 impedansi untuk FR4 dengan (h) = 1,2 mm

Dari Gambar 4.27 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,12659 in Ω.

3. Rogers Duroid


(3)

Dari Gambar 4.28 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 0,702672 in Ω.

4. Polyflon Cuflon

Gambar 4.29 impedansi untuk Polyflon Cuflon dengan (h) = 1,2 mm Dari Gambar 4.29 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 0,847036 in Ω.

5. Rogers RO3006


(4)

Dari Gambar 4.30 dapat dilihat bahwa dari nilai frekuensi akan dihasilkan nilai impedansi input (mendekati 1) Z = 1,01031 in Ω.

Dari hasil keseluruhan analisis dengan menggunakan AWR Microwave Office 2004, maka dapat disimpulkan bahwa Impedansi tidak dipengaruhi oleh semakin besar maupun kecilnya permeativitas. Pada umum nya antena mikrostrip menggunakan bahan jenis substrate FR4 dikarenakan mempunyai frekuensi resonansi yang rendah.

Secara keseluruhan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 4.6 Perubahan nilai permeativitas terhadap frekuensi resonansi Tinggi substrate

(mm)

Impedansi (Ω)

1,8 1,09651

1,6 1,12659

1,4 0,70267

1,2 0,84703

1,0 1,01031

Maka akan didapat grafik perbandingan luas dimensi patch dengan frekuensi resonansi 1.09651 1.12659 0.70267 0.84703 1.01031 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 0.5 1 1.5 2

tinggi substrate fr eku en si r eso n an si


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dengan bertambahnya dimensi (W) patch pada antena mikrostrip patch segi empat, mulai dari angka 56 mm sampai dengan 60 mm akan mengakibatkan menurunnya nilai frekuensi resonansi (f0) dari 1,462 Hz menjadi 1,095 Hz dan impedansi input (Zin) dari 1,22606 Ω menjadi 0,92473 Ω.

2. Dengan bertambahnya nilai konstanta dielektrik (ir) substrat mulai dari angka 2,1 sampai dengan 6,15 akan mengakibatkan menurunnya nilai frekuensi resonansi (f0) dari 30,87 Hz menjadi 4,542 Hz. Namun akan meningkatkan nilai impedansi input (Zin) dari 0,08369 Ω sampai dengan 0,30280 Ω.

3. Dengan bertambahnya tinggi (h) substrat pada antena mikrostrip patch segi empat mulai dari angka 1,0 mm sampai dengan 1,8 mm akan mengakibatkan meningkatkan nilai frekuensi resonansi (f0) dari 1,219 Hz sampai dengan 1,475 Hz dan akan meningkatkan nilai impedansi input (Zin) dari 1,01031 Ω sampai dengan 1,09651 Ω.

5.2 Saran

1. Penelitian dapat dikembangkan dengan menganalisis patch yang berbeda 2. Penelitian dapat dikembangkan dengan menganalisis parameter seperti

bandwitdth atau pola radiasi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. D. M. Pozar, Microwave Engineering Third Edition, 2005, New York: John Willey & Sons, inc.

2. Jin, Jianming. The Finite Element Method In Electromagnetics, 2002, New York: John Willey & Sons, Inc.

3. J. N, Reddy, An Introduction To The Finite Element Method, 1993 New York: Mc Graw Hill.

4. Barna Szabo, Ibo Babuska, Finite Element Analysis, 1991, New York: John Willey & Sons, Inc.

5. Solin Pavel, Partial Differential Equations and the Finite Element

Method, 2006, New York: John Willey & Sons, Inc.

6. Girish Kumar, K. P. Ray, Broadband Microstrip Antennas, 2003, Boston. London: Artech House, Inc.

7. R.C Johnson and H. Jasik, Antenna Engineering Handbook second Edition, 1984, New York: Mc Graw Hill.

8. C. A. Balanis, Antenna Theory Analysis and Design, 1997, New York: John Wiley & Sons, Inc.

9. Garg Ramesh, 2000, Microstrip Antenna Design Handbook, Artech House, London.