Tinjaun Yuridis Tentang Aborsi Ditinjau Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

(1)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG ABORSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG No. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Yolanda Oktavina Medista Ginting Nim: 060200180

Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG ABORSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG No. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Yolanda Oktavina Medista Ginting Nim: 060200180

Departermen Hukum Pidana Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

(Abul Khair, SH,M.hum) NIP: 196107021989031001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing

(Nurmalawati,SH. M.Hum ) (Berlin Nainggolan, SH, M.Hum) NIP:19620907198812001 NIP: 131572434

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan Kehadirat tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skiripsi ini dengan semoga Tuhan tetap melindungi pada hari yang akan datang

Telah menjadi kewajiban bagi setiap Mahasiswa yang hendak menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk menyusun dan menyelesaikan suatu skirpsi, dan untuk itu penulus memberanikan diri untuk menyusun suatu skirisi dengan judul “TINJAUN YURIDIS TENTANG ABORSI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG No. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN.”

Kepada Ayahanda dr. Setarius Ginting dan Ibunda Anita Diana, Bcs, terimakasih atas kasih sayang, doa dan dukungan, baik dukungan Moril maupun Materiil. Abangku Prima Medista Ginting, STP, Adik-adikku Yuki Bastanta, Yosua Ananta, Agisabela terimakasih kasih atas cinta, dukungan dan doanya. Skripsi ini penulis persembahan buat kalian semua, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat dan rahmadnya kepada kalian semua.

Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukunga serta doanya sehingga skiripsi ini dapat diselesaikan, khususnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. Runtung, S.H.M.Hum, selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

2. Bapak Abul Khair, SH.M.Hum, selaku Ketua Departermen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan pandangan dalam pengerjaan skripsi;

3. Ibu Nurmalawaty, SH.M.Hum, selaku Sekretaris Departermen Hukum Pidana dan Selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan, pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skiripsi ini selesai 4. Bapak Berlin Naingolan, SH., M.Hum Selaku Pembimbin II yang telah

meluagkan waktunya untuk membimbing, megarahkan dan memberikan masukan, pandangan yang berguna kepada penulis sehingga skiripsi ini selesai.

5. Seluruh Dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mangajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruf staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. Terimakasi kepada dr. Friedrich Lupini, Sp.Kj, dr. Hj. Mariati, Sp.KJ, dr. Donald. F Sitompul, Sp.KJ, dr. Dapot P Gultom Sp.KJ dan dr. Evalina atas segala bantuaanya yang telah membantu saya dalam memberikan informasi dan masukan.

8. Sahabat-sahabatku yang tersayang Tqha, Melda, Vera, Newi dan Mieke Irene. Terimakasi buat doa dan dukungan kalian buat tqha makasi dinda sudah menemani tiap hari, buat melda makasi oreona,


(5)

buat vera dan mike makasi buat semangat yang selau ada dan k’Newi makasi buat doa yang tidak putus buatku”semangat kalian semangatku”

Oleh karena keterbatasan penulis dalam mengerjakan skirpsi ini, maka penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis mengharapkan saran ataupun masukan dari pembaca semua.

Akhir kata penulis, semoga skiripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Dan ilmu yang diperoleh penulis dapat dipergunakan dan diterapkan oleh penulia untuk nusa dan bangsa

Harapan Penulis semoga Tuhan Yang Maha Kuasa tetap melindungi kita semua. Terima kasih

Medan, Maret 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

1. Defenisi aborsi ... 10

2. Macam-Macam aborsi ... 13

3. Latar belakang aborsi ... 18

4. Akibat aborsi ... 23

F. Metode Penelitian ... 25

G. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II Tinjauan Tentang Aborsi Bila Dikaitlan Dengan Hak Asasi Manusia dan Hak Janin Untuk Hidup ... 29

A. Tinjauan tentang aborsi dikaitkan dengan Hak asasi manusia ... 29

B. Tinjauan tentang aborsi dikaitkan dengan hak janin untuk hidup ... 40


(7)

BAB III Tinjauan Yuridis Aborsi Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dan Legalisasi aborsi

Terhadap Korban Perkosaan ... 51

A. Tinjauan Yuridis Terhadap Aborsi ... 51

1. Aborsi provokatus kriminalis ditinjau dari undang-undang kesehatan ... 51

2. Aborsi provokatus medicalis ditinjau dari undang-undang kesehatan ... 59

3. Aborsi provokatus kriminalis ditinjau dari undang-undang kesehatan dan kaitannya dengan KUHP ... 65

B. Legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan ... 72

1. Legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan berdasarkan undang-undang 36 tahun 2009 tentang kesehatan ... 72

2. Legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan menurut pandangan agama ... 81

BAB IV Pandangan Masyarakat Terhadap Aborsi yang dilakukan oleh korban Perkosaan dan Legalisasi Terhadap aborsi ... 85

A. Aborsi yang dilakukan oleh korban Perkosaan ... 85

B. Pandangan Masyarakat Terhadap Legalisasi terhadap aborsi ... 92

BAB V Penutup ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 98


(8)

ABSTRAKSI

Penelitian ini dilakukan bertitik tolak dengan maksuknya aborsi atau pengguguran kandungan di dalam peradapan hidup manusia yang timbul akibat manusia atau si ibu yang tidak menghendaki kehamilan tersebut. Aborsi merupakan suatu masalah yang sangat kontroversi pada saat sekarang ini dimana timbul pihak yang pro dan kontra atas aborsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana tinjaun aborsi bila dikaitkan dengan hak asasi manusia dan bagaimana tinjaun aborsi bila dikaitkan dengan hak janin untuk hidup. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat bagaimana tinjaun yuridis aborsi baik itu aborsi provokatus criminalis ataupun aborsi perovokatus medicalis yang ditinjau dari UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang merupakan penganti UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Untuk mengetahui pelarangan bagaimana batasan antara aborsi provokatus criminalis dan provokatus medicalis dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui kajian terhadap KUHP dan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 beserta peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan aborsi. Dalam skiripsi ini juga dibahas bagaimana pandangan HAM tentang aborsi, dimana dalam aborsi HAM jelas menentang aborsi sekalipun itu berkaitan dengan hak setiap perempuan terhadap tubuhnya namum pandanagn HAM akan bebeda jika aborsi tersebut dilakukukan demi keselamatan wanita yang mengandung tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan dengan studi kepustakaan, yaitu dengan cara melakukan penelusuran terhadap buku-buku literature yang berkaitan dengan aborsi, juga dengan membuat daftar pertanyaan yang berstruktur yang diberikan kepada responden, dan juga wawancara secara langsung dengan responden. Dengan mengunakan metode penelitian tersebut diatas pada bab pembahasan dijelaskan dan diuraikan hasil-hasil penelitian melalui data yang dikumpulkan baik itu data primer, data sekunder dan data tersier yang kemudian diseleksi serta dianalisa sedangkan data yang diperoleh di lapangan akan diedit sehingga diperoleh suatu kesimpulan sesuai dengan pokok permasalahn yang dibahas, yaitu mengenai aborsi. Penelitian ini juga mengkaji bagaimana pandangan masyarakat terhadap aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dan bagaimana legalisasi aborsi di Indonesia. Pandangan masyarakat bebeda-beda tentang ini dimana ada yang pro dan ada yang kontra namum dari hasil penelitian melihat bahwa pandangan masyarakat masih tidak setuju jika aborsi dilakukan oleh korban perkosaan karena dalam hal perkosaan anak yang dikandung tidak bersalah dan tidak layak untuk dibunuh dan dalam hal ini tidak ada indikasi kedaruratan medis yang membahayakan nyawa wanita tersebut. Sedangkan mengenai legalisasi aborsi di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian ini mendapat pro dan kontra dimana sebagian besar masyarakat masih tidak setuju jika aborsi dilegalkan di Indonesia.


(9)

ABSTRAKSI

Penelitian ini dilakukan bertitik tolak dengan maksuknya aborsi atau pengguguran kandungan di dalam peradapan hidup manusia yang timbul akibat manusia atau si ibu yang tidak menghendaki kehamilan tersebut. Aborsi merupakan suatu masalah yang sangat kontroversi pada saat sekarang ini dimana timbul pihak yang pro dan kontra atas aborsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana tinjaun aborsi bila dikaitkan dengan hak asasi manusia dan bagaimana tinjaun aborsi bila dikaitkan dengan hak janin untuk hidup. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat bagaimana tinjaun yuridis aborsi baik itu aborsi provokatus criminalis ataupun aborsi perovokatus medicalis yang ditinjau dari UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang merupakan penganti UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan. Untuk mengetahui pelarangan bagaimana batasan antara aborsi provokatus criminalis dan provokatus medicalis dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui kajian terhadap KUHP dan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 beserta peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan aborsi. Dalam skiripsi ini juga dibahas bagaimana pandangan HAM tentang aborsi, dimana dalam aborsi HAM jelas menentang aborsi sekalipun itu berkaitan dengan hak setiap perempuan terhadap tubuhnya namum pandanagn HAM akan bebeda jika aborsi tersebut dilakukukan demi keselamatan wanita yang mengandung tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan dengan studi kepustakaan, yaitu dengan cara melakukan penelusuran terhadap buku-buku literature yang berkaitan dengan aborsi, juga dengan membuat daftar pertanyaan yang berstruktur yang diberikan kepada responden, dan juga wawancara secara langsung dengan responden. Dengan mengunakan metode penelitian tersebut diatas pada bab pembahasan dijelaskan dan diuraikan hasil-hasil penelitian melalui data yang dikumpulkan baik itu data primer, data sekunder dan data tersier yang kemudian diseleksi serta dianalisa sedangkan data yang diperoleh di lapangan akan diedit sehingga diperoleh suatu kesimpulan sesuai dengan pokok permasalahn yang dibahas, yaitu mengenai aborsi. Penelitian ini juga mengkaji bagaimana pandangan masyarakat terhadap aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dan bagaimana legalisasi aborsi di Indonesia. Pandangan masyarakat bebeda-beda tentang ini dimana ada yang pro dan ada yang kontra namum dari hasil penelitian melihat bahwa pandangan masyarakat masih tidak setuju jika aborsi dilakukan oleh korban perkosaan karena dalam hal perkosaan anak yang dikandung tidak bersalah dan tidak layak untuk dibunuh dan dalam hal ini tidak ada indikasi kedaruratan medis yang membahayakan nyawa wanita tersebut. Sedangkan mengenai legalisasi aborsi di Indonesia sendiri berdasarkan penelitian ini mendapat pro dan kontra dimana sebagian besar masyarakat masih tidak setuju jika aborsi dilegalkan di Indonesia.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh Pemberi kehidupan tersebut. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat kaitanya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita.

Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lain. Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini perilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku mapun pada masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan bangsa.

Aborsi telah dikenal sejak lama, Aborsi memiliki sejarah panjang dan telah dilakukan oleh berbagai metode termasuk natural atau herbal, penggunaan alat-alat tajam, trauma fisik dan metode tradisional lainnya. Jaman Kontemporer memanfaatkan obat-obatan dan prosedur operasi teknologi tinggi dalam melakukan aborsi. Legalitas, normalitas, budaya dan pandangan mengenai aborsi secara substansial berbeda di seluruh negara. Di banyak negara di dunia isu aborsi adalah permasalahan menonjol dan memecah belah publik atas kontroversi etika dan hukum. Aborsi dan masalah-masalah yang berhubungan dengan aborsi


(11)

menjadi topik menonjol dalam politik nasional di banyak negara seringkali melibatkan gerakan menentang aborsi pro-kehidupan dan pro-pilihan atas aborsi di seluruh dunia.

Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai kalangan, baik itu dilakukan secara legal ataupun dilakukan secara ilegal. Dalam memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi tersebut. Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun, dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan aborsi provokatus medikalis. Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortusi provokatus criminalis.

Aborsi itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia atau

(abortuis provokatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena perbuatan manusia (aborsi spontanus). Aborsi yang terjadi karena perbuatan manusia dapat terjadi baik karena didorong oleh alasan medis, misalnya karena wanita yang hamil menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut maka kandungannya harus digugurkan (aborsi provokatus therapeutics atau bisa disebut aborsi therapeuticus). Di samping itu karena alasan-alasan lain yang tidak dibenarkan oleh huku m (abortus provokatus criminalis atau disebut aborsi criminalis)


(12)

Penguguran kandungan itu sendiri ada 3 macam:1

1. ME (menstrual Extraction) : Dilakukan 6 minggu dari menstruasi terakhir dengan penyedotan. Tindakan pengguguran kandungan ini sangat sederhana dan secara psikologis juga tidak terlalu berat karena masih dalam gumpalan darah

2. Diatas 12 minggu, masih dianggap normal dan termasuk tindakan pengguguran kandungan yang sederhana

3. Aborsi (pengguguran Kandungan) diatas 18 minggu, tidak dilakukan di klinik tetapi di rumah sakit

Masalah pengguguran kandungan (aborsi) pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya denagn nilai-nilai serta norma-norma agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia, terkait dengan Hukum pidana positif di Indonesia pengaturan masalah pengguguran kandungan tersebut terdapat pada Pasal 346, 347, 348, 349 dan 350 KUHP. Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 346, 347, dan 348 KUHP tersebut, abortus criminalis meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut:2

1. Menggugurkan kandungan (Afdrijing van de vrucht atau vrucht afdrijiving) 2. Membunuh kandungan (de dood van de vrucht veroorken atau vrucht doden)

Dalam pelaksanaan aborsi, banyak cara yang digunakan baik itu yang sesuai dengan protokol medis maupun cara-cara tradisional, yang dilakukan oleh dokter, bidan maupun pihak-pihak yang sebenarnya tidak ahli dalam melakukannya yang mencari keuntungan semata. Padahal seharusnya, aborsi hanya boleh dilakukan untuk tindakan medis dengan maksud menyelamatkan nyawa ibu, contohnya keracunan kehamilan atau pre-eklampsia. Tiap tahunnya, berjuta-juta perempuan Indonesia mengalami kehamilan yang tidak direncanakan,

1

http;//www.yakita.or.id/aborsi1.htm, Aborsi, Tanggal 20 April 2009

2

Musa Perdana Kusuma, Bab-bab Tentang Kedokteran Forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, Hal. 192.


(13)

dan sebagian darinya memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka dengan aborsi walaupun telah dengan tegas dalam undang-undang bahwa aborsi adalah tindakan legal kecuali karena adanya indikasi kedaruratan medis. Pada saat ini banyak tenaga medis yang terlibat secara langsung dalam tidakan aborsi. Ada yang terlibat dengan perasaan ragu-ragu dan tetap membatasi pada kasus-kasus sulit yang menyudutkan mereka untuk mendukung pengguguran, namum ada pula yang melakukanya tanpa perasaan bersalah. Menghadapi situasi seperti ini, tenaga medis tetap harus berusaha menyadari tugasnya untuk membela kehidupan. Wanita yang mengalami kesulitan itu perlu dibantu dengan melihat jalan keluar lain yang bukan pengguguran langsung. Tenaga medis hanya berani menolak pengguguran langsung dengan indikasi sosial-ekonomi. Kesulitan sosial-ekonomi semestinya diperhatikan secara sosial-ekonomi, bukan dengan pengguguran secara langsung.

Selama puluhan tahun aborsi, telah menjadi permasalahan bagi perempuan karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik itu moral, hukum, politik, dan agama. Kemungkinan terbesar timbulnya permasalahan tersebut berakar dari konflik keyakinan bahwa fetus memiliki hak untuk hidup dan para perempuan memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dalam hal ini melakukan pengguguran kandungan. Perkembangan konflik yang tidak kunjung mendapatkan titik temu mengakibatkan munculnya penganut paham pro-life yang berupaya mempertahankan kehidupan dan pro-choice yang mendukung supaya perempuan mempunyai pilihan untuk menentukan sikap atas tubuhnya dalam hal ini


(14)

aborsi.3

Dari segi huku m positif yang berlaku di Indonesia, masih ada perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak asasi manusia

Mencuatnya permasalahan aborsi di Indonesia, agaknya perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak yang memberikan alternatif solusi yang tepat.

Pertentangan moral dan agama merupakan masalah terbesar yang sampai sekarang masih mempersulit adanya kesepakatan tentang kebijakan penanggulangan masalah aborsi. Oleh karena itu, aborsi yang ilegal dan tidak sesuai dengan cara-cara medis masih tetap berjalan dan tetap merupakan masalah besar yang masih, mengancam. Adanya pertentangan baik secara moral dan kemasyarakatan dengan secara agama dan hukum membuat aborsi menjadi suatu permasalahan yang mengandung kontoroversi. Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil perkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun.

3

Loqman, Loebby, 2003, Jurnal Obsetri dan Ginekologi Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Yogyakarta, Hal 232.


(15)

(HAM). Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak. Sebelum keluarnya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan ketentuan mengenai aborsi diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992. Dimana dalam ketentuan UU kesehatan memuat tentang aborsi yang dilakukan atas indikasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan bayi lahir cacat sehinga sulit hidup diluar kandungan.

Sebelum terjadinya revisi undang-undang kesehatan masih banyak perdebatan mengenai aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan. Hal itu dikarenakan tidak terdapat pasal yang secara jelas mengatur mengenai aborsi terhadap korban perkosaan. Selama ini banyak pandangan yang menafsirkan bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan indikasi medis sehingga dapat dilakukan karena gangguan psikis terhadap ibu juga dapat mengancam nyawa sang ibu. Namum dipihak lain ada juga yang memandang bahwa aborsi terhadap korban perkosaan adalah aborsi kriminalis karena memang tidak menbahayakan nyawa sang ibu dan dalam Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tidak termuat secara jelas didalam pasalnya. Dengan keluarnya revisi undang-undang kesehatan maka mengenai legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan telah termut dengan jelas di dalam Pasal 75 ayat 2 UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adapun Ketentuan yang berkaitan degan soal aborsi dan penyebabnya dapat dilihat pada


(16)

KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349 yang memuat jelas larangan dilakukannya aborsi sedangkan dalam ketentuan Undang-Undang kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur ketentuan aborsi dalam Pasal 76,77,78. Terdapat perbedaan antara KUHP dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam mengatur masalah aborsi. KUHP dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, sedangkan UU Kesehatan memperbolehkan aborsi atas indikasi kedaruratan medis maupun karena adanya perkosaan. Akan tetapi ketentuan aborsi dalam UU No. 36 Tahun 2009 tetap ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, misalnya kondisi kehamilan maksimal 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir. Selain itu berdasarkan Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009, tindakan medis (aborsi), sebagai upaya untuk menyelamatkan ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli. Hal tersebut menunjukan bahwa aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum. Namun keadaan ini bertentangan dengan Undang-undang Hak Asasi Manusia Pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan. Dalam hal ini dapat dilihat masih banyak perdebatan mengenai legal atau tidaknya aborsi dimata hukum dan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas dapat kita lihat bahwa masih terdapat banyak pertentangan mengenai permasalahan aborsi ini , hal ini dapat dilihat dari adanya pihak-pihak yang mendukung dilakukanya legalisasi aborsi karena berkaitan dengan kebebasan wanita terhadap tubuhnya dan hak reproduksinya dan dilain pihak ada pandangan yang kontra terhadap aborsi kareana setiap janin dalam


(17)

kandungan mempunyai hak untuk hidup dan tumbuh sebagi manusia nantinya. Selain itu dari uraian diatas terdapat suatu celah yang sebenarnya melegalkan

aborsi hal ini dapat dilihat dari berlakunya hukum positif yang memuat dapat dilakukannya aborsi berdasarkan ketentuan, terutama yang termuat dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009. Untuk itu penulis akan mengangkat permasalahan bagaimana tinjauan aborsi bila dikaitkan dengan Undang-undang kesehatan. Yang berjudul ”Tinjauan Yuridis Tentang Aborsi ditinjau Dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah tinjauan tentang aborsi bila dikaitkan dengan hak asasi manusia dan hak janin untuk hidup?

2. Bagaimanakah tinjauan yuridis aborsi berdasarkan undang-undang kesehatan dan legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan?

3. Bagaimanakah pendapat umum masyarakat tentang aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dan legalisasi terhadap aborsi?

C . Tujuan dan Manfaat penulisan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana tinjaun tentang aborsi bila dikaitkan dengan hak asasi manusia dan hak janin untuk hidup dan dilindungi


(18)

2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan tentang aborsi provokatus medicalis

dan aborsi provokatus criminalis ditinjau dari undang-undang kesehatan dan bagaimana tinjauan tentang legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan dan pandangan agama

3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dan pandangan masyarakat tentang legalisasi aborsi

Manfaat yang dapat diperoleh dan diketahui dari penulisan skiripsi ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Pembahasan terhadap masalah yang akan dibahas dalam skiripsi ini tentu akan menambah pemahaman dan pandangan masyarakat tentang aborsi dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia

2. Manfaat praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk:

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, peradilan dan praktisi hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah bagaimana pandangan masyarakat tentang aborsi untuk memutus dan menyelesaikan perkara-perkara yang sedang dihadapi

b. Sebagai informasi bagi masyarakat terhadap pelarangan tindakan aborsi kriminalis kecuali aborsi criminalis yang dilakukan oleh korban perkosaan c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu


(19)

C. Keaslian

Sepanjang yang pernah ditelusuri dan diketahui dilingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Tinjaun Yuridis Tentang Aborsi Ditinjau Dari Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang kesehatan” belum pernah ditulis. Dengan demikian, penulisan skiripsi ini adalah asli

E. Tinjauan Kepustakaan

1.

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah ”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Aborsi provocatus

merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social, Studies anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu.”

Pengertian aborsi

4

Di Indonesia belum ada batasan resmi mengenai pengguguran kandungan (aborsi). ”aborsi didefenisikan sebagai terjadinya keguguran janin; melakukan aborsi sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tidak mengiginkan bakal bayi yang dikandung itu)”5

4

http:www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm, Aborsi Dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan, Tanggal 22 April 2009

5

Js, Badudu, dan Sultan Mohamad Zair,1996, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hal 15.


(20)

Dewasa ini, dimana ilmu kedokteran sudah semakin maju, pengguguran kandungan atau aborsi ini dilakukan dengan cara penyedotan, menggunakan alat

suction pump ataupun curettage (pembersihan dengan kuret) yang berakibat pendarahan besar. Tindakan ini jelas mendatangkan risiko tinggi, belum lagi kemungkinan adanya infeksi

Pada dasarnya istilah aborsi digunakan untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Berdasarkan pandangan umum, suatu peristiwa dikatakan sebagai aborsi memberikan batas yaitu apabila feutus itu keluar dari kandungan sebelum 28 minggu hamil dan berat feutus yang keluar 1000 gram.6

Dan apabila merujuk dari segi kedokteran atau Medis, Keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Untuk lebih memperjelas maka berikut ini akan saya kemukakan defenisi para ahli tentang aborsi, yaitu:

7

a. Eastman: Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gr atau kehamilan kurang dari 28 minggu

b. Jeffcoat: Aborsi yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law

c. Holmer: Aborsi yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana plasentasi belum selesai

6

Manopo Abas, Aborsi, Kumpulan Naskah-Naskah Ilmiah dalam Simposium Aborsi di Surabaya, Departermen Kesehatan RI, Jakarta, 1974, Hal.20

7


(21)

Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar kandungan mempunyai berat 297 gram waktu lahir, akan tetapi berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka aborsi ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan, sebelum janin mencapai 500 gram atau kurang dari 20 minggu.

Kadangkala kehamilan seorang wanita dapat gugur dengan sendirinya tanpa adanya suatu tindakan ataupun perbuatan yang disengaja. Hal ini sering disebut dengan “keguguran” atau aborsi spontan. Ini sering terjadi pada ibu-ibu yang masih hamil muda, dikarenakan suatu akibat yang tidak disengaja dan diinginkan atupun karena suatu penyakit yang dideritanya. Secara umum , aborsi atau pengguguran kandungan dapat diartikan sebagai: “keluarnya pembuahan janin yang belum waktunya dari kandungan ibu dan belum dapat hidup diluar kandungan.“

Secara umum pengertian aborsi kriminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat hidup sendiri di luar kandungan. Pada umumnya janin yang keluar itu sudah tidak bernyawa lagi. Sedangkan secara yuridis abortus provokatus criminalis adalah setiap penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa memperhitungkan umur bayi dalam kandungan dan janin dilahirkan dalam keadaan mati atau hidup.

Bertolak pada pengertian di atas, dapatlah diketahui bahwa dalam aborsi ini ada unsur kesengajaan. Artinya, suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan agar kandungan lahir sebelum tiba waktunya. Menurut kebiasaan maka bayi dalam kandungan seorang wanita akan lahir setelah jangka waktu 9 bulan 10 hari. Hanya dalam hal tertentu saja seorang bayi dalam kandungan dapat lahir


(22)

pada saat usia kandungan baru mencapai 7 bulan atupun 8 bulan. Dalam hal ini perbuatan aborsi ini biasanya dilakukan sebelum kandungan berusia 7 bulan.

Menurut pengertian kedokteran, aborsi (baik keguguran maupun penggugur an kandungan) berarti terhentinya kehamilan yang terjadi di antara saat tertanamnya sel telur yang sudah (blastosit) dirahim sampai kehamilan 28 minggu. Batas 28 minggu dihitung sejak haid terakhir itu diambil karena sebelum 28 minggu, janin belum dapat hidup (viable di luar rahim).

Menurut hukum pengertian aborsi adalah lahirnya buah kandungan sebelum waktunya oleh suatu perbuatan yang bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan. Dalam pengertian ini, perhatian dititik beratkan pada kalimat “oleh suatu perbuatan seseorang yang bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan.

Menurut literatur ilmu hukum, telah terdapat kesatuan pendapat sebagai doktrin bahwa pengertian aborsi mempunyai arti yang umum tanpa dipersoalkan umur janin yang mengakhiri kandungan sebelum waktunya karena perbuatan seseorang.

Demikian antara lain pengertian aborsi atau pengguguran kandungan, baik pengertian menurut ilmu kedokteran, pengertian umum, maupun pengertian menurut ilmu hukum, bahwa pengguguran kandungan itu adalah suatu perbuatan yang sengaja dilakukan atau dilakukan sebelum waktunya.

2.

Menurut pakar agama pengguguran kandungan apapun alasannya merupakan suatu perbuatan yang dilarang. Dari sudut ilmu kedokteran, pengguguran kandungan pada usia berapapun juga, dilarang. Sebab begitu sperma bertemu dengan sel telur berarti telah terjadi pembuahan.


(23)

Secara umum, aborsi dapat dibagi dalam dua macam, yaitu pengguguran spontan (spontanueous aborsi) dan pengguguran buatan atau sengaja (aborsi provocatus), meskipun secara terminologi banyak macam aborsi yang bisa dijelaskan. Krismaryanto, menguraikan berbagai macam aborsi, yang terdiri dari:8 1. Aborsi/ Pengguguran kandungan Procured Abortion/ Aborsi Prvocatus/ Induced Abortion, yaitu penghentian hasil kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup diluar kandungan.

2. Miscarringe/ Keguguran, yaitu terhentinya kehamilan sebelum bayi hidup di luar kandungan (viabilty).

3. Aborsi Therapeutuc/ Medicalis, adalah penghentian kehamilan dengan indikasi medis untuk menyelamatkan nyawa ibu, atau tubuhnya yang tidak bisa dikembalikan.

4. Aborsi Kriminalis, adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain therapeutik, dan dilarang oleh hukum.

5. Aborsi Eugenetik, adalah penghentian kehamilan untuk meghindari kelahiran bayi yang cacat atau bayi yang mempunyai penyakit ginetis. Eugenisme adalah ideologi yang diterapkan untuk mendapatkan keturunan hanya yang unggul saja

6. Aborsi langsung-tak langsung, adalah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya secara langsung ingin membunuh janin yang ada dalam rahim sang ibu. Sedangkan aborsi tak langsung ialah suatu tindakan (intervensi medis)

8

C.B. Kusmaryanto,Kontoversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indonesia,Jakarta, 2002. Hlm 11-18


(24)

yang mengakibatkan aborsi, meskipun aborsinya sendiri tidak dimaksudkan dan bukan jadi tujuan dalam tindakan itu.

7. Selective Abortion. Adalah penghentian kehamilan karena janin yang dikandung tidak memenuhi kriteria yang diiginkan. Aborsi ini banyak dilakukan wanita yang mengadakan ”Pre natal diagnosis” yakni diagnosis janin ketika ia masih ada di dalam kandungan.

8. Embryo reduction (pengurangan embryo), pengguguran janin dengan menyisahkan satu atau dua janin saja, karena dikhawatirkan mengalami hambatan perkembangan, atau bahkan tidak sehat perkembanganya.

9. Partial Birth Abortion, merupakan istilah politis/hukum yang dalam istilah medis dikenal dengan nama dilation and extaction. Cara ini pertama-tama adalah dengan cara memberikan obat-obatan kepada wanita hamil, tujuan agar leher rahim terbuka secara prematur. Tindakan selanjutnya adalah menggunakan alat khusus, dokter memutar posisi bayi, sehingga yang keluar lebih dahulu adalah kakinya. Lalu bayi ditarik ke luar, tetapi tidak seluruhnya, agar kepala bayi tersebut tetap berada dalam tubuh ibunya. Ketika di dalam itulah dokter menusuk kepala bayi dengan alat yang tajam. Dan menghisap otak bayinya sehingga bayi mati. Sesudah itu baru disedot keluar

Dalam ilmu kedokteran aborsi dibagi atas dua golongan:9 a. Aborsi Spontanus atau ilmiah

Aborsi terjadi dengan sendirinya tanpa adanya pengaruh dari luar baik faktor mekanis ataupun medisinalis. Misalnya karena sel sperma atau sel

9

Taber Ben-zion, Kedaruratan Obsetetri dan Gonekologi, Penerbit EGC, Jakarta, 1994, Hal 56


(25)

telur tidak bagus kualitasnya, atau karena ada kelalaian bentuk rahim. Dapat juga disebabkan oleh karena penyakit, misalnya penyakit syphilis, infeksiakut dengan disertai demam yang tinggi pada penyakit malaria. Aborsi spontanus dapat juga terjadi karena sang ibu hamil muda, sementara ia melakukan pekerjaan yang berat-berat ataupun keadaan kandungan yang tidak kuat dalam rahim karena usia wanita yang terlalu muda hamil utaupun terlalu tua.

Aborsi spontan dibagi atas: 1. Aborsi komplektus

Artinya keluarnya seluruh hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.

2. Aborsi habitualis

Artinya aborsi terjadi 3 atau lebih aborsi spontan berturut-turut. Aborsi habitualis ini dapat terjadi juga jika kadangkala seorang wanita mudah sekali mengalami keguguran yang disebabkan oleh ganguan dari luar yang amat ringan sekali, misalnya terpeleset, bermain skipping (meloncat dengan tali), naik kuda, naik sepeda dan lain-lain. Bila keguguran hampir tiap kali terjadi pada tiap-tiap kehamilan, maka keadaan ini disebut “aborsi habitualis”.yang biasanya terjadi pada kandungan minggu kelima sampai kelimabelas.

3. Aborsi inkompletus

Artinya keluar sebagian tetapi tidak seluruh hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.


(26)

Yaitu penghentian kehamilan sengaja dengan cara apa saja sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu dapat bersifat terapi atau non terapi.

5. Aborsi insipiens

Yaitu keadaan perdarahan dari interauteri yang terjadi dengan dilatasi serviks kontinu dan progresif tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi sebelum umur kehamilan 20 minggu.

6. Aborsi terinfeksi

Yaitu aborsi yang disertai infeksi organ genital. 7. Missed Abortion

Yaitu aborsi yang embrio atas janinnya meninggal. Dalam uterus sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu tetapi hasil konsepsi tertahan dalam uterus selama 8 minggu atau lebih.

8. Aborsi septik

Yaitu aborsi yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dari produknya ke dalam sirkulasi sistematik ibu.

b. Aborsi Provokatus

Yaitu aborsi yang disengaja, yang dilakukan dengan maksud dan pertimbangan tertentu baik dengan memakai obat-obatan atau alat karena kandungan tidak dikehendaki.

Aborsi provocatus terdiri dari:10

1. Provocatus therapeutics/ aborsi medicalis

10

Ediwarman, Hukum Tentang Pengguguran Kandungan Menurut Pandangan Hukum pidana dan Hukum Islam, Fakultas Hukum-USU, Medan, 1996, Hal.4


(27)

Yaitu aborsi yang terjadi karena perbuatan manusia. Dapat terjadi baik karena di dorong oleh alasan medis, misalnya karena wanita yang hamil menderita suatu penyakit. Aborsi provokatus dapat juga dilakukan pada saat kritis untuk menolong jiwa si ibu, kehamilan perlu diakhiri, umpamanya pada kehamilan di luar kandungan, sakit jantung yang parah, penyakit TBC yang parah, tekanan darah tinggi, kanker payudara, kanker leher rahim. Indikasi untuk melakukan aborsi provokatus therapeuticum sedikit-dikitnya harus ditentukan oleh dua orang dokter spesialis, seorang dari ahli kebidanan dan seorang lagi dari ahli penyakit dalam atau seorang ahli penyakit jantung

2. Aborsi provokatus criminalis

Inilah aborsi yang dilakukan dengan sengaja, baik oleh siibu maupun oleh orang lain dengan persetujuan si ibu hamil. Hal ini dilakukan dengan alasan-alasan tertentu, misalnya malu mengandung karena hamil di luar nikah. Aborsi ini biasanya dilakukan demi kepentingan pelaku, baik itu dari wanita yang mengaborsikan kandunganya ataupun orang yang melakukan aborsi seperti dokter secara medis ataupun dilakukan oleh dukun beranak yang hanya akan mencari keuntungan materi saja

3.

Suatu peristiwa atau kejadian mesti ada penyebabnya, ada latar belakang atau alasannya. Demikian pula halnya dengan aborsi. Kesehatan merupakan faktor yang paling penting dalam kehidupan manusia, seorang wanita adakalanya mendapat gangguan pada kesehatannya apabila ia sedang mengandung, yang ada


(28)

kalanya kondisi tubuhnya tidak sanggup untuk terus mengandung. Jika kandungan itu tidak segera digugurkan, maka jiwa akan terancam. Dengan demikian, untuk menyelamatkan jiwa si ibu tersebut, maka tidak ada jalan lain selain melakukan aborsi. Biasanya tindakan ini dilakukan dirumah sakit, dan harus ditentukan apakah aborsi yang akan dilakukan itu benar-benar untuk menghindarkan ibu dari penyakit berat atau menghindarkan kematian akibat dari mengadung itu.

Untuk menentukan memberi izin atau menolak suatu aborsi merupakan suatu tanggung jawab yang berat. Keputusan demikian membutuhkan tidak saja pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit yang diderita, akan tetapi juga pengalaman yang luas dan pengetahuan banyak mengenai prognosa penyakit dalam kehamilan dan persalinan sehingga dapat menjadi alasan untuk melakukan aborsi.

Beberapa alasan, latar belakang mengapa kehamilan yang terjadi itu kemudian harus digugurkan, antara lain:

1. Alasan Medis

Adakalanya kelainan yang dapat membahayakan jiwa si ibu jika ia hamil, misalnya penyakit jantung. Meskipun sudah diperingatkan oleh dokter, adakalanya kehamilan terjadi tanpa direncanakan. Jika hal itu terjadi dokter dihadapkan kepada pilihan menolong jiwa si ibu dengan menggugurkan kandungan ataukah membiarkan janin tumbuh menjadi bayi, ibu meninggal. Ny Nani soewando, SH., memperinci alasan-alasan medis sebagai berikut:11

1. untuk menyelamatkan jiwa si ibu/wanita 2. untuk menjaga kesehatan ibu/wanita

11


(29)

3. untuk mencegah gangguan yang berat dan tetap terhadap kesehatan wanita 4. untuk mencegah bahaya terhadap kesehatan fisik atau mental wanita atau

salah satu anak dalam keluarga

5. untuk mencegah bahaya terhadap jiwa atau kesehatan wanita 6. untuk mencegah kelahiran dengan fisik atau mental yang berat

dari alasan-alasan tersebut di atas, alasan 1 dan 2 banyak Negara-negara yang melegalisasinnya, antara lain Negara Prancis, Swiss, Kanada, Pakistan, dan Thailand, sebagai alasan untuk memperbolehkan aborsi

2. Hamil Karena Perkosaan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, industrialisasi, modernisasi disertai sekularisme dan globalisasi, telah menyebabkan dampak negatip dalam kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri sebenarnya bebas nilai (tidak bernilai buruk atau baik). Yang membuat menjadi berakibat buruk adalah manusianya itu sendiri seperti media cetak dan elektronik. Kedua media itu dapat bernilai baik bila digunakan untuk maksud-maksud yang baik pula. Namum akan menjadi buruk jika digunakan untuk meyebarluaskan pornografi. Majunya teknologi dan ilmu pengetahuan baik dibidang komunikasi,transformasi dan telematika ada membawa dampak negatip bagi kehidupan masyarakat, seperti televisi, internet dan lain sebagainya. Kemajuan di bidang komunikasi dan transformasi kadagkala banyak disalahgunakan oleh masyarakat terutama dikalangan anak muda sehingga banyak memberikan dampak yang sangat buruk di dalam kehidupan bermasyarakat.

Akibat dampak negatip dari semuanya itu adalah meningkatnya kejahatan dikalangan masyarakat terutama para remaja, terutama kejahatan seks. Bila hal ini berlangsung terus dikwatirkan rusaknya moral pemuda kita yang nantinya diharapakan sebagai generasi penerus perjuangan bangsa. Kita tidak heran lagi mendengar berita-berita tentang perkosaan akhir-akhir ini terhadap seorang wanita. Diantara kasus-kasus perkosaan yang sering terjadi seringkali yang


(30)

menjadi korban adalah gadis dibawah umur. Ada lagi juga dilakukan oleh ayah terhadap anak kandungnya sendiri. Semua itu mengajak kita untuk senantiasa waspada dan mawas diri. Apabila perbuatan-perbuatan tersebut diatas menyebabkan hamilnya wanita yang bersangkutan bagaimana bayi dalam kandungan tersebut? Akankah diminta pertanggung jawaban dari orang yang melakukan perbuatan itu? mungkin, maka jalan yang ditempuh adalah melakukan aborsi. Yang menjadi pertanyaan lain adalah haruskah seorang yang menjadi korban perkosaan yang hamil melakukan aborsi terhadap janin yang dikandungnya. Hal tersebut kembali kepada korban tersebut, untuk itu sebelum mengambil sikap untuk menggugurkan kandungan korban perlu mendapatkan perhatian yang lebih, terutama dari konsultan ataupun dukungan moril dari keluarga. Karena aborsi diharapakan dapat menjadi jalan terakhir dari permasalahan tersebut. Karena bagaimanapun bayi yang dikandung akibat perkosaan tidak bersalah.

3. Bayi yang dikandung cacat

Kemajuan teknologi kedokteran telah memungkinkan manusia mengetahui janin sejak masih dalam kandungan. Bukan saja tentang jenis kelaminnya saja, tetapi juga tentang apakah janin tersebut menderita cacat atau tidak. Salah satu cacat berat yang dapat dideteksi sejak dini adalah kelainan fisik atau mental yang disebut sebagi sindroma down. 12

12

Kartono Muhammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangan Terhadap Bioetika, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hal. 53


(31)

Pada kelainan ini, selain terdapat kelainan fisik yang berat, juga terdapat kelainan perkembangan mental yang sangat terlambat (idiot). Dimana anak tersebut jika lahir kedunia akan selalu tergantung pada orang lain.

Selain sindroma Down, adanya kepala tidak berkembang (anensefali ) atau cairan otak tersumbat (hidrosefalus) juga dapat dideteksi sejak janin masih di dalam kandungan. Dalam keadaan seperti ini, dokter tidak dapat mengelakkan diri dari keharusan memberitahukan hal itu kepada orangtuanya, agar mereka siap mental menghadapi serta dapat menentukan rencana kedepan. Ada kemungkinan pasangan orangtua itu lebih memilih untuk mengugurkan kandungannya

4. Sosial ekonomi

Tidak dapat kita pungkiri kebutuhan manusia semakin lama semakin meningkat. Sedangkan untuk memuaskan kebutuhan tersebut kadangkala terdapat banyak keterbatasan. Berdasarkan survey yang telah dilakukan maka salah satu penyebab aborsi adalah karena kemiskinan, dimana seseorang melakukan aborsi karena tidak sanggup untuk membiayai kehidupan anak tersebut kelak, sehingga jalan yang diambil adalah dengan melakukan aborsi

5. Hamil diluar nikah

Kemajaun zaman yang terus berkembang pada saat ini membuat pergaulan diantara masyarakat terutama anak muda semakin tidak terkontrol. Perlakuan dan tingkah negatip yang dilarang dalam norma-norma dalam masyarakat pun menjadi tren dikalangan anak muda saat ini. Salah satunya adalah seks bebas diantara anak muda yang nantinya akan menyebabkan kehamilan diluar nikah. Salah satu jalan yang ditempuh ketika seseorang wanita hamil diluar nikah adalah aborsi. Aborsi


(32)

dilakukan karena tidak adanya kesiapan untuk mempunyai anak dan rasa malu kepada masyarakat kerena hamil diluar nikah

4.

Secara terperinci dapat digambarkan resiko yang terjadi akibat aborsi yang dilakukan secara serampangan adalah:

Akibat Aborsi

Melakukan aborsi bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang ringan, oleh karena perbuatan ini dilakukan secara tidak hati-hati, akan dapat mengakibatkan hilangnya jiwa si wanita yang mengandung tersebut. Aborsi yang dilakukan oleh tenaga medis yang ahli sebenarnya juga memiliki resiko yang sangat besar dan kapan saja dapat membahayakan nyawa ibu apalagi bila aborsi itu dilakukan oleh orang yang tidak punya keahlian tentang kandungan, misalnya tukang pijat, dukun yang hanya mengandalkan pengetahuan berdasarkan pasangan saja. Akan tetapi inilah yang sering terjadi dalam masyrakat terutama aborsi provokatus criminal dimana aborsi dijadikan sebagai suatu konsep saling menguntungkan anatara satu pihak dengan pihak lain.

Aborsi atau pengguguran kandungan adalah dilema yang sekarang menjadi fenomena sosial. Permintaan penggugaran kandungan semakin lama semakin banyak, sementara aborsi yang dilakukan dengan legal membutuhkan prosedur yang sangat sulit. Yang kemudian mengkhawatirkan karena tidak adanya praktek resmi yang khusus menangani aborsi, maka praktek gelap atau yang illegal berkembang pesat. Padahal, selain keamanannya tidak terjamin, praktek ini ada kalanya membuka peluang pemerasan.

13

13


(33)

1. Pendarahan yang disebabkan luka berkepanjangan, sehingga menyebabkan shock yang bila tidak cepat diatasi akan mengakibatkan kematian

2. Penyumbatan pembuluh darah oleh gelembung udara (emboli udara). Ini disebabkan banyaknya pembuluh darah yang terbuka pada luka selaput lendir rahim. Gelembung udara bias leluasa masuk dan ikut beredar bersama aliran darah. Seandainya tiba pada pembuluh darah ynag lebih kecil pada alat-alat vital seperti paru-paru, otak, jantung, ginjal, serta lainnya, dimana hal itu dapat menyebabkan kematian

3. Perobekan dinding rahim oleh alat-alat yang dimasukkan ke dalamnya atau injakan dan tekanan yang dipaksakan sekiranya rahim telah robek, maka terjadilah penumpukan darah yang makin lama makin kotor dan akhirnya menjadi shock karena kehilangan banyak darah

4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh

5. Telah berulang kali operasi cesar

6. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll

7. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat

8. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal

9. Kerusakan leher rahim yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya 10. Kanker payudara kerena ketidakseimbangan hormone estrogen pada wanita 11. Kanker indung telur

12. Kelainan pada plasenta/ ari-ari (placenta previa) yang akan memyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya

13. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi

14. Ganguan jiwa dsertai degan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus ini sebelum melakukan aborsi harus berkonsultasi dengan psikiater

Selain itu dampak yang diatas salah satu akibat yang paling bahaya dari aborsi tidak aman ini adalah kematian ibu hamil. Data WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Dengan kata lain, 1 dari 8 ibu meninggal dunia akibat aborsi yang tidak


(34)

aman sedangakan, Departemen Kesehatan mencatat aborsi tak aman memberikan kontribusi 30-50 persen pada AKI di Indonesia. 14

Tempo 20 juli 2008

F. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang dikemukakan yang bertujuan untuk mendeskriptifkan secara konkret tentang tinjauan yuridis terhadap aborsi ditinjau dari Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009. Pendekatan penelitian ini dilakukan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yaitu penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan selanjutnya melihat secara obyektif melalui ketentua-ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta melihat kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan masyarakat yakni lingkungan-lingkungan kampus dan lingkungan-lingkungan rumah sakit dan praktek Psikiater

3. Sumber Data

Penelitian ini data yang dikumpulkan untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan dalam pengolahan data yang bersumber dari

a. Data primer, yakni merupakan data pokok yang bersumber dari responden yang ditetapkan untuk itu, berdasarkan wawancara terhadap beberapa dokter kandungan


(35)

b. Data sekunder, yakni data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Kesehatan No. 39 Tahun 2009 dan buku-buku literature yang menyangkut aborsi

c. Data tersier, yaitu semua dokumen berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukun primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus

4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data adalah

a. Studi pustaka dengan cara mempelajari literature-literatur buku tentang aborsi

b. Wawancara secara langsung kepada responden.

1. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat umum dalam hal mencari tahu pandangan masyarakat terhadap aborsi, dokter kandungan yang pernah melakukan aborsi, dokter ahli kejiwaan, dan tenaga-tenaga kesehatan yang pernah membantu aborsi

2. Penentuan responden ini dilakukan secara acak dengan tidak melihat wilayah hukumnya, artinya responden ditetapkan dari beberapa tempat yang berbeda. Penentuan secara acak dimaksud adalah dengan bantuan siapa saja yang memberi informasi tentang pandangan mereka tentang aborsi

c. Quesioner (daftar pertanyaan) degan cara membagikannya kepada responden


(36)

Data akan dianalisis secara kualitatif degan mempelajari jawaban dari responden. Karena sifat penelitian adalah deskriptif maka semua data yang dikumpul dan diseleksi serta dianalisis sedang data yang diperoleh di lapangan akan di edit sesuai dengan data yang diperlukan sehingga akan diperoleh gambaran dalam prakteknya terhadap permasalahan yang ingin dijawab

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai dalam melakukan penulisan skiripsi. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan penulisan skiripsi ini. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah pembaca unutk memahami dan mengerti isi dari skiripsi ini. Keseluruhan skipsi ini meliputi 5 (lima) bab yang secara garis besar isi dari bab perbab diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang, permasalaahn, tujuan dan manfaat penulisan, tinjaun kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II : ABORSI DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA DAN HAK JANIN UNTUK HIDUP

Dalam bab ini akan diuraikan tentang bagaimana tinjauan tentang aborsi bila dikaitkan dengan hak asasi manusia terutama hak wanita atas tubuhnya dan hak reproduksi wanita dan juga bagaimana tinjauan tentang aborsi bila dikaitkan dengan hak janin untuk hidup


(37)

BAB III : TINJAUAN YURIDIS ABORSI BERDASARKAN

UNDANG UNDANG KESEHATAN No. 36 TAHUN 2009 DAN LEGALISASI ABORSI TERHADAP KORBAN PERKOSAAN

Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana tinjauan tentang aborsi bila dikaitkan dengan undang-undang kesehatan dan legalisasi aborsi terhadap korban perkosaan

BAB IV : PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KORBAN PERKOSAAN

Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana pandangan masyarakat terhadap aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap legalisasi aborsi di Indonesia.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir yang memuat kesimpulan dan saran setiap permasalahan.


(38)

BAB II

TINJAUAN TENTANG ABORSI BILA DIKAITKAN DENGAN

HAK ASASI MANUSIA DAN HAK JANIN UNTUK HIDUP

A . Tinjauan tentang aborsi dikaitkan dengan Hak asasi manusia

Dewasa ini, hampir setiap hari gencar didengung-dengungkan agar kita menghormati hak asasi manusia. Bahkan, kini semakin disadari bahwa kejahatan yang paling menakutkan ialah kejahatan melawan hak asasi manusia, kejahatan melawan kemanusiaan (crime against humanity).15

Pelanggaran dan pengingkaran HAM bukan saja merupakan tragedi yang bersifat pribadi melainkan dapat menimbulkan keresahan sosial dan bahkan menimbulkan ketegangan antar masyarakat dan negara. Di dalam Piagam HAM PBB dalam hal ini menyatakan: ”respect for human rights and human dignity is the

HAM yang kita kenal sekarang berasal dari sejarah panjang berlatar belakang budaya barat, yang muaranya pada Universal Declaration Of Human Rights, yang ditandatangani PBB pada 10 Desember 1948. Menjadi tonggak sejarah perjuangan HAM yang diakui dan harus dilindungi oleh Negara-negara anggota PBB. HAM menjadikan kepatuhan bagi negara untuk melindungi semua hak asasi rakyatnya. Hal ini menampakkan pada tata pergaulan antar bangsa, HAM berposisi sebagai isu global, dimana keberadaban suatu bangsa atau negara diukur dari jaminan HAM terhadap warganya.

15

J. Guwandi, S.H. , Hak Asasi Manusia Dalam Persetujuan Tindakan Medik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1995, hlm. 7-8


(39)

pondation of freedom, juctice, and peace in the world”.16

Dalam era global ini tak bisa satu negara pun yang menutup diri, pasti terjadi interdependensi antar negara, maka dibutuhkan hubungan antar pemerintah, dengan konsekuensi menerima dan mengadopsi asas-asas hukum internasional sebagai bagian dari hukum nasional, termasuk instrument internasional mengenai HAM. Kendalanya belum biasanya peradilan kita untuk menggunakan instrumen-instrumen dan konvensi-konvensi internasional sebagai sumber hukum, dan juga konvensi internasional tentang HAM masih sedikit yang

Dimana dalam deklarasi yang penting yang mendasari HAM pada umumnya adalah pernyataan bahwa”semua orang lahir dengan kebebasan dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama”selain itu, “hak-hak-hak-hak dan kebebasan dalam deklarasi menjadi hak-hak bagi siapapun tanpa pengecualian, baik berdasarkan jenis kelamin, bangsa, warna kulit, agama, suku dan ras.

Manusia memiliki hak-hak dasar untuk hidup, martabat dan pengembangan kepribadiannya, yang menjadikan tonggak HAM yang berasal dari akal, kehendak dan bakat manusia. Apabila ingin mensejahterakannya memerlukan instrumen dari orang-orang berupa pemerintah, yang sekaligus merupakan agen dari masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah diciptakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat termasuk warganya. Tentunya pemerintah di sini yang “good governance” dan disertai dengan partisipasi segenap komponen masyarakat.

16 Titon Slamet Kurnia, Reparasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 22


(40)

telah diratifikasi. Yang telah diratifikasi di antaranya.17

Hidup adalah syarat sine qua non (syarat mutlak) untuk mewujudkan dan mengembangkan seluruh potensi, aspirasi dan mimpi-mimpi seorang manusia. Hidup adalah syarat dasar untuk memperkembangkan diri menjadi individu dan - Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women, - Convention on the Political Rights of Human,

- Convention on the Rights of the Child,

- International Convention against Apartheid in Sport.

Apabila orang berbicara mengenai hak asasi manusia, tentu saja mengenai hak asasi manusia yang hidup, sebab orang yang mati tidak mempunyai hak asasi lagi. Segala pembicaraan mengenai hak asasi manusia, misalnya hak untuk berbicara dan mengekspresikan pendapat, hak untuk memilih agama, hak untuk merasa aman, hak untuk memilih pemimpin dan sebagainya, dibicarakan dalam kerangka dan demi manusia yang hidup. Bahkan ada orang yang menyatakan bahwa manusia berhak untuk mati atas kehendak sendiri (euthanasia). Akan tetapi bagaimanapun juga, hak untuk mati inipun hanya dipunyai oleh manusia yang hidup. Maka “hak untuk hidup” menjadi syarat utama dan mendasar ketika membicarakan mengenai hak asasi manusia. Oleh karena itu, sebelum orang ribut mengenai pelaksanaan hak asasi manusia, orang harus lebih dulu menghormati hak yang paling mendasar yaitu hak untuk hidup. Baru ketika hak paling dasar ini sudah dihormati dan dipraktikkan, baru kita bisa beranjak kelevel berikutnya, yakni hak-hak asasi yang lainnya. Bagi seorang manusia, hidup adalah nilai fundamental untuk merealisasikan nilai-nilai lainnya.

17


(41)

pribadi sehingga menjadi dewasa. Oleh karena itu, hak untuk hidup adalah hak pertama dari semua hak asasi manusia lainnya.

Penghormatan terhadap hak untuk hidup adalah kondisi dasar supaya manusia bisa berfungsi dengan semestinya. Memang benar bahwa selain hidup fisik manusia, masih ada banyak nilai hidup, meskipun adalah hak hidup yang paling fundamental, tidak selalu menjadi hak yang paling tinggi, atau demi mencapai nilai yang lebih tinggi, misalnya demi tanah air, demi orang yang dikasihi dan lain sebagainya. Akan tetapi, disini ada faktor esensial yang tidak boleh dilupakan, yakni persetujuan pribadi. Orang tidak boleh dikorbankan dengan alasan apapun tanpa persetujuan dari dirinya yang diserahi tugas untuk menjaga hidupnya. Dengan alasan-alasan tertentu yang luhur, bisa dibenarkan kalau ada orang yang mengorbankan hidupnya. Akan tetapi, tidak pernah bisa dibenarkan kalau hidup manusia dikorbankan demi alasan tertentu. Maka penghormatan terhadap hak asasi untuk hidup menjadi prasyarat utama untuk suatu masyarakat yang bermartabat dan berbudaya luhur.

Tren kekinian yang juga berentetan jauh kebelakang dengan tradisi dan budaya masyarakat di negara-negara telah terjadi diskriminasi ataupun dominasi dari sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, terutama yang berkaitan dengan jenis–kelamin, sehingga menimbulkan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap HAM, dan wanitalah yang menjadi korban.18

18

Titon Slamet Kurnia, S.H., M.H, Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai Ham di Indonesia, PT Alumni, Bandung, hlm 34

Dalam hal ini terkait dengan masalah reproduksi pada wanita, yang mengganggu atau merugikan kesehatannya, sehingga tidak ada jaminan tentang hak-reproduksi.


(42)

Kemudian, telah muncul berbagai upaya dan perjuangan untuk menentang penindasan dan kesewenangan tersebut, yakni perjuangan penyetaraan gender. Dalam konteks seperti itu, menjadi penting pemahaman HAM yang akan dikaitkan dengan kesehatan reproduksi.

Ditinjau dari perspektif HAM, seorang wanita mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan aborsi karena merupakan bagian dari hak kesehatan reproduksi yang sangat mendasar.19 Di dalam Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 72 juga memuat ketentuan mengenai jaminan setiap orang untuk melakukan reproduksi. Namum dalam hal ini Aborsi merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari bagi wanita yang tidak menginginkan kehamilannya karena adanya beberapa alasan tertentu. Reproduksi merupakan fungsi dari makhluk hidup untuk menurunkan generasi penerusnya, dengan secara alamiah dilengkapi dengan organ-organ yang secara biologis untuk itu. Demikian juga manusia, penentuan perilaku reproduksi berasal dari hormon-hormon yang dimilikinya dan juga adanya alat-alat reproduksi, yang antara betina dan jantan berbeda, untuk memfungsikannya dengan melakukan hubungan seksual. Secara biologis, cara hormon berinteraksi dengan perilaku seksual pada manusia tidak berbeda pada binatang. Yang membedakan adalah manusia dapat melakukan pengendalian dengan pikirannya. Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan.20

19

Ibid, hlm 35

20

Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009


(43)

berarti bahwa orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan keinginannya, kapan dan frekuensinya. Dalam hal terakhir termasuk, hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mengakses terhadap cara-cara KB yang aman, efektif, terjangkau, dan dapat diterima sebagai pilihannya, serta metoda-metoda lain yang dipilih yang tidak melawan hukum, dan hak untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat, yang memungkinkan para wanita mengandung dan melahirkan anak dengan selamat, serta kesempatan memiliki bayi yang sehat (ICPD- Kairo,1994). 21

21

Titon Slamet Kurnia. S.H., Op.cit., hlm 45

Membicarakan kesehatan reproduksi tak terpisahkan dengan soal hak reproduksi, kesehatan seksual, dan hak seksual.

Hak reproduksi adalah bagian dari hak asasi yang meliputi hak setiap pasangan dan individual untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah, jarak, dan waktu kelahiran anak, serta untuk memiliki informasi dan cara-cara untuk melakukannya. Kesehatan seksual yaitu suatu keadaan agar tercapai kesehatan reproduksi yang mensyaratkan bahwa kehidupan seks seseorang itu harus dapat dilakukan secara memuaskan dan sehat dalam arti terbebas dari penyakit dan gangguan lainnya. Terkait dengan ini adalah hak seksual, yakni bagian dari hak asasi manusia untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terhadap semua hal yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan.


(44)

Prinsip dasar dalam hak seksual dan reproduksi:22

1. Bodily integrity, hak atas tubuh sendiri, tidak hanya terbebas dari siksaan dan kejahatan fisik, juga untuk menikmati potensi tubuh mereka bagi kesehatan, kelahiran, dan kenikmatan seks aman,

2. Personhood, mengacu pada hak wanita untuk diperlakukan sebagai aktor dan pengambil keputusan dalam masalah seksual dan reproduksi dan sebagai subyek dalam kebijakan terkait,

3. equality, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan antar perempuan itu sendiri, bukan hanya dalam hal menghentikan diskriminasi gender, ras, dan kelas, melainkan juga menjamin adanya keadilan sosial dan kondisi yang menguntungkan bagi perempuan, misalnya akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi,

4. diversity, penghargaan terhadap tata nilai, kebutuhan, dan prioritas yang dimiliki oleh para wanita dan yang didefinisikan sendiri oleh wanita sesuai dengan keberadaannya sebagai pribadi dan anggota masyarakat tertentu.

Berkaitan dengan masalah reproduksi yang dimiliki setiap orang terutama wanita maka tentunya akan membuka peluang bagi seorang wanita untuk melakukan aborsi apabila ia tidak menginginkan janin yang dikandungnya apalagi jika dikaitkan dengan hak wanita atas tubuh ynag dimilikinya dimana setiap wanita berhak menentukan apa yang dilakukan pada tubuhnya. Apakah HAM seperi ini yang dimaksudkan oleh undang-undang?. Bagaimana jika dikaitkan dengan hak janin untuk hidup, bukankan manusia juga awalnya adalah janin yang

22


(45)

diberikan hak untuk hidup sehingga dapat tumbuh menjadi manusia. Tentuanya hak yang dimaksud adalah hak yang memang dapat dipertanggung jawabkan kepada hukum walaupun hak tersebut berhubungan dengan hal paling pribadi dalam diri seseorang termasuk hak untuk bereproduksi tetap harus sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak bertentangan nilai-nilai norma kemasyarakatan.

Masalahnya menjadi sangat berbeda apabila kehamilan itu benar-benar mengancam hidup sang ibu. Dalam kasus ini, aborsi bisa dibenarkan berdasarkan prinsip legalimate defense (pembelaan diri yang sah).23

Masih dalam garis yang sama, bisa dikatakan juga bahwa dalam kehamilan yang membahayakan hidup si ibu, kita dihadapkan pada persaingan antar dua persona yang sama-sama bernilai, tetapi berada pada jalan yang buntu. Dan kemungkinan untuk hidup itu dapat ditentukan oleh orang lain siapa yang harus diselamatkan. Pada prisipnya, kalau kedua-duanya bisa diselamatkan, maka keduanya harus diselamatkan. Akan tetapi, kalau sampai harus memilih, maka

Orang berhak untuk membela diri terhadap serangan orang lain yang jelas-jelas mengancam hidupnya, juga seandainya di dalam mempertahankan diri itu si agressor terpaksa terbunuh, sebab secara objektif memang tidak ada jalan lain kecuali si aggressor terbunuh. Disini perlu digaris bawahi bahwa tujuannya ialah untuk mempertahankan diri, yakni mempertahankan hidupnya. Dalam kasus kehamilan yang berbahaya, membunuh janin tersebut bukanlah menjadi tujuan perbuatan itu. Tujuan perbuatan itu adalah menyelamatkan hidup ibu, dan kematian janin hanyalah efek dari perbuatan tersebut, yang secara objektif terpaksa harus terjadi.

23

CB. Kusmaryanto, SCJ, Kotroversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002 hlm 85


(46)

hidup yang bisa diselamatkan harus lebih diutamakan daripada yang tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu, kalau indikasi medis menjelaskan bahwa melangsungkan kehamilan itu akan mematikan baik ibu maupun anaknya, maka menyelamatkan ibunya tentu saja bisa dibenarkan secara moral, karena si ibu juga mempunyai hak untuk tetap hidup. Demikian pula, apabila melanjutkan kehamilan berarti kematian ibunya dan penghentian kehamilan (aborsi) bisa menyelamatkan ibunya, maka menyelamatkan ibunya tentu bisa dibenarkan secara moral. Bagaimana kalau secara medis yang terancam hanya hidup ibunya sedangkan anaknya tidak? Apakakah lebih baik menyelamatkan anaknya?. Dalam kasus-kasus tertentu, bisa saja dibenarkan kita memilih menyelamatkan bayinya, misalnya wanita hamil yang mengalami kecelakaan dan harapan hidupnya sangat kecil sedangkan dokter mengatakan kemugkinan hidup anak secra medis lebih besar dibandingkan dengan ibunya. Dalam situasai semacam ini, bisa dibenarkan mengadakan intervensi medis untuk menyelamatkan bayinya, meskipun mengakibatkan kematian ibunya.

Lepas dari analogi diatas, orang sering membuat pembenaran untuk melakukan aborsi, dengan berpandangan bahwa aborsi adalah pelaksanaan otonomi pribadi seorang wanita untuk mengatur tubuhnya sendiri, menentukan sendiri apa yang baik dan buruk untuk tubuhnya. Namum menurut argument ini masih banyak sekali terdapat kelemahan yang didasarkan pada prinsip, berikut ini:

Pertama, memang benar bahwa semua orang berhak mengatur tubuhnya sesuai dengan apa yang dipandang baik oleh sang empunya tubuh. Bahkan seorang dokter pun tidak berhak melakukan intervensi medis pada tubuh seorang pasien tanpa izin dari yang empunya tubuh. Akan tetapi, harus diingat bahwa


(47)

janin bukanlah bagian dari tubuh wanita, karena itu sang ibu tidak berhak untuk mengaturnya. Memang benar sel telur itu keluar dari tubuhnya, dan selama belum keluar dari indung telurnya maka ia merupakan bagain dari tubuhnya. Akan tetapi, begitu sel telur itu dibuahi, ia menjadi entitas yang lain sama sekali, dan bukan bagian dari ibunya. Sebagaimana sudah kita lihat dalam bab sebelumnya, bahwa sejak pembuahan, si janin sudah mempunyai kode genetik yang lain. Ia sama sekali lain dengan bapaknya dan ibunya. Percampuran kromoson dari bapak-ibunya yang sama-sama menyumbangkan separuh untuk anaknya tersebut, ternyata membentuk seorang manusia yang unik, yang tidak ada duanya. Ia adalah keunikan golongan darah, struktur tulang, wajah , kepribadian dan sebagainya.

Kalau benar janin adalah bagian dari ibunya, maka harus dikatakan bahwa si ibu mempunyai 4 kaki, 4 tagan, 2 wajah, dan bila janinya laki-laki maka dia mempunyai alat kelamin ganda, pria dan wanita. Benarkah demikian? Program pembuahan artificial, khususnya surrogate mother (ibu yang dititpi janin orang lain), akan lebih mengaris bawahi keterpisahan ini. Kalau ovum orng berkulit putih dibuahi oleh sperma orang berkulit putih, meskipun sesudah pembuahan dimasukkan ke dalam rahim orang berkulit hitam, si bayi akan tetap akan lahir berkulit putih. Secara genetis si ibu kulit hitam itu tidak mempengaruhi apa-apa terhadap si bayi tersebut, meskipun si bayi berada selama 9 bulan di dalam kandungannya, dan makan dari gizi yang dimakan si ibu yang berkulit hitam tersebut. Jadi, bagaimanapun juga, sesudah sel telur itu dibuahi, ia akan menjadi entitas yang berbeda dari ibunya. Ia bukan bagian dari ibunya lagi, karena itu si ibu tidak berhak untuk mengaturnya sebagaimaan ia mengatur tubuhnya sendiri.


(48)

bagi semua orang. Yang mempunyai hak itu bukan hanya ibu yang mengandung, tetapi semua orang, baik ynag mengandung maupun yang tidak mengandung. Pelaksanaan hak itu tentu saja bisa dibenarkan sejauh tidak mengganggu pelaksanaan hak yang sama dari orang lain. Dengan kata lain, pelaksanaan hak itu tidak pernah bisa dibenarkan kalau pelaksanaanya mengganggu pelaksanaan hak orang lain. Lebih tidak bisa dibenarkan lagi kalau yang diganggu itu adalah hak dasar setiap manusia, yakni hak untuk hidup.

Ketiga, tidak sebanding. Memang harus diakui bahwa kehadiran janin didalam kandungan bagi ibu yang tidak mengiginkannya bisa menjadi beban mental dan menyebabkan penderitaan bagi ibunya. Meskipun demikian, penderitaan si ibu tidak bisa menjadi alasan yang cukup untuk membalas dendam, ,menimbulkan penderitaan yang lebih besar lagi kepada penyebabnya, yakni janinnya sendiri, apalagi kalau balasan itu sampai menghilangkan hidup si bayi tersebut. Tentu saja hal ini merupakan ketidakadilan. Lebih-lebih kalau balas dendam itu dialamatkan kepada yang lebih lemah dan tak berdaya, jelas tidak bisa dibenarkan. Di sini, yang berlaku ialah prinsip hukum vulnerability yang berlaku dimana-mana, yakni yang kuat harus melindungi yang lemah.

Aborsi memang erat kaitanya dengan hak asasi manusia, disatu sisi dikatakan bahwa setiap wanita berhak atas tubuh dan dirinya dan berhak untuk menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan. Namum, disatu sisi lagi janin yang ada dalam kandungan juga berhak untuk terus hidup dan berkembang. Dua hal tersebut memang saling bertentangan satu sama lain karena menyangkut dua kehidupan. Jika aborsi yang dilakukan adalah aborsi krminalis tentu saja hal tersebut sangat bertentangan


(49)

dengan hak asasi manusia. Dalam Undang-Undang HAM juga diatur mengenai perlindungan anak sejak dari janin karena sekalipun seorang ibu mempunyai hak atas tubuhnya sendiri tetapi tetap saja harus kita ingat bahwa hak asasi yang dimiliki setiap orang tetap dibatasi oleh Undang-Undang. Tetapi ketika seorang ibu harus menggugurkan kandungannya dengan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi dapat mengancam nyawa ibu atau janin, secara hak sasai manusia dapat dibenarkan karena si ibu tersebut juga punya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.

Aborsi memang berhubungan dengan hak wanita untuk melakukan reproduksi dan hak atas tubuhnya. Undang-undang kesehatan sendiri juga memuat ketentuan kebebasan setiap orang untuk bereproduksi. Jika ditafsirkan kebebasan untuk bereproduksi bisa saja membuka cela untuk melakukan aborsi, namum yang perlu kita ingat dan tekankan disini adalah kebebasan setiap orang untuk melakukan reproduksi di sini adalah kebebasan yang bertanggung jawab yang tentunya tidak bertentangan dengan hak asasi manusia.

B. Tinjauan Tentang Aborsi Dikaitkan Dengan Hak Janin Untuk Hidup

Berbicara mengenai aborsi, tentu tidak lepas dari janin yang dikandung. Janin nantinya akan berkembang menjadi makhluk hidup yang baru yang terbentuk berdasarkan struktur genetik. Masalah pengguguguran kandungan (aborsi) merupakan persoalan kita bersama sebagai umat manusia, yang selalu berhubungan erat dengan hak hidup dan nilai moral.

Dunia dewasa ini, mengalami banyak perkembangan yang sungguh pesat baik dalam bidang teknologi, medis yang memukau manusia, tentunya ada orang yang mempergunakannya sebaik-baiknya, tetapi ada juga yang mempergunakan


(50)

hal itu bertentangan dengan tuntutan moral. Orang sering tidak melihat lagi nilai dan arti hidup sesamanya. Bahkan ada juga orang yang sengaja menggugurkan janin yang ada dalam kandungannya, untuk melarikan diri dari suatu tanggung jawab sebagai seorang ibu. Padahal kewajiban moral mengharuskan untuk menghormati hidup sesama manusia termasuk juga janin yang ada dalam kandungan. Pengguguran merupakan tindakan yang sengaja mengeluarkan buah kandungan dari rahim seorang ibu, sehingga mematikan proses perkembangan dan pertumbuhan janin sebelum tiba saat kelahirannya.

Tindakan yang tidak menaruh rasa hormat terhadap nilai kehidupan janin diakibatkan oleh mereka yang hanya melihat segi kepentingan pribadi saja dan tidak memandang bahwa janin itu adalah manusia yang utuh dan mempunyai hak untuk hidup, merupakan suatu kejahatan durhaka. Tindakan dekadensi moral yang tidak hanya melanda para ibu rumah tangga, tetapi juga telah melanda kaum remaja. Dewasa ini dengan adanya kemajuan teknologi yang canggih dan pesat, beredarnya obat-obatan di pasaran yang begitu bebas praktek dokter, bidan, dukun, dan peralatan lainnya mengakibatkan jumlah pengguguran (aborsi “provocatus”) semakin tinggi. Tindakan ini dengan sengaja menggugurkan janin, mematikan proses kehidupan dan perkembangan sebelum tiba saat kelahirannya.

Menggugurkan kandungan berarti “mengakhiri hidup janin dalam tubuhnya sendiri, ibu sebenarnya membunuh sesuatu yang ada dalam hatinya yaitu sikap keibuan. Unsur psikologi-sosial kerap mendukung keputusan tersebut, yang kerap bersikap kurang adil terhadap janin. Kita yakin bahwa tindakan pengguguran itu sendiri membawa banyak akibat pada wanita tersebut antara lain: Secara psikologis menggugurkan kandungan itu akan tetap meninggalkan bekas


(51)

rasa bersalah, dan bagi orang yang beragama rasa bersalah itu juga berarti religiusnya, artinya wanita yang bersangkutan akan merasa berdosa.

Pengguguran dapat dikatakan memperkosa suatu yang hakiki bagi seorang wanita. Sebab pada umumnya wanita mempunyai naluri “pemberi hidup”. Kebanyakan wanita yang sedang hamil mempunyai kesadaran kuat bahwa ia telah membunuh anaknya sendiri. Bahkan tidak jarang terjadi perasaan itu begitu mendalam sehingga tidak mungkin dihilangkan lagi.Pada dasarnya tindakan aborsi provocatus dinilai sebagai dosa yang berat karena membunuh janin yang tidak bersalah. Bayi yang masih dalam kandungan yang belum matang fisik dan mentalnya hendaknya dilindungi serta diperhatikan secara khusus termasuk perlindungan yang sah. Setiap orang yang bertindak berlawanan dengan hak hidup merupakan tindakan yang biadab, suatu penindasan dan merupakan perbuatan jahat. Selain itu tindakan tersebut melanggar hak hidup janin, juga melanggar kewajiban etik hormat terhadap hidup orang lain termasuk manusia yang belum lahir. Berikut ini dapat dilihat bagaimana perkembangan janin dalam kandungan:24

1. Bulan Ke-1 (Pertama)

a. Sel telur ibu berhasil dibuahi oleh sperma ayah b. Terdapat bola yang menempel pada dinding rahim

c. Bola sel telur berkembang seperti bentuk udang dengan ukuran kecil d. Jantung dan susunan syaraf pusat terbentuk

24


(52)

2. Bulan Ke-2 (Kedua)

a. Bentuk udang berubah menjadi seperti manusia

b.Wajah bayi mulai terbentuk dengan ukuran kepala yang besar c. Ekor bayi hilang

d. Jantung mulai berdetak

e. Tali pusat dan plasenta terlihat jelas f. Muncul bagian tubuh tangan dan kaki g. Tumbuh otot-otot

3. Bulan Ke-3 (Ketiga)

a. Jantung terbentuk sempurna

b. Bagian tubuh kaki dan tangan terbentuk

c. Jari-jemari yang tadinya lengket menyatu jadi terpisah d. Organ-organ vital terbentuk di akhir bulan

e. Telinga mulai terlihat 4. Bulan Ke-4 (Keempat)

a. Kuku jari-jemari kaki dan tangan terbentuk b. Organ dalam tubuh janin terbentuk

c. Tumbuh rambut halus pada seluruh tubuh d. Janin berkembang dengan cepat

5. Bulan Ke-5 (Kelima)

a. Tumbuh alis, bulu mata dan rambut b. Panca indera berkembang

c. Tubuh janin dapat membentuk selaput putih pelapis tubuh dan kulit g. Janin tumbuh cepat dengan panjang bisa mencapai 13 cm


(53)

6. Bulan Ke-6 (Keenam)

a. Sistem pencernaan mulai bekerja dengan mengeluarkan air seni b. Sistem kekebalan tubuh semakin mantap

c .Janin dapat melakukan kontrol gerakan tubuhnya d. Ibu dapat merasakan gerakan bayi dalam perut 7. Bulan Ke-7 (Ketujuh)

a. Tubuh janin telah terbentuk

b. Otak mengalami perkembangan pesat.

c. Organ vital selain paru-paru sudah berfungsi dengan baik. 8. Bulan Ke-8 (Kedelapan)

a. Janin dapat membuka dan munutup kelopak mata b. Gerakan janin bayi telah terkoordinasi

c. Lidah bayi dapat merasakan rasa asam dan manis. 9. Bulan Ke-9 (Kesembilan)

a. Fisik janin bayi telah terbentuk sempurna

b. Tiap minggu akan tumbuh kurang lebih 225 gram. c. Lapisan lemak tebal tumbuh di bawah kulit janin.

Bagaimanapun pengguguran yang dilakukan secara langsung dan sengaja tidak dibenarkan sebab merampas hak janin. Dan setiap pengguguran yang disengaja apa pun bentuknya merupakan suatu tindakan yang tidak dapat diizinkan, sebab memperkosa hak fetus atas kehidupan. Setiap orang percaya bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Allah dan memperoleh kehidupan dari-Nya. Kewajiban untuk menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi hidup, bukan saja hidup diri sendiri, tetapi juga hidup sesama manusia baik yang masih


(54)

ada dalam kandungan maupun yang sudah dilahirkan. Bagaimanapun juga hidup janin yang masih dalam kandungan statusnya bukanlah lebih rendah jika dibandingkan dengan hidup yang sudah dilahirkan. Oleh karena itu ia juga harus dihormati dan sebagaimana layaknya seorang manusia pada umumnya sebagai pribadi yang sedang berkembang dan bertumbuh. Maka dari itu tidak seorang pun berhak menghabisi hidup sesamanya, baik itu hidup yang sudah dilahirkan atau hidup yang masih dalam kandungan. Hidup manusia perlu dilindungi dan dijaga serta dijunjung tinggi sebab terkandung nilai-nilai yang luhur. Sebab hidup merupakan anugerah dan kedaulatan cinta yang berasal dari Allah sendiri.

Bisikan hati nurani manusia perlu dibentuk dan dididik agar semakin mampu melahirkan pertimbangan yang matang, sehingga seseorang tahu apa yang harus dan apa yang wajib dan apa yang diizinkan dilakukan dalam situasi konkrit. Bila hati nurani telah dibentuk dan dididik untuk lakukan perbuatan baik akan lebih membantu seseorang dalam bertindak dan menjalankan hal-hal yang praktis dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu agar suara hati dapat memberikan keputusan dan penilaian yang tepat perlu dididik dengan baik. Hati nurani biasanya dipengaruhi perasaan moral yang terbentuk akan melakukan yang baik dan mampu untuk bersikap kritis. Membentuk dan mendidik suara hati berarti: “Bahwa kita terus menerus bersikap terbuka, mau belajar, mau mengerti seluk beluk masalah yang kita hadapi, mau memahami pertimbangan etis yang tepat dan seperlunya membaharui pandangan-pandangan kita.Peranan hati nurani dalam diri manusia adalah sebagai pedoman, pengontrol, memutuskan apa yang baik, atau yang tidak baik, yang boleh atau yang tidak boleh untuk dilakukan seseorang. Selain itu hati nurani berperan sebagai penentu bagi perbuatan yang akan datang,


(1)

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari uraian-uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan dalam skiripsi ini, dari Bab I sampai Bab IV akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penulis yaitu:

1. Hak asasi manusia adalah hak yang harus dihormati setiap orang terutama hak untuk hidup. Setiap manusia mempunyai hak untuk bereproduksi dan dapat menentukan kapan saja untuk bereproduksi. Wanita dalam hal ini memang memiliki hak atas tubuhnya dan mentukan apa saja yang dapat diperbuat atas tubuhnya. Hak Asasi Manusia dengan jelas menentang aborsi karena hal ini berhubungan dengan nyawa. Dipandang dari Hak Asasi Manusia janin juga memiliki hak untuk hidup dan berkembang, untuk itu janin juga harus dilindungi dan dijaga sejak dalam kandungan. Tetapi permasalahnnya akan sangat berbeda jika keadaan tersebut mengancam sang ibu dan janin yang dikandung memang tidak dapat hidup diluar kandungan, dalam hal ini aborsi dari persepektif HAM dapat dibenarkan. Aborsi yang dilakukan terhadap ibu yang memang mengancam bayinya dapat dilakukakan sebagai perlindungan atas dirinya dan mempertahankan hidupnya. Dimana dalam hal ini aborsi memang merupakan jalan terakhir

2. a. Dalam UU Kesehatan aborsi jelas dilarang, namun aborsi yang dilakukan karena indikasi kedaruratan medis dalam hal ini dapat diperbolehkan selain itu aborsi terhadap pemerkosaan juga telah dilegalkan. Dalam UU


(2)

97

Kesehatan aborsi yang dilakukan merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh untuk meyelamatkan nyawa sang ibu

b. Dalam hukum pidana Indonesia (KUHP) abortus provokatus kriminalis dilarang dan diancam hukuman pidana, tanpa memandang latar belakang dilakukannya dan orang yang melakukan yaitu semua orang baik pelaku maupun penolong abortus. Ini diatur dalam Pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP. Sedangkan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Pasal 75, 76, 77 jo Pasal 80, 81 dan 82 tentang Kesehatan memberikan pengecualian abortus dengan alasan medis yang dikenal dengan abortus provocatus medicalis c. Legalisasi aborsi yang dilakukan oleh korban pemerkosaan harus dilakukan

dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi kepada konselor/psikiater, sehingga jika memang harus dilakukan aborsi kiranya hal itu nantinya tidak memberikan dampak penyesalan dari wanita tersebut, sehingga keputusan untuk menggugurkan kandungan memang merupakan keputusan yang terbaik bagi wanita tersebut.

3. a. Mengenai legalisasi terhadap korban perkosaan dan legalisasi aborsi di Indonesia masih menuai berbagai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Masyarakat yang pro menilai aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan merupakan hal yang bisa dilakukan jika memang nantinya anak yang dilahirkan akan membawa tekanan psikis terhadap wanita tersebut dan aborsi sah saja dilakukan karena memang tidak merugikan orang lain karena yang merasakan sakit adalah wanita tersebut. Sedangkan janin yang timbul karena perkosaan tidaklah bersalah dan tetap mempunyai hak untuk hidup dan dilindungi. Anak tersebut harus tetap dilahirkan, dan kalau memang


(3)

anak tersebut akan mengingatkan ibu pada perkosaan anak tersebut bisa dijauhkan dari ibu.

b. Menurut pandangan psikolog dan psikiater aborsi tersebut secara psikologi dibenarkan karena memang kelahiran anak akan mengingatkan wanita tersebut, tetapi hal tersebut bukanlah solusi yang tepat.

c. Mengenai legalisasi aborsi, menurut pandangan masyarakat tidak boleh dilakukan kecuali karena indikasi kedaruratan medis, karena janin didalam kandungan punya hak untuk hidup dan jika aborsi dilegalkan maka akan menggeser nilai-nilai norma dalam masyarakat.

B. SARAN

Adapun saran yang dapat dikemukan oleh penulis adalah:

1. Dalam pergaulan hidup sehari-hari masyarakat diharapkan untuk tidak secara langsung dan nyata memusuhi wanita yang hamil diluar nikah. Karena hal ini tanpa disadari dapat menimbulkan wanita yang bersangkutan frustasi sehingga mendorong dirinya untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan. Dan disamping itu juga harus ditingkatkan pengetahuan masyarakat luas terutama generasi muda tentang pengertian yang mengatur norma kesopanan, kesusilaan, dan agama yang melarang seseorang melakukan hubungan sex diluar nikah 2. Diharapkan para dokter dan tenaga medis lainya menghindari melakukan

tindakan aborsi kriminalis. Karena itu merupakan tindakan kejahatan dan bertentangan dengan ajaran agama untuk itu para dokter dan tenaga medis lainnya dalam menjalankan profesinya harus sesuai dengan standar profesi medis dan selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam pekerjaan


(4)

99

sehingga pelaku aborsi terutama dan tenaga medis lain dapat membantu mengurangi kejadian aborsi kriminalis dapat dikurangi

3. Sebaiknya kelahiran anak dalam lingkungan keluarga di terima sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa Karena perkembangan baik buruknya anak tercermin dari kerelaan menerima dan membimbing anak tersebut


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, chrisdiono,2006, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran, Buku Kedokteran, Jakarta.

Badudu, Js, dan Sutan Mohamad Zain,1996, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Bertenens, K, 2002, Aborsi Sebagai Masalah Etika, Grasindo, Jakarta.

Ediwarman, 1996. Hukum Tentang Pengguguran Kandungan Menurut Padangan Hukum Pidana dan Hukum Islam, FH-USU, Medan.

Guwandi, J, 1995, Persetujuan Tindak Medik (Informed Consent), Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Hawari, Dadang, 2006, Aborsi Dimensi Psikoreligi, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Ihromi,Omas Tapi dan Luhulima, Achie (ed.), 2005, Hak Azasi Perempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Kurnia, Titon Slamet, 2007, Hak Atas Derajat Kesehatan Sebagai HAM di Indonesia, PT Alumni, Bandung.

Kusmaryanto, SCJ, CB, 2002, Kontroversi Aborsi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obsetetri, Penerbit EGC, Jakarta

Muhammad, Kartono, 2005, Teknologi Kedokteran dan Tantangan Terhadap Bioetika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Moelyatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta Yogyakarta. Rukmini, Mien, 2004, Laporan Akhir Penelitian Tentang Aspek Hukum

Pelaksanaan Aborsi Akibat Perkosaan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM, Jakarta.

Siregar,Hasnil Basri, 1994, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Kelompok studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Usu, Medan.

Sunggono, Bambang, 1997, Metode Penelitian Hukum, PT Rajag Grafindo Persada, Jakarta.


(6)

101

Samil, Ratna Suprapti, 2001, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Taber, Ben-Zoin. 1994. Kedaruratan Obsetetri dan Gonekologi, Penerbit EGC, Jakarta.

B. INTERNET

Kandungan, Tanggal 15 Juni 2008

(Ditinjau dari Hukum islam dan Hukum positif)”

http:www.lbh-apik.or.id/fact-32.htm, Aborsi Dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan. www.google .com

www. Aborsi.com

C. PERUNDANG-UNDANGAN

Soesilo, R, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kode etik Kedokteran