PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN TEPUNG TEMPE KEDELAI
ABSTRACT
THE EFFECT OF TEMPEH YEAST CONCENTRATION AND FERMENTATION TIME OF CORN ON ORGANOLEPTIC PROPERTIES
OF WEANING FOOD WITH SOYBEAN TEMPEH FLOUR
By
NOVENTI RIANA SARI
The objective of this research was to know the effect of tempeh yeast concentration and fermentation time of corn on organoleptic properties of weaning food with soybean tempeh flour and to obtain the concentration of tempeh yeast and fermentation time of corn of weaning food with soybean tempeh flour that produces the best organoleptic properties. This study used a Complete Randomized Design (RAKL) with two factors and five replications. The first factor was the concentration of tempeh yeast that consists of 2 levels (2% and 3%) and the second factor was fermentation time that consists of 2 standard (48 hours and 72 hours). Data were analyzed using ANOVA with further testing LSD on the level of significance 5%. The results showed that the concentration of tempeh yeast and fermentation time of corn had no significant effect on the color, flavor, taste, and texture, of the resulting weaning food. The best treatment was observed to have at tempeh yeast treatment concentration of 3% and a fermentation time of 48 hours with an score of color 3,19 (amber), score flavor 2,86 (neutral), score taste 2,44 (rather typical tempeh), and score texture 3,14 (medium).
(2)
(3)
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN
TEPUNG TEMPE KEDELAI
Oleh
NOVENTI RIANA SARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe kedelai dan untuk mendapatkan konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung untuk MP-ASI dengan tepung tempe kedelai yang menghasilkan sifat organoleptik terbaik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan lima ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi ragi tempe yang terdiri dari 2 taraf (2% dan 3%) dan faktor kedua adalah lama fermentasi yang terdiri dari 2 taraf (48 jam dan 72 jam). Data dianalisis dengan sidik ragam dengan uji lanjut yaitu uji BNT pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur MP-ASI yang dihasilkan. Perlakuan terbaik produk MP-ASI adalah konsentrasi ragi 3% dan lama fermentasi jagung 48 jam dengan nilai rata-rata warna 3,19 (kuning tua), aroma 2,86 (netral), rasa 2,44 (agak khas tempe), dan tekstur 3,14 (sedang).
(4)
(5)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6 - 24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Indrasanto dkk., 2006). Bayi umumnya tidak lagi mendapat cukup energi dan zat gizi dari ASI semata, sedangkan bayi harus bertumbuh sampai dua kali atau lebih dari waktu lahir dan tetap bertumbuh cepat dan lebih aktif. Oleh sebab itu, bayi membutuhkan makanan lain sebagai tambahan ASI pada umur 6 bulan karena saluran cerna bayi sudah dapat mencerna sebagian makanan keluarga seperti tepung (Albar, 2004). Bahan utama penyusun MP-ASI sebagian besar terbuat dari beras dan tepung terigu sebagai sumber karbohidratnya (Larasati dkk., 2012). Alternatif lain pengganti beras dan tepung terigu adalah jagung yang diolah menjadi tepung jagung terfermentasi.
Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung mengandung karbohidrat sebesar 75,06 – 76,30% (Arief dan Asnawi, 2009). Masalah utama yang dihadapi pada komoditas jagung terletak pada kandungan asam amino yang masih rendah (Wignyanto dkk., 2009), terutama kekurangan asam amino lisin dan tryptophan. Kandungan asam amino tersebut masing-masing hanya sebesar 33,21 mg/g protein dan 8,09 mg/g protein (Arief dan Asnawi, 2009). Salah satu cara
(6)
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya cerna asam amino pada jagung adalah melalui proses fermentasi tepung jagung dengan kapang Rhizopus sp. Sementara untuk melengkapi asam amino yang kurang dalam jagung dan juga berguna untuk menaikkan kadar protein dan lemaknya adalah memfortifikasinya dengan tempe kedelai yang diolah menjadi tepung tempe kedelai.
Tempe kedelai kaya akan kandungan asam amino lisin dan triptophan masing-masing sebesar 269 mg/g N dan 59 mg/g N (Haryoto, 1998). Tempe dalam bentuk tepung tempe memiliki kandungan protein 40%, lemak 20%, dan karbohidrat 28% (LIPI, 2005). Pengolahan tempe menjadi tepung memiliki banyak manfaat, antara lain tepung tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan, ataupun diolah menjadi makanan cepat saji. Tepung tempe dapat disubstitusikan pada bubur bayi, minuman, instan bumbu masak tempe, bahan pengikat pada bakso sapi, biskuit, dan lain-lain. Pada makanan bayi, tempe berpotensi menaikkan daya tahan terhadap infeksi, mencegah diare, dan menggantikan serelia bubur bayi (Albertine et. al., 2008).
Produk fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor selama proses fermentasi itu berlangsung. Lama fermentasi dan jumlah inokulum merupakan faktor penting dalam proses fermentasi (Suprihatin, 2010). Akan tetapi, saat ini belum diketahui konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi yang optimum untuk proses fermentasi jagung sehingga diperoleh karakteristik MP-ASI dari tepung jagung terfermentasi dan tepung tempe yang sesuai standar SNI 01-7111.1-2005 tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) ditinjau dari sifat organoleptik
(7)
berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur. Daya terima produk pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik. Oleh karena itu perlu diketahui konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi yang optimum dalam fermentasi jagung untuk MP-ASI dengan tepung tempe yang menghasilkan sifat organoleptik terbaik.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe
2. Mendapatkan konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung untuk MP-ASI dengan tepung tempe yang menghasilkan sifat organoleptik terbaik
C. Kerangka Pemikiran
Tepung jagung terfermentasi merupakan tepung jagung yang dalam pengolahannya terdapat penambahan kapang atau ragi yang berfungsi meningkatkan daya cerna asam amino pada tepung jagung. Kapang atau ragi yang ditambahkan dapat berupa Rhizopus sp. atau ragi tempe. Faktor inokulum Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae berperan penting dalam proses fermentasi. Selama proses fermentasi, jenis-jenis mikroorganisme lain mungkin turut bercampur, tetapi tidak menunjukkan aktivitas yang nyata. Kapang Rhizopus oligosporus memegang peranan penting karena selama fermentasi mensintesis enzim protease (pemecah protein) lebih banyak dibandingkan
(8)
Rhizopus oryzae yang lebih banyak mensintesis enzim alfa-amilase (pemecah pati) (Silvia, 2009).
Hasil penelitian sebelumnya (Setyani, 2012), fermentasi jagung menggunakan ragi tempe dengan konsentrasi 2% dan 3% dan lama fermentasi 48 jam dan 72 jam menghasilkan kandungan kimia tepung jagung terfermentasi meliputi kadar air berkisar 2,25 – 4,98%, kadar abu berkisar 0,47 – 1,36%, kadar protein berkisar 11,23 – 15, 76%, kadar lemak berkisar 6,62 – 6,95%, kadar serat berkisar 1,77 – 4,11%, dan kadar karbohidrat berkisar 70,55 – 73,06%. Kandungan kimia terutama protein pada tepung jagung terfermentasi tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan tepung tempe. Tempe dalam bentuk tepung memiliki kandungan gizi (dalam 100 g bahan) antara lain protein 34 - 40%, lemak 20 - 26%, karbohidrat 28 -3 4%, air 4 - 8%, dan abu 2,3% (LIPI, 2005). Tepung tempe juga masih memiliki serat dengan kadar 1,4% per gramnya. Nilai cerna tepung tempe juga tidak mengalami perubahan walaupun sudah mengalami pengeringan (Syarief, 1996). Hasil penelitian Djafaar dkk. (2011) makanan bayi dengan bahan baku pokok sagu, tepung tempe dan bahan campuran susu bubuk serta minyak jagung yang diolah dalam kisaran tepung tempe 0 - 23,8%, sagu 50,3 - 53,0%, susu bubuk 14,2 - 40,7%, dan minyak jagung 9% memberikan berat badan normal pada tikus putih. Peranan yang besar diberikan oleh protein tepung tempe dan tepung susu bubuk yaitu 39,97% dan 27,86%.
Perbandingan bahan baku MP-ASI pada penelitian ini menggunakan perbandingan bahan baku berupa tepung jagung terfermentasi sebanyak 60 g dan tepung tempe sebanyak 35 g. Pertimbangan pemilihan perbandingan tersebut
(9)
yaitu harga bahan baku jagung lebih murah dibandingkan dengan tempe sehingga relatif ekonomis dan dapat diaplikasikan oleh masyarakat serta diharapkan kualitas sensori dan nutrisi yang dihasilkan baik. Pada penelitian ini akan dicari konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi yang optimum sehingga diperoleh sifat organoleptik MP-ASI berbahan baku tepung jagung terfermentasi dan tepung tempe yang terbaik.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe
2. Terdapat pengaruh lama fermentasi jagung terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe
3. Terdapat pengaruh interaksi konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung terhadap sifat organoleptik MP-ASI dengan tepung tempe
(10)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biji Jagung
Secara morfologis biji jagung tersusun atas perikarp atau kulit ari (5%), endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 1. Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang berubah cepat selama proses pembentukan biji (Suarni dan Widowati, 2011). Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang mengandung pati. Endosperm jagung terdiri atas endosperm keras (horny endosperm) dan endosperm lunak (floury endoperm). Endosperm keras terdiri dari sel-sel yang lebih kecil dan rapat, demikian pula dengan susunan granula pati didalamnya. Endoperm lunak mengandung pati yang lebih banyak dengan susunan tidak serapat pada bagian endosperm keras (Agustina, 2008). Lembaga merupakan bagian biji jagung yang mengandung lemak dan mineral (Suarni, 2009a). Tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel (Suarni dan Widowati, 2011).
(11)
Gambar 1. Struktur biji jagung Sumber : Suarni dan Widowati (2011)
Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%, yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%). Di sisi lain, endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Analisis kimia fraksi–fraksi biji jagung menunjukkan bahwa masing-masing fraksi mempunyai sifat yang berbeda. Proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung akan mempengaruhi mutu gizi produk akhirnya (Suarni, 2009a).
Komposisi kimia jagung bervariasi antara varietas yang berbeda maupun untuk varietas yang sama pada tanaman yang berbeda (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh proses pembentukan jagung sebagai organ penyimpan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetis menyangkut spesies, varietas, dan keturunan; faktor lingkungan menyangkut keasaman, kandungan air, pemupukan,
(12)
makanan, dan lain-lain; faktor perlakuan yaitu metode dan cara panen, pembibitan, pengolahan, dan penyimpanan.
Tabel 1. Komposisi kimia berbagai varietas jagung (%) Komposisi
(%)
Varietas jagung Srikandi
Kuning Srikandi Putih Bisi 2 Lamuru
Kadar Air 9,9 9,59 9,7 9,8
Protein 6,9 6,51 8,4 6,9
Lemak 3,4 5,34 3,6 3,2
Abu 1,3 1,43 1,0 1,2
Serat Kasar 2,4 2,07 2,2 2,6
Karbohidrat 76,1 75,06 75,1 76,3
Sumber: Arief dan Asnawi (2009)
Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72-73%), dengan kandungan amilosa berkisar 25-30% dan amilopektin berkisar 70-75%. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Amilosa merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang, digabungkan oleh ikatan α-1,4. Amilopektin merupakan rantai unit-unit D-glukosa yang strukturnya bercabang, dengan ikatan glikosidik α-1,4 pada rantai lurusnya dan ikatan α-1,6 pada percabangannya. Amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensoris jagung, terutama tekstur dan rasa. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen, dan enak (Suarni 2009a).
Kandungan protein biji jagung pada umumnya 8-11%, terdiri atas fraksi albumin, globulin, dan nitrogen nonprotein berturut-turut adalah 7%, 5%, dan 6% dari total nitrogen, dengan kandungan asam amino lisin 0,05% dan triptofan 0,225%. Angka ini kurang dari separuh konsentrasi yang dianjurkan oleh WHO/FAO yaitu
(13)
kandungan asam amino lisin 0,11% dan triptofan 0,475%. Lemak jagung terutama terdapat pada bagian lembaga, berkisar antara 3-18% (Suarni dan Widowati, 2011). Asam lemak pada jagung meliputi asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat, linoleat (Suarni, 2009a). Jagung mengandung serat pangan yang cukup tinggi, terutama pada kulit ari. Dilaporkan bahwa kulit ari jagung terdiri atas 75% hemiselulosa, 25% selulosa, dan 0,1% lignin. Serat pangan berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak terdapat didalam dinding sel tumbuhan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan berbagai penyakit, dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi. Biji jagung mengandung abu sekitar 1,3%, sedikit di bawah serat kasarnya. Jagung juga mengandung berbagai mineral esensial, seperti K, Na, P, Ca, dan Fe (Suarni dan Widowati, 2011).
Jagung mengandung dua vitamin larut lemak, yaitu provitamin A atau karotenoid dan vitamin E. Karotenoid umumnya terdapat pada biji jagung kuning, sedangkan jagung putih mengandung karotenoid sangat sedikit, bahkan tidak ada. Sebagian besar karotenoid terdapat dalam endosperma. Kandungan karotenoid pada jagung biji kuning berkisar antara 6,4-11,3 µg/g, 22% di antaranya adalah betakaroten dan 51% kriptosantin. Kadar vitamin A jagung biji kuning 1,5 - 2,6 µg/g. Vitamin E terkonsentrasi di dalam lembaga. Empat macam tokoferol merupakan sumber vitamin E, dan α-tokoferol mempunyai aktivitas biologi yang paling tinggi, sedangkan γ-tokoferol kemungkinan lebih aktif sebagai antioksidan dibanding α-tokoferol (Suarni dan Widowati, 2011). Selain fungsinya sebagai zat
(14)
gizi mikro, kedua vitamin tersebut berperan sebagai antioksidan alami yang dapat meningkatkan imunitas tubuh serta menghambat kerusakan degeneratif sel (Suarni, 2009a).
Masalah utama yang biasa terdapat pada jagung adalah kandungan aflatoksin yang diproduksi oleh kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Aflatoksin tidak secara otomatis terkontaminasi kapang pada saat biji diproduksi, tetapi berisiko tinggi terkontaminasi aflatoksin dan hal ini sangatlah berbahaya (Mulyawanti dkk., 2006). Aflatoksin merupakan salah satu jenis mikotoksin yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan kanker hati (Fillaeli, 2013). Tingginya pertumbuhan aflatoksin dipengaruhi oleh kadar air dari biji jagung dan suhu penyimpanan yang merupakan faktor terpenting, dimana suhu optimum untuk pertumbuhan Aspergillus flavus adalah 18-28°C dan kadar air optimum biji jagung 18%. Selain itu, adanya jagung yang rusak juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Aspergillus flavus (Mulyawanti dkk., 2006).
Salah satu cara untuk mencegah terkontaminasi adalah perlu mendeteksi keberadaannya pada saat panen dan selama penyimpanan. Penanganan secara kimia, biologi dan fisika dapat digunakan untuk mengurangi aflatoksin pada jagung. Pendeteksian awal adanya pertumbuhan kapang pada jagung adalah kunci pencegahan pertumbuhan dan produksi aflatoksin dari kapang tersebut. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mencegah produksi aflatoksin pada biji jagung adalah mengontrol serangga di kebun dan mendeteksi kerusakan awal yang disebabkan oleh serangga serta ada tidaknya spora Aspergillus. Selain
(15)
pendeteksian pertumbuhan dan spora jamur semenjak prapanen, sanitasi peralatan penanganan jagung juga harus diperhatikan, termasuk sortasi dan pembersihan jagung dari cemaran-cemaran lainnya (Mulyawanti dkk., 2006).
B. Tepung Jagung Terfermentasi
Menurut SNI 0l-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L) yang baik dan bersih. Hasil penelitian Suarni (2009b), kandungan nutrisi tepung jagung cukup memadai, kadar protein tiga varietas jagung (Anoman-1, Srikandi Putih-1, dan lokal) berkisar 7,54–7,89% pada metode kering, dan 6,70–7,24% pada metode basah. Kadar lemak tepung 2,05–2,38% pada metode kering, lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah yang hanya 1,86–2,08%. Kadar lemak yang rendah akan menguntungkan dari segi penyimpanan karena tepung dapat disimpan lebih lama; dengan demikian metode basah lebih baik dibandingkan dengan metode kering.
Kadar serat kasar tepung hasil pengolahan dengan metode kering (1,29 – 1,89%) lebih tinggi dibandingkan dengan metode basah yang hanya 1,05 – 1,06%. Kadar serat mengalami penurunan dari biji utuh menjadi tepung. Walaupun berpengaruh pada tekstur tepung (menjadi lebih kasar), serat kasar berperan penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Kadar abu tepung hasil pengolahan dengan metode basah lebih rendah dibandingkan dengan metode kering (Suarni, 2009b).
(16)
Jagung dalam bentuk tepung lebih fleksibel, lebih tahan lama, praktis, dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih cepat dimasak sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Tepung jagung bersifat fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk pangan dan relatif mudah diterima masyarakat, karena telah terbiasa menggunakan bahan tepung, seperti halnya tepung beras dan terigu (Richana dan Suarni, 2011). Pemanfaatan tepung jagung pada berbagai bahan dasar pangan antara lain untuk kue kering, mie kering, dan roti-rotian. Tepung jagung dapat mensubstitusi 100% untuk kue yang dibakar atau dioven, seperti brownis, cake, dan podeng bakar, 40% untuk mie, dan 20% untuk roti-rotian (Richana, 2010).
Tepung jagung terfermentasi adalah produk tepung yang dalam pengolahannya ada penambahan kapang atau ragi yang berfungsi meningkatkan asam amino pada tepung jagung. Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Fermentasi merupakan proses yang melibatkan mikroorganisme sehingga kualitas produk fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor selama proses fermentasi itu berlangsung yaitu pH, suhu, oksigen, dan jenis substrat. Selain itu, lama fermentasi dan jumlah inokulum merupakan faktor penting dalam proses fermentasi (Suprihatin, 2010).
Penelitian Wignyanto, dkk. (2009) dalam pembuatan tepung jagung terfermentasi, jagung varietas srikandi kuning-1 disortasi kemudian direndam dalam air selama 12 jam. Selanjutnya jagung ditiriskan dan digiling, lalu dikeringkan dalam pengering kabinet (60oC) selama 6 jam, terakhir diayak dengan ayakan ukuran 60
(17)
mesh. Proses fermentasi tepung jagung diawali dengan pembuatan granula dengan menambahkan air pada tepung jagung, kemudian digelatinisasi selama 2 jam (95oC), selanjutnya ditimbang dan didinginkan. Setelah dingin ditambahkan inokulum Rhizopus sp. (0,09%; 0,12%; 0,15%) selanjutnya diinkubasi (selama 24, 48, 72 jam). Kapang Rhizopus sp. digunakan karena jenis kapang ini mampu menghasilkan enzim extraseluler alfa amylase dan enzim protease yang diharapkan bisa menghidrolisis pati menjadi gula dan mensubstitusi kekurangan akan asam amino pada tepung jagung. Hasil penelitian proses fermentasi tepung jagung menggunakan kapang Rhizopus sp. didapat pada lama inkubasi 66 jam dan konsentrasi kapang 0,12 % menghasilkan total asam amino sebesar 480,996 mg/100g.
C. Tempe
Tempe merupakan produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp. Proses pengolahannya, meliputi sortasi biji, perebusan, pemisahan kulit, perendaman satu malam, pengukusan, pendinginan, peragian, pengemasan, dan fermentasi. Proses perebusan kacang kedelai selama 30 menit untuk melunakkan biji. Kulit biji kedelai dihilangkan kemudian direndam selama 12 jam, lalu ditiriskan. Biji kedelai dikukus selama 1 jam, lalu didinginkan. Setelah dingin, ragi ditaburkan diatas biji, dicampur, diratakan, dibungkus daun pisang atau dalam kantung plastik berlubang dengan ketebalan ± 2cm, lalu difermentasi selama 30 - 36 jam (Ginting, 2010).
Ragi yang digunakan, dapat berupa serbuk tempe yang telah dikeringkan, usar (campuran mikrobia yang terdiri atas jamur, bakteri dan yeast yang ditumbuhkan
(18)
di atas daun waru dan dikeringkan) atau inokulum murni jamur Rhizopus oligosporus yang dijual dalam bentuk tepung seperti yang diproduksi oleh LIPI, Bandung (Ginting, 2010). Ragi tempe terutama terdiri dari mikroba yang tergolong dalam jenis kapang, antara lain adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti), dan Rhizopus arrhizus (Silvia, 2009). Fermentasi menggunakan ragi tempe menghasilkan enzim pencernaan yang membuat protein dipecah menjadi asam amino dan nitrogen terlarut, lemak dipecah menjadi asam lemak bebas, dan karbohidrat dipecah menajdi gula yang lebih mudah dicerna didalam tubuh, menurunkan asam fitat (Deliani, 2008) yang dapat mengikat ion-ion logam (Zn, Fe, Ca, Mg) sehingga ketersediaan logam-logam tersebut akan berkurang (Setyani, 2002) dan menurunkan kadar oligosakarida penyebab flatulensi (perut kembung) yaitu stakiosa dan rafinosa (Silvia, 2009).
Manfaat utama dari fermentasi kedelai adalah peningkatan kualitas organoleptik dan nilai gizi. Kedelai akan diliputi oleh struktur menyerupai benang halus/biomassa kapang berwarna putih, disebut miselium, yang mengikat kedelai menjadi struktur yang kompak. Biomassa kapang ini berperan penting dalam pembentukan tekstur tempe. Aktivitas enzim dari kapang tempe akan memecah protein dan lemak kedelai membentuk aroma yang khas. Komponen yang dihasilkan memiliki ukuran dan berat molekul yang lebih kecil dari bahan awalnya sehingga komponen kebih mudah menguap (volatil) dan tercium sebagai bau tempe (Karsono dkk., 2012). Selain itu terjadi penurunan anti-nutrisi terkait dengan proses pengolahan dan enzim-enzim yang dihasilkan ragi selama fermentasi, akibatnya kualitas gizi produk yang difermentasi dapat diperbaiki
(19)
(Nout dan Kiers, 2005). Kandungan gizi kedelai dan tempe dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi antara kedelai dan tempe (100 g)
Kandungan Gizi Kedelai Tempe
Protein 46,2 46,5
Lemak 19,1 19,7
Karbohidrat 28,2 30,2
Kalsium (mg) 254 347
Besi (mg) 11 9
Fosfor (mg) 781 724
Vitamin B1 (UI) 0,48 0,28
Vitamin B12 (UI) 0,2 3,9
Serat (g) 3,7 7,2
Abu (g) 6,1 3,6
Sumber : Sutomo (2008)
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe maka protein, lemak dan karbohidrat pada tempe menjadi mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur (Astawan, 2004). Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe Hasil survey juga menunjukkan bahwa tempe mengandung senyawa anti bakteri yang diproduksi oleh kapang tempe Rizhopus Oligosporus. Zat tersebut merupakan antibiotika yang bermanfaat meminimalkan kejadian infeksi (Deliani, 2008).
(20)
D. Tepung Tempe
Tempe merupakan bahan makanan yang mudah rusak (perishable), umur simpannya hanya satu sampai dua hari pada suhu kamar. Hari selanjutnya warna tempe akan berubah menjadi kekuning-kuningan dan rasa busuk akan mulai muncul. Salah satu cara untuk meningkatkan daya simpan tempe adalah pengolahan tempe menjadi tepung tempe. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan bahan makanan campuran tempe berbentuk tepung untuk bahan dasar aneka makanan dan kue. Bukan hanya lezat, dengan mencapur tepung tempe dengan makanan lain, nilai gizi makanan itu akan meningkat (Pudjiono, 2004).
Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah dipotong-potong, diblansir (100°C, 10 menit), lalu dikeringkan dengan oven (55°C, 24 jam). Setelah kering, tempe digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 30-40 mesh. Tepung tempe dapat dengan baik ditambahkan pada makanan lain tanpa mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu, tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam makanan tambahan sapihan yang siap untuk dimasak (Muhajir, 2007). Di dalam tepung tempe terdapat senyawa glikoprotein yang merupakan zat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Puspa, 2004)
Tepung tempe memiliki kadar protein yang cukup tinggi dan hampir setara dengan tempe yang mentah. Komposisi zat gizi tepung tempe disajikan pada Tabel 3. Nilai cerna tepung tempe juga tidak mengalami perubahan walaupun sudah mengalami pengeringan. Tepung tempe juga masih memiliki serat dengan
(21)
kadar 1,4% per gramnya walaupun lebih sedikit dibandingkan dengan tempe (Syarief, 1996). Hasil penelitian Oktavia (2012) dalam pembuatan tepung formula tempe menghasilkan kadar protein yang diperoleh yaitu sebanyak 11,88%, kadar lemak sebanyak 10,6%, kadar abu sebanyak 3,2%, kadar air 5,18% dan karbohidrat sebanyak 69,14%. Analisa yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang lebih tinggi, menyusul kadar protein, lalu kadar lemak, kemudian kadar air, dan paling sedikit yaitu kadar abu. Nilai kadar protein sebanyak 11,88% dan kadar air sebanyak 5,18% yang diperoleh pada tepung formula tempe bersifat saling berhubungan. Hal ini disebabkan nilai protein yang tinggi mengakibatkan nilai kadar air menjadi lebih rendah.
Tabel 3. Komposisi zat gizi tepung tempe
Komponen (%) Jumlah
Protein 48
Lemak 24,7
Karbohidrat 13,5
Kadar Air 8,7
Serat Makanan 2,9
Abu 2,3
Sumber :Mukhtadi (1992)
Pengolahan tempe menjadi tepung memiliki banyak manfaat, antara lain tepung tempe mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk memperkaya nilai gizinya, mudah disimpan, ataupun diolah menjadi makanan cepat saji. Tepung tempe pernah disubstitusikan pada bubur bayi, minuman, instan bumbu masak tempe, bahan pengikat pada bakso sapi, biscuit, stik tempe, bakso ikan dan lain-lain. Pada makanan bayi, tempe berpotensi menaikkan daya tahan terhadap
(22)
infeksi, mencegah diare, dan menggantikan serelia bubur bayi. Pada pembuatan cookies, tepung tempe sebagai substitusi tepung terigu (Albertine et. al., 2008). Hasil penelitian Agustiningsih (2008), stik tempe terbaik diperoleh dari penambahan konsentrasi tepung tempe 10% yang menghasilkan kadar protein 39,96%, lemak 19,25%, karbohidrat 27,20% dan serat pangan 9,65%. Sementara hasil penelitian Evirina (1992), penambahan tepung tempe pada pembuatan bakso ikan menghasilkan kadar protein 16,76%, lemak 8,64%, karbohidrat 11,86%, air 60,48%, dan abu 2,26%. Makanan bayi dengan bahan baku pokok sagu, tepung tempe dan bahan campuran susu bubuk serta minyak jagung yang diolah dalam kisaran tepung tempe 0-23,8%, sagu 50,3-53,0%, susu bubuk 14,2-40,7%, dan minyak jagung 9% memberikan berat badan normal pada tikus putih. Peranan yang besar diberikan oleh protein tepung tempe dan tepung susu bubuk yaitu 39,97% dan 27,86% (Djafaar dkk., 2011). Hasil penelitian Murni (2012) bahwa penambahan tepung tempe 20% dan 25% pada kue basah (nagasari dan kelepon) kurang disukai panelis. Hal ini dikarenakan semakin banyak presentase penggunaan tepung tempe maka tingkatan warna krem menjadi semakin nyata sehingga dengan semakin banyaknya penambahan tepung tempe warna kue nagasari menjadi kecoklatan dan warna hijau kue kelepon akan semakin pudar, aroma langu kue nagasari dan kelepon semakin nyata, dan rasa terasa langu sehingga kurang disukai panelis.
E. Makanan Pendamping ASI (MP–ASI)
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna
(23)
memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Indrasanto dkk., 2006). Pemberian usia 6-24 bulan dipilih karena periode ini merupakan masa emas tumbuh kembang anak yang ditandai dengan pesat tumbuh otak (Rahmawati, 2010). Makanan pendamping ASI disebut juga makanan pelengkap, makanan tambahan, makanan padat atau makanan sapihan (weaning food). Secara umum ketentuan yang harus dipenuhi oleh makanan pendamping ASI adalah mengandung seluruh komponen gizi yang dibutuhkan bayi, bersifat mudah dicerna, disukai (diterima secara organoleptik) dan praktis dalam penyajiannya (Larasati dkk., 2011).
WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan dalam mencapai tumbuh kembang optimal pada bayi yaitu (1) memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, (2) memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, (3) memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan (4) meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (indigenous food) (Kresnawan, 2006).
Bahan utama dalam pembuatan MP-ASI biasanya dibuat dari salah satu atau campuran bahan-bahan berikut dan atau turunannya: serealia (misal beras, jagung, gandum, sorgum, barley, oats, rye, millet, buckwheat), umbi-umbian (misal ubi jalar, ubi kayu, garut, kentang, gembili), bahan berpati (misal sagu, pati aren), kacang-kacangan (misal kacang hijau, kacang tanah, kacang tunggak, kacang
(24)
merah), biji-bijian yang mengandung minyak (misal kedelai, kacang tanah, wijen), susu, ikan, daging, unggas, buah dan atau bahan makanan lain yang sesuai. Selain bahan utama tersebut dapat ditambahkan bahan lain dan turunannya yang sesuai untuk bayi dan anak berusia 6 sampai 24 bulan seperti minyak, lemak, gula, madu, sirup gula, garam, sayuran, buah dan rempah (Kemenkes RI, 2007).
Beberapa produk MP-ASI dari bahan pangan lokal hasil penelitian antara lain bahan makanan campuran (BMC) dari tepung pisang owak (Hamid, 2000), biskuit garut (Puspowati, 2003), formulasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) berbahan dasar pati aren dan kacang-kacangan (Kusumaningrum dan Rahayu, 2007), bubur sumsum dari kedelai dengan kadar protein berkisar antara 2,51%-3,49% (Puryana, 2008), formulasi tepung pisang kepok dan tepung kacang hijau mengandung energi sebesar 360-460 kal dan lemak sebesar 10-15 gram (Saloko dkk., 2009), BMC dari tepung sukun dan tepung kacang benguk mengandung protein 11,931%, lemak 10,147%, serat kasar 2,622%, kadar air 4,565%, kadar abu 3,315%, karbohidrat 70,042%, energi 419,214 Kal (Sutanto, 2010), dan formulasi bubur bayi instan berbahan dasar pati garut (Larasati dkk., 2011). Pengembangan formula produk sebaiknya mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7111.1-2005) tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) seperti pada Tabel 4.
(25)
Tabel 4. Syarat mutu makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) – bagian 1 : bubuk instan (SNI 01-7111.1-2005)
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Keadaan
Warna Normal
Bau Normal
Rasa Normal
2. Kadar Air Tidak lebih dari 4,0 g/100 g 3. Kadar Abu Tidak lebih dari 3,5 g/100 g
4. Kepadatan energi Tidak kurang dari 0,8 kkal/100 g produk siap konsumsi
5. Protein Tidak kurang dari 2 g/100 kkal atau 8 g/100 dan tidak lebih dari 5,5 g/100 kkal atau 22 g/100 g dengan mutu protein tidak kurang dari 70 % kasein standar. 6. Karbohidrat Jika sukrosa, fruktosa, glukosa, sirup glukosa atau
madu ditambahkan pada produk maka
a) Jumlah karbohidrat yang ditambahkan dari sumber tersebut tidak lebih dari 7,5 g/100 kkal atau 30 g/100g
b) Jumlah fruktosa tidak lebih dari 3,75 g/100 kkal atau 15 g/100g
7. Kadar serat pangan
Tidak lebih dari 1,25 g/100 kkal atau 5 g/100g
8. Lemak Tidak kurang dari 1,5 g/100 kkal atau 6 g/100 g dan tidak lebih dari 3,75 g/100 kkal atau 15 g/100g
9. Vitamin Yang wajib ada pada produk MP-ASI bubuk adalah vitamin A, D, C dengan ketentuan :
Vitamin A tidak kurang dari 62,5 retinol ekivalen/ 100 kkal atau 250 retinol ekivalen/100g dan tidak lebih dari 180 retinol ekivalen/ 100 kkal atau 700 retinol ekivalen per 100 g
Vitamin D tidak kurang dari 0,75 mikogram/100 kkal atau 3 mikogram/100 g dan tidak lebih dari 2,5 mikogram/100 kkal atau 10 mikogram/100g.
Vitamin C tidak kurang dari 6,25 mg/100 kkal atau 4 mg/100 g
Vitamin lain dapat ditambahkan ketentuan yang sudah diatur
(26)
10. Mineral Mineral yang wajib ada dalam produk MP-ASI bubuk adalah Na, Ca, Fe, Zn, dan I dengan ketentuan :
Kandungan Na tidak lebih dari 100 mg/100 kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk bayi.
Kandungan Na tidak lebih dari 200 mg/100 kkal produk siap konsumsi yang ditujukan untuk anak usia di atas 12 bulan
Kandungan Ca tidak kurang dari 50 mg/ 100 kkal atau 200 mg/100 g
Perbandingan Ca dengan P tidak kurang dari 1,2 dan tidak lebih dari 2,0
Kandungan Fe tidak kurang dari 0,6 mg/100 kkal atau 2,5 mg/100 g dengan ketersediaan hayati (bioavaibility) 5%
Perbandingan Fe dan Zn tidak kurang dari 1 dan tidak lebih dari 2,0
11. Bahan tambahan Pangan (BTM)
BTM yang dilarang:
Tidak boleh mengandung pengawet, pemanis buatan, dan pewarna
BTM yang diizinkan : Pengemulsi:
Lesitin tidak lebih dari 1,5 g/100g (bk)
Mono dan digliserida tidak lebih dari 1,5 g/100 g (bk)
Pengaturan asam:
Natrium hydrogen karbonat, kalium hydrogen karbonat, kalsium karbonat secukupnya untuk tujuan produksi yang baik
Antioksidan:
Tokoferol tidak lebih dari 300 mg/1 kg lemak Alfa – tokoferol tidak lebih dari 300 mg/kg lemak L-askorbilpalmitat tidak lebih dari 200 mg/kg lemak
Perisa (Flavouring):
Ekstrak bahan alami :secukupnya
Etil vanilin, vanilin tidak lebih dari 7 mg/ 100g Penegas rasa :
Secukupnya untuk tujuan produksi yang baik Enzim :
Secukupnya untuk tujuan produksi yang baik Bahan pengembang:
Amonium karbonat/ Amonium hydrogen karbonat : secukupnya untuk tujuan produksi yang baik
(27)
12. Cemaran Logam:
Kandungan Arsen (As) tidak lebih dari 0,38 mg/kg Kandungan Timbal (Pb) tidak lebih dari 1,14 mg/kg
Kandungan Timah (Sn) tidak lebih dari 152 mg/kg Kandungan Raksa (Hg) tidak lebih dari 0,114 mg/kg
Mikroba:
Angka lempeng total tidak lebih dari 1,0 x 104 koloni/g
MPN coliform kurang dari 20/ gr dan E.coli negative Salmonella : negative
Staphylococcus sp. Tidak lebih dari 1,0 x 104 koloni/g
Clostridium botulinum : negatif Sumber : Standar Nasional lndonesia (2005)
(28)
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboraturium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012.
B. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah jagung pipilan varietas Hibrida Bisi 2 berwarna kuning tua atau orange yang diperoleh dari daerah Palas, Lampung Selatan, ragi tempe merk Raprima, dan tempe yang diperoleh dari Pasar Tradisional. Bahan pembantu yang digunakan gula halus, garam, dan sodium bikarbonat, dan air. Adapun bahan – bahan analisis yang digunakan antara lain petroleum benzene, K2S, H2SO4, aquades, NaOH, larutan standar HCl 0,1 N, HCl pekat, indikator fenolftalein, larutan standar NaOH 0,1 N, pelarut dietileter, alkohol 95%, dan aquades.
Peralatan yang digunakan antara lain pisau stainless stell, blender, timbangan, panci, kompor, baskom, loyang, oven, hamermill, ayakan, plastik, cawan porselen, tanur, desikator, labu kjedahl, seperangkat alat destilasi, sokhlet,
(29)
erlenmeyer, hot plate, kertas saring, alat – alat lain untuk analisis kimia dan alat-alat untuk uji organoleptik.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan lima ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi ragi tempe yang terdiri dari 2 taraf yaitu 2% dan 3% sedangkan faktor kedua adalah lama fermentasi yang terdiri dari 2 taraf yaitu 48 jam dan 72 jam. Data diuji kehomogenannya dengan uji Bartlett’s dan dianalisis dengan analisis sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat. Analisis data dilanjutkan menggunakan uji BNT pada taraf nyata 5%.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi
Jagung pipilan disortasi, kemudian direndam dalam air selama 48 jam. Setelah perendaman, jagung dicuci, dan ditiriskan. Selanjutnya jagung digiling kasar, dan dikukus selama 30 menit kemudian diaron. Setelah diaron, selanjutnya jagung dikukus kembali selama 30 menit, kemudian didinginkan. Setelah dingin, jagung hasil kukusan ditambahkan inokulum ragi tempe 2% dan 3% lalu diinkubasi selama 48 jam dan 72 jam. Jagung fermentasi dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 18 jam, selanjutnya dilakukan penggilingan dan pengayakan menggunakan ayakan 60 mesh. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermenasi dapat dilihat pada Gambar 2.
(30)
Gambar 2. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi Sumber : Setyani, dkk. (2012)
Biji jagung
Penyortiran
Penirisan Penggilingan
Pengukusan selama 30 menit
Pendinginan
Tepung Jagung Terfermentasi
Penambahan ragi tempe 2% dan 3% Perendaman dalam air selama ± 48 jam
Pengayakan Penghalusan
Pengeringan dengan oven suhu 60 oC ± 18 jam Inkubasi selama 48 jam dan 72 jam
(31)
2. Pembuatan Tepung Tempe
Tempe dipotong dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Selanjutnya potongan – potongan tempe dikukus pada suhu 100oC selama 20 menit, kemudian didinginkan. Setelah dingin, tempe dikeringkan pada oven pada suhu 600C selama 18 jam, selanjutnya digiling dan diayak. Diagram alir pembuatan tepung tempe dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung tempe Sumber : Setyani, dkk. (2012)
Tempe
Pemotongan tempe dengan ketebalan sekitar 0,5 cm
Penirisan
Pengukusan dengan uap air panas suhu 100 oC, 20 menit
Pengeringan dalam oven suhu 60oC, 18 jam
Penggilingan
Pengayakan
(32)
3. Pembuatan MP-ASI
Bahan-bahan pembuatan MP-ASI berupa tepung jagung terfermentasi sebanyak 60 g, tepung tempe 35 g, gula halus 4,4 g, soda kue 0,1 g, dan garam 0,5 g ditimbang. Selanjutnya semua bahan dicampur, kemudian ditambahkan air sebanyak 600 ml dan dimasak selama 12 menit. Diagram alir pembuatan bahan makanan campuran dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir Pembuatan Produk MP-ASI Sumber : Setyani, dkk. (2012)
E. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap produk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dari tepung jagung terfermentasi dengan konsentrasi ragi tempe dan
Penimbangan masing-masing bahan Tepung jagung terfermentasi, tepung
tempe, gula halus, soda kue, garam
Pencampuran bahan
Penambahan air sebanyak 600 ml
Pemasakan selama 12 menit
(33)
lama fermentasi yang berbeda-beda dan tepung tempe yaitu uji organoleptik (Nuraini dan Nawansih, 2006). Perlakuan terbaik yang diperoleh dari uji organoleptik selanjutnya di uji kandungan kimianya berupa kadar air (AOAC, 1984), kadar lemak dengan metode sokhlet (Sudarmadji, 1984), kadar protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji, 1984), kadar abu (AOAC, 1984), kadar serat kasar (Sudarmadji, 1984), kadar karbohidrat dengan metode by different (Winarno, 1992).
1. Pengujian Organoleptik
Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan 3 cara yaitu kimiawi, fisik dan sensorik. Diterima tidaknya produk pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik. Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dimulai dengan menggunakan indera manusia yaitu indera penglihatan, pembau dan perasa. Pada pengujian organoleptik, MP-ASI dalam bentuk bubur dicobakan kepada 25 panelis tidak terlatih menggunakan uji skoring. Uji skoring digunakan untuk menilai warna, aroma, rasa, dan tekstur,. Produk yang diuji, disajikan dengan kode tertentu dan kepada para panelis diminta untuk memberikan skor yang sesuai pada quisioner yang disediakan (Gambar. 4) berdasarkan tingkatan mutu produk. Parameter pengamatan organoleptik dapat dilihat pada Tabel 5.
(34)
Tabel 5. Parameter Pengamatan Organoleptik
Parameter Skor Keterangan
Warna 1
2 3 4 5 Coklat Kuning kecoklatan Kuning tua Kuning Kuning muda
Aroma 1
2 3 4 5
Khas tempe Agak khas tempe Netral
Agak khas jagung Khas jagung
Rasa 1
2 3 4 5
Khas tempe Agak khas tempe Netral
Agak khas jagung Khas jagung
Tekstur 1
2 3 4 5 Sangat kasar Agak kasar Sedang
Halus dan lembut Sangat halus dan lembut
(35)
QUESIONER UJI ORGANOLEPTIK
Nama : Sampel: Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) NPM :
Tanggal :
Dihadapan anda disajikan 4 buah sampel MP-ASI. Panelis diminta untuk memberi skor penilaian terhadap intensitas warna, aroma, rasa, dan tekstur ke-4 buah sampel yang disajikan sesuai dengan nilai yang ditentukan.
Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur
184 660 514 270
Penilaian untuk seluruh parameter (warna, aroma, rasa, dan tekstur) :
Warna : Aroma :
1. Coklat 1. Khas tempe
2. Kuning kecoklatan 2. Agak khas tempe
3. Kuning tua 3. Netral
4. Kuning 4. Agak khas jagung
5. Kuning muda 5. Khas jagung
Rasa : Tekstur :
1. Khas tempe 1. Sangat kasar
2. Agak khas tempe 2. Agak kasar
3. Netral 3. Sedang
4. Agak khas jagung 4. Halus dan lembut
5. Khas jagung 5. Sangat halus dan lembut
(36)
2. Pengujian Kandungan Kimia
a. Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode AOAC (1984). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Sampel yang telah ditimbang selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Cawan porselen berisi sampel dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali, perlakuan ini diulang hingga berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.
Keterangan : A = Berat Contoh
B = Cawan + Contoh Basah C = Cawan + Contoh Kering b. Kadar Lemak
Pengukuran kadar lemak dilakukan berdasarkan metode sokhlet (Sudarmadji, 1984). Labu lemak dikeringkan di dalam oven lalu ditimbang. Sampel seberat 2 g dibungkus kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet,. kemudian alat dipasang. Petroleum benzene dituangkan ke dalam labu lemak dan di ekstraksi selama 5 jam. Cairan yang ada di dalam labu lemak didistilasi dan
100% x A
C -B Air
(37)
pelarutnya ditampung. Labu lemak yang berisi lemak tersebut diuapkan dalam oven 105oC (15-20 menit), kemudian ditimbang sampai beratnya konstan.
100% x (g) sampel Bobot (g) lemak Bobot (%) lemak
Kadar
c. Kadar Protein
Analisis ini menggunakan analisis Gunning (Sudarmadji, 1984). Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl, ditambahkan 10 g K2S dan 10-15 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya dilakukan distruksi diatas pemanas listrik dalam lemari asam, mula mula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak berwarna lagi. Di buat pula perlakuan blankonya seperti perlakuan diatas tanpa sampel. Setelah labu kjedahl beserta cairannya menjadi dingin kemudian ditambah 100 ml aquades serta larutan NaOH 45% sampai cair bersifat basis. Labu kjedahl dipasang segera pada alat destilasi. Labu tersebut dipanaskan sampai amonia menguap semua, destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml HCl 0,1N yang telah diberi indikator pp 1% beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah volume distilat 150 ml atau setelah distilat yang keluar bersifat basis. Distilat dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N.
Kadar protein sampel di hitung dengan rumus :
14,008 NaOH N 10 contoh g contoh) NaOH mL -blanko NaOH (mL N % konversi Faktor N % Protein %
(38)
d. Kadar Abu
Pengukuran kadar abu dilakukan dengan metode AOAC (1984). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel dibakar di atas kompor hingga tidak berasap, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 600C selama 4 jam (hingga diperoleh abu berwarna keputih-putihan). Cawan dan abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
100% x A
C -B Abu
%
Keterangan : A = Berat Contoh B = Cawan + Abu C = Cawan kosong e. Kadar Serat Kasar
Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan metode Sudarmadji (1984). Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan pentosan. Sampel yang telah dihaluskan dan diekstraksi lemaknya dengan soxhlet ditimbang sebanyak 2 g. Sampel dipindahkan dalam labu erlenmeyer 600 ml, lalu ditambahkan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan, 3 tetes zat anti buih (antifoam agent), dan 200 ml larutan H2SO4 mendidih (1,25 g H2SO4 pekat/100 ml = 0,255 N H2SO4). Labu erlenmeyer selanjutnya ditutup dengan pendingin balik, dididihkan selama 30 menit dengan kadang kala digoyang-goyangkan.
(39)
Suspensi disaring menggunakan kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Residu dicuci dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring kedalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100ml = 0,313 N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Selanjunya residu dididihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit, lalu diaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10. Residu dicuci kembali dengan aquades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan dengan isinya pada 110C sampai berat konstan (1 -- 2 jam), lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Berat residu = berat serat kasar.
100% x A C -B Kasar Serat % Keterangan : A = Berat Contoh
B = Kertas Saring + Serat C = Kertas Saring
f. Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat diukur dengan menggunakan metode by different (Winarno, 1992), perhitungan untuk analisis kadar karbohidrat ini adalah :
Air) Abu Lemak (protein % -100% t Karbohidra %
(40)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Konsentrasi ragi tempe dan lama fermentasi jagung tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur MP-ASI yang dihasilkan. 2. Perlakuan terbaik produk MP-ASI adalah konsentrasi ragi tempe 3% dan lama
fermentasi jagung 48 jam dengan nilai rata-rata warna 3,19 (kuning tua), aroma 2,86 (netral), rasa 2,44 (agak khas tempe), dan tekstur 3,14 (sedang).
3. Kandungan kimia produk MP-ASI terbaik meliputi kadar abu, air, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat sesuai dengan SNI 01-7111.1-2005.
B. Saran
Masih diperlukan perbaikan terhadap prosedur pengayakan untuk menghasilkan tekstur MP-ASI yang lebih halus, pengamatan terhadap masa simpan, dan pengamatan kandungan zat gizi lain seperti vitamin dan mineral MP-ASI.
(41)
PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN
TEPUNG TEMPE KEDELAI
Oleh
NOVENTI RIANA SARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(42)
PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN
TEPUNG TEMPE KEDELAI
(Skripsi)
Oleh
NOVENTI RIANA SARI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(43)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
1. Struktur biji jagung ... 7
2. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi ... 26
3. Diagram alir pembuatan tepung tempe ... 27
4. Diagram alir pembuatan produk MP-ASI ... 28
5. Formulir quesioner uji organoleptik formula MP-ASI ... 31
6. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap warna MP-ASI ... 37
7. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap warna MP-ASI ... 38
8. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap aroma MP-ASI ... 40
9. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap aroma MP-ASI ... 41
10. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap rasa MP-ASI ... 43
11. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap rasa MP-ASI ... 44
12. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap tekstur MP-ASI ... 46
13. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap tekstur MP-ASI ... 47
14. Jagung Bisi 2 ... 67
15. Jagung hasil pengukusan dan pengaronan ... 67
16. Proses fermentasi jagung ... 67
17. Jagung terfermentasi sebelum dikeringkan ... 67
(44)
19. Tepung jagung terfermentasi ... 67
20. Tempe ... 68
21. Proses pengukusan tempe ... 68
22. Proses pengeringan tempe ... 68
23. Tempe hasil pengeringan ... 68
24. Tepung tempe ... 68
25. Formula MP-ASI ... 68
26. Formula MP-ASI dalam bentuk bubur ... 69
(45)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
1. Struktur biji jagung ... 7
2. Diagram alir pembuatan tepung jagung terfermentasi ... 26
3. Diagram alir pembuatan tepung tempe ... 27
4. Diagram alir pembuatan produk MP-ASI ... 28
5. Formulir quesioner uji organoleptik formula MP-ASI ... 31
6. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap warna MP-ASI ... 37
7. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap warna MP-ASI ... 38
8. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap aroma MP-ASI ... 40
9. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap aroma MP-ASI ... 41
10. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap rasa MP-ASI ... 43
11. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap rasa MP-ASI ... 44
12. Pengaruh konsentrasi ragi tempe terhadap tekstur MP-ASI ... 46
13. Pengaruh lama fermentasi jagung terhadap tekstur MP-ASI ... 47
14. Jagung Bisi 2 ... 67
15. Jagung hasil pengukusan dan pengaronan ... 67
16. Proses fermentasi jagung ... 67
17. Jagung terfermentasi sebelum dikeringkan ... 67
(46)
19. Tepung jagung terfermentasi ... 67
20. Tempe ... 68
21. Proses pengukusan tempe ... 68
22. Proses pengeringan tempe ... 68
23. Tempe hasil pengeringan ... 68
24. Tepung tempe ... 68
25. Formula MP-ASI ... 68
26. Formula MP-ASI dalam bentuk bubur ... 69
(47)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 3
C. Kerangka Pemikiran ... 3
D. Hipotesis ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biji Jagung ... 6
B. Tepung Jagung Terfermentasi ... 11
C. Tempe ... 13
D. Tepung Tempe ... 16
E. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 18
III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
B. Bahan dan Alat ... 24
C. Metode Penelitian... 25
D. Pelaksanaan Penelitian ... 25
1. Pembuatan Tepung Jagung Terfermentasi ... 25
2. Pembuatan Tepung Tempe ... 27
(48)
E. Pengamatan ... 28
1. Uji Organoleptik... 29
2. Pengujian Kandungan Kimia ... 32
a. Kadar Air. ... 32
b. Kadar Lemak. ... 32
c. Kadar Protein. ... 33
d. Kadar Abu. ... 34
e. Kadar Serat Kasar. ... 34
f. Kadar Karbohidrat. ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik... 36
1. Warna ... 36
2. Aroma ... 39
3. Rasa ... 42
4. Tekstur... 45
B. Penentuan Perlakuan Terbaik ... 48
C. Analisis Kimia Perlakuan Terbaik. ... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
(49)
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, F. 2008. Kajian Formulasi dan Isotermik Sorpsi Air Bubur Jagung Instan. (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Albar, H. 2004. Makanan pendamping ASI. Cermin Dunia Kedokteran 145:51-55. Albertine, A., A. Darda, R. Indaryani, B. N. Kusuma, dan M. Arsyad. 2008. Tepung Tempe sebagai Protein Nabati yang Ekonomis. (Laporan Akhir PKM). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Agricultural Chemist. 14th ed. AOAC. Inc. Arlington. Virginia.
Arief, R. W. Dan R. Asnawi. 2009. Kandungan gizi dan komposisi asam amino beberapa varietas jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 9(2):61-66.
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai. Solo.
Deliani. 2008. Pengaruh Lama Ferementasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Djafaar, T. F., A. Murdiati, dan I. S. Utami. 2011. Kajian biologis makanan bayi dengan bahan pokok sagu dan tepung tempe terhadap pertambahan berat badan tikus putih (Rattus norveginus). Agritech 15(4):11-17.
Evirina, H. 1992. Pengaruh Penambahan Tepung Tempe dan Putih Telur Terhadap Sifat Fisik dan organoleptik Bakso Ikan Lele (Clarias batrachus L.). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Fillaeli, A. 2012. Kajian Aflatoksin Sebagai Salah Satu Cemaran Alami Bahan Pangan. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 1-7.
Ginting, E. 2010. Produk Olahan Kedelai. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 1-14.
(50)
Hamid, Y. H. 2000. Pemanfaatan Tepung Pisang Owak (Musa paradisicial L) untuk Bahan Makanan Campuran (BMC) sebagai Makanan Tambahan Bayi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryoto. 1998. Tempe dan Kecap Kecipir. http://books.google.co.id/books?isbn= 9794974277. Diakses pada tanggal 30 Desember 2012.
Indrasanto, D., R. Brahim, Sugito, A. Purwanto, F. Ismandari, Sarijono, M. Hidayah, dan S. Murniati. 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Pusat dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Karsono, Y., A. Tunggal, A. Wiratama, dan P. Adimulyo. 2012. Pengaruh Jenis
Kultur Starter Terhadap Mutu Organoleptik Tempe Kedelai. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 1-8.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Spesifikasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Jakarta.
Kresnawan, I. A. Ranida, S. Zainab, E. Zainal, Djasmidar, G. Sianturi, M, Karmini, R. Apriantono, E. Lugiarti, E. Herlina, Hardinsyah, D. Pranadji, M. Poppy, dan E. Hariyanto.2006. Pedoman Umum PemberianMakanan Pendamping Air Susu Ibu(MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Kusumaningrum, A., dan W. P. Rahayu. 2007. Penambahan kacang-kacangan dalam formulasi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) berbahan dasar pati aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr). Jurnal Teknol, dan Industri Pangan. 18(2):73-80.
Larasati, D., S. B. Wahjuningsih, dan E. Pratiwi. 2011. Kajian formulasi bubur bayi instan berbahan dasar pati garut (Maranta Arundinaceae L) sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI) terhadap sifat fisik dan organoleptik. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian 5(2):112-118.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2005. Diversifikasi Pemanfaatan
Tempe untuk Olahan Pangan.
http://www.kimia-lipi.net/index.php?pilihan=litbang&kunci=tepung%20tempe&kategori=4 &id=9.1hlm. Diakses pada tanggal 06 Desember 2011.
Mensah, P., B. S. Drasan, T. J. Harrison, and A. M. Tomkins. Fermented cereal gruels: towards a solution of the weanling's dilemma. Food and Nutrition Bulletin 13(1):50-57.
Muhajir, A. 2007. Peningkatan Gizi Mie Instan dari Campuran Tepung Terigu dan Tepung Ubi Jalar Melalui Penambahan Tepung Tempe dan Tepung Ikan. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
(51)
Mukhtadi, D. 1992. Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta Pengembangan Produk Olahannya untuk Golongan Rawan Gizi. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mulyawanti, I., K. T. Dewandari dan S. I. Kailaku. 2006. Aflatoksin pada jagung dan cara pencegahannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. (2):23-28.
Murni, M. 2012. Kajian Penambahan Tepung Tempe Pada Pembuatan Kue Basah Terhadap Daya Terima Konsumen. Baristand Industri Surabaya. Surabaya. Nout, M. J. R. and J. L .Kiers. 2005. Tempe fermentation, innovation and
functionality: update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology 98 :789–805.
Nurani, F. dan O. Nawansih. 2006. Buku Ajar Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Oktavia, A. N., 2012. Studi Pembuatan Tepung Formula Tempe. (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makasar.
Pudjiono, P. I. 2004. LIPI Kembangkan Tepung Tempe. http://arsip.gatra.com/2004-08-30/artikel.php?id=44840. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2011.
Puryana, I. G.P. S. 2008. Pemanfataan kedelai dalam pembuatan bubur sumsum sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI). Jurnal Skala Husada 5(2):91-97.
Puspa, Y. R. 2004. Pengaruh Penambahan Tepung Tempe dan Lama Penyimpanan Terhadap Total Bakteri dan Daya Terima Fillet Kakap Putih (Lates Calcarifer). (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.
Puspowati, S. D. 2003. Kajian Formulasi, Mikrostruktur, Daya Cerna, dan Umur Simpan Biskuit Garut untuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahmawati, R. 2010. Hubungan Perilaku Pemberian MakananPendamping Asi (ASI) Dengan Tingkat KonsumsiEnergi, Protein dan Besar Porsi MP-ASI pada Anak Balita Keluarga Miskin Di KabupatenSukoharjo. (Skripsi) Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Richana, N. 2010. Tepung jagung termodifikasi sebagai pengganti terigu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32(6):6-7.
Richana, N. dan Suarni. 2011. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. 386-409.
(52)
Saloko, S., I.W.S. Yasa, dan A. Sulistiawati. 2009. Formulasi Tepung Pisang Kepok Dan Tepung Kacang Hijau Terhadap Mutu MP-ASI Lokal. Prosiding Seminar Nasional FTP UNUD. Bali. 154-159.
Setyani, S. 2002. Buku Ajar Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Setyani, S., N. Yuliana, dan R. Adawiyah. 2012. Penggunaan Jagung Terfermentasi dan Tempe Kedelai Untuk Meningkatkan Mutu dan Nilai Gizi MP-ASI dalam Upaya Perbaikan Gizi dan Kesehatan Baduta. Laporan Penelitian Strategis Nasional Tahun Pertama. Universitas Lampung. 95.
Silvia, I. 2009. Pengauh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus). (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soegiharto, I. S. 1995. Memepelajari Pembuatan Cookies dengan Substitusi Tepung Tempe. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Standar Nasional lndonesia. 1995. SNI 0l-3727-1995 tentang tepung jagung. Jakarta.
Standar Nasional lndonesia. 2005. SNI 01-7111-2005 tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bubuk instan. Jakarta.
Suarni. 2009a. Komposisi Nutrisi Jagung Menuju Hidup Sehat. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. 60-68.
Suarni. 2009b. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Jurnal Litbang Pertanian 28(2):63-71.
Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Maros. 410-426.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press. Jakarta.
Sutanto, I. 2010. Pengaruh Formulasi Bahan Makanan Campuran (BMC) dari Tepung Sukun (Artocarpus Communis) dan Tepung Kacang Benguk (Mucuna Pruriens L.) Terhadap Kandungan Gizinya. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sutomo, B. 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://budiboga.blogspot.com/ 2008/06/tempe-kaya-protein-mencegah-anemia.html. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
(53)
Syarief, R. 1996. Prosedur Pembuatan Tempe. Pengembangan Industri Kecil Menengah Tempe. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wignyanto, I. Nurika, dan S.K. Mahardika. 2009. Optimasi proses fermentasi tepung jagung pada pembuatan bahan baku biomassa jagung instan (kajian lama inkubasi dan konsentrasi kapang Rhizopus Sp.). Agritek 17(2): 251-257.
(54)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Sri Setyani, M.S. ...
Sekretaris : Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. ...
Penguji
Bukan pembimbing : Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001
(55)
Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN TEPUNG
TEMPE KEDELAI Nama Mahasiswa : NOVENTI RIANA SARI No. Pokok Mahasiswa : 0814051060
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Ir. Sri Setyani, M.S. NIP 195310141983032003
Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. NIP. 196507251992032002
2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Ir. Susilawati, M.S. NIP 196108061987022001
(56)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Way Huwi pada tanggal 04 November 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Widya Bakti Way Huwi Bandar Lampung pada tahun 1995, pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Way Kandis Bandar Lampung pada tahun 2002, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 19 Bandar Lampung pada tahun 2005 dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada bulan September 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas lampung melalui SNMPTN.
Pada tahun 2011, penulis menjadi asisten dosen mata kuliah Teknologi Serealia dan Palawija dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kab. Mesuji, dengan topik “Revitalisasi Pertanian dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Petani) Desa Sidomulyo Kecamatan Mesuji Kabupaten Mesuji”. Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang Jawa Barat, dengan topik “Mempelajari Proses Produksi Susu Segar Di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang Jawa Barat”.
(57)
SANWACANA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Sri Setyani, M.S. selaku pembimbing satu skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;
2. Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. selaku pembimbing dua yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;
3. Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan saran-saran guna terselesaikanya skripsi ini;
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 21 Januari 2013 Penulis
(1)
56
Saloko, S., I.W.S. Yasa, dan A. Sulistiawati. 2009. Formulasi Tepung Pisang Kepok Dan Tepung Kacang Hijau Terhadap Mutu MP-ASI Lokal. Prosiding Seminar Nasional FTP UNUD. Bali. 154-159.
Setyani, S. 2002. Buku Ajar Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Setyani, S., N. Yuliana, dan R. Adawiyah. 2012. Penggunaan Jagung Terfermentasi dan Tempe Kedelai Untuk Meningkatkan Mutu dan Nilai Gizi MP-ASI dalam Upaya Perbaikan Gizi dan Kesehatan Baduta. Laporan Penelitian Strategis Nasional Tahun Pertama. Universitas Lampung. 95.
Silvia, I. 2009. Pengauh Penambahan Variasi Berat Inokulum Terhadap Kualitas Tempe Biji Durian (Durio zibethinus). (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soegiharto, I. S. 1995. Memepelajari Pembuatan Cookies dengan Substitusi Tepung Tempe. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Standar Nasional lndonesia. 1995. SNI 0l-3727-1995 tentang tepung jagung. Jakarta.
Standar Nasional lndonesia. 2005. SNI 01-7111-2005 tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bubuk instan. Jakarta.
Suarni. 2009a. Komposisi Nutrisi Jagung Menuju Hidup Sehat. Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009. 60-68.
Suarni. 2009b. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Jurnal Litbang Pertanian 28(2):63-71.
Suarni dan S. Widowati. 2011. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Maros. 410-426.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press. Jakarta.
Sutanto, I. 2010. Pengaruh Formulasi Bahan Makanan Campuran (BMC) dari Tepung Sukun (Artocarpus Communis) dan Tepung Kacang Benguk (Mucuna Pruriens L.) Terhadap Kandungan Gizinya. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sutomo, B. 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://budiboga.blogspot.com/ 2008/06/tempe-kaya-protein-mencegah-anemia.html. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
(2)
57
Syarief, R. 1996. Prosedur Pembuatan Tempe. Pengembangan Industri Kecil Menengah Tempe. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Lembaga Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wignyanto, I. Nurika, dan S.K. Mahardika. 2009. Optimasi proses fermentasi tepung jagung pada pembuatan bahan baku biomassa jagung instan (kajian lama inkubasi dan konsentrasi kapang Rhizopus Sp.). Agritek 17(2): 251-257.
(3)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Sri Setyani, M.S. ...
Sekretaris : Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. ...
Penguji
Bukan pembimbing : Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. ...
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001
(4)
Judul Skripsi : PENGARUH KONSENTRASI RAGI TEMPE DAN LAMA FERMENTASI JAGUNG TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MP-ASI DENGAN TEPUNG
TEMPE KEDELAI Nama Mahasiswa : NOVENTI RIANA SARI No. Pokok Mahasiswa : 0814051060
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Ir. Sri Setyani, M.S. NIP 195310141983032003
Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. NIP. 196507251992032002
2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Ir. Susilawati, M.S. NIP 196108061987022001
(5)
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Way Huwi pada tanggal 04 November 1990 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Widya Bakti Way Huwi Bandar Lampung pada tahun 1995, pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Way Kandis Bandar Lampung pada tahun 2002, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 19 Bandar Lampung pada tahun 2005 dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada bulan September 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas lampung melalui SNMPTN.
Pada tahun 2011, penulis menjadi asisten dosen mata kuliah Teknologi Serealia dan Palawija dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kab. Mesuji, dengan topik “Revitalisasi Pertanian dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat (Petani) Desa Sidomulyo Kecamatan
Mesuji Kabupaten Mesuji”. Pada tahun 2012, penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang Jawa Barat,
dengan topik “Mempelajari Proses Produksi Susu Segar Di Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang Jawa Barat”.
(6)
i
SANWACANA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Sri Setyani, M.S. selaku pembimbing satu skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;
2. Dr. Ir. Neti Yuliana, M.Si. selaku pembimbing dua yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;
3. Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan saran-saran guna terselesaikanya skripsi ini;
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 21 Januari 2013 Penulis