KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MEMBENTUK DISIPLIN ANAK REMAJA (Studi Pada Keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim)

(1)

(Studi Pada Keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim) SKRIPSI

Oleh

FAJAR PAMUKTI PUTRA 0646031017

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(2)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi komunikasi keluarga dalam membentuk Disiplin Anak . 8 1. Pengertian Komunikasi ... 8

2. Komunikasi Antar Pribadi ... 9

3. Keluarga ... 13

4. Komunikasi Keluarga... 19

5. Disiplin ... 26

6. Anak Remaja ... 36

B. Kerangka Pikir ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 41

B. Pendekatan Penelitian ... 42

C. Fokus Penelitian ... 42

D. Informan ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Dokumentasi ... 43

2. Wawancara ... 44


(3)

1. Reduksi Data ... 45

2. Display (Penyajian Data) ... 45

3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan) ... 46

IV. OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 46

1. Geografi... 47

2. Topografi ... 47

3. Mata Pencaharian ... 47

4. Agama ... 48

5. Pendidikan ... 48

6. Sumber Air ... 49

B. Obyek Penelitian ... 50

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51

B. Pembahasan ... 77

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

ABSTRAK

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MEMBENTUK DISIPLIN ANAK REMAJA

(Studi Pada Keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim)

Oleh

FAJAR PAMUKTI PUTRA

Komunikasi dalam keluarga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi dalam keluarga, juga dapat dibina hubungan yang baik, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota keluarga khususnya pada anak. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi keluarga dalam membentuk disiplin anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung? .Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komunikasi keluarga dalam membentuk disiplin anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung.

Pendekatan penelitian melalui pendekatan kualitatif diama dalam penelitian yang telah dilakukan memiliki tujuan untuk menganalisis dan menggambarkan mengenai komunikasi keluarga terhadap pembentukan disiplin anak remaja di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung. Pengambilan informan dilakukan dengan cara mengundi dari sejumlah keluarga yang ada di RT 14. Dari 3 kepala keluarga ini telah mewakili masing-masing karakter keluarga yang mempunyai komunikasi yang berbeda pada keluarga dan penerapan disiplin pada anak. Penelitian yang akan dilakukan yaitu bersifat kualitatif yaitu data yang


(5)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Komunikasi keluarga dengan anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung terbentuk dengan baik. Dimana komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak sudah cukup baik. Melalui komunikasi dalam keluarga, juga dapat dibina hubungan yang baik, sehinggadapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota keluarga khususnya pada anak. Disiplin anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung terbentuk dari usia dini sehingga sampai saat ini disiplin anak cukup baik. Dimana disiplin memerlukan proses belajar, pada awal proses belajar perlu adanya upaya orang tua. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih, membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai berdasarkan acuan moral. Jika anak telah terlatih dan terbiasa berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral maka, dan perlu adanya kontrol orang tua untuk mengembangkannya.

Saran-saran yang diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut Diharapkan bagi orang tua untuk terus mempertahankan dan meningkatkan komunikasi keluarga khususnya dengan anak-anak remajanya, karena melalui komunikasi dalam keluarga, juga dapat dibina hubungan yang baik, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota keluarga khususnya pada anak remaja dimana pada masa ini merupakan masa yang penuh dengan permasalahan. Bagi anak diharapkan untuk terus mempertahankan disiplinnya dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan disiplin yang ditanamkan sejak dini akan memberikan masukan positif bagi pengembangan anak remaja di masa yang akan datang dan memberikan tuntunan bagaimana mengelola waktu dan diri sendiri dalam hidup anak remaja sehari-hari.


(6)

ABTSRACTION

FAMILY COMMUNICATIONS IN FORMING ADOLESCENT DISCIPLINE

(Study At Family in RT 14 Way Halim Sub-District) By

FAJAR PAMUKTI PUTRA

Communications in family can improve human correlation among side communicating. In life have family to and into society someone can get amenity in life because own many friends. Through communications in family, also can be constructed by a good correlation, so that can avoid and overcome happening of conflict among family member especially at child. Adolescent is a period of/to which is full of problems. This Statement have been told far at past that is in early century ke-20 by Adolescent Psychology Far that is Stanley Hall. Adolescent Age reside in at spanning 12-23 year. Pursuant to boundaries given by all experts, can be seen by that starting is same teen-age relative, but ending it teen-age highly varied. May even exist recognized also with lunged adolescent term, and adolescent is which is cut short. Formulation of problem in this research is how family communications in forming child discipline in RT 14 Way Halim Sub-District Bandar Lampung?. Target of research is to know family communications in forming child discipline in RT 14 Way Halim Sub-District Bandar Lampung Research Approach Through approach qualitative where in research which have been conducted to have target to analyze and depict to regarding family communications to forming of adolescent discipline in RT 14 Way Halim Sub-District Bandar Lampung. Informant Intake done/conducted by balloting from a number of families exist in RT 14. From this 3 family head have deputized each family character having different communications at family and discipline applying at child. Research to be done by that is having character of qualitative


(7)

Pursuant to result of previous solution and research, hence inferential as follows: Family communications with child in RT 14 Way Halim Sub-District Bandar Lampung formed better. Where communications intertwined by among/between old fellow and child have good enough. Through communications in family, also can be constructed by a good correlation, then can avoid and overcome happening of conflict among family member especially at child. Child discipline in RT 14 Way Halim Sub-District Bandar Lampung formed of by an age early so that till now good enough child discipline. Where discipline needs process learn, in early process to learn to need existence of old fellow effort. This matter can be done by training, familiarizing behavior as according to values pursuant to moral reference. If child have been trained and accustomed behavior as according to moral values hence, and need existence of control old fellow to develop it.

Suggestion given by researcher is shall be as follows Expected to old fellow to be continued to maintain and improve family communications specially with adolescent children, because passing communications in family, also can be constructed by a good correlation, so that can avoid and overcome happening of conflict among family member specially at adolescent where at a period of/to this represent a period of/to which is full of problems. To child expected to be continued to maintain its discipline in everyday life, because with discipline inculcated early on will give positive input to adolescent development in future and give manual how to manage time and own self in life everyday adolescent.


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi 5, 342 h), Rineka Cipta, Jakarta

Dessler, G. 1997. Human Resource Management (Seventh Edition). London: Prince Hall International Inc.

Dessler, G. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. London: Prince Hall International Inc.

Devito, Joseph. A. 1997. Communicology: An Introductio to The Study of Communication. Harper & Row, Publishing, New York-London.

Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar budaya. Yogyakarta : LkiS.

M. Hariwijaya, 2002. Panduan Mendidik dan Membentuk Watak Anak. Luna Publisher. Jakarta.

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Komunikasi Antarbudaya, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nasir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. PT. Ghalia Indonesia. Jakarta. Poewadarminta, 1985. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Prasetiyanti, Herlin. 2005. Pola Asuh Orang Tua Dalam Meningkatkan Disiplin

Anak Di Perumahan Muria Indah Desa Gondangmanis Kecamatan Bae Kabupaten Kudus. Skripsi

Sarwono, Sarlito. 1983. Psikologi Perkembangan. PT. Ghalia Indonesia. Jakarta. Sobur, Alex. 1986. Anak Masa Depan. Bandung : Angkasa.

Sobur, Alex. 1991. Komunikasi Orang Tua dan Anak. Bandung : Angkasa Soedjatmiko. N.A.1991. Antara Anak dan Keluarga. Surabaya : Rama Press


(9)

Sugiyono, 2004. Statistik Untuk Penelitian. CV Alfa Beta. Bandung

Uchjana Effendi, Onong, M.A. 2001. Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(10)

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

Hasil penelitian melalui wawancara dengan tiga keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung:

1. Komunikasi Keluarga

a. Keluarga Bapak Rubai (48 tahun)

Peneliti : Bagaimana komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak remaja setiap harinya?

Bapak Rubai : Selama ini komunikasi kami dengan anak terjalin cukup baik setiap harinya, mas! Kami sebagai orang tua selalu berusaha untuk menjaga komunikasi dengan baik pada anak-anak kami!

Peneliti : Apakah orang tua selalu memulai komunikasi kepada anak remajanya?

Bapak Rubai : Dalam komunikasi yang ada dalam keluarga ini tidak harus saya dan istri saya yang harus mulai mas, anak-anak kami beri kebebasan untuk memulainya, hal ini kami lakukan agar anak-anak mempunyai keberanian mengungkapkan masalah, pendapat bahkan masukan selagi semuanya sifanya positif!

Peneliti : Bagaimana tanggapan anak mengenai komunikasi yang terjalin dengan orang tua?

Bapak Rubai : Selama ini anak-anak memberi tanggapan yang positif pada komunikasi yang terjalin di keluarga kami, mereka sangat senang dengan komunikasi yang selama ini terjalin, apalagi komunikasi dalam keluarga ini terjadi dua arah baik dari orang tua maupun anak.


(11)

b. Keluarga Bapak Salimin (45 tahun)

Peneliti : Bagaimana komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak remaja setiap harinya?

Bapak Salimin: Kalau untuk setiap harinya komunikasi orang tua

khususnya saya mas sebagai bapaknya anak-anak agak kurang mas! Maklum mas saya sering keluar kota, kerja saya menuntut untuk saya lebih banyak bekerja di luar rumah, karena paling sebentar saya keluar kota selama 1 minggu, biasa mas saya sebagai kontraktor kan banyak dapat job di luar kota! Untuk setiap harinya paling banyak komunikasi anak-anak dengan ibunya!

Peneliti : Apakah orang tua selalu memulai komunikasi kepada anak remajanya?

Bapak Salimin: Ya mas, apalagi seperti saya harus lebih banyak

memulainya, karena saya sadar bahwa tidak setiap hari saya bertemu dengan anak-anak di rumah, hal ini saya lakukan agar anak-anak juga tidak segan-segan untuk memulai pembicaraan dengan orangtuanya.

Peneliti : Bagaimana tanggapan anak mengenai komunikasi yang terjalin dengan orang tua?

Bapak Salimin: Selama ini sich, anak-anak tetap menanggapinya dengan baik komunikasi pada keluarga kami ini, memang ada kalanya mereka mengatakan bahwa inginnya setiap hari dapat berkomunikasi dengan orang tua khususnya dengan saya sebagai bapaknya, tapi saya tetap menjaga komunikasi dengan anak-anak walau saya sedang sibuk di tempat kerja, saya biasanya menggunakan handphone untuk berkomunikasi jika saya ada di luar kota mas.


(12)

c. Keluarga Bapak Sumarno (58 tahun)

Peneliti : Bagaimana komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak remaja setiap harinya?

Bapak Sumarno: Komunikasi yang mas Fajar maksud apakah komunikasi orang tua dengan anak-anak kami ya! Kalau itu setiap hari kami melakukannya mas, yang jelas kalau antar orang tua dengan anak kurang komunikasinya banyak dampak yang muncul mas, dan di keluarga kami mempunyai prinsip bahwa komunikasi keluarga adalah nomor satu dalam kehidupan sehari-hari kami.

Peneliti : Apakah orang tua selalu memulai komunikasi kepada anak remajanya?

Bapak Sumarno: Kalau dalam keluarga ini mas, siapa yang memulai itu tidak ada aturannya harus orang tua dulu, anak-anak saya kasih kebebasan untuk memulainya, entah itu masalah keluarga, sekolah maupun tempat bermainnya!

Peneliti : Bagaimana tanggapan anak mengenai komunikasi yang terjalin dengan orang tua?

Bapak Sumarno: Oh...kalau itu sih jangan ditanya mas, anak-anak

menanggapinya dengan baik, apalagi setiap hari libur kami gunakan untuk berkumpul atau berekreasi bersama-sama sehingga anak-anak juga akan lebih merasa terbuka dan enjoy dengan keluarganya!


(13)

2. Disiplin Anak

a. Keluarga Bapak Rubai (48 tahun)

Peneliti : Bagaimana disiplin anak setelah bangun tidur pada pagi Hari?

Bapak Rubai : Anak-anak sudah kami biasakan untuk bangun pagi mas Fajar, paling lambat jam 6 pagi harus sudah bangun untuk persiapan sekolah, tetapi kalau hari minggu boleh molor sedikit tapi tidak lebih dari jam 8 pagi mas! Anak-anak sudah memahaminya dan sudah diterapkan setiap harinya Peneliti : Bagaimana disiplin anak anda dalam mempersiapkan

kegiatan dan tugas di sekolahnya?

Bapak Rubai : Ya seperti yang saya bilang tadi mas, mereka cukup disiplin mempersiapkan kegiatan sekolahnya mulai dari bangun, persiapan tas, seragam, sarapan dan berangkat sekolah dan kalu soal tugas atau PR di sekolah dia alhamdulilah selalu mengerjakannya dan tidak pernah kena hukuman!

Peneliti : Bagaimana disiplin anak anda setelah pulang sekolah? Bapak Rubai : Anak-anak disiplin setelah pulang sekolah, kalau ada

kegiatan di luar sekolah biasanya mereka memberitahukan dulu pada orang tua bahwa ada kegiatan setelah pulang sekolah dan jam berapa selesainya mereka mengatakan sebelumya atau jika kegiatannya mendadak mereka akan menelpon ke rumah!

Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mengatur waktu belajar di rumah?

Bapak Rubai : Saya dan istri telah menetapkan waktu belajar pada anak- anak sedari kecil yaitu jam 7-9 malam, walapun mereka tidak ditunggui orang tuanya mereka akan tetap belajar pada jam itu.

Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mengatur istirahat (tidur) di rumah?


(14)

Bapak Rubai : Waktu istirahat juga kami sepakati bersama yaitu jam 10 malam jadi semua kegiatan harus sudah selesai dan anak-anak harus tidur untuk persiapan paginya mas!

Peneliti : Bagaimana disiplin teman anda yang bernama Pipit di sekolahnya (Menurut Teman-temannya)?

Intan : Menurut Intan sebagai teman dekatnya Pipit kalau soal di sekolah Pipit selalu datang tepat waktu dan dia tidak pernah terlambat dan kalau ada tugas di sekolahnya kata intan dia selalu mengerjakannya dan dia selalu mendapatkan nilai-nilai yang bagus dan kalu pulang sekolah Pipit selalu langsung pulang kerumah karena dia memang tidak suka main gitu Kak’

Peneliti : Apakah setiap hari anak anda selalu disiplin dengan sholatnya ?

Bapak Rubai : Anak saya sih kalau sholat 5 waktu alhamdulilah sudah disiplin menjalankan sholatnya kalau sholat subuh dia selalu sholat lalu kalau sholat zuhur dan azhar dia selalu menjalankannya dan kalau sholat magrib dan isya nya dia selalu sholat bersama saya dan keluarga di rumah yaq Alhamdulilah mas anak saya rajin sholt semua karena mereka tau itu kewajiban yang utama dan lalu saya bertanya lagi dengan Kaknya Pipit yang bernama Intan kalau Pipit kalu soal sholat alhamdulilah dia rajin sholatnya krena sudah di disiplinkan untuk sholat dan kalau sholat 5 waktu dia selalu menjalankannya


(15)

b. Keluarga Bapak Salimin (45 tahun)

Peneliti : Bagaimana disiplin anak setelah bangun tidur pada pagi hari?

Bapak Salimin : Anak-anak cukup disiplin mas untuk bangun tidur di pagi hari, apalagi mereka tahu tugasnya setiap hari adalah sekolah, jadi mau gak mau mereka harus bangun pagi untuk sekolah!

Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mempersiapkan kegiatan sekolahnya?

Bapak Salimin : Kami sebagai orang tua mengajarkan untuk persiapan sekolah hendaknya dilakukan pada saat selesai belajar malam atau sebelum anak-anak tidur, jadi pagi hari mereka tidak akan sibuk mencari buku pelajaran, seragam atau lainnya yang akan dibawa sekolah mas!

Peneliti : Bagaimana disiplin anak setelah pulang sekolah?

Bapak Salimin : Kalau pulang sekolah mereka disiplin pada jamnya mas, kalau ada kegiatan ekstra di sekolah mereka akan pulang dulu atau kalau tidak sempat pulang mereka telpon ke rumah!

Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mengatur waktu belajar di rumah?

Bapak Salimin : Anak-anak saya kasih kebebasan untuk memilih waktu belajar, yang jelas mereka tidak boleh main-main atau tidak belajar sama sekali, dan waktu belajar harus digunakan sepenuhnya

Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mengatur istirahat (tidur) di rumah?

Bapak Salimin : Waktu istirahat mereka setiap harinya cukup tertib, jam setengah 10 malam mereka harus sudah tidur mas, kecuali malam minggu mereka kami bebaskan untuk tidur jam berapa saja karena besoknya kan libur!


(16)

Peneliti : Bagaimana disiplin teman anda yang bernama Anis di sekolahnya (Menurut Teman-temannya)?

Retno : Menurut Retno sebagai teman dekatnya anis ini selalu datang ke sekolah tepat waktu tapi dan kalau soal tugas sekolah Anis lumayan rajin Kak’ tapi kadang dia lupa mengerjakan PR dan kalau sudah pulang sekolah Anis biasnay sih langsung pulang tapi dia kan udah punya pacar jadi kadang-kadang dia tidak langsung pulang

Peneliti : Apakah setiap hari anak anda selalu disiplin dengan sholatnya ?

Bapak Salimin : Anak saya kalau soal sholat alhamdulilah sudah sholat 5 waktu dan sudah di siplin karena dia sudah tau kewajibannya dan lalu saya bertanya lagi menurut Kaknya Anis yang bernama Edi Anis selalu menjalankan sholat 5 waktunya kalau subuh dia selalu sholat walaupun terkadang kesiangan tapi terkadang dia sering mengulur-ulur waktunya apalagi kalau sholat zuhur dan azhar dia selalu mengulur waktu sholatnya dan terkadang sampai lupa sholat nya dan kalau sholat maghrib dan isya dia selalu sholat dan sholatnya selalu di rumah

3. Keluarga Bapak Sumarno (58 tahun)

a. Peneliti : Bagaimana disiplin anak setelah bangun tidur pada pagi hari?

Bapak Sumarno: Anak-anak disiplin mas kalau untuk bangun pagi,

awalnya memang agak susah untuk bangun pagi, jadi sebagai orang tua saya dan istri saya berusaha untuk membangunkan anak-anak selama satu bulan pertama, eh...lama-lama mereka terbiasa untuk bangun sendiri . Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mempersiapkan kegiatan

sekolahnya?


(17)

nasehat agar disiapkan setelah belajar pada malam harinya, takutnya kalo pagi mereka terburu-buru apalagi sekolah mereka cukup jauh dari rumah! Jadi yang kalau pagi sudah siap selurunya mas Fajar!

Peneliti : Bagaimana disiplin anak setelah pulang sekolah?

Bapak Sumarno: Anak-anak selalu pulang setiap kali pulang dari sekolah, walaupun ada kegiatan di sekolah mereka selalu pulang dulu, baru kembali ke sekolah! Anak-anak kami ajarkan agar selalu disiplin menggunakan waktu mereka mas! Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mengatur waktu belajar di

rumah?

Bapak Sumarno: Waktu belajar yang kami tetapkan dari jam 7 sampai setengah 9 malam sudah mereka terapkan dari kecil mas, jadi kalau sudah masuk jam tersebut yang mereka belajar hingga selesai, jadi waktu belajar tidak digunakan untuk kegiatan lain, kecuali malam minggu mereka menghabiskan waktu untuk nonton TV atau ngobrol dengan kami!

Peneliti : Bagaimana disiplin anak dalam mengatur istirahat (tidur) di rumah?

Bapak Sumarno: Waktu tidur anak-anak saya batasi hingga jam 10 malam, tidak boleh lebih dari itu dan anak-anak disiplin untuk waktu tidurnya sehingga bangun pagi mereka tidak pernah terlambat, kalau malam minggu atau hari libur mereka boleh memilih waktu tidur mereka!

Peneliti : Bagaimana disiplin teman anda yang bernama Thomas di sekolahnya (Menurut Teman-temannya)?

Agus : Menurut Agus Thomas ini selalu berangkat pagi dari rumahnya tapi kalau sudah sampai sekolah Thomas selalu bermain-main dulu di luar sekolah dan karena itu Thomas sering terlambat Dan kalau soal mengerjakan PR Thomas selalu mengerjakannya di sekolah ya setiap ada tugas atau


(18)

PR dia selalu nyontek Kak’ Kalau pulang sekolah Thomas selalu bermain dulu terkadang dia membohongi orang tuanya kalau pulang terlambat

Peneliti : Apakah setiap hari anak anda selalu disiplin dengan sholatnya ?

Bapak Sumarno : Kalau soal sholat anak saya di rumah selalu sholat 5 waktu tapi namanya anak anak mas ya kadang dia males sholat dan kadang-kadang juga susah di suruh sholat apalagi kalau subuh susah sekali di bangunin untuk sholat dan kalau zuhur dan azhar dia biasanya sholanya di masjid dan kalau maghrib dan isya ya kadang dia sholat di masjid dan kadang dia sholat di rumah sama saya dan lalu saya bertanya kepda tema mainnya Thomas yang bernama Wawan kalau Thomas kalau soal sholat dia agak males Kak dan saya bertanya apakah dia selalu sholat di masjid? Ya Kak tapi kadang kalau dia sholat di masjid Cuma main-main saja Kak ya kadang dia Cuma duduk-duduk di wrung dekat masjid tapi orang rumahnya tidak tahu Kak kalau dia begitu lalu kalau sholat maghrib dan isya dia selalu sholat di rumah Kak tapi kadang-kadang sholat di masjid juga


(19)

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MEMBENTUK DISIPLIN ANAK (Studi Pada Keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim)

1. Komunikasi Keluarga

a. Bagaimana komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak remaja setiap harinya?

Jawaban:

... ... ... b. Apakah orang tua selalu memulai komunikasi kepada anak

remajanya? Jawaban:

... ... ...

c. Bagaimana tanggapan anak mengenai komunikasi yang terjalin dengan orang tua?

Jawaban:

... ... ...


(20)

2. Disiplin Anak

a. Bagaimana disiplin anak setelah bangun tidur pada pagi hari? Jawaban:

... ... b. Bagaimana disiplin anak dalam mempersiapkan kegiatan

sekolahnya? Jawaban:

... ... c. Bagaimana disiplin anak setelah pulang sekolah?

Jawaban:

... ... d. Bagaimana disiplin anak dalam mengatur waktu belajar di rumah?

Jawaban:

... e. Apakah setiap hari anak anda selalu disiplin dengan sholatnya ?

Jawaban:

... f. Bagaimana disiplin anak dalam mengatur istirahat (tidur) di rumah?

Jawaban:


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan fundamental. Keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orangtuanya. Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periode-periode kritis yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan harmonis maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukkan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian diri kedisiplinan yang terganggu bahkan menjadi gagal sama sekali dalam tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya.

Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menempati kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan


(22)

2

seorang anak, terutama pada tahap awal maupun tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal memberi cinta kasih dan perhatian akan memupuk kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Karena itu baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekita memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kedisiplinan anak (Kartini Kartono, 1992 : 57).

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang berhubungan dengan kegiatan individu sejak lahir sampai dewasa. Dalam rentang kehidupan individu, keluarga mempunyai peranan penting terhadap seluruh aspek kedisiplinannya.

Komunikasi yang terjadi antara anggota yang satu dengan yang lain berbeda, tergantung pada kepekaan tiap-tiap keluarga dan hubungan diantara anggota keluarga tersebut. Kualitas komunikasi mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan hubungan interpersonal yang positif di antara anggota keluarga. Dengan kata lain, komunikasi dalam keluarga akan berjalan baik apabila didukung oleh hubungan baik diantara anggota keluarga tersebut. Komunikasi adalah proses pengalihan informasi dari satu orang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau satu kelompok lain. Proses pengalihan informasi tersebut selalu mengandung pengaruh tertentu. Proses pengaruh tersebut merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya membentuk proses sosial. (Hafied Cangara, 2002 : 62)


(23)

Untuk mengubah sebuah perilaku komunikasi yang terjadi haruslah bersifat terbuka dari dua arah. Masing-masing pihak haruslah ada keterbukaan antara satu dengan yang lain sehingga terjadi saling pengertian diantara keduanya.

Menurut Supraktiknya (1995 : 45) menyatakan bahwa keterbukaan dalam sebuah proses komunikasi antara anak dan orangtua merupakan hal terpenting untuk menciptakan salaing pengertian di antara keduanya. Tingkat keterbukaan dalam sebuah proses komunikasi tergantung dari seberapa dekat orangtua terhadap anak sehingga anak merasa aman ketika ia mencurahkan isi hatinya secara menyeluruh kepada orangtua seperti halnya dikatakan oleh Mark and Miller (1994 : 60) bahwa kedekatan antara anak dan kedua orangtua merupakan hal yang mutlak untuk dapat mengetahui apa yang menjadi keinginan dan pengukapan perasaan diri anak secara menyeluruh dalam sebuah proses komunikasi. hal ini menjadikan anak lebih dihargai dan merasa diperhatikan sehingga anak pun akan membuka diri terhadap apa yang dinasehatkan orangtua kepadanya. Menurut Bochner dan Eisenberg, Galvin dan Brommel dalam Stewart dan Sylvia (1996 : 217) menyatakan di antara banyak teori yang digunakan oleh para ahli untuk menjelaskan keluarga, dua variabel yang penting adalah kohesi (kepaduan) dan adaptasi. Kedua dimensi ini mempengaruhi dan dipengaruhi komunikasi.

Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kedisiplinan, khususnya lingkungan keluarga. Kedua orangtua adalah pemain peran ini. Peran lingkungan dalam mewujudkan kedisiplinan seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak


(24)

4

bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap anak.

Kohesi merujuk kepada seberapa dekat keterkaitan anggota-anggota keluarga. Pada suatu titik ekstrem ada keluarga-keluarga memiliki sedikit otonomi atau sedikit kesempatan untuk mencapai kebutuhan dan tujuan pribadi. Keluarga-keluarga demikian memiliki sedikit pembatas. Anggota-anggota Keluarga-keluarga berbagai segala sesuatu. Tingkat emosional dan fisik mereka cenderung tinggi. Mereka punya sedikit privacy, karena setiap anggota mengetahui urusan anggota lainnya. (Stewart dan Sylvia, 1996 : 217)

Dalam keluarga-keluarga yang tingkat kepaduannya sangat rendah, sebaliknya, anggota-anggota keluarga secara fisik dan emosional terpisah, tidak terlibat, sehingga hanya ada sedikit saja hubungan di antara mereka. Sedikit saja kegiatan yang mereka lakukan bersama, kegiatan keluarga menempati prioritas yang rendah, dan setiap anggota tampaknya punya jadwal kegiatan masing-masing. Ada keluarga-keluarga yang sulit menyesuaikan diri mereka dengan setiap perubahan yang terjadi. Keluarga-keluarga demikian dianggap kaku, mereka hidup dengan aturan-aturan yang tidak luwes. Stewart dan Sylvia (1996 : 218) menulis bahwa dalam suatu sistem yang tertutup aturan-aturan tidak manusiawi. Kebanyakan keluarga berada di antara kedua titik eksterm ini dan punya kemampuan beradaptasi yang bervariasi terhadap perubahan.


(25)

Hafied Cangara (2002 : 62) menjelaskan fungsi komunikasi dalam keluarga ialah meningkatkan hubungan insani (Human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi dalam keluarga, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Komunikasi dalam keluarga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi dalam keluarga, juga dapat dibina hubungan yang baik, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota keluarga khususnya pada anak. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Hasil prasurvey pada 75 kepala keluarga ditemukan bahwa 10 orang keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim didapatkan data sebanyak tujuh orang (70%) komunikasi dalam keluarga masih kurang terjalin baik, hal ini dapat terlihat masih adanya ketidakterusterangan anggota keluarga dalam menyatakan masalah yang terjadi, hal ini dikarenakan intensitas bertemu dengan keluarga yang kurang karena adanya kesibukan di luar rumah. Sedangkan tiga orang


(26)

6

(30%) menyatakan bahwa komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga sudah terjalin baik, dimana komunikasi sesuai dengan aktivitas keluarga yang ada. Penelitian akan dilakukan segera yaitu pada tanggal 29 Mei 2010. Pengambilan RT 14 Kelurahan Way Halim sebagai tempat penelitian adalah banyaknya orang tua yang sibuk bekerja yang memungkinkan minimnya komunikasi antar orang tua dengan anak sehingga akan memunculkan pembentukan kedisiplinan yang berbeda dengan anak yang orangtuanya tidak terlalu disibukkan dengan pekerjaannya, disiplin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah disiplin anak dalam belajar sudah baik atau belum. Selain itu dibandingkan dengan dengan RT-RT lain di Kelurahan Way Halim kondisi perilaku anak di RT 14 Kelurahan Way Halim kurang baik, sehingga diperlukan kajian mengenai komunikasi keluarga dalam membentuk kedisiplinan anak, apakah komunikasi keluarga yang baik akan dapat membentuk kedisiplinan anak yang baik pula. Pemilihan Kelurahan Way Halim sebagai tempat penelitian didasarkan pada hasil temuan sementara peneliti yaitu banyaknya perilaku anak yang menyimpang seperti sering berkelahi, membolos dan melawan orang tua dimana salah satu sebab yang mempengaruhinya adalah kurang baiknya fungsi komunikasi orang tua dengan anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi keluarga dalam membentuk disiplin anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung?


(27)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui komunikasi keluarga dalam membentuk disiplin anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitan skripsi ini yaitu : 1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan studi dalam rangka mengetahui komunikasi keluarga dalam membentuk kedisiplinan anak.

2. Secara Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi keluarga dalam membentuk kedisiplinan anak.

b. Untuk melengkapi dan memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Fungsi komunikasi keluarga dalam membentuk Disiplin Anak

1. Pengertian Komunikasi

Scharmm mengemukakan bahwa istilah komunikasi berasal dari Bahasa Inggris “Communication” yang juga berasal dari perkataan Latin yakni “Communicatus” yang berarti sama (common). Jadi pada saat kita melakukan komunikasi itu berarti kita juga sedang berusaha melakukan kesamaan (commnunes) dengan orang lain. Suatu komunikasi menurut Scharmm tidak akan aktif apabila kepentingan bersama antara komunikator dan komunikan tidak terpenuhi (Onong Effendy, 2003 : 28).

A.W. Widjaja mendefinisikan komunikasi sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan, atau diartikan pula sebagai saling tukar-menukar pendapat. Komunikasi juga dapat diartikan hubungan kontrak antara manusia baik individu maupun kelompok (A.W. Widjaja, 2000 : 13).

Menurut E.M. Rogers komunikasi adalah penyampaian gagasan, informasi, instruksi dan perasaan dari seseorang kepada orang lain atau dari sekelompok


(29)

orang kepada kelompok orang yang lain (TB. Syafri Mangkuprawira dan AV. Hubeis, 2007 : 56).

2. Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Joseph A. Devito komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan berupa umpan balik seketika (Marhaen Fajar, 2009 : 78).

Theodorson (1969: 98) : “adalah proses pengalihan informasi dari satu atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu atau kelompok orang lainnya”

Joseph De Vito (1976: 97) : “Pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung”

Dean C Barlund (1968: 88) : “Komunikasi yang selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur”

Komunikasi antar pribadi mempunyai berbagai macam manfaat. Melalui komunikasi antar pribadi bisa mengenal diri sendiri dan orang lain. Melalui komunikasi antar pribadi bisa mengetahui dunia luar. Melalui komunikasi antar pribadi dapat menjalin hubungan yang lebih bermakna. Melalui komunikasi antar pribadi dapat melepaskan ketegangan. Melalui komunikasi antar pribadi dapat mengubah niali nilai dan sikap seseorang. Melalui komunikasi antar pribadi seseorang bisa memperoleh hiburan dan menghibur


(30)

10

orang lain, dan sebagainya. Singkatnya komunikasi antar pribadi mempunyai berbagai macam kegunaan.

Definisi komunikasi antar pribadi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sebagai berikut :

a. Definisi Berdasarkan Komponen (componential)

Definisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi antar pribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang atau penerima pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

b. Definisi Berdasarkan Hubungan Diadik (relational dyadic)

Komunikasi antar pribadi sebagai komunikasi yang berlangsung diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Dengan definisi ini hampir tidak mungkin ada komunikasi diadik (dua orang) yang bukan komunikasi antar pribadi.

c. Definisi Berdasarkan Pengembangan (Developmental)

Komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak pribadi (impersonal) pada satu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain.

Keuntungan dari komunikasi jenis ini adalah :

a. Terjadinya kontak pribadi (personal contact) pribadi yang menyentuh pribadi komunikan anda.


(31)

b. Ketika menyampaikan pendapat maka akan adanya umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback)

c. Bisa langsung mengetahui umpan balik dari komunikan, baik raut muka, dan perasaannya, gayanya.

d. Mengetahui jika gagal menyampaikan pesan maka bisa mengubah gaya penyampaian pesan.

Prinsip-Prinsip Dalam Komunikasi Antar pribadi a. Komunikasi Adalah Paket Isyarat

Perilaku komunikasi, apakah ini melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh, atau kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam “paket” (Pittenger, Hocket; & Danehy, 1960). Biasanya, perilaku verbal dan nonverbal saling memperkuat dan mendukung. Semua bagian dari sistem pesan biasanya bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan makna tertentu. Manusia tidak mengutarakan rasa takut dengan kata-kata sementara seluruh tubuh nya bersikap santai. Manusia tidak mengungkapkan rasa marah sambil tersenyum. Seluruh tubuh – baik secara verbal maupun nonverbal – bekerja bersama-sama untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.

b. Pesan yang Kontradiktif

Manusia dapat saja mengatakan “Saya begitu senang bertemu dengan anda”, tetapi berusaha menghindari kontak mata langsung dan melihat kesana-kemari untuk mengetahui siapa lagi yang hadir. Orang ini mengirimkan pesan yang kontradiktif. Manusia menyaksikan pesan yang


(32)

12

kontradiktif (dinamai “pesan berbaur”) pada pasangan yang mengatakan bahwa mereka saling mencintai namun secara nonverbal melakukan hal-hal yang saling menyakiti, misalnya datang terlambat untuk suatu janji penting, mengenakan pakaian yang tidak disukai pasangannya, berkasih-kasihan dengan orang lain, menghindari kontak mata, atau tidak saling menyentuh.

Ernst Beier (1974), misalnya, berpendapat bahwa pesan-pesan ini yang dikatakannya sebagai “diskordansi” (discordance) merupakan akibat dari keinginan untuk mengkomunikasikan dua emosi atau perasaan yang berbeda. Sebagai contoh, bila manusia menyukai seseorang dan ingin mengkomunikasikan perasaan positif ini, tetapi ia juga tidak menyukainya dan ingin mengkomunikasikan perasaan negatif itu juga. Hasilnya adalah manusia tersebut mengkomunikasikan kedua perasaan itu, satu secara verbal dan lainnya secara nonverbal.

c. Komunikasi Adalah Proses Penyesuaian

Komunikasi hanya dapat terjadi bila para komunikatornya menggunakan sistem isyarat tertentu (Pittenger dkk., 1960). Ini jelas kelihatan pada orang-orang yang menggunakan bahasa berbeda. Mereka tidak akan bisa berkomunikasi dengan orang lain jika sistem bahasa berbeda. Tetapi, prinsip menjadi sangat relevan bila disadari bahwa tidak ada dua orang yang menggunakan sistem isyarat yang persis sama. Orang tua dan anak, misalnya, bukan hanya memiliki perbendaharaan kata yang berbeda, melainkan juga mempunyai arti yang berbeda untuk istilah yang mereka


(33)

gunakan. Budaya atau subbudaya yang berbeda, meskipun menggunakan bahasa yang sama, seringkali memiliki sistem komunikasi nonverbal yang sangat berbeda. Bila sistem ini berbeda, komunikasi yang bermakna dan efektif tidak akan terjadi. Sebagian dari seni komunikasi adalah mengidentifikasikan isyarat orang lain, mengenali bagaimana isyarat-isyarat tersebut digunakan, dan memahami apa artinya. Mereka yang hubungannya akrab akan menyadari bahwa mengenali isyarat-isyarat orang lain memerlukan waktu yang sangat lama dan seringkali membutuhkan kesabaran.

Indikator komunikasi antar pribadi yaitu :

a. Komunikasi diadik (dyadic communication), Adalah komunikasi antar pribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah komunikator yang menyampaikna pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan.dialognya terjadi secara intens,komunikator konsentrasi pada komunikan itu saja.

b. Komunikasi triadik (triadic communication), yaitu terdiri dari tiga orang. Yaitu satu komunikator dan dua komunikan. Percakapan ini biasanya bersifat dialogis. Komunikasi triadik ini lebih efektif dalam kegiatan merubah sikap opini dan perilaku komunikan

3. Keluarga

a. Pengertian

Salah satu ikatan sosial yang paling dasar adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat yang


(34)

14

terbentuk dari suatu hubungan yang tetap untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan keorang tuaan dan pemeliharaan anak. Keluarga juga merupakan organisasi terbatas yang di dalamnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang berintegrasi dan berkomunikasi sehingga dapat terciptanya peranan-peranan sosial bagi anggotanya. Menurut Friedman (2002) keluarga terdiri dari dua orang atau lebih, yang disatukan oleh ikatan perkawinan yang hidup bersama dalam satu rumah tangga yang anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi secara emosional antara satu dengan yang lain dalam peran sosial keluarga.

Menurut Duvall (2003) sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial individu yang ada didalamnya dilihat dan interaksi yang regular ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan.

Menurut Bailon & Maglaya (2002) dua atau lebih individu bergabung karena hubungan darah, perkawinan, adopsi hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam peranannya dan menciptakan, mempertahankan suatu budaya.

Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat yang terdiri dari suami isteri, atau suami isteri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.


(35)

Menurut Soelaeman dalam Moh Schohib (1998 : 17) keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi dan saling memperhatikan.

Keluarga adalah unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedang lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kedisiplinan anak (Kartini Kartono, 1995 : 57).

b. Peran Keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan baik sehat maupun sakit pada anggota keluarga yang lain. Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak lagi sanggup merawat. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan anggota keluarga yang sakit, tetapi juga mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut.

Berdasarkan bermacam pandangan teori yang ada disebutkan bahwa keluarga adalah sebagai faktor kontribusi dalam pengelolaan anggota keluarga dengan berbagai masalah kesehatan. Faktor kontribusi tersebut adalah menurut L. Green yang dikutip oleh Herawati …(et. al) (2001) mengemukakan teori yang menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan menjadi 3 faktor yaitu faktor predisposisi


(36)

16

yang merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga dan kelompok/masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku. Faktor yang kedua adalah faktor pemungkin yaitu yang memunkinkan individu untuk berperilaku karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan dan keterampilan. Sedangkan faktor yang ketiga adalah faktor penguat yaitu yang menguatkan perilaku seperti sikap dan keterampilan petugas, teman sebaya, orang tua dan anggota keluarga yang lain.

c. Fungsi Keluarga

Fungsi utama dari keluarga menurut Person (1993) adalah memelihara rumah tangga dan mengakrabkan antar anggota keluarga. Fungsi keluarga menurut Friedman (2002) adalah:

1) Fungsi afektif dan koping,

Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

2) Fungsi sosialisasi

Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.

3) Fungsi reproduksi

Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.


(37)

4) Fungsi ekonomi

Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat

5) Fungsi fisik

Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

Fungsi keluarga menurut Allender (2002): 1. Affection

a. Menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan b. Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual c. Menambah anggota baru

2. Security and acceptance

a. Mempertahankan kebutuhan fisik b. Menerima individu sebagai anggota 3. Identity and satisfaction

a. Mempertahankan motivasi

b. Mengembangkan peran dan self image

c. Mengidentifikasi tingkat sosial dan kepuasan aktivitas 4. Affiliation and companionship

a. Mengembangkan pola komunikasi

b. Mempertahankan hubungan yang harmonis 5. Socialization


(38)

18

b. Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal c. Melepas anggota

6. Controls

a. Mempertahankan kontrol sosial b. Adanya pembagian kerja

c. Penempatan dan menggunakan sumber daya yang ada

Fungsi keluarga menurut Herawati et. al (2001):

a. Fungsi keagamaan: memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

b. Fungsi sosial budaya: membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

c. Fungsi cinta kasih: memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga

d. Fungsi melindungi: melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman e. Fungsi reproduksi: meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan

anak, memelihara dan merawat anggota keluarga

f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan: mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik


(39)

g. Fungsi ekonomi: mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang

h. Fungsi pembinaan lingkungan

4. Komunikasi Keluarga

a. Pengertian

Menurut Supratiknya (1995 : 31) komunikasi adalah adanya dialog dan kerjasama dalam segala hal dan hubungan timbal balik antara anggota keluarga, misalnya antara orang tua dan anaknya.

Menurut Soelaeman dalam Moh Schohib (1998 : 17) keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masinganggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi dan saling memperhatikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi keluarga adalah komunikasi/interaksi terjadi diantara orang tua dengan anak dalam rangka memberikan kesan, keinginan, sikap, pendapat, dan pengertian, yang dilandasi rasa kasih sayang, kerja sama, penghargaan, kejujuran, kepercayaan dan keterbukaan diantara mereka.


(40)

20

b. Unsur-unsur Komunikasi Dalam Keluarga

Beberapa ahli menyebutkan unsur-unsur komunikasi dalam keluarga sama dengan unsur-unsur komunikasi pada umumnya. Hafied Cangara (2002 : 24) merangkum pendapat para ahli, beberapa unsur komunikasi yang dapat diterapkan untuk komunikasi dalam keluarga:

1) Sumber komunikasi

Sumber komunikasi adalah pembuat atau pengirim informasi dalam komunikasi keluarga. Dalam komunikasi keluarga sumber bisa berasal dari ayah, ibu, adik, bahkan lebih luas lagi kakek, nenek, bibi, paman, dan sebagainya.

2) Pesan.

Pesan yang disampaikan dalm proses komunikasi dalam keluaraga dapat disampaikan dengan cara tatap muka di dalam rumah atau melalui media komunikasi bila tidak bertemu di rumah. Isi pesan bisa berupa ilmu pengetahuan (misalnya ketika anak menanyakan isi PR), hiburan (misalnya orang tua menyanyikan lagu untuk si kecil), informasi (misalnya tentang berbagai berita lokal maupun nasional), atau nasehat yang berguna (misalnya dalam memilih teman bergaul).

3) Media.

Media yang di maksud ialah alat yang digunakan umtuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa saluran atau media komunikasi. Media komunikasi utama untuk komunikasi dalam keluarga adalah pancaindra manusia, pada saat anggota keluarga dapat bertemu langsung. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi yang dapat


(41)

digunakan pada saat anggota keluarga tidak dapat bertemu muka, yaitu melalaui surat, telepon, telegram, ponsel, hingga internet.

4) Penerima.

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan. Di dalam keluarga, penerima pesan adalah semua anggota keluarga. Unsur lain adalah pengaruh atau efek pesan baik dari pengetahuan, sikap atau tingkah laku seseorang.

c. Ruang Lingkup Komunikasi Keluarga

Alo Liliweri (1997 : 6) menjelaskan ruang lingkup komunikasi keluarga terdiri atas unsur-unsur : (a) bentuk, (b) sifatm (c) metode, ( d) fungsi, (e) tujuan. Unsur-unsur tersebut dalam kaitannya dengan komunikasi keluarga diuraikan sebagai berikut:

Bentuk komunkasi dalam keluarga adalah personal communication yaitu komunikasi antar pribadi. Sifat komunikasi dalam keluarga dapat verbal maupun non verbal. Secara verbal yaitu dengan ucapan dan tulisan, adapun secara non verbal yaitu dengan tindakan atau gerak mimik. Metode komunikasi dalam keluarga adalah informasi, persuasive, dan instruktif. Fungsinya adalah untuk memberikan informasi, edukasi, persuasi, dan hiburan. Tujuan komunkasi dalam keluarga adalah perubahan sosial, partisirasi sosial, perubahan sikap, perubahan opini dan juga perubahan tingkah laku.

Alo Liliweri (1997 : 70) menjelaskan apabila antara anggota keluaraga saling menanggapi pesan dan menerima pesan tersebut maka sebenarnya telah terjadi komunikasi antar pribadi dalam keluarga yang dialogis. Sedangkan umpan balik


(42)

22

dari komunikasi dalam keluarga ini berfungsi sebagai unsur pemerkaya dan pemerkuat komunikasi antara anggota keluarga sehingga harapan dan keinginan anggota keluarga dapat dicapai.

Hafied Cangara (2002 : 62) menjelaskan fungsi komunikasi dalam keluarga ialah meningkatkan hubungan insani (Human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi dalam keluarga, mengurangi ketidak pastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi dalam keluarga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantar pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hiduonya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi dalam keluarga, juga dapat dibina hubungan yang baik, sehungga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota keluarga.

Komunikasi dalam keluarga merupakan salah satu bentuk komunikasi antar pribadi yang khas. Adapun ciri khas komunikasi antar pribadi yang membedakan dengan komunikasi massa adalah : (1) terjadi secara spontan, (2) tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur, (3) terjadi secara kebetulan, (4) tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu, (5) dilakukan oleh orang-orang yang identitas keanggotaannya kadang-kadang kurang jelas, (6) bisa terjadi sambil lalu (Alo Liliweri, 1997 : 13 )

Hafied Cangara (2002 : 32) mengemukakan adanya komunikasi kelompok kecil sebagai bentuk nyata dari komunikasi dalam keluarga. Proses komunikasi berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, di mana


(43)

anggota-anggota keluarga saling berinteraksi satu sama lainnya, Ciri-cirinya yaitu : (a) anggota-anggota keluarga terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secar tatap muka, (b) pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong di mana semua anggota bisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicaraan tunggal yang mendominasi situasi, (c) sumber dan penerima sulit diidentifikasi, artinya dalam situasi ini semua anggota keluarga bisa berperan sebagai sumber sekaligus sebagai penerima. Karena itu pengaruhnya bisa bermacam-macam

Menurut Reardon dalam Alo Liliweri (1997 : 13) mengemukakan juga bahwa komunikasi antar pribadi yang terjadi dalam komunikasi keluarga mempunyai enam cirri : (1) dilaksanakan atas dorongan berbagai faktor, (2) mengakibatkan dampak yang disengaja, (3) seringkali berbalas-balasan, (4) mengisyaratkan hubungan antar pribadi paling sedikit pada dua orang, (5) berlangsung dalam suasana bebas, bervariasi dan berpengaruh, (6) menggunakan berbagai lambang yang bermakna. Komunikasi di dalam keluarga memiliki ciri-ciri minimal adanya keterbukaan empati dukungan, perasaan positif, dan kesamaan. Jika ciri-ciri tersebut ada dalam komunikasi keluarga, maka akan terjadi komunikasi yang sehat.

d. Indikator / dimensi dari komunikasi keluarga 1) Keterbukaan

Adalah kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan pikiran, perasaan, dan reaksi kita kepada orang lain. Kita harus melihat bahwa diri kita dan pembukaan diri yang akan kita lakukan tersebut diterima orang lain, kalau kita


(44)

24

sendiri menolak diri kita (self rejectimg), maka pembukaan diri kita akan kita rasakan terlalau riskan. Selain itu, demi penerimaan diri kita maka kita harus bersikap tulus, jujur, dan authentic dalam membuka diri.

Pada hakekatnya setiap manusia suka berkomunikasi dengan manusia lain, karena itu tiap-tiap orang selalau berusaha agar mereka lebih dekat satu sama lain. Faktor kedekatan atau proximity bisa menyatakan dua orang yang mempunyai hubungan yang erat. Kedekatan antar pribadi mengakibatkan seseorang bisa dan mampu menyatakan pendapat-pendapatnya dengan bebas dan terbuka.

Keterbukaan di sini adalah bersikap terbuka dan jujur mengenai perasaan/pemikiran masing-masing, tanpa adanya rasa takut dan khawatir untuk mengungkapkannya. (Alo Liliweri, 1997 : 18)

2) Empati

Empati merupakan kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak akan menjadikan anak merasa dihargai sehingga anak akan merasa bebas mengungkapkan perasaan serta keinginannya. Hal ini dapat dijalankan dengan membuat komunikasi dalam keluarga sportif dan penuh kejujuran, setiap pernyataan yang di utarakan realistis, masuk akal dan tidak dibuat-buat, selain itu komunikasi di dalam keluarga harus diusahakn jelas dan spesifik, setiap anggota keluarga benar-benar mengenal perilaku masing-masing, dan semua elemen keluarga harus dapat belajar cara tidak menyetuji tanpa ada perdebatan yang destruktif.


(45)

3) Dukungan

Untuk membangun dan melestarikan hubungan dengan sesama anggota keluarga, kita harus menerima diri dan menerima orang lain. Semakin besar penerimaan diri kita dan semakin besar penerimaan kita terhadap orang lain, maka semakin mudah pula kita melestarikan dan memperdalam hubungan kita dengan orang lain tersebut.

Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam mendukung komunikasi keluarga, sehubungan komunikasi antar orang tua dengan anak-anak.

a) Bersedia memberikan kesempatan kepada anggota keluarga yang lain sehingga pihak lain berbicara.

b) Mendengarkan secara aktif apa yang dibicarakan pasangan bicara. c) Mengajari anak-anak untuk mendengarkan.

d) Menyelesaikan konflik secara dini sehingga terjalin komunikasi yang baik (Thomas Gordon dalam Farida Lestira 1991 : 5)

4) Perasaan positif

Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikir positif tentang orang lain, sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka kitapun akan menolak orang lain. Hal-hal yang kita sembunyikan tentang diri kita, seringkali adalah juga hal-hal yang tidak kita sukai pada orang lain. Bila kita memahami dan menerima perasaan-perasaaan kita, maka biasanya kitapun akan lebih mudah menerima perasaan-perasaan sama yang ditunjukkan orang lain. (Supratiknya, 1995 : 86)


(46)

26

5) Kesamaan

Sebuah komunikasi akan dikatakan sukses kalau komunikasi tersebut menghasilkan sesuatu yang diharapkan yakni kesamaan pemahaman. perselisihan dan perbedaan paham akan menjadi sumber persoalan bila tidak ditangani dengan bijaksana, sehingga memerlukan usaha-usaha komunikatif antara anggota keluarga. Dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan maka pemikiran harus dipusatkan dan ditujukan ke arah pemecahan persoalan, supaya tidak menyimpang dan mencari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan masing-masing. Oleh karena itu sebuah komunikasi harus dilakukan secara konstruktif dan dengan dasar kasih sayang.

Keakraban dan kedekatan antara orang tua dengan anak-anaknya membuat komunikasi dapat berjalan secara efektif dalam meletakkan dasar-dasar untuk berhubungan secara akrab dan dekat. Kemampuan orang tua dalam melakukan komunikasi akan efektif karena orang tua dapat membaca dunia anaknya (selera, keinginan, hasrat, pikiran, dan kebutuhan).

5. Disiplin

a. Pengertian Disiplin

Kata disiplin merupakan kata serapan dari bahasa asing, “discipline” (Inggris), “disciplin” (Belanda) yang artinya belajar. Menurut Singgih Gunarso (1995: 81) disiplin adalah suatu proses dari latihan atau belajar yang bersangkut paut dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengertian lain dikemukakan oleh Yuwono (dalam Soedjatmiko,1991) bahwa disiplin sebagai kesadaran untuk mentaati nilai,


(47)

norma dan aturan yang berlaku dalam keluarga atau masyarakat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan kesadaran diri untuk mentaati nilai, norma dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh lingkungan, sehingga tercipta suatu ketertiban khususnya mengenai disiplin anak dalam belajar.

b. Tujuan Disiplin

Menurut Sobur (1991: 35), bahwa tujuan pemberian disiplin adalah agar anak bisa bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungannya. Menurut Shochib (1997: 3), tujuan disiplin diri adalah mengupayakan pengembangan minat anak dan mengembangkan anak menjadi menusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga dan warga negara yang baik.

Dari kedua batasan tentang tujuan disiplin di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan disiplin adalah mengajarkan kepada individu (anak) untuk dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungannya (keluarga) sehingga menjadi manusia dan warga negara yang baik.

Gunarsa dan Ny. Gunarsa (1995: 137) menjelaskan bahwa disiplin diperlukan dalam mendidik anak supaya dengan mudah anak dapat:

1) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai hak milik orang lain.

2) Mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban serta secara langsung mengerti larangan-larangan.


(48)

28

4) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukuman.

5) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain.

Terdapat banyak kondisi yang mempengaruhi kebutuhan anak akan disiplin, menurut Hurlock (1997: 83-84) empat diantaranya yang dianggap sangat penting adalah :

1) Variasi dalam laju perkembangan anak. Tidak semua anak dengan usia yang sama dapat diharapkan mempunyai kebutuhan akan disiplin yang sama. Disiplin yang cocok untuk anak yang satu belum tentu cocok untuk anak yang lain dalam usia yang sama. Hal ini dikarenakan tiap individu mempunyai perbedaan individual.

2) Kebutuhan akan disiplin bervariasi menurut waktu dalam sehari .Pada jam tertentu, anak membutuhkan disiplin yang lebih dibandingkan pada jam-jam yang lain.

3) Kegiatan yang dilakukan anak mempengaruhi kebutuhan anak akan disiplin. Disiplin paling besar kemungkinannya dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari yang rutin dan paling sedikit diperlukan bila anak bebas bermain sekehendak hatinya.

4) Kebutuhan akan disiplin bervariasi dengan hari dalam seminggu. Hari Senin dan akhir Minggu merupakan saat disiplin paling dibutuhkan. Pada hari tersebut anak mempunyai banyak tugas sekolah yang diperoleh atau yang harus dikerjakannya.


(49)

c. Unsur-Unsur Disiplin

Hurlock (1997: 85) menyebutkan empat unsur pokok yang digunakan untuk mendidik anak agar berperilaku dengan standar dari norma kelompok sosial mereka yaitu:

1) Peraturan.

Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku oleh orang tua, guru atau teman bermain. Peraturan mempunyai tujuan untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Peraturan berfungsi untuk memperkenalkan pada anak bagaimana harus berperilaku sesuai dengan perilaku yang disetujui oleh anggota kelompok mereka dan membantu anak mengekang perilaku yang tidak diinginkan anggota kelompok tersebut.

2) Hukuman.

Hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman digunakan supaya anak tidak mengulangi perbuatan yang salah dan tidak diterima oleh lingkungannya. Dengan adanya hukuman tentunya anak dapat berpikir manakah tindakan yang benar dan manakah yang salah sehingga anak akan menghindari perbuatan yang menimbulkan hukuman.

3) Penghargaan.

Penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik, tidak perlu berbentuk materi tetapi dapat berupa pujian, senyuman atau tepukan dipunggung. Penghargaan berfungsi supaya anak mengetahui bahwa


(50)

30

tindakan yang dilakukannya disetujui oleh lingkungannya. Dengan demikian anak akan mengulangi perbuatan tersebut sehingga mereka termotivasi untuk belajar berperilaku sesuai norma atau aturan yang berlaku.

4) Konsisitensi.

Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stbilitas, yaitu suatu kecenderungan menuju kesamaan. Konsistensi harus ada dalam peraturan, hukuman dan penghargaan. Disiplin yang konsistensi akan memungkinkan individu (anak) menghadapi perubahan kebutuhan perkembangan dalam waktu yang bersamaan dan anak tidak akan bingung. Penyebab dari disiplin yang tidak konsisten adalah adanya perbedaan pendapat antara ayah dan ibu atau orang tua yang tidak diselesaikan sehingga anak menjadi tidak mengerti mana yang harus ditaati. Anak-anak memerlukan suatu gambaran yang jelas dengan segala batasan tentang perbuatan yang diijinkan dan yang dilarang.

d. Bentuk Kedisiplinan Pada Anak

Kedisiplinan pada anak merupakan aspek utama dan essensial pendidikan dalam keluarga yang diemban oleh orang tua, karena mereka bertanggung jawab secara kodrati dalam meletakkan dasar-dasarnya pada anak. Upaya orang tua sebagai pendidik sekaligus pemimpin akan tercapai bila anak telah mampu mengontrol perilakunya sendiri dengan acuan nilai-nilai moral, peraturan, tata tertib, adat, kebudayaan dan sebagainya. Kedisiplinan anak jelas akan mempengaruhi perilakunya dilingkungan apapun termasuk didalamnya adalah lingkungan keluarga (rumah), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Kedisiplinan anak mencakup :


(51)

1) Kedisiplinan di rumah seperti ketaqwaan terhadap Tuhan YME, melakukan kegiatan secara secara teratur, melakukan tugas-tugas pekerjaan rumah tangga (membantu orang tua), menyiapkan dan membenahi keperluan belajarnya, mematuhi tata tertib yang berlaku di rumah dan sebagainya.

2) Kedisiplinan dilingkungan sekolah dimana anak sedang melakukan kegiatan belajarnya. Di lingkungan sekolah kedisiplinan ini diwujudkan dalam pelaksanaan tata tertib sekolah.

3) Kedisiplinan dilingkungan masyarakat, bisa berupa ketaatan terhadap rambu-rambu lalu lintas, kehati-hatian dalam menggunakan milik orang lain dan kesopanan dalam bertamu.

Uraian tersebut memberikan suatu kejelasan bahwa kedisiplinan itu memang merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembinaan dan penyiapan anak untuk mengarungi kehidupannya dimasa yang akan dating atau demi masa depan anak.

e. Terbentuknya Disiplin Dalam Diri Anak

Menurut Soegeng Priyo Darminto, (1994: 25) bahwa secara garis besar terbentuknya disiplin pada diri anak dapat dituliskan sebagai berikut :

1) Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan, dikembangkan dan diterapkan dalam semua aspek , menerapkan sanksi dan ganjaran serta hukuman sesuai perbuatan yang dilakukan.

2) Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Hal ini tercipta melalui proses binaan


(52)

32

melalui keluarga, pendidikan dan pengalaman atau pengenalan dari keteladanan lingkungannya.

3) Disiplin itu lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap seseorang di dalam sistem nilai budaya yang telah ada di dalam masyarakat.

4) Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan pendidikan atau penanaman kebiasaan dengan keteladanan-keteladanan tertentu yang harus dimulai sejak ada dalam lingkungan keluarga, pada masa kanakkanak dan terus tumbuh berkembang menjadikannya bentuk disiplin yang semakin kuat. 5) Disiplin yang mantap pada hakekatnya akan tumbuh dan terpancar dari hasil

kesadaran manusia. Disiplin yang tidak bersumber dari hati nurani manusia akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak bertahan lama atau akan lekas pudar.

6) Upaya Orang Tua dalam Membantu Meningkatkan Disiplin Anak Yang dimaksud upaya orang tua dalam meningkatkan disiplin anak disini adalah cara-cara yang dipergunakan orang tua dalam menanamkan atau memasukkan nilai-nilai, norma ke dalam diri anak sehingga anak memiliki disiplin diri.

Menurut Moh. Shochib (1997: 124), upaya-upaya orang tua tersebut antara lain : 1) Keteladanan diri. Orang tua yang menjadi teladan bagi anak adalah yang pada

saat bertemu atau tidak bersama anak senantiasa berperilaku yang taat terhadap nilai-nilai moral. Keteladanan orang tua tidak mesti berupa ungkapan kalimat-kalimat, namun perlu juga contoh dari orang tua. Dari contoh tersebut anak akan melakukan sesuatu perbuatan seperti yang dicontohkan orang tua kepada anaknya. Dalam memberikan keteladanan pada anak, orang tua juga dituntut untuk mentaati terlebih dahulu nilainilai yang akan diupayakan pada


(53)

anak. Dengan demikian bantuan mereka ditangkap oleh anak secara utuh, sehingga memudahkan untuk menangkap dan mengikutinya. Misalnya, dalam hal mengerjakan sholat, terlebih dahulu orang tua telah mengerjakan atau segera menegakkan sholat, sehingga anak akan mencontoh keteladanan orang tua tersebut.

2) Kebersamaan Orang Tua dengan Anak-anak dalam Merealisasikan Nilai-nilai Moral. Dalam mencipatakan kebersamaan dengan anak-anak dalam merealisasikan nilai-nilai moral adalah dengan menciptakan aturan-aturan bersama oleh anggota keluarga untuk ditaati bersama. Dalam pembuatan aturan ini juga dapat diciptakan bantuan diri, khususnya bagi anak maupun anggota lain. Tujuannya adalah terciptanya aturan-aturan umum yang ditaati bersama dan aturan-aturan khususnya yang dapat dijadikan pedoman diri bagi masing-masing anggota keluarga.Dengan upaya tersebut, berarti orang tua menciptakan situasi dan kondisi yang mendorong serta merangsang anak untuk senantiasa berperilaku yang sesuai dengan aturan.

3) Memberi tugas dan tanggung jawab. Dalam pemberian tugas yang perlu diperhatikan adalah pertama-tama harus disesuaikan dengan kemampuan anak. Selanjutnya perlu diusahakan adanya penjelasan-penjelasan sebelum anak melaksanakan tugas. Pada waktu menjalankan tugas bila perlu diberikan bimbingan dan penyuluhan secara khusus, dalam hal ini orangtua tidak bertindak sebagai tutor, yaitu pembimbing perseorangan atau kelompok kecil dan akhirnya anak disuruh melaporkan hasilnya. Dalam menanggapi laporan anak, orangtua dapat memberi ulasan. Ulasan itu dapat berisi tugas-tugas yang telah betul dan kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki.


(54)

34

4) Kemampuan Orang Tua untuk Menghayati Dunia Anak Anak dapat memahami bahwa bantuan orang tua akan bermakna bagi dirinya untuk memiliki dan mengembangkan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku jika orang tua berangkat dari dunianya, artinya orang tua perlu menyadari bahwa anaknya tidak bisa dipandang sama dengan dirinya. Orang tua yang mampu menghayati dunia anak mengerti bahwa dunia yang dihayati tidak semua dapat dihayati oleh anak. Dengan demikian orang tua dituntut untuk menghayati dunia anaknya, sehingga memudahkan terciptanya dunia yang relatif sama antara orang tua dengan anak. Ini merupakan syarat essensial terjadinya pertemuan makna. Jika orang tua tidak dapat menghadirkan pertemuan makna dengan anaknya tentang nilai-nilai dan moral yang dikemas, maka bantuan orang tua dirasakan sebagai pendiktean oleh anak. Dengan demikian anak melaksanakan keinginan orang tua bukan karena kepatuhan tetapi disebabkan oleh ketakutan terhadap mereka.

5) Konsekuensi Logis. Orang tua perlu menyusun konsekuensi logis baik dalam kehidupan di rumah maupun di luar rumah, yang dibuat dan ditaati bersama oleh semua anggota keluarga. Aturan-aturan ini dibuat agar mereka sejak semula menyadari konsekuensi yang harus diterima jika melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap nilai-nilai moral. Konsekuensi ini berbeda dengan hukuman karena mereka sendiri yang telah menetapkan sesuatu yang harus diambil jika melanggar aturan yang dibuat sendiri pula, artinya aturan-aturan yang dibuat dan ditetapkan disadari sebagai wahana untuk tetap dan meningkatkan kepemilikannya nilai-nilai moral. Dengan demikian masing-masing anggota keluarga secara bersama-sama dapat saling membantu untuk


(55)

membuat pedoman diri dalam mengarahkan dirinya agar senantiasa untuk memiliki dan meningkatkan nilai-nilai moral untuk dipolakan dalam kehidupannya.

6) Kontrol Orang tua terhadap Perilaku Anak. Dalam melaksanakan kontrol terhadap perilaku anaknya, orang tua haruslah senantiasa berperilaku yang taat moral dengan disadari bahwa perilaku yang dikontrolkan kepada anaknya telah diterapkan dalam kehidupan. Tujuan kontrol perlu dikomunikasikan kepada anak, sehingga kontrolnya dirasakan sebagai bantuan. Kontrol mereka pada anak yang masih kecil disertai dengan contoh-contoh konkret untuk mengembalikan anak pada perilaku yang taat moral. Bentuk konkretnya berbeda dengan anak yang menginjak masa remaja. Kontrol mereka terhadap anak yang menginjak remaja dapat dimulai dengan jalan dialog terbuka.

Nilai Moral Disandarkan pada Nilai-nilai Agama Dalam era globalisasi orang tua dituntut untuk menyadari bahwa sumber nilai-nilai moral diupayakan kepada anaknya perlu disandarkan kepada sumber nilai yang dimiliki kebenaran mutlak. Hal ini dapat memberikan kompas pada anak untuk mengarungi dunia dengan perubahan yang sangat cepat, sehingga tidak larut di dalamnya. Disamping itu, untuk memberikan kepastian pada anak agar berperilaku yang jelas arahnya untuk waktu yang tidak terhingga. Hasil komunikasi yang terjalin dari orang tua dan anak remaja diharapkan dapat membentuk kedisiplinan anak yang baik dilihat dari sudut konsep diri anak yang meliputi Preventif (permulaan) dan korektif (pembetulan) individualitas dan Konsisten (tetap) anak remaja (Fagan, 2006).


(56)

36

6. Anak Remaja

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Anak remaja yang dibahas dalam penelitian ini adalah anak remaja yang masih sekolah.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Pengadilan Anak, keluarga diartikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri, atau suami isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Adapun menurut Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak Pasal 1 ayat (1) didefenisikan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang didalam kandungan.

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.


(57)

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

a. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. b. Ketidakstabilan emosi.

c. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup. d. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

e. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.

f. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.


(1)

melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku taat moral. Karena dengan komunikasi yang dialogis ini akan menjembatani kesenjangan, keinginan dan tujuan di antara dirinya dan anak-anaknya, yang sering kali menjadi pemicu anak berperilaku agresif atau tidak berdisiplin.

c. Komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahan, berkenaan dengan nilai-nilai moral. Ini berarti mereka telah mampu melakukan intervensi damai terhadap kesalahan atau penyimpangan perilaku yang tidak taat nilai moral serta telah melakukan upaya bagaimana meningkatkannya. Dengan kata lain, orang tua telah mampu melakukan kontrol terhadap perilaku anak-anaknya agar mereka tetap memilki dan meningkatkan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku yang berdisiplin.

Melalui kontrol tersebut, berarti orang tua telah melakukan pengawasan dan bimbingan kepada anaknya untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral. Kontrol tersebut juga mengandung kontrol orang tua terhadap pergaulan anak dengan teman sebayanya agar tidak melakukan dialog dengan nilai-nilai baru yang bertentangan dengan nilai moral agama. Dalam mengontrol perilaku anak, orang tua dapat memberikan hukuman, jika hal tersebut dirasakan sangat perlu untuk menyadarkan anak terhadap perilaku-perilakunya yang menyimpang sehingga dapat meluruskan kembali.

d. Upaya selanjutnya untuk menyuburkan ketaatan anak-anak terhadap nilai-nilai moral dapat diaktualisasikannya dalam menata lingkungan fisik yang


(2)

85

disebut momen fisik. Hal ini dapat mendukung terciptanya iklim yang mengundang anak yang berdialog terhadap nilai-nilai moral yang dikemasnya misalnya, adanya hiasan dinding, mushalla, lemari atau rak-rak buku yang berisi kitab-kitab agama yang mencerminkan nafas agama, ruangan yang bersih, teratur, dan barang-barang yang tertata rapi mencerminkan nafas keteraturan dan kebersihan, pengaturan tempat belajar dan suasana sunyi yang mencerminkan nafas kenyamanan dan ketenangan dalam melakukan belajar; pemilihan tempat tinggal dapat mengaktifkan anak dengan nilai-nilai moral. e. Penataan lingkungan fisik yang melibatkan anak-anak dan berangkat dari

dunianya akan menjadikan anak semakin kokoh dalam kepemilikan terhadap nilai moral dan semakin terundang untuk meningkatkannya. Hal tersebut terjadi jika orang tua dapat mengupayakan anak-anak untuk semakin dekat dan akrab dengan nilai moral. Upaya dapat diaktualisasi dengan menata lingkungan sosial karena dalam penataannya dapat dikemas nilai moral dalam pola hubungan antar keluarga, cara berkomunikasi, kekompakan dan adanya indikasi-indikasi pendidikan. Penataan ini merupakan realisasi orang tua dalam mempertanggungjawabkan perannya, yaitu memberikan bantuan untuk menumbuhkan kontrol diri anaknya. Sehubungan dengan itu, dalam menata lingkungan sosial, orang tua dituntut untuk menciptakan adanya pola komunikasi antar anggota keluarga yang bermuatan nilai-nilai moral. Pola komunikasi ini dapat melakukan melalui gerak, sentuhan, belaian, senyuman, mimik, atau ungkapan kata. Pola komunikasi tersebut dapat membuat anggota keluarga menjadi lebih akrab, saling memiliki, dan merasa aman dalam keluarga.


(3)

f. Penataan lingkungan sosial dapat menghadirkan situasi kebersamaan antara anak-anak dengan orang tua. Situasi kebersamaan merupakan syarat utama bagi terciptanya penghayatan dan pertemuan antara orang tua dan anak-anak. g. Penataan lingkungan pendidikan akan semakin bermakna bagi anak jika

mampu menghadirkan iklim yang mendorong kejiwaannya untuk mempelajari nilai-nilai moral. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah menata suasana psikologis dalam keluarga. Penataan suasana psikologis dalam keluarga menyentuh dimensi emosional dan suasana kejiwaan yang menyertai dan dirasakan dalam kehidupan keluarga.

h. Penataan penataan suasana psikologis semakin kokoh jika nilai-nilai moral secara transparan dijabarkan dan diterjemahkan menjadi tatanan sosial dan budaya dalam kehidupan keluarga.

Berdasarkan upaya di atas sangat diperlukan sebagai panduan dalam membuat perubahan dan pertumbuhan anak, memelihara harga diri, dan dalam menjaga hubungan erat antara orang tua dengan anak. Dari ketiga panduan ini lahir strategi yang mengharuskan orang tua memiliki kemampuan mengatur (manajemen) anak, mengendalikan anak, serta merangsang anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan acuan moral yang secara esensial bermakna dengan tindakan pendidikan. Bantuan yang diberikan orang tua kepada anak-anak bagi kepemilikan disiplin diri, sehingga mampu membantu mereka agar dapat: mempersepsi kebermaknaan nilai moral bagi dirinya, memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya, membaca kesuksesan yang telah diraih dan memberikan motivasi-motivasi untuk meningkatkannya, dan membina rasa kebersamaan antara dirinya dengan anak-anak.


(4)

87

Disiplin sebagai kesadaran untuk mentaati nilai, norma dan aturan yang berlaku dalam keluarga atau masyarakat. Disiplin merupakan kesadaran diri untuk mentaati nilai, norma dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh lingkungan, sehingga tercipta suatu ketertiban. Kedisiplinan pada anak merupakan aspek utama dan essensial pendidikan dalam keluarga yang diemban oleh orang tua, karena mereka bertanggung jawab secara kodrati dalam meletakkan dasar-dasarnya pada anak. Upaya orang tua sebagai pendidik sekaligus pemimpin akan tercapai bila anak telah mampu mengontrol perilakunya sendiri dengan acuan nilai-nilai moral, peraturan, tata tertib, adat, kebudayaan dan sebagainya. Kedisiplinan anak jelas akan mempengaruhi perilakunya dilingkungan apapun termasuk didalamnya adalah lingkungan keluarga (rumah), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.


(5)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Komunikasi keluarga dengan anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung terbentuk dengan baik. Dimana komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak sudah cukup baik. Melalui komunikasi dalam keluarga, juga dapat dibina hubungan yang baik dimana antar anggota keluarga terjalin komunikasi yang seimbang dengan intensitas yang cukup, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota keluarga khususnya pada anak, dimana komunikasi yang terjalin terdiri dari komponen (componential), hubungan diadik (relational dyadic) dan pengembangan (developmental).

2. Disiplin yang ditunjukkan anak di RT 14 Kelurahan Way Halim Bandar Lampung sudah baik namun masih perlu pengawasan dari orang tua untuk menerapkan disiplin pada anak-anak. Disiplin memerlukan proses belajar. Pada awal proses belajar perlu adanya upaya orang tua. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih, Membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai berdasarkan acuan moral. Jika anak telah terlatih dan terbiasa


(6)

89

berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral maka, dan perlu adanya kontrol orang tua untuk mengembangkannya. Ketiga upaya ini dinamakan kontrol eksternal, yang dinilai dari preventif (permulaan) dan korektif (pembetulan) individualitas dan konsisten (tetap)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran-saran yang diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut

1. Diharapkan bagi orang tua untuk terus mempertahankan dan meningkatkan komunikasi keluarga khususnya dengan anak-anak remajanya, karena melalui komunikasi dalam keluarga, juga dapat dibina hubungan yang baik, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota keluarga khususnya pada anak remaja dimana pada masa ini merupakan masa yang penuh dengan permasalahan, dengan mempertahankan rasa positif (positivnes) dan empati (empathy), sehingga akan memberikan hasil komunikasi yang baik dalam keluarga.

2. Bagi anak diharapkan untuk terus mempertahankan disiplinnya dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan disiplin yang ditanamkan sejak dini akan memberikan masukan positif bagi pengembangan anak remaja di masa yang akan datang dan memberikan tuntunan bagaimana mengelola waktu dan diri sendiri dalam hidup anak remaja sehari-hari.


Dokumen yang terkait

Peran pendidikan agama Islam di keluarga dalam membentuk kepribadian remaja

0 32 0

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MEMBENTUK DISIPLIN ANAK REMAJA (Studi Pada Keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim)

4 52 113

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MEMBENTUK DISIPLIN ANAK REMAJA (Studi Pada Keluarga di RT 14 Kelurahan Way Halim)

2 16 13

PENGARUH KOMUNIKASI KELUARGA TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENDIDIKAN ANAK (Studi Pada Keluarga Batih di Kavling B Jalan Abdul Kadir RT 14 Kelurahan Raja Basa, Bandar Lampung)

2 20 150

PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN REMAJA (STUDI PADA KELUARGA DI KELURAHAN GUNUNG AGUNG BANDAR LAMPUNG)

0 9 58

PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN REMAJA (STUDI PADA KELUARGA DI KELURAHAN GUNUNG AGUNG BANDAR LAMPUNG)

0 10 68

UPAYA KELUARGA DALAM MENANAMKAN IBADAH PADA ANAK (Studi Kasus di Dukuh Sidomulyo RT 01 dan RT 02 RW 03 Makamhaji Kartasura Upaya Keluarga Dalam Menanamkan Ibadah Pada Anak(Studi Kasus Keluarga Di Dukuh Sidomulyo Rt 01 Dan Rt 02 Rw 03 Makamhaji Kartasura

0 3 15

UPAYA KELUARGA DALAM MENANAMKAN IBADAH PADA ANAK (Studi Kasus Keluarga di Dukuh Sidomulyo RT 01 dan RT 02 RW 03 Upaya Keluarga Dalam Menanamkan Ibadah Pada Anak(Studi Kasus Keluarga Di Dukuh Sidomulyo Rt 01 Dan Rt 02 Rw 03 Makamhaji Kartasura Tahun 2016

0 2 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA DENGAN ANAK REMAJA | Karya Tulis Ilmiah

0 0 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA DENGAN ANAK REMAJA

0 0 3