Peran pendidikan agama Islam di keluarga dalam membentuk kepribadian remaja

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

MAHMUDAH NIM : 107011001030

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

Judul Skripsi :Peran Pendidikan Agama Islam di Keluarga dalam Membentuk Kepribadian Remaja

Pendidikan agama Islam yang diberikan pada remaja menuntut peran serta keluarga karena dari institusi keluarga dapat memberikan pengaruh perkembangan kepribadian kepada remaja. Pemberian pendidikan agama Islam dalam keluarga terhadap pembentukan kepribadian remaja bertujuan untuk membimbing remaja agar terbentuknya kepribadian Islami. Yaitu bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, menjalani ibadah dengan baik serta mencerminkan dari sikap dan tingkah laku anak dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk, serta lingkungannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pendidikan agama Islam di keluarga dalam membentuk kepribadian Islam. Sejauh mana orang tua berperan terhadap pendidikan anak-anaknya.

Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini maka dalam penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis peran pendidikan agama Islam untuk menumbuhkan kepribadian Islami remaja. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.

Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan peran pendidikan agama Islam dalam keluarga dalam membentuk kepribadian remaja adalah sebagai berikut : 1) pendidikan agama Islam berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada remaja. Yaitu menanamkan nilai-nilai aqidah pada remaja, 2) kemudian berperan pada pembinaan ibadah pada remaja, 3) juga berperan menanamkan nilai-nilai akhlak pada remaja, 4) dan berperan menanamkan rasa ingin tahu (akal pikiran) bagi remaja. Dengan dengan demikian remaja akan mampu tumbuh berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman modern sekarang ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah.


(7)

ii

zat yang Maha Menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya.

Alhamdulillahirrabbil‘aalamiin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta.

Laporan skripsi ini membahas tentang Peran Pendidikan Islam dan Keluarga dalam Pembentukan Kepribadian Remaja

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Nurlena Rifa’I, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta beserta staf-stafnya.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Marhamah Shaleh Lc, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.


(8)

iii

penyusunan skripsi ini dengan baik. Terimakasih pak atas bimbingannya.

5. Ibu Dra. Hj. Ello Al-Bugis M, Ag selaku penasehat Akademik, terimakasih atas nasehat dan arahan buat penulis.

6. Pimpinan Perpustakaan Utama beserta staf-stafnya dan pimpinan perpustakaan fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-stafnya, yang juga telah memberikan fasilitas untuk mencari atau mengadakan studi kepustakaan.

7. Segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi diri pribadi penulis dan para mahasiswa pada umumnya.

8. Teruntuk ayah ku tercinta Bapak Kurtubi (Alm) semoga bahagia dikhadirat-Nya dan ibunda tersayang Ramlah, terimakasih atas kasih sayang yang tercurah semenjak penulis kecil sampai sekarang, yang tak henti-hentinya memberikan do’a kepada penulis, serta dorongan dan motivasi baik moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teruntuk kakak-kakakku tersayang, Lukmanul Hakim. Ahmad Muadz, Dian Utami, Ahmad Sahal dan Ahmad Baedowi, yang telah memberikan do’a, support dan motivasinya kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

10.Teruntuk para keponakan-keponakanku Zulfan, Zahira, Zaky, Fathiya, Zayyan, Chaca, sulthan, Alif, Raju dan Azri yang telah menghibur dan memberi semangat kepada penulis sehingga penulis tak jenuh dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Teruntuk abdul Malik yang telah memberikan do’a support dan motivasinya kepada penulis.


(9)

iv

yang selalu mendukung, dan menyemangati penulis selama ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudah-mudahan bantuan, bimbingan, semangat dan do’a yang telah diberikan menjadi amal ibadah di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, 25 Juli 2014


(10)

v

LEMBAR PENGESAHAN PENGGUJI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 5

C.Pembatasan Masalah ... 5

D.Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian. ... 6

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Peran Keluarga Bagi Remaja ... 7

1. Pengertian Keluarga ... 7

2. Fungsi Keluarga ... 9

3. Peranan Keluarga ... 14

4. Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan ... 16

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian ... 17

1. Pengertian Kepribadian ... 17

2. Struktur Keperibadian Islam ... 21

3. Bentuk-bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam ... 25

4. Pengembangan Kepribadian Islam ... 26


(11)

vi

b. Dasar Pendidikan Agama Islam ... 37

c. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 44

d. Materi Pendidikan Agama Islam ... 46

D. Pentingnya Pendidikan Agama Islam di Keluarga ... 57

1. Konsep Remaja a. Definisi Remaja ... 57

b. Ciri-Ciri Masa Remaja ... 58

c. Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep diri Remaja ... 63

2. Pembahasan Hasil Kajian yang Relevan ... 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 66

B. Fokus Penelitian ... 67

C. Prosedur Penelitian ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN 1. Peran Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja A. Menanamkan Nilai-nilai Aqidah pada Remaja ... 69

B. Menanamkan Nilai-nilai Ibadah pada Remaja ... 71

C. Menanamkan Nilai-nilai Akhlak pada Remaja ... 74


(12)

vii

D A F T A R P U S T A K A . . . 8 6


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik.pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya.1

Anak yang sedang berkembang menuju remaja merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci adalah bagaikan permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedangkan memeliharanya adalah dengan upaya pendidikan dan mengajarinya dengan akhlak yang baik.

1

Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h. 35.


(14)

mempunyai arti yang khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Secara jelas masa anak dapat dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Seorang anak masih belum selesai perkembangannya, orang dewasa dapat dianggap sudah berkembang penuh, ia sudah menguasai sepenuhnya fungsi-fungsi fisik dan psikisnya. Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya.2

Manusia sebagai makhluk pedagogik, yaitu makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di muka bumi,pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu. Itulah fitrah Allah yang melengkapi fitrah manusia. Firman Allah SWT :



                       



                

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah

Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-Rum 30)

2

PJ. Monks-A.M. P. Knoers, Siti Rahayu Haditono, Psikologi perkembangan ; Pengantar dalam berbagai bagiannya, (Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2002),cet. Ke-14, h. 258-259


(15)

fitrahnya. Tetapi fitrah Allah untuk manusia yang disini diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya dapat melampaui jauh dari kemampuan fisiknya yang tidak berkembang.

Pendidikan agama berarti pembentukan pribadi muslim. Isi pribadi Muslim itu adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan Rosul-Nya. Tetapi pribadi Muslim tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan pengajaran dan pendidikan. Membina pribadi Muslim adalah wajib dan karena pribadi Muslim tidak mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan, maka pendidikan itupun menjadi wajib dalam pandangan Islam.

Setiap usaha, kegiatan dan pendidikan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan agama sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan.

Sebagai landasan pandangan seorang muslim disebutkan dalam ayat Al-Qur’an :











“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali-Imron : 19)

Oleh karena itu, bila manusia yang berpredikat Muslim benar-benar menjadi penganut agama yang baik ia harus mentaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajarannya. Untuk tujuan itulah manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam.

Pendidikan agama Islam dalam kehidupan manusia sangatlah penting, hal ini sangat berpengaruh pada pola tingkah laku seseorang. Tapi pada kenyataannya pada saat sekarang ini banyak penyimpangan-penyimpangan


(16)

pendidikan agama Islam yang diajarkan dalam keluarga. Kenakalan remaja yang terjadi pada saat sekarang ini diakibatkan oleh kurangnya pendidikan Agama Islam yang diterapkan dalam keluarga dan mengakibat prilaku dan tingkah laku remaja yang menjadi tidak baik atau melakukan penyimpangan-penyimpangan seperti, mabuk-mabukan, tawuran, narkoba, seks bebas dan lain-lain. Maka di sinilah peran penting dari pendidikan. Pendidikan agama Islam harus lah diajarkan kepada anak-anak remaja, maka di sinilah peran orang tua dalam mengajarkan pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan dalam hal membentuk kepribadian remaja tersebut. Perhatian dan bimbingan yang selalu tearah pada remaja akan memegang peranan yang penting dalam menerapkan pendidikan agama islam.

Berdasarkan pandangan diatas, maka pendidikan agama adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan istilah lain, manusia Muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai yang diharapkan oleh cita-cita Islam.3

Beranjak dari apa yang penulis paparkan di atas dapat dipahami bahwa pembentukan kepribadian remaja perlu mendapat perhatian yang serius dari para orang tua dalam keluarga, yang berdasarkan konsep Islami, yaitu Al Qur’an dan Hadits.

Berdasarkan hal tersebut mendorong penulis untuk membahasnya dengan judul yaitu “PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KELUARGA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN REMAJA”.

3


(17)

Dari uraian yang telah penulis kemukakan di atas, maka teridentifikasi masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya pembinaan pendidikan agama di lingkungan keluarga terhadap proses pembentukan kepribadian remaja.

2. Masih banyaknya kenakalan dikalangan remaja, akibat kurangnya remaja memiliki kepribadian yang baik.

3. Kurang teladan orang tua terhadap remaja dalam membentuk kepribadian remaja.

4. Kurangnya perhatian/penghargaan orang tua terhadap remaja sehingga berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian remaja.

C. Pembatasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dari pokok masalah tersebut, maka penulis membatasi permasalahan peran pendidikan agama di keluarga dalam membentuk kepribadian remaja dibidang pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta pendidikan ilmu pengetahuan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka yang menjadi pokok masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimana peran pendidikan agama di keluarga dalam membentuk kepribadian remaja ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pendidikan agama di keluarga terhadap pembentukan kepribadian remaja. Khususnya dalam mengembangkan kepribadian remaja dibidang pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta pendidikan ilmu pengetahuan.


(18)

Manfaat penelitian ini diharapakan agar :

a. Untuk mengetahui apa saja peran pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan kepribadian remaja Khususnya dalam mengembangkan kepribadian remaja dibidang pendidikan keimanan, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah, pendidikan sosial serta pendidikan ilmu pengetahuan.

b. Sebagai pedoman bagi orang tua dalam membentuk kepribadian remaja lewat pendidikan agama dalam keluarga.

c. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dibidang pendidikan agama dalam membentuk kepribadian remaja.


(19)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Peran Keluarga Bagi Remaja

1. Pengertian Keluarga

Menurut kamus besar bahasa Indonesia keluarga adalah terdiri dari ibu bapak dengan seisi rumah, orang yang seisi rumah yang menjadi tanggungan dalam masyarakat, kesatuan kerabat, yang sangat mendasar dalam masyarakat.1

Sedang pengertian keluarga menurut rohiman Notowidegdo adalah:

“ suatu institusi sosial terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari sepasang

suami istri dan anak-anak yang terkait oleh hubungan biologis, sosial, ekonomi, dan psikologi.2

Adapun dalam pengertian bahasa inggeris istilah orang tua dikenal

dengan sebutan “Parent” yang artinya “orang tua laki-laki atau ayah, orang tua perempuan atau ibu.3

Dari pengertian di atas, melihat pengertian keluarga secara sempit, yang dapat diartikan bahwa keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Pustaka, 1980, cet. Ke-1, h. 326.

22

Rohiman Noto Widegdo, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pustaka Anta, 1992,), cet. Ke-4, h.22.

3

Atabih Ali, Kamus Inggeris Indonesia Arab, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), cet.Ke-I, h. 593.


(20)

anak-anak. Sedangkan pengertian keluarga secara luas adalah: “suatu keluarga inti dengan adanya tambahan dari sejumlah orang lain baik yang sekerabat yang secara bersama-sama hidup dalam satu rumah tangga dengan keluarga inti.

Dengan melihat pengertian keluarga secara sempit dan luas, maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu komunitas masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang di dalamnya juga terdapat kerabat dari pihak suami dan istri serta orang lain yang dapat hidup bersama dalam suatu rumah tangga.

Salah satu tujuan Syariat Islam adalah memelihara kelangsungan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh undang-undang dan diterima sebagai dari budaya masyarakat. Keyakinan ini sangat bermakna untuk membangun subuah keluarga yang dilandasi nilai-nilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama, sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak.4

Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21.













“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. ar-Rum: 21)5

4

Fuaduddin TM, Pengasuh Anak Dalam Keluarga Islam, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama Dan Jender, 1999), h. 4-5.


(21)

Keluarga dalam dimensi hubungan sosial ini mencakup keluarga psikologis dan keluarga pendagogis, keluarga psikologis merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota memiliki pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan keluarga pendagogis adalah suatu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling

menyempurnakan diri. Menurut Ali Turkamani keluarga adalah “unit dasar

dan unsur fundamental masyarakat, yang dengan itu kekuatan-kekuatan

yang tertip dalam komunitas sosial dirancang dalam masyarakat”.

Dalam keluarga orang tua yaitu ibu dan bapak sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik yang mempunyai hubungan darah, maka kewenangan pendidikannya pun bersifat kodrati. Pendidikan dalam keluarga merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak. Dan pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya. 6

2. Fungsi Keluarga

Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban, perasaan dan keinginan keluarga sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan diri sesorang dan akan binasalah pergaulan seseorang bila orang tua tidak menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Secara sosiologi keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tentram, bahagia, dan sejahtera, yang kesemuanya itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial yang terkecil. Dalam buku keluarga muslim dalam masayarakat

modern dijelaskan bahwa: “berdasarkan pendekatan budaya keluarga

6

Ali Turkamani, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, (Jakarta : Pustaka Hidayah 1992), cet. Ke-1 h. 30.


(22)

sekurang-kurangnya mempunyai tujuh fungsi, yaitu fungsi biologis, edukatif, religius, protektif, sosialisasi, rekreatif, dan ekonomi.7

Keluarga khususnya orang tua mempunyi peran yang sangat penting dalam menerapkan pendidikan agama Islam pada remaja. Karena orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya serta merupakan cerminan dari segala tingkah laku anaknya.

a. Fungsi Religius

Fungsi berkaitan dengan kewajiban keluarga untuk memperkenalkan dan mengajak anak serta anggota keluarga lainnya dalam kehidupan beragama dengan melakukan semua kegiatan yang sesuia dengan ajaran-ajaran dan ketentuan agaama dengan menuju keridhoannya.

Pendidikan agama yang pertama-tama diajarkan pada anak dengan hal-hal yang mudah dipahami, misalnya mengucapkan asmaul husna, membaca doa ketika akan melakukan sesuatu, mengajarkan sholat, membaca Al-qur’an dan juga melatih untuk bisa belajar berpuasa. Itulah sebagian dari pendidikan agama yang dasar yang diajarkan kepada anak sehingga ketika ia sudah memasuki masa remaja maka akan sudah terbiasa untuk menjalankan kehidupan yang beragama.

b. Fungsi Biologis

Fungsi biologis keluarga berhubungan denagn

pemahama-pemahanan kebutuhan biologis anggota keluarga”.8

Di antara kebutuhan biologis ini kebutuhan akan keterlindungan fisik guna melangsungkan kehidupannya, keterlindungan kesehatan, keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kelelahan, kesegaran fisik. Termasuk juga kebutuhan biologis ialah kebutuhan

7

Jalaludin Rahmat dan Mukhtar Ganda Atmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), cet. Ke-2, h. 20-21.

8


(23)

mendapatkan keturunan dengan melahirkan anak-anak sebagai generasi penerus dan dengan kata lain kelanjutan identitas keluarga.

c. Fungsi Edukatif

Yang dimaksud fungsi edukatif ialah, “fungsi keluarga yang

berkaitan dengan pendidikan anak khususnya, serta pembinaan pendidikan anggota keluarga pada umumnya.9 Fungsi ini mengharuskan setiap orang tua mengkondisikan kehidupan keluarga menjadi situasi pendidikan yang dapat mendorong anak-anak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tujuan pendidikan.

Dalam melaksanakan fungsi edukatif ini keluarga sebagai salahsatu tri pusat pendidikan, dalam hal ini orang tua memegang peranan utama dalam proses pembelajaran anaknya terutama dikala mereka belum dewasa. Kegiatan pembelajaran orang tua anatara lain melalui asuhan, pembiasaan, dan contoh teladan.

d. Fungsi Biologis

Fungsi biologis keluarga berhubungan denagn

pemahama-pemahanan kebutuhan biologis anggota keluarga”.10

Di antara kebutuhan biologis ini kebutuhan akan keterlindungan fisik guna melangsungkan kehidupannya, keterlindungan kesehatan, keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kelelahan, kesegaran fisik. Termasuk juga kebutuhan biologis ialah kebutuhan mendapatkan keturunan dengan melahirkan anak-anak sebagai generasi penerus dan dengan kata lain kelanjutan identitas keluarga

9

M.I Soelaeman, Pendidikan dalam Keluarga,...h. 685. 10


(24)

e. Fungsi Protektif

Fungsi protektif (perlindungan ) dalam keluarga ini berfungsi

“memelihara, merawat dan melindungi si anak, baik fisik maupun sosialnya”.

Fungsi ini menangkal pengaruh kehidupan pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

f. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik, dalam melaksanakan fungsi

ini “ keluarga membentuk kepribadian anak melalui interaksi sosial, mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat yang kesemuanya itu dilakukan dalam

rangka perkembangankepribadiannya.”

g. Fungsi Ekonomis

Fungsi ekonomis keluarga meliputi “pencarian nafkah”, perencanaan serta pembelajaran dan manfaatnya.” Pada dasarnya yang

mengemban kesejahteraan keluarga, termasuk pencarian nafkah keluarga. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa istri tidak diperkenankan mencari nafkah, namun dalam keadaan demikian tanggung jawab yang diemban oleh seorang suami tidaklah diserahkan istri sepenuhnya karena hal ini dilakukannya untuk masa depan anak-anak dan keluarganya.

h. Fungsi Rekreatif

Fungsi ini tidak harus dengan kemewahan serba ada, melainkan melalui penciptaan suasana kehidupan yang tenang dan damai. Fungsi rekreatif ini juga dapat membawa anggota keluarga dalam merealisasikan dirinya dalam suasana yang bebas dan nyaman sebagai selingan dari kesibukan sehari-hari. Hal ini dapat juga di dapat dengan mencari hiburan di alam segar bersama keluarga.


(25)

Dengan melihat fungsi keluarga di atas, hendaknya dalam pelaksanaan fungsi haruslah seiring sejalan antara yang satu dengan fungsi yang lain, ketujuh fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan. Sebuah keluarga tanpa fungsi biologis, maka keluarga akan punah, tidak ada generasi penerus yang akan melanjutkan identitas keluarga. Tanpa fungsi edukatif generasi yang dilahirkan akan berantakan, tanpa fungsi religius generasi akan tersesat, tanpa funsi protektif tidak ada ketentraman dan kedamaian dalam keluarga, tanpa fungsi sosialisasi akan muncul generasi-generasi yang memiliki sifat individual yang tinggi, tanpa fungsi rekretif rumah tangga terasa membosankan dan meliputi kejenuhan dan tanpa fungsi ekonomis kesejahteraan rumah tangga akan goyah.

Sedangkan H.Ali Akbar mengemukakan tentang fungsi keluarga sebagai berikut:

1. Tempat istirahat sesudah kerja fisik mencari nafkah. 2. Menumbuhkan rasa cinta kasih dan melestarikannya.

3. Mendidik anak ( kedua orang tua ialah guru pertama dan utama dalam bidang ini).

4. Mendidik diri sendiri dalam bidang agama seperti sholat

berjama’ah dan membaca Al-Qur’an.

5. Mendidik anak dalam beribadah, ketabahan, ketekunan belajar, kesabaran akhlak, bertutur kata, berpakaian dan lain sebagainya.

6. Mendidik anak dalam bidang kasih sayang, baik di antara mereka maupun terhadap family dan orang lain di tengah masyarakat.


(26)

8. Mendidik anak dalam menyelsaikan pertiakaian dengan musyawarah.11

Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama. Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nlai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit seperti intepretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia. 3. Peranan Keluarga

Setiap keluarga terdiri atas beberapa anggota keluarga yang masing-masing anggota keluarga memiliki peranannya sendiri-sendiri sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga yang bersangkutan, sehingga menambah keharmonisan kehidupan keluarga.

Dalam keluarga sosok seorang ibu sangat diperlukan sebagai pendidik dasar bagi anak-anaknya, maka dari itu seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga.

Bukan saja peran seorang ibu yang sangat dibutuhkan dalam keluarga. Tetapi peran seorang ayah juga lebih sangat dibutuhkan dalam membentuk perkembangan keluarga. 12

Hubungan orang tua yang efektif penuh kemesraan dan tanggung jawab yang didasari oleh kasih sayang yang tulus menyebabkan anak-anaknya akan mampu mengembangkan aspek-aspek kegiatan manusia yang pada umumnya adalah kegiatan yang bersifat individual, kegiatan sosial dan keagamaan.13

11

Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h. 54.

12

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-8, h. 82.

13


(27)

Suasana keluarga yang baik sekurang-kurangnya harus ditunjang oleh 3 faktor anatara lain:

1. Keluarga dapat memberikan suasana emosional yang baik bagi anak-anak, misalnya perasaan senang, aman, disayangi, dan dilindungi. Suasana ini dapat tercipta apabila kehidupan rumah tangga diliputi suasana yang sama.

2. Mengetahui dasar-dasar kependidikan terutama yang berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap perkembangan mental anak. lebih lanjut orang tua juga bertanggung jawab pada tujuan dan isi pendidikan yang diberikan kepada anaknya.

3. Bekerja sama dengan lembaga pendidikan dimana orang tua memberikan amanatnya dalam mendidik anaknya. Bentuk kerja sama ini anatara lain menyangkut anak belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dari lembaga pendidikan tersbut.14

Sedang menurut utami Munandar bahwa secara umum keluarga (orang tua) mempunyai tiga peranan terhadap anak, yaitu:

1. Perawatan fisik anak, agar anak belajar tumbuh berkembang dengan sehat.

2. Proses sosialisasi anak, agar anak menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

3. Kesejahteraan psikologis dan emosional anak.

Segala sesuatu yang telah dilakukan oleh orang tua kepada anak merupakan pembinaan kebiasaan yang akan tumbuh menjadi tindakan moral di kemudian hari. Dengan kata lain, setiap pengalaman, anak baik yang diterima melalui penglihatan, pendengaran dan perlakuan pada waktu kecil akan menjadi kebiasaan yang akan tumbuh di kemudian hari. Karena itulah orang tua sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap pndidikan anak.

14


(28)

Dengan demikian, keluarga memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembentukan kepribadian anak yang tangguh.15

4. Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan

Sejak seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, secara kodrati ia masuk ke dalam lingkungan sebuah keluarga. Keluarga tersebut secara kodrati juga mengambankan tugas mendidik dan memelihara anak, dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani anak tersebut. Orang tua secara direncanakan maupun tidak direncanakan akan menanamkan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama dalam sikap atau perilaku serta keperibadiannya. Selanjutnya dengan disadari maupun tidak disadari, anak membawa nilai-nilai atau kebiasaan-kebiasaan keluarga itu dalam berintraksi sosial di lingkungan luar.

Begitu pentingnya peranan yang harus dimainkan orang tua dalam mendidik, sehingga banyak pakar pendidikan, seperti yang dikatakan oleh

Ki Hajar Dewantara bahwa “ alam keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah

alam pendidikan yang permulaan.”16

Dalam konsepsi Islam, keluarga "adalah penanggung jawab utama terpeliharanya fitrah anak. Dengan demikian penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak lebih disebabkan oleh ketidak waspadaan orangtua atau pendidik terhadap perkembangan anak".17

Keluarga dianggap sebagai tempat berkembangnya individu, dimana keluarga ini merupakan sumber utama dari sekian sumber-sumber pendidikan nalar seorang anak. Keluarga ini juga dinilai sebagai lapangan

15

Utami Munandar,Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Anatra, 1992), cet. Ke-2, h. 174.

16

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997), cet. Ke-1, h. 115.

17

Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,


(29)

pertama, dimana di dalamnya seorang anak akan menemukan pengaruh-pengaruh dan unsur-unsur kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya.18

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian (personality) berasal dari bahasa Yunani yang berarti topeng, tetapi juga berasal dari kata personare yang berarti pemain sandiwara, yaitu pemain yang memakai topeng.19 Yaitu topeng yang dipakai oleh aktor drama atau sandiwara yang dipakai oleh aktor Yunani kuno. Tujuan pemakaian topeng ini selain untuk menyembunyikan identitasnya, juga untuk keleluasannya dalam memerankan sosok pribadinya.20

Istilah kepribadian dalam literature memiliki ragam makna dan pendekatan. Sebagian psikolog ada yang menyebutnya dengan 1.Perseonality (kepribadian sendiri), sedang ilmu yang membahasnya disebut dengan The psychology of personality atau theory of personality, 2. Character (watak atau perangai), sedang ilmu yang membicarakannya disebut dengan the psychology of character atau characterology; 3. Type (Tipe), sedang ilmu yang membahasnya disebut dengan sedang ilmu yang membahasnya disebut dengan typology. 21

Kepribadian merupakan suatu konsep yang sudah lama dibicarakan oleh para ahli. Allport (1960) berhasil mengumpulkan beberapa konsep tentang kepribadian dari beberapa bidang dan memformulasikan suatu definisi kepribadian. Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi yang dinamis dalam individu yang mencakup system psikofisis yang menentukan penyesuaian diri yang

18

Asy-Syaih Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah Obid, (Jakarta: Mustaqim, 2004), h. 42.

19

Ramayulis, Psikologi Agama., (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 106. 20

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam., (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 17.


(30)

unik terhadap lingkungannya. Agar definisi itu dapat dipahami secara benar. Allport kemudian menjelaskan setiap bagian yang terkandung dalam definisi yang dibuatnya.

a. Dynamic Organization

Menurut Alport kepribadian merupakan suatu organisasi sentral yang terdiri dari komponen-komponen dan menghubungkan komponen-komponen tersebut satu sama lain. Organisasi pada kepribadian ini dinamis karena secara tetap berkembang dan berubah. Sehingga kepribadian beserta elemen-elemen yang ada di dalamnya itu aktif, selalu berkembang dan berubah, memotivasi dan mengatur diri secara dinamis.

b. Psychophysical System

Istilah ini mengimplikasikan bahwa kepribadian bukan hanya sekedar konstruk hipotesis yang dibuat oleh pengamat tapi merupakan suatu fenomena nyata yang terdiri dari elemen mental serta neural. Kedua elemen tersebut bersama-sama ada dan melebur menjadi kesatuan kepribadian.

c. Determine

Istilah ini mengandung arti bahwa kepribadian mempunyai peran aktif dalam menetapkan tingkah laku spesifik individu. Hal ini menyebabkan individu akan melakukan penyesuaian diri dan mengekspresikan tingkah laku ketika mendapatkan stimulus yang sesuai. Allford juga mengatakan bahwa kepribadian adalah sesuatu dan melakukkan sesuatu. Jadi jelas bahwa kepribadian memang berada dalam diri individu dan dasar dari tingkah laku individu.

d. Unique

Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian pada diri individu adalah unik, sehingga sesuatu yang ada dalam diri individu serta usaha melakukan sesuatu adalah unik.


(31)

e. Adjustment to his environment

Ini mengandung arti bahwa kepribadian berfungsi untuk mempertahankan diri, yaitu melalui penyesuain diri terhadap lingkungan.22

Selanjutnya berdasarkan pengertian dari kata-kata tersebut beberapa para ahli mengemukakan definisi sebagai berikut:23 1) Allport Keperibadian adalah “susunan yang dinamis di dalam

sistem psiko-fisik (jasmani rohani) seseorang (individu) yang

menentukan dan pikirannya yang berciri khusus”

2) Mark A. May “ Apa yang memungkinkan seseorang berbuat efektif atau memungkinkan seseorang mempunyai pengeruh terhadap orang lain. Dengan kata lain kepribadian adalah nilai

perangang social seseorang”.

3) Morrison “ Keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu dengan jalan menamilkan hasil-hasil cultural dari

evolusi sosial”.

4) C.H. Judd, Kepribadian adalah “Hasil lengkap serta merupakan suatu keseluruhan dari proses perkembangan yang

telah dilalui individu”.

5) William Stern, menurut W. Stren kepribadian adalah: “ Suatu kesatuan (Unita Multi Compleks) yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus

individu, yang bebas menentukan dirinya sendiri” berdasarkan

pendapat ini W. Stren menganggap bahwa Tuhan yang termasuk pribadi, karena Tuhan menurutnya mempunyai tujuan dalam diri-Nya dan tak ada tujuan lain diatasnya.

Pengertian yang diberikan oleh para ahli psikologi Barat pada hakekatnya belum menyentuh permasalahan perilaku hidup

22

Nuraida, Rihlah Nuraulia, Character Building untuk Guru, (Jakarta, Aulia Publishing House, 2007), h.59.


(32)

manusia secara keseluruhan, termasuk sikap dan perilaku keagamaan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan. 24

Teori kepribadian Muslim dari para cendikiawan Muslim harus dapat mengungkapkan apa pengertian “kepribadian Muslim” dan tidak perlu menjiplak sarjana psikologi Barat. Untuk mengantisipasi teori psikolgi Barat tersebut menurut cendikiawan Muslim Fadhil Al-Djamaly, yang dikutip oleh Ramayulis dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, mengambarkan kepribadian Muslim sebagai Muslim yang berbudaya, yang hidup bersama Allah dalam tingkah laku hidupnya dan tanpa akhir ketinggiannya. Dia hidup dalam lingkungan yang luas tanpa batas ke dalamnya, dan tanpa akhir ketinggiannya. 25

Menurut D. Marimba keperibadian Muslim ialah keperibadian yaaang selurh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan penyerahan diri kepada-Nya.26

Sedangkan menurut Ramayulis kepribadian Islam atau Syakhshiyah al-Muslim adalah “Identitas yang dimiliki seseorang dari keseluruhan tingkah lakunya sebagai seorang muslim baik yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah maupun dalam

bentuk sikap batin”.27

Kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, yang normanya diturunkan dari ajaran Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah. Dari kedua sumber tersebut, para pakar berusaha berijtihad untuk mengungkap bentuk-bentuk itu diterapkan oleh pemeluknya. Rumusan kepribadian

24

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 292. 25

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,..h. 292. 26

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,..h. 68. 27


(33)

Islam di sini bersifat deduktif-normatif yang menajdi acuan bagi umat Islam untuk berperilaku.28

Kepribadian Muslim seperti digambarkan di atas mempunyai hubungan yang erat dalam suatu lingkaran hubungan yang meliputi hubungan dengan Allah, Alam dan Manusia. Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian Muslim atau kepribadian Islam adalah ciri khas dan tingkah laku yang dimiliki seseorang yang selalu menampilkan tingkah laku kesopanan dan norma-norma agama yang meliputi aspek pisik dan psikis. Dan mampu mengembankan tugasnya sebagai khlalifah di muka bumi, serta selalu melaksanakan kewajiban sebagai hamba Allah.

Kepribadian yang seperti itu tidak ditemui dalam teori psikologi Barat, karena psikologi barat banyak dipengaruhi oleh falsafat materialistis yang menjadikan kekayaan benda menjadi tujuan hidup. Kalupun ada mereka menyebut Tuhan, agama dan keyakinan akan tetapi semuanya itu terpisah dari pergaulan dan tata laksana kegiatan duniawi. Fungsi agama hanya bersifat seremoni semata.29

2. Struktur Kepribadian Islam

Kepribadian dalam arti luas meliputi keseluruhan diri seseorang. Dan akan kelihatan dalam caranya berbuat, cara-caranya berfikir, mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya, dan filsafat hidupnya serta kepercayaannya.

Struktur kepribadian yang dimaksudkan disini adalah aspek-aspek atau elemen yang terdapat pada diri manusia yang karenanya kepribadian terbentuk. Menurut al-Zarkayi yang di kutip oleh H. Abdul Mujib, bahwa studi tentang diri manusia dapat dilihat melalui tiga sudut, yaitu:

28

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,..h. 14. 29 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,…h. 292.


(34)

1) Jasad (fisik); apa dan bagaimana organisme dan sifat-sifat uniknya

2) Jiwa (psikis); apa dan bagaimana hakikat dan sifat uniknya. 3) Jasad dan jiwa (psikofisik); berupa akhlak, perbuatan,

gerakan, dan sebagainya.30

Ketiga kondisi tersebut dalam terminologi islam lebih dikenal dengan term al-Jasad, al-Ruh, dan al-Nafs. Jasad merupakan aspek biologis atau fisik manusia, Ruh merupakan aspek psikologis atau psikis manusia, sedangkan Nafs merupakan aspek psikologis manusia yang merupakan sinergi antara jasad dan ruh.31

1) Struktur Jisim

Jasad “jisim” adalah substansi manusia yang terdiri dari atas struktur organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan dengan organisme fisik makhluk-makhluk lain. 32

Sedangkan menurut Rafy Sapuri, jasmani adalah struktur terluar manusia, berupa badan atau tubuh fisik biologis. Keberadaannya dapat dilihat oleh mata kepala, bentuk rupanya langsung dapat dinilai. 33

Jasad memiliki natur tersendiri. Diantaranya sebagai berikut:

a) Dari alam ciptaan, yang memiliki bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad yang terdiri dari beberapa organ.

b) Sifatnya material yang dapat menangkap satu bentuk yang kongkrit, dan tidak dapat menangkap bentuk yang abstrak. c) Naturnya indrawi, emperis dan dapat disifati.34

30 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 56. 31

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,...h. 56. 32

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), cet. Ke- 2, h. 40.

33

Rafy Safuri, Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 163. 34 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 69.


(35)

2) Sturktur Ruh

Ruh adalah bangunan kepribadian manusia, ruh merupakan substansi psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Ruh adalah substansi yang memiliki nature tersendiri. Menurut pada ahli Islam yang dikutip oleh Abdul Mujib, ruh memiliki natur:

a) Kesempurnaan awal jisim manusia yang tinggi dan memiliki kehidupan dengan daya, dan Berasal dari alam perintah yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad. (Ibn Sina)

b) Ruh ini merupakan lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani. Ia dapat berfikir, mengingat, mengetahui dan sebagainya. Ia juga sebagai penggerak bagi keberadaan jasad manusia. Sifatnya gaib (al-Ghazali).

c) Ruh sebagai citra kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik. Kesempurnaan awal ini karena ruh adapat dibedakan dengan kesempurnaan yang lain yang merupakan pelengkap dirinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan disebut organik karena ruh menunjukkan jasad yang terdiri dari organ-organ (Ibn Rusyd).35

3). Sturktur Nafs

Dalam konteks ini, nafs memiliki arti psikofisik manusia, yang mana komponen jasad dan ruh telah bersinergi. Nafs memiliki nature gabungan antara nature jasad dan ruh. Apabila ia berorientasi pada nature jasad maka tingkah lakunya menjadi buruk dan celaka, tetapi apabila mengaju pada nature ruh maka kehidupannya menjadi baik dan selamat.36

Struktur nafsani merupakan dimensi psikopisik manusia. Ia memliki tiga daya pokok, yaitu kalbu (struktur supra kesadaran),

35 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 73. 36 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 79.


(36)

akal, (struktur kesadaran), dan nafsu (struktur bawah sadar). Masing-masing daya memiliki dua natur, yaitu natur jasmani dan natur kerohanian.37

Abdul Mujib juga membagikan struktur nafsani ke dalam tiga hal, yaitu:

a) Kalbu merupakan salah satu daya nafsani. Menurut Al-Ghazali yang dikutip oleh Abdul Mujib, secara tegas melihat kalbu daru dua aspek, yaitu kalbu jasmnai adalah daging sanubari yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri. Sedangkan kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat halus (lathif), rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani. Bagian yang kedua ini merupakan esensi manusia.

b) Akal, secara etimologi memiliki arti al-imsak (menahan) berdasarkan makna bahasa ini, maka yang disebut orang yang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsu. Jika hawa nafsunya terikat maka jiwa rasionalitasnya mampu bereksistensi. Akal merupakan bagaian dari daya nafsani yang memiliki makna; akal jasmnai adalah salah satu organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini lazimnya disebut dengan otak. Akal ruhani adalah cahaya (al-nur) ruhani dan daya nafsani yang dipersiapkan untuk memperoleh pengetahuan.

c) Nafsu yaitu bagian dari daya nafsani yang berarti hawa nafsu yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-ghadhabiyyah dan al-syahwaniyyah. 38

Dalam uraian di atas, dapatlah penulis memberi ulasan tentang Struktur kepribadian, yaitu struktur kepribadian yang menunjukkan kepada tingkah laku, kegiatan-kegiatan jiwa dan filsafat hidup serta kepercayaan. Jika pola dan tingkah lakunya sehat. Maka, terbentuklah kepribadian

37 Ramayulis, Psikologi Agama,…h. 124.


(37)

Muslim yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan.

3. Bentuk-Bentuk Tipologi Kepribadian dalam Islam

Tipologi kepribadian dalam Islam yang dimaksud di sini adalah satu pola karakteristik berupa sekumpulan sifat-sifat yang sama, yang berperan sebagai penentu ciri khas seseorang muslim. Perbedaan pola kararteristik itu baik antara sesame muslim atau antara sesorang muslim dengan non-Muslim.

Bentuk-bentuk tipologi kepribadian dalam Islam adalah: 1) Kepribadian Ammarah (Nafs al-Ammarah)

Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip-prinsip kenikmatan.39 Kepribadian ammarah juga cenderung melakukan perbuatan-perbuatan rendah sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan perbuatan tercela. 40

Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 53, yaitu:

                      

“Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (QS. Yusuf 12: 53)41

Kepribadian ammarah dapat beranjak kepada kepribadian yang lebih baik apabila ia telah diberi rahmat oleh Allah Awt. Yaitu dengan cara menahan hawa nafsu dan melatih diri untuk berbuat baik, seperti dengan berpuasa, shalat, sedakah, tolong menolong dan sebagainya.

2) Kepribadian Lawwamah (Nafs al-Lawwamah)

Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang mencela perbuatan buruknya setelah memperoleh cahaya kalbu. Ia bangkit untuk

39

Netty Hartati. Dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004) cet. Ke-1, h. 166.

40

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam.., h. 176. 41


(38)

memperbaiki kebimbangannya dan kadang-kadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebabkan oleh watak gelapnya. Tetapi kemudian ia diingatkan lagi oleh nur Ilahi, sehingga ia bertaubat dan memohon ampunan.42

3) Kepribadian Muthmainnah (Nafs al-Muthmainnah)

Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang tenang setelah diberi kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan kotoran. 43

Firman Allah Swt:

                

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (QS. Al-Fajr 89:27-28).44

4. Pengembangan Kepribadian dalam Islam

Dalam pengembangan kepribadian Islam, hal yang paling utama untuk diperhatikan adalah pengembangan qalb (hati). Hati yaitu tempat bermuara segala kebaikan Ilahiyah kerana ruh ada di dalamnya. Secara psikologis, hati adalah cerminan baik buruk seseorang.45

Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua cara pendekatan, yaitu:

1) Pendekatan Konten

Pendekatan Konten, yaitu serangkaian metode dan materi dalam pengembangan kepribadian yang secara hierarkis dilakukan oleh individu, dari jenjang yang terendah menuju jenjang yang paling tinggi, untuk penyembuhan dan peningkatan kepribadiannya.46

42

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, h. 176. 43 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,… h. 177. 44

Departemen Agama RI, Al-Qur’an,..h. 1059. 45 Rafy Safuri, Psikologi Islam,…h. 113. 46 Rafy Safuri, Psikologi Islam,…h. 115.


(39)

Kiat-kiat pengembangan kepribadian Islam menurut pendekatan konten dapat ditempuh melalui tiga tahap, yaitu:

Pertama, Tahapan permulaan (al-bidayah). Pada tahapan ini manusia merasa rindu kepada Khaliknya. Ia sadar bahwa keinginan untuk berjumpa itu terdapat tabir (al-hijab) yang menghalangi interaksi dan komunitasnya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut. Tahapan ini disebut juga dengan tahapan Takhalli, yaitu mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yang kotor, maksiat, dan tercela.

Kedua, Tahapan sesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujahadah). Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat. Untuk kemudia ia berusaha secara sungguh-sungguh denga cara mengisi diri dengan perilaku yang mulia.

Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan oleh batin (riyadhat al-nafs), yaitu sebagai berikut:

a) Musyarathah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa agar ia dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi segala larangan.

b) Muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan seganap kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, agar ia selalu dekat kepada Allah.

c) Muhasabah, yaitu intripeksi, membuat perhitingan atau melihat kembali tingkah laku yang diperbuat, apakah sesuai dengan apa yang disyaratkan sebelumnya atau tidak.

d) Mu’aqabah, yaitu menghukum diri karena dalam perniagaan rabbani selalu mengalami kerugian. Dalam aktivitasnya, prilaku buruk individu lebih dominant dari pada yang baik.

e) Mujahadah, yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh, sehinga tidak ada waktu, tempat dan keadaan untuk main-main, apalagi melakukan perilaku yang buruk. Segala tindakan yang diaktualkan harus sesuai dengan apa yang ada di dalam jiwa terdalamnya.


(40)

f) Mu’atabah, yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya dengan cara berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi serta melakukan perbuatan yang positif untuk menutup perbuatan yang negatif.

g) Mukasyafah, yaitu membuka penghalang atau tabir agar tersingkap ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah. Mukasyafah juga diartikan jalinan dua jiwa yang jatuh cinta dan penuh kasih saying, sehingga masing-masing rahasia diketahui satu dengan yang lainnya.

Ketiga, tahapan merasakan (al-mudziqat). Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekedar menjalankan perintah Khalik-Nya dann menjahui larangan-Nya, tetapai ia merasakan kelezatan, kedekatan, kerinduan bahkan bersamaan dengan-Nya. Tahapan ini disebut dengan tahapan tajalli. Tajalli adalah menampakkan sifat-sifat Allah Swt pada diri manusia setelah sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir yang menghalangi menjadi sirna.47

Apabila seseorang yang mampu membuka tabir dan menjadi dekat kepada Allah Swt. dalam kepribadian islam lebih dikenal dengan insan al-kamil (manusia sempurna). Ia tidak bersatu dengan apa yang disekitarnya, tetapi hanya bersatu dengan sifat-sifat Tuhan.

2) Rentang Kehidupan

Pendekatan rentang kehidupan, yaitu serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia.48

Di dalam Al-Quran terdapat tiga fase besar, yaitu fase sebelum kehidupan dunia, fase dunia, dan fase kehidupan setalah mati. Upaya-upaya pengembangan kepribadian hanya dipilih fase kehidupan didunia yang memiliki delapan fase, yaitu:

Petama, Fase pra-konsepsi, yaitu fase perkembangan manusia sebelum masa pembuahan seperma dan ovum. Di dalam Islam seseorang dianjurkan bahkan diwajibkan menikah untuk melestarikan keturunan.

47

Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h. 389-394.


(41)

Upaya-upaya pengembangan fase ini adalah:

a) Mencari pasangan hidup yang baik, segera menikah secara sah setelah cukup umur.

b) Membangun keluarga yang sakinah.

c) Senantiasa berdoa kepada Allah agar diberi keturunan yang baik. Kedua, Fase pra-natal, yaitu fase perkembangan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran.

Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah sebagai berikut:

a) Memelihara lingkungan psikologis yang ssakinah, rahmah dan mawaddah, agar secara psikologis janin dapat berkembang secara normal. Bayi yang lahir dari keluarga broken home akan mewarisi sifat-sifat atau karakter orang tua yang buruk.

b) Senantiasa meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat, terutama bagi ibu, agar janinnya mendapat nur hidayah dari Allah Swt.

Ketiga, Fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kira-kira minggu keempat. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini yang dilakukan orang tua adalah:

a) Membaca azan di telinga kanan dan membaca iqamah di telinga kiri ketika anak baru lahir.

b) Memotong akikah yaitu menunjukkan rasa syukur kepada Allah juga sebagai lambing atau symbol pengorbanan dan kepedulian sang orang tua terhadap kelahiran bayinya

c) Memberi nama yang baik, yaitu nama secara psikologis mengingat atau berkolerasi dengan perilaku yang baik,

d) Memberi ASI sampai usia dua tahun, selain itu ASI memiliki komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.

Keempat, Fase kanak-kanak, fase kanak-kanak, yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai usia sekitar tujuh tahun. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:


(42)

a) Menumbuhkan potensi-potensi indera dan psikologis, seperti pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tugas orang tua adalah bagaimana cara merangsang pertumbuhan berbagai potensi tersebut agar anak mampu berkembang secara maksimal.

b) Mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatih hidup yang baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul dan berprilaku. Ketiga, pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang berkaitan dengan keimanan, melalui metode cerita dan uswah hasanah.

Kelima, Fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, fase ini dimulai usia sekitar tujuh tahun sampai 12 atau 13 tahun. Upaya-upaya pengembangan kepribadian adalah sebagai berikut:

a) Mengubah persepsi konkret menuju pada persepsi yang abstrak, misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat dan sebagainya.

b) Pengembangan ajaran-ajaran normatif agama melalui institusi sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, efektif maupun psikomotorik.

Keenam, fase baligh, yaitu fase di mana usia anak telah sampai dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif). Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:

a) Memahami segala titah (al-khithab) AllahSwt, dengan memperdalam ilmu pengetahuan.

b) Menginternalisasikan keimanan dan pengetahuan dalam tingkah laku nyata, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, komunitas sosial, alam semesta, maupun pada Tuhan.

c) Memiliki kesedian untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat.


(43)

d) Membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi dengan perbuatan baik.

e) Menikah, jika telah memiliki kemampuan, baik kemampuan fisi maupun psikis.

f) Membina kelaurga yang sakinah, yaitu keluarga dalam menempuh bahtera kehidupan selalu dalam keadaan cinta dan kasih saying dengan landasan keimanan dan ketakwaan.

g) Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, sosial dan agama.

Ketujuh, fase azm al-umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan kebijakan di mana seseorang telah memiliki tingkat kecerdasan dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Fase ini di mulai usia 40 tahun sampai meninggal dunia. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:

a) Transinternalisasi sifat-sifat rasul yang agung, sebab nabi Muhammad Saw, diangkat menjadi rasul berusia 40 tahun. Sifat-sifat yang dimaksudkan seperti jujur, dapat dipercaya bila diberi tanggung jawab, menyampaikan kebenaran, dan memiliki kecerdasan spiritual.

b) Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal shaleh.

c) Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah Swt, melalui perluasan diri dengan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah, seperti shalat malam, puasa sunnah dan lain sebagainya.

d) Mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab usia-usia seperti ini mendekati masa-masa kematian.

Kedelapan, fase menjelang kematian, yaitu fase di mana nyawa akan hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya ruh dan jasad manusia. Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah:


(44)

a) Memberikan wasiat kepada keluarga jika tedapat masalah yang perlu diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian hutang, mewakafkan sebagian harta dijalan agama.

b) Tidak mengingat apapun kecuali berzikir kepada Allah Swt.

c) Mendengarkan secara seksama talqin, yang dibaca oleh keluarga kemudian menirukannya, yaitu mengucapkan la ilaha ila Allah (tiada Tuhan selain Allah) yang diucapkan untuk mengingatkan pada orang yang akan meninggal, agar matinya dalam keadaan husn al-khatimah (baik akhir hidupnya).49

Dari uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa apabila pengembangan kepribadian islam melalui pendekatan konten dan rentang kehidupan dapat dijalankan dengan baik bagi individu, maka akan terbentuklah kepribadian Islam yang sempurna (insan kamil).

5. Faktor-faktor Pembentukan Kepribadian Islam

Dasar kepribadian seseorang terbentuk dari masa kanak-kanak. Proses perkembangan kepribadian yang terjadi pada diri seseorang tidak hanya berasal dari faktor hereditas, melainkan juga berasal dari lingkungan tempat anak hidup dan berkembang menjadi manusia dewasa.

Pembentukan kepribadian dimulai dari penanaman sistem nilai pada anak didik. Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan perlu dimulai dari penanaman sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Sistem nilai sebagai realitas yang abstak yang dirasakan dalam diri sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup. Dalam realitasnya, nilai terlihat dalam pola bertingkah laku, pola pikir dan sikap-sikap seseorang pribadi atau kelompok.50

Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan pada anak harus dimulai dari pembentukkan nilai yang bersumber dari nilai-nilai ajaran agama dalam diri anak.

49 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h.396-408. 50

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), cet. Ke-VIII, h. 184.


(45)

Studi tentang faktor-faktor yang menentukan kepribadian menurut Dra. Netty Hartati dkk, faktor pembentukkan kepribadaian ada tiga aliran, yaitu: aliran Empirisme, Nativisme, dan Konvengasi.

1) Aliran Empirisme; aliran ini disebut juga aliran Environmentalisme, yaitu suatu aliran yang menitik beratkan pandangannya pada peranan lingkungan sebagai penyebab timbulnya satu tingkah laku. Lingkungan yang mempengaruhi kepribadian terdiri atas lima aspek, yaitu geografis, histories, sosiologis, cultural, dan fsikologis.

2) Aliran nativisme; suatu aliran yang menitikberatkan pandangannya pada peranan sifat bawaan, keturunan sebagai penentu tingkah laku seseorang. Aliran nativisme memandang hereditas sebagai penentu kepribadian. Hereditas adalah totolitas sifat-sifat karakteristik yang dibawa atau dipindahkan dari orang tua kepada anak keturunannya. 3) Aliran convergensi; aliran yang menggabungkan dua aliran diatas.

Konvergensi adalah intraksi antara factor hereditas dan factor lingkungan dalam proses pembentukan tingkah laku. Menurut aliran ini, hereditas tidak akan berkembang secara wajar apabila tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan, dan sebaliknya.51 Lebih lanjut D. Marimba menjelaskan proses-proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga taraf, yaitu:

1) Pembiasaan; pembiasaan-pembiasaan ini bertujuan membentuk aspek kejasmanian dan kepribadian. Caranya dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan kejiwaan. Misalnya, dengan jalan mengontol gerakan-gerakan anak-anak

dalam gerakan shalat, dengan membiasakan ucapan do’a dalam

shalat.

2) Pembentukan pengertian, sikap, dan minat; pada taraf kedua ini diberikan pengetahuna dan pengertian. Daram taraf ini perlu ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang rapat hubungannya dengan


(46)

kepercayaan, meliputi, mencintai Allah, Rasul, Ikhlas, takut akan Allah, menepati janji, menjahui dengki, dan sebagainya.

3) Pembentukan kerohanian yang luhur; pembentukan ini menanamkan kepercayaan yang terdiri atas:

a) Iman akan Allah

b) Iman akan Malaikat-malaikatNya. c) Iman akan Kitab-kitabNya. d) Iman akan Rasul-rasulNya. e) Iman akan Qadha dan Qadhar. f) Iman akan hari akhir.52

Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses. Akhir dari perkembangan itu apabila berjalan dengan baik. Maka, akan menghasilkan suatu kepribadian yang matang dan harmonis.

Orang yang memiliki kepribadian yang matang dengan demikian orang tersebut akan memiliki kemampuan berpikir yang sangat berkembang, kreatif, mengamati dunia dan diri secara objektif, keamanan emosional dan akan memiliki suatu identitas diri yang kuat. Maka, jelaslah pembentukan kepribadian anak sangat diutamakan dalam keluarga dan agama.

C. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja

1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pada hakikatnya pengertian pendidikan agama Islam adalah identik dengan pendidikan pada umumnya yakni sebagai usaha untuk membina, mengarahkan atau mengembangkan pribadi manusia dari aspek rohani dan jasmani yang berlangsung secara bertahap. Dalam hal ini, para ahli


(47)

pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pendidikan, diantaranya yaitu:

Drs. Amir Daien Indrakusuma, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan teratur serta sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak

agar mempunyai sifat dan tabi’at sesuai dengan cita-cita pendidikan.53 Soegarda Porbakawatja, mengatakan pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke dewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.54

S.A Branata dkk, mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung,

untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai

kedewasaannya.55

Dari berbagai pendapat dari para pakar pendidikan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang sadar dan teratur serta sistematis baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh orang dewasa ataupun orang yang diserahi tanggung jawab untuk membimbing, membina dan menciptakan kedewasaan pada anak didik.

Sedangkan pengertian pendidikan agama Islam dalam kaitannya dengan pendidikan secara umum adalah sebagaimana dikemukakan oleh para ahli ilmu pendidikan Islam, yaitu:

Dalam buku filsafat pendidikan Islam, Ahmad D Marimaba mengemukakan:

53

Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), h..27.

54

Soegarda Porbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h.214.

55


(48)

Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rokhani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.56

Muhammad Fadhil Al-Jamali mengemukakan pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik yang menyangkut derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar atau fitrah dan kemampuan ajarnya.57

Abdurrahman an-nahlawy, juga mengemukakan bahwa: pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.58

Syifudin An-Shory menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang materi didiknya adalah Islam (aqidah, syari ah dan akhlak).59

Abdul Rahman mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha berupa bimbingan, asuhan terhadap anak didik supaya kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pedoman kehidupan (way of life).60

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1). Pendidikan Islam adalah suatu usaha secara sistematis dan berencana untuk memberikan bimbingan dan arahan baik jasmani maupun rohani agar berkepribadian sesuai dengan ajaran Islam secara menyeluruh.

56

Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung; Alma’arif,

1989), cet. Ke- VIII, h.19. 57

Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Duta Aksara, 1998), cet. Ke-1, h.5.

58

Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, ....h. 6. 59

Syaifudin Anshori, Wawasan Islam Pokok Pemikiran Tentang Islam dan Umatnya,

(Jakarta, 1986), h.186 60


(49)

2). Segala usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak menuju terbinanya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama Islam.

3). Suatu usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam dalam proses kependidikan melalui latihan-latihan akal pikiran (kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan dan perasaan serta panca indra) dalam seluruh aspek kehidupan manusia.

4). Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah dan kemampuan ajarannya pengaruh diluar) baik secara individu maupun kelompok sehingga manusia memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh dan benar, yang dimaksud secara utuh dan benar disini adalah meliputi aqidah (keimanan), syari ah (ibadah mu amalah), dan akhlak (budi pekerti).

Dengan keimanan yang benar memimpin manusia kearah usaha mendalami hakekat dan menuntut ilmu yang benar, sedangkan ilmu yang benar memimpin manusia kearah amal yang sholeh.

b. Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia erat kaitannya dengan pendidikan nasional yang menjadi landasan terlaksananya pendidikan bagi bangsa Indonesia, karena pendidikan agama Islam sebagai bagian yang ikut berperan demi terealisasinya tujuan pendidikan nasional. Adapun yang dimaksud dasar pendidikan agama Islam disini adalah suatu yang menjadi sumber kekuatan dan ketekunan dilaksanakannya pendidikan agama.61

Sedangkan yang dimaksud dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam disini ialah landasan atau dasar diselenggarakannya pendidikan agama tersebut, sehingga menjadi titik tolak untuk mencapai

61


(50)

tujuan pendidikan agama Islam. Sebagai dasar utama dari pendidikan agama Islam adalah Al-Qur an dan Hadits, dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama disekolah-sekolah di Indonesia yaitu : dasar opersional. Dalam hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan dalam ketetapan MPR NO. II/MPR/1993 tentang GBHN yang pokok intinya dinyatakan bahwa: Pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimasukkan kedalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri.62

Dalam hal ini banyak ayat al-qur an yang menyatakan bahwa adanya perintah untuk melaksanakan pendidikan agama Islam, diantaranya yaitu yang artinya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl ayat 125)63

Dari ayat diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam ajaran Islam memang ada perintah untuk mendidik dan mengembangkan agama, baik kepada keluarganya maupun kepada orang lain sesuai dengan kemampuannya. Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai status yang sangat kuat, adapun dasar pelaksanaanya tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi, diantaranya yaitu:

a) Dasar Yudiris/Hukum

Yang dimaksud dengan dasar yudiris ini adalah peraturan dan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama Islam diwilayah suatu negara.

62

Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), h.19.

63


(51)

1) Dasar Ideal

Yaitu dasar dari falsafah Negara yaitu pancasila, tepatnya pada sila pertama yaitu sila keTuhanan yang Maha Esa, artinya setiap warga Negara Indonesia harus beragama dan menjalankan syari at agama tersebut dengan baik dan benar. Dalam Tap MPR No. II/MPR/1987 dusebutkan Dengan sila keTuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya dan Taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.64

Untuk mewujudkan dari sila pertama tersebut, maka dapat dikatakan mutlak diperlukan pendidikan yang mengarah pada agama, sebab dengan pendidikan agama maka semua aspek yang menyangkut tata kehidupan berpancasila akan terpenuhi.

2) Dasar Struktural/Konstitusional

Dasar konstitusional adalah dasar yang bersumber dari perundangundangan

yang berlaku. Dasar konstitusional pendidikan agama telah tercantum

dalam UUD 1945 pada pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi “Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa (ayat 1)”. Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. (ayat 2).65

Berdasarkan bunyi pada pasal 29 UUD 1945 tersebut, berarti memberikan jaminan kepada warga Negara Republik Indonesia untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama yang dipeluknya bahkan juga mengenai kegiatan yang dapat menunjang bagi pelaksanaan ibadat. Dengan demikian pendidikan Islam yang searah dengan bentuk ibadat yang diyakininya diberi izin dan dijamin oleh Negara.

64

BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN, (Jakarta, 1993), h.5. 65


(52)

3) Dasar Operasional (GBHN)

Yang dimaksud dengan dasar operasional ialah dasar yang secara langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah Indonesia, seperti yang telah disebutkan dalam Tap. MPR No. IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan kembali pada Tap. MPR No. IV/MPR/1978, tentang garis-garis besar haluan Negara (GBHN) yang berbunyi:

Diusahakan supaya terus bertambah saran-saran yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan yang maha Esa, termasuk pendidikan agama yang dimasukkan dalam kurikulum disekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas negeri.66

Hal ini diperkuat lagi dengan UUD No.2 tahun 1989 tentang system pendidikan Nasional pada bab IX pasal 39 ayat 2 dinyatakan: isi kurikulum setiap jenis pendidikan, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan.67

Dari ketetapan diatas jelas bahwa pemerintah Indonesia memberi kesempatan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk melaksanakan pendidikan agama dan bahkan pendidikan sudah jelas secara langsung dimasukkan dalam kurikulum disekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi.

4) Dasar Religius

Dasar religius yang dimaksudkan disini adalah dasar yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan hukum utama dan pokok bagi agama Islam, seperti yang dinyatakan oleh Drs.Imam bawani bahwa dua sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur an dan Hadits, dan yang kedua yang menjadi pegangan setiap Muslim dan sebagai referensi

66

BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN,...104. 67


(1)

Daftar Pustaka

Abdur Rahman, Jamal, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasullullah SAW, terj. Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2000

Akbar, Ali, Merawat Cinta Kasih untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, Jakarta: Pustaka Antara, 1996

Ahmadi, Abu, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: Amrica, 1985

Affandi, MA, Bisri, H. Dirasat Islamiyah I, Surabaya: CV Aneka Bahagia, 1993

Al-Abrasyi, M. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970

Ali, Atabih, Kamus Inggeris Indonesia Arab, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003 cet.Ke-I

Alipandie, Imansyah, Didaktik Metodik Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha Nasional, 1984

Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973

An-Nahlawi, Abdurahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, cet. Ke-II

Anshori, Syaifudin, Wawasan Islam Pokok Pemikiran Tentang Islam dan Umatnya, Jakarta, 1986

Arifin, H.M, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Lingkungan Sekolah dan Keluarga, 1997

Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRSD Press, 2007 cet. Ke. 2

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, cet. Ke-VIII

Bawani, Imam, Segi- Segi Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1987

BP-7 pusat, UUD-P5-GBHN, Jakarta, 1993

Daradjat, Zakyah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: CV.Ruhama, 1995


(2)

82

Daradjat, Zakyah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012

Daud, Ma’mur, Terjemah Shahih Muslim, Jilid 4, Jakarta: Widjaya, 1984, cet. Ke-1

Depag RI Al-Qur an dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro, 1989

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Bina Pustaka, 1980, cet. Ke-1

Fuhaim, Asy-Syaih Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Terj. Abdillah Obid, Jakarta: Mustaqim, 2004

Ghazalba, Sidi, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989, cet.Ke-V

Hartati, Netty, Dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, cet. 1

Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakartah : Erlangga, 1980

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2004), Cet. VIII

Kholil, Umam, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Duta Aksara, 1998 Knoers, PJ. Monks-A.M. P, Haditono, Siti Rahayu, Psikologi perkembangan

Pengantar dalam berbagai bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2002

Mahyudi, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta: Alam Mulia,1991.

Malik, Abdul karim Amrullaah, dan Djumransjah, Pendidikan Islam menggali Tradisi Meneguhkan Eksistensi, Malang: UIN Malang Perss, 2007

Marimaba, D. Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung; Alma’arif, 1989, cet. Ke- VIII

Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Surabaya: CV Citra Media, 1996

Mujib, Abdul, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006

Mujib, Abdul, dan Mudzakir, Jusuf, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. 2

Mujib Abdul, dan Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Agama Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993


(3)

Munandar, Utami, Membina Keluarga Bahagia, Jakarta: Pustaka Anatra, 1992, cet. Ke-2

Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997, cet. Ke-1

Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia

Noto Widegdo, Noto Widegdo, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Pustaka Anta, 1992, cet. Ke-4

Nuraulia, Rihlah, Nuraida, Character Building untuk Guru, Jakarta, Aulia Publishing House, 2007

Porbakawatja, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976

Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995, cet. Ke-8

Rahmat, Jalaludin, dan Ganda Atmaja, mukhtar, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, cet. Ke-2 Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002

_______. Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, cet. Ke-7

_______. Dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah tangga, Jakarta: Radar Jaya Offset

Razak, Nasrudin, Dienul Islam, Bandung: Al-Ma’arif 1986

Sabri, M. Alisuf , Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1999, cet. Ke-1

Safuri, Rafy, Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Singgih, Yulia, Gunasa, D. Singgih, Anak Remaja dan Keluarga, Jakarta: Penerbit Libri, 2011

Soedirman, M. Basofi, Eksistensi Manusia dan Agama, Jakarta: Yayasan Annash, 1995


(4)

84

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2008), cet.Ke-6

Turkamani, Ali, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, Jakarta : Pustaka Hidayah 1992, cet. Ke-1

TM, Fuaduddin, Pengasuh Anak Dalam Keluarga Islam, Jakarta: Lembaga Kajian Agama Dan Jender, 1999

Ya’kub, Hamzah, Etika Islam, Pembinaan Aklhlaqulkarimah, Bandung: CV.

Diponegoro, 1988, cet. Ke 4

Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990, cet.Ke- XII

Zahara, Idris, Dasar-dasar Kependidikan 1, Padang: Angkasa Raya, 1987

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. Ke-II

_______. Metodologi Pendidikan Agama, Solo: Ramadhani, 1993


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

INTERAKSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PESERTA DIDIK DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Interaksi guru pendidikan agama islam dan peserta didik dalam membentuk kepribadian muslim di sekolah menengah kejuruan (smk) negeri 1

0 1 17

INTERAKSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PESERTA DIDIK DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Interaksi guru pendidikan agama islam dan peserta didik dalam membentuk kepribadian muslim di sekolah menengah kejuruan (smk) negeri 1

0 1 24

PERAN KEPRIBADIAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PROSES PEMBINAAN MORAL SISWA Peran Kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Proses Pembinaan Moral Siswa (Studi Pendekatan Fenomenologi di SMK Tekno-Sa Surakarta).

0 1 13

PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS V DI SDIT FATAHILLAH Peran Keluarga dalam Pendidikan Agama Islam Kelas V di SDIT Fatahillah Sukoharjo.

0 0 15

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Di Desa Kedunglengkong, Simo, Boyolali.

0 1 15

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Di Desa Kedunglengkong, Simo, Boyolali.

0 2 12

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN REMAJA DI MTS DARUL ULUM WARU SIDOARJO.

1 7 133

PERAN LABORATORIUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN PESERTA DIDIK ( Studi Kasus di SMA Negeri 3 Malang)

0 0 31

View of PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KENAKALAN REMAJA

0 1 14

PERAN KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ISLAM BAGI REMAJA

0 0 15