Resensi Buku Santun Bahasa

Resensi Buku Perpustakaan UI dalam rangka menyambut HUT ke-33 Perpustakaan UI
Judul Buku

: Santun Bahasa

Penulis

: Anton M. Moeliono

Penerbit

: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan

:3

Tahun Terbit : 1991
Tebal Halaman

: 189 halaman


Nomor Panggil

: 499.2 ANT s (4)

Taat Asas pada Bahasa
Sebagai seorang pemuda yang dalam sumpahnya menjunjung tinggi bahasa
Indonesia, sudah selayaknya kita merenung, apakah kita telah serius menjunjung tinggi
bahasa itu? Sudahkah kita berbahasa dengan baik, benar, dan taat asas? Sulit untuk
mengedepankan idealisme secara total dalam berkata-kata dewasa ini di tengah tuntutan
berbicara secara pragmatis dan efektif, serta himpitan istilah asing yang nyata di telinga
kita. Anton Moeliono, guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
berusaha melakukan pembinaan pemakaian Bahasa Indonesia yang saat itu bekerja sama
dengan Lembaga Bahasa Nasional serta mengenalkan kaidah tata bahasa yang benar
kepada seluruh masyarakat untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Berawal dari rubrik
Santun Bahasa harian Kompas, tahun 1968-1971, beliau memutuskan membukukan
tulisannya untuk memperluas wawasan kebahasaan masyarakat terhadap permasalahan
bahasa sejak masa lampau, yang bahkan masih kita jumpai dan lakukan hingga saat ini.
Buku ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ulasan umum, masalah tata bahasa, dan
pilihan kata. Dalam bagian pertama, beliau mengulas kesalahan dan kekeliruan berbahasa

secara umum. Kesalahan yang dimaksud diantaranya penulisan kata

Dirgahayu RI ke-

30 . Hal ini menimbulkan sebuah kerancuan apabila ada pihak yang mengartikan bahwa
Indonesia telah mengalami dua puluh sembilan macam republik sebelumnya, sama seperti
Prancis yang lebih dari empat kali mengalami perubahan bentuk republik. Akan menjadi
lebih

terang

bila

kita

Indonesia atau cukup

menulis

Selamat


ulang

tahun

ketiga

puluh

Republik

Dirgahayu Indonesia . Masalah umum lain yang diulas oleh

penulis adalah kebiasaan masyarakat yang mengeja singkatan asing dengan lafal asing.
Kita sering mengeja singkatan A.C.

dan W.C. dengan ejaan a-se dan we-se. Padahal

menurut langgam bahasa kita, pengejaan yang benar adalah a-ce dan we-ce. Lucu
memang jika kita mendengar ada seseorang yang lugu dan polos berkata seperti itu. Tapi,


jika kita berkata lazim di depan orang asing, mungkin kita yang ditertawakan sebab
pengejaan asing yang benar dari istilah itu adala ey-siy dan dablyuw-siy.
Bagian

kedua

membahas

tentang

tata

bahasa.

Kita

sering

mendengar


berita Pertemuan itu dihadiri Presiden Joko Widodo dan undangan lainnya .
Pertanyaannya, siapakah tamu lainnya itu? Tamu presiden? Mustahil, sebab beliau juga
seorang tamu. Karena tidak ada acuan dalam kalimat terhadap -nya seperti dalam kalimat
Budi sangat sayang kepada adiknya , maka akan lebih bijaksana jika pernyataan itu
diganti dengan

Pertemuan itu dihadiri Presiden Joko Widodo dan undangan yang lain.

Fenomena lain yang kita sering dengar adalah penggunaan imbuhan ter-. Contoh kalimat
Telah meninggal saudara tercinta ... memiliki tata bahasa yang kurang tepat. Mengacu
pada arti sesungguhnya, imbuhan ter- yang menyatakan paling atau sangat diikuti oleh
kata sifat. Akan lebih tepat jika kalimat itu menjadi
kami cintai ...

Telah meniggal saudara yang sangat

.

Pada bagian ketiga, beliau mengulas tentang pilihan kata. Kita sering mendengar,

bahkan ikut mengatakan istilah kapal ferry dan voting. Kata terakhir memang sudah sering
diganti dengan istilah pemungutan suara. Tetapi dalam frekuensi yang sedang, masih ada
pihak-pihak yang menggunakan kata voting. Untuk istilah kapal ferry, mungkin banyak
orang mengaku tidak tahu istilah kapal ferry dalam Bahasa Indonesia, atau merasa belum
ada pihak yang berusaha mengindonesiakan kata itu. Padahal dalam kamus, kapal ferry
dapat disebut sebagai kapal tambang, sehingga kita dapat mengatakan Kami
menyebrangi Selat Sunda menggunakan kapal tambang .
Ditinjau dari segi penyampaian materi, buku ini sangat komunikatif sebab di
beberapa bagian,penulis buku menggunakan kalimat tanya yang seolah mengajak
pembaca untuk berinteraksi. Selain itu, materi yang disampaikan dalam buku ini bersifat
praktis, sebab ikut dicontohkan secara langsung di dalam isi materi.

Beberapa kasus

kelaziman kebahasaan yang keliru dalam masyarakat beliau ulas dan beri solusi yang tepat,
mengacu pada kaidah tata bahasa yang benar seperti contoh di atas. Judul tiap bab juga
sangat menarik sehingga cukup menggoda untuk membacanya secara utuh, seperti
Tiviku Sayang, Bahasamu, Bahasamu

,


Halo, Yanti Ada? , dan

Kata Terang yang

Tidak Selalu Terang . Lebih lanjut, buku ini memberikan pengetahuan tambahan yang
disisipkan dalam materi sehingga dapat memperluas wawasan pembaca. Ambil contoh.
Siapa mengira bahwa perintah

Dilarang Masuk!

dahulu diiringi dengan ancaman

pidana? Sebuah kekayaan intelektual juga bagi pembaca dapat mengetahui tentang
undangan pernikahan di Benua Eropa yang dilengkapi dengan pita merah padam atau
biru muda. Apa arti warna pita itu? Mari sisihkan waktu untuk membaca buku ini.

Bagi orang yang bukan berlatar belakang ilmu bahasa, mungkin akan menemui
sedikit kesulitan dalam mencerna isi buku sebab bahasa yang digunakan terkesan kurang
menjelaskan dengan ringkas sehingga butuh waktu yang tidak instan untuk memahaminya

dengan utuh. Mungkin sebuah kewajaran pula hal itu terdapat dalam buku ini sebab
sangat jarang ada buku yang secara khusus membahas tata bahasa Indonesia, sehingga
kesempatan langka dalam buku ini digunakan penulis untuk menjelaskan sejelas-jelasnya.
Selain itu, buku ini kurang memperhatikan estetika dalam efek visual seperti paragraf
dalam bab relatif sedikit. Hal ini dapat menimbulkan kejenuhan saat membaca sebab pola
paragraf seluruh bab hampir mirip.
Buku ini merupakan jalan bagi kita untuk kembali belajar menggunakan Bahasa
Indonesia dengan baik. Sudah selayaknya kita merendahkan hati dan tidak jumawa atas
kemampuan bahasa kita saat ini, sebab masih ada kekeliruan yang kita lakukan hingga
saat ini. Bagaimana mungkin kita mendesak meng-go internasional-kan Bahasa Indonesia,
padahal kita sendiri belum sungguh-sungguh menggunakan tata bahasa yang benar? Ini
bukan sebuah penghakiman, tetapi ajakan bagi kita untuk bergerak bersama dan bangga
dapat berbahasa indonesia dengan baik dan benar. Mudah-mudahan resensi ini taat
terhadap asas Bahasa Indonesia. Semoga.
Biodata Diri
Nama lengkap: Jansen Novri
Nama panggilan : Jansen
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 14 November 1996
Pekerjaan : Mahasiswa
NPM : 1406533011

Fakultas : Teknik
Program studi : Teknik Perkapalan
Angkatan : 2014
Link review :