ANALISIS DINAMIKA TINGKAT PENGGUNAAN PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN TRIMURJO KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

ABSTRAK
ANALISIS DINAMIKA TINGKAT PENGGUNAAN PUPUK BERSUBSIDI PADA
USAHATANI PADI SAWAH DI KECAMATAN TRIMURJO KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH

Oleh
Astari Aulia Pramesywari1, Bustanul Arifin2, dan Teguh Endaryanto2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika tingkat penggunaan pupuk bersubsidi
pada usahatani padi sawah, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rasionalisasi
penggunaan pupuk bersubsidi sistem pola tertutup pada usahatani padi sawah, serta
mengetahui implikasi kebijakan pupuk bersubsidi sistem pola tertutup pada usahatani
padi sawah di Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah.
Penelitian dilaksanakan di Desa Notoharjo dan Tempuran Kecamatan Trimurjo
Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Juli - Agustus 2010. Sampel terdiri dari petani
padi sawah yang diambil secara acak sederhana (simple random sampling). Jumlah
sampel sebanyak 51petani, terdiri dari 24 petani desa Notoharjo dan 27 petani desa
Tempuran. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif (statistik) dan
kualitatif (deskriptif). Analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis logit dan
analisis deskriptif statistik dengan model analisis tabulasi silang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) penggunaan pupuk bersubsidi pada usahatani
padi sawah berada di atas rekomendasi anjuran pada pupuk urea dan SP36, namun pada

pupuk NPK mendekati rekomendasi anjuran, dimana karakteristik luas lahan memiliki
keterkaitan terhadap kedinamisan penggunaan pupuk bersubsidi, (2) faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap rasionalisasi penggunaan pupuk bersubsidi sesuai anjuran adalah
lama usahatani dan lama organisasi, dan (3) implikasi kebijakan pupuk bersubsidi
terhadap penggunaan pupuk bersubsidi, yakni mulai membangun dan mengubah persepsi
serta praktik budidaya petani dalam menerapkan pemupukan berimbang secara
kombinasi namun belum sesuai dosis anjuran.
Kata kunci: Dinamika Pupuk Bersubsidi, Kebijakan Pupuk Bersubsidi, Usahatani Padi
Sawah

ABSTRACT

ANALYSIS OF DYNAMICS FERTILIZER SUBSIDIZED USED
TO THE RICE FARMING IN TRIMURJO
CENTRAL LAMPUNG REGENCY

By
Astari Aulia Pramesywari1, Bustanul Arifin2, and Teguh Endaryanto2
This assessment was aimed to determine the dynamics fertilizer subsidized used to the
rice farming, to determine the factors that affect the rationalization of fertilizer subsidized

used, and to know the policy implications of fertilizer subsidized, which is a closed
pattern system to the rice farming in Trimurjo Central Lampung Regency.
The assessment was conducted in Notoharjo and Tempuran Village, Trimurjo, Central
Lampung Regency. The respondents were taken randomly (simple random sampling).
The respondents are 51 farmers consist of 24 farmers in Notoharjo village and 27 farmers
in Tempuran village. The data were taken on July 2010 - August 2010. Data analysis
methods are quantitative analysis and qualitative analysis (descriptive). The quantitative
analysis used logit analysis and statistical descriptive analysis used the crosstabulation
analysis.
The results showed that: (1) subsidized fertilizer used in rice farming are above the
recommendations on urea and SP36, but on NPK are closed the recommendation, that the
characteristics of the land area is related to the dynamics of fertilizer subsidized used, (2)
the factors that influence the rationalization of the fertilizer subsidized used due to
recommend are long-term farms and long-term organization, and (3) the implication of
fertilizer subsidized policy to fertilizer subsidized used are begin to build and change the
perception and cultivation practices of farmers in implementing the fertilizer balances in
combination, but not balances in dosage recommendations.

Key words: dynamics of fertilizer subsidized used, fertilizer subsidized policy, rice
farming


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dinamika penggunaan pupuk bersubsidi pada usahatani padi sawah bergerak dinamis
pada tahun 2008 sampai dengan 2010 (varian musiman). Penggunaan pupuk urea dan
NPK bersubsidi meningkat drastis, sedangkan pupuk SP36 bersubsidi bergerak
fluktuatif. Penggunaan pupuk urea dan SP36 bersubsidi berada di atas rekomendasi
anjuran (overdosis), sedangkan pada pupuk NPK bersubsidi mendekati anjuran
spesifik lokasi. Dalam sisi karakteristik penggunaan pupuk bersubsidi, parameter
luas lahan memiliki hubungan terhadap karakteristik tersebut yang dinyatakan dengan
nilai Assymp.Sig (2-sided) dibawah 0,05.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rasionalisasi petani dalam menerapkan pemupukan
sesuai rekomedasi di Kecamatan Trimurjo, terbagi menjadi 3 bagian analisis, yakni
pemupukan urea, SP36, dan NPK.
(a) Faktor-faktor yang mempengaruhi rasionalisasi petani dalam penggunaan pupuk
urea adalah produktivitas, biaya pupuk, pendapatan usahatani, lama usahatani, dan

lama organisasi, (b) faktor yang mempengaruhi rasionalisasi petani dalam
penggunaan pupuk SP36 adalah lama usahatani, pendidikan, dan lama organisasi, dan
(c) faktor-faktor yang mempengaruhi rasionalisasi petani dalam penggunaan pupuk
NPK adalah harga gabah, biaya pupuk, pendapatan, lama usahatani, ketersediaan
pupuk, lama organisasi, dan varietas.

3. Implikasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi Sistem Pola Tertutup terhadap penggunaan
pupuk pada usahatani padi sawah di Kecamatan Trimurjo mulai membangun dan
mengubah persepsi serta praktik budidaya petani responden untuk mulai menerapkan
pemupukan berimbang, yakni penerapan pupuk NPK yang dikombinasikan dengan
penggunaan pupuk tunggal. Dijumpainya penerapan pupuk organik subsidi oleh
petani responden, meskipun baru berjumlah 2 orang petani.

B. Saran

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diberikan melalui
penelitian ini adalah :
1. Bagi petani, berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
rasionalisasi petani dalam penggunaan pupuk bersubsidi sesuai rekomendasi anjuran,
bahwasanya lama usahatani dan lama organisasi mempengaruhi petani dalam

penggunaan pupuk bersubsidi sesuai anjuran. Dengan adanya faktor lama organisasi
diharapkan sebaiknya petani dapat meningkatkan kerjasama yang akan mempermudah
dalam koordinasi segala kegiatan budidaya usahatani padi sawah, memanfaatkan
wadah organisasi (kelompok tani) dalam hal saling bertukar informasi sebagai mediasi
pengembangan wawasan kepada petani responden, khususnya wawasan mengenai
penggunaan pupuk, sehingga penggunaan pupuk bersubsidi di tingkat petani menjadi
lebih efektif dan efisien (tidak overdosis) serta petani tidak ketinggalan informasi
terutama tentang modernisasi dan teknologi.

Bagi instansi terkait, khususnya PPL perlu melakukan sosialisasi alternatif kombinasi
penggunaan jenis pupuk secara intensif. Bagan Warna Daun (BWD) dan Perangkat Uji

Tanah Sawah (PUTS) sebaiknya mulai diperkenalkan kepada petani reponden agar petani
dapat mengetahui Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik
Lokasi sebagai acuan pemupukan berimbang. Hal ini dikarenakan, petani perlu
mengetahui kondisi lahannya serta dapat mengukur kebutuhan penggunaan pupuk pada
lahannya, misalnya berapa kadar N, P, dan K, sehingga dengan pasti dapat menentukan
takaran rekomendasi pemupukannya. Hal ini diperlukan agar petani dapat memanfaatkan
lahannya secara optimal. Rencana kedepannya diperlukan adanya perbaikan
perencanaan, produksi, penggunaan pupuk bersubsidi di tingkat lapangan, dan kerjasama

antar pihak terkait. PPL yang memberikan penyuluhan (informasi) kepada petani
sebaiknya berusaha membimbing petani melalui percontohan yang konkrit dan berhasil
guna, agar penggunaan pupuk di tingkat petani lebih rasional (tidak overdosis).

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1. Latar Belakang

Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya
untuk meningkatkan produksi pangan melalui peningkatan produktivitas dan
perbaikan kualitas hasil pertanian. Diantara berbagai jenis bahan pangan, beras
merupakan komoditas pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Hal ini mudah
dipahami karena beras memiliki posisi strategis dalam memelihara stabilitas
ekonomi nasional.
(Amien, 2002 dalam Komba, 2010)

Pemenuhan kebutuhan beras nasional yang bersumber dari produksi dalam negeri
telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia. Salah mengurus beras akan

berakibat fatal bagi kelangsungan kehidupan bernegara karena komoditas ini
sangat strategis dan sarat nilai politis. Berbagai upaya telah ditempuh Pemerintah
untuk mendukung ketahanan pangan tersebut, antara lain dengan menetapkan
kebijakan dasar yaitu dengan penyediaan subsidi benih, penyediaan subsidi
pupuk, penyediaan Kredit Ketahanan Pangan (KKP), penetapan harga gabah
pembelian Pemerintah, dan peningkatan tarif bea masuk untuk impor beras.
Dengan kebijakan dasar tersebut diharapkan selama periode 2009-2014

Formatted: Indent: Left: 0,63 cm,
Hanging: 0,62 cm, Tab stops: 1,25
cm, List tab + Not at 1,9 cm

pertumbuhan produksi per tahun untuk tanaman pangan diproyeksikan dapat
meningkat berkisar 3,22 – 20,50 persen.
Untuk mencapai sasaran pertumbuhan produksi pangan tersebut, diperlukan
dukungan sarana dan prasarana, dimana salah satu faktor penting dalam
peningkatan produksi komoditas pertanian pangan adalah pupuk, seiring dengan
dikembangkannya varietas unggul dan varietas hibrida yang cenderung responsif
terhadap penggunaan pupuk anorganik, dimana efisiensi dan efektivitasnya
tergantung pada lokasi setempat.


Perkembangan pupuk anorganik yang merupakan hasil produksi pabrik kimia,
mulai berkembang pesat sejak dicanangkannya revolusi hijau melalui program
BIMAS/INMAS oleh Pemerintah Indonesia. Pada saat itu, telah diperkenalkan
berbagai varietas padi unggul baru IR-5 dan IR-8 yang sangat responsif terhadap
pemupukan anorganik, agar dapat meningkatkan produksi tanaman pangan. Pada
awal tahun 1970an, pada saat petani belum menggunakan pupuk anorganik, hasil
padi varietas lokal yang diusahakan hanya mampu berproduksi maksimal 2,0-2,5
ton/ha, meskipun mereka telah menggunakan pupuk kandang. Dengan
menggunakan pupuk anorganik, hasil varietas unggul padi di lahan sawah irigasi
meningkat lebih dua kali lipat menjadi 5-6 ton/ha.

Penggunaan pupuk anorganik tersebut semakin meningkat pada tanaman pangan
khususnya untuk tanaman padi sawah seiring dengan pelaksanaan program
Pemerintah berswasembada pangan. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, upaya peningkatan produksi padi melalui gerakan revolusi hijau

telah mengantarkan Indonesia berswasembada beras pada tahun 1984.
Keberhasilan pembangunan pertanian tidak dapat dipisahkan dari kesadaran
petani dalam menggunakan pupuk anorganik.


Di satu sisi, pengembangan pupuk anorganik berdampak positif terhadap
peningkatan produksi padi sawah, namun di sisi lain penggunaan pupuk
anorgonik perlu disikapi secara bijaksana karena dapat juga berdampak negatif,
seperti pencemaran lingkungan dan inefisiensi pemupukan di sebagian besar
daerah intensifikasi padi. Karena positif terhadap peningkatan produksi, berakibat
mendorong tingginya tingkat ketergantungan petani terhadap pupuk anorganik,
bahkan mereka seringkali menggunakannya dalam jumlah yang berlebihan.
Selain tidak lagi meningkatkan hasil, penggunaan pupuk anorganik dengan
takaran di atas kebutuhan tanaman juga mengurangi keuntungan yang dapat
diperoleh dari usahatani.

Pada saat ini petani memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
penggunaan pupuk kimia dan bahkan banyak yang melakukan pemupukan secara
inefisien (overdosis) akibat degradasi mutu lahan yang mempengaruhi responsitas
tanaman terhadap serapan unsur hara. Perilaku pemupukan demikian secara
finansial sangat merugikan petani. Menyadari pentingnya upaya penghematan
pupuk bagi peningkatan pendapatan petani, penghematan sumberdaya pupuk, dan
pelestarian sumberdaya alam, maka studi analisis dinamika tingkat penggunaan
pupuk di tingkat petani perlu dilakukan untuk mengetahui sejauhmana

penggunaan dan rasionalisasi petani dalam merespon pupuk untuk meningkatkan

produksi, khususnya tanaman padi sawah, terutama karena adanya partisipasi aktif
pemerintah dalam aspek Kebijakan Pupuk Bersubsidi.

1.B.

Identifikasi Masalah

Peningkatan permintaan terhadap komoditas padi dari tahun ke tahun di Indonesia
sebenarnya telah diikuti oleh peningkatan produksi komoditas tersebut, namun

Formatted: Indent: Left: 0 cm,
Hanging: 0,67 cm, Don't add space
between paragraphs of the same style,
Numbered + Level: 1 + Numbering
Style: A, B, C, … + Start at: 1 +
Alignment: Left + Aligned at: 0,63 cm
+ Indent at: 1,27 cm, Tab stops: Not
at 1,27 cm


peningkatan produksi padi belum mampu mengikuti peningkatan konsumsi akan
beras. Hal ini berarti jumlah produksi padi yang dihasilkan di Indonesia belum
mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Gambaran keseimbangan kebutuhan
akan beras dengan ketersediaan pangan beras dapat dilihat sebagaimana pada Tabel
berikut ;1.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah penduduk dan Konsumsi beras di Indonesia tahun
20015-20068
Tahun
2005
2006
2007
2008

Tersedia
Total
Padi GKG Beras
Penduduk
Selisih
untuk konsumsi
Konsumsi
(000 Ton) (000 Ton)
(000 Jiwa)
(Prod-Kon)
(000 Ton)
(000 Ton)
54,151
34,115
27,974
219.205
28,913
-939
54,455
34,307
28,131
222.051
29,289
-1.157
57,049
35,941
29,472
222.225
29,379
93
60,326
38,005
34,140
228.520
31,800
3,865

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BPS 200Departemen Pertanian (diolah)7

Dari TabelTabel 1 di atas dapat dilihatmenunjukkan bahwa laju peningkatan produksi
beras nasional hingga tahun 2006 tidak mampu memenuhi laju permintaan
perkembangan jumlah penduduk dan konsumsiakan beras di Indonesia. Hal tersebut
menyebabkan Indonesia harus mengimpor beras dalam rangka mencukupi
ketersediaan untuk konsumsi pangan. Pada tahun 2007 terjadi kelebihan produksi

Formatted: Indent: Left: 0,67 cm

beras (excess supply) meskipun jumlahnya kecil dan di tahun 2008 terjadi
peningkatan relatif tinggi, sehingga tahun 2008 Indonesia terjadi swasembada
pangan.

Upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah yang dilakukan
Pemerintah selama ini dalam rangka membantu petani telah memberikan hasil yang
menggembirakan. Propinsi Lampung sebagai bagian integral dari sentra produksi
padi sawah di Indonesia juga terus memberikan kontribusi dalam mendukung upaya
peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah. Propinsi Lampung memiliki
beberapa sentra produksi padi sawah yang tersebar di seluruh kabupaten-kota.
Sebaran areal luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Propinsi
Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.

Peluang peningkatan produksi padi sawah di Indonesia masih cukup besar mengingat
sampai saat ini benih padi yang digunakan masih menggunakan benih varietas unggul
belum menggunakan benih varietas hibrida yang produksinya bisa mencapai lebih
dari 12 ton/ha, dan pemupukan yang dilakukan petani belum berimbang sesuai
anjuran tekhnologi spesifik lokasi, selain itu .benih padi yang digunakan secara
umum masih menggunakan benih varietas unggul belum banyak petani yang
menggunakan benih varietas hibrida yang produksinya mencapai 10 ton/ha.