Take home konsep kebidanan peny ariani

(1)

KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

TAKE HOME KONSEP

KEBIDANAN

Dosen : Sunesni, S.SiT,M. Biomed

Peny Ariani No BP : 1220342001

1

Dibuat untuk memenuhi ujian mid semester mata kuliah konsep kebidanan Tahun Ajaran 2012-2013


(2)

Peny Ariani, No BP: 1220342001

SOAL

1.

Pendidikan kebidanan tumbuh dalam dinamika yang tidak terkendali.

Saudara sebagai tenaga yang ikut berperan dalam pemberi layanan,

pengelola, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan

maupun sistem ketatalaksanaan pelayanan kesehatan secara universal.

Jelaskanlah salah satu bentuk sistem pendidikan diluar negeri dan salah

satu bentuk pelayanan kebidanan diluar negeri yang mungkin dapat

diterapkan di negara kita! (dilengkapi dengan lampiran literatur yang

digunakan : mis. Jurnal, teks book, dll)

2.

Jelaskanlah pandangan saudara sebagai seorang bidan tentang

mitos-mitos yang menjadi kebiasaan bagi ibu-ibu nifas dalam asuhan nifas

dimasyarakat Minangkabau pada umumnya dilihat dari perspektif

sosiologi. (pilih salah satu kebiasaan yang sering dilakukan ibu nifas,

analisa dari perspektif sosiologi).


(3)

1. Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan diluar negeri

Jawab

a. Pendidikan

Pendidikan kebidanan di Indonesia pada umumnya telah memiliki system yang hampir sama dengan system pendidikan kebidanan diluar negeri, dalam hal ini saya mengambil contoh pendidikan kebidanan di New Zealand yang telah menjadi pemimpin dunia dalam menetapkan standar untuk praktik kebidanan dan profesionalisme. Pada dasarnya pendidikan kebidanan yang tumbuh dalam dinamika yang tidak terkendali merupakan akibat dari tumbuhnya institusi pendidikan yang tidak mendahulukan kualitas dari system pendidikan.

Strategi pendidikan dan pelayanan di New Zealand pada umumnya lebih melihat dari segi sosiologi dalam hal ini kultural (budaya) dan pemerataan pendidikan dan pelayanan yang berfokus kepada perempuan “Woman Centre”. Dengan melihat strategi International Confederation of Midwifery (ICM) dimana dalam mengatasi kematian ibu dan bayi diseluruh dunia dengan memperkuat kebidanan yang dibangun atas tiga pilar untuk penyediaan tenaga kerja kebidanan yang berkualitas, yaitu dengan : pendidikan, regulasi dan asosiasi profesi. (1)Pendidikan yag merupakan langkah awal menciptakan bidan yang berkompeten dilakukan dengan proses pendidikan yang berbasis kompetensi dengan keilmuan yang terintegrasi dan scenario kasus yang didapat dalam praktik klinis mahasiswa. (2) Regulasi dalam hal ini pemerintahan New Zealand melakukan pemerataan pendidikan sekaligus pelayanan kebidanan pada daerah daerah yang membutuhkan pelayanan kebidanan sesuai dengan kultural yang dimiliki. (3) asosiasi profesi kebidanan di New Zealand jelas berperan penting dalam penilaian klinis mahasiswa diakhir program dan menilai assesmen klinis melalui OSCE, dari tiga hal yang telah diterapkan New Zealand maka tidak heran kalau program pendidikan kebidanan di New Zealand dapat berkembang dan memiliki kualitas sehingga diakui dunia karena standard dan kompetensi pendidikan kebidanannya telah sesuai 100% dalam penerapan model asuhan kebidanan.

Kuantitas tidak menentukan kualitas, hal ini merupakan salah satu tolak ukur oleh Negara New Zealand dalam mendirikan suatu pendidikan kebidanan, dimana program pendidikan kebidanan diatur oleh Dewan Kebidanan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Keseharan Jaminan Kompetensi Praktisi Tahun 2003. Dan yang paling penting program pendidikan ini mengarah dan tetap berbasis cultural dimana memungkinkan peserta didik untuk belajar dimana mereka tinggal, sehingga mereka tidak perlu pindah ke Dunedin atau Christchurch untuk mengakses pendidikan kebidanan didukung oleh penempatan satelit untuk melakukan video conference antara studi interaktif antar mahasiswa diberbagai daerah. Dengan


(4)

Peny Ariani, No BP: 1220342001

ini, peserta didik lebih cenderung tetap bekerja di pelayanan bersalin pada daerah tempat dia tinggal setelah lulus sehingga program ini akan membantu menyelesaikan isu-isu tenaga kerja yang ada didaerah pedesaan dan provinsi dari Pulau Selatan dan Pulau Utara yang lebih rendah, sehingga pelayanan yang dihasilkan akan merata disemua tempat.

Penyediaan kebutuhan untuk pendidikan kebidanan dilakukan dengan tiga tahun masa pembelajaran untuk masuk ke profesi dengan minimum 1500 jam teori, minimum 1500 jam praktek klinis, adanya kontinuitas dari pengalaman perawatan, memiliki penempatan klinis yang ragam termasuk rumah sakit, homebirth, unit bersalin, dan masyarakat, memfasilitasi minimum dari 30 persalinan dan memenuhi kompetensi untuk pendaftaran sebagai bidan. Adapun kompetensi untuk mendaftar sebagai Bidan di New Zealand dikembangkan oleh otoritas regulasi bekerjasama dengan New Zealand College Of Midwifery (NZCOM), memiliki empat kompetensi terpadu dengan masing-masing kriteria kinerja. Ada keselamatan untuk praktek sebagai bidan jika terbukti ketika pemohon menunjukkan empat kompetensi yang telah dilakukan.

Adapun syarat kompetensi untuk praktek sebagai Bidan yaitu dengan (1) Bekerja dalam kemitraan dengan wanita seluruh pengalaman bersalin, (2) Pemohon menerapkan pengetahuan teoritis dan ilmiah yang komprehensif dengan kemampuan afektif dan teknis yang diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan yang efektif dan aman, (3) Pemohon mempromosikan praktek-praktek yang meningkatkan kesehatan wanita dan keluarganya / whanauand yang mendorong partisipasi mereka dalam perawatan kesehatannya dan (4) Pemohon harus menggunakan pertimbangan profesional sebagai seorang praktisi reflektif dan kritis ketika memberikan asuhan kebidanan.

Strategi pendidikan dalam pemberian perawatan yang berkesinambungan dilakukan dengan semua pengalaman klinis dalam kontinuitas model perawatan, dimana (1) Tahun pertama siswa mengikuti 2 atau 3 perempuan dari awal kehamilan sampai enam minggu setelah melahirkan dengan memperhatikan peran orang yang mendukung, (2) Tahun kedua siswa mengikuti 8 wanita dari awal kehamilan sampai enam minggu setelah melahirkan. Dengan melihat ketrampilan praktek klinik di bawah pengawasan bidan yang merawat wanita,(3) Tahun ketiga mahasiswa ditempatkan selama 28 minggu dengan system ‘satu-lawan-satu’ dengan bidan independen dimana 4 minggu di pedesaan, 14 minggu menjadi bidan independen, dan 10 minggu elektif, (4) Pelayanan yang diberikan juga harus ada persetujuan dari Wanita tersebut serta adanya dukungan dosen pada saat melaksanakan praktek lapangan.

Strategi pendidikan dalam praktek reflektif dicapai dimana siswa mempertahankan log klinis berdasarkan pengalaman yang didapat, adanya Tanya-jawab dengan dosen secara tatap muka langsung dengan prinsip “satu-lawan-satu” dan dalam kelompok-kelompok tutorial kecil, menggunakan siklus praktek (praktek; refleksi; aksi-praktek), menggunakan eksemplar dalam


(5)

tugas, membantu pengembangan keterampilan berpikir kritis, praktek profesional dan berbasis

evidencebased practice. Dalam hal ini NZCOM memiliki proses ulasan dalam menentukan standar kebidanan dengan (1) Praktek reflektif yang diperlukan dari semua bidan praktek, (2) Bidan menyajikan review beban kasus tahun sebelumnya, (3) Melihat hasil statistik, self assessment terhadap standar untuk praktek dan umpan balik konsumen, (4) Adanya proses pendidikan yang mendukung untuk rencana pengembangan professional, (5) Adanya MSR atau portofolio yang diperlukan sebagai bukti kompetensi yang berkelanjutan untuk berlatih.

System pendidikan kebidanan selain melihat dari segi aplikasi mahasiswa terhadap teori yang didapat melalui pengalaman praktek klinik, juga dipengaruhi oleh Scenario based teaching oleh tenaga pendidik yang menerapkan system pendidikan berbasis kompetensi dengan cara; (1) Menyediakan model melakukan peran penting “role model”, (2) Membutuhkan tingkat pengetahuan yang tinggi, kemampuan untuk berbagi pengetahuan, kreadibilitas professional pada praktek, (3) Teori pengajaran berdasarkan skenario dari praktek, (4) Mengarahkan belajar secara mandiri (Student Central Learning), (5) Integrasi dari semua aspek kurikulum (fisiologi, praktek, penelitian, farmakologi dll), (6) Pengembangan penilaian kebidanan dan keterampilan diagnostik, intervensi rencana, perawatan mengevaluasi, dan memelihara fisiologi normal, (7) Pembelajaran dengan diskusi kepada mahasiswa (tidak menjadi Teacher Central Learning), (8) Integrasi teori dan kontekstual praktik dalam pembelajaran.

Pembelajaran dengan berbasis kompetensi juga didukung dengan alat penilaian klinis yang dikembangkan melalui kerjasama dengan bidan setempat dan wanita berdasarkan kompetensi Standar pendaftaran dan NZCOM untuk Praktek. Dimana ada lima daerah penilaian dengan kriteria : Kemitraan bidan dan wanita, praktik kebidanan, mengajar dan belajar, praktek pribadi / profesional, safety / medico-legal practice, serta ada sistem scoring yang bervariasi untuk setiap tahun dengan persyaratan minimum untuk kemajuan peserta didik selanjutnya. Alat penilaian klinis mahasiswa yang dipakai berupa : (1) Umpan balik dari wanita dan bidan, (2)Tahun kedua siswa menilai diri sendiri dan memberikan bukti untuk skor (buku log, umpan balik dari perempuan dan bidan) dan negosiasi skor akhir dengan dosen (3) Tahun akhir dinilai dengan pengawasan bidan dengan dukungan dari penilaian dosen dimana bidan seolah-olah baru terdaftar memasuki dunia kerja (harus memenuhi kompetensi untuk pendaftaran). Penilaian klinis mahasiswa juga dilihat dari strategi mahasiswa dalam menjawab kasus melalui soal Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang merupakan salah satu metode untuk menilai keterampilan kebidanan spesifik klinis dalam tahun pertama dan kedua (Menyusui, palpasi perut, infus intravena, mekanisme persalinan dengan komunikasi yang selalu terintegrasi). Beberapa stasi, masing-masing pengujian keterampilan yang berbeda yaitu dengan relawan wanita yang bertindak keluar skenario, dosen memfasilitasi dan mengamati, kedua wanita dan dosen yang terlibat dalam penilaian dan umpan balik kepada siswa, penilaian


(6)

Peny Ariani, No BP: 1220342001

pengakuan kemitraan antara pendidik dan praktisi kebidanan; pemberian keputusan yang professional.

Sebagai kesimpulan system pendidikan kebidanan yang bisa diadop dari pendidikan kebidanan New Zealand ini adalah program pendidikan kebidanan harus mencerminkan bidan yang dibutuhkan berdasarkan kultural atau daerah di Indonesia, untuk menghasilkan; (1) Perkembangan dan penyampaian program yang penting dengan melibatkan profesi kebidanan dan konsumen (perempuan), (2) Program kebidanan New Zealand merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pelayanan bersalin yang mencerminkan peran bidan di New Zealand dan menggambarkan ajaran teoritis dalam pemodelan peran melalui magang dan jenis pengalaman klinis untuk mengembangkan bidan yang kompeten.

b. Pelayanan

Adapun Lingkup Praktek Kebidanan berupa : Pengaturan lingkup praktek untuk negara-negara tertentu, dimana lingkup praktek akan berbeda untuk mencerminkan konteks yang ada pada daerah tersebut. Dimana ICM memberikan definisi secara umum tentang ruang lingkup praktek bidan yaitu dengan (1) Pemberian hak otonomi pada semua aspek persalinan normal, atau yang berhubungan dengan keadaan darurat, yang bekerja sama dengan praktisi medis ketika masalah timbul, (2) Adanya spesialis dalam asuhan maternitas primer, (3) Perawatan kehamilan sampai enam minggu postpartum, (4) Perawatan ibu dan bayi.

Pelayanan kebidanan New Zealand yang terbentuk sekarang merupakan proses perbaikan dari sejarah pelayanan kebidanan terdahulu yang berubah karena para wanita memberontak terhadap model asuhan persalinan, sehingga wanita tersebut menuntut kembalinya bidan ‘tradisional', ingin mengambil kembali kendali pengalaman persalinan mereka dan percaya bahwa bidan akan mendukung mereka untuk kembali melihat bahwa proses persalinan adalah peristiwa kehidupan normal, menginginkan bidan langsung masuk secara otonomi di daerah masing-masing sehingga memberikan pelayanan kebidanan yang berbasis cultural. Pelayanan kebidanan pada saat ini dilakukan oleh mayoritas bidan yang bekerja secara independen dengan beban kasus sendiri dimana klien bertanggung jawab untuk semua perawatan mereka dalam lingkup praktek kebidanan. Sebagian besar bidan bekerja berpasangan, masing-masing dengan beban kasus dari 40 -50 wanita per tahun, menyediakan cadangan untuk satu sama lain dalam memberikan pelayanan dengan tidak memiliki hari libur sehingga pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan primer 24 jam, dengan selalu berkonsultasi dan berkolaborasi dengan dokter kandungan jika muncul masalah. Sehingga semua perawatan bersalin (kecuali dokter kandungan swasta) adalah gratis dan lebih dari 90% wanita memiliki perawatan yang berkesinambungan dan lebih dari 75% wanita memiliki semua perawatan dari bidan mandiri.


(7)

Pilihan yang diinformasikan dan persetujuan dalam menerima pelayanan yang ditentukan adalah hak perempuan.

Pelayanan kebidanan di New Zealand merupakan perawatan berkompetensi budaya. Dengan keragaman suku dan budaya, sehingga memiliki variasi luas dalam status kesehatan, sehingga bidan di negara tersebut dipersiapkan di berbagai daerah dengan pemerataan melalui pendidikan bersistem satelit, sehingga bidan lebih banyak berasal dari daerah masing-masing dan untuk bekerja di daerah mereka sendiri agar pemberian pelayanan berkompetensi budaya bisa tetap dalam standar kesehatan yang ditetapkan, sehingga pelayanan yang berpusat kepada wanita “women centre” bisa dicapai dengan nyaman dan sikap terbuka atas keyakinan budaya yang dimiliki.

2. Pandangan terhadap mitos perawatan postpartum masyarakat Minangkabau dari perspektif sosiologi

Jawab :

Sebelumnya penulis mendapat cara perawatan postpartum masyarakat Minangkabau tidak dengan peninjauan secara langsung berhubung penulis adalah pendatang dan berasal dari Sumatera Utara dan bersuku Melayu, sehingga perawatan postpartum pada masyarakat minangkabau penulis dapat melalui jurnal repository usu yang berjudul “Perspektif Budaya Minang Terhadap Perawatan Ibu Postpartum” dengan desain penelitian kualitatif yang dilakukan di kelurahan kotamatsum IV, Kecamatan Medan Area Sumatera Utara Tahun 2011 dengan 7 orang partisipan yang meliputi : (1) upaya memulihkan tingkat kebugaran tubuh dengan cara “betangeh”, (2) upaya memperlancar pengeluaran darah nifas dengan meminum air telur ayam kampong dan kopi, meminum daun papaya dan asam jeruk nipis, serta meminum asam jawa dan gula merah dan induk kunyit, (3) upaya menjaga kebersihan alat genetalia dengan “cebok” menggunakan air sirih, duduk diatas batu bata yang telah dipanasi, (4) upaya pemulihan bentuk perut dengan tapal perut beserta pemakaian gurita.

Konsep budaya memiliki cara pandang yang banyak yaitu : (1) budaya bukanlah hal yang statis melainkan bersifat dinamis dan selalu berubah, (2) budaya, bahasa, etnik dan ras bukanlah hal yang paling mempengaruhi nilai, keyakinan dan perilaku, namun pekerjaan status social-ekonomi, pembawaan budaya dan tingkat pendidikan mempengaruhi cara seseorang menjelaskan dan menggambarkan dirinya, (3) dalam menggambarkan praktik budaya akan terdapat variasi sikap, keyakinan, dan perilaku yang sangat luas.

Dengan pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja, tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup pandangan budaya yang ada sebagai pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta bayi dan ibu postpartum. Faktor yang paling


(8)

Peny Ariani, No BP: 1220342001

mempengaruhi status kesehatan masyarakat adalah factor lingkungan yaitu pendidikan disamping factor-faktor lainnya, dimana jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan. Jika dilihat dari sudut pandang sosiologi perawatan postpartum yang dilakukan masyarakat Minangkabau pada umumnya hampir sama yang dilakukan oleh masyarakat jawa, melayu dan lain-lain. Sehingga sudah menjadi kebiasaan dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perawatan tersebut seorang ibu postpartum akan melewati masa nifas yang aman.

Profesi kebidanan sebagai suatu profesi yang memiliki landasan body of knowledge yang kuat memiliki pandangan terhadap sosiologi, karena setiap wanita berasal dari daerah dan memiliki budaya masing-masing. Perawatan postpartum masyarakat Minangkabau yang salah satunya adalah perawatan genetalia dengan “cebok” menggunakan rebusan daun sirih dan duduk diatas batu bata yang telah dipanaskan untuk menghindari terjadinya infeksi masa nifas adalah suatu hal yang perlu ditinjau aspek kerugian dan keuntungannya dalam sudut pandang sosiologi. Dalam hal ini daun sirih (piper betle) memiliki kandungan minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya antioksidasi (mematikan kuman) dan fungisida (anti jamur). Sirih juga mempunyai manfaat untuk menghilangkan bau badan yang ditimbulkan bakteri dan cendawan, dan bersifat menahan perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit, dan gangguan saluran pencernaan. Jika ditinjau dari segi ekonomi, daun sirih banyak terdapat didaerah tersebut sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal untuk membeli obat-obatan yang digunakan sebagai pembersih genetalia atau mengurangi konsumsi antibiotik pada masa postpartum, karena tubuh sendiri memiliki antibody sehingga perawatan dengan rebusan daun air sirih ini dapat diterima sebagai salah satu pelayanan kebidanan yang menguntungkan baik dari segi manfaat dan efisiensi biaya dengan tetap memberikan konseling dengan memperhatikan suhu air yang tidak terlalu panas, agar tidak menyebabkan peradangan pada sekitar perineum, karena jaringan kulit terkhusus vagina memiliki jaringan epitel yang lebih sensitive dibandingkan dengan kulit perineum.

Duduk diatas batu bata yang telah dipanaskan juga suatu upaya yang dilakukan masyarakat Minangkabau untuk mematikan kuman-kuman yang ada di genetalia dengan panas yang dihantarkan oleh batu bata tersebut sehingga kuman-kuman didaerah genetalia bisa mati sehingga luka dapat cepat mengering. Dengan ini energy panas yang dihantarkan oleh batu bata yang dipanaskan akan terpapar perineum yang apabila ada luka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah disekitar perineum yang bisa berakibat buruk, energy panas yang berlebihan juga bisa menyebabkan inflamasi didaerah kulit perineum sehingga perlu juga dilihat bagaimana kondisi luka postpartum, dengan ini perawatan genetalia dengan batu bata ini masih


(9)

perlu dipertimbangkan mengingat dengan air rebusan daun sirih sudah memiliki manfaat yang banyak dibanding duduk diatas batu bata yang dipanaskan.

Berpedoman pada pengertian kebudayaan itu terlihat jelas bahwa ada keterkaitan perilaku seseorang terhadap kesehatan yang ditentukan oleh faktor berfikir manusia terhadap hidup sehat, perilaku sehat seseorang terkait oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma dalam lingkungan sosial masyarakat, sejalan dengan penjelasan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia. Sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamanya serta menjadi landasan bagi terwujudnya perilaku dan tingkah laku manusia, kebudayaan dalam hal ini sebagai mekanisme kontrol dalam bagi kelakuan dan tindakan manusia sebagai pola bagi perilaku manusia

Banyak manfaat dan dampak dari tradisi perawatan postpartum masyarakat Minangkabau yang dirasakan oleh partisipan. Ini disebabkan oleh semua bahan-bahan yang digunakan dalam perawatan postpartum berasal dari bahan yang alami dan sangat berkhasiat karena tidak selamanya perawatan menurut adat itu salah dan merugikan. Masih ada hal yang berdampak positif bagi ibu postpartum. Sehingga diharapkan untuk pelaksanaan pelayanan kebidanan tidak harus melarang atau mengubah kebiasaan adat tersebut, selagi tidak merugikan bagi kesehatan.


(1)

ini, peserta didik lebih cenderung tetap bekerja di pelayanan bersalin pada daerah tempat dia tinggal setelah lulus sehingga program ini akan membantu menyelesaikan isu-isu tenaga kerja yang ada didaerah pedesaan dan provinsi dari Pulau Selatan dan Pulau Utara yang lebih rendah, sehingga pelayanan yang dihasilkan akan merata disemua tempat.

Penyediaan kebutuhan untuk pendidikan kebidanan dilakukan dengan tiga tahun masa pembelajaran untuk masuk ke profesi dengan minimum 1500 jam teori, minimum 1500 jam praktek klinis, adanya kontinuitas dari pengalaman perawatan, memiliki penempatan klinis yang ragam termasuk rumah sakit, homebirth, unit bersalin, dan masyarakat, memfasilitasi minimum dari 30 persalinan dan memenuhi kompetensi untuk pendaftaran sebagai bidan. Adapun kompetensi untuk mendaftar sebagai Bidan di New Zealand dikembangkan oleh otoritas regulasi bekerjasama dengan New Zealand College Of Midwifery (NZCOM), memiliki empat kompetensi terpadu dengan masing-masing kriteria kinerja. Ada keselamatan untuk praktek sebagai bidan jika terbukti ketika pemohon menunjukkan empat kompetensi yang telah dilakukan.

Adapun syarat kompetensi untuk praktek sebagai Bidan yaitu dengan (1) Bekerja dalam kemitraan dengan wanita seluruh pengalaman bersalin, (2) Pemohon menerapkan pengetahuan teoritis dan ilmiah yang komprehensif dengan kemampuan afektif dan teknis yang diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan yang efektif dan aman, (3) Pemohon mempromosikan praktek-praktek yang meningkatkan kesehatan wanita dan keluarganya / whanauand yang mendorong partisipasi mereka dalam perawatan kesehatannya dan (4) Pemohon harus menggunakan pertimbangan profesional sebagai seorang praktisi reflektif dan kritis ketika memberikan asuhan kebidanan.

Strategi pendidikan dalam pemberian perawatan yang berkesinambungan dilakukan dengan semua pengalaman klinis dalam kontinuitas model perawatan, dimana (1) Tahun pertama siswa mengikuti 2 atau 3 perempuan dari awal kehamilan sampai enam minggu setelah melahirkan dengan memperhatikan peran orang yang mendukung, (2) Tahun kedua siswa mengikuti 8 wanita dari awal kehamilan sampai enam minggu setelah melahirkan. Dengan melihat ketrampilan praktek klinik di bawah pengawasan bidan yang merawat wanita,(3) Tahun ketiga mahasiswa ditempatkan selama 28 minggu dengan system ‘satu-lawan-satu’ dengan bidan independen dimana 4 minggu di pedesaan, 14 minggu menjadi bidan independen, dan 10 minggu elektif, (4) Pelayanan yang diberikan juga harus ada persetujuan dari Wanita tersebut serta adanya dukungan dosen pada saat melaksanakan praktek lapangan.

Strategi pendidikan dalam praktek reflektif dicapai dimana siswa mempertahankan log klinis berdasarkan pengalaman yang didapat, adanya Tanya-jawab dengan dosen secara tatap muka langsung dengan prinsip “satu-lawan-satu” dan dalam kelompok-kelompok tutorial kecil, menggunakan siklus praktek (praktek; refleksi; aksi-praktek), menggunakan eksemplar dalam


(2)

tugas, membantu pengembangan keterampilan berpikir kritis, praktek profesional dan berbasis evidencebased practice. Dalam hal ini NZCOM memiliki proses ulasan dalam menentukan standar kebidanan dengan (1) Praktek reflektif yang diperlukan dari semua bidan praktek, (2) Bidan menyajikan review beban kasus tahun sebelumnya, (3) Melihat hasil statistik, self assessment terhadap standar untuk praktek dan umpan balik konsumen, (4) Adanya proses pendidikan yang mendukung untuk rencana pengembangan professional, (5) Adanya MSR atau portofolio yang diperlukan sebagai bukti kompetensi yang berkelanjutan untuk berlatih.

System pendidikan kebidanan selain melihat dari segi aplikasi mahasiswa terhadap teori yang didapat melalui pengalaman praktek klinik, juga dipengaruhi oleh Scenario based teaching oleh tenaga pendidik yang menerapkan system pendidikan berbasis kompetensi dengan cara; (1) Menyediakan model melakukan peran penting “role model”, (2) Membutuhkan tingkat pengetahuan yang tinggi, kemampuan untuk berbagi pengetahuan, kreadibilitas professional pada praktek, (3) Teori pengajaran berdasarkan skenario dari praktek, (4) Mengarahkan belajar secara mandiri (Student Central Learning), (5) Integrasi dari semua aspek kurikulum (fisiologi, praktek, penelitian, farmakologi dll), (6) Pengembangan penilaian kebidanan dan keterampilan diagnostik, intervensi rencana, perawatan mengevaluasi, dan memelihara fisiologi normal, (7) Pembelajaran dengan diskusi kepada mahasiswa (tidak menjadi Teacher Central Learning), (8) Integrasi teori dan kontekstual praktik dalam pembelajaran.

Pembelajaran dengan berbasis kompetensi juga didukung dengan alat penilaian klinis yang dikembangkan melalui kerjasama dengan bidan setempat dan wanita berdasarkan kompetensi Standar pendaftaran dan NZCOM untuk Praktek. Dimana ada lima daerah penilaian dengan kriteria : Kemitraan bidan dan wanita, praktik kebidanan, mengajar dan belajar, praktek pribadi / profesional, safety / medico-legal practice, serta ada sistem scoring yang bervariasi untuk setiap tahun dengan persyaratan minimum untuk kemajuan peserta didik selanjutnya. Alat penilaian klinis mahasiswa yang dipakai berupa : (1) Umpan balik dari wanita dan bidan, (2)Tahun kedua siswa menilai diri sendiri dan memberikan bukti untuk skor (buku log, umpan balik dari perempuan dan bidan) dan negosiasi skor akhir dengan dosen (3) Tahun akhir dinilai dengan pengawasan bidan dengan dukungan dari penilaian dosen dimana bidan seolah-olah baru terdaftar memasuki dunia kerja (harus memenuhi kompetensi untuk pendaftaran). Penilaian klinis mahasiswa juga dilihat dari strategi mahasiswa dalam menjawab kasus melalui soal Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang merupakan salah satu metode untuk menilai keterampilan kebidanan spesifik klinis dalam tahun pertama dan kedua (Menyusui, palpasi perut, infus intravena, mekanisme persalinan dengan komunikasi yang selalu terintegrasi). Beberapa stasi, masing-masing pengujian keterampilan yang berbeda yaitu dengan relawan wanita yang bertindak keluar skenario, dosen memfasilitasi dan mengamati, kedua wanita dan dosen yang terlibat dalam penilaian dan umpan balik kepada siswa, penilaian


(3)

pengakuan kemitraan antara pendidik dan praktisi kebidanan; pemberian keputusan yang professional.

Sebagai kesimpulan system pendidikan kebidanan yang bisa diadop dari pendidikan kebidanan New Zealand ini adalah program pendidikan kebidanan harus mencerminkan bidan yang dibutuhkan berdasarkan kultural atau daerah di Indonesia, untuk menghasilkan; (1) Perkembangan dan penyampaian program yang penting dengan melibatkan profesi kebidanan dan konsumen (perempuan), (2) Program kebidanan New Zealand merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pelayanan bersalin yang mencerminkan peran bidan di New Zealand dan menggambarkan ajaran teoritis dalam pemodelan peran melalui magang dan jenis pengalaman klinis untuk mengembangkan bidan yang kompeten.

b. Pelayanan

Adapun Lingkup Praktek Kebidanan berupa : Pengaturan lingkup praktek untuk negara-negara tertentu, dimana lingkup praktek akan berbeda untuk mencerminkan konteks yang ada pada daerah tersebut. Dimana ICM memberikan definisi secara umum tentang ruang lingkup praktek bidan yaitu dengan (1) Pemberian hak otonomi pada semua aspek persalinan normal, atau yang berhubungan dengan keadaan darurat, yang bekerja sama dengan praktisi medis ketika masalah timbul, (2) Adanya spesialis dalam asuhan maternitas primer, (3) Perawatan kehamilan sampai enam minggu postpartum, (4) Perawatan ibu dan bayi.

Pelayanan kebidanan New Zealand yang terbentuk sekarang merupakan proses perbaikan dari sejarah pelayanan kebidanan terdahulu yang berubah karena para wanita memberontak terhadap model asuhan persalinan, sehingga wanita tersebut menuntut kembalinya bidan ‘tradisional', ingin mengambil kembali kendali pengalaman persalinan mereka dan percaya bahwa bidan akan mendukung mereka untuk kembali melihat bahwa proses persalinan adalah peristiwa kehidupan normal, menginginkan bidan langsung masuk secara otonomi di daerah masing-masing sehingga memberikan pelayanan kebidanan yang berbasis cultural. Pelayanan kebidanan pada saat ini dilakukan oleh mayoritas bidan yang bekerja secara independen dengan beban kasus sendiri dimana klien bertanggung jawab untuk semua perawatan mereka dalam lingkup praktek kebidanan. Sebagian besar bidan bekerja berpasangan, masing-masing dengan beban kasus dari 40 -50 wanita per tahun, menyediakan cadangan untuk satu sama lain dalam memberikan pelayanan dengan tidak memiliki hari libur sehingga pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan primer 24 jam, dengan selalu berkonsultasi dan berkolaborasi dengan dokter kandungan jika muncul masalah. Sehingga semua perawatan bersalin (kecuali dokter kandungan swasta) adalah gratis dan lebih dari 90% wanita memiliki perawatan yang berkesinambungan dan lebih dari 75% wanita memiliki semua perawatan dari bidan mandiri.


(4)

Pilihan yang diinformasikan dan persetujuan dalam menerima pelayanan yang ditentukan adalah hak perempuan.

Pelayanan kebidanan di New Zealand merupakan perawatan berkompetensi budaya. Dengan keragaman suku dan budaya, sehingga memiliki variasi luas dalam status kesehatan, sehingga bidan di negara tersebut dipersiapkan di berbagai daerah dengan pemerataan melalui pendidikan bersistem satelit, sehingga bidan lebih banyak berasal dari daerah masing-masing dan untuk bekerja di daerah mereka sendiri agar pemberian pelayanan berkompetensi budaya bisa tetap dalam standar kesehatan yang ditetapkan, sehingga pelayanan yang berpusat kepada wanita “women centre” bisa dicapai dengan nyaman dan sikap terbuka atas keyakinan budaya yang dimiliki.

2. Pandangan terhadap mitos perawatan postpartum masyarakat Minangkabau dari perspektif sosiologi

Jawab :

Sebelumnya penulis mendapat cara perawatan postpartum masyarakat Minangkabau tidak dengan peninjauan secara langsung berhubung penulis adalah pendatang dan berasal dari Sumatera Utara dan bersuku Melayu, sehingga perawatan postpartum pada masyarakat minangkabau penulis dapat melalui jurnal repository usu yang berjudul “Perspektif Budaya Minang Terhadap Perawatan Ibu Postpartum” dengan desain penelitian kualitatif yang dilakukan di kelurahan kotamatsum IV, Kecamatan Medan Area Sumatera Utara Tahun 2011 dengan 7 orang partisipan yang meliputi : (1) upaya memulihkan tingkat kebugaran tubuh dengan cara “betangeh”, (2) upaya memperlancar pengeluaran darah nifas dengan meminum air telur ayam kampong dan kopi, meminum daun papaya dan asam jeruk nipis, serta meminum asam jawa dan gula merah dan induk kunyit, (3) upaya menjaga kebersihan alat genetalia dengan “cebok” menggunakan air sirih, duduk diatas batu bata yang telah dipanasi, (4) upaya pemulihan bentuk perut dengan tapal perut beserta pemakaian gurita.

Konsep budaya memiliki cara pandang yang banyak yaitu : (1) budaya bukanlah hal yang statis melainkan bersifat dinamis dan selalu berubah, (2) budaya, bahasa, etnik dan ras bukanlah hal yang paling mempengaruhi nilai, keyakinan dan perilaku, namun pekerjaan status social-ekonomi, pembawaan budaya dan tingkat pendidikan mempengaruhi cara seseorang menjelaskan dan menggambarkan dirinya, (3) dalam menggambarkan praktik budaya akan terdapat variasi sikap, keyakinan, dan perilaku yang sangat luas.

Dengan pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja, tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup pandangan budaya yang ada sebagai pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta bayi dan ibu postpartum. Faktor yang paling


(5)

mempengaruhi status kesehatan masyarakat adalah factor lingkungan yaitu pendidikan disamping factor-faktor lainnya, dimana jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan. Jika dilihat dari sudut pandang sosiologi perawatan postpartum yang dilakukan masyarakat Minangkabau pada umumnya hampir sama yang dilakukan oleh masyarakat jawa, melayu dan lain-lain. Sehingga sudah menjadi kebiasaan dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perawatan tersebut seorang ibu postpartum akan melewati masa nifas yang aman.

Profesi kebidanan sebagai suatu profesi yang memiliki landasan body of knowledge yang kuat memiliki pandangan terhadap sosiologi, karena setiap wanita berasal dari daerah dan memiliki budaya masing-masing. Perawatan postpartum masyarakat Minangkabau yang salah satunya adalah perawatan genetalia dengan “cebok” menggunakan rebusan daun sirih dan duduk diatas batu bata yang telah dipanaskan untuk menghindari terjadinya infeksi masa nifas adalah suatu hal yang perlu ditinjau aspek kerugian dan keuntungannya dalam sudut pandang sosiologi. Dalam hal ini daun sirih (piper betle) memiliki kandungan minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya antioksidasi (mematikan kuman) dan fungisida (anti jamur). Sirih juga mempunyai manfaat untuk menghilangkan bau badan yang ditimbulkan bakteri dan cendawan, dan bersifat menahan perdarahan, menyembuhkan luka pada kulit, dan gangguan saluran pencernaan. Jika ditinjau dari segi ekonomi, daun sirih banyak terdapat didaerah tersebut sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal untuk membeli obat-obatan yang digunakan sebagai pembersih genetalia atau mengurangi konsumsi antibiotik pada masa postpartum, karena tubuh sendiri memiliki antibody sehingga perawatan dengan rebusan daun air sirih ini dapat diterima sebagai salah satu pelayanan kebidanan yang menguntungkan baik dari segi manfaat dan efisiensi biaya dengan tetap memberikan konseling dengan memperhatikan suhu air yang tidak terlalu panas, agar tidak menyebabkan peradangan pada sekitar perineum, karena jaringan kulit terkhusus vagina memiliki jaringan epitel yang lebih sensitive dibandingkan dengan kulit perineum.

Duduk diatas batu bata yang telah dipanaskan juga suatu upaya yang dilakukan masyarakat Minangkabau untuk mematikan kuman-kuman yang ada di genetalia dengan panas yang dihantarkan oleh batu bata tersebut sehingga kuman-kuman didaerah genetalia bisa mati sehingga luka dapat cepat mengering. Dengan ini energy panas yang dihantarkan oleh batu bata yang dipanaskan akan terpapar perineum yang apabila ada luka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah disekitar perineum yang bisa berakibat buruk, energy panas yang berlebihan juga bisa menyebabkan inflamasi didaerah kulit perineum sehingga perlu juga dilihat bagaimana kondisi luka postpartum, dengan ini perawatan genetalia dengan batu bata ini masih


(6)

perlu dipertimbangkan mengingat dengan air rebusan daun sirih sudah memiliki manfaat yang banyak dibanding duduk diatas batu bata yang dipanaskan.

Berpedoman pada pengertian kebudayaan itu terlihat jelas bahwa ada keterkaitan perilaku seseorang terhadap kesehatan yang ditentukan oleh faktor berfikir manusia terhadap hidup sehat, perilaku sehat seseorang terkait oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma dalam lingkungan sosial masyarakat, sejalan dengan penjelasan kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia. Sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamanya serta menjadi landasan bagi terwujudnya perilaku dan tingkah laku manusia, kebudayaan dalam hal ini sebagai mekanisme kontrol dalam bagi kelakuan dan tindakan manusia sebagai pola bagi perilaku manusia

Banyak manfaat dan dampak dari tradisi perawatan postpartum masyarakat Minangkabau yang dirasakan oleh partisipan. Ini disebabkan oleh semua bahan-bahan yang digunakan dalam perawatan postpartum berasal dari bahan yang alami dan sangat berkhasiat karena tidak selamanya perawatan menurut adat itu salah dan merugikan. Masih ada hal yang berdampak positif bagi ibu postpartum. Sehingga diharapkan untuk pelaksanaan pelayanan kebidanan tidak harus melarang atau mengubah kebiasaan adat tersebut, selagi tidak merugikan bagi kesehatan.