PENILAIAN KESESUAIAN LAHAN BIOFISIK DAN ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PADA LAHAN PERTANAMAN JAMBU BIJI KRISTAL (Psidium guajava L.) DI LAHAN PT NUSANTARA TROPICAL FRUIT (NTF) BLOK 301-05 LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR

(1)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI MULSA BAGAS TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA

POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN TEBU

(Skripsi)

Oleh SYAFRI YUDIN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………..………... iii

DAFTAR GAMBAR ………..………. vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….………. 1

B. Tujuan Penelitian ………..……. 4

C. Kerangka Pemikiran ... 4

D. Hipotesis ……….... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah ………... 7

B. Mulsa Bagas dan Manfaatnya ……….. 9

C. Mesofauna Tanah... 11

C.1. Collembola... C.2. Acarina... C.3. Cacing Tanah... D. Tanaman Tebu... 12 13 13 15 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

B. Alat dan Bahan ... 17

C. Metode Penelitian ... 18

D. Pelaksanaan Penelitian... 1. Pengolahan Lahan... 2. Pengambilan Sampel Cacing Tanah... 3. Pengambilam Sampel Mesofauna Tanah... 4. Analisis Tanah... 20 20 21 21 23 E. Variabel Pengamatan ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan ... 24

1. Populasi Cacing Tanah ... 24

2. Biomassa Cacing Tanah... 25 3. Hubungan Antara Populasi dan Biomassa Cacing Tanah


(3)

ii dengan Beberapa Sifat Kimia Tanah yang Diberi Perlakuan

Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa

Bagas... 4. Populasi Mesofauna Tanah... 5. Keragaman Mesofauna Tanah... 6. Indeks Keragaman Mesofauna Tanah... 7. Hubungan Antara Populasi dan Indeks Keragaman

Mesofauna Tanah dengan Beberapa Sifat Kimia Tanah yang Diberi Perlakuan Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas...

26 27 28 29

30 B. Pembahasan ...

1. Cacing Tanah... 2. Mesofauna Tanah...

30 30 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 39

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 45


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak plot percobaan ... 19

2. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap populasi cacing tanah (ekor m-2) ... 24

3. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap biomassa cacing tanah (g m-2) ... 25

4. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap populasi mesofauna tanah (ekor dm-3) ... 27

5. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap keragaman mesofauna tanah (Collembola, Acarina, dan lain-lain) ... 28

6. Pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap indeks keragaman mesofauna tanah (ekor dm-3)……… 29

7. Lahan percobaan sebelum tanam ... 65

8. Tata letak pemberian mulsa pada plot percobaan ... 65

9. Tanaman tebu berumur 7 bulan... 65

10.Tata letak Monolith ... 66

11.Pembuatan lubang Monolith ... 66

12.Metode hand sorting………... 66

13.Larutan mustard ... 67

14.Penghitungan biomassa cacing tanah……….. 67

15.Cacing tanah……… 67


(5)

17.Identifikasi mesofauna tanah………. 68 18.Mesofauna tanah kelompok Acarina………. 69 19.Mesofauna tanah kelompok Collembola ... 69


(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah secara konvensional dilakukan dengan cara mengolah secara intensif dengan cara membajak atau mencangkul tanah sebelum ditanami dan sisa-sisa dari tanaman sebelumnya disingkirkan. Hal ini dapat menyebabkan pemadatan tanah, meningkatkan kehilangan bahan organik dan unsur hara tanah karena mudah tererosi, menurunkan kadar air tanah, dan menurunkan kandungan fauna tanah yang berguna bagi proses-proses biologi tanah (Zaboski dan Steiner, 1995 dalam Rahman, 2009). Untuk mengurangi dampak negatif tersebut perlu menerapkan sistem pertanian olah tanah konservasi.

Tanah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran yang cukup luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, Suharta dan Siswanto, 2004). Tanah Ultisol perlu dikelola dengan baik agar dapat digunakan untuk pertanian, tanaman pangan atau perkebunan. Penurunan kemantapan struktur tanah dan kandungan bahan organik, terutama pada tanah Ultisol dapat menimbulkan perubahan sifat tanah, baik dari segi fisika, biologi maupun kimia tanah. Salah satu penyebab masalah ini yaitu


(7)

2 | P a g e karena pengolahan tanah yang tidak tepat sehingga dapat menimbulkan masalah degradasi lahan.

Tanah di Lampung merupakan tanah podzolik merah kuning yang termasuk dalam ordo Ultisol dan banyak dikelola sebagai lahan perkebunan. PT. Gunung Madu Plantation (GMP) merupakan salah satu perkebunan dan pabrik gula di Lampung yang mengelola tanah Ultisol sebagai lahan pertanaman tebu. Teknik pengelolaan lahan yang telah dilakukan di PT. GMP adalah pengolahan tanah secara intensif dan telah dilakukan selama lebih dari 25 tahun. Pengolahan tanah yang dilakukan yaitu pengolahan tanah sebanyak tiga kali dan pengaplikasian bahan organik yang berasal dari limbah padat pabrik gula (Bagas, Blotong, dan Abu), serta penggunaan pupuk anorganik dalam mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman tebu dan penggunaan pestisida dalam mengendalikan gulma dan hama penyakit yang terdapat pada tanaman tebu (PT. GMP, 2009).

Pengolahan tanah secara intensif dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang diikuti dengan kerusakan struktur tanah, peningkatan terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah (Umar, 2004). Pada dasarnya setiap tindakan pengolahan tanah akan mempengaruhi biota tanah. Salah satu biota tanah yang sangat penting adalah cacing tanah dan mesofauna tanah.

Cacing tanah merupakan salah satu biota tanah yang memiliki peranan penting. Pola penggunaan lahan yang intensif mempunyai pengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah. Sebaliknya cacing tanah mempunyai peranan penting terhadap perbaikan sifat fisik tanah seperti menghancurkan bahan organik dan


(8)

3 | P a g e mencampuradukkannya dengan tanah, sehingga terbentuk agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah (Buck, Langmaack, dan Schrader, 1999). Cacing tanah juga memperbaiki aerasi tanah melalui aktivitas pembuatan lubang dan juga memperbaiki porositas tanah akibat perbaikan struktur tanah. Selain itu, cacing tanah mampu memperbaiki ketersediaan hara dan kesuburan tanah secara umum (Edward, 1998).

Keberadaan cacing tanah juga merupakan salah satu indikator untuk menentukan tingkat kesuburan tanah disuatu lahan (Muys dan Granval, 1997). Olfert, et al. (2002) menyatakan bahwa kualitas tanah tercermin dari aktivitas, diversitas, dan populasi mikro flora dan fauna tanah, seperti cacing tanah.

Mesofauna tanah merupakan hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 0,16-10,4 mm. Menurut Setiadi (1989), peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya adalah sebagai perombak bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang berasal dari berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam. Selain itu Suhardjono (1997), menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat digunakan sebagai petunjuk (indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah, diantaranya adalah keberadaan Collembola dan Acarina.


(9)

4 | P a g e B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi limbah padat pabrik gula terhadap populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan pertanaman tebu (Saccharum officinarum L.) PT. Gunung Madu Plantations, Lampung Tengah. C. Kerangka Pemikiran

Pengolahan tanah dapat diartikan sebagai kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah. Tujuannya adalah untuk mencampur dan menggemburkan tanah, mengendalikan tanaman pengganggu, mencampur sisa tanaman dengan tanah, dan menciptakan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar (Gill dan Vanden Berg, 1967).

Sistem pengolahan tanah terdiri dari olah tanah intensif (OTI), olah tanah minimum (OTM), dan tanpa olah tanah (TOT). Sistem olah tanah intensif dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang diusahakan. Hal ini sesuai dengan tujuan pengolahan tanah secara umum yang diungkapkan oleh Hakim dkk. (1986), yaitu pengolahan tanah merupakan manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Utomo (1989) pengertian olah tanah minimum adalah tanah diolah seperlunya saja atau disekitar lubang tanam kemudian sisa tanaman sebelumnya dijadikan mulsa penutup tanah. Sedangkan untuk tanpa olah tanah, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang tugal sebagai tempat menaruh benih, gulma dikendalikan dengan herbisida


(10)

5 | P a g e ramah lingkungan, serta sisa tanaman sebelumnya dan atau gulma dipergunakan sebagai mulsa yang merupakan syarat budidaya olah tanah konservasi, sedangkan pemupukan dan kegiatan kultur teknis lainnya tetap dilakukan (Rahman, 2009). Pengolahan tanah intensif dapat meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kekasaran permukaan, memecah kerak tanah, serta meningkatkan infiltrasi, tetapi pengaruh tersebut bersifat jangka pendek. Pada jangka panjang, pengolahan tanah cenderung mempercepat kerusakan tanah. Beberapa dampak buruk dari pengolahan tanah jangka panjang yakni dapat mengurangi kandungan bahan organik tanah, infiltrasi, meningkatkan erosi, memadatkan tanah, dan mengurangi biota tanah (Umar, 2004).

Kehidupan mesofauna tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, seperti suhu tanah, kadar air tanah, dan pH tanah. Sutedjo et. al. (1991 dalam Triyatmanto, 1999) menyebutkan bahwa mesofauna tanah akan dapat hidup dan berkembang pada suhu optimum 150C sampai 250C. Sedangkan kadar air tanah yang sesuai bagi kondisi hidup mesofauna tanah adalah 15% (Larink, 1997). Kadar air tanah dan suhu tanah yang tinggi dapat menghambat aktifitas mesofauna tanah. Suin (2003) menyebutkan bahwa hewan tanah ada yang memilih hidup pada tanah yang pH-nya asam dan juga basa. Kisaran pH tanah terbaik untuk hidup mesofauna tanah umumnya berkisar antara 6-7 karena pada kondisi tersebut sangat mendukung perkembangan biologis organisme tanah (Hakim et. al., 1986). Prayitno (2004) menyebutkan bahwa pada kisaran pH netral mesofauna tanah akan mencapai populasi yang tinggi. Penambahan mulsa ke dalam tanah dapat memperbaiki dan meningkatkan sifat kimia tanah, seperti meningkatkan


(11)

6 | P a g e kandungan karbon dan nitrogen. Peningkatan kandungan N dalam tanah akan menurunkan rasio C/N sehingga bahan organik mudah dihancurkan oleh mesofauna tanah (Asnuri, 1997). Semakin rendah rasio C/N bahan organik, maka populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah akan semakin tinggi. Heimann-Detletsen et.al. (1994 dalam Larink, 1997) mengemukakan bahwa jumlah Collembola dan Acarina lebih tinggi pada perlakuan yang diberi input pupuk N. Oleh karena itu populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah akan meningkat dengan semakin baik sifat fisik dan kimianya.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah lebih tinggi pada lahan dengan sistem tanpa olah tanah (TOT).

2. Populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah lebih tinggi pada lahan yang diaplikasikan mulsa bagas. 3. Terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap

populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.

4. Terdapat korelasi antara sifat-sifat kimia tanah dengan populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.


(12)

(13)

7 | P a g e II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengolahan Tanah

Tanah merupakan benda alam yang bersifat dinamis, sumber kehidupan, dan mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan keseimbangan yang unik antara faktor fisik, kimia, dan biologi. Komponen utama tanah terdiri dari mineral anorganik, pasir, debu, liat, bahan-bahan organik hasil dekomposisi dari biota tanah, serangga, bakteri, fungi, alga, nematoda, dan sebagainya (Abawi dan Widmer, 2000 dalam Subowo dkk., 2003).

Pengolahan tanah secara temporer dapat memperbaiki sifat fisik tanah, tetapi pengolahan tanah yang dilakukan berulang kali dalam setiap tahun dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan tanah, karena (a) pelapukan bahan organik dan aktifitas tanah (mikroorganisme tanah) menjadi rusak (b) pengolahan tanah sewaktu penyiangan banyak memutuskan akar-akar tanaman yang dangkal, (c) mempercepat penurunan kandungan bahan organik tanah, (d) meningkatkan keadatan tanah pada kedalaman 15-25 cm akibat pengolahan tanah dengan alat-alat berat yang berlebihan yang dapat menghambat perkembangan akar tanaman serta menurunkan laju infiltrasi, dan (e) lebih memungkinkan terjadinya erosi (Hakim dkk., 1986).


(14)

8 | P a g e Salah satu upaya untuk mengurangi dampak buruk dari pengolahan tanah jangka panjang adalah dengan penggunaan sistem olah tanah konservasi (OTK). Dalam sistem OTK terdapat dua macam sistem olah tanah yang terkenal dan biasa digunakan yaitu olah tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT). Agus dan Widianto (2004) mengatakan bahwa olah tanah konservasi adalah suatu sistem pengolahan tanah dengan tetap mempertahankan setidaknya 30% sisa tanaman untuk menutup permukaan tanah. Sedangkan menurut Utomo (1991), sistem olah tanah konservasi (OTK) merupakan suatu sistem olah tanah yang berwawasan lingkungan, hal ini dibuktikan dari hasil percobaan jangka panjang pada tanah Ultisol di Lampung yang menunjukkan bahwa sistem OTK (OTM dan TOT) mampu memperbaiki kesuburan tanah lebih baik daripada sistem olah tanah intensif (OTI). Pada teknik TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk menempatkan benih. Sebelum tanam, gulma dikendalikan dengan herbisida ramah lingkungan, yaitu yang mudah terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan sumber daya lingkungan lainnya. Seperti teknik OTK lainnya, sisa tanaman musim sebelumnya dan gulma dapat digunakan sebagai mulsa untuk menutupi permukaan lahan (Utomo, 1990, dalam Utomo, 2006).

Dalam pengolahan tanah, PT Gunung Madu Plantations (GMP) berpegang pada konsep pokok pengolahan tanah, yaitu memperbaiki kemampuan tanah dalam menyimpan dan menyediakan hara, memperbesar volume perakaran, dan pelestarian (konservasi). Sebagai upaya untuk menambah bahan organik dalam tanah, maka


(15)

9 | P a g e setiap tahun setidaknya ada 3500 ha kebun harus diaplikasikan limbah padat pabrik yang berupa blotong, bagas, dan abu (BBA) serta melakukan rotasi dengan tanaman benguk (Mucuna sp). BBA dapat diaplikasikan secara langsung setelah dilakukan pencampuran dengan perbandingan tertentu atau dapat juga diaplikasikan setelah melalui proses pengomposan. Dosis BBA segar yang diaplikasikan adalah 80 t ha-1, sedangkan yang sudah menjadi kompos 40 t ha-1. Aplikasi BBA dilakukan setelah olah tanah I (PT GMP, 2009).

B. Mulsa Bagas dan Manfaatnya

Mulsa adalah bahan atau material yang dipakai sebagai penutup tanah pada tanaman budidaya yang berfungsi untuk menjaga kelembaban tanah, menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik.

Dilihat dari asalnya, mulsa dibedakan menjadi dua macam, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa tanaman seperti alang-alang dan sisa tanaman tebu. Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintesis yang sukar/tidak dapat terurai, contohnya mulsa plastik. Keuntungan mulsa organik dibandingkan dengan mulsa anorganik adalah lebih ekonomis (murah), mudah didapat, dan dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah. Contoh mulsa organik adalah alang-alang, jerami, ataupun cacahan batang dan daun dari tanaman tebu.


(16)

10 | P a g e Produk utama yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tebu adalah batang tebu yang dapat diproses menjadi 6-9% gula dan 91-94% limbah. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula selama proses produksi, antara lain: limbah gas, limbah cair, dan limbah padat. Limbah padat yang dihasilkan selama proses produksi, antara lain: ampas tebu (bagasse) yang merupakan hasil dari proses ekstraksi cairan tebu pada batang tebu, blotong (filter cake) yang merupakan hasil samping proses penjernihan nira gula, dan abuketel (ash) yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula (Slamet, 2007).

Limbah pabrik gula yang berupa bagas dan serasah daun tebu tidak dapat langsung diaplikasikan ke lahan pertanaman karena nisbah C/N bagas dan serasah daun tebu yang tinggi. Apabila diaplikasikan langsung maka akan terjadi imobilisasi unsur hara dalam tanah. Penelitian Hairiah. et al. (2000) menunjukkan bahwa penambahan bagas dan serasah daun tebu menyebabkan immobilisasi N pada lapisan tanah 0-5 cm, pada hampir seluruh waktu pengamatan hingga 7 bulan. Oleh Karena itu, sebelum diaplikasikan ke lahan sebaiknya dilakukan pengomposan atau dicampur dengan bahan organik yang memiliki nisbah C/N rendah. PT. GMP telah memberikan bahan organik berbasis tebu ke lahan pertanaman tebu sejak tahun 2004. Bahan organik berbasis tebu yang digunakan adalah kompos BBA, BBA, abu ketel, dan serasah daun tebu. Serasah daun tebu merupakan sampah sisa pemanenan yang dibiarkan di lahan.


(17)

11 | P a g e C. Mesofauna Tanah

Kelompok hewan tanah sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari protozoa, rotifera, nematoda, annelida, molusca, arthropoda, hingga vertebrata (Triyatmanto, 1999). Berdasarkan ukuran tubuhnya, hewan tanah dikelompokkan atas mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 sampai 200 mikron, mesofauna antara 200 mikron sampai 1 cm, dan makrofauna lebih dari 1 cm. Mesofauna tanah berperan sebagai dekomposer awal dalam suatu proses dekomposisi bahan organik kasar yang kemudian akan dirombak oleh bakteri. Bahan organik tersebut dimanfaatkan oleh mesofauna sebagai sumber energinya. Mesofauna pada tanah banyak ditemukan pada lapisan humus yang paling dalam atau pada kedalaman + 10-15 cm (Wallwork, 1970).

Prayitno (2004) menjelaskan bahwa puncak perkembangan dan penyebaran mesofauna pada tanah dan serasah tergantung pada tempat dan panjang musim sehingga kemungkinan komunitas mesofauna pada tanah dan serasah mempunyai populasi dan keragaman yang berbeda pada musim yang berbeda. Beberapa jenis mesofauna tanah di negara Eropa dan Amerika mengalami populasi puncak pada musim dingin dan musim panas, sedangkan pada pertengahan musim panas populasi akan menurun (Wallwork, 1970).

Suhu tanah dan kadar air tanah merupakan faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah (Suin, 2003). Larink (1997) menyatakan bahwa mesofauna tanah dapat berkembang pada suhu tanah optimum


(18)

12 | P a g e 150C dan kadar air tanah 15%. Semakin tinggi kadar air tanah maka ruang pori tanah untuk keberadaan mesofauna tanah semakin sempit, sehingga semakin tinggi suhu tanah dan kadar air tanah dapat menghambat aktifitas mesofauna tanah.

Fauna tanah ada yang hidup pada tanah yang ber pH asam dan ada yang hidup pada pH basa. Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa Collembola golongan kasinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah yang asam maupun basa disebut Collembola golongan indefferen. Acarina termasuk ke dalam golongan asidofil yang dapat hidup pada pH 6,5. Acarina termasuk dalam netrofil yang dapat hidup pada pH 6,5 sampai 7,5. Sedangkan Acarina basofil dapat hidup pada pH 7,5 (Suin, 2003).

Rohman (2002) menjabarkan bahwa mesofauna pada tanah di daerah tropika diduga didominasi oleh kelompok Acarina dan Collembola.

C.1. Collembola

Jumar (2000) menjelaskan bahwa Collembola berasal dari bahasa Yunani (colla berarti lem dan embolon berarti baji atau pasak). Serangga ini tidak bersayap dan umumnya kurang dari 6 mm, tubuh memanjang atau oval, antena terdiri atas 4 ruas. Pada ruas abdomen keekmpat atau kelima biasanya terdapat struktur menggarpu (farcula) yang berfungsi sebagai alat peloncat. Pada ruas abdomen pertama terdapat struktur berbentuk seperti tabung (collophore) yang berfungsi untuk melekat. Pada ruas ketiga terdapat struktur pemegang furcula yang disebut tenaculum. Collembola


(19)

13 | P a g e sering dijumpai di bawah tanah, di bawah kulit kayu yang lapuk, dalam bahan organik yang membusuk dan pada permukaan air. Kebanyakan Collembola sebagai pemakan bahan organik (saprofag) dan pemakan cendawan (misetofag) dan jarang sebagai hama. Ordo Collembola dibagi menjadi dua subordo, yaitu sub ordo Arthropleona dan sub ordo Sysphypleona.

C.2. Acarina

Acarina (tungau) merupakan salah satu anggota filum Arthropoda, sub filum Chalicerata, kelas Arachneda dan sub kelas Acarina (Barnes, 1987). Acarina mempunyai ukuran panjang tubuh 1 m – 3 cm (Store, 1971 dalam Astriyani, 1999). Acarina mempunyai tiga pasang kaki, tubuh pendek, dan tidak bersegmen jelas serta tidak bersayap. Adianto (1983) mengemukakan bahwa Acarina mempunyai satu dari jumlah besar kelompok Arthropoda yang tidak ditemukan di mana-mana. Menurut Barner (1987), Acarina hidup bebas pada akar pohon, humus, detritus, dan banyak pula yang hidup pada tumpukan kayu yang membusuk dan memunyai kandungan bahan organik yang tinggi (Wallwork, 1970). Kelompok binatang ini secara langsung berperan dalam dekomposisi bahan organik.

C.3. Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan hewan vertebrata yang hidup di tempat lembab dan tidak terkena sinar matahari langsung. Organisme tenah ini bersifat hermaprodit biparental


(20)

14 | P a g e dari filum Annelida, kelas Clitellata, ordo Oligochaeta, dengan famili Lumbricidae dan Megascolecidae yang banyak dijumpai di lahan pertanian (Ansyori, 2004). Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat oleh cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu, pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur (Agustinus, 2009).

Berdasarkan jenis makanan yang dimakan, cacing tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok (Minnich, 1977 dalam Subowo, 2002), yaitu:

1. Geofagus : pemakan tanah 2. Limifagus : pemakan tanah basah

3. Litter feeder : pemakan bahan organik (sampah, kompos, pupuk hijau).

Ketersediaan cacing tanah di suatu lahan dapat dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya faktor-faktor yang tersedia di dalam tanah yang dibutuhkan cacing tanah. Makalew (2001) mengatakan bahwa populasi cacing tanah pada suatu lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ketersediaan hara dalam tanah, kemasaman tanah (pH), kelembaban tanah, dan suhu atau temperatur tanah.


(21)

15 | P a g e D. Tanaman Tebu

Tanaman tebu tidak asing lagi di Indonesia, tebu termasuk dalam famili Graminae atau lebih terkenal dengan kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi, tanaman tebu terdiri atas beberapa bagian yaitu batang, daun, akar dan bunga (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1994).

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Humbert, 1968 dalam Sartono, 1995). Tebu termasuk tanaman tropik yang membutuhkan radiasi sinar matahari yang cukup dan sangat efisien dalam penggunannya untuk dapat membentuk bahan makanan. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah 20o -30o C.

Pertumbuhan tebu yang normal membutuhkan masa vegetatif selama 6-7 bulan. Dalam masa itu jumlah air yang diperlukan untuk evapotranspirasi adalah 3-5 mm air per hari, berarti jumlah hujan bulanan selama masa pertumbuhan tebu minimal 100 mm. Setelah fase pertumbuhan vegetatif, tebu memerlukan 2-4 bulan kering untuk proses pemasakan tebu, curah hujan di atas evapotranspirasi menyebabkan kemasakan tebu terlambat dan kadar gula rendah (Kuntohartono, 1982 dalam Sartono, 1995).

Pertumbuhan tanaman dan kadar gula pada tanaman tebu dipengaruhi oleh sifat dan keadaan tanah. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara optimal. Derajat kemasaman yang sesuai


(22)

16 | P a g e berkisar antara 5,5-7, apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH dibawah 5,5 maka perakarannya tidak dapat menyerap air ataupun unsur hara dengan baik.


(23)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2011 – September 2011 pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu Plantations (GMP), Lampung Tengah. Percobaan dilakukan dengan penggunaan dua sistem olah tanah, yaitu olah tanah intensif dan tanpa olah tanah, serta aplikasi mulsa bagas jangka panjang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Analisis cacing tanah, mesofauna tanah dan contoh tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Unversitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ring sampel (diameter 5,5 meter dan tinggi 5 cm), cangkul, sekop, pisau, label, plastik,botol plastik, tali plastik, ember, gayung,meteran, patok kayu, karung, tisu,spidol, timbangan elektrik, soil moisture (mengukur kelembaban tanah), soil temperature (mengukur suhu tanah), corong Barlese tullgren (ekstraksi kering), pipet, lampu 25 watt, labu erlenmeyer 250ml, cawan petri, mikroskop binokuler, gelas ukur, pinset, botol film, pH-meter, buret, labu kjeldahl 100 ml, alat destruksi, timbangan, shaker, alumunium foil, oven, dan ayakan 2 mm.


(24)

18 | P a g e Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu contoh tanah, ethanol 50%, aquades, 1N K2Cr2O7, H2SO4 pekat, H2PO4 85%, NaF, indikator

dipenilalanin, larutan feroamonium sulfat, larutan asam sulfat-asam silikat, katalis, dan 0,1N HCl.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini disusun secara split plot dalam rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 perlakuan dengan 5 ulangan atau 20 satuan percobaan. Perlakuan yang diterapkan terdiri dari dua faktor.

Petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu: T0 = tanpa olah tanah

T1 = olah tanah intensif

Sebagai anak petak adalah aplikasi mulsa bagas (M) yaitu: M0= tanpa mulsa bagas

M1= mulsa bagas 80 ton ha-1

Dari 2 faktor perlakuan diatas diperoleh empat kombinasi perlakuan yaitu : 1. T0M0 = tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas

2. T0M1 =tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 ton ha-1

3. T1M0 = olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas

4. T1M1 = olah tanah intensif + mulsa bagas 80 ton ha-1

Data yang diperoleh akan di analisis dengan sidik ragam pada taraf 1% dan 5%, yang sebelumnya telah diuji homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlett dan


(25)

19 | P a g e 25 m 25 m 25 m 25 m 25 m

aditivitasnya dengan Uji Tukey. Rata-rata nilai tengah akan diuji dengan Uji BNT pada taraf 1% dan 5%. Uji korelasi dilakukan antara populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah dengan C-organik tanah, N-total tanah, C/N rasio tanah, pH tanah, suhu tanah, dan kelembaban tanah untuk mengetahui tingkat korelasi antara variabel utama dengan variabel pendukung. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

40 m T1M1

T1M0

T0M0

T0M1

40 m T1M1

T1M0

T0M1

T0M0

40 m T1M0

T1M1

T0M0

T0M1

40 m T1M0

T1M1

T0M0

T0M1

40m T1M1

T1M0

T0M0

T0M1

Gambar 1. Tata Letak Plot Percobaan


(26)

20 | P a g e D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengolahan Lahan

Lahan yang digunakan pada penelitian ini merupakan lahan pertanaman tebu yang telah digunakan selama 25 tahun dan menggunakan sistem pengelolaan lahan yang biasa diterapkan di PT. Gunung Madu Plantations (PT. GMP). Penelitian dilakukan dengan penggunaan dua sistem olah tanah, yaitu olah tanah intensif dan tanpa olah tanah, serta aplikasi mulsa bagas jangka panjang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020. Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam pertama. Sistem pola tanam yang diterapkan menggunakan sistem pola tanam PT. GMP yaitu menggunakan tanaman tebu varietas GM 21. Lahan dibagi menjadi 20 petak percobaan sesuai dengan perlakuan dan dengan ukuran tiap petaknya 25 m x 40 m. Pemberian pupuk disesuaikan dengan dosis yang biasa diaplikasikan di PT. GMP yaitu Urea 300 kg ha-1, TSP 200 kg ha-1, dan MOP 300 kg ha-1. Pada petak tanpa olah tanah (TOT), tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang tumbuh dikendalikan dengan memberikan sisa tanaman tebu berupa bagas yang digunakan sebagai mulsa, gulma yang masih tumbuh dikendalikan secara manual kemudian sisa gulma dikembalikaan ke lahan sebagai mulsa. Dan pada petak olah tanah intensif (OTI), tanah diolah sesuai dengan sistem pengolahan tanah yang diterapkan di PT GMP yaitu sebanyak 3 kali pengolahan dengan pemberian mulsa bagas diaplikasikan sebanyak 80 ton ha-1. Pada semua petak perlakuan, diaplikasikan BBA sebanyak 80 ton ha-1. Pada plot TOT, BBA diletakkan dipermukaan tanah, sedangkan pada OTI, BBA dicampurkan ke dalam tanah sebelum aplikasi mulsa bagas. Pengendalian gulma dilakukan dengan


(27)

21 | P a g e menggunakan herbisida dan sisa tanaman gulma dibuang dari petak percobaan. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman dan penyiangan gulma. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bilamana diperlukan.

2. Pengambilan Sampel Cacing Tanah

Pengambilan sampel cacing tanah dilakukan pada saat panen, yaitu pada saat tanaman tebu berumur 7 bulan. Sampel cacing tanah diambil dengan menggunakan metode Monolith (Susilo dan Karyanto, 2005). Letak Monolith berada tepat ditengah-tengah pada setiap plot percobaan. Pembuatan Monolith dilakukan dengan membuat lubang dengan ukuran 50 cm x 50 cm dengan kedalaman 50 cm dengan cara digali. Lubang yang telah digali tadi dihitung jumlah cacing tanahnya dengan menggunakan metode hand sorting, yaitu dengan memisahkan cacing dari tanah. Selanjutnya, lubang Monolith tadi disiram secara perlahan dengan larutan mustard (1,75 g l-1 air) yang telah dilarutkan dengan air (4 l). Ditunggu selama 10 menit dan dilihat ke dalam lubang, apakah ada cacing yang keluar dari dalam lubang Monolith. Setiap cacing tanah yang didapat, dihitung lalu dimasukkan ke dalam botol kecil dan diberi label sesuai perlakuan. Setelah dibawa ke laboratorium, cacing tanah dicuci dengan air bersih dan siap untuk diukur biomassanya.

3. Pengambilan Sampel Mesofauna Tanah

Sampel mesofauna tanah diambil dengan menggunakan ring sampel yang berukuran tinggi 5,1 cm dan diameter 5,1cm sebanyak 3 buah sampel untuk setiap


(28)

22 | P a g e plot. Sedangkan contoh tanah untuk analisis C-organik, N-total, C/N rasio, pH tanah, suhu, dan kelembaban diambil juga pada setiap ulangan.

Contoh tanah untuk pengamatan mesofauna tanah yang diambil dari lahan diekstraksi kering menggunakan corong Barlese Tullgren (Suin, 2003). Contoh tanah tersebut disinari dengan lampu 25 watt selama 24 jam. Akibat penyinaran itu, mesofauna tanah akan turun ke dalam tabung erlenmeyer yang sudah berisi 100 ml alkohol 50% dan 3 tetes formalin (sebagai pengawet mesofauna tanah). Populasi dan keragaman mesofauna tanah yang tertampung dihitung dan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop binokuler. Data mesofauna tanah yang terukur dikonversi ke dalam populasi mesofauna tanah ekor dm-3 dengan menggunakan rumus :

Kelimpahan = jumlah mesofauna tanah satuan tangkapan

= [(jumlah mesofauna tanah) x 9,6] ekor dm-3

Sedangkan keanekaragaman mesofauna tanah berdasarkan ordo masing-masing dapat dihitung menggunakan rumus Shanon-Wheaver (Odum, 1971 dalam Odum, 1998):

H = -∑(Pi log Pi)

Keterangan : H = Indeks keanekaragaman mesofauna tanah Pi = Proporsi populasi mesofauna tanah Nilai H berkisar antara:

< 1,5 : keanekaragaman rendah 1,5-3,5 : keanekaragaman sedang > 3,5 : keanekaragaman tinggi (Magurran, 1988 dalam Rahmawaty, 2000).


(29)

23 | P a g e 4. Analisis tanah

Analisis C-organik tanah, N-total tanah, C/N rasio tanah, dan pH tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, sedangkan kelembaban tanah dan suhu tanah dilakukan di lokasi percobaan pada saat pengambilan sampel mesofauna tanah dengan menggunakan alat soil moisture dan soil temperature.

E. Variabel Pengamatan

Variabel utama yang diamati adalah: 1. Populasi cacing tanah

2. Biomassa cacing tanah 3. Populasi mesofauna tanah

4. Keanekaragaman mesofauna tanah Variabel pendukung yang diamati adalah:

a. C-organik tanah (metode Wallkey dan Black) b. N-total tanah (metode Kjeldahl)

c. C/N rasio tanah

d. pH tanah (metode elektrometrik) e. Kelembaban tanah (%)


(30)

34 | P a g e V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penerapan sistem tanpa olah tanah tidak meningkatkan populasi dan biomassa cacing tanah dibandingkan dengan olah tanah intensif, tetapi meningkatkan populasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah.

2. Perlakuan aplikasi mulsa bagas tidak meningkatkan populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah dibandingkan tanpa aplikasi mulsa.

3. Tidak terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi mulsa bagas terhadap populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah.

4. C-organik, C/N rasio, pH, kelembaban, dan suhu tanah tidak berkorelasi dengan populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah, tetapi N-total berkorelasi dengan indeks keanekaragaman mesofauna tanah.


(31)

34 | P a g e B. Saran

Dari hasil penelitian disarankan agar tetap menggunakan perlakuan yang sama ditahun tanam berikutnya, yaitu tanpa olah tanah, karena dimusim tanam pertama, sistem tanpa olah tanah belum menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.


(32)

39 | P a g e DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1983. Biolagi Pertanian. Penerbit Alumni Bandung. Bandung. 194 hlm. Agus, F., dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan

Kering. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 59-60. Agrika, D.P. 2006. Kajian Terhadap Kandungan Bahan Organik Tanah dan Indeks

Kemantapan Agregat pada Beberapa Aplikasi Limbah Padat Pabrik Gula di Lahan Perkebunan Tebu PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah. Skripsi. Universitas lampung. Bandar lampung. 58 hlm

Agustina. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Selulose Mikroba Termofilik Dari Pengomposan Ampas Tebu (Bagasse). Skripsi. Unila. Bandar Lampung. 64 hlm. Agustinus, M. D. 2009. Tingkah Laku Cacing Tanah. www.Kompas.com. Diakses

tanggal 18 Desember 2011.

Ansyori. 2004. Potensi Cacing Tanah sebagai Alternatif Bio-Indikator Pertanian Berkelanjutan. IPB. Bogor. Makalah Falsafah Sains. 18 hlm.

Asnuri, I. A. 1997. Dampak Penerapan Teknik Olah Tanah dengan Herbisida Isopropilamina Glifosfat dan Dosis N terhadap Populasi Cacing Tanah dan Mesofauna Tanah pada Lahan Kering Hajimena. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 57 hlm.

Astriyani. 1999. Kemelimpahan Acarina di sekitar jalur kereta api Natar Way Kandis Lampung. (Skripsi). FMIPA Unila. Bandar Lampung. 51 hlm.

Barnes, R. D. 1987. Invertebrata Zoology. 5th edition. Sauders College Publishing. Holt, Renehat, and Wilson. The Dryden Press.

Buck, C., M. Langmaack, and S. Schrader. 1999. Nutritient content of earthworm cast influenced by different mulch types. Eur.J.Soil.Biol. 55:23-30.


(33)

40 | P a g e Edwards, C. A., and Arancon. 2004. Interactions among Organic Matter, Earthworms,

and Microorganism in Promoting Plant Growth. Soil Organic Matterin Suistanable Agriculture. CRC Press. New York. Hlm 328-329.

Gill, W.R., and G.E. Vanden Berg. 1967. Soil Dynamics in Tillage and Traction. USDA Agric. Handb. N. 316. U.S. Government Printing Office, Washington, DC. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A.Diha, G.B.Hong, H.H.

Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 487 hlm.

Hairiah, K., Utami, S.R., Suprayogo, D., Widianto., Sitompul, S.M., Sunaryo., Lusiana. B., Mulia, R, Van Noordwijk, M., and Cadisch, G. 2000. Agroforestri pada Tanah Masam: Pengelolaan interaksi antara pohon-tanah-tanaman semusim. ISBN. 979-95537-5-X. ICRAF-Bogor.

Jumar. 2000. Entimologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. 237 hlm.

Larink, O. 1997. Springtails and Mites : Important knots in the food web of soils. In Beneckiser, G. (Ed), Fauna in Soil Ecosistem Recycling Process, Nutrient Fluxes, and Agricultur Production. Marcel Dekker, Inch. New York. Pp 225-253.

Makalew, A. D. N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah. Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hlm.

Muys, B. and P. H. Granval. 1997. Earthworms as bio-indicators of foresh site quality. J. Soil Biol. Biochem. 29:323-328.

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisiketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hlm.

Olfert, O., G. D. Johson, S. A. Brant, and A. G. Thomas. 2002. Use of arthropod diversity and abudance to evaluate cropping systems. Agr. J. 94: 210-216.

Palungkun, R. 2006. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Peneber Swadaya. Jakarta. 88 hlm.

Prayitno, J. 2004. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Musim terhadap Jumlah dan Keragaman Mesofauna pada Tanah dan Serasah di Sumber Jaya Lampung Barat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.

PT. GMP. 2009. Pengolahan Tanah. www. gunungmadu.co.id. Diaksestanggal3 Februari 2011.


(34)

41 | P a g e Rahman, A. 2009. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka

Panjang terhadap Serapan Nitrogen dan Produksi Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33hlm.

Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizophora spp. dan Komunitas Ceriopstagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hlm.

Sartono. 1995. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Mulsa Terhadap Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Pada Ultisol Gunung Madu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 54 hlm.

Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam Kehutanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat. Antara Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. 103 hlm.

Slamet. 2007. Tebu (Saccharum officinarum, L). http://warintek.progressio.or.id/perke bunan/tebu.htm. Diakses tanggal 9 Februari 2011. 6 hlm

Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Hlm 21-66. dalam A. Adimihardja, L. I. Amien, F. Agus, D. Djaenudin (ed.). Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Subowo. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah (Pheretima hupiensis) untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Kering. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Subowo, G., E. Sumantri, A. Kentjanasari, dan I. Anas. 2003. Pengaruh Pengolahan Tanah, Ameliorasi, dan Inokulasi Pheretima hupiensis Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Kedelai di Ultisol. Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Puslittanak. Bogor. Hlm 310 – 319.

Suhardjono, Y. R., Pudji A. dan Erniwati. 1997. Keanekaragaman Takson Arthropoda Tanah pada Lahan Terdegradasi di Jampang Jawa Barat. Prosiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Jakarta. Depok. Hlm : 290-293.

Suin, N. M. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 22-24.

Susilo, F.X. and A. Karyanto. 2005. Methods for Assessment of Below-ground Biodiversity in Indonesia. Unila. Bandar Lampung. 58 hlm.


(35)

42 | P a g e Suwardjo, H., A. Aburachman, and S. Abunjamin. 1989. The Use of Crop Residue

Mulch to Minimize Tillage Frequency. Pembrit, Penelitian Tanah dan Pupuk 8: 31-37.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1994. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.

Trijatmanto, H. 1999. Pengaruh Lama Penggunaan Lahan Perkebunan Nenas terhadap Populasi dan Keragaman Mesofauna di PT. Great Giant Pineapple Company Lampung Tengah. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 15 hlm. Umar, I. 2004. Pengolahan Tanah Sebagai Suatu Ilmu: Data, Teori. dan Prinsip-Prinsip.

IPB. Bogor. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702).

Utomo, M. 1989. Olah Tanah Konservasi, Teknologi Untuk Pertanian Lahan Kering. Pidato Ilmiah Pada Dies Natalis Unilake 24 tanggal 23 September 1989. Unila Bandar Lampung.

Utomo, M. 1991. Budidaya pertanian tanpa olah tanah, teknologi untuk pertanian berkelanjutan. Universitas Lampung. 22 hlm.

Utomo, M. 2006. Olah Tanah Konservasi. Hand out Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.

Wallwork, J. A. 1970. Ecology of Soil Animal. Mc Graw Hill. Publishung Co. Ltd. London.


(36)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala berkat, anugerah, dan perlindungan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing pertama, yang telah memberikan bimbingan, motivasi, ide-ide cemerlang, dan pengorbanan baik moril maupun materil yang tak terhingga selama penulis menjalankan kuliah, merencanakan, melaksanakan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembimbing kedua, atas segala motivasi, ide-ide cemerlang, dan bimbingan yang tiada tara selama penulis menjalankan kuliah, penelitian hingga penulisan skripsi ini berakhir.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M. Agr.Sc. selaku pembahas atas segala petunjuk, saran, serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing akademik yang telah menuntun dan membimbing penulis selama menyelasaikan pendidikan di Universitas Lampung.


(37)

6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku Ketua Bidang Ilmu Tanah.

7. Seluruh dosen-dosen Jurusan Ilmu Tanah khususnya dan Fakultas Pertanian pada umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung. 8. Papah dan Mamah yang telah mencurahkan segala kasih sayang, nasehat,

perhatian, do’a yang tulus, dan dorongan moril maupun materil di sepanjang hidupku ini.

9. Abangku Ahmad Rozali, S.Kom., dan Adik-adikku Idham Halik, Marya Ulfa, Arif Zulyansyah, dan Desi Marlisa yang telah memberikan semangat, dorongan, dan nasehat hingga aku dapat menyelesaikan pendidikan ini.

10.Tim GMP : Pak Alman, Pak Gusmat, Pak Budi, Pak Broto, Pak Yandri, Pak Achmad, Pak Solikhin dan Ibu Cici atas kerja sama, bantuan, masukan, pengalaman, dan layanan yang telah diberikan.

11.Tim Kelompok Penelitian GMP Adhisaputra atas suka duka selama ini. 12.Sahabatku Sucipto, S.P., Novi Rochmawati, S.P., Asri Nurmalasari, S.P.,

atas kebersamaan yang telah kita rasakan.

13.Para pengurus SET 2011 atas doa dan sukacita yang telah diberikan. 14.Teman-teman Ilmu Tanah yang tidak dapat disebutkan satu per satu serta

semua pihak yang telah banyak membantu selama pelaksanaan dan pembuatan skripsi ini


(38)

terindah kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, 2012 Penulis,

Syafri Yudin


(1)

40

40 | P a g e Edwards, C. A., and Arancon. 2004. Interactions among Organic Matter, Earthworms,

and Microorganism in Promoting Plant Growth. Soil Organic Matterin Suistanable Agriculture. CRC Press. New York. Hlm 328-329.

Gill, W.R., and G.E. Vanden Berg. 1967. Soil Dynamics in Tillage and Traction. USDA Agric. Handb. N. 316. U.S. Government Printing Office, Washington, DC. Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A.Diha, G.B.Hong, H.H.

Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 487 hlm.

Hairiah, K., Utami, S.R., Suprayogo, D., Widianto., Sitompul, S.M., Sunaryo., Lusiana. B., Mulia, R, Van Noordwijk, M., and Cadisch, G. 2000. Agroforestri pada Tanah Masam: Pengelolaan interaksi antara pohon-tanah-tanaman semusim. ISBN. 979-95537-5-X. ICRAF-Bogor.

Jumar. 2000. Entimologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. 237 hlm.

Larink, O. 1997. Springtails and Mites : Important knots in the food web of soils. In Beneckiser, G. (Ed), Fauna in Soil Ecosistem Recycling Process, Nutrient Fluxes, and Agricultur Production. Marcel Dekker, Inch. New York. Pp 225-253.

Makalew, A. D. N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah. Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hlm.

Muys, B. and P. H. Granval. 1997. Earthworms as bio-indicators of foresh site quality. J. Soil Biol. Biochem. 29:323-328.

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisiketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hlm.

Olfert, O., G. D. Johson, S. A. Brant, and A. G. Thomas. 2002. Use of arthropod diversity and abudance to evaluate cropping systems. Agr. J. 94: 210-216.

Palungkun, R. 2006. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Peneber Swadaya. Jakarta. 88 hlm.

Prayitno, J. 2004. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Musim terhadap Jumlah dan Keragaman Mesofauna pada Tanah dan Serasah di Sumber Jaya Lampung Barat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.

PT. GMP. 2009. Pengolahan Tanah. www. gunungmadu.co.id. Diaksestanggal3 Februari 2011.


(2)

41 | P a g e Rahman, A. 2009. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka

Panjang terhadap Serapan Nitrogen dan Produksi Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 33hlm.

Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizophora spp. dan Komunitas Ceriopstagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hlm.

Sartono. 1995. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Mulsa Terhadap Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Pada Ultisol Gunung Madu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 54 hlm.

Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam Kehutanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat. Antara Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. 103 hlm.

Slamet. 2007. Tebu (Saccharum officinarum, L). http://warintek.progressio.or.id/perke bunan/tebu.htm. Diakses tanggal 9 Februari 2011. 6 hlm

Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Hlm 21-66. dalam A. Adimihardja, L. I. Amien, F. Agus, D. Djaenudin (ed.). Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Subowo. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah (Pheretima hupiensis) untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Kering. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Subowo, G., E. Sumantri, A. Kentjanasari, dan I. Anas. 2003. Pengaruh Pengolahan Tanah, Ameliorasi, dan Inokulasi Pheretima hupiensis Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Kedelai di Ultisol. Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Puslittanak. Bogor. Hlm 310 – 319.

Suhardjono, Y. R., Pudji A. dan Erniwati. 1997. Keanekaragaman Takson Arthropoda Tanah pada Lahan Terdegradasi di Jampang Jawa Barat. Prosiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Jakarta. Depok. Hlm : 290-293.

Suin, N. M. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 22-24.

Susilo, F.X. and A. Karyanto. 2005. Methods for Assessment of Below-ground Biodiversity in Indonesia. Unila. Bandar Lampung. 58 hlm.


(3)

42

42 | P a g e Suwardjo, H., A. Aburachman, and S. Abunjamin. 1989. The Use of Crop Residue

Mulch to Minimize Tillage Frequency. Pembrit, Penelitian Tanah dan Pupuk 8: 31-37.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1994. Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hlm.

Trijatmanto, H. 1999. Pengaruh Lama Penggunaan Lahan Perkebunan Nenas terhadap Populasi dan Keragaman Mesofauna di PT. Great Giant Pineapple Company Lampung Tengah. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 15 hlm. Umar, I. 2004. Pengolahan Tanah Sebagai Suatu Ilmu: Data, Teori. dan Prinsip-Prinsip.

IPB. Bogor. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702).

Utomo, M. 1989. Olah Tanah Konservasi, Teknologi Untuk Pertanian Lahan Kering. Pidato Ilmiah Pada Dies Natalis Unilake 24 tanggal 23 September 1989. Unila Bandar Lampung.

Utomo, M. 1991. Budidaya pertanian tanpa olah tanah, teknologi untuk pertanian berkelanjutan. Universitas Lampung. 22 hlm.

Utomo, M. 2006. Olah Tanah Konservasi. Hand out Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 25 hlm.

Wallwork, J. A. 1970. Ecology of Soil Animal. Mc Graw Hill. Publishung Co. Ltd. London.


(4)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala berkat, anugerah, dan perlindungan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing pertama, yang telah memberikan bimbingan, motivasi, ide-ide cemerlang, dan pengorbanan baik moril maupun materil yang tak terhingga selama penulis menjalankan kuliah, merencanakan, melaksanakan penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembimbing kedua, atas segala motivasi, ide-ide cemerlang, dan bimbingan yang tiada tara selama penulis menjalankan kuliah, penelitian hingga penulisan skripsi ini berakhir.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M. Agr.Sc. selaku pembahas atas segala petunjuk, saran, serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing akademik yang telah menuntun dan membimbing penulis selama menyelasaikan pendidikan di Universitas Lampung.


(5)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku Ketua Bidang Ilmu Tanah.

7. Seluruh dosen-dosen Jurusan Ilmu Tanah khususnya dan Fakultas Pertanian pada umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung. 8. Papah dan Mamah yang telah mencurahkan segala kasih sayang, nasehat,

perhatian, do’a yang tulus, dan dorongan moril maupun materil di sepanjang hidupku ini.

9. Abangku Ahmad Rozali, S.Kom., dan Adik-adikku Idham Halik, Marya Ulfa, Arif Zulyansyah, dan Desi Marlisa yang telah memberikan semangat, dorongan, dan nasehat hingga aku dapat menyelesaikan pendidikan ini.

10.Tim GMP : Pak Alman, Pak Gusmat, Pak Budi, Pak Broto, Pak Yandri, Pak Achmad, Pak Solikhin dan Ibu Cici atas kerja sama, bantuan, masukan, pengalaman, dan layanan yang telah diberikan.

11.Tim Kelompok Penelitian GMP Adhisaputra atas suka duka selama ini. 12.Sahabatku Sucipto, S.P., Novi Rochmawati, S.P., Asri Nurmalasari, S.P.,

atas kebersamaan yang telah kita rasakan.

13.Para pengurus SET 2011 atas doa dan sukacita yang telah diberikan. 14.Teman-teman Ilmu Tanah yang tidak dapat disebutkan satu per satu serta

semua pihak yang telah banyak membantu selama pelaksanaan dan pembuatan skripsi ini


(6)

terindah kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, 2012 Penulis,

Syafri Yudin