Tinjauan Pustaka T1 692011050 Full text

3 adalah animasi, karena dengan animasi dapat menampilkan produk dengan variasi yang menarik, dapat menjangkau pasar khusus misal:anak-anak, dan dapat menggantikan produk dengan prototype [3]. Salah satu jenis animasi yang sering diterapkan adalah animasi 3 dimensi 3D, karena animasi 3D dapat menggambarkan apa yang tidak dapat difoto dapat menampilkan apa yang belum pernah dibangun, memberikan kesan glamour dan gaya, dinamis dan cepat mendapatkan perhatian [4]. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan usaha penyampaian informasi yang dikemas dengan menarik mengenai informasi fungsi dan filosofi bangunan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, salah satunya berupa visualisasi 3D. Animasi ini akan mempermudah masyarakat yang berkunjung ke Karaton Surakarta untuk lebih mengenal Karaton Kasunanan Surakarta dan mengetahui informasi dari bangunan-bangunan di dalamnya dengan berbasis 3 tiga dimensi. Sehingga masyarakat akan lebih mengenal fungsi dan filosofis budaya yang ada di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan dapat menerapkan ajaran filosofis dalam bangunan-bangunan Karaton pada kehidupan sehari-hari.

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian pertama dilakukan oleh Eko Adhi Setiawan pada tahun 2000 dalam penelitiannya yang berjudul Konsep Simbolisme Tata Ruang Luar Karaton Surakarta Hadiningrat, Universitas Diponegoro. Latar belakang masalah yang dimiliki adalah tata ruang luar Karaton Surakarta Hadiningrat dengan konsep simbolisme dan bagaimanakah dalam perencanaan dan perancangannya belum pernah diungkap secara menyeluruh. Tujuan penelitian ini, adalah mengidentifikasi dan menganalisa konsep simbolisme tata ruang luar Karaton Surakarta, untuk mencari ciri khas atau keunikan dalam tata ruang luarnya baik soft material maupun hard material. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Konsep Simbolisme Tata Ruang Luar Karaton Surakarta merupakan tuntunan perjalanan hidup, orientasi tata ruang berdasarkan 4 empat arah mata angin, dan menggambarkan keseimbangan serta keselarasan antara material rasa dan nafsu dengan immaterial kegiatan spiritual [5]. Kemudian, penelitian kedua dilakukan oleh Michael Bezaleel Wenas,T. Arie Setiawan Prastida, Stefanie G.N.L Worang, dan Nat Wahyu Srikuning pada tahun 2012 dalam penelitian yang berjudul Perancangan dan Implementasi Virtual Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Berbasis Web, Universitas Kristen Satya Wacana. Latar belakang masalah yang dimiliki, bahwa belum dapat dikelolanya dengan baik museum Karaton Surakarta yang berdampak hilangnya warisan kebudayaan Jawa di Karaton Surakarta Hadiningrat. Tujuan dalam penelitian ini adalah menangani masalah pengidentifikasian, pendokumentasian, dan digitalisasi benda bersejarah yang ada di Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat [6]. Hasil dari penelitian ini adalah Virtual Museum Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berbasis web yang dapat digunakan sebagai media informasi dan pembelajaran serta transfer pengetahuan tentang 4 benda bersejarah kebudayaan Jawa yang ada di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pada penelitian yang pertama, memiliki kesamaan dalam konten yang dibahas dengan penelitian ini, yaitu mengenai konsep simbolisme bangunan di Karaton Surakarta. Sedangkan pada penelitian kedua memiliki kesamaan dalam hasil produk yang dirancang, yaitu sama-sama menggunakan animasi 3D dalam perancangannya. Dalam penelitian ini akan dirancang mengenai simbolisme bangunan Karaton Surakarta menggunakan animasi 3D, menjadi sebuah visualisasi media Informasi Karaton Surakarta. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan kedua penelitian sebelumnya, pada penelitian pertama hanya menganalisa simbolisme atau filosofi bangunan Karaton Surakarta sedangkan pada penelitian ini menginformasikan kepada masyarakat mengenai fungsi dan filosofi bangunan Karaton Surakarta sehingga masyarakat dapat mengetahui makna filosofi dan fungsi bangunan Karaton Surakarta. Kemudian pada penelitian kedua membahas museum Karaton Surakarta beserta benda budayanya sedangkan pada penelitian ini membahas setiap bangunan umum dan semi umum untuk diinformasikan pada masyarakat. Sehingga penelitian ini memiliki kelebihan dapat menginformasikan kepada masyarakat mengenai obyek bangunan Karaton Surakarta serta fungsi dan filosofi bangunan sehingga masyarakat dapat mengenal budaya luhur bangsa Indonesia. Visualisasi merupakan penggunaan komputer pendukung, penggambaran data visual interaktif untuk memperkuat pengamatan, dan informasi berarti item- item, entity-entity, hal-hal yang tidak memiliki korespondensi fisik secara langsung. Dengan kata lain visualisasi informasi itu sendiri berarti rekayasa dalam pembuatan gambar, diagram, grafik atau animasi untuk penampilan suatu informasi [7]. Animasi merupakan perubahan visual sepanjang waktu yang memberi kekuatan besar pada proyek multimedia dan halaman web yang dibuat. Banyak aplikasi multimedia menyediakan fasilitas animasi [8]. Ada beberapa teknik animasi yang sering digunakan berdasarkan proses pembuatannya, yaitu animasi 2D atau yang lebih dikenal dengan kartun, merupakan proses yang teknik pembuatannya menggunakan teknik animasi sel, dan penggambarannya langsung maupun digital. Kemudian animasi 3D yang merupakan pengembangan dari animasi 2D karena adanya kemajuan teknologi komputerisasi dan yang terakhir adalah clay motion, yang merupakan animasi yang dibuat dengan tanah liat khusus yang kemudian dianimasikan dengan teknik stop motion [9]. Saat ini animasi yang sedang berkembang adalah animasi 3D. Animasi 3D adalah objek animasi yang berada pada ruang 3D. Objek animasi ini dapat dirotasi dan berpindah seperti objek riil. Ada sebuah teknik yang sering digunakan dalam pembuatan animasi 3D, teknik ini dikenal dengan teknik animasi 3D pipeline. Animasi 3D Pipeline merupakan alur kerja produksi pembuatan film animasi. Setiap pembuatan animasi akan melalui proses Pra Produksi, Produksi dan Pasca Produksi. Alur produksi tersebut haruslah berurutan karena sangat sulit jika tidak berurutan [10]. Dengan menggunakan alur kerja 3D pipeline dapat membuat proses pembuatan media informasi Karaton Surakarta lebih teratur dan terarah. Media menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 adalah 1 alat, 5 2 alat atau sarana komunikasi, 3 sesuatu yang terletak diantara dua pihak, 4 perantara atau penghubung [11]. Sedangkan informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima serta bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang [12]. Menurut Koentjoroningrat dalam bukunya Kebudayaan Jawa, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan, sistem, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia melalui belajar [13]. Warisan budaya dapat diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan berprestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi jati diri suatu kelompok atau bangsa [14]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa warisan budaya merupakan hasil budaya baik dalam bentuk fisik tangible maupun non fisik intangible dari masa lalu [15]. Beragam wujud warisan kebudayaan Jawa memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mempelajari kearifan lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu untuk kemudian dilihat relevansinya dengan masa sekarang. Namun, kearifan lokal seringkali diabaikan dengan alasan tidak ada relevansi dengan masa sekarang. Dampaknya adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan, bahkan dilecehkan keberadaannya. Di Indonesia salah satu sumber warisan budaya ada di Karaton Surakarta. Sejarah berdirinya Karaton Surakarta tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Karaton Mataram. Karaton Mataram mulanya berdiri di Kotagede pada tahun 1585 yang kemudian hancur karena serangan dari Trunojoyo. Kemudian Karaton Mataram dipindahkan ke Kartasura pada tahun 1677. Akibat adanya pemberontakan dilakukan oleh orang-orang Cina berkulit kuning yang menginginkan kedudukan di Karaton Kartasura. Paku Buwana II berhasil merebut kembali Karaton Kartasura dari kaum pemberontak. Akibat dari peristiwa tersebut, Karaton Kartasura dalam keadaan rusak sehingga membuat Paku Buwana II memindahkan ke Desa Solo dengan berbagai pertimbangan. Karaton di Desa Solo itu diberi nama Karaton Surakarta sedangkan Karaton di Kartasura diganti namanya menjadi Wanakarta. Karaton Surakarta diperintah oleh seorang Ratu Jawa yakni Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan SISKS Paku Buwana Senopati Ing Ngalogo Ngabdurrahman Sayidin Panatagama. Paku Buwana memerintah secara turun-temurun berdasarkan hak asal-usul atau hak tradisional dan bersifat istimewa, memerintah sejak jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Sifat pemerintahan yang turun-temurun dari ratu sebelumnya ke ratu berikutnya berdasarkan hak asal-usul yang telah ada sebelum terbentuknya Negara Indonesia merupakan keistimewaan dari Karaton Surakarta yang membedakan dengan bentuk pemerintahan lainnya dan Karaton selalu berhubungan dengan jabatan ratu untuk membedakan dengan bentuk pemerintahan yang lainnya [16]. Karaton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kasunanan Surakarta. Hingga saat ini Komplek bangunan Karaton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sunan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kerajaan hingga saat ini. Beberapa bangunan yang berada di dalam Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Adalah Gapura Gladag, Gapura Pamurakan, Alun-Alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil, Kamandungan Utara, Sangga Buwana, Museum Karaton, Smarakata, Sri Manganti, Marcukundha, 6 Sasana Sewaka, Sasana Handrawina, Alun-Alun Selatan dan Gapura Gading. Nilai filosofis yang ada dalam bangunan ini tidak hanya mengenai perjalanan hidup manusia, namun juga memiliki nilai luhur yang religius seperti takut kepada Tuhan, nilai moral seperti menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana serta memiliki nilai tata krama dalam bermasyarakat [2].

3. Metode Penelitian