2.7 Gambaran Klinis Penyakit Mulut
2.7.1 Lesi Vesikulobulosa
Herpes Labialis
Kelompok virus yang dapat menyebabkan infeksi di rongga mulut yaitu virus Herpes simpleks tipe-I, Herpes simpleks tipe-II, Varisella zoster, virus Epstein-Barr
dan Sitomegalovirus. Pada infeksi herpes simpleks secara khas menimbulkan herpes labialis. Gejala-gejala yang timbul diawali perasaan menusuk atau perasaan terbakar
pada satu tempat di bibir. Dalam 24 jam timbul vesikel yang akan pecah dalam waktu 48 jam dan akan menimbulkan erosi epitel dengan batas jelas berwarna merah,
selanjutnya akan menjadi keropeng dan sembuh dalam beberapa waktu. Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan herpes labialis pada individu yang rentan adalah
sinar matahari, trauma, stres, demam, menstruasi, dan imunosupresi. Selain daerah bibir, palatum keras dan sulkus bukal bawah merupakan daerah yang sering terserang
infeksi virus ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Herpes labialis
2.7.2 Lesi Merah Putih
Kandidiasis Oral
Merupakan infeksi jamur pada mukosa mulut maupun lidah yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans. Infeksi ini meningkat pada penderita HIV, terlihat
adanya plak putih pada mukosa mulut dan lidah, berwarna merah, diikuti sensasi terbakar ataupun rasa sakit di daerah setempat. Pada lidah terjadi perubahan
pengecapan sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan.
Tabel 2.3. PENYAKIT KANDIDOSIS ORAL
Penyakit Kandidiasis Oral
Epidemiologi Etiologi
Kandidiasis Pseudomembranosis
Trhush 5 pada bayi yang baru
lahir dan 10 pada lansia yang lemah. Paling
banyak ditemukan pada penderita HIV
Tidak ada predileksi ras atau jenis kelamin
Bayi yang ibunya menderita Trush
Vagina, pemakaian antibiotik, steroid,
dalam jangka panjang, penderita diabetes,
hipoparatiroidisme, immunodefisiensi,
Universitas Sumatera Utara
kemoterapi Kandidiasis Atrofik
Akut Sering pada penderita
HIV Penggunaan antibiotik
steroid spektrum luas, Kandidiasis Atrofik
Kronis 15-16 pada pemakai
gigitiruan lengkap dan sebahagian, terutama
pada wanita tua Alergi Gigitiruan
Kandidiasis Keratotik Kronis Hiperplastik
Pada lansia. Pemakai gigitiruan dan perokok
berat. OH yang buruk,
perokok, serostomia, pemakai gigitiruan
Gambar 2.7. Kandidosis Pseudomembranosis pada penderita HIV
Keilitis Angularis
Universitas Sumatera Utara
Keilitis angularis merupakan inflamasi pada salah satu atau kedua sudut mulut. Penyakit ini disebabkan oleh Streptokokus aureus dan Candida albicans. Secara klinis
keilitis angularis tampak merah dan pecah-pecah, dengan tepi lesi yang kurang merah dari pada daerah tengahnya, keropeng dan nodula-nodula granulomatosa kecoklatan
dapat menyertainya. Keilitis angularis dapat mengenai penderita penyakit imunologis penurunan daya tahan tubuh, defisiensi nutrisi, dan penyakit haemopoetik kelainan
darah.
Gambar 2.8. Keilitis angularis
2.7.3 Lesi Traumatik
Cheek Bite
Gambaran klinis dari cheek bite yaitu adanya abrasi traumatik dari permukaan epitel mukosa mulut serta plak keputih-putihan dengan dasar berwarna merah. Cheek
bite biasanya terjadi pada mukosa labial dan mukosa bukal dekat garis oklusal. Lesi
Universitas Sumatera Utara
ini tidak berpotensi mengarah kepada keganasan. Terjadinya lesi ini sering dihubungkan dengan kecemasan, sindroma premenstruasi, dan parafungsional
mandibula.
Gambar 2.9. Cheek Bite
2.7.4 Kelainan pada Lidah
Kesehatan lidah mampu mencerminkan kesehatan seseorang secara umum. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa peneliti yang mengatakan bahwa lidah merupakan
indikator kesehatan seseorang secara umum, karena ditemukan adanya hubungan antara lesi pada lidah dengan penyakit sistemik seperti lidah geografik pada penderita
stres emosional, alergi, dan defisiensi nutrisi, serta lidah atrofik glossitis atrofic pada penderita defisiensi zat besi dan riboflavin.
Lidah Berfisur
Universitas Sumatera Utara
Lidah berfisur adalah variasi dari anatomi lidah normal yang bersifat jinak, terdiri atas satu fisura garis tengah, fisura ganda atau fisura multipel pada permukaan
dorsal dari dua pertiga anterior lidah. Pola dan panjang fisur bermacam-macam dan penyebabnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi ada pendapat mengatakan bertambah
banyak seiring bertambahnya usia. Lidah berfisur mengenai 1-5 penduduk, umumnya terjadi pada sindrom Down dan sindrom Melkerson-Rosenthal. Fisur
tersebut dapat terkena radang sekunder dan menyebabkan halitosis sebagai akibat dari penumpukan makanan.
Gambar 2.10. Lidah Berfisur
Lidah Geografik
Lidah geografik adalah suatu peradangan jinak yang disebabkan oleh pengelupasan keratin superfisial dan papila-papila filiformis. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi diperkirakan karena stres emosional, alergi, defisiensi nutrisi dan faktor herediter. Lidah geografik ditandai adanya bercak-bercak gundul dari papila
Universitas Sumatera Utara
filiformis, berwarna merah muda sampai merah, dapat tunggal atau multipel, dibatasi ataupun tidak dibatasi oleh pinggiran putih yang timbul. Dapat juga disertai
peradangan merah di tepi lesinya dan disertai perasaan sakit. Lesi terus menerus berubah pola dan berpindah dari suatu daerah ke daerah lain.
Gambar 2.11. Lidah Geografik
Glositis atrofik
Merupakan radang pada lidah yang sering dialami penderita anemia. Dorsum lidah pada awalnya tampak pucat dengan papila-papila filiformis yang rata. Atrofi
yang berlanjut dari papila mengakibatkan permukaan lidah tanpa papila-papila, yang tampak licin, kering, dan mengkilat. Pada tahap akhir, lidah tampak seperti daging
atau merah padam dan terasa sakit apabila terkena minuman maupun makanan yang panas dan pedas.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12. Glositis trofik pada Penderita Anemia
2.7.5 Lesi Ulseratif
Stomatitis Apthosa Rekuren
Para ahli berpendapat bahwa lesi ini timbul bukan hanya sebagai penyakit tunggal, melainkan manifestasi klinis dari penyakit lain.Keluhan awal sebelum
terjadinya lesi yaitu rasa terbakar dan diikuti nyeri setempat di sekitar mukosa mulut selama 2-48 jam sebelum munculnya ulser. Selama masa prodormal ini, terjadi suatu
daerah kemerahan setempat dan dalam beberapa jam terbentuk papula putih yang secara berangsur-angsur menjadi ulser dan membesar dalam waktu 48-72 jam. Lesi
yang terbentuk umumnya dangkal, bulat, simetris dan tidak ada koyakan jaringan. Besar lesi bisa mencapai 2-5 mm, kadang-kadang ulkus tampak dalam kelompok-
kelompok, tetapi biasanya kurang dari 5 terjadi sekaligus. Lesi dapat sembuh secara spontan dalam waktu 10-14 hari.
Gambar 2.13. Stomatitis Apthosa Rekuren Mayor
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1 Analisis Sistem