analisis faktor - faktor yang mempengaruhi non performing financing pada BPRS di indonesia periode tahun 2010-2015

(1)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

NON PERFORMING FINANCING PADA BPRS DI INDONESIA

PERIODE TAHUN 2010-2015

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

ANI NURMULIYANI NIM : 1112046100134

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Ani nurmuliyani, NIM: 1112046100134, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Non Performing Financing Pada BPRS di Indonesia Periode Tahun 2010-2015. Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437H/2015 M.

Penelitian ini bertujuan untuk meganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi non performing financing (NPF) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Metode yang diguakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan data time series dan menggunakan aplikasi SPSS. Data penelitian terdiri dari non performing financing (NPF), finance to deposite ratio (FDR), kualitas aktiva produktif (KAP), inflasi, dan BI rate.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KAP dan BI rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap non performing financing (NPF), sedangkan variabel inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap NPF, dan variabel FDR tidak berpengaruh terhadap tingkat non performing financing pada BPRS.

Kata Kunci : BPRS, NPF, FDR, KAP, Inflasi, BI Rate, dan Regresi Linear Berganda Pembimbing: Supriyono, SE, MM


(6)

vi Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah pada pembimbing umat manusia yakni baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya penyusunan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang telah memberikan masukan yang berarti dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum bapak Asep Saepudin Jahar, M.A.

2. Wakil Dekan Bidang Akademik Program Studi Muamalat Fakultas Syariah

dan Hukum ibu Dr. Euis Amalia, MA.

3. Ketua Program Studi Muamalat bapak A.M Hasan Ali, MA

4. Pembimbing skripsi bapak Supriyono S.E., M.M., selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vii

5. Bapak Moch. Bukhari Muslim, Lc. MA selaku dosen pembimbing akademik

6. Kedua orang tua tercinta, bapak Abdillah dan ibu Aisah yang selalu

memberikan semangat motivasi dan selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tidak putus-putus kepada penulis dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.

7. Adik tercinta Adella Nurfadila yang senantiasa memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis.

8. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat selama masa perkuliahan.

9. Teman-Teman dan sahabat, Rabiahtul Addawiyah, Ayu Dwi Adani, Elly Nurdiana, dan Ratu Shifni Mafazatal Hayat, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan bersedia menjadi teman terbaik selama masa-masa kuliah.

10. Teman-teman Perbankan Syariah 2012 khususnya kelas C.

11. Teman-teman KKN Gemmar 120, teman serumah selama satu bulan.

12. Dan berbagai pihak yang telah mebantu penulis selama masa kuliah dan


(8)

viii

dan pengalaman yang ada pada penulis, sehingga tidak menutup kemungkinan bila terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini,

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat baik itu bagi ilmu pengetahuan, maupun bagi diri penulis sendiri. Aamiin Yaa

Rabbal’alammin.

Jakarta, 07 September 2016


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ... i

PERSETUJUANPEMBIMBING ... ii

LEMBARPENGESAHAN ... iii

LEMBARPERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATAPENGANTAR ... vi

DAFTARISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 11

F. Teknik Penulisan ... 13


(10)

x

B. Pembiayaan Dan Risiko Pembiayaan Pada Bank Syariah ... 17

1. Pembiayaan ... 17

2. Risiko Pembiayaan ... 21

C. Non Performing Financing ... 23

1. Pengertian Non Performing Financing ... 23

2. Signal Pembiayaan Bermasalah ... 25

3. Dampak Non Performing Financing ... 26

4. Upaya Penanganan Non Performing Financing... 28

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi NPF Dari Sisi Makro Ekonomi ... 29

1. Inflasi... 29

2. Suku Bunga (BI Rate) ... 32

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi NPF Dari Sisi Internal Bank ... 34

1. Finance To Deposite Ratio (FDR) ... 34

2. Kualitas Aktiva Produktif (KAP) ... 35

F. Review Studi Terdahulu ... 37

G. Kerangka Pemikiran ... 43

H. Hipotesis ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian ... 46

B. Populasi ... 46

C. Jenis Dan Sumber Data ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 47

E. Variabel Penelitian ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 49


(11)

xi BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Statistik Deskriptif ... 58

B. Uji Asumsi Klasik ... 59

1. Uji Normalitas ... 59

2. Uji Multikolinearitas ... 61

3. Uji Autokorelasi ... 62

4. Uji Heteroskedastisitas ... 63

C. Uji Signifikansi ... 64

1. Uji F ... 64

2. Uji T ... 65

3. Uji Koefisien Determinasi ... 67

D. Analisis Model Regresi Berganda ... 68

E. Pembahasan ... 69

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan ... 73

2. Saran ... 74

DAFTARPUSTAKA ... 76


(12)

xii

Tabel 1.1 Perbandingan Non Performing Financing (NPF) BPRS Dan BUS UUS

Tahun 2010-2015 ... 6

Tabel 1.2 Perkembangan FDR, KAP, Inflasi, Dan BI Rate ... 7

Tabel 1.3 Penelitian Terdahulu ... 37

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif BPRS ... 58

Tabel 4.2 Uji Normalitas ... 61

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi ... 62

Tabel 4.4 Uji F ... 64

Tabel 4.5 Uji T ... 65


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 43

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian ... 57

Gambar 4.1 Uji Normalitas Histogram BPRS ... 59

Gambar 4.2 Uji Normalitas P-Plot BPRS ... 60


(14)

xiv

Lampiran 1 : Data-Data Variabel Penelitian 2010-2015 ... 81

Lampiran 2 : Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 84

Lampiran 3 : Uji Normalitas ... 84

Lampiran 4 : Uji Multikolinearitas ... 85

Lampiran 5 : Uji Autokorelasi ... 86

Lampiran 6 : Uji Heteroskedasitisitas ... 86

Lampiran 7 : Uji F ... 87

Lampiran 8 : Uji T... 87

Lampiran 9 : Uji Koefisien Determinasi ... 88


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan tanggapan yang positif dari masyarakat, lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia berkembang cukup signifikan. Sasaran lembaga keuangan syariah yang tidak hanya berfokus pada pelaku usaha-usaha besar, manjadikan eksistensi lembaga keuangan syariah semakin dikenal di masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan penting yang dipegang oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).

LKMS mempunyai peranan yang strategis dalam menjangkau transaksi syariah mikro kecil dan menengah, adapun yang termasuk dalam LKMS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Mal wat Tamwil (BMT), dan Koperasi Syariah. Walaupun sama-sama termasuk dalam LKMS namun BPRS berbeda dengan BMT dan Koperasi Syariah. Dalam kegiatannya, BPRS diatur oleh Bank Indonesia sedangkan BMT dan Koperasi Syariah diatur oleh Kementrian Koperasi dan UKM.1

1

Mufqi Firaldi, “Analisis Pengaruh Jumlah Dana Pihak Ketiga (Dpk), Non Performing Financing (Npf) Dan Tingkat Inflasi Terhadap Total Pembiayaan Yang Diberikan Oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Bprs) Di Indonesia (Periode Januari 2007- Oktober 2012)”, (skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif hidayatullah Jakarta, 2013),h.1.


(16)

Berdasarkan undang-undang No 21 tahun 2008, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan atau dalam bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat yang melaksanakan kegiatan usahanya melalui prinsip syariah.

Perkembangan BPRS selama enam tahun terakhir ini terhitung dari tahun 2010-2015 mengalami peningkatan yang cukup baik. Adapun pertumbuhannya dapat terlihat dari grafik berikut ini :

GRAFIK 1.1

Jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia Periode 2010-2015

150 155

158

163 163 163

140 145 150 155 160 165

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Perkembangan BPRS di Indonesia Periode 2010-2015


(17)

3

Dari grafik 1.1, terlihat bahwa pada akhir tahun 2010 jumlah BPRS di seluruh Indonesia ada sebanyak 150 BPRS, pada tahun 2011 jumlah BPRS tersebut bertambah menjadi sebanyak 155 BPRS, begitu pula pada tahun 2012 bertambah lagi menjadi 158 dan pada tahun 2013-2015 jumlah BPRS di Indonesia tidak mengalami peningkatan, di mana dalam kurun waktu tersebut jumlah BPRS di Indonesia adalah sebanyak 163 BPRS.

Sebagai lembaga perbankan di Indonesia, BPRS juga menjalankan fungsi sebagai lembaga intermediasi yakni sebagai penghubung antara pihak yang kelebihan dana (surflus) dan pihak yang kekurangan dana (deficit). Bedanya dengan bank umum syariah sasaran utama pemberian kredit BPRS adalah UMKM. Pemberian kredit merupakan salah satu sumber pemasukan terbesar dalam usaha perbankan, maka BPRS juga melakukan pemberian kredit tersebut, namun dalam bank syariah istilah kredit diganti dengan istilah pembiayaan.

Menurut UU No. 10 Tahun 1998 pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Antara kredit dan pembiayaan mempunyai prinsip yang berbeda. Tidak seperti kredit, pembiayaan lebih mengutamakan unsur kesepakatan dan transparansi sehingga nilai-nilai Islam tetap terjaga.


(18)

Pemberian pembiayaan ini bukanlah tanpa risiko, bank sebagai kreditur atau pihak yang memberikan pinjaman (pembiayaan) kepada debitur tentu harus dapat mengkalkulasi risiko yang dapat timbul terkait aktivitas pemberian pembiayaan tersebut. kalkulasi itu setidaknya dapat meminimalkan potensi risiko yang dapat terjadi.2 Selain itu BPRS harus mempertajam bisnis yang dimiliki, memahami nasabah dan objek pembiayaan serta BPRS harus meningkatkan kapasitas SDM dan menyempurnakan system, baik sistem analisa pencairan pembiayaan maupun sistem pembiayaan bermasalah.3

Menurut Padmantyo dan Muqorobin (2011) Meski sektor UKM memiliki peluang pengembangan usaha yang prospektif, mereka memerlukan pembinaan dan pendampingan yang intens. Kelebihannya, sektor UKM biasanya akan lebih taat bayar dan tahan terhadap guncangan krisis. Namun bila bank hanya sekedar menyalurkan pinjaman (take and give) kredit sektor UKM justru bisa menjadi bumerang. Kondisi ini ditemukan oleh Ding Lu, et al (2001) yang menemukan bahwa pemberian kredit yang berlebih (eksesif) kepada perusahaan daerah membuka peluang kenaikan NPL.

Non Performing Loan atau disebut Non Performing Financing dalam bank syariah adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan

2

Ikatan Bankir Indonesia (IBI), “Mengelola Bisnis Pembiayaan Bank Syariah”, (Jakarta :

PT.Gramedia Pustaka Utama), 2015, h.73.

3 Qommarria Rostanti, “Pembiayaan Bermasalah BPRS masih tinggi”,

artikel diakses pada 5 Januari 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/13/10/22/mv266e-pembiayaan-bermasalah-bprs-masih-tinggi.


(19)

5

yang disalurkan oleh bank syariah4. Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran dan melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah.5

Batas aman dari rasio Non Performing Financing adalah sebesar 5% dari total kreditnya. Jika pembiayaan bermasalah melampaui batas, maka akan menjadi masalah serius yang akan mengganggu profitabilitas bank syariah yang berujung pada berhentinya operasional terutama pada bank syariah yang memiliki aset kecil seperti pada BPRS.6 Terjadinya pembiayaan bermasalah akan mengikis PPAP (bahkan Modal Bank), mengurangi pendapatan bank, dan menjadikan bank tidak solvent.7

Untuk menghindari agar hal ini tidak terjadi pada BPRS diperlukan adanya pengelolaan risiko pembiayaan yang efektif. Bank perlu mengelola risiko pembiayaan yang melekat pada seluruh portofolio dan mempertimbangkan hubungan antara risiko pembiayaan dan risiko lainnya.

Tingkat NPF pada BPRS termasuk pada kategori yang mengkhawatirkan. Tingkat NPF pada BPRS periode 2010 sampai pertengahan 2015 berada pada posisi

4 Ahmad Tabrizi, “

Analisis Pengaruh Variabel Makro Terhadap Non Performing Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2003-2005”, (skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN syarif hidayatullah Jakarta, 2014),h.22.

5

Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi, (Jakarta : Kencana, 2011), h.124.

6 Irman Firmansyah, “

Determinant Of Non Performing Loan: The Case Of Islamic Bank In Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 2 (Oktober 2014): h. 242.

7 Robert Tampubolon, “Risk Management Penekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial”,


(20)

di atas 5% dan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan NPF pada BUS dan UUS. Dapat dilihat pada table 1.1 berikut :

Tabel 1.1

Perbandingan Non Performing Financing (NPF) BPRS dan BUS UUS Tahun 2010-2015

Sumber: Statistik bank syariah Bank Indonesia (2010-2015), diolah

Berdasarkan table diatas terlihat bahwa NPF pada BPRS terus menerus meningkat. Meskipun rasio NPF sempat turun pada tahun 2011 dengan nilai NPF sebesar 6.11%, namun tahun-tahun berikutnya rasio NPF pada BPRS terus menerus meningkat dan semakin besar nilainya. Bahkan pada tahun 2015 NPF BPRS sebesar 8.20%. Keadaan ini sangat jauh jika dibandingkan dengan NPF pada BUS dan UUS di mana NPF mereka berada di bawah 5% dengan nilai NPF tertinggi sebesar 4.76%.

Periode Pembiayaan* (Jutaan Rp)

NPF BPRS (%)

NPF BUS & UUS (%)

2010 2.060.437 6.50% 3.02%

2011 2.675.930 6.11% 2.52%

2012 3.553.520 6.15% 2.22%

2013 4.433.492 6.50% 2.62%

2014 5.004.909 7.89% 4.33%


(21)

7

Tingginya rasio NPF BPRS ini dirasa cukup mengkhawatirkan. Menurut Robert Tampubolon (2004: 111) Penyebab utama pembiayaan bermasalah berkaitan langsung dengan standar pemberian kredit yang lunak atau longgar, manajemen risiko portofolio kredit yang lemah, dan karena kurangnya perhatian terhadap perubahan ekonomi atau kondisi lingkungan lainnya, yang pada gilirian berikutnya dapat membuat sebuah kredit pada counterparty menjadi bermasalah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tingginya nilai NPF pada bank dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari internal bank seperti likuiditas bank (FDR) dan aktiva produktif yang dimiliki, serta dipengaruhi juga oleh pertumbuhan ekonomi Negara yang dapat dilihat dari indikator makroekonomi seperti inflasi dan BI Rate. Adapun kondisi internal bank dan kondisi makro ekonomi dapat dilihat pada tabel berikut :

Table 1.2

Perkembangan FDR, KAP, Inflasi dan BI Rate Tahun 2010-2015

Sumber: www.bi.go.id diolah

Tahun FDR

(%)

KAP (%)

Inflasi (%)

BI Rate (%)

2010 128.47% 1.51% 6.96% 6.50%

2011 127.71% 1.34% 3.79% 6.00%

2012 120.96% 1.51% 4.30% 5.75%

2013 120.93% 1.59% 8.38% 7.50%

2014 124.24% 1.63% 8.36% 7.75%


(22)

Dari tabel 1.2 diketahui bahwa baik dari sisi internal bank maupun dari indikator makro ekonomi sedang dalam keadaan yang kurang bagus. Terlihat bahwa likuiditas BPRS (FDR) telah melebihi batas yang ditentukan oleh BI yakni lebih besar dari 110%, selain itu aktiva produktif yang dimiliki BPRS juga tidak cukup baik, di mana mengharuskan BPRS untuk menyediakan PPAP yang lebih besar. Kondisi makro ekonomi Indonesia pun demikian, terlihat bahwa nilai inflasi dan BI Rate terus mengalami fluktuasi, hal ini dipastikan akan mengganggu kestabilan perekonomian Indonesia yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kondisi bank.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi NPF baik dari faktor eksternal maupun internal telah dilakukan oleh beberapa penelitian sebelumnya, diantaranya : Rahmawulan (2008) menunjukkan bahwa Inflasi memiliki pengaruh yang positif terhadap kredit bermasalah, namun pendapat lain dikemukakan oleh Chasanah (2012), Tabrizi (2014) dan Firmansyah (2014) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap pembiayaan bermasalah. Faktor eksternal lainnya yaitu itu BI Rate, berdasarkan penelitian Annisa Kurniasih (2015) mempunyai pengaruh yang signifikan dan hubungan yang positif dengan pembiayaan bermasalah pada bank syariah.

Dari faktor internal bank, Dwi Poetry (2011) menyatakan bahwa FDR berpengaruh negatif terhadap NPF pada bank syariah, namun Firmansyah (2014) menyatakan bahwa FDR memiliki pengaruh positif terhadap pembiayaan bermasalah. Adapun Kualitas Aktiva Produktif berdasarkan penelitian Soebagio


(23)

9

(2005) menyatakan bahwa Kualitas Aktiva Produktif memiliki pengaruh yang positif terhadap pembiayaan bermasalah.

Berdasarkan pemaparan di atas, perlu kiranya untuk diadakan penelitian lanjutan mengenai Non Performing Financing pada Bank Syariah, terutama pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Oleh karena itu penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tersebut melalui karya ilmiah skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Non Performing Financing Pada BPRS Di Indonesia Periode Tahun 2010-2015”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan kajian latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat di identifikasi oleh penulis, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Mengapa NPF pada BPRS jauh lebih besar jika dibandingkan NPF pada BUS dan UUS?

2. Faktor internal apa saja yang berpengaruh terhadap tingginya NPF BPRS?

3. Faktor makroe konomi apa saja yang berpengarh terhadap tingginya NPF

BPRS?

4. Bagaimana dampak tingginya NPF terhadap profitabilitas BPRS? 5. Apa yang dapat dilakukan BPRS untuk meminimalisir NPF?


(24)

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, agar masalah yang diteliti tidak terlalu meluas. Sehingga penulis membatasi batasan masalah yang akan dibahas yaitu :

1. Non Performing Financing yang dibahas adalah persentase dari pembiayaan non lancar Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang terdiri dari pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet.

2. Faktor makro ekonomi yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah

inflasi dan BI Rate. Sedangkan faktor internal yang digunakan adalah rasio keuangan BPRS yaitu, FDR dan Kualitas Aktiva Produktif.

3. Objek penelitian ini adalah Bank Pembiayan Rakyat Syariah periode 2010

- 2015.

D. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini pembahasana terfokus kepada masalah faktor-faktor yang mempengaruhi non performing financing pada BPRS, faktor-faktor tersebut diantaranya Inflasi, BI Rate, KAP dan FDR. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik beberapa pokok masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana inflasi, BI Rate, KAP dan FDR berpengaruh secara simultan terhadap tingkat Non Performing Financing pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia pada tahun 2010-2015 ?


(25)

11

2. Bagaimana inflasi, BI Rate, KAP dan FDR berpengaruh secara parsial terhadap tingkat Non Performing Financing pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia pada tahun 2010-2015 ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permaslahan penelitian maka tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh inflasi terhadap NPF pada Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah pada tahun 2010-2015.

2. Menganalisis pengaruh BI Rate terhadap NPF pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah pada tahun 2010-2015.

3. Menganalisis pengaruh FDR terhadap NPF pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah pada tahun 2010-2015.

4. Menganalisis pengaruh Kualitas Aktiva Produktif terhadap NPF pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah pada tahun 2010-2015.


(26)

b. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi khazanah keilmuan dan pengembangan kajian teoritis khususnya yang berkaitan dengan Non Performing Financing, serta di harapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan terkait kebijakan pemberian pembiayaan oleh Bank pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Dan bagi penulis penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai perbankan syariah khususnya masalah Non Performing Financing pada BPRS.


(27)

13

F. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini merujuk pada buku “ Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah

dan Hukum Tahun 2012”.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran awal dari apa yang akan dilakukan oleh peneliti. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan kajian pustaka terkait pembiayaan, risiko pembiayaan, Non Performing Financing , Inflasi, BI Rate, KAP dan FDR. Selain itu pada bab ini juga akan terdapat review studi terdahulu, kerangka teori dan konsep serta hubungan antar variabel-variabel penelitian.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai ruang lingkup penelitian, pendekatan metode penelitian, jenis penelitian, sumber dan kriteria data penelitian, teknik


(28)

pengumpulan data, subjek-objek penelitian, teknik pengolahan data dan metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini berisi hasil analisis dari pengolahan data, yaitu hasil analisis regresi linier berganda dengan terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik serta analisis hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan pembahsan mengenai pengaruh Inflasi, BI Rate, FDR, dan KAP terhadap rasio Non Performing Financing pada BPRS.

BAB V : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya dan saran terkait penelitian ini.


(29)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Berdasarkan Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, yang dimaksud dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.1

Adapun kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

1. Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan

dengan Prinsip Syariah.

2. Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk

1


(30)

1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah;

2. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna’ 3. Pembiayaan berdasarkan akad qardh;

4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik

5. Pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah;

c. Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan

berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan/atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya

yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.

Selain itu Bank pembiayaan Rakyat Syariah dilarang untuk:

1. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip


(31)

17

2. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;

3. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia;

4. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah;

5. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk

untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan

6. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

B. PEMBIAYAAN DAN RISIKO PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH

1. Pembiayaan

Sebagai salah satu lembaga intermediasi, bank memiliki tugas pokok untuk menghimpun dana dari masyarakat (surflus dana), yang kemudian selanjutnya untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan dana dalam bentuk pembiayaan, di mana dengan pembiayaan ini bank akan memperoleh penghasilan baik berupa margin keuntungn, bagi hasil atau Fee (ujrah).


(32)

Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik yang dilakukan sendiri maupun lembaga.2

Sesuai dengan yang dijelaskan dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2008, Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istishna’;

d. Ttransaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Berdasarkan tujuan penggunaannya, pembiayaan dibedakan dalam 3 jenis yaitu :3

2

Veithzal Rivai, Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi, (Jakarta: PT .Bumi Aksara , 2010), h. 681.


(33)

19

1. Pembiayaan modal kerja, yakni pembiayaan yang ditunjukan untuk memberikan modal modal usaha.

2. Pembiayaan investasi, yakni pembiayaan yang ditunjukkan untuk modal usaha pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva tetap/ inventaris

3. Pembiayaan konsumtif, yakni pembiayaan yang ditunjukkan untuk pembelian suatu barang yang digunakan untuk kepentingan perseorangan (pribadi).

Berdasarkan kualitasnya, pembiayaan digolongkan kedalam 5 kategori yaitu :

1. Pembiayaan Lancar (Pass)

Pembiayaan yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria berikut :

a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat pada

waktunya.

b. Memiliki mutasi rekening yang aktif.

c. Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai

(cash collateral)

2. Perhatian Khusus (Special Mention)

3

Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah Dalan Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Deepublish, 2014), h.143.


(34)

Pembiayaan digolongkan menjadi pembiayaan dalam perhatian khusus jika :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari.

b. Kadang-kadang terjadi cerukan. c. Mutasi rekening relative aktif.

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang dperjanjikan. e. Didukung oleh pinjaman baru.

3. Kurang Lancar (Substandard)

Pembiayaan digolongkan menjadi pembiayaan kurang lancar apabila : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang

telah melampaui 90 hari. b. Sering terjadi cerukan.

c. Frekuensi mutasi reening relative rendah.

d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur f. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Diragukan (Doubtful)

Pembiayaan digolongan menjadi pembiayaan diragukan apabila : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang


(35)

21

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari. d. Terjadi kapitalisasi bunga.

e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjajian

pembiayaan maupun pengikatan jaminan. 5. Macet (Loss)

Pembiayaan digolongkan menjadi pembiayaan macet apabila :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari.

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.

c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada saat wajar.

2. Risiko Pembiayaan

Dalam kaitannya dengan penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dalam bentuk pembiayaan, maka bank harus siap menanggung risiko kredit atau pembiayaan. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 37 ayat (1) UU Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah dan UUS mengandung risiko kegagalan


(36)

atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah dan UUS.4

Risiko pembiayaan terjadi ketika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok, dan/atau bagi hasil/margin/pendapatan sewa dari pembiayaan yang diberikan atau investasi yang dilakukannya.5 Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Risiko default b. Risiko exposure c. Risiko recovery

Risiko pembiayaan bagi bank syariah timbul apabila kualitas pembiayaan dari lancar menjadi kurang lancar, diragukan dan macet, atau dalam praktik perbankan syariah dikenal dengan non performing financing. Risiko pembiayaan merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial.

Besarnya pendapatan yang diperoleh oleh bank sejalan dengan besarnya risiko yang akan dihadapi oleh bank sesuai dengan prinsip high risk high return. Yakni semakin tinggi risiko yang di tanggung maka akan semakin besar pendapatan yang akan di dapatkannya. Namun bank dapat mengompensasikan dirinya dengan mengatur, di mana ketika suatu pembiayaan dinilai memiliki risiko yang tinggi maka harus diimbangi dengan

4

A.Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 89.

5


(37)

23

pendapatan yang tinggi dan nisbah bagi hasil yang juga disesuaikan dan harus adanya agunan yang sesuai.

Untuk meminimalisir terjadinya risko pembiayaan, bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi , mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul.6

C. NON PERFORMING FINANCING (NPF) 1. Pengertian Non Performing Financing

NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Pembiayan bermasalah terjadi apabila adanya ketidaktepatan waktu dalam pengembalian pembiayaan oleh nasabah. Yang termasuk dalam pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet.

NPF dirumuskan sebagai berikut :

NPF= pembiayaan non lancar x 100 Total pembiayaan

6Veitzhal Rivai, Rifki Ismail, “

Islamic Risk Management For Islamic Bank”, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 244.


(38)

Batas aman dari besarnya NPF adalah sebesar 5%, jika bank memiliki rasio NPF lebih dari 5% maka akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Dengan adanya pembiayaan bermasalah, maka bank harus menyediakan biaya pencadangan, yaitu Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA). Pembentukan cadangan umum PPA untuk Aktiva Produktif ditetapkan paling rendah sebesar 1% dari seluruh Aktiva Produktif yang digologkan lancar.

Pembentukan cadangan khusus PPA ditetapkan paling rendah sebesar :7 a. 5% (lima persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan dalam

Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan;

b. 15% (lima belas persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif yang digolongkan Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan;

c. 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non

Produktif yang digolongkan Diragukan setelah dikurangi agunan; atau d. 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non

Produktif yang digolongkan Macet setelah dikurangi agunan.

7

A.Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 90.


(39)

25

2. Signal Pembiayaan Bermasalah8

Pembiayaan bermaslah tidak datang tiba-tiba. Datangnya perlahan-lahan. Oleh karena itu, monitoring menjadi semakin penting. Beberapa indikator/sinyal/warning sign terjadinya pembiayaan bermasalah diantaranya :

a. Finansial Statement

1) ROA/ROE cenderung menurun;

2) ITO (Inventory Turn Over) makin kecil; 3) DTO (Direct Turn Over) makin lama; 4) ITO makin besar;

b. Sikap Bisnis Nasabah

1) Hubungan dengan mitra renggang; 2) Melakukan usaha secara spekulatif; 3) Kunci distribusi lepas;

4) Customer biasa lepas;

5) Jalur distribusi yang menguntungkan lepas. c. Sikap Debitur

1) Masalah keluarga (dirinya, keluarganya, direksi); 2) Sulit dihubungi petugas/pejabat bank (menjauh); 3) Ekspansi keluar dari core bisnisnya;

8

Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah Dalan Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Deepublish, 2014). h.152.


(40)

d. Ekonomi Makro

1) Fluktuasi nilai tukar valas; 2) Inflasi cenderung membesar

3) Depresiasi/Devaluasi/Apresiasi nilai Rupiah.

3. Dampak Non Performing Financing

Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank mengandalkan pembiayaan atau kredit sebagai sumber pemasukan utama dalam membiayai operasionalnya. Dana yang digunakan untuk pembiayaan merupakan dana yang berasal dari nasabah (surflus dana), sehingga ada tanggung jawab bagi bank untuk mengembalikan dana tersebut kembali. Namun jika tingkat Non Performing financing pada bank tinggi maka akan berdampak pada menurunnya bagi hasil yang dibagikan pada pemilik dana dan akan menimbulkan kegelisahan pada nasabah yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya kepercayaan nasabah pada bank.

Adapun dampak lain bagi bank sebagai akibat dari timbulnya pembiayaan bermasalah adalah :9

a. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh income dari pembiayaan sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas bank.

9 Siti Maryam, “pengaruh to deposite ratio (FDR) dan tingkat inflasi terhadap

Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah di Indonesia”, (skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif


(41)

27

b. Rasio kualitas produktif atau yang lebih dikenal dengan BDR (Bad Debt Ratio) menjadi semakin besar yang menggambarkan terjadinya situasi yang memburuk.

c. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif.

Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan berpengaruh terhadap CAR.

d. Return on asset (ROA) mengalami penurunan

Kredit macet yang cukup besar dalam industri perbankan membawa dampak yang cukup luas yaitu secara :10

a. Makro, kemampuan bank dalam memebrikan kredit baru menjadi berkurang sehingga menutup kemungkinan calon debitur baru untuk memperoleh fasilitas kredit dari bank. Dampak lainnya bank cenderung lebih selektif dan berhati-hati sehingga ekspansi pembrian kredit menjadi menurun.

b. Mikro, merugikan perkembangan usaha dan kesehatan bank, keadaan ini mempengaruhi likuiditas bank sehingga kemungkinan terjadinya bank tidak dapat memenuhi kewajiban segeran, serta akan berpengaruh juga pada keadaan permodalan.

10

Hermawan Soebagio, Analisis Fakrot-Faktor yang mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) Pada Bank Umum Komersial (studi empiris pada sector perbankan di Indonesia), (Tesis, Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang, 2005), h.37.


(42)

4. Upaya Penanganan Non Performing Financing

Dalam rangka untuk mengurangi terjadinya Non performing financing bank bisa melakukan penyelamatan pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapt menyelesaikan kewajibannya antara lain melalui penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).11

Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan. Persyaratan kembali (reconditioning) merupakan perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah kepada bank. Dan penataan kembali (restructuring) adalah perubahan persyaratan pembiayaan dengan melakukan konversi pembiayaan. Selain rescheduling, reconditioning dan restructuring, menurut Kasmir (104 : 2006) pembiayaan bermasalah juga dapat diselamatkan dengan metode kombinasi dan penyitaan jaminan. Metode kombinasi yaitu kombinasi dari rescheduling, reconditioning dan restructuring. Dan penyitaan jaminan dilakukan apabila nasabah sudah

11

A.Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 447.


(43)

29

tidak memiliki itiqad baik atau memang benar-benar sudah tidak sanggup untuk membayar.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NPF DARI SISI MAKRO EKONOMI

1. Inflasi

Inflasi telah menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari dalam perekonomian suatu Negara. Tidak ada suatu Negara pun saaat ini yang tidak mengalami fenomena inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.12 Berdasarkan teori jumlah uang (quantity theory of money), jumlah uang yang tersedia dalam perekonomian menentukan nilai uang dan pertumbuhan jumlah uang adalah penyebab utama inflasi.

Inflasi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara makro maupun mikro termasuk kegiatan investasi. Inflasi juga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang berakibat pada penurunan penjualan. Penurunan penjualan yang terjadi dapat menurunkan return perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar angsuran kredit. Pembayaran angsuran yang semakin tidak tepat menimbulkan kualitas kredit semakin buruk bahkan terjadi kredit macet

12 Pratama Rahardja, Mandala Manurung, “

Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro & Makro)”,


(44)

(Taswan, 2006) sehingga akan meningkatkan nilai Non Performing Finance.13

a. Faktor Penyebab Inflasi

Adapun faktor penyebab terjadinya inflasi dapat dilihat dari dua analisis, yaitu :

1) Analisis Permintaan Agregat

Perubahan permintaan agregat disebabkan oleh adanya perubahan penawaran uang. Ketika pemerintah mengambil kebijakan moneter ekspansif, akan menyebabkan bertambahnya jumlah uang yang beredar di masyarkat. Dengan banyaknya uang yang beredar di masyarakat, maka kemampuan daya beli masyarakat pun akan meningkat sehingga berdampak pada meningkatnya permintaan barang dan jasa. Namun, apabila kemampuan perekonomian untuk menyediakan barang dan jasa tidak berubah kenaikan harga barang dan jasa pun tidak bisa dihindarkan, sehingga terjadilah inflasi.

2) Analisis Penawaran Agregat

Inflasi yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan penawaran agregat bersumber dari kenaikan biaya produksi yang menyeluruh diberbagai jenis industry dalam perekonomian, atau

13Irman Firmansyah, “

Determinant Of Non Performing Loan: The Case Of Islamic Bank In Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 2 (Oktober 2014): h.246.


(45)

31

disebut juga dengan inflasi desakan-biaya (cost-push inflation). Kenaikan biaya produksi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Adapaun faktor internal yaitu : kenaikan upah tenaga kerja, kecenderungan meningkatkan keuntungan dan harga bahan mentah yang semakin meningkat. Sedangkan faktor ekstenalnya yaitu : kenaikan harga barang dari luar negeri atau masalah ketidak seimbangan dalam neraca pembayaran.

b. Dampak Inflasi

Inflasi memiliki dampak yang kurang menguntungkan bagi masyarakat. Kenaikan harga yang terjadi secara terus menerus akan berdampak pada menurunnya kemampuan daya beli masyarakat. Adapun batasan aman untuk inflasi adalah 5% pertahun dan paling maksimal 10% pertahun. Inflasi yang lebih dari 10% (hyper-inflation) akan menimbulkan beberapa masalah social seperti : menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat, memburuknya distribusi pendapatan dan terganggunya stabilitas ekonomi.

Kesejahteraan masyarakat menurun karena, dengan terjadinya inflasi maka pendapatan riil orang-orang yang berpenghasilan tetap akan menurun hal ini dikarenakan kenaikan upah tidak secepat kenaikan harga-harga. Selain itu, inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang, di mana pada saat terjadinya inflasi maka nilai riil uang akan berkurang.


(46)

Kondisi ekonomi pun tidak akan berkembang ketika inflasi terjadi, biaya yang terus naik berakibat pada kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Dengan kondisi seperti ini maka lebih banyak pemilik modal yang menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi, seperti membeli asset tetap. Dengan demikian investasi produktif akan menurun dan tingkat kegiatan ekonomi menurun.

2. Suku Bunga (BI Rate)

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.

Hal mendasar yang menjadi pembeda antara Bank Syariah dan Bank Konvensiaonal adalah tidak digunakannya system bunga pada Bank syariah. Bank syariah tidak menggunakan system bunga, tapi menggunakan prinsip bagi hasil, sehingga bank syariah tidak menghadapi risiko bunga.

Bank Islam tidak berhadapan dengan risiko suku bunga, tetapi berhadapan dengan pricing risk atau dikenal dengan Direct Competitor


(47)

33

Market Rate (DCMR) dan juga Indirect Competitor Market Rate (ICMR).14

Direct Competitor Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata bank syariah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin keuntungn bank syariah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai competitor terdekat. Sedangkan yang dimaksud Indirect Competitor Market Rate (ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak langsung yang terdekat.

Namun, dalam kenyataannya bank Islam juga secara tidak langsung menghadapi risiko tingkat suku bunga melalui mark-up price dari murabahah dan ijarah. Bank Islam menggunakan suku bunga pasar seperti LIBOR, SIBOR ata Jibor maupun nilai tukar sebagai benchmark dalam operasional pembiayaannya.15

14

Veitzhal Rivai, Rifki Ismail, “ Islamic Risk Management For Islamic Bank”, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 248.

15


(48)

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NPF DARI SISI INTERNAL BANK

1. Finance to Deposite Ratio (FDR)

Financing to Deposite Ratio adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank.16 FDR dirumuskan sebagai berikut :

Finance to Deposite Ratio = Pembiayaan/pinjaman yang diberikan X 100% Dana Pihak Ketiga

Rasio FDR merupakan indikator dari likuiditas bank, semakin tinggi nilai FDR berarti likuiditas bank tersebut semakin berkurang. Bank Indonesia menetapkan besarnya Financing to Deposite Ratio tidak boleh melebihi 110%. Yang berarti bank boleh memberikan kredit atau pembiayaan melebihi jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun asalkan tidak melebihi 110%.

Rasio FDR yang tinggi menunjukkan bahwa BPRS meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau relatif tidak likuid (illiquid). Artinya, semakin banyak dana yang dikeluarkan dalam pembiayaan, maka semakin tinggi FDR, dan kemungkinan terjadi resiko pembiayaan bermasalah/macet semakin tinggi pula.17

16Veithzal Rivai, Arviyan Arifin, “ Islamic Banking Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi”,

(Jakarta : Bumi Aksara , 2010), h.784. 17Irman Firmansyah, “

Determinant Of Non Performing Loan: The Case Of Islamic Bank In Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 2 (Oktober 2014): h.247.


(49)

35

2. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

Aktiva produktif adalah penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat

berharga syari’ah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal

sementara, komitmen dan kontingensi pada transaksi rekening administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.18

Pembiayaan merupakan salah satu bentuk aktiva produktif yang memiliki porsi besar dalam bank syariah. Sehingga apabila bank syariah tidak berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan dapat menyebabkan menurunnya kualitas aktiva produktif dan dapat menyebabkan semakin tingginya pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing. Hal ini juga diungkapkan oleh Soebagio, komposisi pinjaman memainkan peran penting sebagai indikator gambaran risiko bank. Di mana semakin baik komposisi atau kualitas dari portofolio kredit maka semakin mengurangi terjadinya NPL. 19

Menurut Dahlan Siamat dalam Diah Aristya (2010), penilaian kualitas aktiva produktif bank dilakukan berdasarkan pada :

18

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), h. 107. 19

Hermawan Soebagio, Analisis Fakrot-Faktor yang mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) Pada Bank Umum Komersial (studi empiris pada sector perbankan di Indonesia), (Tesis, Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang, 2005), h.37.


(50)

a. Ketepatan pembayaran kembali pokok bunga serta kemampuan peminjam yang ditinjau dari keadaan usaha yang bersangkutan untuk kredit yang diberikan.

b. Tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan,

untuk surat berharga.

Penilaian kualitas aktiva produktif dimaksudkan untuk menilai kondisi asset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul. Dalam hubungannya dengan NPF yaitu semakin baik komposisi atau kualitas dari portofolio pembiayaan maka semakin mengurangi terjadinya NPF, dan sebaliknya.

Adapun rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas aktiva Produktif yaitu dengan menggunakan rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif, yang dirumuskan sebagai berikut :

KAP = PPAP yang diberikan x 100% Total Aktiva Produktif

Semakin tinggi persentase rasio ini, maka semakin rendah kualitas aktiva Produktif yang dimiliki oleh bank. Sehingga kemungkinan untuk terjadinya non performing financing akan bertambah besar.


(51)

37

F. Review Studi Terdahulu

Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu NO Nama penulis/

Judul skripsi, jurnal/ Tahun

Substansi Perbedaan dengan

Penulis

1 Yunis

Rahmawulan /Perbandingan Faktor Penyebab Timbulnya NPL dan NPF Pada Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia /Tesis Program Pascasarjana Universitas Indonesia/ (2008)

Tesis ini menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya NPL pada bak konvensional dan NPF pada bank syariah periode tahun 2001-2007.

Objek penelitian : Bank Konvensional dan Bank syariah

Variabel penelitian : Y = NPL dan NPF

X = GDP, Inflasi, SBI, SWBI, LDR, FDR

Metode analisis yang digunakan adalah impulse Response Funcion dan regresi analisis majemuk.

Hasil penelitian ini :

Hasil dari penelitian ini adalah GDP, Inflasi, LDR dan

Perbedaan dengan skripsi penulis yaitu, objek penelitian penulis adalah BPRS sedangkan objek dari tesis ini adalah BUK dan BUS. Variabel yang digunakan juga berbeda, adapun variabel yang sama daintaranya inflasi dan FDR.


(52)

perubahan SBI secara bersama-sama signifikan mempengaruhi NPL.

Sedangkan pada bank syariah inflasi dan GDP berpengaruh signifikan terhadap NPF, tetapi SBI dan FDR tidak

memberikan pengaruh yang signifikan.

2 Zakiyah Dwi Poetry dan Yuliar D Sanrego/ Pengaruh Variabel Makro Dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional Dan NPF Perbankan Syariah/ TAZKIA Islamic Finance & Business Review vol.6 no.2/ (2011)

Jurnal ini menjelaskan tetang pengaruh varibel makro dan variabel mikro terhadap NPL bank konvensional dan NPF syariah pada maret 2004 sampai juni 2010

Objek penelitian : Bank Konvensional dan Bank syariah

Variabel penelitian : Y = NPL dan NPF

X = Kurs, IPI, Inflasi, SBI/SBIS, LDR/FDR, CAR

Metode analisis yang digunakan adalah VAR (Vector Auto Regression)

Perbedaan antara skripsi penulis dan jurnal ini terletak pada objek yang diteliti. Peneliti

menjadikan BPRS

sebagai objek penelitian sedangkan jurnal ini

menggunakan Bank

Syariah secara

keseluruhan. Selain itu ada 2 variabel yang berbeda di mana penulis menggunakan BI Rate dan kualitas aktiva produktif.


(53)

39

Hasil Penelitian :

Penelitian ini menemukan bahwa dalam jangka pendek , tidak ada variabel yang signifikan mempengaruhi NPL dan NPF . Variabel yang signifikan dalam jangka panjang mempengaruhi NPL adalah nilai tukar , IPI , inflasi , SBI , LDR , dan CAR dan variabel yang signifikan mempengaruhi NPF adalah LNER , lnIPI , inflasi , SBIS , FDR_BS , dan CAR .

Berdasarkan variabel FEVD NPL bank konvensional dipengaruhi oleh inflasi dan SBI sedangkan NPF bank syariah dipengaruhi oleh FDR 3 Mutamimah dan

Siti Zaidah

Chasanah (2012)/ Analisis Eksternal Dan Internal Dalam

Menentukan Non Performing

Jurnal ini menjelaskan tentang faktor internal dan eksternal dalam menenukan NPF bank umum syariah selama periode 2005-2011.

Objek penelitian : Bank Umum Syariah (BUS)

Perbedaan skripsi

penulis dengan jurnal ini yaitu terletak pada objek yang digunakan. Di mana penulis

menggunakan BPRS sebagai objek penelitian sedangkan jurnal ini


(54)

Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia./ e-jurnal Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol.19, No.1 (Maret 2012): h.49-64.

Variabel penelitian : Y = NPF

X = GDP, Inflasi, Nilai Tukar, rasio return profit loss sharing terhadap return total

pembiayaan (RR), rasio alokasi pembiayaan murabahah

Metode penelitian : Regresi Linier Berganda

Hasil Penelitian :

Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP riil dan kurs mempunyai pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap NPF. Inflasi

mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap NPF, variabel RR memuyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap NPF dan variabel RF berpengaruh negatif signifikan.

menggunakan BUS. Dan beberapa variabel yang kami gunakan juga berbeda


(55)

41

Firmansyah/ Determinant Of Non Performing Loan : The Case Of Islamic Bank In Indonesia / Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2014

penyebab terjadinya Non Performing Financing pada bank syariah pada tahun 2010-2012.

Objek penelitian : Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Variabel penelitian : Y = NPF

X = Bank size, BOPO, GDP, Inflasi, FDR

Metode penelitian : Regresi Linier Berganda

Hasil Penelitian :

Penelitian ini menemukan GDP dan Inflasi berpengaruh negatif terhdap pembiyaan bermasalah, likuiditas BPRS berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah sedangkan BOPO dan Bank size tidak berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah pada BPRS.

penulis dengan jurnal ini diantaranya penulis menggunakan variabel Inflasi, Kurs, BI Rate , FDR, dan KAP,

sedangkan variabel yang digunakan dalam jurnal ini diantaranya Bank size, BOPO, GDP, Inflasi, FDR. Periode yang digunakan juga berbeda penulis menggunakan periode penelitian dari januari 2010 - 2015 sedangkan periode waktu yang digunakan jurnal ini adalah 2010-2012.


(56)

5 Ahmad Tabrizi/ Analisis Pengaruh Variabel Makro Terhadap Non Performing Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2005-2013/ Program S1 UIN Syarif Hidayatullah/ FEB/ (2014)

Skripsi ini membahas tentang pengaruh variabel makro terhdapa NPF pada bank umum syariah pada tahun 2005-2013.

Objek penelitian : Bank Umum Syariah (BUS)

Variabel penelitian : Y = NPF

X = PDB, Inflasi, dan nilai tukar (Kurs)

Metode penelitian : Regresi Linier Berganda

Hasil Penelitian : Hasil dari penelitian ini

menunjukkan PDB, inflasi dan Nilai tukar secara simultan berpengaruh terhadap NPF Bank Umum Syariah., dan secara parsial juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan niali NPF..

Perbedaan dengan

penulis yaitu terletak pada objek penelitian, objek penelitian yang

digunakan Ahmad

Tabrizi adalah BUS sedangkan penulis menggunakan BPRS. Skripsi ini juga hanya menggunakan variabel makroekonomi

sedangkan penulis selain menggunakan variabel makro ekonomi juga

mengguakan rasio


(57)

43

G. Kerangka Pemikiran

Atas dasar pemikiran teoritis dan berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Non Performing Financing pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dapat digambarkan dengan pengembangan model sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

X1 : FDR

X2 :KAP

X3 : Inflasi

X4 : BI Rate


(58)

H. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka, review studi terdahulu dan kerangka pemikiran diatas dapat ditarik hipotesis penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Hipotesis 1 :

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara FDR, KAP, Inflasi dan BI Rate terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara simultan.

H1 : Terdapat Pengaruh antara FDR, KAP, Inflasi, dan BI Rate terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara simultan.

2. Hipotesis 2 :

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara FDR terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.

H1 : Terdapat Pengaruh antara FDR terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.

3. Hipotesis 3 :

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara KAP terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.

H1 : Terdapat Pengaruh antara KAP terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.


(59)

45

4. Hipotesis 4 :

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara Inflasi terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.

H1 : Terdapat Pengaruh antara Inflasi terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.

5. Hipotesis 5 :

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara BI Rate terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.

H1 : Terdapat Pengaruh antara BI Rate terhadap Non Performing Financing pada BPRS secara parsial.


(60)

46 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kuntitatif. Kuantitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukakn analisis data dengan prosedur statistik. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah verikatif kausalitas. Yakni bertujuan untuk mengetahui pengaruh antar variabel serta untuk mengetahui hubungan sebab akibat diantara variabel.

B. Populasi

Menurut R. Gunawan Sudarmanto (2013), populasi merupakan suatu keseluruhan dari objek atau individu yang merupakan sasaran penelitian. Sedangkan menurut Sugiyono (1999), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek/objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia dengan periode penelitian dari tahun 2010 sampai tahun 2015.


(61)

47

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersifat time series. Data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung melainkan melalui data dokumentasi ataupun arsip-arsip resmi, adapun bersifat time series maksudnya adalah data dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk melihat perkembangan kejadian/kegiatan selama periode tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya NPF Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Inflasi, BI Rate, FDR dan KAP. Data tersebut diperoleh dari website Bank Indonesia dan website OJK, dari tahun 2010-2015 dengan data bulanan sebanyak 72 data setiap variabel.

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Penelitian pustaka (library research)

Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui buku, jurnal, artikel, laporan penelitian, tesis, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan penlitian ini.

2) Metode Dokumentasi

Metode documentasi adalah pengumpulan data melalui catatan-catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa yang lalu yang berhubungan dengan penelitian.


(62)

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen (Y) merupakan variabel yang variasinya dipengaruhi oleh variasi variabel lain (variabel independen). Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah rasio Non Performing Financing pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Rasio NPF merupakan perbandingan dari pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan, atau jika dirumuskan adalah sebagai berikut :

NPF= pembiayaan non lancar x 100 Total pembiayaan

2. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau menjadi penyebab besar kecilnya nilai variabel yang lain.1 Adapun variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel yang berasal dari internal bank dan juga yang berasal dari eksternal bank, diantaranya :

a. Internal Bank

X1 : Finance to Deposite Ratio X2 : Kualitas Aktiva Produktif

1

Suliyanto, Ekonometrika Terapan : Teori & Aplikasi dengan SPSS, (Yogyakarta : CV.Andi Offset, 2011), h. 7.


(63)

49

b. Eksternal Bank X3 : Inflasi X4 : BI Rate

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah suatu model regresi linear ganda (Multiple Linear Regression) sudah memenuhi kriteria estimasi tidak bias garis linear terbaik [Best Linear Unbiased Estimation (BLUE)]. Suatu model regresi linear ganda (Multiple Linear Regression) akan dikatakan sebagai suatu model regresi yang BLUE apabila (1) data berasal dari populasi yang terdistribusi normal, (2) harus tidak terjadi adanya multikolinearitas, (3) tidak terjadi heterokedasitas, (4) tidak terjadi adanya autokorelasi, dan (5) terdapat adanya model hubungan yang linear (garis lurus).2 Kriteria BLUE dapat tercapai apabila asumsi-asumsi klasik telah terpenuhi. Adapun asumsi-asumsi klasik adalah sebagai berikut : a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya

2

R.Gunawan Sudarmanto, Statistik Terapan Berbasis Komputer Dengan Program IBM SPSS Statistics 19, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2013), h. 224.


(64)

disebabkan karena data yang dianalisis tidak terdistribusi secara normal, karena terdapat nilai ekstrem pada data yang diambil. Uji normalitas dapat dilakukan dengan analisis grafik.

Uji normalitas dengan menggunakan grafik bisa dilakukan dengan menggunakan histogram ataupun dengan pendekatan grafik yakni menggunakan Normal probability plot. Data yang terdistribusi normal ditandai dengan bentuk Histogram Standardized Regression Residual yang membentuk kurva seperti lonceng. Adapun jika menggunakan Normal probability plot, distribusi normal digambarkan dengan garis diagonal lurus dari kiri bawah kekanan atas. Di mana distribusi kumulatif dari data digambarkan dengan ploting. Sehingga apabila data terdistribusi dengan normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti atau merapat ke garis diagonalnya.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung


(65)

51

gejala multikolinearitas.3 Jika model regresi mengandung multikolinearitas maka akan menimbulkan kesulitan dalam memisahkan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya.

Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala multikolinearitas dapat diketahui atau dideteksi dengan memanfaatkan statistic korelasi Variance Inflation Factor (VIF). Ukuran harga koefisien VIF maksimal adalah 10. Sehingga apabila nilai koefisien VIF untuk masing-masing veriabel independen lebih besar dari 10, maka variabel tersebut dapat diindikasikan memiliki gejala multikolinearitas.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya varian variabel pada model regresi yang tidak sama (konstan). Jika terjadi heterokedastisitas pada model regresi maka penaksiran terhadap data tidak lagi efisien dan estimasi koefisien dapat dikatakan menjadi kurang akurat. Untuk mengetahui terjadi atau tidaknya gejala heterokedastisitas pada suatu model regresi dapat dilakukan dengan metode analisis grafik yakni dengan mengamati scatterplot.

3

Suliyanto, Ekonometrika Terapan : Teori & Aplikasi dengan SPSS, (Yogyakarta : CV.Andi Offset, 2011), h. 81.


(66)

Jika scatterplot membentuk pola tertentu, maka menandakan adanya gejala heterokedastisitas dan sebaliknya jika scatterplot menyebar secara acak maka dapat dikatakan model regresi tidak mengalami heterokedastisitas dan sebaliknya.

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan suatu kondisi di mana terdapat korelasi atau hubungan antar pengamatan atau observasi, baik itu dalam bentuk observasi deret waktu (time series) atau observasi cross section.4 Tujuan dari dilakukannya uji autokorelasi dalam penelitian adalah untuk mengetahui terjadi atau tidaknya korelasi diantara data pengamatan. Data pengamatan yang mengandung autokorelasi dapat berdampak pada hasil penelitian di mana, autokorelasi pada data dapat menyebabkan penaksiran menjadi tidak efisien karena mempunyai varians yang tidak minimum, uji-t dan uji F tidak dapat digunakan, karena akan memberikan kesimpulan yang salah, serta penaksiran akan memberikan gambaran yang menyimpang dari kondisi populasi yang sebenarnya.

Autokorelasi dapat dideteksi atau diketahui dengan menggunakan metode Lagrange Multiplier (LM Test). LM test dapat digunakan untuk menguji adanya masalah autokorelasi tidak hanya

4

R.Gunawan Sudarmanto, Statistik Terapan Berbasis Komputer Dengan Program IBM SPSS Statistics 19, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2013), h. 263.


(67)

53

pada derajat pertama (first order) tetapi juga pada berbagai tingkat derajat autokorelasi. Suatu model regresi dikatakan tidak mengalami autokorelasi apabila X2 hitung ≤ X2 tabel dan sebaliknya. Nilai X2 hitung adalah (n-1)* R2 dan X2 tabel adalah X2 tabel = df=(α, n-1).

2. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda bertujuan untuk melihat pengaruh atau hubungan dari beberapa variabel bebas terhadap suatu variabel terikat. Model persamaan analisis regresi berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + ε Keterangan :

Y = Non Performing Financing (NPF) pada BPRS a = konstanta

b1 = Koefisien FDR X1 = Finance to Deposite Ratio (FDR) b2 = Koefisien KAP X2 = Kualitas Aktiva Produktif (KAP) b3 = Koefisien Inflasi X3 = Inflasi

b4 = Koefisien BI Rate X4 = BI Rate


(68)

3. Uji Signifikansi a. Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat secara simultan atau secara keseluruhan. Jika variabel bebas memiliki pengaruh yang simultan terhadap variabel terikat, maka model persamaan regresi masuk kedalam kriteria cocok atau fit.

Untuk menguji ketepatan model (goodness of fit), digunakan nilai F hitung. Dan untuk menyimpulkan apakah model masuk dalam kategori cocok (fit) atau tidak, dilakukan pembandingan antara nilai F hitung dengan F tabel, dengan derajat bebas : df : α, (k-1), (n-k). Di mana jika nilai Fhitung > Ftabel maka dapat dikatakan bahwa model persamaan regresi yang terbentuk masuk kriteria fit (cocok). Adapun untuk

menghitung besarnya nilai Fhitung digunakan formula sebaga berikut :

F = R2 / (k-1) 1-R2/ (n-k)

Keterangan : F = Nilai F Hitung

R2 = Koefisien Determinasi k =Jumlah Variabel n = Jumlah Pengamatan


(69)

55

b. Uji Parsial (Uji T)

Uji parsial atau uji t bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap suatu variabel terikat secara parsial (per variabel). Serta untuk megetahui apakah variabel-variabel bebas tersebut memiliki pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap variabel terikatnya.

Suatu variabel bebas dianggap memiliki pengaruh yang berarti apabila dengan menggunakan tingkat signifikasi sebesar 5% nilai dari t

hitung > t tabel, dan sebaliknya jika dengan menggunakan tingkat

signifikasi sebesar 5% nilai t hitung < t tabel maka variabel bebas dianggap tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap variabel terikatnya. Dan jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel terikat, sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari 0.05 maka variabel bebas secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Dalam model regresi linear koefisien determinasi diartikan sebagai seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel variabel terikatnya (seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat). Salah satu kelemahan dari nilai R2 adalah memiliki nilai yang bias terhadap


(70)

jumlah variabel. Di mana ketika terjadi penambahan jumlah variabel maka nilai R2 juga akan ikut meningkat.Oleh karena itu, untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan atau Adjusted R Square (R2adj).


(71)

57

G. Kerangka Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Non Performing Financing Pada BPRS di Indonesia Periode Tahun 2010-2015

Uji Asumsi Klasik Regresi Linear Berganda

1. Normalitas 2. Multikolinearitas 3. Heterokedasitas 4. autokorelasi

Uji Statistik Regresi Berganda

Uji Signifikasi Model

Uji F Uji T Uji Adjust R2

Analisis

Kesimpulan Variabel Independen(X)

1. FDR 2. KAP 3. INFLASI 4. BI Rate

Variabel Dependen (Y) Non Performing Financing (NPF)


(72)

58 BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA

A. Analisis Statistik Deskriptif

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif BPRS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

NPF 72 .062 .104 .07655 .010287

FDR 72 1.195 1.400 1.28389 .049467

KAP 72 .017 .024 .02010 .001778

INFLASI 72 .034 .088 .05758 .015179

BI RATE 72 .058 .078 .06733 .007088

Valid N (listwise) 72

Berdasarkan tabel 4.1 diatas tingkat NPF terendah yang didapat oleh BPRS adalah 0.062 atau 6.2%, dan NPF tertinggi adalah 0.104 atau 10.4%, dengan rata-rata NPF 0.77 atau 7.7%. Sementara tingkat FDR terendah adalah sebesar 1.195 atau 119.5% dan FDR tertinggi adalah 1.400 atau 140%. Adapun tingkat KAP tertinggi adalah 0.024% atau 2.4% dan tingkat KAP terendah adalah 0.017 atau 1.7% . Tingkat Inflasi tertinggi adalah 0.088 atau 8.8% dan inflasi terendah adalah sebesar 0.034% atau 3.4%. Dan tingkat tertinggi dari BI Rate adalah sebesar 7.8% dan tingkat terendahnya adalah 0.058 atau 5.8%.


(73)

59

B. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

1) Histogram

Gambar 4.1

Uji Normalitas Histogram BPRS

Berdasarkan tampilan histogram terlihat bahwa kurva dependen dan regression standardized residual membentuk gambar seperti loceng. Oleh karena itu berdasarkan uji normalitas, diketahui bahwa data terdistribusi secara normal sehingga analisis regresi layak digunakan.


(74)

2) Normal P-P Plot Regression Standardized

Gambar 4.2

UjiNormalitas P-Plot BPRS

Berdasarkan tampilan grafik P-Plot trlihat bahwa titik menyebar disekitar garis diagonal. Maka, dapat disimpulkan bahwa model yang dignakan dalam analisis ini telah memenuhi asumsi normalitas data.


(75)

61

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Suatu model regresi dikatakan mengalami gejala multikolinearitas jika nilai VIF > 10, dan sebaliknya.

Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1(Constant)

FDR .921 1.085

KAP .500 2.000

INFLASI .672 1.487

BI RATE .398 2.511

a. Dependen Variabel: NPF

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai VIF FDR adalah sebesar 1.085, VIF KAP sebesar 2.000, VIF Inflasi sebesar 1.487, dan VIF BI Rate sebesar 2.511. Dari keempat variabel bebas diatas, semuanya memiliki nilai VIF < 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gejala multikolinearitas.


(76)

3. Uji Autokorelasi

Untuk mengetahui apakah suatu model regresi mengalami gejala autokorelasi atau tidak dapat dilakukan melalui uji Lagrange Multiplier (LM test). Suatu model regresi dikatakan tidak mengalami autokorelasi apabila X2 hitung ≤ X2 tabel. Adapun untuk mencari nilai X2 hitung yaitu X2 hitung = (n-1)* R2 dan untuk mecari X2 tabel yaitu X2 tabel = df=(α, n-1). Adapun hasil uji autokorelasi data penelitian, adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.485 maka perhitungan X2 hitung dan X2 tabel adalah :

X2 hitung = (n-1)* R2

= (72-1)*0.485 = 34.435 X2 tabel = df = (α, n-1)

df = (0.05, 71) = 91.670 Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1

.697a .485 .446 .00384711

a. Predictors: (Constant), Ut_1, BI RATE, FDR, INFLASI, KAP b. Dependen Variabel: Unstandardized Residual


(77)

63

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa nilai X2 hitung < X2 tabel yakni 34.435 < 91.670, dengan demikian dapat disimpulkan model regresi tidak mengalami gejala autokorelasi.

4. Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan tampilan pada scatterplot terlihat bahwa plot menyebar secara acak baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Regression Studentized Residual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengalami gejala heteroskedastisitas.


(78)

C. Uji Signifikansi 1. Uji F

Uji F dilakukan untuk melihat bagaimana variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara bersamaan atau secara simultan. Uji F dilakukan dengan membandingkan antara Fhitung dengan Ftabel. Variabel-variabel bebas dikatakan berpengaruh secara simultan apabila Fhitung > Ftabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05.

Tabel 4.4

Uji F Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil bahwa nilai Fhitung 49.456 dengan tingkat signifikansi 0.000. karena Fhitung > Ftabel 49.456 > 2.508 dan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulakan bahwa variabel bebas secara simultan berpengaruh terhadap variabel terikat dan dapat digunakan untuk memprediksi variabel terikatnya.

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .006 4 .001 49.456 .000a

Residual .002 67 .000

Total .008 71

a. Predictors: (Constant), BI RATE, FDR, INFLASI, KAP b. Dependen Variabel: NPF


(79)

65

2. Uji t

Uji t digunakan untuk melihat apakah masing-masing dari variabel bebas memiliki pengaruh secara individu terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan membandingkan antara nilai t hitung dengan t tabel dan melihat probabilitas yaitu 0.05. Jika nilai t hitung > t tabel dan nilai probabilitas signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka dapat dikatakan variabel-variabel bebas berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan menggunakan uji satu sisi (one tiled test), dengan α = 5% maka diperoleh t tabel 1.996 .

Tabel 4.5

Uji t Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.040 .019 -2.130 .037

FDR .010 .013 .048 .753 .454

KAP 3.383 .503 .585 6.729 .000

INFLASI -.109 .051 -.162 -2.155 .035

BI RATE .623 .141 .429 4.409 .000


(1)

Maret 7.74 123.1 1.97 7.32 7.5

April 8 126.58 2.00 7.25 7.5

Mei 8.23 130.09 2.07 7.32 7.5

Juni 8.18 134.64 2.00 6.7 7.5

Juli 8.62 135.04 2.02 4.53 7.5

Agustus 8.83 129.96 2.12 3.99 7.5

September 8.68 131.7 2.15 4.53 7.5

Oktober 8.94 130.14 2.12 4.83 7.5

November 8.81 129.27 2.19 6.23 7.75

Desember 7.89 124.24 2.05 8.36 7.75

2015 Januari 8.97 123.5 2.11 6.96 7.75

Februari 9.11 124.75 2.12 6.29 7.5

Maret 10.36 125.6 2.22 6.38 7.5

April 9.33 126.67 2.22 6.79 7.5

Mei 9.38 129.63 2.22 7.15 7.5

Juni 9.25 135.68 2.19 7.26 7.5

Juli 9.8 132.47 2.22 7.26 7.5

Agustus 9.74 130.28 2.26 7.18 7.5

September 9.87 129.01 2.41 6.83 7.5

Oktober 10.01 127.21 2.42 6.25 7.5

November 9.69 125.64 2.43 4.89 7.5


(2)

Lampiran 2 : Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

NPF 72 .062 .104 .07655 .010287

FDR 72 1.195 1.400 1.28389 .049467

KAP 72 .017 .024 .02010 .001778

INFLASI 72 .034 .088 .05758 .015179

BI RATE 72 .058 .078 .06733 .007088

Valid N (listwise) 72

Lampiran 3 : Uji Normalitas


(3)

2. Normal P-P Plot Regression Standardized

Lampiran 4 : Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1(Constant)

FDR .921 1.085

KAP .500 2.000

INFLASI .672 1.487

BI RATE .398 2.511

a. Dependen Variabel: NPF


(4)

Lampiran 5 : Uji Autokorelasi

Lampiran 6 : Uji Heteroskedastisitas Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .697a .485 .446 .00384711

a. Predictors: (Constant), Ut_1, BI RATE, FDR, INFLASI, KAP b. Dependen Variabel: Unstandardized Residual


(5)

Lampiran 7 : Uji F

Lampiran 8 : Uji t ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .006 4 .001 49.456 .000a

Residual .002 67 .000

Total .008 71

a. Predictors: (Constant), BI RATE, FDR, INFLASI, KAP

b. Dependen Variabel: NPF

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.040 .019 -2.130 .037

FDR .010 .013 .048 .753 .454

KAP 3.383 .503 .585 6.729 .000

INFLASI -.109 .051 -.162 -2.155 .035

BI RATE .623 .141 .429 4.409 .000


(6)

Lampiran 9 : Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .864a .747 .732 .005326

a. Predictors: (Constant), BI RATE, FDR, INFLASI, KAP b. Dependen Variabel: NPF

Lampiran 10 : Jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Bulan

Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Januari 140 151 155 158 163 164

Februari 142 151 155 158 163 162

Maret 143 152 155 159 163 162

April 144 153 155 159 163 162

Mei 144 153 156 159 163 162

Juni 145 154 156 159 163 161

Juli 146 153 156 160 163 161

Agustus 146 154 156 160 163 162

September 146 154 156 160 163 162

Oktober 148 154 156 160 163 163

November 149 154 156 160 163 163