Perilaku Menyimpang Tokoh Utama Dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara NG : Tinjauan Psikosastra

PERILAKU MENYIMPANG TOKOH UTAMA DALAM
NOVEL GERHANA KEMBAR KARYA CLARA NG:
TINJAUAN PSIKOSASTRA
SKRIPSI

OLEH:
Ratu Verawaty

NIM 040701024

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Universitas Sumatera Utara

PERILAKU MENYIMPANG TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
GERHANA KEMBAR KARYA CLARA NG : TINJAUAN PSIKOSASTRA


Ratu Verawaty
Fakultas Sastra USU

Abstrak

Skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memaparkan perilaku
menyimpang tokoh utama dan untuk menguraikan aspek-aspek kejiwaan tokoh utama
dalam novel Gerhana Kembar. Data dikumpulkan dari novel Gerhana Kembar dengan
menggunakan metode membaca heuristik dan hermeneutik. Dari analisis data
disimpulkan hal-hal berikut ini:
1. Perilaku menyimpang yang dilakukan tokoh utama dalam novel Gerhana
Kembar adalah perilaku seks menyimpang yaitu lesbian.
2. Faktor penyebab dua tokoh utama dalam novel Gerhana Kembar menjadi
lesbian karena faktor psikologi dan faktor lingkungan.
3. Pengorbanan seorang lesbian kepada keluarganya lebih utama daripada
kebahagiaan yang akan diperoleh dengan pasangan lesbiannya.
Novel Gerhana Kembar karya Clara Ng diciptakan atas dasar pengamatannya dan
dorongan moralnya kepada kaum lesbian di Indonesia

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Menyimpang
Tokoh Utama dalam Novel Gerhana Kembar Karya Clara Ng : Tinjauan Psikosastra”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sastra, di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil pengumpulan data dari Perpustakaan Umum
Universitas Sumatera Utara dan dari berbagai situs internet.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Drs. Syaifuddin, M.A.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas
Sumatera Utara, serta Pembantu Dekan I, II, dan III.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. dan Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum. selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Sastra Indonesia.
3. Bapak Prof. H. Ahmad Samin Siregar, S.S dan Ibu Dra. Nurhayati Harahap,
M.Hum selaku dosen pembimbung I dan II yang telah sabar dalam membimbing

dan banyak membantu penulis.
4. Bapak Drs. Isma Tantawi, M.A. dan Bapak Drs. Pertampilan S. Brahmana, M.Si
yang telah meluangkan waktunya untuk membaca dan memberi kritik dan saran
pada saat ujian seminar proposal.
5. Seluruh dosen di lingkungan Departemen Sastra Indonesia dan Kak Fitri yang
telah banyak membantu urusan administrasi.
6. Ontu-Umi yang telah menjadi separuh nafasku. Skripsi ini salah satu
persembahan dari Uweng atas cinta dan doa yang tak pernah pudar.
7. Abizul, Buk Imah, Puput, D’Imot, Uti; Abukur, Kak Tini, Vita, Nandra, D’Al;
Abali, Kak Iros, Pai, Kiki, Dinda; Kak Budi, Bang Im, Tia, Rian, Ica ‘ndut’; dan
Abendi, Kak Srik, Shella, Nazwa yang memberi perhatian dan motivasinya agar
penulis cepat wisuda. Luph u all so much.

Universitas Sumatera Utara

8. Tajel, Mbak Ti ‘ndut’, Jupe, Dwi ‘mas hantu’, Nyun-nyun karena kalian hidupku
berwarna dan VJ, Prinse’, Tarboy, Wanto, Ori, Isam yang selalu berbagi
informasi, saling membantu, dan berjuang untuk sebuah gelar serta Thicka ’05
untuk kelantamannya ya Dek!
9. Abang, sekelumit cintamu membentukku menjadi pribadi yang lebih dewasa, dan

Mamak-Papahnya yang kuanggap orang tua ke-2. Terima kasih atas sambutan
hangat dan doanya ya Buk!
Skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan,

2009

Ratu Verawaty

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang dan Masalah
1. 1. 1 Latar Belakang

1. 1. 2 Masalah
1. 2 Batasan Masalah
1. 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Penelitian
1. 3. 2 Manfaat Penelitian
1. 4 Metode Penelitian
1. 4. 1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1. 4. 2 Teknik dan Metode Pengkajian Data
1. 4. 3 Sumber Data
1. 5 Landasan Teori

Universitas Sumatera Utara

BAB

II

:

PERILAKU


MENYIMPANG

TOKOH

UTAMA

DALAM

NOVEL GERHANA KEMBAR
2. 1 Seputar Lesbian
2. 2 Sifat Dua Tokoh Utama
2. 3 Faktor Penyebab Dua Tokoh Utama Menjadi Lesbian
2.3. 1 Faktor Psikologi
2. 3. 2 Faktor Lingkungan
2. 4 Jenis Lesbian
2. 5 Perilaku Seks Menyimpang Dua Tokoh Utama
BAB III : ASPEK-ASPEK KEJIWAAN DUA TOKOH UTAMA YANG
MELAKUKAN


PERILAKU

MENYIMPANG

DALAM

NOVEL

GERHANA KEMBAR DITINJAU DARI PSIKOSASTRA
3. 1 Kejiwaan Tokoh Dilihat dari Faktor Sadar, Prakesadaran, dan Ketidaksadaran
3. 2 Kejiwaan Tokoh Dilihat dari sistem Id, Ego, dan Superego
3. 2. 1 Id, Ego, dan Superego Pada Tokoh Fola
3. 2. 2 Id, Ego, dan Superego Pada Tokoh Henrietta
3. 3 Beberapa Konsep Perasaan dalam Teori Psikoanalisa
3. 3. 1 Kecemasan
3. 3. 2 Rasa Salah
3. 3. 3 Harapan

Universitas Sumatera Utara


BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
4. 1 Simpulan
4. 2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: TENTANG CLARA NG

Universitas Sumatera Utara

PERILAKU MENYIMPANG TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
GERHANA KEMBAR KARYA CLARA NG : TINJAUAN PSIKOSASTRA

Ratu Verawaty
Fakultas Sastra USU

Abstrak

Skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan dan memaparkan perilaku
menyimpang tokoh utama dan untuk menguraikan aspek-aspek kejiwaan tokoh utama
dalam novel Gerhana Kembar. Data dikumpulkan dari novel Gerhana Kembar dengan
menggunakan metode membaca heuristik dan hermeneutik. Dari analisis data

disimpulkan hal-hal berikut ini:
1. Perilaku menyimpang yang dilakukan tokoh utama dalam novel Gerhana
Kembar adalah perilaku seks menyimpang yaitu lesbian.
2. Faktor penyebab dua tokoh utama dalam novel Gerhana Kembar menjadi
lesbian karena faktor psikologi dan faktor lingkungan.
3. Pengorbanan seorang lesbian kepada keluarganya lebih utama daripada
kebahagiaan yang akan diperoleh dengan pasangan lesbiannya.
Novel Gerhana Kembar karya Clara Ng diciptakan atas dasar pengamatannya dan
dorongan moralnya kepada kaum lesbian di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang dan Masalah
1. 1. 1 Latar Belakang
Karya sastra merupakan wujud dari sebuah proses gejolak dan perasaan seorang
pengarang terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran pribadinya. Dengan
kedalaman imajinasi, visi, asumsi, dan kadar intelektualitas yang dimiliki seorang

pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam karya ciptanya.
Suatu kenyataan bahwa seorang pengarang itu senantiasa terlibat dengan berbagai
permasalahan. Jabrohim (2003 : 157) mengatakan, “Dalam bentuk yang paling nyata,
ruang dan waktu tersebut adalah masyarakat atau kondisi sosial, tempat berbagai pranata
nilai di dalamnya berinteraksi.” Oleh karena itu, sebuah karya sastra bukanlah sebuah
karya yang bersifat otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan
situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu diciptakan.
Seorang pengarang menciptakan karya sastra yang dibuat secara selektif, menarik,
dan dibentuk sesuai dengan tujuan sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan
terhadap pengalaman hidup manusia. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat.
Dia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan
bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra
menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan
sosial. Damono (2002 : 1) menyatakan bahwa karya sastra diciptakan sastrawan untuk

Universitas Sumatera Utara

dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan masyarakat. Berdasarkan hal inilah sebuah karya
sastra, dalam hal ini novel, perlu dianalisis agar dapat diambil manfaatnya. Untuk itu,
novel Gerhana Kembar karya Clara Ng penulis kaji berdasarkan teori psikosastra. Novel

Gerhana Kembar setebal 358 halaman yang diterbitkan oleh Gramedia adalah kisah
perjalanan hati. Novel ini merupakan kisah tentang keluarga, kisah tentang keberanian,
kekuatan, dan ketabahan, serta kisah cinta yang tidak pernah kehilangan makna walau
diberikan di antara dua perempuan.
Gerhana Kembar menjadi novel yang sangat penting dalam catatan sejarah sastra
Indonesia. Hal itu karena Gerhana Kembar pernah dimuat sebagai cerita bersambung di
harian Kompas sepanjang Oktober 2007 hingga Januari 2008, yang mengikuti jejak novel
fenomenal karya legenda sastra Indonesia, Marga T. dengan Karmila pada tahun 1973.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Gerhana Kembar adalah novel bertema lesbian
yang dibaca oleh puluhan ribu pembaca koran setiap harinya.
Novel ini dibuat dengan kisah paralel antara tahun 1960-an dan masa sekarang.
Novel ini mengisahkan tiga generasi nenek-ibu-cucu bernama Diana-Eliza-Lendy yang
terangkai melalui sebuah naskah tua. Lendy yang berprofesi sebagai editor menemukan
naskah yang diyakini sebagai naskah yang dibuat neneknya. Semakin lama membaca
naskah itu, Lendy yakin naskah berjudul Gerhana Kembar tersebut merupakan kisah
nyata.
Naskah Gerhana Kembar menceritakan tentang hubungan Fola dan Henrietta yang
terjadi sekitar tahun 1960-an. Dua perempuan yang saling mencintai, tetapi permainan
takdir membuat mereka tidak bisa bersama. Latar belakang 1960-an mengingatkan kita
bahwa lesbianisme bukanlah produk dari kebudayaan modern. Hal ini membuka mata

Universitas Sumatera Utara

kita bahwa sesungguhnya lesbianisme sudah ada sejak zaman dahulu. Novel ini tidak
hanya bercerita tentang lesbian, tetapi juga bercerita tentang menjadi perempuan, istri,
ibu, anak, dan cucu, serta cinta dan kebahagiaan.
Selain itu, novel yang bertema lesbian belum banyak dikaji di Fakultas Sastra USU.
Di

Indonesia,

lesbian

merupakan

perilaku

menyimpang.

Masyarakat

masih

menganggapnya tabu karena berseberangan dengan norma-norma agama. Para lesbian
dianggap sebagai makhluk kotor dan hina sehingga kehadiran mereka belum dapat
diterima oleh masyarakat Indonesia yang menjunjung adat ketimuran. Oleh karena
penolakan itu, mereka belum berani secara terang-terangan memublikasikan bahwa
mereka adalah lesbian.
Masalah lesbian dalam novel Gerhana Kembar ini sangat menarik untuk dikaji
karena karya sastra merupakan cerminan hidup masyarakat. Jadi, secara otomatis novel
Gerhana Kembar karya Clara Ng ini merupakan gambaran hidup sekelumit perempuan
Indonesia yang mengalami masalah tentang kehidupan seksnya yang menyimpang yaitu
lesbian.
1. 1. 2 Masalah
Pengkajian novel Gerhana Kembar karya Clara Ng ini dilakukan dengan
pendekatan psikosastra. Adapun masalah yang akan dikaji adalah:
1) Perilaku menyimpang dua tokoh utama dalam novel Gerhana Kembar.
2) Aspek-aspek kejiwaan yang dialami oleh dua tokoh utama yang melakukan
perilaku menyimpang dalam novel Gerhana Kembar ditinjau dari psikosastra.

Universitas Sumatera Utara

1. 2 Batasan Masalah
Karya sastra merupakan cerminan hidup masyarakat yang mengandung berbagai
persoalan hidup dan kehidupan manusia yang kompleks. Untuk membahas segala
permasalahan dalam kehidupan manusia yang kompleks, sebuah karya sastra perlu diberi
batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai.
Berdasarkan judul penelitian ini, masalah dibatasi dengan hanya menggambarkan
bentuk perilaku menyimpang dua tokoh utama dan aspek-aspek kejiwaan yang dialami
dua tokoh utama dalam novel Gerhana Kembar. Hal itu karena dalam novel Gerhana
Kembar, bentuk perilaku menyimpang dan aspek-aspek kejiwaan dua tokoh utama yang
paling menonjol dan erat kaitannya dengan tema lesbian. Pada akhirnya, semua ruang
lingkup pembahasan ini merupakan sebuah deskripsi yang disertai analisis untuk
memberikan pemahaman kepada pembaca tentang novel Gerhana Kembar.

1. 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mendeskripsikan dan menganalisis perilaku menyimpang dua tokoh utama dalam
novel Gerhana Kembar.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis tinjauan psikosastra terhadap aspek-aspek
kejiwaan tokoh yang melakukan perilaku menyimpang dalam novel Gerhana
Kembar.

Universitas Sumatera Utara

1. 3. 2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Menambah wawasan mahasiswa Sastra Indonesia khususnya dan masyarakat
umumnya dalam pengkajian dan pengapresiasian karya sastra Indonesia.
b. Menambah bidang analisis sastra melalui tinjauan psikosastra untuk penelitian lebih
lanjut.

1. 4 Metode Penelitian
1. 4. 1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun objek penelitian ini adalah novel Gerhana Kembar karya Clara Ng.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode membaca heuristik
(membaca dari awal sampai akhir) dan hermeneutik (membaca berulang). Novel dibaca
sebanyak tiga kali dan mencatat hal-hal yang menyangkut bahan analisis seperti bentuk
perilaku menyimpang dan aspek kejiwaan tokoh dalam novel.
Pradopo (2003 : 80) menjelaskan,
Metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan metode
pembacaan berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan novel dari
awal sampai dengan akhir secara berurutan, cerita yang memiliki alur sorot
balik dapat dibaca secara alur lurus. Hal ini dipermudah dengan dibuatnya
sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut. Pembacaan heuristik adalah
penerangan kepada bagian cerita secara berurutan.
Menurut Nasution (2003 : 312),
Hermeneutik adalah metode yang lebih menekankan keterlibatan seorang
penafsir terhadap objek yang diteliti dan lebih dipentingkan daripada
mengambil jarak dari objeknya. Penghayatan, pemahaman, dan penafsiran
terhadap objek merupakan ciri khas metode ini. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan objektivitas yang sebaik-baiknya.

Universitas Sumatera Utara

Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik catat pada kartu data. Penelitian ini
adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan di
perpustakaan. Dari

penelitian ini diperoleh data dan informasi melalui buku-buku

tentang objek penelitian. (Semi, 1993 : 8).
1. 4. 2 Metode dan Teknik Pengkajian Data
Semua data dalam penelitian ini akan diuraikan dengan metode deskriptif yaitu
menguraikan hasil penelitian secara sistematis. Data dianalisis dengan mendeskripsikan
data yang sudah dicatat pada kartu data sesuai dengan masalah yang ditawarkan.
Pendeskripsian dimulai dengan menjelaskan perilaku menyimpang dua tokoh utama dan
gambaran aspek-aspek kejiwaan tokoh dalam novel Gerhana Kembar.
Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif yaitu penelitian yang sangat erat
kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual (Moleong dalam Jabrohim 2003: 23). Jadi,
penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka atau penjumlahan. Data-data yang
telah diperoleh akan dibaca dan diseleksi untuk mencari hubungan dan keterkaitannya
dengan penelitian
1. 4. 3 Sumber Data
Adapun sumber data yang akan dianalisis adalah:
Judul

: Gerhana Kembar

Pengarang

: Clara Ng

Penerbit

: Gramedia Pustaka Utama

Tebal Buku

: 358 halaman

Ukuran

: 13,5 cm x 20 cm

Cetakan

: Kesatu

Universitas Sumatera Utara

Tahun

: 2008

Warna Sampul

: Warna hitam, abu-abu dan putih.

Gambar Sampul

: Siluet gambar perempuan.

Desain Sampul

: Condē Nast Archive

Sinopsis Novel Gerhana Kembar
Cerita berawal saat Diana sedang terbaring lemah di rumah sakit karena menderita
kanker. Dalam ketidakberdayaan di usia tua, Diana masih menyimpan cinta masa lalunya.
Di sisi lain, Lendy, cucu Diana, seorang editor berpengalaman yang bekerja di
salah satu penerbit ternama ibukota sedang mencari identitas sang nenek. Semula
identitas itu hanya untuk kepentingan rumah sakit, tetapi bukan hanya identitas yang
didapat bahkan sebuah naskah tua yang membawanya ke rahasia masa lalu keluarganya.
Dikisahkan, Lendy sedang membongkar lemari pakaian Diana dan ia menemukan
naskah berjudul Gerhana Kembar yang ditulis oleh seseorang berinisial FDS. Sebagai
editor, Lendy yakin bahwa naskah yang ditemukannya adalah kisah nyata. Namun, bukan
hal mudah untuk membuktikan semua itu. Ditambah lagi kondisi yang terjadi, Diana sakit
keras sedangkan Lendy hanya memiliki ibu. Pikiran Lendy terpecah, antara neneknya dan
pekerjaan, yang menuntut tanggung jawab serta rencana pernikahannya dengan Phillip.
Rasa penasaran menghantui Lendy. Naskah itu ditulis terpisah berdasarkan tahun
terjadi peristiwa. Naskah tersebut mengisahkan tentang percintaan dua wanita yang
begitu dalam sampai tidak lekang dimakan zaman.

Universitas Sumatera Utara

Kisah cinta antara Fola dan Henrietta bermula dari pertemuan di sebuah sekolah.
Fola, sang guru, sedang mengawasi murid-muridnya yang pulang sekolah. Ia harus
memastikan mereka dijeput satu per satu. Kemudian ada seorang wanita asing yang
akhirnya diketahui bernama Henrietta mengaku sebagai tante dari salah satu murid Fola.
Henrietta ingin menjeput anak tersebut, tetapi sayangnya Kristina sudah pulang lebih
dahulu.
Seperti kata pepatah, mata adalah jendela hati. Dari sorot mata kedua insan
tersebut, akhirnya Henrietta dan Fola berkenalan. Tanpa disadari pertemuan itu
membawa mereka ke pertemuan-pertemuan lain dan hubungan lain yang kelak tumbuh di
antara mereka.
Hubungan Henrietta dan Fola semakin akrab. Henrietta, perempuan modis, yang
selalu memuji Fola dan bersikap romantis telah mencuri hati gadis itu. Pernah suatu hari,
Henrietta mengajak Fola untuk mengecat ruang kelas tempat Fola mengajar. Mereka
sangat menikmati suasana itu dan tiba-tiba Henrietta mencium bibir Fola untuk pertama
kalinya karena ia mencintai Fola. Akan tetapi, Fola sadar bahwa perasaan yang sama ia
rasakan kepada Henrietta itu salah. Di lain pihak, Henrietta diterima sebagai pramugari di
GIA. Hal itulah yang membuat mereka harus berpisah selama kurang lebih dua tahun.
Selanjutnya, mereka bertemu secara tidak sengaja setelah Fola menikah dengan
Erwin. Pernikahan yang sebenarnya tidak diinginkannya. Hanya karena rasa bakti kepada
orang tua, akhirnya Fola lamran Erwin, tetapi perasaan cintanya pada Henrietta masih
sangat dalam. Padahal saat itu, Fola sedang mengandung Eliza. Fola tidak bahagia
dengan pernikahannya. Ia ingin lepas, tetapi tidak bisa.

Universitas Sumatera Utara

Eliza lahir. Keberadaan Eliza mengurungkan niat Fola untuk hidup bersama
dengan Henrietta. Apalagi saat Eliza berusia enam tahun, Fola harus mengorbankan
kebahagiaannya

dengan

Henrietta.

Eliza

kecil

memohon

ibunya

agar

tidak

meninggalkannya. Henrietta harus menelan kekecewaan akibat cintanya. Cinta mereka
kembali dipermainkan waktu.
Setelah berpisah hampir sepuluh tahun, Henrietta dan Fola bertemu kembali. Usia
Fola dan Henrietta tidak muda lagi, tetapi cinta tetap bersemi di antara keduanya. Fola
memutuskan untuk hidup bersama Henrietta. Mereka sepakat untuk membakar jembatan
penghambat kebahagiaan mereka, tetapi sekali lagi takdir berkata lain. Fola tidak jadi
pergi ke Paris, tempat Henrietta tinggal. Ia lebih mengutamakan kebahagiaan orang lain
daripada kebahagiaannya sendiri dan rasa cinta yang begitu mendalam kepada putri
semata wayangnya, Eliza. Nalurinya sebagai seorang istri dan ibu membuat Fola
mengesampingkan cintanya. Karena pada saat itu Fola sedang menghadapi suaminya
yang sekarat akibat kanker walaupun akhirnya Erwin hanya bertahan selama sepuluh
bulan. Ditambah lagi Eliza, anaknya yang telah berusia tujuh belas tahun, harus hamil di
luar nikah. Semua perasaan bercampur aduk dalam hatinya, tetapi ia tetap berjuang untuk
kemajuan anak dan calon cucunya. Sementara itu, Henrietta hanya bisa pasrah dengan
keputusan Fola. Hatinya juga sakit.
Setelah Lendy membaca habis naskah tersebut, ia mengetahui bahwa tokoh Fola
dalam naskah tersebut adalah Diana, neneknya yang sedang sakit, dan Henrietta adalah
Selina, pasangan lesbian neneknya yang tinggal di Paris. Lendy terkejut mengetahui
neneknya ternyata seorang lesbian. Selama ini yang Lendy tahu neneknya adalah seorang
perempuan kuat, lemah lembut, dan penyayang. Neneknya yang membesarkan ibunya,

Universitas Sumatera Utara

Eliza, seorang diri setelah kematian kakeknya. Neneknya juga yang membesarkan dirinya
karena Eliza sibuk bekerja. Diana bagi Lendy adalah orang yang memberikan banyak
cinta dan mengajarkan bagaimana memberikan cinta itu kepada orang lain meskipun
Lendy tidak pernah merasakan cinta dari seorang ayah. Oleh karena itu, Lendy merasa
lebih dekat dengan neneknya daripada ibunya. Namun, ia juga bangga mempunyai nenek
seperi Diana karena rela mengorbankan cinta demi kebahagiaan orang lain. Salah satunya
adalah kebahagiaan ibunya, Eliza. Akibat masalah ini, hubungan ibu-anak, Eliza-Lendy
yang semula tidak harmonis menjadi semakin akrab. Eliza sadar, ia salah satu penghalang
kebahagiaan ibunya. Oleh karena itu, ia menebus kesalahannya melalui Lendy.
Diketahui bahwa Eliza yang sengaja meletakkan naskah tua itu di lemari Diana
dengan maksud agar ditemukan

Lendy sehingga Lendy mengetahui rahasia

keberadaannya yang tidak diinginkan Martin, ayahnya yang tidak bertanggung jawab.
Kemudian atas persetujuan Eliza, akhirnya Lendy pergi ke Paris untuk menjemput Selina.
Mereka ingin dua dewi bulan itu bahagia walaupun hanya sebentar. Mereka ingin Diana
pergi dengan damai dan dengan cinta yang tidak lemah walaupun raganya telah lemah. Di
lain pihak, Lendy merasa harus menyelesaikan masalah neneknya terlebih dahulu. Oleh
karena itu, ia memutuskan untuk menunda pernikahannya dengan Phillip.
Selama tiga hari di Paris, Lendy berusaha keras mencari keberadaan Selina. Ia
berhasil membawa pulang Selina menemui Diana. Akhirnya, impian Diana untuk hidup
tua bersama Selina terkabul. Betapa bahagia keduanya dan Diana meninggal dalam cinta
Selina yang tidak lekang oleh zaman.
Semua bahagia. Selina berjanji kepada Diana akan menjadi pengganti posisi
nenek dan ibu bagi Eliza dan Lendy serta selalu mendampingi mereka. Begitu juga

Universitas Sumatera Utara

dengan Phillip, akhirnya bisa menikahi gadis pujaannya. Mereka semua dapat menerima
kisah cinta yang tidak sempurna tersebut dalam keluarganya.

1. 5 Landasan Teori
Sebuah penelitian memerlukan adanya landasan teori yang mendasarinya. Landasan
teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan
diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan.
Sastra sebagai “gejala kejiwaaan” mengandung fenomena-fenomena kejiwaan yang
terlihat lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra (teks sastra) dapat
didekati dengan menggunakan pendekatan psikologi. Hal ini dapat diterima karena sastra
dan psikologi memiliki hubungan yang bersifat tidak langsung dan fungsional (Jatman,
1985 : 165; Roekhan, 1987 : 144).
Hubungan tidak langsung artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun
psikologi kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama yakni jiwa manusia.
Pengarang dan psikolog sama-sama manusia biasa. Mereka mampu menangkap masalah
jiwa manusia secara mendalam. Hasil penangkapan itu, setelah mengalami proses
pengolahan, diungkapkan dalam bentuk sebuah karya. Perbedaannya hanya sang
pengarang mengemukakannya dalam bentuk karya sastra sedangkan psikolog sesuai
dengan keahliannya mengemukakannya dalam bentuk formulasi teori-teori psikologi.
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional yakni sama-sama
berguna untuk sarana mempelajari jiwa manusia. Perbedaannya hanyalah

gejala

kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala kejiwaan manusia yang imajiner
sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia riil.

Universitas Sumatera Utara

Secara definitif, tujuan psikosastra adalah aspek kejiwaan yang terkandung dalam
suatu karya sastra. Meskipun demikian, bukan berarti analisis psikosastra sama sekali
terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra
memberikan pemahaman kepada masyarakat secara tidak langsung. Melalui pemahaman
terhadap

tokoh-tokohnya.

Misalnya,

masyarakat

dapat

memahami

perubahan,

kontradiksi, dan penyimpangan lainnya yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam
kaitannya dengan kejiwaan (psycho).
Psikosastra sebagai sebuah disiplin terdiri atas beberapa pendekatan studi yaitu
(1) pendekatan ekspresif yang mengkaji aspek psikologis penulis dalam proses kreatif
yang terproyeksi lewat karya ciptanya, (2) pendekatan tekstual yang mengkaji aspek
psikologis sang tokoh dalam karya sastra, dan (3) pendekatan reseptif pragmatis yang
mengkaji aspek psikologis pembaca yang terbentuk setelah melakukan dialog dengan
karya sastra yang dinikmatinya serta proses rekreatif yang ditempuh dalam menghayati
teks sastra. Pada dasarnya psikosastra memberikan perhatian pada pembicaraan dalam
kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh fiksional yang terkandung dalam karya
sastra. Karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya
manusia. Pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama
psikosastra sebab dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh, aspek kejiwaan
dicangkokkan dan diinvestasikan.
Dari penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual yaitu
pendekatan terhadap tokoh dalam karya sastra. Kemudian telah dikatakan bahwa kajian
tekstual berusaha mengkaji aspek-aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra maka
karya sastra yang dijadikan sasaran kajian di sini adalah karya-karya sastra yang

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan kejiwaan tokoh-tokohnya yakni karya-karya prosa dan drama
(Roekhan, 1987: 150).
Untuk menganalisis kejiwaan tokoh digunakan psikologi analisis yang diterapkan
pada tokoh yang mengalami masalah kejiwaan yaitu perilaku menyimpang yang
dilakukan dua tokoh utama. Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya
sastra adalah teori Sigmund Freud (1856-1939).
Freud (dalam Mahayana : 333) mengatakan,
Seniman itu sesungguhnya orang yang lari dari kenyataan; ia tidak dapat
memuaskan kebutuhan instingnya. Ia lari ke alam fantasi, mencoba
memuaskan harapan-harapan, kemudian kembali menghadapi kenyataan.
Karya sastra merupakan refleksi hidupnya. Dengan itu, seniman akan
merasa dirinya menjadi pahlawan, raja, pencipta dari apa yang diinginkan
tanpa perlu mengubah alam sekitarnya.
Dalam psikologi, psikoanalisa dipergunakan untuk terapi abnormal personality
yaitu penderita neurosis atau orang-orang yang punya kelainan jiwa. Penderita neurosis
mungkin mengetahui bahwa ia menderita kelainan jiwa, tetapi mungkin juga tidak.
Andaikata penderita neurosis mengetahui bahwa ia menderita kelainan jiwa dan tidak
sadar apa sebab dia menderita kelainan jiwa itu maka penderita neurosis tidak sadar akan
perilaku dan motivasinya sendiri. Penderita neurosis tidak mampu mengontrol
perilakunya dan juga tidak sadar motivasi apa yang mendorong dia berperilaku demikian.
Dia adalah “korban” ketidaksadarannya sendiri.
Perilaku cara makan, berhadapan dengan orang-orang yang baru dikenal, dan
mengemudikan mobil, tampak dengan mata telanjang. Sebaliknya, motivasi tidak
tampak. Sementara itu, perilaku wujud karena motivasi. Karena tidak sadar akan perilaku
dan

motivasinya

sendiri,

dunia

penderita

neurosis

adalah

ketidaksadaran

Universitas Sumatera Utara

(unconsciousness). Motivasi yang berada di dunia tidak sadar penderita neurosis berasal
dari trauma yaitu pengalaman masa lampau yang buruk.
Menurut psikoanalisa sebagai sebuah theory of the human mind, titik berat
kelainan jiwa terletak pada masalah libido yaitu masalah yang berhubungan dengan seks.
Pengalaman masa lalu yang buruk pada umumnya berasal dari masalah libido pula,
khususnya pada waktu seseorang masih anak-anak.
Dalam psikologi, psikoanalisa dipergunakan untuk terapi penderita penyakit jiwa.
Sementara itu dalam sastra, psikoanalisa dipergunakan untuk menganalisis tokoh,
pengarang, dan pembaca yang mengalami gangguan jiwa. Dengan demikian, psikoanalisa
dalam psikologi dan dalam sastra dipergunakan untuk menghadapi orang-orang yang
jiwanya tidak sehat. Psikoanalisa dalam sastra digunakan untuk menganalisis karya
sastra, sastrawan, dan pembaca tanpa mengandung unsur pengobatan secara langsung.
(Jatman : 139-152).
Sigmund Freud membagi kepribadian manusia menjadi tiga komponen utama
(dikenal sebagai model tripartit) yaitu:
a. id yaitu dorongan alamiah jiwa manusia untuk berpikir dan bertindak apa pun
sesuai dengan kehendaknya sendiri, tanpa kendali, dan tanpa keinginan untuk
membatasi diri. Sumber utama id terletak pada pikiran kanak-kanak (the infantile
mind). Oleh karena itu, interpretasi terhadap id dapat dikembalikan ke masa
kanak-kanak tokoh dalam karya sastra.
b. ego yaitu penyeimbang antara tuntutan pengendalian diri dan pembatasan diri
milik superego dan dorongan tanpa kendali dan tanpa batas milik id. Dalam
kedudukannya sebagai penyeimbang, ego adalah kepanjangan kesadaran pikiran

Universitas Sumatera Utara

(the conscious thinking mind). Kesadaran inilah yang mengendalikan kata-kata,
tindakan, dan pikiran-pikiran seseorang dalam menghadapi masyarakat sebagai
dunia di luar dunia dirinya sendiri.
c. superego yaitu perwujudan wewenang orang tua dan masyarakat yaitu wewenang
untuk mengendalikan dan membatasi dengan keras keinginan-keinginan tanpa
kendali dan tanpa pembatasan diri id.
Dalam usahanya untuk menjelaskan struktur kejiwaan manusia, Freud
mengumpamakan jiwa manusia itu dengan sebuah gunung es di tengah laut yang terlihat
dari permukaan laut hanyalah bagian yang sangat kecil saja dari gunung es tersebut yaitu
bagian puncaknya. Dalam hal jiwa seseorang yang kelihatan dari luar hanya sebagian
kecil saja yaitu alam kesadaran (consciousness). Bagian yang terbesar dari jiwa seseorang
tidak dapat dilihat dari luar dan ini merupakan alam ketidaksadaran (unconsciousness).
Antara kesadaran dan ketidaksadaran terdapat suatu perbatasan yang disebut
prakesadaran (preconsciousness). Dorongan-dorongan yang terdapat dalam alam
prakesadaran ini sewaktu-waktu dapat muncul ke dalam kesadaran. Di dalam
ketidaksadaran tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar, dan instink. Alam
prakesadaran berperan sebagai jembatan antara kesadaran dan ketidaksadaran dan berisi
ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Alam kesadaran hanyalah bagian kecil
kejiwaan, tetapi satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan kenyataan.
Adapun objek penelitian adalah novel Gerhana Kembar karya Clara Ng. Novel
ini mengisahkan percintaan dua tokoh utama yang menyimpang dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

James W. Van Der Zanden mengatakan,
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai
suatu yang tercela dan di luar batas toleransi. (Blog Setetes Ilmu di Samudra
Pengetahuan, 1 Januari 2009)
Salah satu jenis perilaku menyimpang adalah penyimpangan individual yaitu
suatu perilaku pada seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu norma pada
kebudayaan yang telah mapan akibat sikap perilaku yang jahat atau terjadinya gangguan
jiwa pada seseorang. Adapun salah satu bentuk penyimpangan individual adalah
penyimpangan seksual yaitu lesbian. Kata lesbian berasal dari lesbos, sebuah pulau
Yunani yang terletak di sebalah timur Aegean Sea. Lesbos adalah tempat tinggal penyair
Yunani Kuno, Sappho, dan tempatnya mendirikan sekolah khusus perempuan pada abad
ke-6 SM. Puisinya banyak menggambarkan gairah terhadap murid-muridnya yang dalam
istilah lama disebut gynerasty (hubungan sejenis antara perempuan dewasa dengan
perempuan muda yang belum dewasa), yang berpadanan dengan pederasty (hubungan
sejenis antara laki-laki dewasa dengan lelaki muda yang belum dewasa). Menurut
Sappho, kecantikan wanita tidak mungkin dipisahkan dari aspek seksualnya. Oleh karena
itu, kepuasan seksual mungkin juga diperoleh dari sesama wanita. Kisah cinta sejenis
antara perempuan dalam karya Sappho mempunyai andil pada istilah lesbian dalam
pengertian modern. Demikian juga dengan persamaan katanya yang agak jarang
terdengar, Sapphism. Kata-kata lain yang digunakan untuk menggambarkan lesbianisme
dari 2000 tahun terakhir ini antara lain tribadism, amor lesbiscus, dan urnigtum.
Tidak semua kaum lesbian berpenampilan tomboi atau bergaya laki-laki. Banyak
juga dijumpai lesbian yang bergaya layaknya perempuan normal yakni feminin. Dari soal
karakter sikap dan perilaku, seorang lesbian merasa dirinya laki-laki, tetapi terjebak

Universitas Sumatera Utara

dalam tubuh perempuan. Mereka disebut dengan istilah “priawan”. Ini tentu kebalikan
dari waria. Tipe tersebut akan cenderung mencari perempuan heteroseksual sebagai
pasangan hidupnya. Maksudnya, orientasi seksualnya dominan lai-laki. Namun, berbeda
halnya dengan lesbian murni. Ada anggapan bahwa lesbian sebagai another sex akan
menjadikan mereka selalu mencari pasangan perempuan yang lesbian juga. Lesbian
seperti itu akan tampak sangat feminin. Seperti layaknya perempuan dalam tubuh
perempuan. Bahkan, tingkah lakunya mungkin bisa saja lebih halus dari perempuan pada
umumnya.
Pada umumnya, kaum homoseksual mempunyai sex role yang cenderung
berubah-ubah. Oleh karena itu, tampak pada lesbian sifat gaya kelaki-lakiannya.
Walupun disembunyikan, namun akan tetap tampak karakter laki-lakinya. Itu hanya
disebabkan lesbian cenderung lebih tertutup karena adanya tuntutan budaya yang
mengarahkan pada tataran hidup normatif.
Tentu saja hal ini bisa dikatakan suatu kelainan. Dalam hubungan seks dengan
perempuan lain pun, mereka tetap bisa orgasme. Biasanya, mereka menggunakan alat
bantu seksual. Menurut penelitian, ada juga kemungkinan para lesbian ini awalnya hanya
ingin merasakan nikmatnya berhubungan seksual. Namun, mereka takut mengalami
kehamilan. Sebab itulah, mereka akhirnya jatuh ke dalamnya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan mereka jatuh ke masalah ini. Umumnya,
faktor yang mempengaruhi perempuan menjadi lesbian bisa disebabkan oleh pengalaman
hidup. Mulai dari pola asuh orang tua, survive hidup, gaya hidup, sampai adanya unsur
balas dendam. Misalnya, peran ayah dalam rumah tangga yang kerap menyakiti ibunya.
Atau, dirinya sendiri mungkin pernah disakiti oleh kalangan laki-laki. Itu dapat

Universitas Sumatera Utara

membangkitkan jiwa lesbianisme. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh faktor hormonal.
Hormon laki-lakinya lebih kuat daripada hormon perempuan. Meski begitu, lesbian bisa
saja disembuhkan. Asalkan, ada kemauan dan tekad yang kuat. Masa remaja adalah masa
yang sangat rawan dan menjadi titik rentan munculnya lesbianisme. Apabila itu terjadi,
harus segera berkonsultasi dengan psikolog.
Akan

menjadi

kesalahan

yang

amat

fatal

jika

seorang

perempuan

mengaktualisasikan dirinya pada komunitas lesbian. Apabila seorang lesbian ingin
sembuh, terlebih dahulu seharusnya ia keluar dari komunitas lesbian. Dia tidak akan bisa
sembuh, tetapi malah akan lebih jauh terjerumus ke dalamnya kalau tidak keluar dari
komunitas lesbian itu. Umumnya, komunitas lesbian ini hanya menjadi wadah rasa dan
jiwa senasib sepenanggungan. Sebelum adanya gejala adiksi (ketergantungan) itu
muncul, jika bergabung dengan komunitasnya, seorang lesbian justru semakin jauh
terjerumus di dalamnya.

Universitas Sumatera Utara

BAB II
PERILAKU MENYIMPANG DUA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
GERHANA KEMBAR

Perilaku menyimpang terbentuk dari dua kata, perilaku dan menyimpang. Dalam
KBBI, perilaku artinya tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan, sedangkan menyimpang artinya menyalahi (kebiasaan, menyeleweng (dari
hukum, kebenaran, dan agama). Menurut James W. Van den Zanden (dalam Blog Setetes
Ilmu di Samudera Pengetahuan), perilaku menyimpang adalah suatu bentuk perilaku
yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas
toleransi yang umumnya dilakukan terus-menerus.
Seorang psikolog, Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, dalam bukunya berjudul
Psikologi Remaja, hal. 197, menyebutkan bahwa perilaku menyimpang adalah semua
tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam masyarakat (norma,
agama, peraturan sekolah, dan keluraga). Dari beberapa defenisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa perilaku menyimpang bertentangan dengan masyarakat.
Salah satu bentuk perilaku menyimpang adalah penyimpangan individual.
Penyimpangan ini dilakukan seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu
norma yang berlaku dalam masyarakat. Bentuk penyimpangan individual yang
berhubungan dengan masalah seks adalah lesbian. Masyarakat Indonesia masih
menganggap hubungan heteroseksual (hubungan

jenis kelamin berbeda) sebagai

hubungan sosial yang sah menurut norma adat dan agama, sedangkan hubungan

Universitas Sumatera Utara

homoseksual (hubungan jenis kelamin yang sama) pada pria disebut gay dan pada wanita
disebut lesbian adalah hubungan sosial yang tercela dan melanggar aturan sehingga
homoseksual belum dapat diterima dalam masyarakat Indonesia.
Psikosastra sebagai salah satu disiplin ilmu yang mengkaji tentang aspek kejiwaan
tokoh dalam sebuah karya sastra dapat dikaitkan dengan perilaku menyimpang tersebut.
Tokoh-tokoh dalam karya sastra, manusia yang diinvestasikan dan dicangkokkan
pengarang ke dalamnya, sama halnya dengan manusia riil. Mereka tidak hanya dapat
melakukan perbuatan baik, tetapi juga dapat melakukan perbuatan yang melanggar
norma. Tugas psikosastra adalah menganalisis kejiwaan tokoh-tokoh tersebut, mengapa
dapat melakukan perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang yang terdapat dalam novel Gerhana Kembar karya Clara
Ng adalah penyimpangan seksual berbentuk lesbian yang dilakukan dua tokoh utama,
Fola dan Henrietta. Kedua tokoh utama dalam novel tersebut diceritakan menjalani
sebuah hubungan seksual sesama perempuan yang mengatasnamakan cinta, seperti dalam
kutipan berikut ini.
“…mencintaimu. Ingin sekali Fola dapat mengatakan kata itu kepada Henrietta.
Tapi bukankah kata itu terlalu awal untuk diucapkan? Bibirnya kering dan
lidahnya sulit digerakkan.” (GK : 72)
Untuk memahami bentuk perilaku menyimpang dua tokoh utama dalam novel
Gerhana Kembar akan diuraikan dalam beberapa subbab, seperti:

2. 1 Seputar Lesbian
Lesbian berasal dari kata lesbos, sebuah pulau Yunani yang terletak di sebelah
Aegean Sea. Lesbos adalah tempat tinggal penyair Yunani kuno, Sappho, dan tempatnya

Universitas Sumatera Utara

mendirikan sekolah khusus perempuan pada abad ke-6 SM. Lesbian adalah perilaku
seksual antara sesama perempuan.
Banyak yang mengatakan, cinta lesbian sangat mendalam dan lebih hebat dari
percintaan pasangan normal. Dalam permainan sanggama pun, mereka lebih hebat-ganas
dibanding pasangan gay, homoseksual pada laki-laki. Hal ini dikarenakan elemen erotik
dan nafsu yang bergelora pada lesbian itu lebih intens. Lesbian muncul dapat disebabkan
beberapa hal, antara lain: wanita yang bersangkutan terlalu mudah jenuh dalam hubungan
sanggama dengan suami atau laki-laki serta ia tidak pernah merasakan orgasme. Faktor
traumatis berkaitan dengan pengalaman mendapat perlakuan kejam dari laki-laki atau
suaminya. Trauma tersebut berubah menjadi sikap benci terhadap semua laki-laki.
Cara-cara mereka melakukan hubungan seks hampir mirip dengan kaum gay.
Mereka dapat saling bertukar peran, ada yang berperan sebagai maskulin yang aktif dan
sadistis atau juga berperan sebagai pasif-feminin. Biasanya mereka menggunakan alat
bantu seksual. Dalam bersosialisasi kaum lesbian agak berbeda dengan kaum gay,
mereka cenderung lebih tertutup. Hal itu karena adanya tuntutan budaya yang
mengarahkan pada tataran hidup normatif.
Di Indonesia pernah dikejutkan oleh pengakuan seorang gay karena masyarakat
tidak mengira ada gay berperan sebagai pendidik. Ia adalah Dede Oetomo, Doktor
Linguistik, staf pengajar di Universitas Airlangga dan sekaligus sebagai Ketua Kelompok
Kerja Lesbian dan Gay Nusantara. Namun, hal mengejutkan itu hanya sebentar merebak,
masyarakat seolah akhirnya dapat menerima keberadaan gay. (Sa’abah, 2001 : 129-131)

Universitas Sumatera Utara

2. 2 Sifat Dua Tokoh Utama
Sifat berarti ciri khas yang ada pada sesuatu (untuk membedakan dengan yang
lain) atau dasar watak (dibawa sejak lahir); tabiat. Sebuah novel harus memiliki unsur
penokohan. Artinya, setiap tokoh pasti memiliki sifat atau ciri tersendiri. Begitu pula
dengan novel Gerhana Kembar, yang bertema lesbian, ada dua tokoh utama yang bersifat
bertentangan padahal keduanya adalah wanita.
Novel ini bercerita tentang Lendy yang sedang mencari identitas neneknya.
Namun, ketika belum mendapatkan yang dicarinya, Lendy menemukan identitas
sebenarnya berupa naskah tua yang membawanya ke cerita masa lalu sang nenek. Naskah
tersebut mengisahkan tentang Fola dan Henrietta, sepasang lesbian yang menjadi tokoh
utama. Dua plot utama yang ada pada novel yaitu pada tahun 1960-an dan pada tahun
2008 mengisyaratkan bahwa kisah lesbian ini tidak berlangsung dalam waktu yang
singkat, tetapi selama 48 tahun. Cerita diawali dengan pertemuan Fola dan Henrietta.
Pada bab berikutnya, baru diketahui bahwa Fola dan Henrietta adalah tokoh fiktif sebuah
naskah berjudul “Gerhana Kembar” yang sedang dibaca Lendy pada tahun 2008. Sedikit
demi sedikit, terkuak bahwa naskah “Gerhana Kembar” ditulis oleh Diana, nenek Lendy
yang sedang sekarat dan cerita itu berdasarkan pengalaman Diana dengan Selina,
pasangan lesbiannya ketika muda. Jadi, Fola adalah Diana dan Henrietta adalah Selina.
Tokoh yang bernama Henrietta adalah orang yang bertindak lebih dulu untuk
melakukan

perilaku seksual dengan mencium pasangan lesbiannya, Fola. Hal itu

digambarkan seperti kutipan berikut ini.
“Lalu, tiba-tiba, Henrietta mengulurkan tangannya ke depan, melingkarkan
tangannya tepat pada bahu Fola, memeluknya erat, dan mencium rambut Fola
tepat di ubun-ubun. Ini lebih berupa gerakan spontan daripada ciuman lembut
penuh kasih sayang. Fola menggeliat keras berusaha menjauh, tapi Henrietta tidak

Universitas Sumatera Utara

ingin berhenti. Malah bibir Henrietta terus bertubi-tubi menjelajahi telinga, tulang
pipi, dan akhirnya menjadi sangat dekat dengan sudut bibir Fola. Ketika Fola
nyaris berteriak untuk mengakhiri serbuan ini, gerakan Henrietta melambat.
Dengan lembut Henrietta mengusapkan bibirnya pada ujung bibir Fola,
menciumnya dengan ringan dan santai. Setelah itu dia melepaskan Fola dan
membiarkan Fola berputar untuk mundur tiga langkah untuk menjauhi dirinya.”
(GK : 70)
Dari gambaran di atas, Henrietta tampak bertindak agresif. Hal ini menyiratkan
bahwa sifat pria ada dalam dirinya. Stereotip jenis kelamin yang lazim pada pria bersifat
agresif, mandiri,

lebih dominan, aktif, percaya diri, senang bertualang, dan kurang

tertarik memperhatikan penampilan diri. Semua sifat tersebut ada dalam perilaku
Henrietta sehingga dapat disebut sebagai butch yaitu lesbian maskulin yang bertindak
layaknya seorang pria. Hal tersebut juga tergambar dalam kutipan berikut ini.
“…, Henrietta tersenyum lebar. Wajahnya wajah yang mudah tersenyum. Profil
mukanya polos tanpa polesan riasan sama sekali.” (GK : 18)
Pada umumnya seorang wanita suka mempercantik diri, tetapi tidak untuk
Henrietta. Wajahnya tanpa polesan. Artinya, dia tidak suka berdandan. Rayuan Henrietta
hampir sama seperti seorang pria merayu wanita yaitu dengan banyak memuji dan
menggoda pasangannya seperti yang tergambar pada kutipan berikut ini.
“Semanis dirimu.”
Fola tersipu. “Kau hanya menggodaku.”
Henrietta tersenyum, mengulurkan tangan, dan menepuk punggung tangan Fola.
“Menggoda?” katanya. “Tadi itu kejujuran.” (GK : 59)
Potongan rambut pendek umumnya pada pria, tetapi tidak untuk penampilan fisik
Henrietta yang suka memotong pendek rambutnya. Hal tersebut digambarkan seperti
kutipan berikut ini.
“Rambutnya tetap seperti dulu, hitam dan pendek.” (GK : 114)
Sangat jarang perempuan berani memotong rambutnya sependek Henrietta.

Universitas Sumatera Utara

Henrietta jelas-jelas manis, atau cantik, atau tampan….
Henrietta cantik dalam bentuk yang berbeda. Eksotis. Unik. (GK : 175)
Sifat Henrietta yang suka pergi ke tempat-tempat yang jauh seperti sifat pria
umumya. Karena kesukaanya itu pula Henrietta bekerja sebagai pramugari, seperti
kutipan berikut ini.
“Aku selalu ingin terbang, Fola. Terbang menjadi cita-citaku sejak kecil.”
(GK : 115)
Tidak heran Garuda Indonesian Airways memilih Henrietta sebagai pramugari.
(GK : 175)
Dari beberapa gambaran tesebut, dapat disimpulkan bahwa Henrietta memenuhi
hampir semua kriteria pria. Sedangkan Fola menjadi lesbian feminin, disebut femme,
karena sifatnya yang lemah lembut, peka terhadap perasaan, rapi, mengungkapkan
perasaan dengan lembut, dan mudah menangis. Penampilan fisik Fola seperti dalam
kutipan berikut ini.
Rambutnya yang hitam kini panjang terurai sampai ke bahu. Setiap pagi, Fola
mengikatnya kencang-kencang ke belakang, membentuk kepang dua. Jepit rambut
menahan rambutnya di sisi kanan dan kiri supaya tidak berjatuhan. Dia tidak
mempunyai poni. Wajahnya agak sedikit bundar, sehingga akan tampak aneh
apabila dahinya dipenuhi rambut.
Tubuh Fola ditutupi blus sederhana berwarna putih dan rok sebetis berwarna
merah. Dia mengenakan sepatu pantofel hitam dengan hak rendah, sepatu
kesukaannya. Fola perempuan manis yang selalu tampak anggun dengan pakaian
yang dikenakannya. (GK : 13)
Dari kutipan yang tergambar di atas dapat dibayangkan bahwa Fola adalah gadis
yang suka berdandan walaupun sederhana dan kerapiannya tergambar dari caranya
mengenakan pakaian. Saat Fola masih gadis, usianya sekitar 21 tahun, pekerjaannya
sebagai guru TK menuntut Fola untuk bersikap sabar menghadapi anak-anak kecil. Hal
tersebut tergambar seperti kutipan berikut ini.
Bocah-bocah kecil itu berdiri dan seketika kelas pun pecah menjadi sangat
berisik. Kotak-kotak roti dikeluarkan. Fola berjalan di antara mereka. Sesekali

Universitas Sumatera Utara

dia berhenti, berjongkok, dan membantu jari-jari mungil itu menggenggam roti isi
mentega dan gula pasir atau selai kacang agar isinya tidak berhamburan keluar.
Wajah Fola tak lepas dari senyum. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya dengan
lucu kepada beberapa muridnya. (GK : 11)
Untuk mengungkapkan perasaan yang sedih, Fola mudah menangis. Hal tersebut
tergambar seperti dalam kutipan berikut ini.
Henrietta merenggangkan pelukan dan mencium mata Fola. Dia membelai pipi
perempuan itu, menghapus air mata yang meleleh turun.
“Lihat, perempuan hamil memang selalu tampak berbinar-binar. Bahkan dalam
keadaaan menangis.” (GK : 128-129)
Sebagai gadis, Fola juga memiliki sifat pemalu dan pasif. Saat melakukan
hubungan badan dengan Henrietta, Fola lebih banyak bertindak sebagai obyek yang
dicintai dan menerima perlakuan Henrietta dengan pasrah. Hal itu dapat dilihat dari
kutipan berikut ini.
Wajah Fola memerah, malu-malu. Dia pasrah. Lagi pula, Henrietta sudah melihat
sebagian dadanya ketika dia menyusui Eliza tadi. Tidak ada bedanya dilihat
sekarang maupun tadi. Henrietta membuka kancing blus Fola satu per satu.
Gerakannya sangat lamban dan lembut, seakan-akan apa yang dilakukannya
adalah kegiatan terpenting di dunia. (GK : 184)

2. 3 Faktor Penyebab Dua Tokoh Utama Menjadi Lesbian
Pada kenyataannya kemunculan seseorang menjadi homoseksual bukan
kehendaknya sendiri. Menurut Kartini Kartono (dalam Sa’abah, 131), perkembangan
kemunculan lesbianisme dimulai ketika anak menginjak masa remaja. Pada masa ini,
sikap biseksualitas (mencintai kawan putri juga mencintai kawan pria) mereka dapat
berkembang ke arah abnormal karena faktor luar maupun dalam diri mereka yang
akhirnya menggiring mereka menjadi lesbian. Dalam novel Gerhana Kembar terdapat
dua faktor yang menyebabkan dua tokoh utama menjadi lesbian.

Universitas Sumatera Utara

2. 3. 1 Faktor Psikologi
Salah satu kelompok dari wanita lesbian adalah mereka yang tidak memiliki
tanda-tanda kelainan fisik yang terlalu mencolok. Jadi, mereka memiliki konstitusi
jasmaniah sempurna wanita. Adapun tanda-tanda itu diakibatkan oleh faktor-faktor
psikogin. Masa pubertas merupakan faktor terpenting bagi pemastian seksualitas wanita
yaitu gadis puber ini akan menjadi wanita dewasa yang homoseksual atau akan menjadi
heteroseksual. Hal tersebut terjadi karena objek seksual itu tidak selalu berwujud seorang
pria saja, akan tetapi bisa juga berwujud seorang wanita. Misalnya saja, bentuk kecintaan
anak gadis yang ditujukan pada seorang teman wanita. Dalam periode biseksual, periode
mencintai seorang kawan pria dan sekaligus mencintai seorang kawan putri pada usia
puber, sering terdapat tendens kelaki-lakian pada diri anak gadis yang diperkuat oleh
faktor-faktor psikis seperti identifikasi yang terlalu ketat terhadap ayah.
Faktor psikologi inilah yang menyebabkan Henrietta menjadi seorang lesbian
yang bertindak sebagai butch yaitu lesbian maskulin. Pada masa puber, seorang anak
berusia sekitar 10-12 tahun, Henrietta sering melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan
pria seperti mengecat rumah bersama ayahnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut
ini.
“Aku hanya bercanda. Dulu waktu berusia sebelas atau dua belas tahun, aku
sering membantu Ayah mengecat rumah.” (GK : 67)
Dari kata sering membantu Ayah tersebut dapat disimpulkan bahwa Henrietta
dididik dengan kebiasaan melakukan pekerjaan anak laki-laki. Artinya, hubungan
Henrietta dengan ayahnya terjalin dekat. Kemungkinan besar dari kedekatan hubungan
seorang putri dengan ayahnya menyebabkan anak suka meniru perilaku dan sifat ayah.
Padahal pada usia tersebut, seharusnya ia dibiasakan untuk membantu ibu memasak,

Universitas Sumatera Utara

bermain boneka, atau permainan lain yang berhubungan dengan permainan anak
perempuan. Hal ini yang mengidentifikasi perilaku Henrietta terhadap ayahnya sehingga
perkembangan kejiwaan Henrietta menjadi cenderung bersifat laki-laki yang berusaha
selalu bersikap melindungi wanita lain.
2. 3. 2 Faktor Lingkungan
Pada masa adolesensi, masa seorang anak menginjak remaja, terjadi proses
kematangan yang berlangsung secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari
perkembangan anak. Pada periode tersebut anak gadis banyak melakukan instropeksi dan
mencari-cari sesuatu dalam dirinya. Akhirnya, ia menemukan akunya dalam artian
menemukan harmoni baru antara sikap dalam diri sendiri dengan sikap ke luar pada dunia
obyektif. Menurut banyak ahli, batas waktu adolesensi itu adalah 17-21 tahun. (Kartini,
1992)
Seorang anak m