Menemukan Masalah Penelitian Kelas

peniliti yang menguasi konstruk teoritik akan menghasilkan temuan yang lebih rendah dibanding mereka yang terlibat secara langsung. Beberapa faktor yang ditengarai berkontribusi atas itu adalah pengalaman, pendidikan, serta kepekaan atas persoalan yang terjadi dalam konteks yang sedang dihadapi. Persoalan tentang nilai dan norma secara langsung akan terkait dengan desain penelitian yang akan digunakan peneliti. Harus disadari oleh peneliti bahwa dalam beberapa desain penelitian ada yang mempersyaratkan objek kajiannya dalam jangkau observasi observable. Jika desain ini diterapkan dalam penelitian kelas, maka tampaknya akan sangat sulit bagi peneliti untuk melakukan penelitian secara mendalam. Untuk itu tampaknya yang mudah adalah dengan menggunakan kajian metodologi yang bukan hanya mengobservasi fenomena nyata saja, tetapi apa di balik fenomena itu beyond the phenomenon. Meski demikian, jika diasumsikan bahwa seluruh atribut nilai, dan norma merupakan atribut psikologis, dan pelbagai atribut psikologis tersebut memiliki peluang direfleksikan tidak hanya dari satu sumber saja, maka kesulitan ini akan terhindarkan. Artinya, untuk desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian kelas tidak hanya monometodologi saja, tetapi juga memiliki variasi.

6. Menemukan Masalah Penelitian Kelas

Acuan umum dalam penelitian standar tentang masalah penelitian adalah jika ditengarai adanya kesenjangan atas satu situasi yang terjadi, seberapa besar kesenjangan itu terjadi, apa penyebab dan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi kesenjangan tersebut, lantas apa tawaran yang ingin diajukan penelitian tersebut untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi. Jika merunut pada sejarah awal penelitian kelas dilaksanakan, tampak ada satu hal yang berbeda dengan apa yang dikonsepkan dengan penelitian standar. Pada dekade tahun 1967 - 1972, di Inggris Lawrence Stenhouse --pada tahun 1975 mengenalkan istilah the teacher as researcher-- memimpin sebuah proyek yang disebut Schools Councils Humanities Curricullum Poject HCP, proyek ini menekankan pentingnya kurikulum eksperimental dan merekonseptulisasikan kurikulum perkembangan sebagai penelitian kurikulum. Tahun 1972-1975, John Elliot dan Clem Adelman memimpin proyek yang diberi nama Ford Teaching Project. Desain proyek ini adalah melibatkan guru-guru sekolah dasar dan sekolah lanjutan, mereka diminta untuk membuat hipotesis tentang pembelajarannya. Hasil dari aktivitas tersebut dipakai secara bersama untuk meninggikan proses pembelajaran. Pada masa ini mulai dikenal istilah penelitian kelas, guru peneliti dan penelitian oleh guru. Mengacu pada tujuan penelitian kelas serta paparan sejarah singkatnya, serta mengacu pada kelas sebagai situs penelitian, maka penelitian kelas setidaknya menyangkut komponen guru, siswa, mata pelajaran dan interaksi antara mereka dalam kelas. Sudah barang tentu akan ditemukan ribuan variabel yang menyertai ketiga komponen tersebut, yang masing-masing saling berinteraksi dan mempengaruhi dalam jaringan kerangka pikir yang berbeda. Untuk itu, memilah tema yang sesuai dan layak diangkat sebagai tema penelitian kelas memang bukan persoalan yang mudah. Meski demikian ada persoalan yang tampaknya sepele sederhana namun memiliki kontribusi besar bagi tujuan penelitian kelas. Beberapa tema berikut ini dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk melaksanakan penelitian kelas: One.Strategi dan gaya mengajar guru. Jika dilakukan model klasifikasi gaya mengajar, mungkin akan ditemukan beberapa gaya mengajar. Sebut saja gaya mengjar formal-informal, konvensional-modern, student-teacher centre, dan banyak lagi pengklasifikasian tersebut tergantung dari teori apa yang digunakan sebagai dasar pijaknya. Pollard dengan pendekatan ethonografisnya menyimpulkan bahwa pada kelas formal terjadi perbedaan sosial antar siswa, sedangkan pada kelas informal tidak terjadi. Sementara Neville Bennet melakukan komparasi dan menemukan bahwa kelas dengan guru formal memiliki tingkat keberhasilan pencapaian prestasi siswa yang lebih baik dibanding dengan kelas dengan guru informal. Jika Pollard menggunakan desain kualitatif, tampaknya Bennet menggunakan desain kuantitatif. Untuk situasi di Indonesia, sisi budaya, adat ataupun kebiasan hidup akan sangat memperkaya kajian tentang ini, sehingga dari tema ini saja dapat banyak digali tema-tema menarik untuk penelitian kelas. Two.Aktivitas siswa di kelas, baik terkait dengan tugas yang diterimanya ataupun saat proses pembelajaran berlangsung. Kajian tentang tema ini dapat diperluas dari sisi psikologi, sosial, keagamaan ataupun tentang prestasi siswa itu sendiri. Jika dikaitkan dengan guru, reaksi yang ditunjukkan siswa saat guru mengajar, saat guru menanyakan satu pertanyaan, saat temannya bertanya, saat guru menjelaskan satu materi, respon yang diberikan mereka tatkala menjawab pertanyaan, dan sekian persoalan lain yang mungkin seperti diungkap di atas sepele tapi memiliki kontribusi besar bagi pengembangan proses pembelajaran. Three.Aktivitas dari guru itu sendiri, harapan yang diinginkannya dalam proses pembelajaran, penggunaan metode, reaksi saat siswa bertanya, merespon dengan jawaban, mimik muka facial, bahasa isyarat yang digunakan untuk memuji ataupun menunjukkan ketidak-senangannya pada siswa, ungkapan-ungkapan yang kerap keluar dari mulutnya, hesitation, motivasi, kegairahan mengajar, dan sebagainya. Four.Pengelolaan kelas yang dilakukan guru dalam kerangka pembelajaran yang didesainnya, pendekatan yang dilakukan guru, tindakan, sikap yang ditunjukkannya dalam situasi tertentu. Five.Tentang penataan kelas, letak benda tertentu, posisi siswa, dll. Six.Pemanfaatan waktu baik oleh siswa ataupun guru. Beberapa tema di atas dapat diperluas dari sisi inter-antar disipliner, karakteristik yang dimiliki individual misal jenis kelamin, tingkat dan pengalaman pendidikan, kondisi keluarga, posisi dalam keluarga, tingkat kesejahteraan yang dimilikinya, hubungan sosial dengan teman, atasan, lokasi geografis, etnis, agama, budaya. Untuk mengindentifikasi pelbagai persoalan yang ingin diteliti dalam penelitian kelas, mungkin sekadar ancer-ancer berikut dapat dijadikan pedoman untuk memulainya: One.amati tentang satu masalah tertentu yang tampaknya merisaukan anda pada akhir- akhir ini ingat semua itu harus dalam konteks proses pembelajaran dan upaya untuk meningkatkan proses tersebut dalam kerangka profesionalisme saudara, masalah itu dapat saja mengacu pada beberapa hal di atas. Misalnya kegairahan belajar siswa untuk menerima materi saudara menurun, dan ini di luar kebiasan mereka; Two.lakukan identifikasi mulai dari diri anda, apakah akhir-akhir ini motivasi anda saat mengajar juga melemah, penampilan, metode yang digunakan, cara anda menyampaikan materi, dan terus anda identifikasi hingga faktor dari diri anda sendiri habis dan semua yang teridentifikasi misalnya tidak bermasalah, maka dilanjutkan pada sisi di luar diri anda. Namun jika ada faktor yang dari diri anda bermasalah, mungkin faktor itu yang menjadi pemicu trigger, jika ya , maka teruslah lacak. Kemudian cobalah kaitkan dengan siswa saudara; Three hingga pada tahapan ini anda sudah berhasil menemukan pemicu persoalan, tinggal dilanjutkan dengan merumuskannya saja. Untuk merumuskan masalah ini tidaklah usah terbebani dengan penelitian-penelitian model standar lainnya, cukup anda mengacu pada kaidah 5 W + 1 H what, why, who, when, where, how; apa, mengapa, siapa, kapan, di mana, bagaimana, maka jadilah rumusan masalah saudara, tidak istimewa namun mungkin memiliki kontribusi yang luar biasa pada peningkatan proses pembelajaran.

7. Desain Penelitian Kelas