Penelitian Standar dan Penelitian Kelas

4. Penelitian Standar dan Penelitian Kelas

Selama ini masih terjadi kerancuan antara makna penelitian kelas dan penelitian standar pada umumnya. Kerancuan makna ini pada akhirnya menjadikan adanya tuntutan yang sama yang terjadi pada penelitian standar terhadap penelitian kelas. Beberapa kerancuan tersebut antara lain a dalam penelitian standar persoalan yang diangkat sebagai tema penelitian biasanya bertolak dari problematika akademik, dan bukan berasal dari temuan empiris di lapangan. Titik tolak awal penelitian standar ini yang kerap juga diterapkan dalam model penelitian kelas yang dilaksanakan, sehingga melahirkan kerangkan pikir psiko-statistik pendekatan Fisher yaitu b adanya kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian kelas; c perumusan hipotesis berdasar pada efektif tidaknya satu perlakuan yang akan diterapkan pada satu kelompok subyek tertentu placebo yang kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan skala penerimaan tertentu; d subyek penelitian harus berpedoman cuplikan acak atas populasi; e dikenal asumsi keseragaman homogenitas sebagai dasar untuk generalisasi hasil temuan. Sebenarnya asumsi ini tidak dibutuhkan dalam penelitian kelas, mengingat karakteristik unik dari penelitian kelas itu sendiri; f berupaya melakukan generalisasi atas temuan penelitian. Menyadari karakteristiknya yang berbeda, maka sudah sewajarnyalah model penelitian kelas tidak disamakan dengan penelitian standar pada umumnya. Seperti diungkap di atas, homogenitas, uji hipotesis, ataupun sampel, rasanya tidak selalu dibutuhkan dalam penelitian kelas. Penelitian kelas tidak mempersyaratkan data harus homogen, karena persoalan yang muncul di kelas pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda, dan individu yang mengalaminya mungkin tidak seluruh populasi kelas, sehingga asumsi sampel juga dapat diabaikan. Meski demikian, sebagai langkah awal konsep-konsep tersebut memang perlu dipahami oleh peneliti kelas. Namun, mereka tidak wajib untuk memaksakan konsep tersebut hadir dalam desain penelitiannya. Artinya, para peneliti itu perlu dibekali pemahaman tentang komponen dan desain penelitian standar pada umumnya, namun untuk penelitian kelas mungkin saja materi-materi itu tidak digunakan secara mutlak. Adanya karakteristik yang berbeda ini menjadikan desain penelitian kelas tidak terbatas hanya pada penelitian kuantitatif saja, namun justru pemahaman makna atas semua fenomena yang terjadi di kelas menjadi hal yang sangat menarik. Pada sisi ini desain kualitatif sangat tepat digunakan dalam model penelitian kelas. Terlebih pada situasi kelas, universalitas hasil temuan bukan hal yang ditekankan. Artinya, penelitian kelas mungkin mengungkap persoalan yang dialami oleh individu-individu yang berlainan, dan masing-masing hasil temuan tersebut bukan temuan yang general yang pada akhirnya tidak mungkin untuk dilakukan generalisasi. Pada sisi ini pendekatan emik khas individual lebih ditekankan dibandingkan dengan pendekatan etik yang berlaku umum. Namun sekali lagi harus diingat bahwa dalam penelitian kelas desain kuantitatif masih tetap dapat digunakan, dan bahkan untuk peneliti awal mungkin hal ini justru yang paling mudah dipakai dibanding dengan model penelitian kualitatif. Untuk model ini penelitian kelas aksi tindakan class action research ataupun penelitian dengan tujuan pengujian hipotesis masih tetap dimungkinkan, senyampang persoalan yang diungkap adalah persoalan yang terjadi dalam skala mikro kelas dan bukan makro pendidikan pada umumnya. Berdasarkan perbedaan di atas, isu penting dalam penelitian kelas bukan perilaku pembelajar yang berkorelasi tinggi dengan hasil belajar, melainkan isu mengenai bagaimana interaksi komponen-komponen PBM berlangsung dan membentuk suatu pola. Mengapa pada situasi tertentu sebagian pembelajar dapat memahami topik tertentu sedangkan pembelajar lainnya tidak? Bagaimana sebenarnya proses mengkonstruksi pengetahuan inti berlangsung dengan senantiasa melihatnya sebagai hubungan ketergantungan antara pengajar, pembelajar, dan materi subyek? Umar, 1999. Selain itu dalam melaksanakan penelitian kelas ada beberapa rambu-rambu yang harus dipahami bagi peneliti kelas, yaitu : One.tugas utama guru di kelas adalah mengajar, dengan begitu apapun metode penelitian yang akan digunakan seharusnya tidak mengacaukan komitmen guru mengajar. Artinya, jika guru hendak melaksanakan satu penelitian kelas, maka pemilihan metode penelitian yang akan digunakannya baik desain kualitatif, ataupun kuantitatif tidak boleh menjadikan guru melalaikan kewajibannya untuk mengajar, atau karena guru memilih metode tertentu --yang belum dikuasainya, dan itu merepotkannya-- pada akhirnya menjadikan konsentrasi guru mengajar berkurang. Two.terkait dengan point a, maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan harus tidak menyita banyak waktu mengajar. Desain yang terbaik adalah guru mampu mengumpulkan data yang dibutuhkan tanpa harus mengurangi jam pelajarannya. Three.metode yang digunakan harus terandalkan, sehingga memungkinkan hasil temuan yang memiliki tingkat validitas baik. Selain itu, dengan metode yang terandalkan akan menjadikan hasil temuan merupakan jawaban atas persoalan yang dikemukakan. Four.masasalah penelitian yang dipilih haruslah masalah yang dikuasai guru secara baik, sehingga memungkinkan untuk dipecahkan dalam kajian penelitian yang dilakukannya. Five.cara kerja penelitian prosedur harus mengikuti prosedur etika penelitian yang berlaku. Six.penelitian harus berorientasi harapan masa depan, yaitu untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran di kelas.

5. Kendala dalam Penelitian Kelas