Alat Bukti Petunjuk dalam Proses Peradilan Pidana

2. Petunjuk sebagaimana diaksud dalam Ayat 1 hanya dapat diperoleh dari; a. Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan degan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Proses peradilan pidana merupakan konstruksi sosial yang menunjukkan proses interaksi manusia di dalamnya ada aparatur hukum, advokat, terdakwa serta masyarakat yang saling berkaitan dalam membangun dunia realitas yang mereka ciptakan. Alat bukti petunjuk dalam proses peradilan pidana juga memiliki peran penting. Ketentuan dalam Pasal 188 Ayat 1 KUHAP memberi definisi petunjk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Berkaitan dengan hal itu, ketentuan Pasal 188 Ayat 3 KUHAP yang mengatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. Berdasarkan hal itu tercermin bahwa pada akhirnya persoalannya diserahkan kepada hakim. Dengan demikian, menjadi sama denga pengamatan hakim sebgai alat bukti. Apa yang disebut pen gamatan oleh hakim eigen warrneming van de rechter harus dilakukan selama sidang, apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau peristiwa itu telah diketahui oleh umum.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya Soerjono Soekanto, 1986: 43. Dalam upaya mendapatkan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini maka dilakukan metode pendekatan, yaitu : 1. Pendekatan Yuridis Normatif Pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri teori-teori, konsep-konsep, serta peraturan-peraturan yang berkenaan dengan masalah analisis terhadap pembuktian yang menggunakan alat bukti petunjuk dalam perkara pidana. 2. Pendekatan Yuridis Empiris Adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah hukum terhadap objek penelitian sebagai pola perilaku yang nyata dalam masyarakat yang ditujukan kepada penerapan hukum yang berkaitan dengan bentuk-bentuk perilaku yang akan dibahas dalam skripsi ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat di lihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka Soerjono Soekanto, 1986: 11. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa penegak hukum dari Kehakiman, dan juga Dosen yang terkait dengan analisis terhadap pembuktian yang menggunakan alat bukti petunjuk dalam perkara pidana. 2. Data Sekunder Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku- buku, dokumen, kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari : 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman.