Induksi Poliploidi Anggrek Bulan (Phalaenopsis Sp) Menggunakan Kolkisin Pada Organ Generatif Dan Protocorm

INDUKSI POLIPLOIDI ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp.)
MENGGUNAKAN KOLKISIN PADA ORGAN GENERATIF
DAN PROTOCORM

TUBAGUS KIKI KAWAKIBI AZMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Poliploidi
Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) menggunakan Kolkisin pada Organ Generatif
dan Protocorm adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Tubagus Kiki Kawakibi Azmi
NIM A253120041

RINGKASAN
TUBAGUS KIKI KAWAKIBI AZMI. Induksi Poliploidi Anggrek Bulan
(Phalaenopsis sp.) menggunakan Kolkisin pada Organ Generatif dan Protocorm.
Dibimbing oleh DEWI SUKMA, SANDRA ARIFIN AZIZ dan MUHAMAD
SYUKUR.
Spesies anggrek bulan (Phalaenopsis sp.) memiliki potensi yang besar
untuk dikembangkan sebagai varietas anggrek bulan komersial, salah satunya
melalui induksi poliploidi. Poliploid telah diketahui memberikan banyak manfaat
dalam perbaikan karakter berbagai tanaman, terutama yang berhubungan dengan
sifat gigantisme. Bunga anggrek bulan merupakan salah satu aspek penting yang
sering menjadi perhatian pemulia dan petani anggrek. Salah satu karakter penting
yang diinginkan dari anggrek bulan adalah ukuran bunga yang besar. Hal itulah
yang melatarbelakangi usaha perbaikan karakter spesies anggrek bulan melalui
induksi poliploidi menggunakan kolkisin.
Perbaikan karakter pada anggrek bulan diprioritaskan pada beberapa

anggrek bulan spesies penting yang sering digunakan sebagai tetua persilangan,
diantaranya adalah Phalaenopsis amabilis dan P. gigantea. Kedua spesies tersebut
dapat ditemukan di Indonesia sehingga sangat potensial untuk dikembangkan.
Umumnya P. amabilis digunakan sebagai tetua persilangan untuk menghasilkan
hibrida dengan bunga besar putih, sedangkan P. gigantea digunakan sebagai tetua
untuk menghasilkan hibrida novelti. Induksi poliploidi pada kedua spesies
tersebut diarahkan untuk menghasilkan spesies dengan karakter bunga unggul
yang dapat digunakan sebagai tetua persilangan ataupun spesies unggul komersial.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari beberapa aspek penting dan
menghasilkan teknik yang efektif dan efisien dalam poliploidisasi anggrek bulan
menggunakan kolkisin. Tiga jenis organ generatif P. amabilis yaitu bunga setelah
penyerbukan, kuncup bunga, dan spike, serta protocorm P. gigantea, digunakan
pada percobaan yang terpisah secara pararel sebagai bahan untuk perlakuan
kolkisin pada berbagai konsentrasi. Kisaran konsentrasi yang digunakan untuk
perlakuan kolkisin pada organ generatif P . amabilis adalah 0-2000 mg L-1,
sedangkan pada protocorm P. gigantea adalah 0-100 mg L-1.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi kolkisin yang tinggi
menghambat pekembangan ketiga jenis organ generatif P. amabilis dalam
menghasilkan buah anggrek sampai pada perkecambahan biji. Regenerasi
protocorm P. gigantea dalam membentuk planlet juga terhambat pada konsentrasi

kolkisin yang lebih tinggi. Dua percobaan yang dilakukan sampai pada tahapan
yang cukup lengkap, yaitu perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan
dan kuncup bunga P. amabilis, menunjukkan potensinya yang besar dalam
menghasilkan planlet poliploid. Hasil skrining secara morfologi terhadap planlet,
baik perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan dan kuncup bunga
menunjukkan bahwa tipe planlet diduga poliploid (DP) berbeda nyata dengan
planlet kontrol diploid berdasarkan uji kontras. Beberapa karakter planlet yang
berbeda secara nyata diantaranya basal organ of the protocorm (BOP), daun, dan
akar, serta perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan, terdapat
perbedaan densitas stomata. Persentase jumlah tipe planlet DP tertinggi, yaitu

sebesar 92.8% dari perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan diperoleh
pada konsentrasi 500 mg L-1, sedangkan dari perlakuan kolkisin pada kuncup
bunga yang diserbuki sendiri, sebanyak 100.0% dari konsentrasi 1000 mg L-1.
Pengujian jumlah kromosom dari ujung akar secara sitologi terhadap tipe planlet
DP dari perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan dengan konsentrasi
500 mg L-1 menunjukkan bahwa keseluruhan dari tipe planlet DP adalah planlet
tetraploid (100.0%).
Diduga terdapat perbedaan mekanisme polipoidisasi dari setiap perlakuan
kolkisin pada organ generatif. Perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan

menghasilkan planlet tetraploid melalui induksi poliploid pada proses
pembentukan zigot ataupun embrio. Perlakuan kolkisin pada kuncup bunga
diduga menghasilkan planlet poliploid melalui fertilisasi antara dua gamet
poliploid. Kemungkinan pembentukan gamet jantan yang dihasilkan adalah gamet
diploid atau gamet tetraploid, sedangkan kemungkinan gamet betina yang
terbentuk adalah gamet diploid. Berdasarkan kondisi tersebut akan diperoleh
planlet dengan dua kemungkinan tingkat ploidi, yaitu tetraploid melalui
penggabungan gamet jantan dan betina yang diploid, atau planlet heksaploid
melalui penggabungan gamet jantan tetraploid dan gamet betina diploid.
Kata kunci: buah anggrek, bunga setelah penyerbukan, kromosom, kuncup
bunga, perkecambahan, planlet anggrek, poliploid

SUMMARY
TUBAGUS KIKI KAWAKIBI AZMI. Polyploidy Induction of Moth Orchid
(Phalaenopsis sp.) Generative Organ and Protocorm using Colchicine. Supervised
by DEWI SUKMA, SANDRA ARIFIN AZIZ and MUHAMAD SYUKUR.
Moth orchid species (Phalaenopsis sp.) is the foundation in developing
moth orchid commercial varieties, one of which by polyploidization. Polyploid
has contributed in many plant improvement which is related to especially gigantic
character. Moth orchid flowers are generally one of important aspects that acquire

a tremendous attention from orchid breeders and growers. One of its important
character is size. This aspect was carried as a background in attempt to improve
the size moth orchid species flower by polyploidy induction using colchicine.
Moth orchid species improvement is prioritized on some important species
which often used as a parent in hybridization, such as Phalaenopsis amabilis and
P. gigantea. Both species are Indonesia native species so that they are very
potential to be developed. In general P. amabilis is used as parental plant to
generate white big flower hybrid, whereas P. gigantea is used as parental plant to
generate novelty hybrids. Polyploidy induction on both species were headed to
produce moth orchids with well flower characters for using as a parent in
hybridization used or commercial moth orchid species.
This research aims were to study some important aspects and to obtain an
effective and efficient technique in moth orchid polyploidization using colchicine.
Three different kinds of P. amabilis generative organs which were pollinated
flower, flower bud, and spike, and also P. gigantea protocorm were used in
separated parallel experiments as material for colchicine treatments in various
concentrations. The range of colchicine concentrations in P. amabilis generative
organ treatment were 0-2000, and 0-100 mg L-1 in P. gigantea protocorm
treatment.
The result showed that higher colchicine concentration inhibited P. amabilis

generative organs development to produce orchid pods and its seeds germination.
Phalaenopsis gigantea protocorm regeneration into seedling was also inhibited in
higher colchicine concentration. There were two experiments which conducted till
screening of polyploid putative seedling, which were colchicine treatment on
pollinated flower and flower bud of P. amabilis, and showed its potential in
obtaining polyploid seedlings. Seedling screening based on morphological
characters, both in colchicine treatment on pollinated flower and flower bud,
showed that polyploid putative seedling (PPS) significantly different compared to
diploid control seedling for basal organ of the protocorm (BOP), leaf and root, and
also stomatal density in colchicine treatment on pollinated flower. The highest
number percentage of PPS in colchicine treatment on pollinated flower was 92.8%
which obtained from 500 mg L-1 colchicine, and in flower bud was 100.0% which
obtained from 1000 mg L-1 and by self pollinated. Cytological analysis on PPS
obtained from colchicine treatment on pollinated flower with 500 mg L-1
concentration resulted that all of PPS were 100.0% tetraploid seedlings.
It was suspected that there are some differences on polyploidization
mechanism on different generative organ. Colchicine treatment on pollinated
flower resulted tetraploid seedling by polyploidy induction which occured during

zygot formation or embryogenesis. While colchicine treatment on flower bud

could be resulted polyploid seedling by fertlization of two gamete polyploids.
Possibilities of male gametes polyploid formation were diploid or tetraploid,
whereas female gametes were diploid. Based on some gametes polyploid
formation possibilities, there would be two polyploid seedlings generated, which
were tetraploid seedling which formed by fertilization between diploid male and
female gametes, or hexaploid seedling which formed by fertilization between
tetraploid male and diploid female gametes.
Keywords: chromosome, flower bud, germination, orchid seedling, orchid pod,
pollinated flower, polyploid

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


INDUKSI POLIPLOIDI ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp.)
MENGGUNAKAN KOLKISIN PADA ORGAN GENERATIF
DAN PROTOCORM

TUBAGUS KIKI KAWAKIBI AZMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan karya ilmiah
ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Induksi Poliploidi Anggrek Bulan
(Phalaenopsis sp.) menggunakan Kolkisin pada Organ Generatif dan Protocorm
telah terlaksana dengan baik atas dukungan dari banyak pihak.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada:
1. Dr Dewi Sukma, SP MSi, Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS, dan Prof Dr
Muhamad Syukur, SP MSi yang telah banyak memberikan pengarahan
serta bimbingan sejak awal penelitian hingga penulisan tesis.
2. Pihak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi selaku penyelenggara
Beasiswa Unggulan DIKTI 2012 yang telah membiayai selama masa studi
S2, serta dana hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Desentralisasi
tahun 2012-2014 yang diketuai oleh Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS,
yang telah mendukung pendanaan penelitian.
3. Kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penelitian: Bapak
Slamet, Ibu Juariah selaku teknisi Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman
1, Bapak Joko selaku teknisi Laboratorium Mikro Teknik, Bapak Edi
selaku teknisi Angle House, serta rekan-rekan di Laboratorium yaitu Tika,
Bu Tendy, Erick, Elin.

4. Orang tua tercinta Bapak Tb Ahmad Kurdi Yurani (Alm) dan Ibu Durrotul
Bahiyah yang selalu menjadi inspirasi bagi penulis, serta keluarga besar
yang selalu mendukung melalui do’a.
5. Seluruh teman-teman mahasiswa pascasarjana program studi Pemuliaan
dan Bioteknologi Tanaman tahun 2012 yang telah membantu baik secara
langsung ataupun tidak langsung melalui diskusi-diskusi.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dibidang pertanian secara umum, serta terhadap
kemajuan pemuliaan anggrek bulan secara khusus.

Bogor, Februari 2015
Tubagus Kiki Kawakibi Azmi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
4
4
4

2 INDUKSI POLIPLOIDI PADA ANGGREK BULAN (Phalaenopsis amabilis
(L.) Blume) MELALUI APLIKASI KOLKISIN PADA BUNGA SETELAH
PENYERBUKAN
6
Pendahuluan
7
Bahan dan Metode
8
Hasil dan Pembahasan
10
Simpulan
20
3 POTENSI INDUKSI POLIPLOIDI BERDASARKAN MORFOLOGI
ANGGREK BULAN (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) MELALUI
PERLAKUAN KOLKISIN PADA KUNCUP BUNGA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

23
24
25
26
34

4 PENGARUH PERLAKUAN KOLKISIN PADA PERKEMBANGAN SPIKE
ANGGREK BULAN (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume)
37
Pendahuluan
38
Bahan dan Metode
39
Hasil dan Pembahasan
39
Simpulan
42
5 PENGARUH PERLAKUAN KOLKISIN PADA PERKEMBANGAN
PROTOCORM Phalaenopsis gigantea (L.) Blume)
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

43
44
45
45
47

6 PEMBAHASAN UMUM

49

7 SIMPULAN UMUM DAN SARAN

54

Simpulan
Saran

54
54

DAFTAR PUSTAKA

55

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1. Jumlah bunga perlakuan dan beberapa karakter buah yang dihasilkan

dari perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan P. amabilis

12

2. Rata-rata jumlah daun, akar, protocorm like bodies (plbs) dan

3.

4.
5.
6.
7.
8.

9.
10.

11.
12.

persentase planlet membentuk plbs dari planlet hasil perlakuan kolkisin
pada bunga setelah penyerbukan P. amabilis dan kontrol
Hasil uji kontras ortogonal pada ukuran basal organ of the protocorm
(BOP), daun, akar, dan stomata dari planlet hasil perlakuan kolkisin
pada bunga setelah penyerbukan P. amabilis dan kontrol pada 16
minggu setelah subkultur (MSSk)
Hasil pengujian jumlah kromosom secara sitologi pada planlet hasil
perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan
Jumlah perlakuan kuncup bunga dan beberapa karakter pada berbagai
konsentrasi kolkisin
Rata-rata jumlah daun dan akar dari planlet hasil perlakuan kolkisin
pada kuncup bunga P. amabilis dan kontrol
Persentase dan rata-rata protocorm like bodies (plbs) dari planlet hasil
perlakuan kolkisin pada kuncup bunga P. amabilis dan kontrol
Perbandingan beberapa karakter antara tipe planlet normal (N), tipe
planlet diduga poliploid (DP) hasil perlakuan kolkisin pada kuncup
bunga P. amabilis, dan kontrol pada 8 MSSk
Pengaruh kolkisin terhadap pertumbuhan dan perkembangan spike
membentuk bunga, serta beberapa karakterisitk buah
Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap beberapa karakter pertumbuhan
dan perkembangan protocorm P. gigantea pada 14 minggu setelah
subkultur (MSSk)
Pengaruh perlakuan kolkisin terhadap rata-rata jumlah daun dan akar
planlet P. gigantea selama 14 minggu setelah subkultur (MSSk)
Perbandingan jenis material anggrek bulan untuk perlakuan kolkisin
terhadap kemungkinan tingkat ploidi dari planlet yang dihasilkan

16

17
19
26
28
29

32
41

47
47
53

DAFTAR GAMBAR
1. Bagan alir penelitian Induksi Poliploidi Anggrek Bulan (Phalaenopsis

sp.) Menggunakan Kolkisin pada Organ Generatif dan Protocorm
2. Tahapan penyerbukan sendiri buatan pada anggrek bulan

5
9

3. Bunga P. amabilis tiga hari setelah penyerbukan dan pembuangan sepal

dan petal (kastrasi)

9

4. Keragaan buah P. amabilis umur 8 minggu setelah perlakuan (MSPr)

5.
6.

7.
8.

9.

10.

11.
12.
13.
14.

15.

16.
17.

18.
19.
20.
21.

dari perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan pada berbagai
konsentrasi kolkisin
Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap persentase buah jadi hasil
perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan P. amabilis
Perkecambahan biji anggrek P. amabilis menjadi protocorm dari
perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan umur 8 minggu
setelah semai (MSS)
Planlet abnormal anggrek P. amabilis dari perlakuan kolkisin pada
bunga setelah penyerbukan 500 mg L-1 selama lima hari umur 16 MSSk
Perbandingan morfologi tipe planlet diduga poliploid (DP) dan tipe
planlet normal (N) hasil perlakuan kolkisin pada bunga setelah
penyerbukan, dan planlet kontrol pada 16 minggu setelah subkutur
(MSSk)
Perbandingan basal organ of the protocorm (BOP), densitas dan ukuran
stomata, serta jumlah kromosom planlet poliploid dan tipe planlet
normal (N) hasil perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan P.
amabilis dengan konsentrasi 500 mg L-1 selama lima hari dan planlet
kontrol diploid
Perbandingan jumlah kromosom dari sel somatik ujung akar dari planlet
poliploid dan tipe planlet normal (N) hasil perlakuan kolkisin pada
bunga setelah penyerbukan P. amabilis dengan konsentrasi 50 mg L-1
selama tiga dan lima hari
Mekanisme fertilisasi dan induksi poliploidi perlakuan kolkisin pada
bunga P. amabilis setelah penyerbukan
Kuncup bunga P. amabilis untuk perlakuan kolkisin
Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap persentase buah jadi perlakuan
kolkisin kuncup bunga P. amabilis
Basal organ of the protocorm (BOP) dan protocorm like bodies (plbs)
planlet hasil perlakuan kolkisin kuncup bunga P. amabilis pada
konsentrasi 1000 mg L-1 yang diserbuki sendiri
Perbedaan morfologi antara tipe planlet diduga poliploid (DP) dan tipe
planlet normal (N) dari setiap perlakuan kolkisin pada kuncup bunga P.
amabilis dan kontrol pada 8 MSSk
Skema mekanisme-mekanisme dari sel induk polen dalam proses
pembentukan polen poliploid pada anggrek
Tiga kemungkinan
mekanisme induksi
poliploidi
selama
mikrosporogenesis dari perlakuan kolkisin pada kuncup bunga P.
amabilis
Spike yang digunakan untuk perlakuan kolkisin
Pengaruh perlakuan kolkisin pada perkembangan spike P. amabilis
sekitar dua minggu setelah perlakuan kolkisin
Variasi ukuran buah P. amabilis yang dihasilkan dari perlakuan
kolkisin 50 mg L-1 pada spike dan kontrol
Protocorm P. gigantea umur sembilan bulan dari perkecambahan biji
pada media Knudson C

10
11

13
14

16

18

19
20
26
27

30

30
34

35
39
40
42
45

22. Proliferasi protocorm like bodies (plbs) dari protocorm P. gigantea

perlakuan kolkisin 50 mg L-1

46

DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi media dasar Knudson C
2. Tahapan analisis jumlah kromosom secara sitologi

59
59

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggrek bulan (Phalaenopsis sp.) adalah salah satu jenis anggrek yang
menjadi komoditas penting di pasar dunia (Tang dan Chen 2007). Spesies anggrek
bulan banyak ditemukan di Indonesia, dengan jumlah 21 (Puspitaningtyas dan
Mursidawati 1999) dari 62 spesies yang teridentifikasi didunia (Christenson 2001).
Spesies anggrek bulan umumnya memiliki karakter bunga dengan kualitas yang
masih rendah dibandingkan anggrek bulan hibrida komersial, diantaranya bentuk
kurang kompak, ukuran relatif kecil, serta sepal dan petal kurang tebal. Usaha
perbaikan karakter tanaman dapat dilakukan salah satunya melalui induksi mutasi
untuk menghasilkan variasi baru yang diikuti dengan seleksi. Induksi poliploidi
merupakan salah satu metode induksi mutasi secara kimia yang dapat
dimanfaatkan dalam menghasilkan variasi baru untuk tujuan perbaikan karakter
bunga anggrek bulan spesies.
Spesies anggrek bulan berpotensi untuk dikembangkan melalui induksi
poliploidi. Beberapa diantaranya adalah Phalaenopsis amabilis dan Phalaenopsis
gigantea. Berdasarkan Christenson (2001), P. amabilis merupakan spesies
anggrek bulan dengan ukuran bunga terbesar dalam genusnya. Petal P. amabilis
lebar dan kondisi bunganya dapat mekar secara penuh. Spesies ini banyak
digunakan sebagai dasar dalam persilangan untuk menghasilkan anggrek bulan
hibrida dengan bunga besar dan bulat sampai saat ini. Phalaenopsis gigantea
adalah spesies yang memiliki ukuran terbesar diantara spesies lain dalam genus ini.
Spesies ini juga sering digunakan sebagai persilangan karena memiliki corak
bunga yang menarik. Karakter negatif yang dimiliki pada speseis ini seperti
ukuran daun yang besar dan tangkai bunga yang tumbuh ke bawah bersifat resesif.
Teknologi poliploidisasi pada tanaman budidaya memiliki manfaat yang
besar terutama terkait dengan pemuliaan tanaman. Griesbach (1985) menyatakan
bahwa poliploidi memiliki peran yang penting dalam perbaikan tanaman spesies
dan juga hibrida. Anggrek adalah salah satu dari komoditas florikultura yang tidak
terpisah dari teknologi poliploidisasi dalam proses menghasilkan varietas-varietas
unggul. Pemulia anggrek sering memanfaatkan teknologi ini untuk memperoleh
anggrek yang memiliki karakter bunga dengan variasi baru yang diinginkan,
umumnya dengan ukuran besar. Salah satu keberhasilan dari teknologi
poliploidisasi yaitu diperoleh varian heksaploid anggrek bulan Golden Sands
dengan bunga yang berbeda dari sebelumnya. Usaha dalam memperoleh anggrek
poliploid telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Nakasone (1960), Chaicharoen
dan Saejew (1981), Griesbach (1981), Chen et al (2009), Sarathum et al. (2010),
Miguel dan Leonhardt (2011), Kerdsuwan dan Te-chato (2012), Atichart (2013),
dan Rahayu (2014). Chen et al. (2011b) mengembangkan suatu program untuk
mengkonversi sekitar 20 anggrek bulan spesies terkait kebutuhan industri tanaman
hias. Dibalik perannya yang besar dalam perbaikan anggrek bulan, tidak mudah
untuk memperoleh metode yang dapat menghasilkan individu-individu poliploid,
terutama dengan persentase jumlah yang tinggi. Permasalahan yang sering
dihadapi diantaranya adalah adanya kimera, toksisitas mutagen, diplontic
selection, dan lain-lain.

2
Teknik dalam poliploidisasi pada anggrek bulan dan anggrek jenis lain
umumnya dilakukan melalui perlakuan menggunakan agen anti-mitosis yang
ditargetkan pada sel-sel somatik dari jaringan meristematik, seperti protocorm
(Griesbach 1981; Chaicharoen dan Saejew 1981; Sarathum et al. 2010; Miguel
dan Leonhardt 2011; Kerdsuwan dan Te-chato 2012; dan Atichart 2013) dan
planlet (Vichiato et al. 2007 dan Rahayu 2014). Diantara percobaan-percobaan
tersebut, hasil tertinggi diperoleh oleh Kerdsuwan dan Te-chato (2012), dengan
persentase poliploid sebesar 60%, namun hasil tersebut juga berasosiasi dengan
rendahnya persentase hidup yang hanya sebesar 26%. Induksi poliploidi pada
jaringan meristematik memiliki peluang yang tinggi untuk terjadinya kimera,
yaitu dalam bentuk mixoploid. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya
perubahan yang mengarah pada recovery menjadi kondisi asalnya diploid
(diplontic selection). Eigsti dan Dustin (1957) menyatakan bahwa dalam program
pemuliaan tanaman yang menggunakan poliploid, kimera dan mixoploid
merupakan masalah yang penting. Induksi poliploidi yang menghasilkan kimera
telah dilaporkan oleh Nilanthi et al. (2011) pada tanaman Echinacea purpurea
menggunakan eksplan tunas dan Lam et al. (2014) pada Acacia menggunakan biji.
Zang et al. (2008) menemukan bahwa persentase kimera lebih rendah dengan
perlakuan kolkisin yang lebih lama pada tanaman Phlox, perlakuan selama 30 hari
menghasilkan miksoploid 27.8%, sedangkan selama 10 hari menghasilkan 52.6%.
Permasalahan-permasalahan dalam induksi poliploidi perlu diatasi dengan
menggunakan alternatif-alternatif metode ataupun teknik yang tepat. Alternatif
metode yang dapat digunakan salah satunya adalah melalui pembentukan gamet
poliploid (unreduced gamet). Polen poliploid pada anggrek diploid dapat
terbentuk secara spontan dengan persentase yang sangat kecil, sebagaimana yang
dilaporkan oleh Teoh (1984) pada Spathoglottis plicata dan Calanthe rubens,
yaitu masing-masing secara berurutan sebesar 0.63 dan 5.01%. Peningkatan
peluang pembentukan gamet poliploid dapat ditingkatkan melalui induksi
menggunakan agen anti-mitosis pada organ generatif muda. Informasi tentang
induksi gamet poliploid pada anggrek bulan dan anggrek jenis lain masih sangat
terbatas dan belum ada laporan terkait keberhasilannya. Terdapat satu laporan
yang dilakukan oleh Nakasone (1960) melalui perlakuan kolkisin pada spike
Vanda Miss Joaquin dan tidak diperoleh individu poliploid. Tanpa melihat
peluang keberhasilannya yang kecil, percobaan induksi gamet poliploid memiliki
nilai tambah yang besar dalam peningkatan program pemuliaan anggrek bulan.
Peluang keberhasilannya yang kecil sangat mungkin untuk diatasi melalui teknikteknik baru, seperti penggunaan organ generatif muda pada beberapa fase
perkembangan sebagai material untuk perlakuan induksi menggunakan agen antimitosis. Teknik baru yang digunakan dalam penelitian ini terletak pada
penggunaan bunga setelah penyerbukan (pollinated flower) sebagai bahan
perlakuan kolkisin. Organ generatif lain yang digunakan adalah kuncup bunga dan
spike, induksi gamet poliploid dilakukan pada P. amabilis. Selain itu, penelitian
ini juga menggunakan protocorm P. gigantea sebagai material untuk induksi
poliploidi sel somatik. Agen anti-mitosis yang digunakan adalah kolkisin. Secara
umum, penelitian ini memiliki tujuan untuk pengembangan varietas-varietas
unggul anggrek bulan yang berbasis pada spesies lokal Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari pengaruh kolkisin terhadap organ generatif dan

3
protocorm, serta untuk mendapatkan teknik yang efektif dan efisien dalam
menghasilkan anggrek bulan poliploid dalam jumlah banyak.

Perumusan Masalah
Poliploidi merupakan salah satu bentuk mutasi jumlah kromosom yang
banyak dimanfaatkan untuk perbaikan karakter penting anggrek bulan.
Kompensasi dari perubahan poliploid adalah sifat gigantisme yang sering diminati
para penggemar anggrek, khususnya pada bunga. Namun, permasalahan utama
yang sering dihadapi dalam memperoleh mutan poliploid, salah satunya adalah
kimera seperti mixoploid. Kondisi tersebut merupakan masalah besar karena dapat
menghasilkan perubahan poliploid yang sementara akibat diplontic selection.
Selain permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, metode yang
efektif dalam menghasilkan anggrek bulan poliploid juga masih terbatas,
khususnya terkait dengan variasi penggunaan jenis material dan tekniknya.
Penggunaan jenis material sebagai target perlakuan agen anti-mitosis merupakan
salah satu aspek yang sangat penting sebagai penentu keberhasilan induksi
poliploidi. Pertimbangan dalam penggunaan material didasarkan pada seberapa
besar tingkat sel dari suatu jaringan yang belum terdiferensiasi, semakin kecil
tingkat diferensiasinya akan meminimalisir hasil poliploid yang bersifat kimera.
Sebagian besar jenis material yang digunakan dalam induksi poliploidi pada
anggrek adalah protocorm. Kelemahan dalam penggunaan material ini adalah
tingginya persentase kematian akibat toksisitas mutagen, sehingga hanya sedikit
hasil poliploid yang diperoleh. Selain itu masih terdapat peluang hasil perubahan
yang bersifat kimera. Pendekatan metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi
atau mengeliminasi permasalahan dalam induksi poliploidi salah satunya melalui
induksi gamet poliploid. Jenis material yang digunakan dalam induksi gamet
poliploid adalah organ generatif yang diberi perlakuan menggunakan agen antimitosis seperti kolkisin. Penggabungan gamet poliploid antara jantan dan betina
melalui fertilisasi akan menghasilkan individu poliploid yang stabil sampai pada
generasi berikutnya.

Tujuan Penelitian
1.

2.
3.
4.

Mempelajari pengaruh kolkisin terhadap perkembangan tiga jenis organ
generatif P. amabilis, yaitu bunga setelah penyerbukan, kuncup bunga dan
spike, serta terhadap protocorm P. gigantea
Mempelajari potensi induksi poliploidi berdasarkan karakter morfologi
melalui perlakuan kolkisin pada organ generatif P. amabilis
Mendapatkan planlet poliploid melalui perlakuan kolkisin pada organ
generatif P. amabilis berdasarkan uji sitologi
Mendapatkan teknik yang efektif dan efisien dalam menghasilkan anggrek
poliploid dalam jumlah banyak

4
Hipotesis
1.

2.
3.
4.

Kolkisin berpengaruh terhadap perkembangan tiga jenis organ generatif P.
amabilis, yaitu bunga setelah penyerbukan, kuncup bunga dan spike dalam
membentuk buah serta terhadap kemampuan regenerasi protocorm P.
gigantea
Terdapat karakter morfologi yang berbeda dari planlet hasil perlakuan
kolkisin pada organ generatif P. amabilis
Panlet poliploid dapat diperoleh melalui perlakuan kolkisin pada bunga
setelah penyerbukan dan kuncup bunga dari P. amabilis
Teknik perlakuan kolkisin pada organ generatif P. amabilis berpengaruh
terhadap keberhasilan induksi poliploidi
Manfaat Penelitian

Inovasi dalam induksi poliploidi yang menggunakan organ generatif untuk
menghasilkan sel gamet poliploid akan menjadi dasar untuk pengembangan secara
lebih cepat varian-varian baru anggrek bulan melalui penyerbukan sendiri atau
silang. Efisiensi waktu proses pemuliaan anggrek bulan untuk menghasilkan
progeny triploid melalui persilangan dengan gamet haploid. Anggrek bulan
poliploid dari biji yang dihasilkan dalam jumlah banyak memfasilitasi tahapan
seleksi dengan lebih baik untuk memperoleh calon varietas unggul.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi beberapa kegiatan sebagai suatu tahapan
yang berbeda untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan. Beberapa tahapan
dalam penelitian ini adalah: Percobaan 1. Induksi poliploidi pada anggrek bulan
(Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) melalui aplikasi kolkisin pada bunga setelah
penyerbukan. Percobaan 2. Potensi induksi poliploidi anggrek bulan
(Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) melalui perlakuan kolkisin pada kuncup
bunga. Percobaan 3. Pengaruh perlakuan kolkisin pada perkembangan spike
anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume). Percobaan 4. Pengaruh
perlakuan kolkisin pada perkembangan protocorm Phalaenopsis gigantea (L.)
Blume. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

5
Lapang

In vitro
Induksi poliploidi protocorm

Induksi poliploidi organ generatif
1.Bunga setelah
penyerbukan

4.Protocorm

3.Spike

2.Kuncup bunga

Perlakuan kolkisin
Buah anggrek

Pengecambahan biji in vitro

Planlet

Screening planlet diduga poliploid secara morfologi
Konfirmasi jumlah ploidi secara sitologi

Planlet poliploid
Gambar 1 Bagan alir penelitian Induksi Poliploidi Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.) Menggunakan Kolkisin pada Organ Generatif dan
Protocorm

5

2 INDUKSI POLIPLOIDI PADA ANGGREK BULAN
(Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) MELALUI APLIKASI
KOLKISIN PADA BUNGA SETELAH PENYERBUKAN
Abstrak
Aplikasi kolkisin pada bunga setelah penyerbukan Phalaenopsis amabilis
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kolkisin terhadap pembentukan buah dan
keberhasilan induksi planlet poliploid yang dihasilkan dari buah. Konsentrasi
kolkisin yang digunakan dalam percobaan adalah 0, 50, 500, 1000, dan 2000 mg
L-1, dan durasi penyungkupan dengan aluminium foil selama perlakuan kolkisin
adalah dua dan tiga hari tersarang pada konsentrasi kolkisin (Nested Design).
Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi kolkisin yang tinggi
menghambat panjang buah dan persentase jumlah buah. Skrining terhadap planlet
yang dihasilkan dari buah asal perlakuan kolkisin telah menghasilkan tipe planlet
normal (N) dan tipe planlet diduga poliploid (DP). Tipe planlet DP dari semua
perlakuan kolkisin berbeda nyata dengan kontrol untuk karakter panjang dan lebar
basal organ of the protocorm (BOP), panjang daun, serta panjang dan diameter
akar. Pengujian jumlah kromosom secara sitologi terhadap tipe planlet DP
menunjukkan bahwa 60.0% dari masing-masing perlakuan kolkisin 50 mg L-1
selama tiga hari dan lima hari, dan 100.0% dari perlakuan kolkisin 500 mg L-1
selama lima hari adalah planlet tetraploid. Hasil tersebut membuktikan
keberhasilan induksi poliploidi pada fase perkembangan zigot ataupun embrio
pada P. amabilis.
Kata kunci: jumlah kromosom, konsentrasi kolkisin, pembentukan buah,
poliploidisasi

POLYPLOIDY INDUCTION OF MOTH ORCHID (Phalaenopsis
amabilis (L.) Blume) BY COLCHICINE TREATMENT ON
POLLINATED FLOWER
Abstract
Colchicine treatment on pollinated flower of diploid (2n=2x=38) Phalaenopsis
amabilis was aimed to study the development of orchid fruit (pod) and the
effectiveness in obtaining polyploidy mutant seedlings which generated from seed
pods. Colchicine concentration in the experiment were 0, 50, 500, 1000, and 2000
mg L-1, with three and five days duration of aluminium foil wrapped colchicine
treatment that were nested under each level of colchicine concentration. The
result showed that higher colchicine concentration decreased the pod length and
the pod number percentage. Screening of seedlings obtained from colchicine
treatments produced the normal seedlings (N) and probable polyploidy seedlings
(PPS). The PPS of all colchicine treatments were significantly different compared

7
to control (0 mg L-1) for characters of basal organ of the protocorm (BOP) length
and width, leaf length, and root length and diameter. The PPS chromosome
number analysis revealed that 50 mg L-1 with three or five days colchicine
application and 500 mg L-1 with five days colchicine application produced 60.0
and 100.0% tetraploid mutant seedlings, respectively. This result indicated that
polyploidy induction occurred during zygot or embryo development.
Keywords: chromosome number, colchicine concentration, pod formation,
polyploidization

Pendahuluan
Salah satu spesies anggrek bulan yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai varietas komersial adalah Phalaenopsis amabilis. Spesies
anggrek bulan ini tersebar di Indonesia sampai bagian selatan Filipina, serta Papua
Nugini bagian timur dan Queensland, Australia (Christenson 2001). Di Indonesia,
P. amabilis yang berasal dari Cianjur Selatan, Jawa Barat, tumbuh diwilayah
dataran rendah dan sangat potensial sebagai dasar untuk pengembangan varietas
anggrek bulan dataran rendah. Perbaikan terhadap beberapa karakter bunganya
diperlukan agar mampu bersaing dengan anggrek bulan varietas komersial,
terutama bentuk dan ukurannya. Induksi poliploidi diharapkan mampu menjadi
solusi untuk pengembangan P. amabilis. Menurut Griesbach (1985) perbaikan
karakter perlu dilakukan pada anggrek bulan spesies yang penting seperti P.
amabilis, yang merupakan salah satu spesies yang sering digunakan sebagai tetua
persilangan untuk menghasilkan hibrida-hibrida dengan karakter bunga putih
standar besar (the standard big flower). Poliploidi memiliki peran yang penting
dalam perbaikan tanaman hibrida ataupun spesies. Sektor florikultura merupakan
yang paling diuntungkan karena poliploidi dapat meningkatkan keragaman
genetik, ukuran bunga serta memperbaiki bentuknya.
Meskipun memiliki manfaat yang sangat besar dalam perbaikan anggrek,
teknik ataupun protokol induksi poliploidi yang efektif dan mampu menghasilkan
individu poliploid dalam jumlah banyak masih belum tersedia atau sangat terbatas.
Efektivitas induksi poliploidi salah satunya ditentukan oleh penggunaan jenis
bahan tanaman untuk perlakuan kolkisin. Penggunaan bunga setelah penyerbukan
sebagai bahan untuk perlakuan kolkisin pada anggrek belum pernah dilakukan.
Potensi penggunaan bunga setelah penyerbukan sebagai bahan untuk induksi
poliploidi sangat besar karena yang menjadi target adalah zigot ataupun embrio
yang terbentuk setelah terjadi fertilisasi. Zigot terdiri dari satu sel yang kemudian
akan mengalami pembelahan mitosis membentuk embrio, jika terjadi
penggandaan kromosom selama proses pembelahan mitosis tersebut maka akan
dihasilkan biji anggrek yang bersifat poliploid. Kemungkinan terjadinya poliploid
yang bersifat kimera sangat kecil karena yang terinduksi adalah zigot ataupun
embrio yang memiliki jumlah sel yang masih sedikit.
Kolkisin memiliki mekanisme menghambat pergerakan kromosom menuju
dua kutub yang berbeda, ketika pembelahan mitosis berlangsung. Mekanisme
penghambatan tersebut terjadi akibat adanya gangguan pada benang gelendong.
Kondisi tersebut dapat diamati pada sel yang berada diakhir metafase, anafase

8
atau telofase, dimana kromosom tersebar dan tidak mengarah pada dua kutub
yang berlawanan. Benang gelendong (spindle fiber) merupakan substrat yang
dipengaruhi oleh aktivitas kolkisin. Molekul kolkisin bereaksi dengan molekuler
sistem dari benang gelendong dianggap sebagai dasar hubungan anatara keduanya.
Mekasnisme penghambatan atau destruksi terhadap benang gelendong akan
terlihat sebagai reaksi kuantitatif, karena konsentrasi kolkisin merupakan faktor
yang kritikal (Eigsti dan Dustin 1957).
Keunggulan lain dalam induksi poliploidi pada bunga setelah penyerbukan
adalah dapat dihasilkannya planlet poliploid dalam jumlah yang banyak. Buah
anggrek memiliki biji dalam jumlah yang sangat banyak, dengan kisaran mulai
dari 1300 sampai 4 000 000 biji per buah (Arditti 1992). Selain itu, penggunaan
bunga dapat dimanipulasi melalui penyerbukan silang ataupun sendiri untuk
meningkatkan keragaman planlet poliploid yang dihasilkan. Bunga setelah
penyerbukan dari P. amabilis digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan untuk
perlakuan kolkisin. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kokisin
terhadap bunga setelah penyerbukan serta untuk mendapatkan planlet poliploid
dalam jumlah banyak melalui induksi poliploidi pada zigot ataupun embrio.

Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan di tempat penangkar anggrek di kawasan Puncak,
Kabupaten Bogor, dan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan Februari 2013
sampai Juli 2014. Bahan tanaman yang digunakan adalah P. amabilis yang sedang
berbunga asal Jawa Barat. Bahan lain adalah kolkisin, komposisi media Knudson
C, HCl 1 N, asam asetat glasial, dan orcein 45%. Alat yang digunakan adalah
aluminium foil, kapas, dan mikroskop cahaya.
Bunga yang sedang mekar dilakukan penyerbukan sendiri buatan (selfing).
Kastrasi atau pembuangan sepal dan petal, pembungkusan bunga dengan kapas,
dan perlakuan larutan kolkisin dilakukan pada hari ketiga setelah penyerbukan
buatan. Konsentrasi larutan kolkisin yang digunakan adalah 0, 50, 500, 1000, dan
2000 mg L-1. Bunga yang telah diberi perlakuan kolkisin disungkup menggunakan
aluminium foil dengan durasi tiga dan lima hari. Penelitian disusun secara RAL,
dengan durasi penyungkupan tersarang pada setiap taraf kolkisin. Setiap
perlakuan kolkisin dilakukan pada empat tanaman (empat ulangan). Proses
penyerbukan bunga P. amabilis disajikan pada Gambar 2 dan bunga setelah
penyerbukan dan kastrasi pada Gambar 3.
Semua buah anggrek dipanen 24 minggu setelah penyerbukan (MSP) dan
disemai secara in vitro pada media Knudson C sampai diperoleh planlet umur 15
minggu setelah semai (MSS). Perlakuan kolkisin 0 mg L-1 (kontrol), 50 mg L-1
selama tiga hari, 50 mg L-1 selama lima hari, dan 500 mg L-1 selama lima hari
yang menghasikan total planlet lebih dari 200 planlet disubkultur pada media
pembesaran Knudson C. Sebanyak 125 planlet dipilih secara acak dari setiap
perlakuan kolkisin. Penelitian disusun secara RAL faktor tunggal dengan lima
ulangan, setiap ulangan terdiri dari lima botol sehingga terdapat 100 satuan
percobaan. Dalam setiap botol terdiri dari lima planlet sehingga terdapat 500
planlet sebagai satuan amatan. Analisis ragam dilakukan dengan SAS 9.1.3

9
portable dan uji lanjut Duncan untuk rata-rata jumlah daun dan akar. Analisis
karakter-karakter tipe planlet diduga mutan poliploidi dan tipe planlet normal dari
setiap perlakuan kolkisin seperti: panjang dan lebar basal organ of the protocorm
(BOP), daun dan stomata, serta panjang dan diameter akar dilakukan dengan
Kontras Ortogonal. Pengujian jumlah kromosom secara sitologi pada ujung akar
planlet dilakukan setelah umur 16 minggu setelah subkultur (MSSk) dari media
pembesaran.

Polinia

Pengambilan polinia

Polinia dipindah
dari rostellum

Column

Polinia dimasukan
ke dalam column

Gambar 2 Tahapan penyerbukan sendiri buatan pada anggrek bulan

Gambar 3 Bunga P. amabilis tiga hari setelah penyerbukan dan
pembuangan sepal dan petal (kastrasi)

10
Hasil dan Pembahasan
Terdapat beberapa perubahan karakteristik bunga pada tiga hari setelah
penyerbukan sendiri secara buatan, yaitu stigma (column) mulai menutup. Bunga
tersebut mampu berkembang menjadi buah pada kontrol dan setiap perlakuan
kolkisin. Namun, terdapat beberapa buah dari perlakuan kolkisin yang tidak
berkembang dan mengalami kerontokan atau kering sebelum mencapai umur
panen sekitar 24 MSP. Kondisi buah anggrek pada berbagai konsentrasi dan
durasi perlakuan kokisin disajikan pada Gambar 4.
Perlakuan kolkisin dengan konsentrasi yang lebih tinggi menghambat
panjang buah P. amabilis pada 16 minggu setelah perlakuan (MSPr). Beberapa
buah rontok sebelum mencapai umur panen, seperti pada perlakuan kolkisin 1000
dan 2000 mg L-1. Nakasone (1960) melaporkan pengaruh perlakuan kolkisin
terhadap kerontokan bunga anggrek pada konsentrasi 1000 sampai 20000 mg L-1.
Wu et al. (2007) juga menemukan bahwa perlakuan kolkisin pada tunas bunga
muda dari Lilium (non anggrek) dengan konsentrasi kolkisin 2000 mg L-1
menyebabkan kerontokan bunga hingga 81.30% pada varietas Con.Amore.

Durasi perlakuan selama tiga hari

Durasi perlakuan selama lima hari

Gambar 4 Keragaan buah P. amabilis umur 8 minggu setelah perlakuan
(MSPr) dari perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan
pada berbagai konsentrasi kolkisin: a. 0, b. 50, c. 500, d. 1000, dan
e. 2000 mg L-1

11
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase jumlah buah tidak
dipengaruhi oleh durasi penyungkupan, tetapi secara nyata dipengaruhi oleh
konsentrasi kolkisin. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap persentase buah
yang dihasilkan dari setiap perlakuan disajikan dalam Gambar 5. Konsentrasi
kolkisin yang lebih tinggi menurunkan persentase jumlah buah. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa kolkisin pada konsentrasi yang tinggi, khususnya 1000 dan
2000 mg L-1, bersifat toksik terhadap jaringan tanaman. Toksisitas kolkisin
tersebut dapat menyebabkan sel-sel pada jaringan mati sehingga buah anggrek
yang terbentuk menjadi kering dan rontok. Semua buah P. amabilis dari kontrol
(sebelas buah) menghasilkan biji yang bisa berkecambah menjadi protocorm
secara in vitro pada media Knudson C. Buah yang diperoleh dari perlakuan
kolkisin tidak semuanya mampu menghasilkan biji yang bisa berkecambah
menjadi protocorm, hanya sembilan buah (36.00%) dari 25 buah asal perlakuan
kolkisin yang menghasilkan protocorm.
Buah yang mampu menghasilkan protocorm diantaranya diperoleh dari
perlakuan kolkisin 50 mg L-1 selama tiga dan lima hari, 500 mg L-1 selama lima
hari, dan 1000 mg L-1 selama tiga hari (Tabel 1). Perlakuan kolkisin pada bunga
setelah penyerbukan dengan konsentrasi yang lebih tinggi telah menurunkan
persentase buah yang mampu menghasilkan protocorm. Perlakuan kolkisin 500
mg L-1 selama tiga hari, 1000 mg L-1 selama lima hari, dan 2000 mg L-1 selama
tiga dan lima hari, bahkan tidak menghasilkan satupun buah dengan biji yang
mampu berkecambah menjadi protocorm sampai umur 12 minggu setelah semai
(MSS). Perkecambahan biji anggrek umumnya ditandai dengan perkembangan
biji menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau, namun biji anggrek bulan dari
perlakuan-perlakuan tersebut tidak menunjukkan perubahan yang mengarah pada
perkecambahan menjadi protocorm. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh dua
kemungkinan, yaitu tidak terbentuk biji didalam buah dan atau terbentuk biji
didalam buah namun tidak viabel.

Persentase jumlah buah
jadi (%)

120
a
100
80

ab

ab

60
bc

40

c

20
0
0

50

500

1000

Konsentrasi kolkisin (mg

2000

L-1)

Gambar 5 Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap persentase buah jadi hasil
perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan P. amabilis.
Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

12
Tabel 1 Jumlah bunga pada perlakuan dan beberapa karakter buah yang dihasilkan
dari perlakuan kolkisin pada bunga setelah penyerbukan P. amabilis
Kolkisin
(mg L-1)

Durasi

0
0
50
50
500
500
1000
1000
2000
2000

3 Hari
5 Hari
3 Hari
5 Hari
3 Hari
5 Hari
3 Hari
5 Hari
3 Hari
5 Hari

Jumlah
bunga diberi
perlakuan
4
7
5
7
7
7
7
7
5
4

Jumlah
buah(a)
4/4 (100.00)
7/7 (100.00)
3/5 (60.00)
4/7 (57.14)
5/7 (71.42)
6/7 (85.71)
4/7 (57.14)
2/7 (28.57)
1/5 (20.00)
0/4 (0.00)

Rata-rata
panjang
buah (cm)
5.12
4.92
5.26
4.52
3.52
3.68
2.80
2.60
2.00
0.00

Jumlah buah
menghasilkan
protocorm(a)
4 (100.00)
7 (100.00)
3 (100.00)
3 (75.00)
0 (0.00)
2 (33.33)
1 (25.00)
0 (0.00)
0 (0.00)
0 (0.00)

Kisaran jumlah protocorm per
buah
Banyak (protocorm>250)
Banyak (protocorm>250)
Banyak (protocorm>250)
Banyak (protocorm>250)
Tidak ada
Sedang (250>protocorm>50)
Sedikit (protocorm250), sedang (250>protocorm>50), dan sedikit (protocorm