Effect of cajuputs candy formulas on competitive capacity of streptococcus sanguinis upon streptococcus mutans in multispecies biofilm.

PENGARUH FORMULA CAJUPUTS CANDY PADA DAYA KOMPETITIF
Streptococcus sanguinis TERHADAP Streptococcus mutans
DALAM BIOFILM MULTISPESIES

BERNADETA RATNA EKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Formula
Cajuputs Candy pada Daya Kompetitif Streptococcus sanguinis terhadap
Streptococcus mutans dalam Biofilm Multispesies adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Bernadeta Ratna Eka Sari
NIM F251100051

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
BERNADETA RATNA EKA SARI. Pengaruh Formula Cajuputs Candy pada
Daya Kompetitif Streptococcus sanguinis terhadap Streptococcus mutans dalam
Biofilm Multispesies. Dibimbing oleh CHRISTOFORA HANNY WIJAYA dan
BOY MUCHLIS BACHTIAR.
Pengembangan cajuputs candy sebagai pangan fungsional diarahkan pada
pemeliharaan kesehatan rongga mulut dan gigi. Cajuputs candy merupakan
sejenis permen keras yang menggunakan minyak atsiri kayu putih dan peppermint
sebagai komponen flavornya. Komponen flavor cajuputs candy diduga dapat
berperan sebagai senyawa antimikroba. Streptococcus sanguinis merupakan
bakteri yang dikaitkan dengan kesehatan rongga mulut karena berperan

mengontrol pertumbuhan Streptococcus mutans (bakteri penyebab karies gigi).
Kedua bakteri ini mempunyai interaksi antagonistis mutualistik yang berperan
dalam pencegahan karies gigi. Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh
pemberian dua jenis cajuputs candy, yaitu cajuputs candy sukrosa (CCS) dan
cajuputs candy non-sukrosa (CCNS), pada daya kompetitif S. sanguinis terhadap
S. mutans dalam biofilm multispesies (S. sanguinis+S. mutans) yang
diindikasikan oleh kemampuannya membentuk biofilm, mengontrol pertumbuhan
S. mutans, dan mengekspresikan mRNA spxB secara in vitro. Ekspresi mRNA
spxB merupakan refleksi produksi hidrogen peroksida (H2O2) oleh S. sanguinis
yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan S. mutans dalam lingkungan
biofilm.
Keberadaan komponen volatil dalam flavor cajuputs candy dianalisis
menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Uji
penghambatan biofilm dilakukan dengan mengukur nilai optical density (OD)
biofilm. Uji ini digunakan untuk menganalisis pengaruh pemberian formula uji
candy pada pembentukan biofilm multispesies secara in vitro. Jumlah DNA
bakteri total, proporsi DNA bakteri, serta ekspresi mRNA spxB dalam biofilm
multispesies dikuantifikasi secara relatif menggunakan teknik real-time
polymerase chain reaction (real-time PCR).
Analisis komponen volatil menunjukkan CCS mengandung beberapa

komponen volatil yang telah diketahui mempunyai sifat antimikroba, yaitu 1,8cineole (23,67%), α-terpineol (9,17%), menthol (7,29%), β-caryophyllene
(6,78%), menthone (3,30%), dan terpinen-4-ol (1,86%). Demikian pula CCNS
juga mengandung komponen volatil yang diketahui mempunyai aktivitas
antimikroba, yaitu menthol (13,32%), α-terpineol (9,97%), 1,8-cineole (8,48%),
β-caryophyllene (7,64%), menthone (4,43%) dan terpinen-4-ol (1,28%).
Hasil uji biofilm menunjukkan pemberian CCS efektif menghambat biofilm
multispesies sebesar 59,2%. CCNS juga efektif menghambat pembentukan
biofilm multispesies dengan penghambatan sebesar 68,2%. Selain mampu
menghambat pembentukan biofilm, permen CCS dan CCNS bersifat antibakteri
karena mampu menurunkan jumlah DNA bakteri total dalam biofilm. Hasil
kuantifikasi DNA bakteri total menunjukkan penurunan jumlah relatif DNA
dalam biofilm akibat pemberian CCS, yaitu sebesar 1,2% dan akibat pemberian
CCNS sebesar 1,04% dibandingkan DNA bakteri total pada kontrol sebesar 100%

mengindikasikan CCS dan CCNS dapat menghambat pembentukan biofilm oleh
S. mutans dan S. sanguinis.
Pada pemberian candy sukrosa dan candy non-sukrosa tanpa flavor terjadi
penurunan kemampuan membentuk biofilm, namun tidak sebesar penurunan yang
diakibatkan oleh pemberian candy dengan flavor, yaitu CCS dan CCNS.
Penurunan aktivitas pembentukan biofilm pada pemberian candy sukrosa dan nonsukrosa tanpa flavor berturut-turut adalah sebesar 36,9% dan 47,1%. Meskipun

menurunkan densitas biofilm, pemberian candy sukrosa dan candy non-sukrosa
tanpa flavor dapat meningkatkan jumlah DNA bakteri total dalam biofilm
multispesies. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya hasil kuantifikasi jumlah
DNA total akibat pemberian candy sukrosa tanpa flavor secara relatif sebesar
184,77% dan akibat pemberian candy non-sukrosa tanpa flavor sebesar 221,29%
dibandingkan dengan kontrol (100%). Pemberian bahan sukrosa tanpa adanya
penambahan komponen antibakteri dapat menginduksi pertumbuhan bakteri S.
sanguinis dan S. mutans. Bahkan bahan non-sukrosa (isomalt), yang merupakan
gula alkohol non-kariogenik, dengan waktu paparan yang cukup lama (sekitar 20
jam) masih mungkin difermentasi oleh kedua S. sanguinis dan S. mutans untuk
melakukan pertumbuhan. Fenomena ini mengindikasikan bahwa penambahan
komponen flavor minyak kayu putih dan peppermint pada formula candy dapat
menekan pertumbuhan mikroorganisme dalam mulut.
Hasil perhitungan proporsi DNA bakteri S. sanguinis terhadap S. mutans
dalam biofilm multispesies menunjukkan proporsi DNA S. sanguinis lebih kecil
daripada S. mutans, yaitu berkisar antara 35-42% untuk S. sanguinis dan 58-65%
untuk S. mutans. Proporsi DNA kedua bakteri tersebut secara statistik tidak
berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini mengindikasikan pemberian kedua jenis
cajuputs candy tidak mempengaruhi interaksi S. sanguinis dengan S. mutans.
Analisis ekspresi mRNA spxB dengan teknik real-time PCR menunjukkan

terdeteksinya mRNA spxB pada pemberian CCS sebesar 0,5 dan pada CCNS
sebesar 0,9 secara relatif dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai tingkat
ekspresi mRNA spxB sebesar 1,0. Pada pemberian candy sukrosa tanpa flavor
tingkat ekspresi mRNA spxB terdeteksi sebesar 0,3 dan pada pemberian candy
non-sukrosa tanpa flavor sedikit meningkat, yaitu sebesar 1,1. Masih
terdeteksinya ekspresi mRNA spxB ini mengindikasikan bahwa pemberian kedua
macam cajuputs candy ini tidak mempengaruhi kemampuan S. sanguinis
menghasilkan H2O2, sehingga tetap bersifat kompetitif terhadap S. mutans.
Dengan demikian kesimpulan hasil penelitian ini adalah kedua jenis cajuputs
candy, yaitu CCS dan CCNS, mampu memelihara daya kompetitif S. sanguinis
terhadap S. mutans dalam lingkungan biofilm multispesies.
Kata kunci: cajuputs candy, penghambatan biofim, Streptococcus sanguinis,
Streptococcus mutans, mRNA spxB

SUMMARY
BERNADETA RATNA EKA SARI. Effect of Cajuputs Candy Formulas on
Competitive Capacity of Streptococcus sanguinis upon Streptococcus mutans in
Multispecies Biofilm. Supervised by CHRISTOFORA HANNY WIJAYA and
BOY MUCHLIS BACHTIAR.
Cajuputs candy development as a functional food has been shifted to

maintain the oral health. Cajuputs candy is classified as hard candy which utilized
cajuput and peppermint oil as its flavor components. Streptococcus sanguinis is a
health-associated species which can control the growth of cariogenic species, S.
mutans. These two oral Streptococci have antagonistic interaction which plays a
role in preventing dental caries formation. The aim of this research is to determine
the effects of two type of cajuputs candy, i.e. Sucrose Cajuputs Candy (SCC) and
Non-Sucrose Cajuputs Candy (NSCC), on competitive capacity of S. sanguinis
upon S. mutans in multispecies (S. sanguinis+S. mutans) biofilm, which is
indicated by its ability to form biofilm, control the growth of S. mutans, and
expressed spxB mRNA. The spxB mRNA expression reflected hydrogen peroxide
(H2O2) production by S. sanguinis.
Volatile constituents of cajuputs candy’s flavors were analyzed using Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). In vitro biofilm assay with optical
density (OD) measurement was used to examine the potency of cajuputs candy in
inhibiting the formation of multispecies biofilm. Quantitative real-time
polymerase chain reaction (real-time PCR) techniques were applied for
quantification of spxB mRNA and relative amount of total DNA bacterium in the
biofilms.
Several reported antimicrobial components, i.e. 1,8-cineole (23,67%), αterpineol (9,17%), menthol (7,29%), β-caryophyllene (6,78%), menthone (3,30%),
and terpinen-4-ol (1,86%) were detected in SCC. Meanwhile, the reported

antimicrobial components, i.e. menthol (13,32%), α-terpineol (9,97%), 1,8cineole (8,48%), β-caryophyllene (7,64%), menthone (4,43%) and terpinen-4-ol
(1,28%) were also detected in NSCC.
The biofilm assay showed that the exposures of SSC and NSCC were
effective in inhibiting multispecies biofilm. Biofilm inhibition caused by SCC was
59,2% and NSCC was 68,2%. Moreover, SCC and NSCC exposures also
decreased the relative amount of total DNA in multispecies biofilm to be 1,20%
and 1,04% compared to the control (100%), respectively. These reductions were
indicating that SCC and NSCC could inhibit biofilm formation of S. sanguinis and
S. mutans, in vitro.
Exposures of candy formula without flavor, i.e sucrose candy without flavor
and non-sucrose candy without flavor, also affected biofilm formation. The ability
to form biofilm affected by sucrose candy and non-sucrose candy without flavor
exposures were decreased 36,9% and 47,1% compared with the control,
respectively. However, sucrose candy and non-sucrose candy without flavor
exposures were induced bacterial growth with percentage of total DNA in the
biofilm were 184,77% and 221,29% increase compared with the control,
respectively. It seems that utilization of sucrose without addition of antibacterial
component, e.g. essential oil as flavoring agent, could induce bacterial growth.

Even a non-sucrose utilization, in this study is isomalt - a non-cariogenic polyol-,

with a long exposure time (approx. 20 hours) in this research could be fermented
by these Streptococci and can be used for their growth. This indicated that cajuput
and peppermint oil in SCC and NSCC showed antibacterial activity.
The proportion of S. sanguinis DNA in multispecies biofilms was lower
than S. mutans DNA in all samples, which ranged from 35 to 42% for S. sanguinis
and 58 to 65% for S. mutans. This bacterial DNA proportion was not statistically
significant compared with the control, suggest that cajuputs candy exposures did
not affect S. sanguinis and S. mutans interaction.
Analysis of spxB mRNA of S. sanguinis shows that SCC and NSCC
exposures could maintain spxB mRNA expression level relatively at 0.5 fold and
0.9 fold compared with the control (1,0 fold), respectively. The expression of
spxB mRNA was decreased to be 0.3 fold after sucrose candy without flavor
exposure, while exposures of non-sucrose candy without flavor increase spxB
mRNA expression to be 1.1 fold. The detected spxB mRNA in the biofilms
indicated that cajuputs candy formulas exposures did not affect S. sanguinis
ability to produce H2O2 and could be considered as competitive against S. mutans.
Both cajuputs candies (SCC and NSCC) have the potency in maintaining the
competitive capacity of S. sanguinis upon S. mutans in multispecies biofilm.
Keywords: cajuputs candy, biofilm inhibition, Streptococcus sanguinis,
Streptococcus mutans, spxB mRNA


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH FORMULA CAJUPUTS CANDY PADA DAYA KOMPETITIF
Streptococcus sanguinis TERHADAP Streptococcus mutans
DALAM BIOFILM MULTISPESIES

BERNADETA RATNA EKA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Dosen penguji luar komisi: Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, M.Si

Judul Tesis : Pengaruh Formula Cajuputs Candy pada Daya Kompetitif
Streptococcus sanguinis terhadap Streptococcus mutans dalam
Biofilm Multispesies
Nama
: Bernadeta Ratna Eka Sari
NIM
: F251100051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr
Ketua

Prof. drg. Boy M. Bachtiar, MS, Ph.D
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Tanggal Ujian: 31 Juli 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Pengaruh Fonnula Cajuputs Candy pada Daya Kompetitif
Streptococcus sanguinis terhadap Streptococcus mutans dalam
Biofilm Multispesies
Nama
: Bemadeta Ratna Eka Sari
NIM
: F2511 00051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof.

r. Ir. C. Hanny Wijaya, M .Agr
Ketua

Prof. drg. Boy M . Bachtiar, MS, Ph.D
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Tanggal Ujian: 31 Juli 2013

Tanggal Lulus:

2 4 OCT 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha
Kasih atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini
ialah Pengaruh Formula Cajuputs Candy pada Daya Kompetitif Streptococcus
sanguinis terhadap Streptococcus mutans dalam Biofilm Multispesies.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya,
M.Agr dan Bapak Prof. drg. Boy M. Bachtiar, MS, Ph.D selaku pembimbing yang
dengan sabar dan tak pernah lelah memberikan semangat dan saran yang sangat
penulis perlukan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Harsi D.
Kusumaningrum, M.Si selaku dosen penguji luar komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan saran yang melengkapi tesis ini. Selain itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Departemen Pendidikan atas pendanaan
penelitian ini melalui Hibah Kompetensi (HIKOM) 2012 yang diperoleh oleh Ibu
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. Di samping itu, ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Saudari Dessy Ashari, S.Si dan Saudari Maysaroh, S.Si
dari Laboratorium Biologi Oral FKG-UI, dan Saudari Desi Arofah dari
Laboratorium Analisis Flavor Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, yang telah
banyak membantu penulis selama menjalankan penelitian. Penulis juga tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada Saudari Gracella atas bantuan berupa
penyediaan beberapa bahan baku penelitian.
Ungkapan terima kasih mendalam juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu,
suami, mertua, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya yang tiada henti. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
keluarga besar IPN 2010, rekan sebimbingan (Ayu, Elok, Winny, Intan, Bu Maria,
Bu Irdha, dan Yunita), dosen dan staf Prodi Ilmu Pangan, serta rekan-rekan
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan
inspirasi, semangat, motivasi, doa, dan kebersamaan kepada penulis selama kuliah
dan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Bernadeta Ratna Eka Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
4
Hipotesis
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Kayu Putih
4
Minyak Peppermint
5
Cajuputs Candy
6
Biofilm dan Karies Gigi
7
Peran S. sanguinis dan S. mutans pada Kejadian Karies Gigi
8
Piruvat Oksidase (Spx)
10
Minyak Atsiri sebagai Komponen Antimikroba
10
Teknik Kuantitatif Real-Time Polymerase Chain Reaction (real-time 11
PCR)
3 METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
12
Bahan
12
Alat
13
Metode
13
Pembuatan Permen sebagai Formula Uji
14
Analisis Komponen Volatil
14
Pembenihan dan Persiapan Bakteri Uji
16
Uji Penghambatan Biofilm oleh Formula Uji
17
Penumbuhan Biofilm, Ekstraksi RNA, dan Sintesis cDNA
17
Kuantifikasi Ekspresi mRNA spxB
19
Ekstraksi DNA dan Kuantifikasi DNA
19
Analisis Statistik
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Komponen Volatil Flavor Cajuputs Candy
21
Pengaruh Formula Uji terhadap Pembentukan Biofilm Multispesies
28
Pengaruh Formula Uji terhadap Jumlah DNA Bakteri Total dan
Proporsi DNA S. sanguinis terhadap S. mutans dalam Biofilm
Multispesies
30
Pengaruh Formula Uji terhadap Ekspresi mRNA spxB S. sanguinis
33

Hubungan Kandungan Komponen Volatil Cajuputs Candy dengan
Aktivitas Antimikroba
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

36
37
37
38
43
63

DAFTAR TABEL
1 Primer yang digunakan untuk analisis real-time PCR beserta urutan
oligonukleotidanya
13
2 Komposisi komponen volatil ekstrak minyak kayu putih (MKP), minyak
peppermint (MP), cajuputs candy sukrosa (CCS), dan cajuputs candy
non-sukrosa (CCNS)
22
3 Komponen volatil pada cajuputs candy yang diduga mempunyai aktivitas
antimikroba dan penggolongannya berdasarkan unit terpen penyusunnya 25
4 Perbedaan nilai OD biofilm multispesies setelah pemberian formula uji
28
5 Pengaruh formula uji terhadap jumlah DNA bakteri total dan proporsi
DNA S. sanguinis terhadap S. mutans dalam biofilm multispesies
31

DAFTAR GAMBAR
Cajuputs Candy
Skema antagonisme S. sanguinis dengan S. mutans
Kromatogram Ekstrak Heksana Minyak Kayu Putih
Kromatogram Ekstrak Heksana Minyak Peppermint
Kromatogram Ekstrak Heksana Cajuputs Candy Sukrosa
Kromatogram Ekstrak Heksana Cajuputs Candy Non-sukrosa
Struktur kimia beberapa senyawa monoterpen teroksigenasi yang
teridentifikasi di dalam cajuputs candy
8 Tingkat ekspresi mRNA spxB dalam biofilm multispesies dipengaruhi
oleh pemberian formula uji
1
2
3
4
5
6
7

6
9
23
23
24
24
27
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12

13
14

15

16
17

Hasil Identifikasi Komponen Volatil Minyak Kayu Putih
Hasil Identifikasi Komponen Volatil Minyak Peppermint
Hasil Identifikasi Komponen Volatil CCS
Hasil Identifikasi Komponen Volatil CCNS
Kromatogram Ekstrak Heksana Minyak Kayu Putih
Kromatogram Ekstrak Heksana Minyak Peppermint
Kromatogram Ekstrak Heksana Cajuputs Candy Sukrosa (CCS)
Kromatogram Ekstrak Heksana Cajuputs Candy Non-sukrosa (CCNS)
Nilai Optical Density (OD) Uji Biofilm
Hasil analisis statistik student t test optical density (OD) biofilm pada
uji penghambatan biofilm akibat pemberian formula uji
Hasil kuantifikasi jumlah relatif DNA bakteri total dalam biofilm
multispesies akibat pengaruh formula uji berdasarkan nilai CT yang
teramplifikasi pada mesin real-time PCR
Hasil perhitungan proporsi DNA S. sanguinis terhadap S. mutans dalam
biofilm multispesies akibat pengaruh formula uji berdasarkan nilai CT
yang teramplifikasi pada mesin real-time PCR
Tabulasi Perhitungan Proporsi DNA S. sanguinis dan S. mutans
Hasil analisis statistik student t test pada proporsi DNA S. sanguinis
terhadap S. mutans dalam biofilm multispesies akibat pengaruh formula
uji
Hasil kuantifikasi tingkat ekspresi mRNA spxB dalam biofilm
multispesies akibat pengaruh formula uji berdasarkan nilai CT yang
teramplifikasi pada mesin real-time PCR
Hasil analisis statistik student t test tingkat ekspresi mRNA spxB dalam
biofilm multispesies akibat pengaruh formula uji
Penelitian Cajuputs Candy yang sudah dilakukan

43
45
47
49
51
51
52
52
53
54

55

56
57

58

60
61
62

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cajuputs candy merupakan sejenis permen keras yang mengandung
minyak atsiri kayu putih (cajuput oil) dan peppermint sebagai komponen
flavornya (Nuramdhan 2010; Rachmatillah 2011; Christie 2012). Saat ini terdapat
dua jenis cajuputs candy, yaitu Cajuputs Candy Sukrosa (CCS) dan Cajuputs
Candy Non-Sukrosa (CCNS). CCNS dikembangkan dari CCS dengan mengganti
bahan sukrosa dan glukosa dengan isomalt yang dikombinasikan dengan pemanis
buatan (intense sweetener) acesulfame-K (Christie 2012). Isomalt merupakan gula
alkohol yang rendah kalori dan tidak memicu karies gigi (Wijaya dan Mulyono
2010). Inovasi ini dimaksudkan agar cajuputs candy mempunyai khasiat yang
lebih baik lagi sebagai permen kesehatan, yaitu permen yang rendah kalori dan
dapat membantu menjaga kesehatan mulut dan gigi (oral health care).
Penggunaan minyak kayu putih dan peppermint dalam cajuputs candy
berpotensi untuk berperan sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi
kesehatan (Wijaya 2011). Beberapa penelitian yang mengkaji manfaat cajuputs
candy terhadap kesehatan mulut dan gigi telah dilakukan. Cajuputs candy
memiliki manfaat melegakan tenggorokan dan menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab karies gigi, yaitu Streptococcus mutans (Wijaya et al. 2011). Melalui
penelitian Nurramdhan (2010), formula CCS terbukti mampu menekan akumulasi
biofilm Streptococcus mutans serotif c dan d yang dapat menyebabkan karies gigi.
Racmatillah (2011) melaporkan bahwa formula CCS mampu menekan
pembentukan biofilm dan viabilitas Candida albicans, yaitu fungi yang dapat
menyebabkan sariawan (Tjampakasari 2006 diacu dalam Rachmatillah 2011).
Sementara itu Iftari (2013) melaporkan bahwa formula CCNS mampu
menghambat aktivitas mRNA gtfC S. mutans yang berperan dalam aktivitas
pembentukan biofilm S. mutans.
Beberapa studi terakhir menunjukkan bahwa jenis makanan yang diasup
dapat menentukan status kesehatan oral seseorang (Kazemi et al. 2011). Oleh
karena itu asupan pangan fungsional seperti cajuputs candy diharapkan dapat
mendukung pemeliharaan kesehatan mulut dan gigi. Karies gigi merupakan
penyakit gigi yang diderita oleh mayoritas penduduk di Indonesia dengan
prevalensi sebesar 72,1% (Depkes RI 2008). Faktor diet (pola makan) merupakan
salah satu faktor yang dapat memicu timbulnya karies gigi selain faktor host
(struktur gigi, saliva), mikroorganisme, dan waktu (Samaranayake 2002).
Mikroorganisme yang menjadi penyebab utama karies gigi adalah S.
mutans (Kreth et al. 2005). Secara alamiah S. mutans merupakan bagian dari
komunitas mikroorganisme di dalam mulut, namun dalam kondisi tertentu
keseimbangan ekologi dalam mulut dapat terganggu, sehingga membuat S.
mutans dapat menginvasi dan menyebabkan timbulnya karies (Kreth et al. 2005).
Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme untuk mengontrol pertumbuhan S.
mutans ini. Salah satu mekanisme alamiah yang terjadi di dalam ekologi rongga
mulut yang dapat mencegah invasi S. mutans untuk menyebabkan karies adalah
interaksi antagonistis S. mutans dengan S. sanguinis (Marsh et al. 2000; Marsh
2006; Kreth et al. 2008).

2
Studi-studi in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa interaksi antara S.
sanguinis dan S. mutans bersifat antagonistis (Kreth et al. 2005). Interaksi
antagonistis ini telah diteliti mampu mengurangi atau menunda kejadian karies
gigi (Kreth et al. 2005). S. sanguinis merupakan bakteri yang sering dikaitkan
dengan kesehatan mulut dan gigi (Percival et al. 2006; Turner et al. 2009).
Sebagai bakteri pengkoloni awal (pioneer colonizer), kolonisasi S. sanguinis
dalam membentuk biofilm dapat menekan pertumbuhan S. mutans agar tidak
mendominasi biofilm (Kreth et al. 2005; Kreth et al. 2008). Dalam kompetisi
untuk membentuk biofilm dan mempertahankan eksistensinya, S. sanguinis
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) untuk menekan pertumbuhan S. mutans
(Zheng et al. 2011a). Zat H2O2 merupakan satu-satunya zat antibakteri yang
disekresikan oleh S. sanguinis, yang dihasilkan melalui aktivitas enzim piruvat
oksidase atau Spx (Zheng et al. 2011b). Aktivitas enzim Spx S. sanguinis ini
dikode oleh gen spxB, yang diekspresikan oleh mRNA spxB (Zheng et al. 2011b).
Paparan cajuputs candy pada rongga mulut dapat mempengaruhi interaksi
S. sanguinis dengan S. mutans di dalam lingkungan biofilm. Daya kompetitif S.
sanguinis terhadap S. mutans di dalam biofilm, yang diindikasikan oleh
kemampuannya membentuk biofilm, mengontrol pertumbuhan S. mutans, dan
mengekspresikan mRNA spxB sebagai refleksi produksi H2O2, berperan dalam
penundaan kejadian karies gigi (Kreth et al. 2005). Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan menentukan pengaruh cajuputs candy pada daya kompetitif S. sanguinis
terhadap S. mutans di dalam biofilm multispesies (S. sanguinis+S. mutans).
Pemberian cajuputs candy diharapkan tetap mampu menjaga daya kompetitif S.
sanguinis terhadap S. mutans di dalam lingkungan biofilm, sehingga permen ini
dapat bermanfaat untuk mendukung pemeliharaan kesehatan mulut dan gigi.

Perumusan Masalah
Cajuputs candy mengandung minyak kayu putih dan minyak peppermint
sebagai komponen flavornya. Beberapa komponen volatil minyak kayu putih dan
minyak peppermint dilaporkan mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri
Streptococcus spp (Jedlickova et al. 1994; Galvao et al. 2012). Aktivitas
antimikroba CCS dan CCNS dalam menghambat pembentukan biofilm S. mutans
masing-masing dilaporkan oleh Nurramdhan (2010) dan Iftari (2013). Iftari
(2013) lebih lanjut menunjukkan penghambatan CCNS terhadap ekspresi mRNA
gtfC, yaitu gen yang mengkode pembentukan glukan tidak larut air yang
menempel kuat pada permukaan gigi (plak) oleh S. mutans. Hasil penelitian Iftari
(2013) menunjukkan bahwa penghambatan mRNA gtfC S. mutans paling optimal
terjadi pada masa inkubasi 4 jam.
Komponen volatil pada flavor cajuputs candy diduga berperan pada
aktivitas antimikrobanya, untuk itu perlu dilakukan identifikasi komponen volatil
pada cajuputs candy. Identifikasi komponen volatil ini bertujuan untuk
memastikan keberadaan komponen antimikroba pada cajuputs candy, baik CCS
maupun CCNS. Hasil identifikasi komponen volatil cajuputs candy ini berguna
untuk memperjelas peran komponen flavor cajuputs candy sebagai agen
antimikroba.

3
Metode untuk menguji pengaruh cajuputs candy terhadap interaksi S.
sanguinis dan S. mutans adalah dengan memberikan permen ke dalam biofilm
multispesies, yaitu biofilm yang terdiri dari bakteri S. sanguinis yang
ditumbuhkan bersama dengan S. mutan, secara in vitro. Biofilm multispesies (S.
sanguinis + S. mutans) ini dimaksudkan sebagai bentuk interaksi mikrobial yang
mendekati kondisi sesungguhnya di dalam rongga mulut, yang tidak hanya terdiri
dari satu spesies bakteri saja, namun merupakan komunitas polimikrobial yang
kompleks (Kreth et al. 2008). Dampak paparan cajuputs candy terhadap daya
kompetitif S. sanguinis dapat dilihat melalui pengujian penghambatan biofilm,
kuantifikasi jumlah DNA bakteri total dan proporsi DNA S. sanguinis terhadap S.
mutans dalam biofilm, serta kuantifikasi mRNA spxB S. sanguinis.
Uji penghambatan biofilm digunakan untuk menentukan dampak
pemberian CCS dan CCNS terhadap kemampuan kedua bakteri dalam membentuk
biomassa biofilm, yang tercermin dari nilai optical density (OD). Semakin tinggi
nilai OD, maka semakin banyak biofilm yang terbentuk (Yamanaka et al. 2004).
Kuantifikasi DNA bakteri total dan proporsi DNA bakteri dalam biofilm, serta
mRNA spxB dilakukan dengan teknik real-time PCR menggunakan pasangan
primer spesifik sehingga dapat menghitung DNA dan mRNA target secara akurat.
Kuantifikasi DNA bakteri total dapat digunakan untuk menentukan dampak
pemberian CCS dan CCNS terhadap peningkatan atau penurunan jumlah bakteri
dalam biofilm, sebagai indikasi aktivitas antimikroba cajuputs candy. Sedangkan
pengaruh cajuputs candy terhadap peran kontrol S. sanguinis terhadap S. mutans
dapat ditentukan dengan menganalisis proporsi DNA S. sanguinis dan S. mutans
dalam biofilm. Lalu untuk melihat pengaruh CCS dan CCNS terhadap
kemampuan S. sanguinis mengekspresikan mRNA spxB, yaitu gen yang
merefleksikan produksi H2O2, maka dapat dilakukan dengan mengkuantifikasi
mRNA spxB. Gen spxB yang dimiliki oleh S. sanguinis tidak terdapat pada S.
mutans, sehingga dengan menggunakan primer spesifik, teknik real-time PCR
dapat membedakan dan menghitung dengan akurat tingkat ekspresi mRNA spxB
S. sanguinis (Zheng et al. 2011a).
Sifat kompetitif S. sanguinis terhadap S. mutans dapat ditentukan dari
kemampuannnya membentuk biofilm, mengontrol pertumbuhan S. mutans, dan
mengekspresikan mRNA spxB (Kreth et al. 2005). Dengan demikian, dampak
paparan CCS dan CCNS terhadap daya kompetitif S. sanguinis dapat ditentukan
dengan menganalisis parameter-parameter tersebut. Selain mengandung flavor
yang mempunyai aktivitas antimikroba, CCS dan CCNS masing-masing
menggunakan dua jenis karbohidrat yang mempunyai sifat berbeda, yaitu sukrosa
dan isomalt. Kedua jenis karbohidrat tersebut mempunyai perbedaan dalam hal
kemudahannya didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga penggunaannya juga
turut berpengaruh terhadap daya kompetitif S. sanguinis di dalam lingkungan
biofilm. Dengan ditentukannya pengaruh cajuputs candy pada daya kompetitif S.
sanguinis terhadap S. mutans, maka secara tidak langsung dapat digunakan untuk
mengetahui potensi CCS dan CCNS dalam memelihara kesehatan mulut dan gigi,
terutama dalam menunda terbentuknya karies gigi.

4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh Cajuputs Candy
Sukrosa (CCS), Cajuputs Candy Non-Sukrosa (CCNS) pada daya kompetitif
Streptococcus sanguinis terhadap S. mutans dalam biofilm multispesies (S.
sanguinis + S. mutans).
Hipotesis
Cajuputs Candy Sukrosa (CCS) dan Cajuputs Candy Non-Sukrosa (CCNS)
mampu memelihara daya kompetitif Streptoccocus sanguinis terhadap S. mutans
dalam biofilm multispesies (S. sanguinis + S. mutans).

2 TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih dikenal juga dengan nama cajeput oil (Fr., Ger., Sp.,
Lt.) atau cajuput oil (Ing.), dihasilkan dari proses distilasi bagian daun dan cabang
tanaman kayu putih (Melaleuca cajuputi Roxb) atau ―white wood‖ yang
merupakan tanaman penghasil minyak atsiri khas Indonesia. Menurut BSN
(2006), mengacu pada SNI 06-3954-2006 tentang Minyak Kayu Putih, minyak
kayu putih didefinisikan sebagai minyak atsiri yang diperoleh dengan cara
penyulingan daun dan ranting dari tanaman kayu putih (Melaleuca leucadendron).
Minyak kayu putih mempunyai penampakan sebagai cairan bening, hampir tidak
berwarna, sampai agak hijau atau kuning, mempunyai aroma yang kuat, kamfor
dan aromatik, dengan rasa yang pahit dan membakar (Burdock 2010).
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua kelas, yaitu mutu
utama (U) dan mutu pertama (P). Klasifikasi mutu tersebut yang dibedakan
berdasarkan kadar sineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen
alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri kayu putih. Minyak kayu putih mutu U
mempunyai kadar cineole ≥ 55%, sedang mutu P mempunyai kadar cineole
kurang dari 55% (Dephut 2001).
Minyak kayu putih sering digunakan sebagai obat antiseptik dan carrigens
pada pembuatan obat-obat kumur dan pasta gigi (Parera 2005). Minyak kayu putih
juga dapat digunakan sebagai ekspektoran, antiiritasi, scabisida, rubefacient, dan
antimikotik (Agusta 2000). Penggunaannya sebagai ekspektoran dalam kasus
laryngitis dan bronchitis banyak disoroti. Selain digunakan sebagai obat, minyak
kayu putih dapat digunakan pula sebagai bahan flavoring untuk makanan (Agusta
2000). Minyak kayu putih ini dapat digolongkan sebagai bahan flavor alami yang
diijinkan, baik oleh FDA (Food and Drug Administration), JECFA (Joint Expert
FAO/WHO Committee on Food Additives), maupun FEMA (Flavor Extract
Manufacturer’s Association) untuk digunakan sebagai flavoring agent pada
produk makanan (Burdock 2010). FEMA (1994) diacu dalam Burdock (2010)
menyebutkan bahwa penggunaan minyak kayu putih sebagai komponen pangan

5
mempunyai PADI (Possible Average Daily Intake) sebesar 0,831 mg. Penggunaan
minyak kayu putih dalam produk makanan, yaitu pada produk soft candy secara
umum digunakan sebanyak 6,80 ppm dan maksimal 9,5 ppm (Burdock 2010).
Penggunaannya secara oral mempunyai batas toksisitas LD50 oral rat sebesar
3870,00 mg/kg berat badan, sementara toksisitas dermal (LD50) dan penghirupan
(LC50) batasnya tidak ditentukan sehingga penggunaan minyak kayu putih untuk
konsumsi secara oral cukup aman (thegoodscentcompany 2011). Wijaya et al.
(2005) telah mengembangkan produk permen dengan menggunakan minyak kayu
putih murni sebagai flavornya dengan konsentrasi sebanyak 0,25-1%.
Guenther (1990) melaporkan komponen utama dalam minyak kayu putih
adalah sineol sebanyak 50-60%. Komponen-komponen minyak kayu putih dapat
diidentifikasi menggunakan instrumen kromatografi gas yang dilengkapi dengan
spektrometer massa (GC-MS) (Agusta 2000). Komponen-komponen yang
terdapat dalam minyak kayu putih antara lain cineole, terpineol, pinene,
benzaldehide, limonene, dan sesquiterpene (Ketaren 1990). Muchtaridi et al.
(2004) melakukan identifikasi komponen minyak atsiri yang diekstrak dari daun
minyak kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) menggunakan GC-MS dan
melaporkan komponen-komponen yang terdapat di dalamnya antara lain 1,8cineole (22,45%), α-terpineol (12,45%), (E)-caryophyllene (6,95%), β-pinene
(5,74%), α-humulene (4,70%), β-selinene (3,82%), β-myrcene (3,58%), α-selinene
(2,9%), dan α-terpinyl acetate (2,74%).
Komponen-komponen volatil minyak kayu putih selain berperan
memberikan karakteristik aroma minyak kayu putih, juga berperan sebagai
komponen aroma aktif yang mempunyai aktivitas antibakteri. Jedlickova et al.
(1994) menyebutkan bahwa komponen dalam minyak kayu putih, yaitu 1,8cineole, linalool, α-terpineol, dan terpinen-4-ol sangat potensial untuk digunakan
sebagai antibakteri. Dari keempat senyawa tersebut, α-terpineol dan terpien-4-ol
adalah komponen yang paling efektif sebagai antibakteri dan mampu menghambat
beberapa strain mikroba, seperti Candida albicans, Streptococcus spp, A, B, C,
dan G, Enterobacter spp, Salmonella spp, dan Klebsiella pneumonia (Jedlickova
et al. 1994). James (1989) menyebutkan bahwa senyawa aktif yang berfungsi
sebagai antiseptik dalam minyak kayu putih adalah senyawa kristalin fenolik, 3,5dimetil-4,6-di-o-metilfloroasetopinon dengan kadar sekitar 10%.

Minyak Peppermint
Minyak peppermint diperoleh dari hasil distilasi daun Mentha piperita.
Minyak peppermint mempunyai karakteristik aroma segar, tajam, bau mentol
yang kuat, sweet, rasa balsamic yang tajam, diikuti sensasi dingin ketika udara
berhembus masuk ke dalam mulut (Burdock 2010). Minyak peppermint berwarna
bening sampai kuning pucat dan mempunyai viskositas mirip dengan air. Burdock
(2010) menyebutkan komponen minyak peppermint meliputi α-pinene dan βpinene, limonene, cineole, ethyl amylcarbinol, menthone, isomenthone
menthofuran, menthol, neomenthol, isomenthol, menthyl acetate, dan piperitone.
Kandungan menthone berkisar 15-32%, ester (menthyl acetate) antara 3-10%, dan
menthol antara 30-55%.

6
Minyak peppermint secara tradisional telah lama digunakan untuk
pengobatan. Kandungan komponen utama pada minyak peppermint seperti
menthol, menthone, menthyl acetate, 1,8-cineole, limonene, β-pinene, dan βcaryophyllene dilaporkan mampu menghambat beberapa bakteri (Catherine et al.
2012). Efek bekaterisidal minyak peppermint bahkan lebih kuat daripada minyak
kayu putih (Razan et al. 2012). Komponen menthol dilaporkan mampu
menghambat pembentukan biofilm bakteri S. mutans dan S. sanguinis (Dwivedi et
al. 2012).
Minyak peppermint selain digunakan sebagai bahan pengobatan (farmasi)
juga digunakan sebagai flavouring agent di industri makanan maupun kosmetik
(Alankar 2009). Konsumsi minyak peppermint dinyatakan aman oleh organisasi
flavor dunia FEMA (Flavor Extract Manufacturer’s Association) dengan nilai
PADI (Possible Average Daily Intake) sebesar 35,772 mg. Batas konsumsi
individual yang pernah dilaporkan adalah sebesar 1,1751 mg/kg/hari dan
penggunaannya dalam berbagai jenis makanan berkisar antara 6 sampai dengan
8300 ppm (Burdock 2010).
Cajuputs Candy
Cajuputs candy merupakan permen keras yang mengandung minyak atsiri
kayu putih dan peppermint sebagai komponen flavornya (Gambar 1). Permen
keras mempunyai tekstur yang keras, penampakan yang jernih dan biasanya terdiri
dari komponen dasar sukrosa dan sirup glukosa serta bahan-bahan lain untuk
memberikan rasa dan penampakan yang lebih baik (Jackson 1995). Cajuputs
candy pada awalnya dikembangkan dengan tujuan untuk melestarikan kekayaan
herbal asli Indonesia dan menambah nilai ekonomis minyak kayu putih (Halimah
1997). Penggunaan minyak kayu putih dan peppermint dalam cajuputs candy
menjadikannya berpotensi sebagai pangan fungsional untuk menjaga kesehatan
mulut dan gigi (Wijaya 2011)

Gambar 1 Cajuputs Candy
Saat ini terdapat dua jenis cajuputs candy, yaitu Cajuputs Candy Sukrosa
(CCS) dan Cajuputs Candy Non-Sukrosa (CCNS). Formula CCS mempunyai
komposisi sukrosa, glukosa, minyak kayu putih, dan minyak peppermint (Halimah
1997). Karena formula CCS masih mengandung sukrosa dan glukosa yang dapat
memicu timbulnya karies gigi, maka dikembangkan CCNS oleh Christie (2012).
CCNS dibuat menggunakan bahan poliol isomalt dan pemanis buatan acesulfameK, sehingga diharapkan tidak memicu timbulnya karies gigi (Christie 2012).
Sukrosa dan glukosa merupakan karbohidrat yang sangat mudah difermentasi oleh

7
mikroorganisme menghasilkan asam (Decker dan Loveren 2003), sedangkan
isomalt merupakan karbohidrat yang sangat lambat difermentasi oleh
mikroorganisme sehingga sulit digunakan oleh mikroorganisme untuk diubah
menjadi asam (Mayo dan Ritchie 2009). Asam yang dihasilkan dari proses
fermentasi oleh mikroorganisme dapat menyebabkan dekasilfikasi lapisan gigi
dan memicu timbulnya karies (Imfeld 1999). Selain sulit difermentasi oleh
mikroorganisme, isomalt memiliki nilai kalori hanya setengah dari nilai kalori
sukrosa, yaitu hanya dua kalori per gram, sehingga cocok digunakan sebagai gula
diet bagi penderita diabetes (polyol.org 2012).
Optimasi produk cajuputs candy telah dilakukan pada bahan baku utama
dan komponen flavornya (Rachmatillah 2011; Christie 2012). Hasil uji
organoleptik terhadap CCS diperoleh skor kesukaan keseluruhan sebesar 4.99 5.24 pada skala 1-9, yaitu netral hingga agak suka (Rachmatillah 2011),
sedangkan CCNS memperoleh skor kesukaan keseluruhan sebesar 6,76 pada skala
1-9 atau agak suka menuju suka (Christie (2012).
Melalui penelitian khasiat yang berkelanjutan (Lampiran 17), cajuputs
candy mempunyai potensi sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi
pemeliharaan kesehatan gigi dan rongga mulut (Wijaya 2011). Formulasi CCS
sebagai permen dengan khasiat sebagai pelega tenggorokan telah mendapatkan
hak paten dengan nomor ID 0 000 385 S. CCS juga telah diteliti mampu menekan
akumulasi biofilm bakteri S. mutans serotif c, yaitu bakteri penyebab karies gigi,
secara in vitro (Nurramdhan 2010; Wijaya et al. 2011). CCS juga dilaporkan
mampu menekan pembentukan biofilm dan viabilitas fungi Candida albicans
penyebab candidiasis, secara in vitro (Rachmatillah 2011). Sementara itu Iftari
(2013) melaporkan potensi CCNS dalam menghambat aktivitas pembentukan
biofilm S. mutans yang diindikasikan oleh penghambatan terhadap ekspresi
mRNA gtfC S. mutans. Menurut Iftari (2013), daya hambat CCNS terhadap
ekspresi mRNA gtfC S. mutans paling optimal pada masa inkubasi 4 jam.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, cajuputs candy
telah terbukti secara in vitro memiliki manfaat bagi kesehatan rongga mulut dan
gigi (Wijaya 2011). Namun demikian, kajian ilmiah terhadap potensi fungsional
cajuputs candy dalam pemeliharaan kesehatan mulut dan gigi perlu terus
dilakukan agar manfaat yang ada dapat diidentifikasi dan dikarakterisasi dengan
baik dan terbukti memberikan pengaruh yang nyata terhadap target fungsi dalam
tubuh yang mendukung isu kesehatan. Kajian khasiat ini perlu sesuai definisi
pangan fungsional menurut BPOM RI (2005). Selanjutnya, kajian ilmah tersebut
harus disebarluaskan kepada masyarakat melalui media informasi ilmiah yang
dapat dipercaya, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Biofilm dan Karies Gigi
Mikroorganisme pada permukaan mukosa rongga mulut berada dalam
bentuk komunitas polimikrobial kompleks yang disebut biofilm (Kreth et al.
2008). Biofilm merupakan komunitas mikroorganisme yang melekat pada
permukaan organik dan anorganik yang terorganisasi dalam struktur tiga dimensi,
serta tertutup oleh matriks ekstraseluler (polisakarida), yang disekresikan oleh

8
bakteri itu sendiri maupun yang diperoleh dari lingkungan tempat
mikroorganisme itu tumbuh (Marsh 1999). Menurut Liu et al. (2011), matriks
ektraseluler biofilm berupa polisakarida, protein, dan DNA. Plak gigi merupakan
salah satu bentuk biofilm yang paling sering dijumpai di dalam rongga mulut dan
sudah banyak diteliti, sehingga dapat dikarakterisasi dengan baik (Kreth et al.
2008).
Biofilm di dalam mulut menghadapi berbagai fenomena perubahan yang
disebabkan karena asupan makanan. Asupan makanan dapat menyebabkan
perubahan suhu, pH, serta aliran saliva dalam rongga mulut (Kreth et al. 2005).
Perubahan ini dapat mempengaruhi fungsi komponen-komponen di dalam biofilm
dan pada kondisi-kondisi tertentu dapat memicu timbulnya penyakit infeksi.
Penyakit infeksi yang dapat disebabkan karena akumulasi biofilm bakteri
Streptococci antara lain karies gigi (Kreth et al. 2008). Biofilm terbentuk sebagai
hasil dari pelekatan awal dan pertumbuhan suatu kelompok bakteri yang
melibatkan guorum sensing, yaitu reaksi komunikasi intermikrobial dengan
mencegah organisme tertentu untuk berada pada permukaan atau tergabung dalam
komunitas. Dengan ini pencegahan karies gigi dapat dicapai dengan cara
menghalangi penempelan S. mutans di pelikel saliva (Nobbs et al. 2009).
Pengontrolan kolonisasi merupakan cara yang tepat untuk menciptakan
lingkungan mikroflora mulut yang menguntungkan (Nobbs et al. 2009).
Bakteri di dalam rongga mulut, sekitar 20%-nya terdiri dari Streptococci.
Bakteri Streptococci pengkoloni awal memulai pembentukan biofilm (plak gigi)
dan mempunyai sebaran temporal yang spesifik dan spasial yang sangat
menentukan pembentukan biofilm oral. Bakteri Streptococci tersebut mampu
menggunakan bermacam jenis karbohidrat untuk membentuk biofilm. (Kreth et al.
2008). Koloni Streptococci di dalam biofilm mampu menggunakan karbohidrat
seperti sukrosa dan glukosa untuk membentuk matriks biofilm (plak) dengan
cepat. Fermentasi sukrosa dan glukosa ini menghasilkan asam yang dapat
menurunkan pH plak. Penurunan pH plak gigi dapat menyebabkan demineralisasi
lapisan gigi (Imfeld 1999). Bakteri S. mutans sangat tahan berada pada kondisi
asam, sehingga dapat menginvasi biofilm dan memicu terjadinya karies gigi
(Kreth et al. 2005).
Mekanisme degradasi oleh mikroorganisme yang berbeda dilaporkan pada
karbohidrat golongan poliol, seperti xilitol, sorbitol, manitol, maltitol, dan
isomalt. Semua gula alkohol (poliol) tersebut dilaporkan bersifat non-kariogenik
atau sangat rendah sifat kariogeniknya (Imfeld 1999). Berdasarkan studi telemetri
pH plak, gula alkohol tidak bersifat menurunkan pH dengan cepat karena gula
alkohol tersebut sangat lambat difermentasi oleh mikroorganisme, sehingga
bersifat mampu mencegah karies (Imfeld 1999). Biofilm yang dihasilkan akibat
paparan gula alkohol dilaporkan mempunyai densitas yang lebih rendah dan lebih
lama terbentuk dibandingkan pada paparan gula sukrosa (Imfeld 1999).

Peran S. sanguinis dan S. mutans pada Kejadian Karies Gigi
S. sanguinis dan S. mutans merupakan mikroorganisme yang normal ada
pada rongga mulut manusia (Kreth et al. 2005). S. mutans merupakan bakteri yang
bersifat oksidase dan katalase negatif, sedangkan S. sanguinis bersifat katalase

9
positif dan anaerob fakultatif (Kreth et al. 2008). S. mutans merupakan bakteri
yang paling berkontribusi pada kejadian karies gigi karena kemampuannya
menghasilkan asam yang dapat menurunkan pH rongga mulut dan menyebabkan
demineralisasi gigi (Kreth et al. 2008; Liu et al. 2010). Sementara itu S. sanguinis
adalah bakteri indigenus rongga mulut, muncul bersama dengan tumbuhnya gigi
dan merupakan komponen penting pada flora normal mulut manusia (Caufield et
al. 2000). S. sanguinis merupakan bakteri pembentuk koloni awal (pioneer
colonizer) yang dapat langsung menempel pada permukaan gigi, membentuk
koloni, dan berperan sebagai tempat bertambatnya berbagai mikroorganisme
mulut yang lain sehingga mampu berkolonisasi membentuk plak gigi (Xu et al.
2007).
Bakteri-bakteri pembentuk koloni awal seperti S. sanguinis dapat berperan
mencegah berkembangbiaknya bakteri patogen S. mutans, sehingga tidak
menyebabkan penyakit (Kreth et al. 2005). Peran S. sanguinis dalam mencegah
invasi S. mutans sangat erat kaitannya dengan interaksi yang terjadi antara kedua
bakteri tersebut. Interaksi antara S. sanguinis dan S. mutans dalam biofilm telah
diteliti bersifat antagonistis (Kreth et al. 2008). Antagonisme di antara keduanya
menguntungkan bagi host karena dapat berperan dalam penundaan kejadian karies
gigi (Kreth et al. 2005; Kreth et al. 2008; Nobbs et al. 2009). Adapun mekanisme
antagonisme S. sanguinis dengan S. mutans menurut Huang et al. (2011) dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema antagonisme S. mutans dengan S. sanguinis (Huang et al. 2011)
Berdasarkan Gambar 2 di atas, ketika S. sanguinis berada pada biofilm
oral dalam jumlah besar, sebagai agen pengkoloni awal S. sanguinis dapat
menekan jumlah S. mutans. Sebaliknya jika S. mutans sudah mendominasi
biofilm, maka S. mutans akan menghambat kolonisasi S. sanguinis maupun S.
gordonii (Huang et al. 2011). Dalam interaksi antagonistik tersebut, S. sanguinis
mampu menghasilkan zat antimikroba, yaitu hidrogen peroksida atau H2O2 untuk
menekan pertumbuhan S. mutans, sehingga jumlah S. mutans tetap rendah (Kreth
et al. 2008). Sebaliknya ketika terjadi perubahan ekologi lingkungan yang
mendukung bagi pertumbuhan S. mutans, maka S. mutans dapat menjadi dominan
dan mampu menekan pertumbuhan S. sanguinis dan bakteri-bakteri pioner lain
dengan cara mengeluarkan zat antimikroba, yaitu bakteriosin (Huang et al. 2011).
Selama pertumbuhannya, S. mutans menghasilkan metabolit sekunder berupa

10
asam laktat yang dihasilkan dari hasil fermentasi karbohidrat. Produksi asam
laktat ini dapat mengubah pH mulut menjadi asam, sehingga menyebabkan
demineralisasi gigi dan menimbulkan karies gigi (Huang et al. 2011). S. mutans
sendiri tidak dapat menghasilkan H2O2 dan tidak memiliki enzim katalase untuk
memecah H2O2, sehingga adanya H2O2 yang disekresikan oleh S. sanguinis dalam
lingkungan biofilm dapat menyebabkan kematian bagi S. mutans (Zheng et al.
2011a).

Piruvat Oksidase (Spx)
Piruvat oksidase mempunyai fungsi metabolit mengkatalis pembentukan
asetil-fosfat dari piruvat. Proses ini menghasilkan CO2 dan H2O2 (Zheng et al.
2011b). Piruvat oksidase atau Spx merupakan enzim yang berperan dalam sekresi
hidrogen peroksida (H2O2) oleh S. sanguinis. Aktivitas enzim Spx S. sanguinis ini
dikodekan oleh gen spxB, yang diekspresikan oleh mRNA spxB (Zheng et al.
2011a; Zhu dan Kreth 2012). H2O2 merupakan satu-satunya zat antimikroba yang
dihasilkan oleh S. sanguinis untuk berkompetisi dengan kompetitornya (Zheng et
al. 2011b). Produksi H2O2 berperan dalam mekanisme proteksi bakteri pembentuk
koloni awal, seperti pada S. sanguinis, untuk melawan invasi spesies
kompetitornya pada tahap awal pembentukan biofilm (Zhu dan Kreth 2012).
Produksi H2O2 mempunyai peran penting dalam interaksi kompetitif S. sanguinis
untuk menghambat pertumbuhan S. mutans (Zheng et al. 2011a; Zhu dan Kreth
2012). Efek bakterisidal H2O2 dialami oleh bakteri yang tidak dapat beradaptasi
dengan H2O2, yaitu bakteri yang tidak mempunyai aktivitas katalase yang dapat
memetabolisme H2O2 sehingga akan mengalami stress oksidatif (Zheng et al.
2011a).
Produksi H2O2 oleh S. sanguinis sangat dipengaruhi oleh keberadaan
oksigen di dalam lingkungan biofilm. Ekspresi spxB sangat jauh berkurang pada
kondisi anaerobik (Zhu dan Kreth 2012). Faktor-faktor lingkungan seperti
densitas sel, ketersediaan nutrisi, dan pH juga turut mempengaruhi produksi H2O2.
Pada lingkungan yang kaya nutrisi, produksi H2O2 terhenti dan energi yang
diperlukan untuk menghasilkan H2O2 digunakan untuk pertumbuhan sel (Kreth et
al. 2005). Sebaliknya jika nutrisi yang ada di lingkungan hanya sedikit atau jika
pH lingkungan rendah, maka H2O2 akan diproduksi lagi dan kembali terjadi
kompetisi melawan S. mutans. Dengan demikian lingkungan mengatur kompetisi
dan koeksistensi S. sanguinis dan S. mutans di dalam biofilm (Kreth et al. 2005).
S. mutans tidak memiliki gen spxB, sehingga S. mutans tidak dapat
menghasilkan H2O2 (Zheng et al. 2011a). Dengan demikian deteksi mRNA spxB
S. sangunis dapat dilakukan dan dikuantifikasi secara spesifik dengan primer
spesifik spxB menggunakan teknik Real-Time Polymerase Chain Reaction (Zheng
et al. 2011a).

Minyak atsiri sebagai komponen antimikroba
Minyak atsiri sudah umum digunakan dalam produk makanan, salah
satunya pada produk konfeksioneri. Selain digunakan dalam produk makanan,

11
minyak atsiri juga banyak digunakan untuk keperluan pengobatan (Iscan et al.
2002). Minyak atsiri diketahui kaya akan kandungan komponen yang mempunyai
cakupan aktivitas antimikroba yang luas sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan (Reichling et al. 2009). Dengan cakupan aktivitas antimikroba yang
luas, selain digunakan untuk pengobatan minyak atsiri juga dapat digunakan
sebagai bahan pengawet alami untuk produk-produk makanan (Iscan et al. 2002).
Minyak atsiri biasanya merupakan campuran dari berbagai macam
komponen dengan beberapa macam gugus fungsional. Variasi ini menjadikan
minyak atsiri bekerja pada beberapa target dalam mekanisme yang berbeda-beda
(Reichling et al. 2009). Minyak atsiri merupakan kandidat yang potensial untuk
mengobati penyakit infeksi yang ringan dan tidak kompleks (Razan et al. 2012).
Penggunaan antibiotik sintetis maupun semi-sintetis banyak menimbulkan pro dan
kontra selama 50 tahun terakhir, sehingga penelitian ke ara