Pengaruh Paparan Flavor Pada Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa Terhadap Kuantitas Streptococcus Mutans Secara In-Vivo.

PENGARUH PAPARAN FLAVOR PADA CAJUPUTS CHEWY
CANDY NON-SUKROSA TERHADAP KUANTITAS
Streptococcus mutans SECARA IN-VIVO

PRASTITI LARAS NUGRAHENI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Paparan Flavor
pada Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa terhadap Kuantitas Streptococcus
mutans secara In-Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Prastiti Laras Nugraheni
NIM F251120241

RINGKASAN
PRASTITI LARAS NUGRAHENI. Pengaruh Paparan Flavor pada Cajuputs
Chewy Candy Non-Sukrosa terhadap Kuantitas Streptococcus mutans secara InVivo. Dibimbing oleh CHRISTOFORA HANNY WIJAYA, BOY MUKHLIS
BACHTIAR dan DEDE ROBIATUL ADAWIYAH.
Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang mayoritas
diderita oleh masyarakat Indonesia. Salah satu pangan fungsional yang sudah
dikembangkan saat ini untuk pencegahan karies gigi adalah cajuputs candy.
Cajuputs candy merupakan jenis permen keras yang dikonsumsi dengan cara
dikulam, sehingga diduga memiliki waktu kontak flavor yang terbatas. Untuk
mengoptimalkan potensi cajuput candy sebagai produk kesehatan mulut, dilakukan
pengembangan produk cajuput candy (permen keras) menjadi cajuputs chewy
candy (permen lunak) dan optimasi flavor. Optimasi flavor dilakukan untuk

merangsang sekresi aliran saliva yang lebih banyak melalui gerakan mastikasi dan
rangsangan flavor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi lama dan intensitas
paparan flavor pada cajuputs chewy candy non-sukrosa dalam menekan kuantitas
Streptococcus mutans.
Konsentrasi cajuputs chewy candy non-sukrosa diperoleh berdasarkan
kesukaan konsumen, yaitu konsentrasi cajuputs oil flavor x % (formula 1) dan
x+0.36 % (formula 2). Potensi cajuputs chewy candy non-sukrosa diukur secara invivo dengan cara menggunakan saliva manusia. Flow rate saliva, pH, dan kuantitas
Streptococcus mutans telah dilakukan pengukuran. Pengujian lama dan intensitas
paparan flavor dilakukan dengan menggunakan metode time intensity, guna
mengetahui komposisi flavor yang memiliki kontribusi paling besar dalam
merangsang saliva manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama dan intensitas paparan flavor
berpengaruh pada peningkatan flow rate, pH, dan jumlah Streptococcus mutans
pada saliva. Stimulasi dengan pengunyahan dan paparan flavor dari cajuputs chewy
candy non-sukrosa formula 1 dan formula 2 memberikan peningkatan flow rate
saliva yang signifikan (p < 0.05). Flavor yang memiliki lama dan intensitas paparan
flavor terbesar adalah flavor peppermint pada formula 2. Paparan flavor yang besar
pada formula 2 menghasilkan flow rate saliva yang lebih besar pula dibandingkan
formula 1. Meningkatnya flow rate saliva menyebabkan terjadinya peningkatan pH
saliva yang signifikan (p < 0.05). Peningkatan nilai pH mendekati pH netral

menyebabkan penurunan kuantitas Streptococcus mutans. Pada saliva yang
distimulasi dengan permen formula 2 menunjukkan kontribusi yang lebih baik
dalam menekan kuantitas Streptococcus mutans hingga tidak berbeda nyata dari
sampel saliva yang diambil setelah menyikat gigi (kontrol) (p > 0.05).
Kata kunci: Cajuputs chewy candy non-sukrosa, flow rate saliva, paparan flavor,
pH saliva, Streptococcus mutans

SUMMARY

PRASTITI LARAS NUGRAHENI. The Effect of Flavor Exposure of Non
Sucrose Cajuputs Chewy Candy against Streptococcus mutans Quantity In-Vivo.
Supervised by CHRISTOFORA HANNY WIJAYA, BOY MUKHLIS
BACHTIAR and DEDE ROBIATUL ADAWIYAH.
Dental caries is the major oral health problem in Indonesia. Cajuputs candy
has been developed lately as one of functional food to support dental health.
Cajuputs candy is a type of hard candy which being assumed for having limited
flavor contact time with the teeth. To maximize the potency this candy as an oral
care product, the changing form of hard candy into soft candy as well as the
optimization of flavor content have been conducted. A better flow rate by
stimulation of mastication and flavor has been expected. This study aimed to

evaluate the duration and intensity of flavor exposure of non sucrose cajuputs
chewy candy to suppress the quantity of Streptococcus mutans.
Cajuputs chewy candy with concentration based on consumer preferences,
namely cajuputs chewy candy with x % (formula 1) and x + 0.36 % (formula 2)
cajuput oil concentrations has been selected. The potency of cajuputs chewy candy
non sucrose was measured in-vivo by collecting human saliva samples. The flow
rates of saliva, pH, and Streptococcus mutans quantities has been measured. The
duration and intensity of flavor exposure by time intensity method has been
evaluated by determining flavor composition has the greatest contribution in
stimulate the secretion of human saliva.
The result showed those the duration and intensity of flavor exposure of non
sucrose cajuputs chewy candy had effect on increasing the flow rates, pH, and
Streptococcus mutans quantities on saliva. Stimulation of mastication and exposure
flavor from non-sucrose cajuputs chewy candy formula 1 and formula 2 cause
significant increasing of the flow rate (p < 0.05). Flavor which has the longest
duration and higher intensity on flavor exposure is peppermint in formula 2. The
greatest of flavor exposure on formula 2 caused increase of flow rate is greater than
formula 1. Increasing of salivary flow rate caused significant increase of pH value
(p < 0.05). Increasing pH of saliva approached neutral pH caused the decrease of
the quantity of Streptococcus mutans. Stimulation of formula 2 showed a better

contribution in suppressing the quantity of Streptococcus mutans until similar to
the saliva was collected after toothbrush (control) (p > 0.05).
Key word: flavor exposure, flow rate saliva, Non Sucrose Cajuputs Chewy Candy,
pH saliva, Streptococcus mutans

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PAPARAN FLAVOR PADA CAJUPUTS CHEWY
CANDY NON-SUKROSA TERHADAP KUANTITAS
Streptococcus mutans SECARA IN-VIVO

PRASTITI LARAS NUGRAHENI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tesis: Dr Ir Sukarno, MSc

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul ” Pengaruh Paparan Flavor
pada Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa terhadap Kuantitas Streptococcus
mutans secara In-Vivo” ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai penelitian
ini melalui program Hibah Kompetensi 2014.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr selaku ketua
komisi pembimbing, Prof drg Boy M Bactiar, MS PhD dan Dr Ir Dede R Adawiyah,
MSi selaku anggota komisi pembimbing atas waktu yang telah diluangkan dan
penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan
masukkan selama penulis mengikuti pendidikan, penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian, pembuatan artikel jurnal hingga penyusunan tesis. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Sukarno, MSc selaku penguji luar
komisi pembimbing atas saran dan masukannya demi kesempurnaan tesis ini.
Ucapan terimakasih mendalam juga penulis ucapkan kepada kedua orang
tua tercinta, yaitu Bapak Dr Ir Joko Prihatno, MM dan Ibu Dr Tuti Iriani, MSi, yang
telah memberikan dukungan materiil dan moril kepada Penulis dalam
menyelesaikan studi S2 ini. Terimakasih pula kepada suami tercinta Danan
Widiprasojo, STP, yang telah memberikan doa, dukungan, bantuan, dan
semangatnya hingga penulis berhasil menyelesaikan Tesis ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Saudari Dessy Ashari,
SSi dan Saudari Maysaroh, SSi selaku teknisi Laboratorium Biologi Oral FKG-UI;
kepada teknisi dan staf di Program Studi IPN, terutama Ibu Antin, Ibu Sri, Pak
Rojak, Mba May, dan Mba Dian; kepada rekan-rekan seperjuangan, Diana, Puri,
Rina, Anis, Wulan, Mas Fajri, Kamil, Mas Novan, Sari, Mb Ino, Mb Bunga, Yunita

(UPH), Balqis, Mba Ratna, Mba Winny, Della, Vanessa, Mas Syafi’I; dan temanteman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu memberikan
semangat, masukkan, bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini dalam
penyelesaian tesis ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
rekan-rekan panelis terlatih, yaitu Risma, Ayu, Anis, Tuti, Ka Tiwi, Ranti, Lolo,
Edo, Reno, Mb Irul, Isty, dan Siti atas kerjasamanya, bantuannya dan telah bersedia
meluangkan waktunya untuk mengikuti keseluruhan rangkaian penelitian dengan
penuh semangat dan kesabaran.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian dan tesis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca serta mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi
ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2015

Prastiti Laras Nugraheni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2
3

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Permen
Cajuputs Candy
Flavor
Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi
Saliva
Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction
Time Intensity (TI) Sensory Evaluation

4
4
4
5
6
7
8
8


3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Subjek Penelitian
Prosedur Penelitian
3.1 Penelitian Pendahuluan: Pembuatan Sampel Uji
3.2 Penelitian Utama: Pengujian Paparan Flavor CCCNS
Analisis Statistik

10
10
10
10
11
11
11
14
21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Sampel Uji CCCNS
4.1.1 Suhu Pemanasan
4.1.2 Batas atas Cajuputs Oil Flavor (FCO)
4.1.3 Penentuan Kesukaan Konsumen
4.2 Kemampuan CCCNS dalam Menekan Pertumbuhan S.mutans
4.2.1 Flow Rate Saliva
4.2.2 Derajat Keasaman (pH) Saliva
4.2.3 Kuantitas Streptococcus mutans
4.3 Paparan Flavor CCCNS

22
22
22
23
24
25
25
26
27
31

5 SIMPULAN DAN SARAN

36

DAFTAR PUSTAKA

37

RIWAYAT HIDUP

65

xii

DAFTAR TABEL
1 Risiko karies gigi pada volume dan pH saliva
2 S. mutans primer dan 16sRNA universal total bakteri
3 Formula cajuputs chewy candy non-sukrosa per 100g
4 Rasa dasar yang digunakan dalam tahap seleksi panelis
5 Profile tekstur menggunakan texture profile analyzer
6 Hasil kesukaan konsumen terhadap berbagai konsentrasi FCO pada CCCNS
7 Proporsi S.mutans terhadap kontrol
8 Analisis parameter kurva Time Intensity hasil rataan 6 panelis

7
10
12
19
22
24
31
33

DAFTAR GAMBAR
1 Cajuputs candy
2 Kurva time intensity
3 Alur penelitian
4 Diagram alir proses pembuatan cajuput chewy candy
5 Ilustrasi Pengambilan Sampel
6 Penerimaan konsumen terhadap peningkatan konsentrasi FCO
7 Perbandingan flow rate saliva
8 Perbandingan pH saliva
9 Kurva standar S.mutans
10 Kuantitas S.mutans saliva terhadap kontrol
11 Kurva standar total bakteri
12 Kurva paparan cajuput oil flavor pada CCCNS

4
9
12
13
15
24
25
26
28
29
31
32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Formulir pre-screening
2 Surat keterangan lolos etik
3 Formulir informed consent
4 Hasil ANOVA dan Duncan pengujian TPA
5 Flow rate saliva
6 Hasil ANOVA dan Duncan flow rate saliva
7 pH saliva
8 Hasil ANOVA dan Duncan pH saliva
9 Perhitungan perubahan kuantitas Streptococcus mutans
10 Hasil ANOVA dan Duncan perubahan kuantitas S.mutans
11 Perhitungan proporsi S.mutans
12 Hasil ANOVA dan Duncan proporsi S.mutans
13 Paparan cajuput oil flavor pada CCCNS formula 1
14 Paparan cajuput oil flavor pada CCCNS formula 2
15 Paparan peppermint flavor p ada CCCNS formula 1
16 Paparan peppermint flavor pada CCCNS formula 2
17 Hasil ANOVA dan Duncan paparan flavor dengan time intensity

42
44
45
46
48
48
49
49
51
52
53
54
55
56
57
58
59

xiii

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang mayoritas
diderita oleh masyarakat Indonesia. Angka prevalensi penderita karies gigi di
Indonesia sebesar 73.3% dari jumlah penduduk (RISKESDAS, 2007). Karies gigi
terjadi karena adanya fermentasi karbohidrat oleh bakteri kariogenik penghasil
asam organik. Fermentasi karbohidrat menjadi gula dan akhirnya menghasilkan
asam organik terutama laktat, format dan asam asetat. Asam yang terbentuk akan
menyebabkan penurunan pH plak sehingga menyebabkan demineralisasi gigi dan
menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan Streptococcus
mutans (Lumikari dan Loimaranta, 2000). Streptococcus mutans adalah bakteri
yang memiliki peran utama sebagai faktor mikrobiologis yang menyebabkan karies
gigi (Tanzer dan Livingston, 2001).
Salah satu pangan fungsional yang sudah dikembangkan saat ini untuk
mendukung pemeliharaan kesehatan gigi adalah cajuputs candy yang merupakan
permen penghambat karies gigi (Wijaya, 2007). Beberapa penelitian tentang
cajuputs candy telah dilakukan, antara lain penelitian Nurramdhan, (2010)
mengenai cajuputs candy sukrosa (CCS) yang terbukti mampu menekan akumulasi
biofilm S. mutans serotip c dan d yang dapat menyebabkan karies gigi. Christie
(2012) mengembangkan cajuputs candy non-sukrosa (CCNS) agar menjadi permen
kesehatan oral yang rendah kalori dan telah dibuktikan oleh Iftari et al. (2013),
bahwa formula CCNS dengan cajuput oil flavor dan peppermint flavor mampu
menghambat aktivitas gtfC S.mutans yang berperan dalam aktivitas pembentukan
biofilm dengan potensi penghambatan sebesar 65.64%. CCNS dan CCS juga telah
dibuktikan oleh Sari (2013) efektif dalam menghambat pembentukan biofilm
multispesies (S.sanguinis+S.mutans) dengan potensi penghambatan 68.2% dan
59.2%. Penelitian Rachmatillah et al. (2014) menunjukkan CCS juga memiliki
kemampuan dalam menghambat viabilitas Candida albicans, khamir yang dapat
memicu sariawan.
Kemampuan cajuputs candy yang telah terbukti sebagai penghambat karies
gigi disebabkan oleh senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba yang
terkandung didalam minyak kayu putih dan peppermint. Senyawa aktif dari minyak
kayu putih yang digunakan pada pembuatan cajuputs candy memiliki senyawa
volatil utama 1, 8-sineol (22.45%), α-terpineol (12.45%), dan E-karyofilena (6.9
%) (Muchtaridi et al., 2004; Iftari et al., 2013). Senyawa volatil dari minyak
peppermint adalah mentol (29-48 %) dan menton (20-31 %) (Iftari et al., 2013).
Menurut Inouye et al. (β001), α-terpineol memiliki aktivitas antimikroba yang kuat,
dan setara dengan mentol pada minyak peppermint.
Penelitian terbaru dilakukan oleh Dewi (2014) yang mengembangkan
cajuputs chewy candy non-sukrosa (CCCNS). Perubahan bentuk permen keras
menjadi permen lunak memungkinkan terjadinya perubahan sensasi rasa dan aroma
yang dihasilkan dari suatu konsentrasi flavor, oleh karena itu perlu dilakukan
optimasi flavor kembali untuk mengetahui kesukaan konsumen dari CCCNS.
Optimasi flavor dan gerakan mastikasi dari konsumsi CCCNS ini diduga dapat

2

merangsang aliran saliva lebih banyak sehingga diduga dapat meningkatkan
penghambatan jumlah S.mutans penyebab karies gigi. Asumsi ini didasarkan pada
laporan Snow dan Wackym (2008) yang menyatakan bahwa mengunyah permen
dapat menstimulasi pengeluaran saliva. Seiring meningkatnya sekresi saliva,
kapasitas buffer saliva dan pH saliva maka risiko karies semakin menurun
(Gopinath dan Azreanne, 2006). Pada saat pengunyahan, matriks permen akan
terhidrasi dan melunak oleh saliva, dan pada saat itu senyawa aktif dari flavor akan
perlahan-lahan terlepas (Dodds, 2012).
Berdasarkan asumsi tersebut dilakukan pengujian lama paparan flavor di
dalam mulut dan dampaknya terhadap flow rate, pH serta kuantitas S.mutans pada
saliva yang distimulasi dengan CCCNS untuk mengetahui kemampuan CCCNS
dalam menurunkan kuantitas S.mutans.

Perumusan Masalah
Mikroorganisme kariogenik yang terdapat di mikroflora oral normal
manusia akan memetabolisme karbohidrat terfermentasi sehingga menghasilkan
asam dan berdampak pada terbentuknya kondisi yang menguntungkan bagi
Streptococcus mutans, seperti penurunan pH saliva. Peningkatan pH dapat
dilakukan dengan perangsangan sekresi saliva. Perangsangan sekresi saliva dapat
dilakukan dengan pengunyahan cajuputs chewy candy non-sukrosa (CCCNS) yang
mengandung zat aktif antimikroba dari minyak kayu putih. Selain flow rate dan pH
saliva, lamanya paparan flavor yang terjadi saat flavor mulai release hingga
intensitas flavor tidak terdeteksi lagi diduga dapat merangsang sekresi saliva
sehingga dapat menghambat pertumbuhan S. mutans.
Kajian mengenai keterkaitan antara flow rate dan pH saliva akibat
pengunyahan dan paparan flavor yang mengandung zat aktif antimikroba pada
permen CCCNS terhadap perubahan kuantitas S.mutans perlu dilakukan untuk
menganalisa efektifitas CCCNS. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dikaji
pengaruh paparan dan intensitas flavor CCCNS terhadap perubahan kuantitas S.
mutans pada saliva. Dengan demikian masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana lama dan intensitas paparan setiap flavor yang terkandung dalam
CCCNS?
2. Bagaimana pengaruh pengunyahan dan konsentrasi flavor CCCNS terhadap
flow rate dan pH saliva?
3. Bagaimana pengaruh pengunyahan, konsentrasi dan paparan flavor CCCNS
terhadap kuantitas S.mutans?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lama dan intensitas paparan flavor
CCCNS serta pengaruh stimulasi mastikasi CCCNS terhadap flow rate, pH dan
kuantitas Streptococcus mutans penyebab karies gigi pada saliva.

3

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu pengembangan produk baru
dari cajuputs candy yaitu CCCNS, permen kunyah yang memiliki kemampuan
dalam menghambat karies gigi. Pengembangan produk ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai fungsinya dalam meningkatkan sekresi saliva, mengontrol pH
dan menurunkan jumlah S.mutans dalam pemenuhan kesukaan konsumen terhadap
permen kunyah.

Hipotesis
Cajuputs chewy candy non-sukrosa memiliki paparan flavor yang relatif
lama dan intensitas yang tinggi, sehingga mampu meningkatkan flow rate dan pH
saliva serta mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah S.mutans pada saliva.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Permen
Permen atau kembang gula telah dikenal secara internasional sebagai
produk confectionary, yaitu jenis pangan padat yang terdiri dari gula sebagai
komponen utamanya. Istilah confectionary berasal dari bahasa latin confecto
artinya penambahan (to compound). Sedangkan istilah candy berasal dari bahasa
arab “quan” yang berarti gula (Ketaren, 1986).
Secara garis besar permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras
(hard candy) dan permen lunak (soft candy). Menurut SNI 3547-1-2008, permen
keras merupakan jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau
campuran gula dengan pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan
lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak
menjadi lunak jika dikunyah. Sedangkan berdasarkan SNI 3547.2-2008 permen
lunak adalah jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula, atau
campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan
lain dan BTP yang diijinkan, bertekstur lunak atau menjadi lunak jika dikunyah.

Cajuputs Candy
Cajuputs candy merupakan permen keras pelega tenggorokan dengan
kandungan senyawa aktif dari minyak kayu putih dan peppermint dan berfungsi
sebagai oral health care khususnya untuk pencegah karies pada gigi sekaligus dapat
mencegah infeksi sariawan pada mulut (Wijaya, 2002). Senyawa aktif dari minyak
kayu putih dan peppermint yang digunakan pada pembuatan cajuputs candy
memiliki senyawa volatil utama 1,8-sineol (22.45 %), α-terpineol (12.45 %), dan
E-kariofilena (6.9 %) untuk minyak kayu putih (Muchtaridi et al., 2004; Iftari et
al., 2013) dan senyawa volatil mentol (29-48 %) dan menton (20-31 %) untuk
minyak peppermint (Iftari et al., 2013). Menurut Inouye et al. (β001), α-terpineol
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat, dan aktivitas antimikroba α-terpineol
pada minyak kayu putih setara dengan dengan mentol pada minyak peppermint.

Gambar 1. Cajuputs Candy
Cajuputs candy saat ini terdapat empat jenis, yaitu cajuputs candy sukrosa
(CCS) (Halimah, 1997; Nurramdhan, 2010; Rachmatillah et al., 2011), cajuputs
candy non-sukrosa (CCNS) (Christie, 2012; Iftari et al., 2013; Sari, 2013), cajuputs
candy non-sukrosa dengan penambahan flavor buah dan susu (Tanadi, 2013) dan

5

Cajuputs chewy candy non-sukrosa (CCCNS) (Dewi, 2014). Berdasarkan
penelitian Nurramdhan (2010) CCS dengan cajuputs oil flavor 0.5 % dilaporkan
mampu menekan akumulasi biofilm bakteri S.mutans serotip c dan d penyebab
karies gigi secara in vitro. Penelitian Rachmatillah et al. (2011), melaporkan
formula cajuputs candy dengan cajuputs oil flavor 0.6 % mampu menghambat
viabilitas Candida albicans. Christie (2012) mengembangkan CCNS agar menjadi
permen kesehatan oral yang rendah kalori. Penelitian Iftari et al. (2013)
membuktikan bahwa CCNS mampu menghambat aktifitas mRNA gtfC S.mutans
yang berperan dalam aktivitas pembentukan biofilm. Penelitian Sari (2013),
formula CCS dan CCNS mampu memelihara daya kompetitif S.sanguinis terhadap
S.mutans dalam lingkungan biofilm multispesies. Penelitian Tanadi (2013),
mengembangkan CCNS dengan flavor susu dan honeydew. Penelitian Dewi (2014),
mengembangkan CCCNS dengan penambahan flavor pisang.
Komposisi formula CCS terdiri dari sukrosa, glukosa, minyak kayu putih,
dan minyak peppermint (Halimah, 1997). Menurut Decker dan Loveren (2003),
kandungan sukrosa dan glukosa sangat mudah difermentasi oleh mikroorganisme
sehingga menghasilkan asam dan dapat menyebabkan timbulnya karies gigi. Oleh
karena itu dikembangkan formula CCNS oleh Christie (2012), yang dibuat dengan
mengganti glukosa dan sukrosa dengan bahan poliol isomalt dan pemanis buatan
asesulfam-K. Penelitian CCNS dengan penambahan flavor buah dan susu oleh
Tanadi (2013) dilakukan guna meningkatkan penerimaan konsumen.
Pengembangan CCCNS yang dilakukan oleh Dewi (2014) dilakukan guna
meningkatkan potensi cajuputs candy sebagai penghambat karies gigi dan
meningkatkan penerimaan konsumen khususnya anak-anak.

Flavor
Flavor merupakan hasil kombinasi rasa yang dirasakan oleh reseptor lidah,
aroma yang dirasakan oleh reseptor hidung, dan iritasi yang dirasakan oleh reseptor
mukosa (Taylor dan Roberts, 2004). Flavor hanya dapat diterima jika selama
konsumsi senyawa volatil dan non-volatil terlepas dari makanan dalam rongga
mulut. Senyawa non-volatil yang memberikan kesan rasa harus mampu larut dalam
saliva, sedangkan senyawa volatil harus dalam bentuk gas dan dapat mencapai
epitel penciuman (Ziegler, 2007). Kekuatan mekanik seperti pengunyahan akan
membantu senyawa volatil dan non-volatil rilis dari matriks pangan, sehingga dapat
meningkatkan kontak area permukaan dan bercampur dengan saliva. Perbedaan
release-nya flavor dalam matriks pangan akan memberikan perbedaan persepsi
flavor secara keseluruhan (Bredie dan Peterson, 2006). Flavor merupakan salah
satu karakteristik penting dalam produk pangan yang menentukan penerimaan
konsumen dan memberikan profil tertentu pada produk (Voilley dan Etievant,
2006)
Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan cara
penyulingan daun dan ranting dari tanaman kayu putih (Melaleuca leucadendron)
(SNI 06-3954-2006). Identifikasi komponen minyak atsiri yang diekstrak dari daun
minyak kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) menggunakan GC-MS
dilaporkan oleh Muchtaridi et al. (2004) terdapat komponen 1,8-sineol (22.45 %),
α-terpineol (12.45 %), (E)-kariofilena (6.95 %), -pinena (5.74 %), α-humulena

6

(4.70 %), -selinena (3.82 %), -mirsena (3.58 %), α-selinena (2.9 %), dan αterpenil asetat (2,74 %). Sineol yang merupakan kandungan terbesar pada minyak
kayu putih inilah yang menyebabkan minyak kayu putih terasa hangat dan wangi.
Selain berperan memberikan karakteristik aroma, minyak kayu putih juga berperan
sebagai aroma aktif yang mempunyai aktivitas antibakteri.
Minyak peppermint diperoleh dari hasil distilasi daun Mentha piperita,
berwarna bening sampai kuning pucat, mempunyai viskositas mirip dengan air, dan
mempunyai karakteristik aroma segar, tajam, bau mentol yang kuat, sweet, rasa
balsamic yang tajam, diikuti sensasi dingin ketika udara behembus masuk ke dalam
mulut (Burdock, 2010). Kandungan komponen utama pada minyak peppermint
seperti mentol, menton, mentil asetat, 1.8-sineol, limonen, -pinena, dan kariofilena dilaporkan mampu menghambat beberapa bakteri (Catherine et al.
2012). Selain memiliki sifat antibakteri yang baik, senyawa mentol yang terdapat
pada minyak peppermint juga memiliki aroma khas yang manis dan efek dingin
yang menyegarkan (Reineccius, 2006).
Honeydew flavor memiliki rasa manis dan segar yang cukup kuat. Flavor
ini memiliki 43 jenis komponen yang sebagian besar didominasi oleh komponen
ester asetat yaitu nonenil asetat (Lim, 2012). Honeydew flavor juga mengandung
(Z,Z)-3,6-nonadien-1-ol dan feniletil alkohol, yang memberikan karakter sweetfloral, aroma segar, dan memberikan kontribusi terhadap senyawa melon (Perry et
al., 2009).
Flavor susu memiliki rasa manis dan aftertaste yang cukup kuat (Clark et
al., 2009). Berdasarkan identifikasi senyawa flavor dari condensed milk yang
dilaporkan Shimoda (2001), komponen asam nonanoat dan dekalakton memiliki
peran penting dalam memberikan flavor manis dan aroma susu. Flavor susu
memiliki kandungan diasetil yang memberikan sensasi penuh di mulut atau sensasi
rich. Flavor susu didominasi oleh komponen dimetil sulfon yang berperan
memberikan aroma segar dan manis pada flavor susu (Spanier et al., 2001).

Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit menular yang paling umum terjadi oleh manusia
dan dianggap kronis (Noel, 2011). Karies gigi terjadi karena adanya fermentasi
karbohidrat oleh bakteri kariogenik penghasil asam organik. Ketika fermentasi
karbohidrat ini terjadi, asam organik utama akan menghasilkan laktat, format dan
asam asetat. Asam yang terbentuk akan menyebabkan penurunan pH plak sehingga
menyebabkan demineralisasi gigi dan menciptakan kondisi yang menguntungkan
bagi pertumbuhan Streptococcus mutans (Lumikari dan Loimaranta, 2000).
S.mutans adalah bakteri yang memiliki peran utama sebagai faktor mikrobiologis
yang menyebabkan karies gigi (Tanzer dan Livingston, 2001).
Streptococcus mutas adalah cocci gram positif yang non motil, mempunyai
diameter 0,5 -2.0 µm, berpasang-pasangan, berantai pendek, sedang dan panjang
serta non kapsul (Holt et al., 1994). Secara normal, bakteri ini dijumpai pada plak
yang padat dimana lingkungannya bersifat anaerob dan mengandung ammonia
(Nolte, 1973). S.mutans juga memiliki sifat asidogenik dan asidurik (toleran
terhadap asam) serta dapat mengalami glikolisis ketika pH lingkungan 4,0 (Walsh,
2003).

7

Berdasarkan Zhan Yong et al. (2012), kelompok streptococcus terdiri dari
tujuh serotip, namun yang umum dianggap sebagai agen utama penyebab karies
gigi adalah serotip:
a. Serotip c dari plak manusia
b. Serotip e dari karies gigi
c. Serotip f dari plak anak yang memiliki resiko karies gigi.
S.mutans serotip c merupakan jenis yang paling banyak dijumpai pada saliva dan
plak. Pravelensinya mencakup 75-90 %. S.mutans dapat menimbulkan terjadinya
karies gigi apabila jumlahnya mencapai 106
untuk high caries activity (Pintauli dan Hamada, 2008).

Saliva
Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan
jaringan mulut (Edgar et al., 2012). Menurut Rantonen (2003) saliva memiliki efek
buffer dan melawan basa dan asam kuat, saliva menyediakan ion yang dibutuhkan
untuk remineralisasi gigi, dan saliva memiliki kapasitas antibakteri, antijamur, dan
antivirus karena saliva mengandung antibodi spesifik (secretory IgA), lisozyme,
laktoferin, dan laktoperoksidase.
Keadaan sekresi saliva dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran saliva,
volume saliva, pH saliva, dan buffer saliva. Seiring meningkatnya sekresi saliva,
kapasitas buffering dan pH saliva maka risiko karies semakin menurun (Gopinath
dan Azreanne, 2006). Pada keadaan normal, laju aliran saliva pada individu yang
sehat berkisar antara 0.3 mL/menit (Rantonen, 2003). Kelenjar saliva dapat
distimulasi dengan rasa, pengunyahan, aroma dan melihat makanan (Edgar et al.,
2012). Bila dirangsang aliran saliva akan meningkat menjadi 1,0-3,0 mL/menit
(Rantonen,2003). Peningkatan laju aliran saliva akan meningkatkan kebersihan
mulut dari debris dan bakteri sehingga pembentukan plak terhambat (Dodds, 2012).
Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada pH
dalam saliva untuk mempertahankan derajat keasaman saliva berada dalam interval
normal sehingga keseimbangan mulut terjaga. Sistem buffering yang paling penting
dalam saliva adalah bikarbonat. Bikarbonat saliva meningkatkan pH dan kapasitas
buffering pada saliva, khususnya selama pengunyahan (Rantonen, 2003). Pada saat
tidak distimulasi (keadaan istirahat), pH saliva adalah 5.6 - 7.0 dengan rata-rata pH
6.7, dan saat distimulasi sekresi saliva akan meningkat pH nya mencapai angka
netral yaitu 7.62 (Haroen, 2002). Derajat keasaman (pH) optimum saliva untuk
pertumbuhan bakteri adalah 6.5 - 7.5. Apabila rongga mulut memiliki pH yang
rendah antara 4.5 - 5.5 maka akan mempermudah pertumbuhan kuman asidogenik
seperti S.mutans (Nolte, 1973).
Tabel 1. Risiko karies gigi pada volume dan pH saliva
Pengukuran
Volume (5 menit)
pH

Tinggi
10 mL
6.8-7.8

8

Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction
Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) atau
disebut juga sebagai PCR kuantitatif merupakan metode analisis untuk mendeteksi
dan mengkuantifikasi bakteri. Teknik RT-PCR lebih spesifik dalam
mengidentifikasi dan kuantifikasi Streptococcus mutans dibandingkan metode
kultur konvensional (Yano, 2002).
Quantitative RT-PCR mempunyai prinsip kerja yang sama dengan PCR
tradisional, yaitu penggandaan eksponesial molekul DNA menggunakan enzim
DNA polimerase dan primer spesifik. Analisis PCR dilakukan dengan
menggunakan mesin thermal cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu
dalam waktu cepat sesuai kebutuhan PCR. Proses ini menggunakan beberapa
siklus, yaitu (Bio-rad, 2014):
1. Denaturasi, dilakukan dengan pemansan hingga 90 ˚C selama γ0 - 60 detik.
Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
2. Annealing, setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturunkan ke kisaran
40-60 ˚C selama β0 - 40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer
menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen
primer.
3. Ekstensi/elongasi, dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja
optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-7β ˚C. Pada tahap ini DNA
polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika
basa pada template adalah A maka akan dipasangkan dengan dNTP, dan
begitu seterusnya (A dengan T, dan C dengan G, dan begitu pula
sebaliknya). Pada tahap ini SYBR Green akan berikatan dengan DNA rantai
ganda yang baru terbentuk dan memancarkan fluoresens. Intensitas
fluoresens yang dihasilkan oleh SYBR Green adalah berupa nilai CT yang
akan digunakan untuk menghitung jumlah rantai ganda DNA yang baru
dihasilkan. CT didapatkan ketika DNA terget teramplifikasi. Semakin besar
jumlah DNA terget, semakin cepat muncul pancaran fluoresens sehingga
nilai CT akan lebih rendah. Nila CT akan digunakan untuk menghitung hasil
penelitian.
Perhitungan kuantifikasi bakteri menggunakan teknik qRT-PCR ini dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu metode absolut dan relatif (Yoshida et al.
2003). Metode absolut digunakan untuk menentukan jumlah penggandaan sampel
yang dimasukkan dengan cara membandingkan sinyal PCR terhadap suatu kurva
standar (Pfaffl, 2004). Metode relatif mengaitkan sinyal PCR dari transkripsi target
pada suatu kelompok perlakuan dengan transkripsi kelompok lain yang tidak
diberikan perlakuan (Lifetechnologies, 2012).

Time Intensity (TI) Sensory Evaluation
Time-intensity (TI) Sensory Evaluation adalah suatu metode analisis sensori
yang mengukur intensitas sensasi sensori tunggal dari waktu ke waktu dalam
menanggapi paparan tunggal produk (ASTM E 1909-97, 2003). Salah satu cara
penerapan TI adalah menggunakan bantuan seperangkat komputer yang memiliki
program TI, dimana panelis menyatakan perubahan atribut sensori yang

9

dirasakannya dengan cara menggerakkan kursor. Hasilnya akan tampak dilayar
monitor berupa gambar kurva TI. Parameter-parameter yang terukur, seperti
intensitas maksimum (Imax), persepsi awal atribut (RX), lamanya waktu yang
diperlukan untuk mencapai intensitas maksimum (T max), durasi persepsi (Tdur),
kenaikan dan penurunan atribut yang diteliti (Bloom et al., 1994).
Evaluasi TI merupakan tipe khusus dari analisis deskriptif. Oleh karena itu
digunakan seleksi acak dan pelatihan berdasarkan metode deksriptif yang
direkomendasikan oleh ASTM. Dibandingkan dengan metode deskriptif lainnya,
panelis yang digunakan pada uji TI harus memiliki kemampuan yang lebih untuk
menyelesaikan tugas pada uji TI. Hal tersebut dikarenakan kerumitan metode dan
teknik pada pengujian TI (ASTM E1909-97, 2003).
Metode deskriptif yang digunakan pada seleksi panelis untuk evaluasi TI
adalah metode quantitative descriptive analysis (QDA). Tahapan seleksi pada QDA
adalah seleksi berdasarkan kriteria, uji kemampuan dengan uji rasa dan aroma
dasar, serta uji pembedaan dengan triangle test. Seleksi kriteria dapat dilakukan
dengan mengumpulkan informasi dari kuesioner atau wawancara. Informasi yang
diperlukan dalam seleksi kriteria adalah minat calon panelis, kesediaan, ketepatan
waktu, kesehatan, kemampuan verbal, kesukaan terhadap produk, dan faktor lain
seperti pendidikan atau pekerjaan. 10-12 orang yang lolos pada tahap seleksi
kemudian melanjutkan ke tahap pelatihan (ASTM 758,1981).

Gambar 2. Kurva Time Intensity
(Sumber: Meilgard, 1999)

Tahapan pelatihan melibatkan penjelasan alat dan prosedur serta
demonstrasi atribut sensori dengan menggunakan sampel referensi. Penggunaan
sampel referensi bertujuan untuk menunjukkan onset atau durasi yang berbeda.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam evaluasi TI adalah jumlah sampel yang
digunakan, pengunyahan dan penelanan, waktu sampel di dalam mulut, penetral
dan interval waktu antar sampel (ASTM E1909-97, 2003).

10

3 METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai April 2015.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium
Sensori Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB; Laboratorium
Sensori SEAFAST dan Laboratorium Biologi Oral FKG UI-Salemba, Jakarta
Timur.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cajuput oil flavor (FCO)
(produksi Pulau Buru, Maluku), food grade peppermint flavor (FP) (PT. Brataco,
Bekasi), honeydew flavor (Singapore), condensed milk flavor, maltitol
(PT.Astabumi Ciptadaya), isomalt, air, sukralosa, gum arab (Houjin,Cina), lemak
nabati, lesitin dan monogliserida (PT. Setiaguna, Bogor), batu es, Phosphate Buffer
Salin (PBS, pH 7,2) steril, akuabides steril, alkohol 70 %, es batu, 16sRNA
universal primers (forward primer dan reverse primer (Genetika Science
Indonesia), S. mutans primers (forward primers dan reverse primer (Genetika
Science Indonesia), not-DEPC water (Applied Biosystems), dan SYBR® Select
Master Mix (Applied Biosystems). Urutan basa primers S. mutans dan 16sRNA
bakteri disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. S. mutans Primer dan 16sRNA universal total bakteri
Primer

Sekuens Primer (5'-3')

S. mutans fwd

GGTTTAACGTCAAAATTAGCTGTATTAGC

S. mutans rvs

CTCAACCAACCGCCACTGTT

16s RNA fwd

TTAAACTCAAAGGGATTGACGG

16s RNA rvs

CTCACGACACGAGCTGACGAC

Sumber : Shemesh et al. (2007)

Alat
Peralatan yang digunakan antara lain adalah hotplate listrik (Thermolyne,
USA), refraktometer (Spectronic Instruments, USA), TPA-XT2i (Stable Micro
System, UK), stopwatch, indikator lakmus universal, tabung Eppendorf 1,5 ml
(RNAse and DNAse free, ExtraGene Inc.), tabung Eppendorf 15 ml (RNAse and
DNAse free, ExtraGene Inc.), corong steril, timbangan analitik (Ohauss), centrifuge
(SORVALL® Legend RT), freezer -β0 ˚C (GEA), vortex (Biorad BR-2000),
Spektrofotometer (UV/Vis Ultraspace 4300 Pro), FG Fast tube (MicroAmp® 48
Tubes, Applied Biosystems), Optical caps tube (MicroAmp® 8-Cap Strip, Applied
Biosystems), kotak pendingin, dan mesin qRT-PCR (StepOne AB Applied
Biosystems), Time-intensity.

11

Subjek Penelitian
Penelitian telah mendapatkan persetujuan dari komite etik riset FKGUI
dengan Nomor : 47/ Ethical Clearance/ FKGUI/ VI/ 2014 (lampiran 1). Subjek
penelitian adalah mahasiswa/i Institut Pertanian Bogor yang telah menandatangani
informed consent (contoh terdapat pada lampiran 3) dan telah menyetujui semua
peraturan selama penelitian. Pada penelitian ini digunakan 6 orang subjek
penelitian dengan usia berkisar 20-30 tahun. Kategori inklusi berupa subjek
memiliki gigi geraham yang lengkap, tidak berlubang, bebas karies, tidak merokok,
tidak menggunakan alat ortodental, tidak dalam keadaan sakit, memiliki kebiasaan
menjaga kebersihan mulut dengan menyikat gigi 2x/hari (pagi dan malam sebelum
tidur) dan tidak dalam keadaan hamil. Kriteria ini bertujuan untuk meminimalisir
kemungkinan ragam yang tinggi. Pengetahuan subjek mengenai kebersihan mulut
dan gigi diasumsikan sama (homogen) apabila subjek penelitian memiliki tingkat
pendidikan setara mahasiswa/i.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan
berupa pembuatan sampel uji yaitu cajuputs chewy candy non-sukrosa (CCCNS)
dan penelitian utama berupa pengujian paparan flavor CCCNS terhadap kuantitas
S.mutans. Pada pembuatan sampel uji dilakukan penentuan suhu pemanasan,
penentuan batas atas penerimaan cajuputs oil flavor, dan penentuan kesukaan
konsumen terhadap konsentrasi cajuputs oil flavor (FCO) pada CCCNS. Pada
pengujian paparan flavor CCCNS terhadap kuantitas S.mutans, dilakukan analisa
paparan flavor, flow rate saliva, pH saliva, dan perhitungan kuantitas S.mutans
untuk mengetahui kemampuan CCCNS dalam menekan pertumbuhan S.mutans.
Ilustrasi alur penelitian tergambar pada Gambar 3.

Penelitian Pendahuluan: Pembuatan Sampel Uji (Cajuput Chewy
Candy Non-Sukrosa)
Formulasi dan cara pembuatan cajuput chewy candy non-sukrosa (CCCNS)
mengacu kepada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Dewi (2014). Formulasi
CCC terdapat pada Tabel 3. Produk CCCNS dibuat dengan cara mendidihkan
campuran air: sirup maltitol, isomalt, gum arab, sukralosa, air sampai tercapai suhu
137 oC. Campuran larutan diangkat dari penangas kemudian ditambahkan lemak
nabati, monogliserida, sukralosa dan lesitin pada suhu 110 oC. Pada suhu 40 oC
campuran larutan ditambahkan FCO, FP, FH, dan FCM sesuai dengan jumlah yang
ditetapkan, kemudian dilakukan pulling. Proses pulling dilakukan dengan menarik
massa permen hinga terbentuk massa permen yang liat, tidak lengket, dan berwarna
terang. CCCNS yang sudah liat kemudian dilakukan pemipihan massa permen
kemudian memotongnya hingga menjadi potongan-potongan permen yang siap
dikemas dengan berat permen 3 gram per-potong. Diagram alir permbuatan
CCCNS terdapat pada Gambar 4.
3.1

12

Persetujuan etik

Pembuatan sampel uji CCCNS
Analisis: Texture Analyzer
Modifikasi flavor
Analisis: Batas Atas
Kesukaan Konsumen
Formulasi terpilih
Penelitian Pendahuluan
Penelitian Utama
Pengujian formula CCC terpilih

Pemilihan Subjek Penelitian Sesuai
Kriteria

Paparan flavor
dengan time intensity

Pengambilan sampel saliva

Kuantifikasi S.mutans
dengan qRT-PCR

Flow rate dan pH saliva

Pengolahan dan analisis data
Laporan penelitian
Gambar 3. Alur penelitian

Tabel 3. Formula Cajuputs Chewy Candy Non-Sukrosa per 100g
Bahan
Isomalt
Maltitol
Gum Arab
Maltodextrin
Sukralosa
Air
Fat
Lesitin
Monogliserida
Peppermint flavor (FP)
Honeydew flavor (FH)
Condensed milk flavor (FCM)
Cajuput oil flavor (FCO)

Persen (%)
32.8 (w/v)
47.75 (v/v)
1.45 (w/v)
4.5 (w/v)
0.01 (w/v)
6 (v/v)
5.9 (v/v)
0.4 (v/v)
0.3 (w/v)
0.2 (v/v)
0.15 (v/v)
0.3 (v/v)
x (v/v)

Sumber: Modifikasi dari Dewi (2014),Wijaya et al. (2011), Tanadi (2013),
Guillou et al. (1978), dan Grenby (1997).

13

Air : Isomalt : Maltitol sirup : gum arab : sukralosa
Pencampuran
Pemasakan hingga mencapai suhu y oC
Dinginkankan pada suhu ruang hingga mencapai suhu 110 oC
Penambahan lemak nabati : lesitin :
monogliserida
Dinginkankan pada suhu ruang hingga mencapai suhu 40oC
Penambahan flavor
(FCO : FP : FH : FCM)
Pulling 10 menit*
Pemotongan

Cajuputs chewy candy non-sukrosa
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan Cajuput Chewy Candy (Dewi, 2014)
Ket: * Permen dipulling secara manual, 2tarikan/3detik, pulling
dilakukan hingga adonan dapat meregang hingga 30 cm
Tahap penelitan pendahuluan dalam pembuatan sampel uji CCCNS ini
dilakukan dalam tiga tahap, yaitu penentuan suhu pemanasan cajuput chewy candy
non-sukrosa, penentuan batas atas penerimaan konsentrasi FCO, dan penentuan
kesukaan konsumen terhadap konsentrasi cajuput oil flavor (FCO) pada CCCNS.

3.1.1 Penentuan Suhu Pemananasan
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap CCCNS dengan tiga suhu
pemanasan yang berbeda yaitu pemanasan hingga mencapai suhu 135 oC, 136 oC
dan 137 oC dengan permen komersil sebagai pembanding produk. Penentuan suhu
pemanasan dilakukan untuk mendapatkan permen yang memiliki tekstur yang tidak
terlalu lunak dan tidak terlalu keras sehingga mudah untuk dikunyah dan tidak
lengket pada permukaan gigi. Pengujian ini menggunakan Texture Analyzer TAXT2i dengan mode Texture Profile Analysis (TPA). Pada mode TPA, probe akan
melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dianalogikan
sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah/menggigit makanan. Parameter
tekstur yang diuji adalah adhesiveness, hardness, springiness, cohesiveness,
gummines, dan chewiness. Parameter yang digunakan mengacu pada Csima et al.
(2014), yaitu menggunakan cylinder metal compression probe dengan diameter
75mm dan deformasi relatif sebesar 50%. Pre test speed sebesar 1mm/s, post test
speed sebesar 1.0 mm/s, dan gaya yang diberikan sebesar 10 g.

14

3.1.2 Penentuan Batas atas Penerimaan Cajuputs Oil Flavor (FCO)
Penentuan batas atas dan bawah FCO merupakan tahap pra-pendahuluan
sebelum dilakukannya pengujian rating kesukaan. Penentuan batas atas dan bawah
FCO dilakukan untuk mengetahui konsentrasi FCO dalam CCCNS yang masih
dapat diterima oleh konsumen. Batas bawah diperoleh dari penelitian sebelumnya
yaitu 0.7 % (Nurramdhan (2010); Christie (2012); Tanadi (2013). Batas atas
diperoleh berdasarkan uji in-deep interview yang dilakukan pada 70 orang
konsumen. Setelah diperoleh batas bawah dan atas dari FCO, maka dilakukan uji
rating kesukaan dengan menggunakan kisaran FCO diantara kedua batas tersebut.

3.1.3 Penentuan Kesukaan Konsumen terhadap Konsentrasi FCO pada
CCCNS
Penentuan kesukaan konsumen terhadap konsentrasi cajuput oil flavor
(FCO) pada CCCNS dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan formula permen
terpilih yang memiliki sensori terbaik yang dapat diterima oleh konsumen.
Penentuan kesukaan konsumen dilakukan pada 70 orang panelis dengan
menggunakan rancangan acak lengkap dengan waktu jeda 5 menit antar sampel.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode uji afektif yang mengacu
pada Svensson (2012), yang dimana menggunakan skala garis tidak terstruktur dari
sangat tidak suka sekali hingga sangat suka sekali. Atribut yang diujikan terdiri dari
rasa, aroma, dan mouthfeel dari CCCNS. CCCNS dengan konsentrasi FCO yang
paling disukai oleh konsumen akan dijadikan formulasi terpilih yang akan
dilakukan pengujian.

Penelitian Utama: Pengujian Paparan Flavor CCCNS dalam Menekan
Pertumbuhan S.mutans
Pada penelitian utama, dua formulasi terpilih dengan nilai uji rating
kesukaan tertinggi dilakukan pengujian paparan flavor CCCNS dengan
menggunakan analisis sensori time intensity (TI) dan pengujian kemampuan
CCCNS dalam menekan pertumbuhan S.mutans dengan analisa flow rate dan pH
saliva, dan kuantifikasi Streptococcus mutans dengan RT-PCR.
Peneliti telah mendapatkan persetujuan dari komisi etik FKG UI (lampiran.
2), melakukan seleksi subjek secara acak dengan kriteria yang telah disebutkan
pada sub bab subjek penelitian (hlm. 10) dan memberikan informasi mengenai
rancangan penelitian yang dilakukan kepada subjek penelitian.
3.2

3.2.1 Pengujian Kemampuan CCCNS dalam Menekan Pertumbuhan
S.mutans
Pada pengujian ini, dibutuhkan sampel berupa saliva manusia. Maka dari
itu sebelum dilakukan uji menggunakan qRT-PCR, terlebih dahulu dilakukan
pengambilan saliva subjek. Sebanyak 10 orang subjek ikut serta dalam serangkaian
penelitian utama. Sebelumnya peneliti telah mendapatkan persetujuan dari komisi
etik FKG UI (lampiran 2), melakukan seleksi subjek secara acak sesuai dengan
kriteria yang telah disebutkan pada subbab subjek penelitian dan memberikan
informasi mengenai rancangan penelitian yang dilakukan kepada subjek penelitian.

15

Sampel saliva yang diperoleh dilakukan pengujian flow rate, pH, dan kuantifikasi
S.mutans.
3.2.1.1 Pengambilan Saliva
Pengambilan sampel saliva dilakukan sebanyak 3 kali setiap subjek
penelitian, yaitu pada jam 06.30 setelah membersihkan gigi dengan pasta gigi
(Kontrol), jam 09.30 setelah sarapan namun tidak mengkonsumsi CCCNS, dan jam
12.30 setelah makan dan mengkonsumsi permen CCCNS. Ilustrasi pengambilan
sampel dapat dilihat pada Gambar 5.
Jam

06.00

09.00

Sarapan dan tidak
mengunyah CCCNS 1/
CCCNS 2

Sikat gigi dengan
pasta gigi

12.00

09.30
Sampel
unstimulated

Sampel kontrol

Sampling

Perlakuan

06.30

12.30
Sampel
Stimulated

Makan Siang
Kemudian Mengunyah
CCCNS 1 / CCCNS 2

Gambar 5. Ilustrasi Pengambilan Sampel
Prosedur pengumpulan saliva menggunakan metode spitting yang mangacu
pada Navazesh dan Kumar (2008). Pada saliva yang telah distimulasi dengan
CCCNS pengumpulan saliva dilakukan dengan cara menginstruksikan subjek untuk
duduk dengan tenang dan menyandarkan kepala ke depan mendekati corong.
Sebelum pengambilan sampel saliva, subjek diminta berkumur dengan air putih,
dan menelan saliva yang ada dimulutnya. Subjek diinstruksikan untuk mengunyah
CCCNS dengan kecepatan yang telah ditentukan sebelumnya dan tidak menelan air
liur selama prosedur berlangsung, melainkan dikumpulkan di dalam rongga mulut.
Subjek diminta untuk meludahkan air liur setiap 30 detik ke dalam tabung saliva.
Pada saliva yang tidak distimulasi, sebelum melakukan pengumpulan saliva subjek
diminta untuk menelan sisa saliva yang ada di mulut. Subjek kemudian
diinstruksikan untuk memijat secara perlahan kedua pipi selama 30 detik dan
kemudian mengumpulkan saliva selama 2 menit 15 detik ke dalam tabung saliva.

3.2.1.2 Flowrate Saliva
Perhitungan flowrate saliva mengacu pada metode Navazesh dan Kumar
(2008).Volume saliva yang diperoleh setelah subjek melakukan pengunyahan
CCCNS hingga massa permen kunyah habis didalam mulut dibagi dengan waktu
pengumpulan saliva. Hasil perhitungan flowrate dihitung dalam satuan gr/menit.
Flowrate saliva =

Be

ee

pe

W

Pe

− e

e e
e

pe

16

3.2.1.3 Derajat Keasaman (pH) Saliva
Pengukuran pH saliva dilakukan pada semua sampel saliva setiap
perlakuan, yaitu saliva kontrol, tidak distimulasi, dan distimulasi dengan CCCNS.
Pengujian pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus indikator universal ke
dalam saliva, kemudian dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna yang
terjadi dan dibandingkan dengan warna standar yang tertera pada kemasan kotak.
Sampel saliva yang telah digunakan untuk uji flow rate dan pH, kemudian disimpan
pada suhu -20 oC untuk selanjutnya digunakan dalam kuantifikasi S.mutans
menggunakan qRT-PCR.

3.2.1.4 Kuantifikasi S.mutans
Tahapan kuantifikasi S. mutans meliputi ekstraksi DNA, standardisasi
konsentrasi, dan penentuan jumlah S.mutans yang terkandung di dalam sampel
saliva menggunakan qRT-PCR.

3.2.1.4.1 Ekstraksi DNA (Jara et al. 2008)
Ekstraksi DNA adalah tahap awal dalam proses analisis dengan metode qRT
PCR. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode thermal shock.
Sampel saliva dalam tabung eppendorf divorteks lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 10.000 ×g selama 1 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang tertinggal
ditambahkan 1 ml larutan PBS steril, kemudian divortex selama 10 detik. Sampel
dalam tabung disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 ×g selama 1 menit.
Hasil sentrifugasi memisahkan kembali supernatan dan pelet di dalam tabung.
Supernatan yang terbentuk selanjutnya dituangkan ke dalam tabung eppendorf
kemudian ditambahkan akuabides sebanyak 100 µL. Sampel kemudian diinkubasi
pada suhu 100 ˚C selama β0 menit dalam waterbath, tabung sampel dikeluarkan
dan segera dibenamkan ke dalam kotak berisi pecahan es selama 10 menit. Sampel
selanjutnya dihomogenisasi dengan vortex selama 10 detik kemudian disentrifugasi
kembali selama 2 menit dengan kecepatan 10000 ×g. Sampel membentuk bagian
pelet dan supernatan, bagian supernatan diambil dan dipindahkan ke dalam tabung
eppendorf yang baru sebagai sampel DNA yang akan digunakan.

3.2.1.4.2 Standardisasi Konsentrasi DNA (Li et al. 2003)
Pada blanko dimasukkan 500 µL akuabides dalam kuvet kontrol. Pada kuvet
sampel dimasukkan akuabide