Perubahan Proporsi Jumlah Streptococcus mutans terhadap Total Bakteri Mahasiswa setelah Mengkonsumsi Cajuputs Candy

PERUBAHAN PROPORSI JUMLAH Streptococcus mutans TERHADAP
TOTAL BAKTERI PLAK GIGI MAHASISWA SETELAH
MENGKONSUMSI CAJUPUTS CANDY

AGUSTA PUTRI BALQIS LINDA SOEHARSO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Proporsi
Jumlah Streptococcus mutans terhadap Total Bakteri Plak Gigi Mahasiswa
Setelah Mengkonsumsi Cajuputs Candy adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014
Agusta Putri Balqis Linda Soeharso
NIM F24100020

ii

ABSTRAK
AGUSTA PUTRI BALQIS LINDA SOEHARSO. Perubahan Proporsi
Jumlah Streptococcus mutans terhadap Total Bakteri Plak Gigi Mahasiswa
Setelah Mengkonsumsi Cajuputs Candy. Dibimbing oleh C.HANNY WIJAYA
dan BOY M. BACHTIAR.
Pembentukan plak yang merupakan biofilm pemicu proses karies sangat
dipengaruhi oleh keberadaan Streptococcus mutans (S. mutans) dan proporsinya
terhadap total bakteri pada plak gigi. Salah satu metode menghambat aktivitas
S.mutans adalah dengan cara mengontrol potensi bakteri ini untuk membentuk

koloni dan tumbuh sebagai bagian dari massa biofilm pada permukaan gigi (plak
gigi). Upaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan pangan fungsional
Cajuputs Candy yang memiliki komponen bioaktif bersifat antimikroba.
Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi Cajuputs Candy yang terdiri dari
Cajuputs Candy Sucrose (CCS) dan Cajuputs Candy Non Sucrose (CCNS)
terhadap penurunan jumlah S.mutans dan proporsinya terhadap total bakteri pada
plak gigi menggunakan teknik Real Time Polymerase Chain Reaction ( qPCR).
Perlakuan berupa konsumsi 1 butir Cajuputs Candy Sucrose (CCS) atau Cajuputs
Candy Non Sucrose (CCNS) masing-masing satu dan dua kali sehari.
Hasil yang diperoleh menunjukkan CCS dan CCNS berpotensi menurunkan
kuantitas S. mutans dan proporsinya terhadap total bakteri pada plak gigi, serta
menurunkan jumlah bakteri non-kariogenik lain di dalam plak gigi. Penurunan
jumlah S. mutans dan proporsinya terhadap total bakteri oleh CCS lebih rendah
dibandingkan dengan efek CCNS. Penggunaan bahan baku non sukrosa pada
Cajuputs Candy dapat meningkatkan efektifitas permen dalam menurunkan
kuantitas S. mutans di dalam plak gigi. Konsumsi 1 butir CCNS 2 kali sehari
mampu memberikan efek optimum dalam menurunkan kuantitas dan proporsi S.
mutans terhadap total bakteri pada plak gigi.
Kata kunci : S.mutans, total bakteri, plak gigi, CCS, CCNS, qPCR


ABSTRACT
AGUSTA PUTRI BALQIS LINDA SOEHARSO. Proportion Changes of
the Amount of Streptococcus mutans to the Total Amount of Bacteria in Student’s
Dental Plaque after Consuming Cajuputs Candy. Supervised by C.HANNY
WIJAYA and BOY M. BACHTIAR.
The formation of plaque which causes caries process is substantialy
influenced by the presence of Streptococcus mutans (S. mutans) and its proportion
to the total amount of bacteria in dental plaque. One of methods for caries
preventing is by controlling the potential of these bacteria to form colonies and
grow as part of the mass of biofilm on the surface of the tooth (dental plaque).
This effort can be done by consuming Cajuputs Candy, a functional food in the
form of candy which has antibacterial bioactive compounds. This reserch was
aimed to analayze the potential of two type of Cajuputs Candy ,i.e. Cajuputs
Candy Sucrose (CCS) and Cajuputs Candy Non Sucrose (CCNS) in decreasing
the amount of S. mutans and its proportion upon the total amount of bacteria in
dental plaque by Quantitative Real Time Polymerase Chain Reaction (qPCR)
technique. The treatments studied were one grain of CCS and CCNS
consumption respectively once and twice a day.
The results showed that both CCS and CCNS potentially reduced the
quantity of S. mutans, its proportion to the total amount of bacteria, and the

number of non- cariogenic bacteria in dental plaque. Non sucrose ingredient usage
in Cajuputs Candy could increase the effectiveness in reducing the quantity of S.
mutans in dental plaque. Consuming a CCNS twice per day has the optimum
effect in reducing the quantity of S. mutans and its proportion to the total amount
bacteria.
Keywords: S. mutans, total bacteria, dental plaque, CCS, CCNS, qPCR

iv

PERUBAHAN PROPORSI JUMLAH Streptococcus mutans TERHADAP
TOTAL BAKTERI PLAK GIGI MAHASISWA SETELAH
MENGKONSUMSI CAJUPUTS CANDY

AGUSTA PUTRI BALQIS LINDA SOEHARSO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan,
serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ―Perubahan Proporsi Jumlah
Streptococcus mutans terhadap Total Bakteri Plak Gigi Mahasiswa Setelah
Mengkonsumsi Cajuputs Candy‖ berhasil diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya dan Prof. drg. Boy M. Bachtiar, MS Ph.D
selaku dosen pembimbing yang telah memberi ilmu, saran, dan doa dalam
penyelesaian karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Ibu Hanny dan Bapak

Boy atas kesabaran dan bimbingan etika, moral, serta pengetahuan yang
diberikan.
2.
Prof. Dr. Ir. H. Rizal Sjarief Sjaiful N. DESS sebagai dosen penguji yang
telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
3.
Bapak Zairin Soeharso, Ibu Herlinda, dan Vikri Ramadhani Soeharso
sebagai orang tua dan saudara yang selalu mendukung, membimbing,
menasihati, dan mendoakan hingga saat ini.
4.
Mbak Dessy Sulistya Ashari dan Mbak Maysyaroh yang selalu membantu
dan mendampingi selama penelitian dilakukan.
5.
Bachtiar, Norman, Tasya, Dini, Nyitnyit, Hamdani, dan Thaher yang telah
bersedia membantu kelancaran penelitian ini.
6.
Retno Wulandari, Arya Suryadilaga, Triatmaja Pramudhita Wisnu Kusuma,
dan Mbak Prastitilaras Nugraheni atas semangat, persahabatan, kesabaran,
dan bantuannya selama proses penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Desember 2014

Agusta Putri Balqis Linda Soeharso

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

ix
ix
ix
1

Latar Belakang

1


Tujuan

3

METODOLOGI

3

Subjek Penelitian

3

Alat

3

Bahan

4


Metode Penelitian

4

Pengambilan Sampel Plak Gigi

5

Ekstraksi DNA

6

Standardisasi Konsentrasi DNA

6

Kuantifikasi S. mutans dan Total Bakteri dengan qPCR

7


Perhitungan Jumlah dan Proporsi Bakteri

7

Analisis Statistik

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17


Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

35

viii

DAFTAR TABEL

1
2
3
4

Komponen volatil pada Cajuputs Candy
Primers S. mutans dan 16sRNA universal total bakteri
Pengukuran konsentrasi DNA dan perhitungan kebutuhan standardisasi
Pengaruh konsumsi CCS dan CCNS terhadap jumlah bakteri plak gigi

2
4
10
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Ilustrasi perlakuan dan sampling plak gigi
Letak gigi dan letak sumber plak gigi yang digunakan sebagai sampel
Ilustrasi tahapan kuantifikasi dengan qPCR
Kurva standar S. mutans dan total bakteri
Diagram penurunan proporsi S. mutans dan persentase penurunannya
setelah konsumsi CCS dan CCNS
6 Diagram Proporsi S. mutans sebelum dan sesudah mengkonsumsi CCS
dan CCNS

5
6
8
9
12
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Surat keterangan lolos komite etik FKG UI
2 Lembar informasi dan surat permohonan kesediaan berpartisipasi dalam
penelitian
3 Hasil pengukuran konsentrasi DNA sampel dan perhitungan kebutuhan
standardisasi
4 Data berat plak
5 Hasil Data nilai CT S. mutans dan total bakteri
6 Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Dunnett terhadap perubahan proporsi
jumlah S. mutans plak gigi
7 Hasil kuantifikasi proporsi S. mutans dan hasil uji sidik ragam PairdeSample T Test.

21
22
27
29
30
32
33

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mulut merupakan alat pencerna makanan pertama yang tidak hanya
berperan sebagai pintu masuknya makanan dan minuman. Fungsi mulut besar
kaitannya dengan status kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Pemeliharaan
kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya menjaga dan
meningkatkan kesehatan. Salah satu masalah kesehatan rongga mulut dan gigi
adalah karies gigi. Karies merupakan kerusakan jaringan keras gigi akibat
aktivitas fermentasi karbohidrat oleh mikroorganisme mulut ( Kidd dan Bechal
2004). Menurut Kidd dan Bechal (2004), karies gigi ditandai dengan peristiwa
demineralisasi jaringan keras gigi. Proses demineralisasi jaringan keras gigi
berkaitan dengan aktivitas metabolisme oleh Streptococcus mutans (S .mutans).
S. mutans adalah bakteri gram positif dengan sifat anaerob fakultatif, dapat
menghasilkan asam asidurik (Samaranayake 2002), dan mampu memanfaatkan
karbohidrat berupa sukrosa sebagai sumber karbon (Marsh et al. 2009). Bakteri
ini memiliki enzim glucocyltransferase dan fructosyltransferase yang bersifat
spesifik terhadap substrat sukrosa. Enzim-enzim ini mengubah sukrosa menjadi
polisakarida glukan dan fruktan (Dennison dan Radolph, 1981). Glukan
merupakan sumber makanan utama bakteri, sedangkan fruktan membantu adhesi
dan agregasi baketri dalam pembentukan plak (Roeslan 2002).
Fenomena pembentukan plak gigi akibat aktivitas S. mutans dapat terjadi di
sela-sela sempit antar gigi atau antara gigi dan gusi. Prosedur pembersihan secara
mekanis terhadap plak secara total dirasa belum efektif untuk mengatasi
masalahan kesehatan mulut akibat plak gigi (Bahar 2011). Salah satu metode
menghambat aktivitas S. mutans adalah dengan cara mengontrol potensinya untuk
membentuk koloni dan tumbuh sebagai bagian dari massa biofilm pada
permukaan gigi (plak gigi). Upaya ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan
bahan alami sebagai asupan makanan, antara lain minyak kayu putih dan minyak
peppermint.
Pemanfaatan minyak kayu putih dan minyak pepeermint sebagai salah satu
bahan pembuat permen - Cajuputs Candy sebelumnya telah diteliti oleh Wijaya et
al. (2002). Cajuputs candy merupakan permen keras dengan kandungan minyak
kayu putih dan minyak peppermint sebagai bagian dari komposisinya. Saat ini,
terdapat dua jenis Cajuputs Candy, yaitu Cajuputs Candy Sucrose dan Cajuputs
Candy Non Sucrose (Wijaya et al. 2013). Cajuputs Candy Sucrose atau CCS
adalah permen keras dengan bahan dasar sukrosa dan sirup glukosa, sedangkan
Cajuputs Candy Non Sucrose atau CCNS adalah permen keras dengan bahan
dasar isomalt dan acesulfame-k tanpa sukrosa.
Penggunaan minyak kayu putih dan minyak peppermint menjadikan
Cajuputs Candy berpotensi menjaga kesehatan rongga mulut (Wijaya et al 2011).
Minyak kayu putih dan minyak peppermint telah diteliti sebelumnya mengandung
senyawa volatil bersifat antimikroba. Dilaporkan sebelumnya oleh Sari et al.
(2013) bahwa komponen volatil bioaktif dari minyak kayu putih dan peppermint
yang terkandung dalam CCS dan CCNS diduga memiliki sifat antimikroba (Tabel

2

1). Komponen volatil yang teridentifikasi merupakan senyawa-senyawa yang
dapat digolongkan atas monoterpen, ester aromatik, dan seskuiterpen. Golongan
monoterper teroksigenasi merupakan golongan yang paling banyak teridentifikasi
(Iftari et al. 2013). Menurut Hart et al. (2000), golongan monoterpen
teroksigenasi pada ekstrak minyak kayu putih Melaleuca alternifolia lebih bersifat
antimikroba dibandingkan monoterpen hidrokarbon.
Tabel 1 Komponen volatil pada Cajuputs Candy
No Nama Senyawa
Golongan
Pustaka Sifat
Antimikroba
1
-pinene
Monoterpen hidrokarbon
Maggi et al. 2009
2 D-limonene
Monoterpen hidrokarbon
Inouye et al. 2001
3 1,8-cineole
Monoterpen teroksigenasi Inouye et al. 2001; Maggi
et al. 2009
4
-terpinene
Monoterpen hidrokarbon
Inouye et al. 2001
5 Linalool
Monoterpen teroksigenasi Dwivedi et al. 2012;
Maggi et al. 2009
6 Menthone
Monoterpen teroksigenasi Inouye et al. 2001
7 Terpinen-4-ol
Monoterpen teroksigenasi Jedlickova et al. 2001;
Maggi et al. 2009
8 α-terpineol
Monoterpen teroksigenasi Inouye et al. 2001;
Dwivedi et al. 2012
9
-caryophyllene Seskuiterpen hidrokarbon Heleno et al. 2011
10 Viridiflorol
Seskuiterpen teroksigenasi Maggi et al. 2009
Sumber : Iftari et al. (2013)

Senyawa volatil seperti 1,8-sineol, lilalool, terpineol dan terpinen-4-ol
yang diisolasi dari minyak kayu putih Vietnam dilaporkan memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan Streptococcus spp. (Jedlickova 1994). Sementara itu,
menurut Inouye et al. (2001) kemampuan antimikroba minyak peppermint
ditentukan oleh keberadaan senyawa volatil mentol dan menton. Hal ini
memperkuat hasil penelitian Wijaya et al. (2013) yang menunjukkan efektifitas
minyak kayu putih sebagai komponen penyusun formula CCS dan CCNS dalam
menekan pembentukan biofilim oleh S. mutans.
Meskipun CCS dan CCNS cukup efektif menghambat pertumbuhan S.
mutans, namun karena penelitian sebelumnya dilakukan terhadap S.mutans strain
laboratorium, sehingga masih diperlukan informasi yang mengungkapkan
efektifitas CCS dan CCNS terhadap pertumbuhan S. mutans secera in vivo.
Dengan demikian, perlu dilakukan pengujian potensi Cajuputs Candy terhadap
pertumbuhan S. mutans pada plak gigi. Ditambah lagi, beberapa studi terakhir
menunjukkan bahwa jenis makanan yang diasup mempengaruhi kesehatan rongga
mulut seseorang (Bahar 2011). Oleh karena itu asupan pangan fungsional seperti
Cajuputs Candy diharapkan dapat mendukung pemeliharaan kesehatan rongga
mulut melalui penghambatan pertumbuhan S. mutans pada plak gigi.

3

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji potensi Cajuputs Candy, yang
terdiri dari Cajuputs Candy Sucrose dan Cajuputs Candy Non Sucrose, dalam
menurunkan kuantitas S. mutans pada plak gigi menggunakan teknik qPCR. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah mengenai potensi
Cajuputs Candy sebagai asupan pangan fungsional dalam mengontrol
pertumbuhan S. mutans, yang merupakan bakteri dominan di dalam plak gigi
penyebab karies.

METODOLOGI
Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik
penelitian yang diperoleh dari komite etik riset FKGUI (Nomor : 46/ Ethical
Clearance/ FKGUI/ VI/ 2014). Surat persetujuan oleh komite etik terlampir pada
Lampiran 1. Subjek penelitian adalah mahasiswa/i Institut Pertanian Bogor yang
telah menandatangani informed consent dan telah menyetujui semua peraturan
selama penelitian (Lampiran 2). Usia subjek berkisar 20 sampai 22 tahun.
Kategori inklusi berupa subjek tidak merokok, tidak menggunakan kawat gigi,
dan tidak dalam keadaan hamil. Kriteria subjek penelitian seperti yang disebutkan,
dimaksudkan untuk meminimalkan kemungkinan ragam yang tinggi. Pengetahuan
subjek mengenai kebersihan mulut dan gigi diasumsikan sama (homogen) apabila
subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan yang setara mahasiswa/i.
Pada penelitian ini subjek terdiri dari 6 orang. Masing-masing subjek akan
diberikan 4 perlakuan. Perilaku subjek terhadap pola makan tidak ditetapkan
karena hasil penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan potensi Cajuputs
Candy Sucrose dan Cajuputs Candy Non Sucrose yang dapat dimanfaatkan tanpa
dipengaruhi oleh pola makan.

Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung Eppendorf 1,5
ml (RNAse and DNAse free, ExtraGene Inc.), cotton bud (didapat secara
komersial), kapas (didapat secara komersial di apotik), kain kasa (didapat secara
komersial di apotik), semprotan angin, pipet mikro (Eppendorf, Rainin, Biorad),
tip mikropipet (RNAse and DNAse free, ExtraGene Inc.), api bunsen, timbangan
analitik (Ohauss), centrifuge (SORVALL® Legend RT), freezer -20 ˚C (GEA),
vortex (Biorad BR-2000), Spektrofotometer (UV/Vis Ultraspace 4300 Pro), FG
Fast tube (MicroAmp® 48 Tubes, Applied Biosystems), Optical caps tube
(MicroAmp® 8-Cap Strip, Applied Biosystems), kotak pendingin, dan mesin
qPCR (StepOne AB Applied Biosystems).

4

Bahan
Cajuputs Candy yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cajuputs
Candy Sucrose (CCS) dan Cajuputs Candy Non Sucrose (CCNS) komersial
sebagai bahan yang diuji. Bahan yang digunakan pada tahap pengambilan sampel
plak gigi adalah Phosphate Buffer Salin (PBS, pH 7,2) steril (didapat secara
komersial dari stockroom IPB). Bahan yang digunakan dalam tahap kuantifikasi
adalah akuabides steril (didapat secara komersial di toko kimia), alkohol 70%
(didapat secara komersial di toko kimia), es batu, 16sRNA universal primers
(forward primer dan reverse primer, dibeli di PT. Genetika Science Indonesia), S.
mtans primers (forward primers dan reverse primer dibeli di PT. Genetika
Science Indonesia), not- DEPC water (Applied Biosystems), dan SYBR® Select
Master Mix (Applied Biosystems). Urutan basa primers S. mutans dan 16sRNA
bakteri disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Primer S. mutans dan 16sRNA universal total bakteri
Primer
S. mutans fwd
S. mutans rvs
16s RNA fwd
16s RNA rvs

Sekuens Primer (5'-3')
GGTTTAACGTCAAAATTAGCTGTATTAGC
CTCAACCAACCGCCACTGTT
TTAAACTCAAAGGGATTGACGG
CTCACGACACGAGCTGACGAC

Sumber : Shemesh et al. (2007)

Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan analisis potensi Cajuputs Candy Sucrose
(CCS) dan Cajuputs Candy Non Sucrose (CCNS) terhadap kuantitas S. mutans
pada plak gigi menggunakan teknik Real Time-PCR atau disebut juga qPCR.
Teknik ini merupakan teknik kuantifikasi biomolekuler yang bekerja berdasarkan
prinsip amplifikasi DNA (Yuwono 2006). Pemilihan teknik ini didasari oleh
keuntungan utama dari penggunaan teknik ini dibandingkan dengan metode kultur
konvensional, yaitu sensitifitas yang tinggi, lebih spesifik, dan cepat (Yano 2002).
Penelitian ini diawali dengan sampling (pengumpulan) plak gigi sebelum
diberi perlakuan (mengkonsumsi 1 butir CCS atau CCSN), selanjutnya kepada
subjek diberikan CCS dan CCNS yang dikonsumsi dengan cara dikulum hingga
permen habis (tidak dikunyah). Pengambilam sampel plak gigi dilakukan kembali
setelah mengkonsumsi CCS atau CCNS. Sampling awal dilakukan di kediaman
setiap subjek, sedangkan sampling akhir dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Pangan Institut Pertanian Bogor.
Perlakuan (P) yang dilakukan terhadap subjek penelitian berupa :
K : Tanpa pemberian bahan uji (CCS atau CCNS).
P1 : Konsumsi 1 butir CCS 2 kali dalam sehari (1 jam dan 6 jam setelah
menyikat gigi pada pagi hari).
P2 : Konsumsi 1 butir CCS 1 kali dalam sehari (6 jam setelah menyikat gigi pada
pagi hari).

5

P3 : Konsumsi 1 butir CCNS 2 kali dalam sehari (1 jam dan 6 jam setelah
menyikat gigi pada pagi hari).
P4 : Konsumsi 1 butir CCNS 1 kali dalam sehari (6 jam setelah menyikat gigi
pada pagi hari).
Pengambilan sampel plak gigi dilakukan dalam 2 waktu untuk setiap
kelompok kontrol dan perlakuan. Plak gigi akan diambil pada jam 06.00 WIB
(segera setelah sikat gigi) dan jam 14.00 WIB. Pengambilan sampel plak pada
kelompok kontrol diakukan segera setelah menyikat gigi dan 8 jam setelah
menyikat gigi. Perlakuan dan pengambilan sampel plak gigi diilustrasikan melalui
Gambar 1.
Jam (WIB)

06.00

06.00

Sampling
Perlakuan

07.00

09.00

12.00

Sampling

Sampling
Konsumsi
CCS
atauCCNS

Menyikat gigi

14.00

Sarapan

Konsumsi CCS atau
CCNS dan makan
siang.

(a)
Jam (WIB)

06.00

06.00

09.00

12.00

12.00

14.00

Sampling
Sampling

Sampling

Perlakuan
Menyikat gigi

Makan
siang

Sarapan

Konsumsi CCS atau
CCNS dan makan
siang.

(b)
Gambar 1 Ilustrasi perlakuan dan pengambilan sampel plak gigi. (a) Kelompok
perlakuan mengkonsumsi CCS atau CCNS 2 kali sehari. (b)
Kelompok perlakuan mengkonsumsi CCS atau CCNS 1 kali sehari.
Pengambilan Sampel Plak Gigi (Pearson dan Hutton 2002)
Pengambilan sampel plak gigi dilakukan dengan metode swab pada
permukaan bukal keempat gigi molar pertama rahang atas dan bawah (M1). Bila
pada M1 telah dilakukan pengambilan plak gigi maka plak gigi dikumpulkan dari
permukaan bukal gigi premolar 2 (P2). Menurut Reloy et al. (2009), gigi molar
pertama dan premolar yang berfungsi untuk mengunyah makanan, memiliki
bentuk permukaan yang memudahkan retensi sisa makanan sehingga sangat ideal
untuk pertumbuhan bakteri penyebab karies. Kidd dan Bechal (2004) melaporkan
gigi molar bersifat sangat rentan terhadap penyakit karies dan dapat meluas
hingga ke bagian gigi premolar. Pemilihan letak pengambilan plak gigi pada
penelitian ini didasari pada teori tersebut. Letak gigi yang dikoleksi plaknya
ditunjukkan pada Gambar 2.
Metode swab dilakukan dengan mengusapkan cotton bud steril pada
permukaan bukal gigi. Pengambilan plak gigi dilakukan dengan terlebih dahulu
mengeringkan permukaan gigi dari saliva. Pengeringan dilakukan dengan cara

6

diangin-anginkan menggunakan semprotan angin. Pembendungan terhadap aliran
saliva juga dilakukan dengan mengganjalkan kapas pada sela-sela pipi dan gigi.
Plak gigi kemudian dikoleksi dan dimasukkan ke tabung Eppendorf yang telah
diisi dengan Phosphat Buffer Salin (PBS pH 7,2) steril. Setiap sampel selanjutnya
disimpan dalam lemari pendingin (-20oC) sampai digunakan pada tahapan
selanjutnya.
Gigi Premolar Kedua
Gigi Molar Pertama

Gambar 2 Letak gigi dan sumber plak gigi yang digunakan sebagai sampel
(Anonim 2012).
Ekstraksi DNA (Jara et al. 2008)
Ekstraksi DNA adalah tahap awal dalam proses analisis dengan metode
qPCR. Ekstraksi DNA dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: sampel plak
dalam tabung Eppendorf divorteks lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 ×g
selama 1 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang tertinggal ditambahkan 1 ml
larutan PBS steril untuk dilakukan tindakan washing pada sampel, kemudian
divortex selama 10 detik. Sampel dalam tabung disentrifugasi kembali dengan
kecepatan 10.000 ×g selama 1 menit. Hasil sentrifugasi akan memisahkan kembali
supernatan dan pelet di dalam tabung. Supernatan yang terbentuk selanjutnya
dibuang dan ke dalam tabung Eppendorf ditambahkan akuabides sebanyak 100 µL.
Sampel kemudian diinkubasi pada suhu 100˚C selama 20 menit dalam waterbath,
tabung sampel dikeluarkan dan segera dibenamkan ke dalam kotak berisi pecahan
es selama 10 menit. Sampel selanjutnya dihomogenisasi dengan vortex selama 10
detik kemudian disentrifugasi kembali selama 2 menit dengan kecepatan 10.000
×g. Sampel membentuk bagian pelet dan supernatan, bagian supernatan diambil
dan dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf yang baru sebagai sampel yang
digunakan. Pada penelitian ini, DNA yang diekstraksi dari S. mutans ATCC
25175 digunakan sebagai kontrol positif pada setiap kali dilakukan amplikasi PCR.
Standardisasi Konsentrasi DNA (Li et al. 2003)
Tahap standardisasi diawali dengan mengukur konsentrasi hasil ekstraksi
DNA dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 260 nm.
Pengukuran konsentrasi DNA dilakukan sebagai berikut: akuabides dimasukkan
sebanyak 500 µl ke dalam kuvet pertama sebagai blanko. Akuabides dimasukkan
ke dalam kuvet-kuvet berikutnya sebanyak 495 µl dan DNA hasil ekstraksi dari
sampel plak gigi ditambahkan ke dalam kuvet sebanyak 5 µl. Kuvet dimasukkan
ke dalam alat spektrofotometer dan konsentrasinya diukur pada panjang

7

gelombang 260 nm ( =260 nm). Konsentrasi DNA pada setiap dihitung dengan
rumus:
Faktor pengali 50 pada rumus di atas adalah penyetara dengan 50 µg/ml
untai ganda DNA (Thermo Scientific 2013). Sampel DNA yang sudah diketahui
konsentrasinya lalu distandardisasi sehingga semua mempunyai konsentrasi
sebesar 100µg/ml dengan rumus:
Keterangan:
V1 : Volume awal sampel
M1 : Konsentrasi DNA sampel yang terukur
V2 : Volume yang dibutuhkan untuk melakukan percobaan
M2 : Konsentrasi DNA standar (100 µg/ml)
Kuantifikasi S. mutans dan Total Bakteri dengan qPCR ( Herold et al. 2004)
Kuantifikasi dilakukan dengan membuat campuran pereaksi sebanyak 10µL
terlebih dahulu. Campuran pereaksi terdiri dari 5 l SYBR Green, 0,5 l forward
primer gen (10mM), 0,5 l reverse primer gen (10mM), 3 µl sampel DNA
(100µg/ml), dan 1 l not-DEPC water. Campuran pereaksi kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 1 menit. Primers yang
digunakan untuk menganalisis DNA sampel dengan menggunakan qPCR
disajikan pada Tabel 1 . Selama proses amplifikasi dengan qPCR berlangsung,
dilakukan pengamatan terhadap nilai CT. Secara singkat tahap preparasi hingga
kuantifikasi diilustrasikan pada Gambar 3.
Perhitungan Jumlah dan Proporsi Bakteri (Livak dan Schmittgen 2008)
Jumlah S. mutans dan total bakteri didapat berdasarkan korelasi nilai CT dan
log cfu/ml pada kurva standar bakteri target. Kurva standar didapat dari
kuantifikasi DNA standar S. mutans dan 16sRNA total bakteri untuk menentukan
kuantitas S. mutans dan total bakteri dari sampel yang tidak diketahui melalui
interpolasi. Hasil korelasi nilai CT dan log cfu/ml masing-masing target dapat
dilihat pada Gambar 4.
Perhitungan proporsi S. mutans dilakukan secara relatif terhadap total
bakteri menggunakan metode kuantitatif relatif. Perhitungan jumlah relatif DNA
total (N) pada setiap perlakuan dinyatakan sebagai persentase S. mutans terhadap
jumlah bakteri total disetiap pengkuran. Berikut ini adalah cara perhitungan
proporsi jumlah relatif DNA total (N) :

Tingkat perubahan proporsi S. mutans terhadap total bakteri antara sebelum
dan sesudah mengkonsumsi CCS atau CCNS dan pada kondisi segera setelah
menyikt gigi dan 8 jam setelah menyikat gigi pada kelompok kontrol dihitung
melalui persamaan berikut:

8

Pengambilan sampel plak
gigi.
Plak gigi
Ekstraksi DNA
Sentrifugasi 10.000 ×g selama 1 menit, buang supernatan.

Washing dengan larutan PBS steril 1 mL.

Sentrifugasi 10.000 ×g selama 1 menit, buang supernatan.

Penambahan larutan dd(H2O) 100 µL.
Pemanasan dengan waterbath 100 ˚C, 20 menit.

Pendinginan dengan es batu, 10 menit.

Pemindahan supernatan ke dalam tabung baru.

Pengukuran dan
standardisasi
konsentrasi DNA
bakteri

Penyimpanan DNA di suhu beku.
500 µl dd(H2O) dimasukkan dalam kuvet (blanko).

495 µl dd(H2O) + 5 µl DNA sampel dimasukkan
dalam kuvet sebagai sampel.

Diukur konsentrasinya pada panjang gelombang 260
nm.
Standardisasi dengan metode pengenceran
Deteksi dan
kuantifikasi bakteri
dengan qPCR
Hasil

DNA bakteri + Campuran pereaksi qPCR.

Kuantifikasi dengan alat qPCR.

Gambar 3 Ilustrasi tahapan kuantifikasi dengan qPCR

9

Log cfu/ml

10
8
6
y = -0.4512x + 14.925
R² = 0.9703

4
2
0
10

15

20

CT

25

30

35

(a)
10
Log cfu/ml

8
6
4

y = -0.3796x + 12.732
R² = 0.9435

2
0
10

15

20

25

30

CT

(b)
Gambar 4 Kurva standar S. mutans (a) dan total bakteri (b)

Sumbu X menunjukkan nilai CT yang didapat dari amplifikasi dan sumbu Y
menunjukkan jumlah bakteri (cfu/ml) yang diubah ke dalam bentuk log cfu/ml .
Nilai R2 = 0,9703 pada kurva standar S. mutans menunjukkan sebesar 97, 03 %
kuantitas S. mutans (log cfu/ml) dapat diperoleh melalui model persamaan
tersebut. Nilai R2 = 0,9435 pada kurva standar total bakteri menunjukkan sebesar
94,35 % kuantitas total bakteri (log cfu/ml) dapat diperoleh melalui model
persamaan tersebut.

Analisis Statistik
Pada penelitian ini, perubahan proporsi S. mutans terhadap total bakteri
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2-ΔΔCT (Livak dan Schmittgen 2008).
Perbedaan perubahan proporsi tiap perlakuan selanjutnya dibandingkan dan diuji
dengan uji sidik ragam dengan membandingkan rata-rata nilai hasil perhitungan
jumlah S. mutans dan proporsinya terhadap total bakteri menggunakan PairedSample T Test dan uji lanjut Dunnett. Analisis statistik dilakukan pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0,05) menggunakan program SPSS Inc. 20.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu metode menghambat aktivitas S. mutans adalah dengan cara
mengontrol potensi mikroba tersebut untuk membentuk koloni dan tumbuh
sebagai bagian dari massa biofilm pada permukaan gigi (Kidd dan Bechal 2004).
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian potensi Cajuputs Candy Sucrose (CCS)
dan Cajuputs Candy Non Sucrose (CCNS) dalam menghambat jumlah S. mutans
dan proporsi terhadap total bakteri pada plak gigi. Perbedaan perlakuan yang
diujikan terletak pada jenis permen dan frekuensi konsumsi permen tersebut.
Perbedaan frekuensi konsumsi ini didasari pada teori pembentukan plak.
Metode kuantifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik
qPCR. Teknik ini merupakan teknik kuantifikasi biomolekuler yang bekerja
berdasarkan prinsip amplifikasi DNA (Yuwono 2006). Kebutuhan sampel untuk
teknik ini berupa untaian DNA yang telah terpisah dari komponen lain penyusun
sel (Rudiretna dan Handoyo 2000). Tahapan ekstraksi DNA yang dilakukan
bertujuan memperoleh untaian DNA, dilakukan dengan metode thermal shock.
Pengukuran konsentrasi DNA dilakukan setelah ekstraksi DNA, bertujuan
untuk mengetahui keberadaan DNA dan kuantitas DNA (Yuwono 2006).
Keberadaan dan kuantitas DNA diketahui sebagai hasil pengukuran konsentrasi
DNA. Pengukuran konsentrasi DNA dilakukan dengan teknik spektrofotometri
(Yuwono 2006).
Hasil pengukuran konsentrasi DNA ditunjukkan pada Tabel 3 (Data lengkap
terlampir pada Lampiran 3). Konsentrasi DNA yang terukur tampak beragam,
dapat dikarenakan oleh banyaknya plak yang terambil (dalam gram) tidak sama.
Data berat plak yang terambil terlampir pada Lampiran 4. Konsentrasi DNA
standar yang dibutuhkan untuk kuantifikasi adalah 100 ng/µl. Konsentrasi sampel
DNA yang terukur belum memenuhi standar yang dibutuhkan sehingga
diperlukan standardisasi dengan metode pengenceran dengan akuabides steril.
Sampel yang telah distandardisasi kemudian dilakukan kuantifikasi menggunakan
teknik qPCR.
Tabel 3 Hasil pengukuran konsentrasi DNA dan perhitungan kebutuhan
standardisadi konsentrasi DNA
Vol.
Vol.
Vol.
Vol.
[DNA]*
[DNA]**
Sampel
sampel
dd(H2O)
sampel
dd(H2O)
ng/µl
ng/µl
(µl)
(µl)
(µl)
(µl)
275
36,4
63,6
335
29,9
70,1
310
32,3
67,7
290
34,5
65,5
420
23,8
76,2
340
29,4
70,6
K
430
23,3
76,7
110
90,9
9,1
235
42,6
57,4
255
39,2
60,8
245
40,8
59,2
315
31,7
68,3
Ket: * = Sebelum mengkonsumsi CCS atau CCNS dan 1 jam setelah menyikat gigi untuk
kelompok kontrol. ** = Sesudah mengkonsumsi CCS atau CCNS dan 8 jam setelah menyikat gigi
pada kelompok kontrol.

11

Tabel 3 (lanjutan)
Sampel

CCS
2x

CCS
1x

CCNS
2x

CCNS
1x

[DNA]*
ng/µl
285
290
320
305
335
360
375
195
340
250
250
355
330
150
360
220
330
245
133
255
125
365
315
210

Vol.
sampel
(µl)
35,1
34,5
31,3
32,8
29,9
27,8
26,7
51,3
29,4
40
40
28,2
30,3
66,7
27,8
45,5
30,3
40,8
75,2
39,2
80
27,4
31,7
47,6

Vol.
dd(H2O)
(µl)
64,9
65,5
68,8
67,2
70,1
72,2
73,3
48,7
70,6
60
60
71,8
69,7
33,3
72,2
54,5
69,7
59,2
24,8
60,8
20
72,6
68,3
52,4

[DNA]**
ng/µl
115
250
205
355
365
400
345
265
365
320
345
230
235
355
240
235
250
120
310
360
115
125
320
250

Vol.
sampel
(µl)
87
40
48,8
28,2
27,4
25
29
37,7
27,4
31,3
29
43,5
42,6
28,2
41,7
42,6
40
83,3
32,3
27,8
87
80
31,3
40

Vol.
dd(H2O)
(µl)
13
60
51,2
71,8
72,6
75
71
62,3
72,6
68,8
71
56,5
57,4
71,8
58,3
57,4
60
16,7
67,7
72,2
13
20
68,8
60

Ket: * = Sebelum mengkonsumsi CCS atau CCNS dan 1 jam setelah menyikat gigi untuk
kelompok kontrol. ** = Sesudah mengkonsumsi CCS atau CCNS dan 8 jam setelah menyikat gigi
pada kelompok kontrol.

Kuantifikasi terhadap S. mutans dilakukan dengan cara mengamati nilai CT
yang merupakan data output dari teknik qPCR. Nilai CT ditentukan sebagai siklus
saat perpendaran mulai terdeteksi diatas background dan secara proporsional
berbanding terbalik dengan logaritma jumlah molekul DNA awal (Shemesh et al.
2007). Jika terdapat jumlah DNA yang besar maka nilai CT yang terukur berangka
kecil, sebaliknya untuk jumlah DNA yang sedikit akan memiliki nilai CT yang
besar (Handbook Life Technologies Realtime PCR 2012). Data nilai CT setiap
sampel terlampir pada Lampiran 5. Hasil perhitungan proporsi S. mutans
merupakan perhitungan kondisi relatif terhadap keadaan sebelum konsumsi CCS
atau CCNS. Hasil perhitungan terhadap proporsi S. mutans setelah konsumsi CCS
atau CCNS digambarkan melalui Gambar 5.

12

Menurut Livak dan Schmittgen (2008), perubahan berupa penurunan
proporsi suatu gen target ditunjukkan dengan nilai kelipatan relatif (N) dibawah 1
(N < 1). Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa proporsi S. mutans mengalami
penurunan setelah mengkonsumsi CCS atau CCNS. Kondisi ini berbeda nyata (α
< 0,05) dengan kelompok kontrol (hasil analisis statistik terlampir pada Lampiran
6). Besarnya penurunan proporsi S. mutans akibat mengkonsumsi CCS atau
CCNS dinyatakan sebagai persentase penurunan proporsi yang diperoleh dengan
membandingkan nilai proporsi S. mutans setiap kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol.
Konsumsi CCS atau CCNS 1 kali sehari dilakukan pada waktu 1 jam setelah
menyikat gigi. Waktu 1 jam sesudah menyikat gigi dipilih karena 0-4 jam pertama
bakteri streptococci tunggal sebagai koloni awal (fase adaptasi), membentuk
koloni pada pelikel yang terbentuk pada permukaan gigi (Kidd dan Bechal 2004).
Konsumsi CCS atau CCNS 2 kali sehari dikalukan pada waktu 1 dan 6 jam
setelah menyikat gigi. Waktu 1 jam dipilih karena alasan yang sama dengan
alasan pada perlakuan konsumsi CCS atau CCNS 1 kali sehari, sedangkan waktu
6 jam setelah menyikat gigi dipilih karena 2-8 jam pertama streptococci yang
menempel menjenuhkan tempat perlekatannya (Sujana 2012). Perbedaan ini
dimaksudkan sebagai bentuk peningkatan paparan kandungan bioaktif
antimikroba dari CCS atau CCNS pada konsumsi 2 kali sehari.
2.50

Proporsi S. mutans

2,343 ± 0,159

% Relatif Terhadap Kontrol

2.00
60, 14 %

62, 56 %
80, 48 %

1.50
0,934 ± 0,430

1.00

89, 32 %

0,8771± 0,297
0,457 ± 0,228

0.50

0,2501± 0,126

0.00
K

CCS 2x

CCNS 1x

CCS 1x

CCNS 2x

Kelompok Perlakuan

Gambar 5. Proporsi S. mutans dan persentase penurunannya setelah konsumsi
CCS dan CCNS. K = tanpa perlakuan pemberian CCS dan CCNS.
Proporsi pada gambar merupakan hasil perhitungan menggunakan
persamaan 2 –(∆∆CT).
Persentase penurunan diperoleh dengan
membandingkan proporsi S. mutans setelah mengkonsumsi CCS atau
CCNS dengan proporsi S. mutans pada kelompok kontrol.
Persentase penurunan proporsi S. mutans setelah mengkonsumsi CCS atau
CCNS tampak memiliki nilai yang beragam. Hasil perhitungan menunjukkan
persentase penurunan proporsi S. mutans terbesar merupakan perlakuan setelah

13

mengkonsumsi CCNS 2 kali sehari (89,32 %), kemudian akibat mengkonsumsi
CCS 1 kali sehari (80, 48 %), selanjutnya akibat mengkonsumsi CCNS 1 kali
sehari (62,56 %), dan persentase penurunan terendah akibat mengkonsumsi CCS 2
kali sehari (60,14 %). Keberagaman nilai ini diduga sebagai dampak perbedaan
perlakuan yang diberikan kepada subjek. Hasil perhitungan ini mengindikasikan
bahwa CCS atau CCNS berpotensi menurunkan proporsi S. mutans.
Penurunan kuantitas S. mutans diduga merupakan akibat adanya komponen
bioaktif yang bersifat antimikroba pada CCS dan CCNS yang telah dilaporkan
oleh Sari et al. (2013). Dilaporkan sebelumnya oleh Reichling et al. (2009),
komponen 1,8-cineole dari minyak kayu putih, menthol, dan menthone dari
minyak peppermint yang juga terkandung pada CCS maupun CCNS memiliki
sifat hidrofobik yang mampu meningkatkan permeabilitas membran sitoplasma,
menghambat respirasi sel, mengganggu pembentukan protein pengikat membran
dan mengganggu proses transportasi ion yang akhirnya dapat menyebabkan
kematian sel.
Menurut Oyedemi et al. (2009), mekanisme bakterisidal komponen αterpineol dan -terpinen terhadap bakteri gram positif adalah dengan
menyebabkan kebocoran membran luar bakteri yang akhirnya menyebabkan
kematian. Diketahui bahwa S. mutans adalah bakteri gram positif (Samaranayake
2002), diduga mekanisme tersebut yang menyebabkan penurunan kuantitas S.
mutans setelah mendapat paparan komponen bioaktif antimikroba dari CCS dan
CCNS.
Menurut Jedlickova (1994), komponen α-terpineol dan terpinen-4-ol dari
kandungan minyak kayu putih adalah senyawa yang efektif menurunkan
pertumbuhan Streptococcus spp. Galvao et al. (2012) melaporkan bahwa ekstrak
peppermint memiliki sifat antimikroba terhadap S. mutans. Kandungan 1,8cineole dan -caryophyllene dari ekstrak Curcuma longa L. dari India juga
dilaporkan mampu menurunkan pertumbuhan dan produksi asam oleh S. mutans,
kemampuan melekat serta pembentukan biofilm oleh bakteri tersebut ( Lee et al.
2011).
Penjelasan yang sama juga dilaporkan oleh Heleno et al. (2010) bahwa caryophyllene dari bagian bunga Tithonia diversifolia dapat menghambat
pertumbuhan S. mutans. Komponen terpen yang bersifat lipofilik dari minyak
esensial Melaleuca alternifolia, tanaman khas Australia, bekerja terhadap lapisan
phospholipid membran sel dan dapat mengganggu struktur dan fungsi membran
sel, termasuk di dalamnya adalah komponen terpinen-4-ol (Allaker and Douglas
2009). Aktivitas komponen-komponen tersebut yang juga terdapat dalam CCS
dan CCNS diduga dapat merusak komponen dinding sel S. mutans sehingga
diduga berakibat pada penurunan kuantitas bakteri tersebut, seperti yang terlihat
pada hasil penelitian ini.
Gambar 6 menunjukkan proporsi S. mutans sebelum dan sesudah
mengkonsumsi CCS atau CCNS. Terlihat bahwa proporsi awal kelompok kontrol
dan setiap kelompok perlakuan berbeda-beda. Proporsi S. mutans sebelum
mengkonsumsi permen yang tertinggi adalah pada kelompok perlakuan sebelum
mengkonsumsi CCNS 2 kali sehari dan terendah adalah pada kelompok kontrol.
Pengaruh mengkonsumsi CCS dan CCNS terukur sebagai perubahan proporsi S.
mutans.

14

Perubahan proporsi S. mutans terbesar adalah akibat mengkonsumsi CCNS
2 kali sehari sedangkan perubahan proporsi terendah adalah akibat mengkonsumsi
CCS 2 kali sehari. Hasil uji sidik ragam dan Paired Sample T-Test menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan (α < 0.05) antara proporsi S. mutans sebelum
dan sesudah mengkonsumsi CCNS 2 kali sehari.

0.140

Proporsi S. mutans

0.120

1 jam setelah menyikat gigi

Sebelum

8 jam setelah menyikat gigi

Sesudah

0.100
0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
K

CCS
CCS2x2

CCS
CCS 1x
1

CCNS
2x 2
CCNS

CCNS11x
CCNS

Gambar 6 Proporsi S. mutans sebelum dan sesudah mengkonsumsi CCS dan
CCNS. Proporsi S. mutans sebelum dan sesudah mengkonsumsi CCS
atau CCNS, serta proporsi S. mutans 1 jam dan 8 jam setelah menykat
gigi pada kelompok kontrol, masing-masing dihitung dengan
persamaan 2 –(∆CT). * = hasil uji sidik ragam dan paired –sample t test
terhadap perubahan proporsi S. mutans akibat konsumsi CCNS 2 kali
sehari menunjukkan perbedaan yang signifikan atara proporsi sebelum
dan sesudah mengkonsumsi CCNS (α < 0,05).
Fenomena ini dapat dijelaskan dari variabel pembeda pada perlakuan, yaitu
jenis dan frekunsi Cajuputs Candy yang dikonsumsi. CCS mengandung sukrosa
sebagai pemanis sedangkan CCNS mengandung isomalt dan acesulfame-k sebagai
pemanis. Sukrosa dikenal juga sebagai gula pasir mempunyai potensi kariogenik
yang tinggi (Touger dan Loveren 2003). Sukrosa terdiri dari monosakarida
glukosa dan fruktosa. Komponen ini dapat dengan cepat dimetabolisme oleh S.
mutans menjadi energi dan polisakarida ekstraseluler yang berperan dalam proses
pembentukan plak (Dennison and Radolph, 1981).
Mengkonsumsi makanan yang mengandung gula terutama sukrosa, dapat
menyebabkan pembentukan glikoprotein yang lengket pada gigi (Bahar 2011).
Peran enzim glucosyltransferase (GTF) dan fructosyltransferase (FTF) yang
diproduksi S. mutans bersifat spesifik terhadap substrat sukrosa (Dennison dan
Radolph, 1981). Enzim-enzim ini mengubah sukrosa menjadi polisakarida glukan
(dekstran) dan fruktan (levan). Glukan merupakan sumber makanan utama bakteri,
sedangkan fruktan membantu adhesi dan agregasi baketri dalam pembentukan
plak (Roeslan 2002). Keberadaan sukrosa sebagai komponen pemanis pada CCS
diduga masih mampu dimetabolisme oleh S. mutans. Dugaan ini terlihat dari

15

porporsi S. mutans yang mengalami penurunan namun dalam persentase yang
rendah setelah mengkonsumsi CCS.
Penurunan proporsi S. mutans setelah mengkonsumsi CCS 2 kali sehari
lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi CCS 1 kali sehari. Dilihat dari
perlakuan yang diberikan, perbedaan terletak pada frekuensi mengkonsumsi
Cajuputs Candy dan waktu konsumsi. Konsumsi CCS 1 kali sehari dilakukan
pada waktu 1 jam sebelum makan siang, sedangkan CCS 2 kali sehari dilakukan 1
jam dan 6 jam setelah menggosok gigi . Bahar (2011) menyebutkan bahwa faktor
frekuensi asupan makanan yang mengandung pemanis sukrosa lebih beresiko
meningkatkan pembentukan plak dibandingkan dengan besarnya konsentrasi
pemanis yang diasup itu sendiri. Hasil penelitian mengindikasikan adanya
pengaruh frekuensi asupan sukrosa dari CCS.
Perbedaan frekuensi mengkonsumsi CCS diduga berdampak pada
penurunan proporsi S. mutans yang berbeda, dimana proporsi S. mutans setelah
mengkonsumsi CCS 1 kali sehari lebih rendah dibandingkan CCS 2 kali sehari.
Perbedaan ini diduga akibat kemampuan S. mutans dalam manfaatkan sukrosa
untuk menjadi massa dalam plak (Samaranayake 2002). Hasil sebaliknya terlihat
akibat konsumsi CCNS 1 dan 2 kali sehari. Peningkatan frekuensi konsumsi
CCNS menyebabkan penurunan proporsi S. mutans yang semakin besar. Isomalt
adalah pemanis yang sulit dimetabolisme oleh mikroorganisme (Mayo and Ritchie
2009). Hasil penelitian ini mengindikasikan penggunaan bahan selain sukrosa
pada CCNS memberikan efek penurunan proporsi S. mutans yang lebih tinggi
dabiandingkan dengan pemakaian bahan berupa sukrosa pada CCS.
Dilaporkan sebelumnya oleh Iftari et al. (2013) bahwa penghambatan
pembentukan massa biofilm akibat pemberian CCNS paling optimum adalah
hingga 4 jam waktu inkubasi, dan potensi CCNS melemah setelah waktu 4 jam.
Menurut Beckers dan Hoeven (1982), aktivitas pembentukan biofilm oleh S.
mutans pada waktu 2 jam pertama masih sangat lemah dikarenakan pada waktu 2
jam pertumbuhan bakteri ini memasuki awal fase log. Fenomena ini diduga yang
menjadi penyebab konsumsi CCNS 2 kali sehari pada waktu 1 dan 6 jam setelah
menyikat gigi memiliki potensi penurunan proporsi S. mutans yang lebih optimum
dibandingkan dengan konsumsi CCNS 1 kali sehari pada waktu 6 jam setelah
menyikat gigi. Frekuensi paparan komponen bioaktif antimikroba pada perlakuan
konsumsi CCNS 2 kali sehari diduga memperkuat efek antimikroba pada permen
tersebut.
Pada perlakuan mengkonsumsi CCNS 1 kali sehari pada waktu 6 jam
setelah menyikat gigi memiliki potensi penurunan proporsi S. mutans yang lebih
rendah dibandingkan dengan konsumsi permen tersebut sebanyak 2 kali sehari.
Diduga hasil ini desebabkan oleh pembentukan plak oleh S. mutans telah
memasuki tahap pematangan sehingga sulit untuk menghambat aktivitas
pertumbuhan bakteri tersebut dalam plak gigi. Hal ini diperkuat dengan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya oleh Mikx dan Svanberg (1978), dimana pada
akhir fase log, biofilm melekat lebih kuat dan mulai memasuki tahap pematangan.
Isomalt merupakan poliol atau gula alkohol. Poliol dikenal sebagai pemanis
yang bersifat ―tooth-friendly‖ (Touger dan Loveren 2003). Isomalt adalah
pemanis bebas gula dengan tingkat kemanisan 0,45 hingga 0,6 kali sukrosa dan
dilaporkan tidak bersifat kariogenik (Imfeld 1999), dan berdasarkan pendekatan
studi telemetri terhadap pH-plak, gula alkohol tidak bersifat menurunkan pH

16

dengan cepat karena difermentasi dalam waktu yang cukup lama. Menurut Imfeld
(1999), biofilm yang dihasilkan akibat paparan gula alkohol mempunyai densitas
yang lebih rendah dan lebih lama terbentuk dibandingkan dengan paparan sukrosa.
Sifat Isomalt yang sulit dimetabolisme oleh S. mutans diduga menjadi peyebab
penurunan proporsi S. mutans yang semakin tinggi dengan meningkatnya
frekuensi konsumsi CCNS yaitu 2 kali sehari, seperti yang ditunjukkan dari hasil
penelitian ini.
Tabel 4 Pengaruh konsumsi CCS dan CCNS terhadap jumlah bakteri
Perlakuan

Total Bakteri (cfu/ml)*

S. mutans (cfu/ml)*

K
CCS 2x
CCS 1x
CCNS 2x
CCNS 1x

-34534,949
-29722,109
17826,654
-9472,632
-244229,456

121,081
-897,871
-179,722
-3724,737
-19830,310

Ket: * = Nilai negatif menunjukkan adanya penurunan jumlah.

Keberadaan bakteri lain yang bersama S. mutans membentuk plak pada
permukaan gigi juga mempengaruhi dinamika jumlah S. mutans. Data yang
disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pengaruh konsumsi CCS dan CCNS
tidak hanya mengakibatkan penurunan kuantitas S. mutans namun juga penurunan
kuantitas total bakteri pada plak. Pada kelompok kontrol, jumlah S. mutans
mengalami kenaikan sedangkan jumlah total bakteri mengalami penurunan jumlah
(dalam cfu/ml).
Ketiga kelompok perlakuan pemberian CCS dan CCNS terlihat mengalami
penurunan jumlah S. mutans dan bakteri lainnya pada plak. Hasil ini menunjukkan
bahwa CCS maupun CCNS memiliki potensi antibakteri yang tidak spesifik
terhadap S. mutans. Berbeda dengan kelompok perlakuan konsumsi 1 butir CCS 1
kali sehari dimana terjadi kenaikan jumlah total bakteri disaat jumlah S. mutans
mengalami penurunan jumlah. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa terdapat
spesis lain, bakteri non-kariogenik pada plak gigi yang mungkin lebih adaptif
terhadap pemberian CCS 1 kali sehari. Diperlukan penelitian lanjut untuk mampu
menjelaskan hipotesis ini.
Penelitian ini dilakukan secara in vivo dimana perilaku individu terhadap
pola makan, frekuensi mengkonsumsi makanan atau minuman, serta jenis asupan
yang dimakan merupakan faktor confounding (tidak diatur sebagai perlakuan),
sehingga hasil yang telah dijelaskan sebelumnya juga dipengaruhi oleh faktor ini.
Beberapa kemungkinan seperti jenis, bentuk, dan durasi kontak makanan dengan
permukaan gigi sangat mempengaruhi proporsi S. mutans pada plak (Bahar 2011).
Pada penelitian ini tidak dilakukan pendataan terhadap jenis makanan yang
dikonsumsi subjek sehingga tidak dapat ditentukan dengan pasti faktor lain selain
konsumsi CCS dan CCNS yang telah mempengaruhi proporsi S. mutans pada plak
setiap subjek penelitian.
Menurut Touger dan Loveren (2003), bentuk asupan terutama pemanis juga
mempengaruhi daya pembentukan plak, hal ini terkait dengan durasi paparan pada

17

permukaan gigi oleh pemanis pada makanan yang dikonsumsi. Panjangnya durasi
kontak pemanis dengan permukaan gigi dapat menjebatani pembentukan plak gigi
yang bersifat kariogenik (Touger dan Loveren 2003). Beberapa jenis makanan
telah diketahui mempunyai faktor protektif terhadap pelekatan bakteri pada
permukaan gigi. Adanya lemak dalam makanan yang dimakan seseorang dapat
menurunkan kemampuan melekat suatu bakteri, kecuali produk susu seperti keju
dan beberapa jenis kacang (Bahar 2011).
Makanan yang membutuhkan frekuensi kunyah lebih banyak dapat
meningkatkan aliran saliva. Peningkatan aliran saliva merupakan salah satu
mekanisme protektif terhadap resiko pembentukan plak (Bahar 2011). Pengaruh
dari faktor confounding seperti beberapa diantaranya telah disampaikan tersebut,
diduga ikut berperan dalam hasil ananilis terhadap potensi CCS atau CCNS pada
penelitian ini.
Mengatur pola konsumsi merupakan salah saran yang dapat dilakukan untuk
mengontrol keberadaan bakteri karogenik pada plak. (Bahar 2011) termasuk
asupan pangan fungsional CCS atau CCNS. Prosedur pembersihan plak secara
mekanis seperti menggososk gigi dengan benar tetap harus dilakukan untuk
menjaga kebersihan rongga mulut (Kidd dan Bechal 2004).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa CCS maupun CCNS memiliki
potensi antibakteri tidak hanya terhadap S. mutans namun juga terhadap bakteri
lain dalam komunitas bakteri yang membentuk biofilm pada permukaan gigi (plak
gigi). Efek antimikroba CCS dan CCNS berdampak pada penurunan jumlah
bakteri non-karigenik penyusun plak. Penurunan jumlah dan proporsi akibat
mengkonsumsi 1 butir CCNS 2 kali sehari memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan ketiga kelompok perlakuan lainnya. Hasil ini juga dipengaruhi oleh
perilaku seseorang, sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih optimum dalam
menurunkan kuantitas S. mutans dan pencegahan proses karies gigi, pola
konsumsi makanan non kariogenik harus tetap diperhatikan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Cajuputs Candy Sucrose (CCS) dan Cajuputs Candy Non Sucrose (CCNS)
berpotensi menurunkan kuantitas S. mutans dan proporsinya terhadap total
bakteri pada plak gigi, serta dapat menurunkan jumlah bakteri non-kariogenik lain
di dalam plak gigi. Penurunan jumlah S. mutans dan proporsinya terhadap total
bakteri pada plak gigi setelah mengkonsumsi CCS lebih rendah dibandingkan
dengan setelah mengkonsumsi CCNS. Pengunaan bahan baku non sukrosa pada
Cajuputs Candy dapat meningkatkan efektifitas permen dalam menurunkan
kuantitas S. mutans di dalam plak gigi. Konsumsi 1 butir CCNS 2 kali sehari
mampu memberikan efek optimum dalam menurunkan kuantitas dan proporsi S.
mutans pada plak gigi.

18

Saran
Mengingat pada penelitian ini faktor confounding yang tidak tercatat juga
mempengaruhi potensi CCS atau CCNS, baik untuk dilakukan penelitian lanjut
mengenai potensi CCS atau CCNS dalam menurunkan kuantitas S. mutans pada
plak gigi dengan menyertakan pencatatan terhadap faktor confounding. Perlu juga
dilakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara kuantitas S. mutans plak
gigi dengan fungsi protektif saliva terhadap bakteri tersebut sebagai dampak dari
asupan CCS atau CCNS.

DAFTAR PUSTAKA
Allaker R, Douglas CWI. 2009. Novel anti-microbial therapies for dental plaquerelated
diseases.
Inter
J
Microbial.
33:
8-13.
doi:
1
0.1016/j.ijantimicag.2008.07.014.
Anonim.
2012.
Detail
isi
mulut
kita.
[Internet]
http://onomenulis.wordpress.com/2012/01/11/detail-isi-rongga-mulut-kita/
(1 mei 2014)..
Bahar Armasastra. 2011. Paradigma Baru Pencegahan Karies Gigi. Jakarta:
Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Beckers HJA, van der Hoeven JS. 1982. Growth rates of Actinomyces viscosus
and Streptococcus mutans during early colonization of tooth surfaces in
Gnotobiotic rats. J Infection and Immunity. 38 (1): 8-13.
Herold S, Kuechler A, Liehr T, Laccone F. 2004. Rapid detection of subtelomeric
deletion/duplication by novel real-time quantitative PCR using SYBR-green
dye. Human Mutation. 23(4): 368-378. doi: 10.1002/humu.20011.
Hart PH,