Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu

KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL
KARANG DAN SUBSTRAT DASAR TERUMBU
DI KEPULAUAN SERIBU

ALDINO R. WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, September 2013

Aldino R. Wicaksono
NIM C54070043

ABSTRAK
ALDINO R. WICAKSONO. Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan
Substrat Dasar Terumbu di Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh VINCENTIUS P.
SIREGAR dan ADRIANI SUNUDDIN.
Penginderaan jauh (inderaja) merupakan pendekatan yang paling efektif
dibandingkan dengan metode konvensional dalam survey terumbu karang bila
mencakup lingkup spasial yang luas. Dalam aplikasi teknologi inderaja untuk
pemetaan terumbu karang yang detail diperlukan informasi pantulan spektral
substrat dasar terumbu yang dilakukan secara in situ. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis karakteristik reflektansi spektral karang dan substrat dasar terumbu
di Kepulauan Seribu dengan menggunakan spektrometer. Pengambilan data di
lapang dilakukan bulan Juni 2011 di Kepulauan Seribu dengan total stasiun
berjumlah tujuh. Kurva reflektansi spektral karang dan substrat dasar terumbu
menunjukan pola serupa dengan dua puncak pada spektrum panjang gelombang

575 nm dan 600 nm. Analisis kluster menghasilkan empat kelompok dari kategori
karang dan bentik terumbu lain. Melalui analisis diskriminan diperlihatkan bahwa
spektrum panjang gelombang 400-450 nm dan 650-700 nm merupakan spektrum
panjang gelombang yang mampu membedakan reflektansi beragam tipe karang
dan substrat dasar.
Kata kunci: reflektansi spektral, karang, bentik terumbu

ABSTRACT
ALDINO R. WICAKSONO. Spectral Reflectance Characteristics of Coral and
Reef Benthic Substrates In Seribu Islands. Supervised by VINCENTIUS P.
SIREGAR and ADRIANI SUNUDDIN.
Remote sensing is the most effective approach to map large coral reef area
in comparison to conventional methods. However, applying remote sensing
technology for detail mapping of coral reef habitat requires in situ spectral
reflectance information of reef benthic substrates. The objective of this research
was to analyze the spectral reflectance characteristics of coral and reef benthic
substrates in Seribu Islands using spectrometer. Field study was conducted at
seven sites in four reef cays of Seribu Islands in June 2011. Spectral reflectance
curves of corals and reef benthics showed the similar pattern with two peaks near
wavelength 575 and 600 nm. Cluster analysis resulted in four groups of corals and

other reef benthics. Discriminant analysis revealed that 400-450 nm and 650-700
nm were the two wavelength spectra enabling to reflectance differentiation types
of coral and reef benthic substrates.
Keywords: spectral reflectance, coral, reef benthic

KARAKTERISTIK REFLEKTANSI SPEKTRAL
KARANG DAN SUBSTRAT DASAR TERUMBU
DI KEPULAUAN SERIBU

ALDINO R. WICAKSONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar
Terumbu di Kepulauan Seribu
Nama
: Aldino R. Wicaksono
NIM
: C54070043
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Disetujui oleh

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
Pembimbing I

Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 5 September 2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi dengan judul
“Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar Terumbu di
Kepulauan Seribu” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, IPB.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si selaku
dosen pembimbing atas bimbingan, pengetahuan, dan nasehat yang telah
diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Syamsul Bahri Agus, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu dalam ujian
akhir skripsi atas saran dan masukan dalam penulisan skripsi.
3. Kedua orang tua, A. Rachman dan Kustini, serta seluruh keluarga yang selalu

memberikan motivasi dan doanya kepada penulis.
4. Anggi Afif Muzaki, S.Pi, M.Si dan Githa Prima Putra, S.IK atas ilmu yang
telah diberikan dalam bidang penginderaan jauh dan SIG kelautan.
5. Anugerah Adityayuda, Mohammad Iqbal Panggarbesi, serta keluarga ITK 44
atas persahabatan dan kebersamaan selama di ITK.
6. Tim penelitian DIPA BIOTROP 2011 atas bantuan dan kerja sama selama
penelitian berlangsung.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sampai pada kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan
dan pengembangan lebih lanjut dari skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

Aldino R. Wicaksono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. viii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………...… viii

PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. 1
Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………………… 2
METODE ………………………………………………………………………... 2
Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………………….. 3
Alat dan Bahan Penelitian …………………………………………………….. 3
Metode Pengukuran Reflektansi Spektral …………………………………….. 3
Persiapan Alat ………………………………………………………………. 3
Pengukuran Reflektansi Spektral …………………………………………… 4
Analisis Data ………………………………………………………………….. 6
Analisis Pola Spektral ………………………………………………………. 6
Analisis Kluster ……………………………………………………………... 7
Analisis Diskriminan ………………………………………………………... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………….. 7
Pola Reflektansi Karang dan Bentik Terumbu Lain …………………………... 7
Pola Reflektansi Karang Acropora ………………………………………….. 7
Pola Reflektansi Karang Non-Acropora …………………………………….. 8
Pola Reflektansi Bentik Terumbu Lain ……………………………………. 10
Analisis Kluster Karang dan Bentik Terumbu Lain ………………………..... 11
Analisis Kluster Karang Acropora dan Non-Acropora ……………………. 11

Analisis Kluster Bentik Terumbu Lain …………………………………….. 12
Analisis Diskriminan …………………………………………………………. 13
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………….. 15
Simpulan ……………………………………………………………………… 15
Saran ………………………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………... 15
LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 17
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………….. 20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Alat dan bahan penelitian ………………………………………………........ 3
Kategori kode dan life form tipe substrat dasar ……………………………... 5
Pengelompokan hasil analisis kluster karang Acropora dan non-Acropora ..11
Pengelompokan hasil analisis kluster bentik terumbu lain ……………........ 13

Korelasi spektrum panjang gelombang karang dan bentik terumbu lain
dengan masing-masing fungsi diskriminan …………………………….. ….14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Lokasi penelitian …………………………………………………………..... 2
Rangkaian alat penelitian …………………………………………………… 4
Prosedur pengukuran spektral di lapang ……………………………………. 5
Diagram alir analisis data …………………………………………………… 6
Pola reflektansi karang Acropora …………………………………………… 8
Pola reflektansi karang non-Acropora ……………………………………… 9

Pola reflektansi substrat dasar terumbu ……………………………………. 10
Dendogram pengelompokan karang Acropora dan non-Acropora ………... 11
Dendogram pengelompokan bentik terumbu lain …………………………. 13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh penerapan curve fitting pada data reflektansi spektral …………...... 17
2 Dokumentasi kegiatan penelitian ………………………………………...... 18
3 Hasil pengolahan analisis diskriminan dengan perangkat lunak SPSS ……. 19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem unik yang strukturnya dibangun
secara bersama-sama antara komponen biologis melalui kalsifikasi oleh hewan
karang dan proses geologis (Buddemeier et al., 2004). Pada dasarnya terumbu
adalah struktur dasar laut berupa deposit kalsium karbonat yang dihasilkan oleh
hewan karang hermatipik. Komunitas bentik terumbu karang terdiri atas beragam
biota dan substrat abiotik seperti karang hermatipik, karang lunak, makroalga,
pasir, dan lain-lain. Metode konvensional dalam survey terumbu karang bukan
merupakan cara yang mudah bila mencakup lingkup spasial yang luas, sehingga
penginderaan jauh (inderaja) merupakan pendekatan yang paling efektif untuk

mendapatkan informasi tersebut dalam waktu yang singkat (Hochberg et al.,
2003; Mumby et al., 1999).
Sistem penginderaan jauh (inderaja) terdiri atas sistem inderaja aktif dan
pasif. Sistem inderaja menggunakan radiasi matahari sebagai sumber energi yang
berupa gelombang elektromagnetik. Ada tiga kemungkinan interaksi yang terjadi
antara gelombang elektromagnetik saat mengenai obyek di permukaan bumi, yaitu
dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan (CCRS, 1999). Dalam inderaja terdapat
kecenderungan atau ketertarikan dalam hal melakukan pengukuran terhadap
pantulan kenampakan obyek. Dengan melakukan pengukuran energi yang
dipantulkan (atau dipancarkan) oleh target di permukaan bumi, maka dapat dikaji
respon spektral (spectral response) dari obyek tersebut.
Karakteristik
pantulan
kenampakan
permukaan
bumi
dapat
dikuantifikasikan dalam persen sebagai fungsi panjang gelombang yang disebut
sebagai pantulan spektral atau reflektansi spektral (spectral reflectance) (Lillesand
dan Kiefer, 1979). Konfigurasi kurva reflektansi memberikan informasi tentang
karakteristik spektral suatu obyek. Dalam aplikasi inderaja untuk pengkajian
terumbu karang, reflektansi spektral karang dan bentik terumbu lain merupakan
parameter yang penting (Hochberg et al., 2003). Sejumlah penelitian tentang
reflektansi spektral terumbu karang dalam skala lokal dan global mengindikasikan
bahwa masing-masing tipe substrat memiliki respon spektral yang berbeda satu
sama lain (Holden dan LeDrew, 1998; Hochberg et al., 2003; Kutser et al., 2003).
Sama halnya dengan tipe substrat pada terumbu karang, nilai reflektansi spektral
juga dapat digunakan untuk membedakan antara karang sehat dan karang yang
mengalami pemutihan (bleaching) (Andréfouët et al., 2002; Yamano dan Tamura,
2004).
Informasi dasar terkait respon spektral khususnya reflektansi beragam tipe
substrat di terumbu masih perlu dikembangkan. Hedley dan Mumby (2002) dalam
Hochberg et al. (2003) berpendapat bahwa masih banyak ketidakpastian dan
keinkonsistensian dalam data spektral yang ada. Semua ini tidak terlepas dari
fakta bahwa masih kurangnya penelitian yang dilakukan dan menyebabkan
kurangnya basis data reflektansi spektral yang ada (Hochberg dan Atkinson,
2000). Dalam aplikasi teknologi inderaja untuk pengkajian terumbu karang, maka
langkah pertama yang dilakukan adalah analisis informasi pantulan spektral bentik
terumbu yang dilakukan secara in situ. Hal inilah yang melatarbelakangi

2
dilaksanakannya penelitian ini, mengingat masih sedikitnya informasi reflektansi
spektral terumbu karang dalam penyusunan pustaka spektral.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik reflektansi spektral
karang dan substrat dasar terumbu yang ada di Kepulauan Seribu dengan
menggunakan spektrometer.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengambilan data dan
analisis data reflektansi karang dan substrat dasar terumbu. Pengambilan data
dilaksanakan pada 8 – 13 Juni 2011 bertempat di perairan Pulau Panggang, Pulau
Pramuka, Pulau Karya, dan Pulau Air, Kepulauan Seribu. Lokasi penelitian
dibatasi oleh koordinat 5o43’32.440” - 5o45’50.455” LS dan 106o33’42.886” 106o37’5.558” BT, yang di dalamnya terdapat 7 stasiun penelitian (Gambar 1).
Analisis data reflektansi spektral dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis Kelautan, FPIK-IPB.

Gambar 1 Lokasi penelitian

3
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan dalam penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 1 dan
rangkaian alat penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1 Alat dan bahan penelitian
No
Alat/Bahan Penelitian
Set Spektrometer
1
USB4000
Komputer atau laptop
2
Perangkat lunak
3
SpectraSuite
Alat dasar selam & set
4
SCUBA
GPS genggam
5
Kamera Bawah Air
6
7
8
9
10
11
12

Lembar data & alat tulis
Panel surya, aki,dan
inverter
Perangkat lunak Ms. Excel
Perangkat lunak MATLAB
Perangkat lunak MINITAB
Perangkat lunak SPSS

Keterangan
Pengukuran dan perekaman data reflektansi
spektral
Pemrosesan data
Visualisasi dan perekaman data reflektansi
spektral
Penyelaman dan pengambilan data di dalam air
Penentuan dan pengambilan koordinat stasiun
Dokumentasi gambar pengambilan data di
lapang
Pencatatan data manual di lapang
Sumber tenaga listrik di atas kapal
Penapisan data dan penyesuaian kurva
Visualisasi data spektral
Analisis Kluster
Analisis Diskriminan

Pengukuran Reflektansi Spektral
Pengukuran reflektansi spektral karang dan bentik terumbu lain secara in
situ dilakukan dalam dua tahap, yaitu persiapan alat (kalibrasi alat) dan
pengukuran reflektansi.
Persiapan Alat
Sebelum pengukuran reflektansi spektral, hal yang dilakukan terlebih
dahulu adalah mempersiapkan alat. Alat yang disiapkan adalah laptop,
spektrometer, probes, light source, dan panel surya/aki yang seluruhnya dirangkai
agar dapat dioperasikan (Gambar 2). Perangkaian alat yang pertama adalah
menghubungkan probes dengan spektrometer dan light source. Panel surya, aki
dan inverter digunakan sebagai sumber listrik untuk laptop dan light source.
Selanjutnya dengan menggunakan kabel data, spektrometer dihubungkan dengan
laptop terdapat perangkat lunak SpectraSuite didalamnya. Perangkat lunak
SpectraSuite dibutuhkan untuk menampilkan dan merekam data reflektansi
spektral karang dan bentik terumbu lain. Sebelum dilakukan pengukuran, kalibrasi
harus dilakukan untuk mendapatkan referensi spektrum. Kalibrasi dilakukan
dengan cara mengarahkan probes diatas white reflectance standard.

4

Gambar 2 Rangkaian alat penelitian

Pengukuran Reflektansi Spektral
Pengukuran reflektansi spektral in situ meliputi pengukuran reflektansi
dari karang dan bentik terumbu lain yang ditemukan di lokasi penelitian.
Pencatatan obyek penelitian didasarkan pada kode dan life form karang dan bentik
terumbu lain seperti yang terlihat pada Tabel 2. Pengukuran data reflektansi
spektral dilakukan dengan mengarahkan probes dari spektrometer langsung ke
bagian permukaan obyek. Perekaman data dilakukan dengan perangkat lunak
SpectraSuite yang kemudian disimpan dalam format *txt.
Adapun langkah-langkah pengukuran spektral in situ ditampilkan pada
Gambar 3 dan dijelaskan sebagai berikut :
1. Dua orang diatas perahu, satu orang bertugas sebagai operator spektrometer
dan satu orang lainnya bertugas memegang dan mengarahkan kabel probes
diatas perahu.
2. Dua orang penyelam berada di dalam air, satu penyelam bertugas
mendokumentasikan gambar proses pengukuran dan obyek yang akan diukur,
sementara penyelam lain mengarahkan probes langsung ke bagian permukaan
obyek.
3. Pengukuran reflektansi spektral dilakukan pada kedalaman kurang dari 2
meter, hal ini dikarenakan panjang dari probes yang terhubung dengan
spektrometer. Posisi kapal diusahakan untuk tetap stabil serta tidak
menghalangi proses pengukuran dan tidak membayangi spektrometer.
4. Operator spektrometer juga bertugas untuk merekam koordinat geografik
dengan menggunakan GPS genggam.
5. Jika semua prosedur pengukuran reflektansi spektral telah selesai dilakukan,
maka operator dan penyelam bersama-sama pindah menuju lokasi obyek
berikutnya.

5

Gambar 3 Prosedur pengukuran spektral di lapang
Tabel 2 Kategori kode dan life form tipe substrat dasar
KATEGORI
KODE
KETERANGAN
Karang Keras
DC
Baru saja mati, memutih
Karang Mati
DCA
Masih tegak, tetapi sudah tidak putih
Karang Mati dengan
Algae
ACB
Minimal 2 cabang
Acropora Branching
Encrusting
ACE
Biasanya dasarnya seperti piring
Submassive
ACS
Kuat dengan knop berbentuk seperti baji
Digitate
ACD
Bercabang dua
Tabulate
ACT
Mendatar menyerupai meja
Branching
CB
Minimal 2 cabang
NonAcropora Encrusting
CE
Menempel pada substrat
Foliose
CF
Karang menempel pada satu atau lebih titik
Massive
CM
Bentuk seperti batu padat
Submassive
CS
Cenderung berbentuk kolom kecil, knop,
baji
Mushroom
CMR Soliter, hidup bebas
Heliopora
CHL
Karang biru
Millepora
CME
Karang api
Fauna Lain
SC
Karang yang rangkanya lunak
Soft Coral (Karang
Lunak)
SP
Spons
Sponges
ZO
Misal: Palythoa
Zoanthids
OT
Organisme bentik lain seperti bintang laut,
Others
bulu babi, anemon, dan lain-lain
Alga
AA
Terdiri dari lebih dari satu spesies
Algal Assemblage
MA
Alga berukuran makro
Macroalge
Abiotik
S
Pasir
Sand
R
Pecahan karang
Rubble
Sumber : English et al. (1994)

6
Analisis Data
Data spektral yang didapat dari hasil pengukuran dengan spektrometer
merupakan data panjang gelombang dan reflektansi dari sampel yang telah diukur.
Data yang diperoleh dalam bentuk angka yang selanjutnya akan dianalisis dengan
beberapa cara, antara lain analisis pola spektral, analisis kluster, dan analisis
diskriminan. Sebelum dianalisis, penapisan data terlebih dahulu dilakukan untuk
difokuskan pada kisaran panjang gelombang sinar tampak (400-700 nm). Setelah
penapisan selesai maka selanjutnya penyesuaian kurva diterapkan pada data
reflektansi. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan derau yang ada pada data dan
juga memperhalus data yang akan diolah (Lampiran 1). Diagram alir analisis data
ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4 Diagram alir analisis data
Analisis Pola Spektral
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pola spektral yang terbentuk dari
masing-masing obyek yang terukur. Analisis ini dilakukan dengan memplotkan
nilai panjang gelombang pada sumbu X dan nilai reflektansi spektral yang di
dapat dari hasil pengukuran pada sumbu Y dengan menggunakan perangkat lunak
MATLAB.

7
Analisis Kluster
Analisis kluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengklasifikasi
obyek ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu
set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti (Supranto, 2004). Analisis ini
digunakan untuk menentukan
kesamaan atau similaritas diantara obyek
berdasarkan respon atau nilai spektral pada panjang gelombang yang diamati.
Hasil analisis kluster akan ditampilkan dalam bentuk dendogram dengan
menggunakan perangkat lunak MINITAB.
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan dapat digunakan untuk menentukan variabel mana
yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar
kelompok (Supranto, 2004). Analisis ini digunakan untuk menghasilkan panjang
gelombang penciri yang paling dapat mengklasifikasikan atau memisahkan antara
kelompok karang dan bentik terumbu lain pada beberapa kategori panjang
gelombang. Mattjik dan Sumertajaya (2011) menjelaskan, model dasar analisis
diskriminan adalah sebuah persamaan yang menunjukkan suatu kombinasi linear
dari berbagai variabel independen, yaitu :
D = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … + bkXk
Dimana :

D
: skor diskriminan
b
: koefisien diskriminan atau bobot
X
: prediktor atau variabel independen
Pengolahan analisis diskriminan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Reflektansi Karang dan Bentik Terumbu Lain
Grafik reflektansi spektral suatu obyek sebagai fungsi panjang gelombang
disebut kurva pantulan spektral. Konfigurasi kurva reflektansi dapat memberikan
informasi tentang karakteristik spektral suatu obyek. Dalam penelitian ini akan
dibahas tentang karakteristik reflektansi karang batu yang terbagi menjadi karang
Acropora dan Non-Acropora, serta reflektansi bentik terumbu lainnya seperti
karang lunak, pasir, alga makro, pecahan karang (rubble), karang mati dengan
alga (dead coral with algae), dan organisme bentik lain (others).
Pola Reflektansi Karang Acropora
Terdapat tiga jenis life form karang Acropora yang ditemukan di 7 stasiun
penelitian pada kedalaman kurang dari 2 meter, yaitu Acropora Branching (ACB),
Acropora Digitate (ACD), dan Acropora Tabulate (ACT). Pola reflektansi ketiga
jenis life form karang tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

8

Gambar 5 Pola reflektansi karang Acropora
Kurva reflektansi spektral karang yang ditampilkan dibatasi pada spektrum
panjang gelombang sinar tampak (400-700 nm). Berdasarkan pola yang terbentuk,
terlihat bahwa kurva reflektansi untuk karang dengan life form ACT dan ACD
mempunyai bentuk yang hampir serupa satu sama lain. Perbedaan kurva
reflektansi untuk karang ACT dan ACD hanya terletak pada magnitude persentase
reflektansi yang dihasilkan. Karang ACT mempunyai nilai puncak reflektansi
yang lebih tinggi yaitu sebesar 15% daripada karang ACD yang mempunyai nilai
puncak reflektansi sebesar 11%.
Karang ACB menunjukkan pola kurva reflektansi yang berbeda dari karang
ACT dan ACD. Karang ACT dan ACD mempunyai dua puncak pada panjang
gelombang 575 nm dan 600 nm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nurdin
dan Rani (2009) bahwa untuk jenis karang keras memiliki nilai reflektansi tinggi
pada panjang gelombang 550-620 nm. Pada karang ACB, puncak tidak terlihat,
hanya membentuk kurva yang berbentuk datar pada kisaran panjang gelombang
510-590 nm. Selain bentuk kurva yang berbeda, karang ACB juga memiliki nilai
reflektansi yang rendah apabila dibandingkan dengan dua karang Acropora
lainnya.
Pola Reflektansi Karang Non-Acropora
Sebanyak 8 jenis karang Non-Acropora ditemukan pada kedalaman kurang
dari 2 meter. Delapan jenis karang Non-Acropora tersebut adalah sebagai berikut;
Coral Branching (CB), Coral Encrusting (CE), Coral Foliose (CF), Coral
Massive (CM), Coral Submassive (CS), Coral Mushroom (CMR), Coral
Heliopora (CHL), dan Coral Millepora (CME). Pola reflektansi kedelapan jenis
life form karang tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Pola reflektansi yang dihasilkan dari 8 jenis life form karang NonAcropora terlihat serupa satu sama lain. Kurva yang dihasilkan oleh kedelapan
karang Non-Acropora tersebut sama seperti kurva pada ACT dan ACD, yaitu
mempunyai dua puncak pada panjang gelombang 575 nm dan 600 nm. Selain
mempunyai dua puncak, pola yang dihasilkan hampir serupa dimana ke-delapan
karang Non-Acropora mempunyai nilai reflektansi yang rendah pada panjang
gelombang ungu (400-446 nm) dan biru (446-500 nm).

9

Gambar 6. Pola reflektansi karang Non-Acropora
Menurut Hochberg et al. (2003), nilai reflektansi yang rendah disebabkan
proses absorpsi oleh senyawa fotosintetik dan fotoprotektif. Nilai reflektansi yang
tinggi yang terjadi pada kisaran panjang gelombang hijau (500-578 nm) sampai
panjang gelombang oranye (592-620 nm), mengindikasikan kurangnya proses
absorpsi atau keberadaan dari fluorescence aktif. Absorpsi klorofil mulai terlihat
jelas sekitar panjang gelombang 675 nm. Nurdin dan Rani (2009) juga
menyatakan bahwa untuk jenis karang keras memiliki nilai reflektansi tinggi pada
panjang gelombang 550-620 nm.
Perbedaan pada ke-delapan life form karang Non-Acropora ini hanya
terletak pada magnitude reflektansi yang dihasilkan. Nilai puncak kurva
reflektansi pada tiap life form karang mulai dari yang terendah sampai tertinggi
adalah sebagai berikut: CHL (5,4%), CE (9,3%), CB (12,5%), CMR (14,2%), CF
(16,1%), CS (16,5%), CM(17,8%), dan CME (20%). Karang Non-Acropora
dengan nilai reflektansi spektral terendah dan tertinggi masing-masing dimiliki
oleh CHL dan CME, hal ini diduga karena karang dengan life form CHL dan
CME bukan termasuk dalam Subkelas Hexacorallia, Ordo Scleractinia seperti CE,
CB, CMR, CF, CS, dan CM. CME termasuk kedalam Ordo Milleporina,
sedangkan CHL sendiri termasuk kedalam Ordo Helioporacea.
Karang dengan nilai reflektansi tertinggi setelah CME adalah CM. CM
merupakan karang dengan struktur padat sehingga nilai reflektasi yang dihasilkan
juga cukup tinggi apabila dibandingkan karang Non-Acropora selain CME.
Begitu pula dengan karang Non-Acropora dengan life form CS, memiliki nilai
puncak reflektansi yang cukup tinggi dikarenakan strukturnya yang kokoh dengan
percabangan yang keras. Life form CF juga memiliki bentuk dan nilai reflektansi
tertinggi yang hampir mirip dengan CS yaitu sekitar 16%, hal ini mungkin
dikarenakan strukturnya yang berupa lembaran-lembaran yang menyebabkan nilai
reflektansi yang dihasilkan cukup tinggi.
Coral Mushroom (CMR) mempunyai nilai reflektansi tertinggi sebesar
14,2% yang berada pada panjang gelombang yang sama seperti life form karang
lain yaitu pada 575 nm. Karang CB mempunyai pola reflektansi yang hampir
sama dengan CMR pada kisaran panjang gelombang 400-575 nm, namun
reflektansi CB pada panjang gelombang 575-700 nm memiliki magnitude yang

10
rendah. Karang CB memiliki struktur bercabang mempunyai kurva reflektansi
yang berada ditengah life form karang Non-Acropora lain. Coral Encrusting (CE)
memiliki nilai reflektansi terendah kedua setelah CHL dengan nilai reflektansi
pada puncak sebesar 9,3%. Kurva reflektansi CE yang rendah diduga dipengaruhi
oleh struktur CE yang mengerak dan menempel di dasar perairan sehingga
memiliki magnitude reflektansi yang rendah pula.
Pola Reflektansi Bentik Terumbu Lain
Kategori bentik terumbu lain ditetapkan sebanyak 7 kategori dari seluruh
stasiun penelitian. Tujuh kategori tersebut antara lain adalah sebagai berikut,
karang lunak (SC), alga makro (MA), karang mati dengan alga (DCA), pecahan
karang (Rubble/RB), pasir (Sand), dan biota bentik lain (OT) yang terdiri atas
bulu babi (OT(BB)) dan anemon (OT(ANE)). Pola reflektansi untuk kategori
bentik terumbu lain dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Pola reflektansi substrat dasar terumbu
Pola reflektansi pada semua kategori bentik terumbu lain, kecuali pasir,
membentuk kurva yang hampir serupa satu sama lain namun berbeda pada
besaran atau magnitude reflektansi yang dihasilkan. Pasir mempunyai pola
reflektansi yang agak berbeda apabila dibandingkan dengan kategori bentik
terumbu lainnya. Pola reflektansi pasir yang cukup tinggi juga ditunjukan oleh
Hochberg et al. (2003). Nilai reflektansi tertinggi pada pasir adalah sebesar
37,9%. Hal ini cukup beralasan karena menurut Holden dan LeDrew (1998), pada
umumnya pasir mempunyai reflektansi yang tinggi karena terang secara secara
optik. Pada kategori DCA, kurva yang terbentuk meyerupai kurva reflektansi pada
karang, hanya saja magnitude lebih besar dari karang namun lebih kecil dari pasir
dengan nilai puncak kurva sebesar 26,6%. Dapat dikatakan kurva reflektansi yang
dihasilkan oleh DCA berada di antara karang dan pasir.
Kurva untuk kategori Rubble dan SC sedikit berhimpit satu sama lain. Nilai
reflektansi tertinggi untuk Rubble sedikit lebih besar yaitu 17,2% dibandingkan
dengan SC yang mempunyai nilai reflektansi tertinggi sebesar 15,6%. Kategori
Rubble mempunyai pola reflektansi yang sama dengan dengan karang. Hal ini
dapat dimaklumi karena secara fisik Rubble merupakan pecahan karang. Alga

11
makro (MA) mempunyai kurva reflektansi yang serupa dengan karang namun
dengan magnitude reflektansi yang rendah dengan nilai puncak reflektansi sebesar
9,8%. Menurut Holden dan LeDrew (1998), bentuk kurva yang mirip antara MA
dengan karang cukup beralasan karena alga makro mengandung pigmen
fotosintesis sehingga bentuk kurva yang dihasilkan serupa dengan karang yang
mempunyai zooxanthellae. Untuk kategori biota bentik lain (OT) yaitu anemon
dan bulu babi mempunyai nilai puncak reflektansi yang rendah masing-masing
sebesar 6,2% dan 5,1% (Gambar 7).

Analisis Kluster Karang dan Bentik Terumbu Lain
Analisis kluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengklasifikasi
obyek ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu
set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti (Supranto, 2004). Pada bagian ini
analisis yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu analisis kluster pada karang
Acropora dan Non-Acropora, dan analisis kluster untuk kategori bentik terumbu
lain. Hasil dari analisis kluster akan ditampilkan dalam bentuk dendogram.
Analisis Kluster Karang Acropora dan Non-Acropora
Dendogram analisis kluster untuk karang Acropora dan Non-Acropora
berdasarkan nilai dan pola reflektansi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 3.

Gambar 8 Dendogram pengelompokan karang Acropora dan Non-Acropora
Tabel 3. Pengelompokan hasil analisis kluster karang Acropora dan non-Acropora
Kelompok
Lifeform Karang
Keterangan
1
ACB
Pola reflektansi cenderung berbeda
2
ACD, ACT, CB
Pola dan magnitude reflektansi yang
serupa satu sama lain
3
CE, CM, CF,
Pola dan magnitude reflektansi yang
CME, CS, CMR
serupa satu sama lain
4
CHL
Magnitude reflektansi rendah

12
Berdasarkan analisis kluster yang dilakukan terlihat empat pembagian
kelompok untuk kategori karang Acropora dan Non-Acropora. Kelompok
pertama dengan jarak (distance) 0,11 hanya terdiri dari satu life form, yaitu ACB.
Kelompok kedua dengan jumlah anggota kelompok sebanyak 3 life form, yaitu
ACD, ACT, dan CB dengan jarak 0,01. Kelompok ketiga dengan jarak sebesar
0,02 mempunyai anggota kelompok terbanyak sejumlah 6 life form yang terdiri
atas CE, CM, CF, CME, CS, dan CMR. Terakhir, kelompok keempat dengan
hanya 1 anggota yaitu life form CHL dengan jarak sebesar 0,03. Tingkat
similaritas diantara kelompok yang terbentuk cukup tinggi atau dapat dikatakan
variabilitas reflektansi diantara kelompok tersebut cukup rendah. Holden dan
LeDrew (1998) juga mendapati hal yang serupa, dimana dalam penelitiannya
ditemukan sangat sedikit variasi reflektansi spektral antara karang.
Pengelompokan yang terjadi lebih cenderung berdasarkan pola dan
magnitude reflektansi yang terbentuk. Hal ini terlihat dari jarak terbesar adalah
sebesar 0,11 pada karang ACB yang disebabkan oleh pola reflektansi yang
terbentuk cenderung berbeda dari pola reflektansi yang dibentuk oleh karang yang
lain (Gambar 5). Begitu pula dengan karang CHL dengan jarak sebesar 0,03, hal
ini mungkin disebabkan oleh magnitude yang sangat rendah apabila dibandingkan
dengan kategori life form lain walaupun pola yang dibentuk oleh CHL hampir
serupa dengan yang lain.
Kelompok kedua dan ketiga, anggota dalam masing-masing kelompok
mempunyai pola dan magnitude reflektansi yang hampir serupa dengan anggota
yang lain didalam masing-masing kelompok. Contohnya adalah kelompok ketiga
yang mempunyai magnitude dan pola reflektansi yang serupa antara satu karang
Non-Acropora dengan yang lain (Gambar 6).
Analisis Kluster Bentik Terumbu Lain
Dendogram analisis kluster untuk kategori bentik terumbu lain dapat dilihat
pada Gambar 9. Hasil dari dendogram juga ditunjukkan pada Tabel 4 untuk lebih
mudah dimengerti dalam pembacaan dendogram.

Gambar 9 Dendogram pengelompokan bentik terumbu lain

13
Tabel 4. Pengelompokan hasil analisis kluster bentik terumbu lain
Kelompok Bentik Terumbu Lain Keterangan
1
OT(BB), SAND
Pola reflektansi hampir serupa
2
OT (ANE)
Pola dan magnitude reflektansi
berbeda
3
MA
Pola reflektansi berbeda
4
SC, RB, DCA
Pola dan magnitude reflektansi hampir
serupa
Berdasarkan analisis kluster yang dilakukan terlihat empat pengelompokan
untuk kategori bentik terumbu lain. Kelompok pertama yaitu bulu babi dan pasir
dengan jarak sebesar 0,016. Bulu babi dan pasir dimasukan kedalam satu
kelompok diduga karena nilai dari kedua jenis kategori tersebut memiliki pola
reflektansi yang hampir serupa satu sama lain. Selain itu bulu babi dan pasir juga
memiliki magnitude reflektansi yang signifikan berbeda dengan kategori lain.
Ditunjukkan bulu babi yang mempunyai nilai reflektansi spektral terendah
dibanding dengan kategori lain. Hal yang berkebalikan ditunjukkan oleh pasir
yang memiliki nilai terbesar. Kelompok kedua dan ketiga hanya terdiri dari satu
anggota yaitu anemon dan alga makro dengan jarak masing-masing secara
berurutan sebesar 0,041 dan 0,044.
Anemon dikelompokan menjadi satu kelompok sendiri karena pola
reflektansi yang berbeda dengan yang lain dan juga persentase reflektanse yang
cenderung rendah dibanding kategori lain. Sama halnya dengan anemon, alga
makro juga menjadi kelompok tersendiri, hal ini diduga karena pola reflektansi
yang berbeda dibandingkan dengan kategori lain. Kelompok keempat merupakan
kelompok dengan jumlah anggota yang terbanyak yaitu 3 kategori; SC, RB, dan
DCA; dengan jarak sebesar 0,021. Kategori karang lunak (SC), pecahan karang
(RB), dan karang mati dengan alga (DCA) masuk dalam kelompok yang sama.
Hal ini diduga karena ketiga kategori tersebut memiliki kesamaan terkait
magnitude dan pola kurva reflektansi (Gambar 7). Kurva SC lebih dekat dengan
RB dalam hal magnitude reflektansi, serta dekat dengan DCA dalam hal pola
reflektansi yang terbentuk.
Analisis Diskriminan
Analisis ini digunakan untuk menghasilkan panjang gelombang penciri yang
paling dapat mengklasifikasikan atau memisahkan antara kelompok karang dan
bentik terumbu lain pada beberapa kategori panjang gelombang. Pada panjang
gelombang 400-700 nm terbentuk fungsi diskriminan (D1 – D6) dengan persamaan
sebagai berikut :
D1 = -56,286 + 0,29 (X1) + 1,020 (X2) + 1,308 (X3) + 1,063 (X4) + 2,121 (X5) + 0,304 (X6)
D2 = 1,644 – 2,709 (X1) + 0,761 (X2) – 0,516 (X3) + 0,177 (X4) + 1,008 (X5) – 0,050 (X6)
D3 = -1,508 + 1,051 (X1) – 0,112 (X2) + 0,018 (X3) – 0,498 (X4) + 0,289 (X5) + 0,235 (X6)
D4 = -1,384 + 0,496 (X1) + 1,181 (X2) - 1,368 (X3) + 0,793 (X4) + 0,178 (X5) - 0,813 (X6)
D5 = -0,172 - 0,064 (X1) + 0,687 (X2) - 0,719 (X3) + 0,587 (X4) – 0,885 (X5) + 0,968 (X6)
D6 = 0,264 – 0,228 (X1) + 0,603 (X2) – 0,173 (X3) – 0,112 (X4) + 0,238 (X5) - 0,270 (X6)

14
Keterangan : X1
X2
X3
X4
X5
X6

= Spektrum panjang gelombang 400-450 nm
=Spektrum panjang gelombang 450-500 nm
=Spektrum panjang gelombang 500-550 nm
=Spektrum panjang gelombang 550-600 nm
=Spektrum panjang gelombang 600-650 nm
=Spektrum panjang gelombang 650-700 nm

Korelasi setiap spektrum panjang gelombang dengan masing-masing fungsi
diskriminan disusun dalam sebuah struktur matriks yang disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Korelasi spektrum panjang gelombang karang dan bentik terumbu lain
dengan masing-masing fungsi diskriminan
Panjang
Fungsi Diskriminan
Gelombang
1
2
3
4
5
6
*
X1 (400-450 nm)
0,143
-0,532 0,737
0,361
0,010
-0,151
*
X6 (650-700 nm)
0,082
0,239
0,634
-0,205 0,501
-0,491
X2 (450-500 nm)
0,058
-0,144 -0,103 -0,106 0,178
0,960*
X4 (550-600 nm)
0,166
-0,045 -0,426 0,261
0,031
-0,849*
X3 (500-550 nm)
0,155
-0,314 -0,500 -0,333 -0,023 0,718*
X5 (600-650 nm)
0,125
0,330
0,603
0,189
-0,195 -0,662*
(*) korelasi terkuat pada panjang gelombang dan fungsi diskriminan masingmasing
Berdasarkan hasil fungsi diskriminan pada pada kelompok karang dan
bentik terumbu lain menunjukan bahwa fungsi pertama (D1) mempunyai persen
keragaman tertinggi sebesar 98,4% (Lampiran 3). Korelasi terkuat panjang
gelombang pada fungsi diskriminan pertama tidak terlihat, menunjukan bahwa
semua variabel panjang gelombang memberikan pengaruh yang sama. Korelasi
terkuat terlihat pada fungsi diskriminan ketiga (D3) yang ditunjukan dengan
simbol (*), dimana variabel X1 (panjang gelombang 400-450 nm) dan dan X6
(panjang gelombang 650-700 nm) memberikan nilai yang berpengaruh
signifikan/nyata terhadap obyek. Dengan kata lain bahwa kedua kisaran panjang
gelombang ini merupakan variabel yang membedakan karakteristik antara karang
dan bentik terumbu lain.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hedley dan Mumby
(2002) yang menyebutkan bahwa reflektansi spektral antara 650-690 nm dapat
mendeteksi konsentrasi klorofil-a dan mendiskriminasi pasir tanpa komponen alga
dengan klorofil-a yang terkandung dalam organisme bentik (karang dan alga).
Karen dan Stuart (2003) juga menyebutkan bahwa panjang gelombang 685 nm
dan >710 nm dapat membedakan dengan jelas antara karang dengan alga. Hal ini
disebabkan karena banyak komponen biotik terumbu mempunyai pigmen-pigmen
yang serupa dan kemampuan proses pemisahan spektral dari komponen abiotik
sering kali terbaurkan oleh keberadaan lapisan alga (Hedley dan Mumby, 2003).

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kurva reflektansi spektral yang dihasilkan dari semua kategori karang dan
bentik terumbu lain cenderung menunjukan pola karakteristik yang hampir serupa,
yaitu mempunyai dua puncak pada panjang gelombang 575 nm dan 600 nm.
Namun hasil yang berbeda ditunjukan pada kategori karang ACB dan pasir.
Perbedaan pola reflektansi untuk semua kategori hanya terletak pada magnitude
persentase reflektansi yang dihasilkan. Kecenderungan ini menunjukkan adanya
ketergantungan pada panjang gelombang, yang berarti bahwa pada obyek atau
kategori karang dan bentik terumbu lain yang sama, energi yang dipantulkan
dapat berbeda pada panjang gelombang yang berbeda.
Pengelompokan yang dilakukan dengan analisis kluster memperlihatkan
bahwa kelompok-kelompok yang terbentuk didasarkan pada karakteristik pola dan
juga magnitude reflektansi yang dihasilkan. Hasil analisis diskriminan
membuktikan bahwa pada kisaran panjang gelombang 400-450 nm dan 650-700
nm merupakan kisaran panjang gelombang yang mampu menonjolkan perbedaan
pola antar kategori life form karang dan bentik terumbu lainnya.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan berupa analisis kelimpahan zooxanthellae
sehingga dapat diketahui pengaruh aspek pigmentasi fotosintetik yang dihasilkan
terhadap pola karakteristik reflektansi spekral karang dan bentik terumbu lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Andréfouët S, Berkelmans R, Odriozola L, Done T, Oliver J, Muller-Karger F.
2002. Choosing the appropriate spatial resolution for monitoring coral
bleaching events using remote sensing. Coral Reefs. 21:147-154.
Buddemeier RW, Kleypas JA, Aronson RB. 2004. Coral reefs and global climate
change. Pew Center on Global Climate Change. Arlington, Virginia.
CCRS. 1999. Fundamental of remote sensing. Natural Resources Canada.
http://ccrs.nrcan.gc.ca/resource/tutor/fundam/teacher_e.php [15 Juni 2011].
English S, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey manual for tropical marine
resources. ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal
Resources. AIMS, Townsville.
Hedley JD, Mumby PJ. 2002. Biological and remote sensing perspectives of
pigmentation in coral reef organisms. Adv. Mar. Biol. 43:277-317
Hedley JD, Mumby PJ. 2003. A remote sensing method for resolving depth and
subpixel composition of aquatic benthos. Limnology Oceanography. 48:480488.
Hochberg EJ, Atkinson MJ. 2000. Spectral discrimination of coral reef benthic
communities. Coral Reefs. 19:164-171.

16
Hochberg EJ, Atkinson MJ, Andréfouët S. 2003. Spectral reflectance of coral reef
bottom-types worldwide and implications for coral reef remote sensing.Remote
Sensing of Environment. 85:159-173.
Hochberg EJ, Atkinson MJ, Apprill A, Andréfouët S. 2004. Spectral reflectance
of coral. Coral Reefs. 23:84-95.
Holden L, LeDrew E. 1998. Spectral discrimination of healthy and non-healthy
corals based on cluster analysis, principal components analysis, and derivative
spectroscopy. Remote Sensing of Environment. 65:217-224.
Karen EJ, Stuart RP. 2003. Hyperspectral analysis of chlorophyll content and
photosynthetic capacity of coral reef substrates. Limnology Oceanography.
48:489-496
Kutser T, Dekker AG, Skirving W. 2003. Modeling spectral discrimination of
Great Barrier Reef benthic communities by remote sensing instruments.
Limnology Oceanography. 48:497-510.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1979. Remote sensing and image interpretation. John
Wiley & Sons, Inc. Canada.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik perubahan ganda dengan menggunakan
SAS. Departemen Statistika. Institut Pertanian Bogor.
Mumby PJ, Green EP, Edwards AJ, Clark CD. 1999. The cost effectiveness of
remote sensing for tropical coastal resources assessment and management. J
Environ Manage. 55:157-166.
Nurdin N, Rani C. 2009. Karakterisasi bio-optik karang keras menggunakan
teknologi hiperspektral. Jurnal Torani. 19:57-65.
Supranto J. 2004. Analisis multivariat: arti dan interpretasi. PT Rineka Cipta.
Jakarta.
Yamano H, Tamura M. 2004. Detection limits of coral reef bleaching by satellite
remote sensing: simulation and data analysis. Remote Sensing of Environment.
90:86-103.

17
Lampiran 1. Contoh penerapan penyesuaian kurva pada data reflektansi spektral

Titik hitam merupakan data reflektansi sebelum dilakukan penyesuaian
kurva, sedangkan titik merah adalah data reflektansi yang telah mengalami
proses penyesuaian kurva.

18
Lampiran 2. Dokumentasi kegiatan penelitian

Rangkaian Alat Penelitian

Set SCUBA untuk penyelaman

Proses perekaman reflektasi spektral

19
Lampiran 3. Hasil pengolahan analisis diskriminan dengan perangkat lunak SPSS
Eigenvalues

Function Eigenvalue % of Variance
a

1
2
3
4
5
6
a.

851,755
12,458a
0,738a
0,532a
0,115a
0,034a

Cumulative %

98,4
1,4
0,1
0,1
0,0
0,0

Canonical Correlation

98,4
99,8
99,9
100,0
100,0
100,0

0,999
0,962
0,652
0,589
0,321
0,182

First 6 canonical discriminant functions were used in the analysis.

X1

1
0,143

2
-0,532

Function
3
4
0,737*
0,361

X6

0,082

0,239

0,634*

-0,205

0,501

-0,491

X2

0,058

-0,144

-0,103

-0,106

0,178

0,960*

X4

0,166

-0,045

-0,426

0,261

0,031

-0,849*

X3

0,155

-0,314

-0,500

-0,333

-0,023

0,718*

X5

0,125

0,330

0,603

0,189

-0,195

-0,662*

5
0,010

6
-0,151

Pooled within-groups correlations between discriminating variables and
standardized canonical discriminant functions
Variables ordered by absolute size of correlation within function.
*. Largest absolute correlation between each variable and any discriminant function
Canonical Discriminant Function Coefficients
Function
X1

1
0,029

2
-2,709

3
1,051

4
0,496

5
-0,064

6
-0,228

X2

1,020

0,761

-0,112

1,181

0,687

0,603

X3

1,308

-0,516

0,018

-1,368

-0,719

-0,173

X4

1,063

0,177

-0,498

0,793

0,587

-0,112

X5

2,121

1,008

0,289

0,178

-0,885

0,238

X6

0,304

-0,050

0,235

-0,813

0,968

-0,270

-56,286

1,644

-1,508

-1,384

-0,172

0,264

(Constant)

Unstandardized coefficients

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 1989.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak A. Rachman dan Ibu Kustini.
Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan
dasar di SDI Al-Hasanah, Tangerang. Jenjang pendidikan
dilanjutkan di SLTP Budi Luhur, Tangerang dan lulus pada
tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 90 Jakarta dan lulus tahun 2007. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada
program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten beberapa
mata kuliah, seperti asisten mata kuliah Dasar-dasar Intrumentasi Kelautan
periode 2009/2010, asisten Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut periode 2010/2011,
2011/2012 dan 2012/2013, dan asisten Sistem Informasi Geografis periode
2010/2011 dan 2011/2012. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi
di antaranya sebagai anggota Divisi Penelitian dan Kebijakan Himpunan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2009/2010 dan
Ketua Departemen Divisi Penelitian dan Kebijakan Himpunan Mahasiswa Ilmu
dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode 2010/2011.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, penulis menyelesaikan skripsi
dengan judul ”Karakteristik Reflektansi Spektral Karang dan Substrat Dasar
Terumbu di Kepulauan Seribu”.