Proyeksi Penggunaan Lahan Untuk Konsistensi Tata Ruang Di Kawasan Jabodetabek

PROYEKSI PENGGUNAAN LAHAN
UNTUK KONSISTENSI TATA RUANG
DI KAWASAN JABODETABEK

Diyah Novita Kurnianti

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Proyeksi Penggunaan
Lahan untuk Konsistensi Tata Ruang di Kawasan Jabodetabek adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Diyah Novita Kurnianti
NIM A1656120131

RINGKASAN
DIYAH NOVITA KURNIANTI. Proyeksi Penggunaan Lahan untuk Konsistensi
Tata Ruang di Kawasan Jabodetabek. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan
DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Perubahan penggunaan lahan di Kawasan Jabodetabek sangat dinamis
karena urbanisasi yang berakibat meningkatnya kebutuhan lahan untuk
permukiman dan menyebabkan konversi lahan pertanian. Perkembangan kawasan
Jabodetabek menyebabkan penggunaan lahan yang tidak efisien seperti
munculnya urban sprawl yaitu permukiman berkepadatan rendah dengan pola
sebaran mengikuti jaringan jalan. Perkembangan Kawasan Jabodetabek yang tidak
terkendali mengindikasikan terjadinya inkonsistensi penggunaan lahan terhadap
rencana tata ruang.
Penelitian ini menggunakan metode CA-Markov untuk membuat proyeksi
perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek di masa yang akan datang dan
regresi logistik biner untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan penggunaan lahan teruama permukiman. Tren perubahan penggunaan
lahan antara tahun 1995 sampai 2012 menunjukkan bahwa terjadi perubahan
penggunaan lahan permukiman yang meningkat pesat dan mengkonversi lahan
pertanian seperti hutan, sawah dan pertanian lahan kering. Faktor yang paling
mempengaruhi perubahan penggunaan lahan permukiman dari 3 jenis jalan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah jarak terhadap jalan tol.
Proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 dibuat dalam 2 skenario untuk
melihat nilai konsistensi penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang dan untuk
mendapatkan potensi inkonsistensi penggunaan lahan di masa yang akan datang.
Skenario 1 dibuat berdasar tren perubahan penggunaan lahan, kondisi eksisting
dan perubahan satu arah, sedangkan skenario 2 dibuat untuk memproyeksikan
penggunaan lahan sesuai dengan arahan rencana tata ruang dengan
mempertimbangkan tren perubahan penggunaan lahan. Pada skenario 1
penggunaan lahan permukiman akan meningkat sampai 40,7 % pada tahun 2028
dan penggunaan lahan lainnya menurun, sedangkan pada skenario 2 dibutuhkan
penambahan hutan sebanyak 53,5 % dan pengurangan permukiman sebesar
11,3 % dari kondisi eksisting tahun 2012.
Nilai konsistensi penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang pada
skenario 1 adalah 93,9 % dan 97,4 % untuk skenario 2 yang menunjukkan bahwa
nilai konsistensi akan meningkat apabila terdapat kontrol kebijakan dalam

penggunaan lahan. Perkembangan kawasan Jabodetabek dari tahun ke tahun tanpa
kontrol berpotensi terjadinya inkonsistensi penggunaan lahan terhadap rencana
tata ruang yang dikhawatirkan dapat menurunkan kemampuan fisik lahan tersebut
dan mengancam keberlanjutan sumberdayanya. Wilayah administrasi yang
berpotensi terjadinya inkonsistensi terhadap rencana tata ruang adalah Bogor,
Bekasi, Tangerang dan Kota Jakarta Utara. Pada akhirnya, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam pengendalian
pemanfaatan ruang di Kawasan Jabodetabek.
Kata kunci: konsistensi, perubahan penggunaan lahan, potensi inkonsistensi,
proyeksi penggunaan lahan

SUMMARY
DIYAH NOVITA KURNIANTI. Land Use Projection for Spatial Consistency in
Jabodetabek Region. Supervised by ERNAN RUSTIADI and DWI PUTRO TEJO
BASKORO.
Land use change in Jabodetabek was very dynamic due to urbanization
and causing land conversion especially agricultural into settlements. Greater
Jakarta development is causing inefficient land use such as urban sprawl such as
low-density settlements emergence around the roads that indicate land use
inconsistencies to spatial plan.

This research integrated CA-Markov to project land use in the future and
binary logistic regression to analyze the factors affecting land use change
especially for settlements. Land use change trend between 1995 and 2012 shows
that agricultural land such as rice field and dry land agriculture turn into
settlement and the most factor affecting land use change for settlement is distance
from the highway.
Land use projection made in year 2028 in 2 scenarios to see the land use
consistency towards spatial plan and to know land use potential inconsistencies in
the future. First scenario is land use projection made by considering land use
change trend, existing and one direction land use change and the second one is
made by considering land use change trend affected by land suitability and forest
allocation. The results from scenario 1, settlements is increasing until 40,7 % and
other land use is decrease, but in scenario 2, it shows that settlements should be
reduced until 11,3% and needs 53,5 % forest from existing in year 2012 to
achieve the goal of spatial plan.
Land use consistency for scenario 1 only 93,9 % and scenario 2 could
reach until 97,4 %. It shows that if there is control on land use, land use
consistency reach higher than without control. Jabodetabek area development is
increasing from year to year, eventually leads to inconsistency of land use to
spatial plan. Land use inconsistency without regard to land carrying capacity, will

decrease land physical abilities itself and threaten its sustainability.
Administrative area which has potential inconsistencies towards spatial plan are
Bogor, Bekasi, Tangerang and North Jakarta City. Those administrative areas
need high attention to prevent form inconsistency that can cause inefficient land
use. Eventually, the result of this research is expected to be one consideration for
land use controlling in the Greater Jakarta area.
Keywords: consistency, land use change, land use projection, potential
inconsistencies

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PROYEKSI PENGGUNAAN LAHAN

UNTUK KONSISTENSI TATA RUANG
DI KAWASAN JABODETABEK

DIYAH NOVITA KURNIANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi dalam ujian tesis: Dr Ir Widiatmaka, DEA

iv


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa T
atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini adalah
konsistensi tata ruang, dengan judul Proyeksi Penggunaan Lahan untuk
Konsistensi Tata Ruang di Kawasan Jabodetabek.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr
dan Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc selaku pembimbing serta program
studi Ilmu Perencanaan Wilayah-Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak
memberi saran dan dukungan. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan
kepada tim Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah-IPB, yang
telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk Bapak, Ibu, Alm. Papa,
Mama dan keluarga kecilku serta seluruh anggota keluarga besar atas segala doa,
dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih juga untuk teman-teman angkatan
2012 Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah-IPB atas kebersamaannya selama
ini dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya
sehingga studi dan penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat baik untuk sesama, lingkungan dan negeri ini.


Bogor, Oktober 2015
Diyah Novita Kurnianti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Metropolitan
Kependudukan dan Urbanisasi
Urban Sprawl
Penggunaan Lahan
Perubahan Penggunaan Lahan
Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan dengan CA-Markov
Regresi Logistik Biner
Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

1
1
2
3
4
4

4
5
5
7
7
8
9
10
12
13

3 BAHAN DAN METODE
14
Lokasi dan Waktu Penelitian
14
Pengumpulan Data
15
Analisis Data
16
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

18
Persiapan Data
18
Perubahan Penggunaan Lahan antara tahun 1995 dan 2012
18
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan antara tahun
1995 sampai dengan 2012
19
Analisis Proyeksi Penggunaan Lahan tahun 2028
20
Skenario 1 (Skenario Business as Usual tanpa ada Kebijakan Khusus)
20
Skenario 2 (Skenario Konservatif)
21
Analisis Konsistensi Penggunaan Lahan
23
Analisis Potensi Inkonsistensi Penggunaan Lahan di Kawasan Jabodetabek
26
4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis
Kondisi Geografis dan Kependudukan

26
26
28

vi

Kondisi Fisik
Penduduk
Penataan Ruang di Kawasan Jabodetabek

28
29
30

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
35
Perubahan Penggunaan Lahan Jabodetabek tahun 1995 dan 2012
35
Perubahan Penggunaan Lahan antara Tahun 1995 sampai dengan 2012 39
Faktor yang mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan
39
Proyeksi Penggunaan Lahan Tahun 2028
41
Skenario 1(Skenario Business as Usual tanpa ada Kebijakan Khusus)
41
Skenario 2 (Skenario Konservatif)
45
Perbandingan Kondisi Eksisting dan Proyeksi Penggunaan Lahan 47
Konsistensi Penggunaan Lahan terhadap RTR Jabodetabekpunjur
48
Konsistensi Penggunaan Lahan Tahun 2012
48
Konsistensi Proyeksi Penggunaan Lahan Tahun 2028 Skenario 1
50
Konsistensi Proyeksi Penggunaan Lahan Tahun 2028 Skenario 2
53
Perbandingan Konsistensi Penggunaan Lahan Tahun 2012 dengan
Proyeksi Penggunaan Lahan Tahun 2028
55
Potensi Inkonsistensi Penggunaan Lahan di Jabodetabek
56
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

59
59
60

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

63

RIWAYAT HIDUP

70

DAFTAR TABEL
1 Wilayah Administrasi di Kawasan Jabodetabek
2 Matriks hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data,
metodologi analisis dan output pada setiap tahapan penelitian
3 Pengaturan perubahan penggunaan lahan skenario 1
4 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Sawah
5 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Lahan kering
6 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Permukiman
7 Matriks
konsistensi
penggunaan
lahan
terhadap
RTR
Jabodetabekpunjur
8 Karakteristik dan arah pemanfaatan ruang di Kawasan Jabodetabek
9 Luas wilayah administrasi di Jabodetabek
10 Jumlah penduduk Jabodetabek antara tahun 1960 sampai dengan 2010
11 Kepadatan penduduk Jabodetabek antara tahun 2008 sampai dengan
2010
12 Luas zona dalam RTR Jabodetabekpunjur
13 Keterangan zona yang berbeda pada peta rencana pola ruang terhadap
RTR Jabodetabekpunjur
14 Deskripsi kelas penggunaan lahan
15 Luas penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012 di Jabodetabek
16 Urutan penggunaan lahan tahun 1995 dan 2012
17 Luas penggunaan lahan tahun 1995
18 Luas penggunaan lahan tahun 2012
19 Tren perubahan penggunaan lahan antara tahun 1995 dan 2012
20 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 1
21 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 1
berdasarkan wilayah administrasi
22 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 2
23 Luas proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 2
berdasarkan wilayah administrasi
24 Perbandingan penggunaan lahan eksisting dengan proyeksi penggunaan
lahan
25 Inkonsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 terhadap RTR
Jabodetabekpunjur
26 Konsistensi penggunaan lahan eksisting 2012 terhadap RTR
Jabodetabekpunjur per wilayah administrasi
27 Sebaran inkonsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 terhadap
RTR Jabodetabekpunjur
28 Penggunaan lahan eksisting tahun 2012 yang inkonsisten terhadap RTR
Jabodetabekpunjur
29 Inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 terhadap RTR
Jabodetabekpunjur
30 Konsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1 terhadap
RTR Jabodetabekpunjur per wilayah administrasi
31 Sebaran inkonsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario
1 terhadap RTR Jabodetabekpunjur per wilayah administrasi

15
16
21
22
22
22
23
24
27
29
30
32
35
35
36
36
38
38
39
43
44
46
46
48
48
49
50
50
51
52
52

viii

32 Penggunaan lahan eksisting tahun 2012 yang berpotensi inkonsisten
pada proyeksi tahun 2028 skenario 1
52
33 Inkonsistensi penggunaan lahan 2028 skenario 2 terhadap RTR
Jabodetabekpunjur
53
34 Konsistensi proyeksi penggunaan lahan 2028 skenario 2 terhadap RTR
Jabodetabekpunjur per wilayah administrasi
54
35 Penggunaan lahaan eksisting tahun 2012 yang berpotensi inkonsisten pada
proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 2
55
36 Perbandingan konsistensi penggunaan lahan terhadap RTR
Jabodetabekpunjur
55
37 Perbandingan wilayah administrasi dan zona yang inkonsisten paling
tinggi terhadap RTR Jabodetabekpunjur
56
38 Potensi inkonsistensi penggunaan lahan di Kawasan Jabodetabek
56
39 Wilayah administrasi kecamatan yang berpotensi terjadinya
inkonsistensi penggunaan lahan terhadap RTR Jabodetabekpunjur
58

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kerangka pikir penelitian
Rantai markov
Matriks transisi markov
CA dengan The Von-Neumann Neighbourhood
Diagram alir penelitian
Peta wilayah administrasi di Kawasan Jabodetabek
Grafik peningkatan jumlah penduduk tahun 1960 sampai dengan 2010
Sebaran zona dalam RTR Jabodetabekpunjur berdasar wilayah
administrasi
Peta Rencana Pola Ruang Jabodetabek
Peta Rencana Tata Ruang KSN Jabodetabekpunjur
Peta penggunaan lahan Kawasan Jabodetabek tahun 1995 dan 2012
Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan permukiman antara
tahun 1995 sampai dengan 2012
Skenario perubahan penggunaan lahan berdasarkan tren perubahan
penggunaan lahan, kondisi eksisting dan pengaturan perubahan satu
arah
Peta proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 1
Skenario 2 (skenario konservatif)
Peta proyeksi penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2028 skenario 2
Peta konsistensi penggunaan lahan tahun 2012 terhadap RTR
Jabodetabekpunjur
Peta konsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 1
terhadap RTR Jabodetabekpunjur
Peta konsistensi proyeksi penggunaan lahan tahun 2028 skenario 2
terhadap RTR Jabodetabekpunjur
Peta potensi inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2028 di Kawasan
Jabodetabek

5
10
11
12
17
27
30
33
33
34
37
41
42
44
45
48
49
51
54
57

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel luas zona RTR Jabodetabekpunjur berdasarkan wilayah
administrasi
2 Peta perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995
sampai dengan 2012 sebagai variabel dependen dalam regresi logistik
biner
3 Peta variabel independen dalam analisis regresi logistik (jalan arteri)
4 Peta variabel independen dalam analisis regresi logistik (jalan kolektor)
5 Peta variabel independen dalam analisis regresi logistik (jalan tol)
6 Potensi inkonsistensi penggunaan lahan di Kawasan Jabodetabek

64
65
66
67
68
69

x

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jakarta merupakan sebuah kota yang mempunyai daya tarik yang lebih besar
daripada wilayah lain di Indonesia. Selain sebagai ibukota negara, Jakarta juga
merupakan pusat perekonomian makro negara yaitu sebagai kawasan bisnis utama di
Indonesia (DPU 2008). Jakarta sebagai kawasan bisnis menyediakan banyak dan
berbagai jenis lapangan pekerjaan sedangkan Jakarta sebagai ibukota negara
mempunyai skala prioritas utama pembangunan berupa fasilitas transportasi,
komunikasi serta sarana dan prasarana yang sangat memadai. Kedua posisi ini
menjadikan Jakarta mempunyai daya tarik tersendiri.
Daya tarik Jakarta tersebut mendorong terjadinya urbanisasi ke Jakarta dari
wilayah-wilayah di sekitar dan di luar Jakarta. Bintarto (1987) mendefiniskan urbanisasi
sebagai suatu proses yang ditunjukkan melalui perubahan penyebaran penduduk dan
perubahan dalam jumlah penduduk dalam suatu wilayah. Data BPS mencatat, jumlah
penduduk di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2000 adalah sebanyak 8.347.083 jiwa dan
kemudian naik menjadi 9.607.787 jiwa pada tahun 2010. Laju pertumbuhan penduduk
per tahun di Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 1,42 % per tahun. Proses urbanisasi
menimbulkan dampak pada perkembangan suatu wilayah bukan hanya pada
pertumbuhan penduduk nya saja, melainkan juga berpengaruh dalam perekonomian,
struktur sosial dan juga politik di wilayah tersebut (Bhatta 2010).
Perkembangan wilayah Jakarta yang semakin pesat berdampak pada kebutuhan
lahan yang semakin tinggi sehingga perkembangan kota Jakarta bergerak kearah
wilayah-wilayah di sekitar Jakarta (DPU 2008). Wilayah Jakarta yang semakin padat
membuat perkembangan wilayah Jakarta mengarah keluar Jakarta ke wilayah sekitarnya
yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau disebut dengan Jabodetabek.
Wilayah Jabodetabek mempunyai keterkaitan wilayah (regional lingkages) yang
sangat tinggi berupa keterkaitan ekosistem dan sosial (Wicaksono 2011). Keterkaitan
ekosistem di wilayah Jabodetabek berupa daerah aliran sungai (DAS) yang bersifat
lintas wilayah, sedangkan keterkaitan sosial dicirikan oleh intensitas menglaju
(commuting) dari wilayah sub-urban ke wilayah perkotaan dan fenomena migrasi keluar
(out-migration) dari kota Jakarta ke wilayah sekitarnya. Aktivitas perekonomian di
Jakarta didukung oleh aktivitas sosial dari wilayah di sekitar Jakarta, dimana banyak
pekerja Jakarta yang bertempat tinggal di wilayah sekitar Jakarta. Hal ini didukung oleh
fasilitas sarana dan prasarana serta infrastruktur yang dibangun menghubungkan
wilayah Jakarta dengan wilayah sekitar Jakarta dengan kondisi yang layak dan
memadai. Perkembangan tersebut selain mendorong pertumbuhan permukiman juga
mendorong pertumbuhan industri ke wilayah sekitar Jakarta.
Kawasan permukiman dan industri yang muncul di wilayah sekitar Jakarta atau
Bodetabek menunjukkan gejala suburbanisasi yaitu sebagai proses terbentuknya
permukiman-permukiman baru dan juga kawasan-kawasan industri di pinggiran wilayah
perkotaan terutama sebagai akibat perpindahan penduduk kota yang membutuhkan
tempat bermukim dan untuk kegiatan industri (Rustiadi 1999).
Koridor-koridor manufaktur dan permukiman berkepadatan rendah yang muncul
menimbulkan masalah keberlanjutan perkotaan dalam perkembangan kawasan
Jabodetabek (Hakim 2010). Permasalahan tersebut adalah penggunaan lahan yang tidak

2

efisien yaitu munculnya koridor-koridor manufaktur dan permukiman berkepadatan
rendah yang membentuk sprawl di sekitar jalan tol. Jalan tol yang dibangun untuk
menghubungkan wilayah Jakarta dan sekitarnya, mempunyai bentuk radial kearah
keluar Jakarta dimana lahan yang dipergunakan untuk membangun jalan tol tersebut
sebelumnya didominasi oleh penggunaan lahan untuk pertanian.
Konversi penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan industri dan
permukiman dan juga penggunaan lahan yang tidak efisien didukung oleh proses-proses
informal yang terlihat mendominasi alokasi penggunaan lahan di Jabodetabek
(Susantono 1998). Proses informal dalam penggunaan lahan ini mengindikasikan
kurang patuhnya masyarakat sebagai pengguna lahan serta kurangnya kontrol dari
pemerintah itu sendiri. Hal ini berakibat pada penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang yang selanjutnya disebut dengan inkonsistensi. Inkonsistensi
pemanfaatan ruang dikhawatirkan akan membawa dampak negatif di masa yang akan
datang karena salah satu pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang adalah
kesesuaian lahan. Dampak negatif tersebut adalah terjadinya degradasi lingkungan yang
berdampak pada kerusakan lingkungan dan timbulnya bencana yang disebabkan karena
kerusakan fisik lahan.
Penataan ruang kawasan Jabodetabek ditetapkan dengan Peraturan Presiden
nomor 54 tahun 2008. Peraturan ini mengatur penetapan zona di kawasan Jabodetabek
sesuai dengan fungsi-fungsinya dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan.
Perkembangan wilayah Jabodetabek yang semakin pesat memerlukan pengendalian
dalam pemanfaatan ruangnya sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan
keberlanjutan sumberdaya.

Perumusan Masalah
Kawasan Jabodetabek berkembang sangat pesat dan sangat dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan penduduk serta aktivitas sosial ekonomi yang ada di kawasan
tersebut. Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat mempengaruhi peningkatan
kebutuhan lahan baik itu untuk permukiman maupun untuk aktivitas sosial dan ekonomi
seperti perdagangan dan jasa serta kegiatan industri.
Perkembangan kawasan Jabodetabek yang didukung oleh fasilitas transportasi
semakin meningkatkan terjadinya konversi lahan pertanian menjadi permukiman.
Lokasi-lokasi indikasi terjadinya konversi lahan pertanian menjadi permukiman dan
industri adalah disekitar jalan tol (Trisasongko et al. 2009). Pemilihan lokasi ini adalah
berdasarkan pertimbangan kemudahan aksesibilitas dan transportasi.
Proses konversi lahan pertanian ini semakin meningkat disebabkan karena
kebutuhan yang semakin tinggi dan juga karena proses-proses informal yang
mendominasi dalam pengaturan penggunaan lahan yaitu kurang patuhnya masyarakat
terhadap rencana tata ruang dan kurangnya kontrol dari pemerintah sendiri. Penggunaan
lahan yang kurang terkontrol terhadap rencana tata ruang dikhawatirkan dapat
menimbulkan dampak negatif di masa yang akan datang yaitu terjadinya degradasi
lingkungan karena penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya, ditambah
dengan sebaran kawasan permukiman dan industri yang tidak terencana dan tidak
teratur atau sprawl yang dapat berpotensi memperluas terjadinya kerusakan fisik lahan.
Perkembangan kawasan Jabodetabek memerlukan suatu arahan yang dapat
dipergunakan sebagai upaya dalam mengontrol pemanfaatan ruang agar perkembangan

3

kawasan dapat berjalan secara efisien sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
disusun. Pembuatan arahan tersebut adalah dengan melihat nilai konsistensi penggunaan
lahan terhadap rencana tata ruang dan juga melihat proyeksi penggunaan lahan di masa
yang akan datang. Nilai konsistensi dipergunakan untuk melihat tingkat kekonsistenan
penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang yang dimulai dari konsistensi
penggunaan lahan saat ini (eksisting) sebagai dasar (baseline) analisis dan juga
konsistensi penggunaan lahan di masa yang akan datang. Nilai konsistensi ini
dipergunakan untuk melihat seberapa patuh penggunaan lahan terhadap rencana tata
ruang. Proyeksi penggunaan lahan selain dipergunakan untuk melihat penggunaan lahan
di masa datang juga dipergunakan untuk melihat potensi terjadinya inkonsistensi. Nilai
konsistensi dan potensi inkonsistensi penggunaan lahan dipergunakan sebagai kontrol
dalam pemanfaatan ruang di kawasn ini.
Pertanyaan yang diangkat dalam penelitian ini berdasarkan permasalahan
tersebut di atas adalah:
1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek antara 1995 dan
2012 dan faktor apa yang paling mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yang
paling tinggi?
2. Bagaimana proyeksi penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek di masa yang akan
datang?
3. Bagaimana konsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 dan proyeksi
penggunaan lahan tahun 2028 kawasan Jabodetabek terhadap tata ruang
Jabodetabekpunjur?
4. Bagaimana potensi inkonsistensi yang akan terjadi di kawasan Jabodetabek?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang
telah diuraikan sebelumnya adalah untuk melihat potensi terjadinya inkonsistensi
penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang di masa yang akan datang sebagai salah
satu masukan yang dipergunakan dalam pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan
Jabodetabek. Tujuan umum tersebut diuraikan dalam beberapa tujuan khusus yaitu
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek antara
tahun 1995 dan 2012 beserta faktor yang paling mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan yang paling tinggi
2. Mengevaluasi proyeksi penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek di masa yang
akan datang
3. Mengevaluasi konsistensi penggunaan lahan eksisting tahun 2012 dan proyeksi
penggunaan lahan tahun 2028 kawasan Jabodetabek terhadap rencana tata ruang
Jabodetabekpunjur
4. Mengidentifikasi potensi inkonsistensi yang akan terjadi di kawasan Jabodetabek

4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada pemerintah pusat dalam menyusun
arahan pengembangan kawasan Jabodetabek
2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam proses revisi RTR KSN
Jabodetabek dan juga dalam pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan ini
sehingga pemanfaatan ruang yang ada konsisten terhadap rencana tata ruang yang
telah disusun
3. Memperkaya ilmu pengetahuan dan bahan pustaka bagi penelitian-penelitian
selanjutnya

Ruang Lingkup Penelitian
Kelas penggunaan lahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah lima kelas
yaitu hutan, sawah, pertanian lahan kering, permukiman dan tubuh air yang diinterpretasi
dari citra satelit landsat TM tahun 1995 dan 2012. Data penggunaan lahan tersebut
diperoleh dalam bentuk data sekunder dan sudah dilakukan validasi oleh Pusat Pengkajian
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah-IPB (P4W-IPB). Faktor perubahan yang
mempengaruhi penggunaan lahan yang dianalisis adalah faktor yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan permukiman, karena antara tahun 1995 sampai dengan 2012
permukiman merupakan perubahan penggunaan lahan tertinggi yang terjadi di Jabodetabek.
Penelitian ini dibatasi dengan tujuan untuk melihat konsistensi penggunaan lahan eksisting
tahun 2012 dan proyeksi penggunaan tahun 2028 terhadap rencana tata ruang kawasan
Jabodetabek serta melihat potensi inkonsistensi penggunaan lahan yang akan terjadi di
tahun 2028.

Kerangka Penelitian
Kawasan Jabodetabek merupakan kawasan yang mempunyai daya tarik sangat
tinggi karena ketersediaan lapangan kerja dan juga fasilitas sarana dan prasarana serta
infrastruktur yang memadai. Daya tarik kawasan tersebut menimbulkan tingginya arus
urbanisasi ke kawasan Jabodetabek yang pada akhirnya berdampak pada perubahan
penggunaan lahan akibat meningkatnya kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan
aktivitas ekonomi seperti industri. Selain alasan kebutuhan lahan, proses konversi
perubahan penggunaan lahan itu juga didukung oleh proses informal dari masyarakat
dan juga pemerintah itu sendiri yang menyebabkan perkembangan kawasan ini tidak
terkendali.
Jakarta yang semakin padat menyebabkan perkembangan kawasan Jabodetabek
mengarah ke wilayah sekitar Jakarta yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Peningkatan perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali dikhawatirkan akan
mengakibatkan terjadinya inkonsistensi penggunaan lahan terhadap rencana tata ruang,
dimana rencana tata ruang kawasan ini salah satunya disusun berdasar pertimbangan
kesesuaian lahan. Inkonsistensi penggunaan lahan dikhawatirkan dapat menimbulkan
dampak negatif di masa datang yaitu terjadinya degradasi lingkungan yang dapat
mengancam kelestarian lingkungan di kawasan ini. Inkonsistensi penggunaan lahan

5

dibuat pada kondisi eksisting dan proyeksi di masa datang untuk melihat potensi
terjadinya inkonsistensi di masa yang akan datang.
Konsistensi penggunaan lahan dan potensi inkonsistensi penggunaan lahan di
masa yang akan datang diperlukan sebagai masukan dalam upaya pengendalian
pemanfaatan ruang seiring dengan pengembangan kawasan Jabodetabek. pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan agar pemanfaatan ruang di kawasan ini sesuai dengan
rencana tata ruang yang telah disusun sehingga kelestarian lingkungan dan
keberlanjutan sumberdayanya dapat tercapai. Kerangka pikir penelitian tergambar
dalam bagan yang disajikan pada Gambar 1.
Perkembangan
Kawasan
Jabodetabek

Penggunaan Lahan
Eksisting di
Kawasan
Jabodetabek

Konsistensi
Penggunaan Lahan
Eksisting

RTR
Jabodetabek

Perubahan
Penggunaa
n Lahan

Proyeksi
Penggunaan Lahan 2028

Inkonsistensi
Penggunaan Lahan
di masa yang akan
datang

Inkonsistensi
Penggunaan Lahan
Eksisting

Pengendalian Pemanfaatan
Ruang di Jabodetabek

Potensi
Inkonsistensi
Penggunaan Lahan

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan Metropolitan
Metropolitan merupakan suatu kawasan yang terbentuk karena adanya
aglomerasi ekonomi yang menyebabkan dominasi ekonomi kota terhadap daerah
pinggirannya (DPU 2008). Kawasan metropolitan merupakan kawasan yang bersifat
kota yang terbentuk karena penggabungan beberapa wilayah kota dengan satu kota

6

besar sebagai inti dan terhubung dengan kota-kota di sekitarnya serta mempunyai
hubungan yang kuat dalam aktivitas sosial dan ekonomi.
Secara etimology, kata metropolis berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni
berasal dari kata meter yang berarti ibu dan polis yang berarti kota (Wackermann 2000
dalam DPU 2008). Pada masa itu, secara harafiah metropolis berarti “kota ibu” yang
memiliki kota-kota satelit sebagai anak, tapi bisa juga berarti pusat dari sebuah kota,
sebuah kota negara (city-state), atau sebuah propinsi di kawasan Mediterania, sehingga
dapat dikatakan bahwa “metropolis” memiliki konotasi yang berkaitan dengan
fatherland.
Pengertian tentang kawasan metropolitan juga tertuang dalam Undang-undang
nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu Kawasan Metropolitan merupakan
kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau
kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki
keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah
yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya
1.000.000 (satu juta) jiwa.
Setiap metropolitan mempunyai karakter yang berbeda-beda yang disebakan
oleh faktor sejarah dan perkembangannya yang berbeda-beda seperti yang terlihat di
Asia dimana perkembangan kota metropolitan dipengaruhi oleh negara yang pernah
menjajah di kawasan tersebut. Jakarta sebagai contoh menurut Winarso (2011)
perkembangan Jakarta mendapat pengaruh dari penjajahan colonial yaitu aktivitas
perekonomian perdagangan yang pernah dilakukan oleh Belanda pada waktu menjajah
di Indonesia, dimana pada saat itu Jakarta masih disebut dengan nama Sunda Kelapa.
Jakarta sebagai kawasan metropolitan dikembangkan pada tahun 1970 dengan bantuan
dari Belanda dengan konsep pembentukan pusat-pusat pertumbuhan di wilayah sekitar
Jakarta. Konsep pusat pertumbuhan Jabodetabek dituangkan dalam 2 model yaitu
konsentris dan linier, tetapi sampai saat ini belum dikaji lagi konsep pembentukan
kawasan Jabodetabek tersebut.
Jean Bastie dan Bernard Dezert (1991) dalam DPU (2006) menyusun definisi
kota metropolis modern berdasarkan fungsi dari kota yaitu:
1. Tidak selalu ditentukan oleh ukuran demografik, dapat saja ukurannya
ditentukan oleh faktor yang lebih penting dari ukuran kuantitatif populasinya
2. Dicirikan oleh sistem infrastruktur komunikasi dan transportasi yang melayani
pergerakan commuting, aliran informasi dan pengambilan keputusan
3. Sebagai pusat aktivitas keuangan di tingkat atas
4. Sebagai pusat berkumpulnya perusahaan-perusahaan internasional
5. Sebagai pusat kekuatan politik dan administrasi dari sebuah negara
6. Sebagai tempat pengembangan atau penggunaan teknologi tinggi dan
telekomunikasi canggih
7. Sebagai tempat penting aktivitas-aktivitas budaya dan ilmiah
8. Sebagai tempat tujuan wisata internasional, dan
9. Sebagai pusat fungsional tenaga kerja dan perumahan
Sebuah metropolis bukan saja sebuah kota yang sangat besar, tetapi juga sebuah
bentuk baru dari masyarakat, lebih besar, lebih kompleks dan memiliki peran kekuasaan
yang lebih sentral, baik dari sisi ekonomi, politik, maupun budaya dan selain itu,
kawasan metropolitan juga dicirikan dalam bentuk kemudahan mobilitas (Angotti 1993
dalam DPU 2006).

7

Kemudahan mobilitas itu terkait dengan mobilitas modal dan tenaga kerja yang
dijelaskan dalam tiga karakter yaitu:
1. Mobilitas pekerjaan (Employment Mobility) adalah dicirikan dengan mudahnya
orang berpindah tempat kerja tanpa harus berpindah tempat tinggal karena
banyaknya jenis dan variasi pekerjaan yang tersedia. Hal ini berkaitan dengan
tersedianya modal dan mobilitas modal yang besar.
2. Mobilitas perumahan (Residential Mobility) biasanya mengikuti perubahan
tempat kerja.
3. Mobilitas perjalanan (Trip Mobility), terjadi karena ketersediaan sarana
transportasi yang baik, yang mendukung mobilitas pekerjaan dan mobilitas
perumahan.

Kependudukan dan Urbanisasi
Fenomena urbanisasi merupakan masalah yang paling utama di kawasan
metropolitan Jabodetabek. Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat dalam
kurun waktu tertentu menunjukkan adanya pengaruh urbanisasi terhadap kenaikan
jumlah penduduk. Urbanisasi juga memperlihatkan adanya keterkaitan penduduk
dengan aktivitas sosial ekonomi kota yang mempengaruhi perkembangan suatu kota.
Definisi tentang urbanisasi salah satunya adalah menurut UN (2005) yaitu urbanisasi
merupakan perpindahan penduduk dari wilayah desa ke kota dengan pertumbuhan
penduduk sebanding dengan perpindahan penduduk.
Bintarto (1987) mendefinisikan urbanisasi dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Aspek demografi: urbanisasi dilihat sebagai suatu proses yang ditunjukkan
melalui perubahan penyebaran penduduk dan perubahan dalam jumlah
penduduk dalam suatu wilayah;
2. Aspek ekonomi: urbanisasi dapat dilihat dari perubahan struktural dalam sektor
mata pencaharian;
3. Sudut pandang seorang ilmuwan perilaku (behavioral scientist): urbanisasi
dilihat dari segi pentingnya atau sejauh mana manusia dapat menyesuaikan diri
terhadap situasi yang berubah-ubah baik yang diebabkan oleh kemajuan
teknologi maupun adanya perkembangan-perkembangan baru dalam kehidupan;
4. Sudut pandang sosiologi: urbanisasi dikaitkan dengan sikap hidup penduduk
dalam lingkungan pedesaan yang mendapat pengaruh dari kehidupan kota;
5. Sudut pandang geografi: urbanisasi dilihat dari segi distribusi, difusi perubahan
dan pola menurut waktu dan tempat.
Urbanisasi dalam arti yang lebih luas merupakan keterkaitan kelima aspek
tersebut yang membutuhkan pengaturan lebih lanjut dalam kebijakannya untuk
mencapai keseimbangan urban system.

Urban Sprawl
Sudhira dan Ramachandra (2007) dalam Bhatta (2010) mendefinisikan urban
sprawl adalah perkembangan di wilayah urban disebabkan oleh pertumbuhan yang tak
terkendali, tak terkoordinasi dan tak terencana yang terlihat terutama di wilayah
pinggiran kota, sepanjang jalan tol, sepanjang jalan yang menghubungkan antar kota

8

dan wilayah-wilayah yang dekat dengan fasilitas sarana dan prasarana dimana
pertumbuhan tersebut tidak tergambar selama proses perencanaan. Fenomena urban
sprawl tersebut ditandai dengan pola pertumbuhan yang tak teratur dan tidak merata
serta didorong oleh banyak faktor terutama penggunaan lahan yang tidak efisien.
Pola penyebaran urban sprawl diidentifikasi salah satunya oleh Harvey dan
Clark (1995) dalam Bhatta (2010) yang mengidentifikasikan urban sprawl ke dalam
tiga bentuk yaitu sebagai berikut:
1. Kawasan dengan kepadatan rendah;
2. Penyebaran kawasan berbentuk seperti ribbon atau memanjang; dan
3. Penyebaran tidak merata dan tersebar dengan pola seperti leap-frog.
Bhatta (2010) menyebutkan bahwa urban sprawl dapat dianggap sebagai pola
(pattern) ataupun proses. Urban sprawl sebagai pola merupakan penggunaan lahan di
wilayah urban yaitu konfigurasi spasial wilayah metropolitan dalam waktu tertentu,
sedangkan sebagai proses urban sprawl merupakan proses perubahan struktur kota dari
waktu ke waktu secara spasial.

Penggunaan Lahan
Fenomena urban sprawl memberikan beberapa dampak salah satunya adalah
perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun.Salah satu
teknik untuk memantau perubahan penggunaan lahan adalah dengan teknik
penginderaan jauh.Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer 1999).
Melalui data penginderaan jauh informasi, keadaan objek dipermukaan bumi
dapat diketahui sehingga selanjutnya dapat dianalisis lebih dalam lagi sesuai dengan
tujuannya.Informasi keadaan objek di permukaan bumi tersebut berupa informasi
penutupan lahan yang dapat dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan informasi
penggunaan lahan.Definisi penutupan lahan sendiri dipisahkan dari definisipenggunaan
lahan dimana penggunaan lahan lebih terkait dengan aktifitas ekonomi dan fungsi
ekonomis dari sebidang lahan.Pengetahuan tentang penutupan dan penggunaan lahan
penting artinya dalam perencanaan, pengelolaan, pemodelan dan pemahaman tentang
sistem kebumian.
Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata darisuatu
proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan,serta keadaan
dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di
dalam lingkungan tempat hidup mereka. Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari
setiap bentuk campur tangan (intervensi) kegiatan manusia terhadap lahan di permukaan
bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik
material maupun spiritual.
Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar yaitu
penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan
pertanian dibedakan berdasarkan pola penyediaan air dan komoditas yang diusahakan
atau jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan tersebut. Berbagai macam
peggunaan lahan berdasarkan hal tersebut adalah seperti tegalan (pertanian lahan kering
atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah, kebun kopi, kebun karet, padang

9

rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya.
Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa
(pemukiman), rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad 2006).
Informasi penggunaan lahan dari data penginderaan jauh diperoleh dengan
melakukan interpretasi secara digital ataupun visual. Jenis penutupan lahan yang
diidentifikasi dari citra Landsat dijadikan dasar untuk menginterpretasi jenis
penggunaan lahan pada masing-masing penutupan lahan. Hasil penetapan jenis
penggunaan lahan tersebut selanjutnya digunakan untuk mendeteksi perubahan
penggunaan lahan. Proses interpretasi jenis penggunaan lahan didasarkan pada kondisi
lapangan yang diperoleh dari pengecekan lapang.

Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan
pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian
maupun non pertanian. Menurut Winoto et al. (1996), perubahan penggunaan lahan
pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan
lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek
kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi
ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Struktur yang berkaitan dengan
perubahan penggunaan lahan menurut Saefulhakim (1999) secara umum dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Struktur permintaan atau kebutuhan lahan
2. Struktur penawaran atau ketersediaan lahan
3. Struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktivitas sumberdaya
alam
Rustiadi et al. (2009) mengemukakan bahwa alih fungsi lahan sering kali
memiliki permasalahan-permasalahan yang saling terkait satu sama lain, sehingga tidak
bersifat independen dan tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan yang
parsial namun memerlukan pendekatan-pendekatan yang integratif. Permasalahanpermasalahan tersebut berupa: (1) efisiensi alokasi dan distribusi sumberdaya dari sudut
ekonomi, (2) keterkaitannya dengan masalah pemerataan dan penguasaan sumberdaya,
dan (3) keterkaitannya dengan proses degradasi dan kerusakan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
Irawan (2005) mengemukakan bahwa konversi lahan pertanian pada dasarnya
terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antar sektor pertanian dan
sektor non-pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat
adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu:
1. Keterbatasan sumberdaya lahan
2. Pertumbuhan penduduk
3. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan
non-pertanian pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan permintaan lahan untuk
kegiatan pertanian. Ini disebabkan karena permintaan produk non-pertanian lebih elastis
terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan akibat pertumbuhan penduduk,
yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian

10

yang juga merupakan akibat pertumbuhan penduduk mendorong terjadinya konversi
lahan pertanian.

Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan dengan CA-Markov
CA-Markov merupakan gabungan metode markov chain dan cellular automata.
Rantai Markov (Markov Chain) adalah suatu teknik matematika yang biasa digunakan
untuk melakukan pemodelan (modelling) bermacam-macam sistem dan proses bisnis.
Teknik ini dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di waktu yang
akan datang dalam variabel-variabel dinamis atas dasar perubahan-perubahan
darivariabel-variabel dinamis tersebut di waktu yang lalu. Teknik ini dapat digunakan
juga untuk menganalisis kejadian-kejadian di waktu-waktu mendatang secara
matematis.
Model Rantai Markov ditemukan oleh seorang ahli Rusia yang bernama AA
Markov pada tahun 1906, yaitu:
“Untuk setiap waktu t, ketika kejadian adalah Kt dan seluruh kejadian
sebelumnya adalah Kt(j), ... , Kt(j - n) yang terjadi dari proses yang diketahui,
probabilitas seluruh kejadian yang akan datang Kt(j) hanya bergantung pada kejadian
Kt(j - 1) dan tidak bergantung pada kejadian-kejadian sebelumnya yaitu Kt(j - 2), Kt(j - 3), ...,
Kt(j - n).”
Gambaran mengenai rantai Markov ini kemudian dituangkan dalam Gambar 2
dimana gerakan-gerakan dari beberapa variabel di masa yang akan datang bisa
diproyeksi berdasarkan gerakan-gerakan variabel tersebut pada masa lalu. Kt4
dipengaruhi oleh kejadian Kt 3, Kt3 dipengaruhi oleh kejadian Kt 2 dan demikian
seterusnya dimana perubahan ini terjadi karena peranan probabilitas transisi (transition
probability). Kejadian Kt 2 misalnya, tidak akan mempengaruhi kejadian Kt 4.

Gambar 2 Rantai markov

11

Rantai Markov menjelaskan gerakan-gerakan beberapa variabel dalam satu
periode waktu di masa yang akan datang berdasarkan pada gerakan-gerakan variabel
tersebut di masa kini. Secara matematis dapat ditulis:
Kt(j) = P x K t(j-1)
dimana,
K t(j) = peluang kejadian pada t(j)
P
= Probabilitas Transisional
t(j) = waktu ke-j
Konsep dasar analisis markov adalah transisi, dimana transisi adalah apabila
diketahui proses berada dalam suatu keadaan tertentu, maka peluang berkembangnya
proses di masa mendatang hanya tergantung pada keadaan saat ini dan tidak tergantung
pada keadaan sebelumnya, atau dengan kata lain rantai markov adalah rangkaian proses
kejadian dimana peluang bersyarat kejadian yang akan datang tergantung pada kejadian
sekarang. Matriks transisi markov disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3 Matriks transisi markov
n adalah jumlah keadaan dalam proses dan p ij adalah kemungkinan transisi dari
keadaan saat i ke keadaan j. Jika saat ini berada pada keadaan i maka baris i dari tabel di
atas berisi angka-angka pi1, pi2, , pin merupakan kemungkinan berubah kekeadaan
berikutnya. Angka tersebut melambangkan kemungkinan sehingga semuanya
melupakan bilangan non negatif dan tidak lebih dari satu.

Secara matematis :
0 < pij < 1 i = 1, 2, ....., n
Σ pij = 1 i = 1, 2, ....., n
Cellular Automata (CA) merupakan pemodelan yang berbasis grid atau sel,
dimana sel-sel inti tersebut berinteraksi dengan sel-sel tetangga. Setiap sel mempunyai
satu dari beberapa kemungkinan perubahan dimana aturan perubahan dari setiap sel
dapat berupa rumus sederhana, stochastic dan deterministic. Aturan perubahan tersebut
dapat berupa kondisi abiotik, interaksi biotik dan gangguan yang terjadi di alam.
CA merupakan metode umum untuk interaksi spasial yang digunakan dalam
pembuatan model penggunaan lahan untuk mensimulasikan beberapa tipe penggunaan
lahan. CA menghitung bentuk piksel berdasarkan bobot dari piksel-piksel yang
mengelilinginya (neighbourhood). Salah satu metode ketetanggaan yang digunakan

12

dalam CA adalah The Von-Neumann Neighbourhood, dimana nilai sel piksel
dipengaruhi oleh nilai sel piksel-piksel yang mengelilinginya. CA dengan The VonNeumann Neighbourhood digambarkan pada Gambar 4.

Gambar 4 CA dengan The Von-Neumann Neighbourhood
(sumber: http://cell-auto.com)
CA merupakan metode sederhana yang dapat menunjukkan simulasi yang
realistis dalam pola penggunaan lahan dan struktur spasial lainnya. Studi terakhir
menunjukkan bahwa standar raster berbasis model CA sensitif dalam skala spasial
terutama untuk ukuran sel dan konfigurasi ketetanggaan yang digunakan untuk
membuat model. CA mengatur obyek untuk berubah berdasarkan pengaruh dari
tetangga terdekatnya.
Model perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan metode CA-Markov
merupakan model sederhana yang cukup besar validitasnya karena metode tersebut
merupakan penggabungan dari analisis matematis dan juga spasial. Markov
memperhitungkan perubahan penggunaan lahan secara matematis yaitu penghitungan
probabilitas perubahan penggunaan lahan sedangkan Cellular Automata membantu
pengaturan perubahan penggunaan lahan secara spasial.

Regresi Logistik Biner
Regresi adalah metode yang dipergunakan untuk mengetahui hubungan empiris
antara variabel dependen dan beberapa variabel independen yang mempengaruhinya
(McCullagh dan Nedler 1989). Dua pendekatan dasar dipergunakan untuk menghitung
ketergantungan spasial dalam kerangka regresi. Pertama, pembangunan model yang
lebih kompleks yang melibatkan autoregressive structure (Anselin 1988). Kedua adalah
dengan merencanakan sampling spasial berdasarkan jarak interval antara titik-titik
sampel.
Variabel dependen dalam model regresi logistik merupakan fungsi probabilitas
perubahan penggunaan lahan berdasarkan skor/bobot variabel independen yang
memepengaruhi perubahan penggunaan lahannya. Skor/bobot variabel independen
dalam model regresi logistik biner adalah 1 untuk lahan yang mengalami perubahan dan
nilai 0 untuk lahan yang tidak mengalami perubahan. Nilai skor/bobot tersebut dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut (Mahiny dan Turner 2003):

13

Dimana:
P adalah probabilitas dari variabel dependen
X adalah variabel independen, X = (x0, x1, x2,…,xk), x0=1
B adalah parameter yang diestimasi, B = (b0,b1,b2,…,bk)
Untuk me-linier-kan model tersebut diatas dilakukan dengan menghapus batasbatas 0/1 probabilitas variabel dependen yaitu dengan formula sebagai berikut:

Dari kedua formula diatas diperoleh persamaan untuk regresi logistik biner
sebagai berikut:

Y = α + β1 x1 + β2 x2 + β3 x3
Dimana
Y
α
β
x

= logit perubahan
= intercept
= koeffisien variabel perubahan penggunaan lahan
= variabel independen

Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan judul Proyeksi Penggunaan Lahan untuk Konsistensi Tata
Ruang di Kawasan Jabodetabek, merupakan suatu pemikiran yang di latarbelakangi
oleh meningkatnya perubahan penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek yang
disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan lahan untuk aktivitas manusia baik ekonomi
maupun sosial yang dikhawatirkan akan memberikan dampak pada keberlanjutan dan
kelestarian lingkungan hidup di kawasan ini. Penelitian tentang konsistensi tata ruang
sudah dilakukan di beberapa lokasi yang berbeda dan dengan tema yang juga berbeda
fokus penelitiannya. Beberapa hasil penelitian dengan topik yang berkaitan dengan
penelitian ini dijelaskan dalam paragraf berikut ini.
Ekayana (2008) dalam penelitiannya dengan judul “Analisis Inkonsistensi Tata
Ruang dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi Pola Penggunaan Lahan di
Kota Bogor” menyatakan bahwa sebesar 127,21 ha atau 1,13 % dari luas wilayah Kota
Bogor terjadi inkonsistensi penggunaan lahan terhadap RTRW Kota Bogor. Inkonsistensi
terbesar terjadi pada taman atau lapangan olah raga dan jalur hijau yang menjadi ruang
terbangun seluas 94,31 ha atau 0,84 % dari luas wilayah Kota Bogor. Faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi inkonsistensi penggunaan lahan dari hasil analisis regresi adalah
keberadaan fasilitas permukiman seperti kesehatan, pendidikan dan telepon serta keluarga
miskin, sedangkan inkonsistensi lahan pertanian atau kebun campur menjadi ruang
terbangun dipengaruhi oleh luas desa / kelurahan dan luas lahan sawah. Inkonsistensi hutan
kota menjadi ruang terbangun dipengaruhi oleh luas lahan sawah, fasilitas peribadatan,
jumlah buruh tani, luas lahan non pertanian serta jarak desa ke pusat kota.
Listiawan (2010) dalam penelitiannya berjudul “Hubungan Kelas Jalan Dengan
Kecenderungan Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Di Kota Bogor” menyatakan bahwa

14

antara tahun 2003 sampai dengan 2007 terjadi perubahan penggunaan lahan yang
cenderung bergeser ke ruang terbangun sebesar 10,34 %. Faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi inkonsistensi pemanfaatan ruang ke arah ruang terbangun di sepanjang jalan
utama Kota Bogor adalah faktor kedekatan ke jalan kolektor sekunder dan terminal utama
namun memiliki jarak lebih jauh ke jalan arteri primer, arteri sekunder, jalan kolektor
primer, dan ke stasiun KA. Inkonsistensi terbesar terjadi pada taman a