Latar Belakang Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang menyebabkan meningkatnya keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Mengingat pentingnya tanah dan atau bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi atau badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaat dari tanah dan atau bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan pajak oleh Negara. Dalam Negara Republik Indonesia Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 ini merupakan dasar hukum secara konstitusional dari sistem pemungutan pajak di Indonesia. Semua pajak yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan undang- undang, sehingga pemungutan pajak di Indonesia mempunyai dasar hukum yang menjamin keadilan dan kepastian hukumnya, karena semua pajak ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan yang berlaku dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang dapat digunakan www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 1 Seiring dengan perkembangan zaman, pajak telah menjadi primadona sebagai sektor yang memberikan penerimaan terbesar bagi Negara serta merupakan salah satu sumber dana utama dalam melakukan pembangunan termasuk di Negara Indonesia tercinta ini. Hal ini dapat dilihat dari anggaran penerimaan dan belanja Negara APBN setiap tahunnya. Besarnya penerimaan yang diberikan oleh pajak sebagai sumber dana dalam pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi potensi pajak yang ada dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan bangsa ini. Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa sekarang ini adalah jenis Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB. 2 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan selanjutnya disebut BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 1 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar Perpajakan Indonesia, Edisi I, Cet. I Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010, hal. 32. 2 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek, Edisi I, Cet. I, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2003, hal. 6. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB merupakan salah satu pajak obyektif atau pajak kebendaan dimana pajak terutang didasarkan pertama- tama pada apa yang menjadi obyek pajak baru kemudian memperhatikan siapa yang menjadi subjek pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan selanjutnya disebut BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan ha katas tanah atau bangunan yaitu perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton 3 mengatakan bahwa Obyek dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat berupa tanah termasuk tanaman di atasnya, tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan terjadi karena adanya peralihan hak yang meliputi peristiwa hukum dan perbuatan hukum yang terjadi antara orang atau badan hukum sebagai subyek hukum oleh Undang-Undang dan perturan hukum yang berlaku diberikan kewenangan untuk memiliki hak atas tanah dan bangunan. Agar menjamin kepastian hukum terjadinya peralihan hak atas tanah dan bangunan, maka transaksi tersebut dilakukan dihadapan Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang 3 Wirawan B.Ilyas, Richard Burton, Hukum Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2004, hal.90 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 4 Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memberikan penjelasan mengenai akta peralihan hak serta kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi para pihak, diantaranya yaitu menunjukkan asli surat pembayaran pajak yang terutang karenanya yakni Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah danatau Bangunan. Penyetoran Pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, akan tetapi Notaris dapat menyetorkan pajak BPHTB sebagai orang yang dipercaya oleh nasabahnya. Notaris sebagai pejabat secara tidak langsung mengurangi beban tugas fiskus untuk mebantu menghitung besarnya pajak BPHTB yang terutang, serta dapat pula membantu wajib pajak untuk menghitung dan menyetorkan pajak yang terutang. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris sebagai pejabat umum tidak mempunyai wewenang untuk menyetorkan pajak BPHTB. Yang menjadi kewenangan Notaris dalam menjalankan profesinya adalah : 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, smeuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2. Notaris berwenang pula : 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan dengan mendaftar dalam buku khusus. c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan. d. Melakukan pengesahan kecocokan dan fotokopi dengan surat aslinya e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan g. Membuat akta risalah lelang 5 Pada kasus Putusan Nomor 2601Pid.B2003pn.Mdn, bahwa pihak pembeli dan penjual meminta Notaris tersebut untuk membayar pajak penghasilan dan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Pihak Pembeli dan Penjual telah menitipkan pembayaran pajak penghasilan dan pajak BPHTB tersebut kepada Notaris dengan menyerahkan 1 lembar cek No. C.114577 dari Bank M dengan nominal Rp. 660.000.000,-. Bahwa pembeli dan penjual sepakat untuk menitipkan pembayaran BPHTB dan PPh kepada Notaris karena Notaris tersebut menyatakan kesanggupannya untuk mengurus sertifikat tersebut. Maka seluruh biaya-biaya untuk setoran BPHTB yang merupakan tanggungan pembeli dan setoran PPh yang merupakan tanggungan penjual dan pengurusan di BPN diserahkan kepada Notaris tersebut. Setelah cek diterima oleh Notaris, keesokan harinya Notaris tersebut mencairkan cek tersebut ke Bank MDS Medan, akan tetapi setelah cek dicairkan terdakwa tidak membayarkan pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan balik nama sertifikat, akan tetapi terdakwa meminta anak buahnya menurunkan 5 Undang-undang No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Pasal 15 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengecilkan nilai BPHTB dan PPH, selanjutnya anak buahnya membuat Surat Setoran BPHTB, SSP Final dan SPPT PBB Fiktif. Penyetoran pajak BPHTB itu merupakan kewenangan dari wajib pajak bukan Notaris, akan tetapi pada kasus ini wajib pajak menitipkan pembayaran pajak PPH dan BPHTB kepada notaris tersebut untuk disetorkan, namun dalam hal ini Notaris tersebut tidak menyetorkan pajak PPH dan BPHTB yang dititipkan oleh wajib pajak tersebut. Tindakan notaris disini selaku pejabat umum telah melanggar kode etik notaris karena tidak membayarkan pajak yang dititipkan oleh nasabahny, yang kemudian pada akhirnya notaris tersebut melakukan tindakan penggelapan pajak dengan menerbitkan Surat Setoran BPHTB Fiktif, SSP Final Fiktif dan SPPT PBB Fiktif. Perbuatan Notaris tersebut diduga telah melakukan pelanggaran berat dan telah melakukan tindakan yang menyimpang dari kode etik notaris dan telah melanggar sumpah jabatan notaris dimana notaris berjanji akan menjalankan tugasnya dengan jujur, seksama dan tidak berpihak serta akan mentaati dengan seteliti-telitinya semua peraturan –peraturan jabatan notaris yang sedang berlaku atau yang akan diadakan dan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan. 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya disingkat UUJN dan Kode Etik Profesi dalam menjalankan jabatannya Notaris diminta selalu berpedoman pada Kode Etik Profesi. Kode Etik dipahami sebagai norma dan peraturan mengenai etika baik yang tertulis maupun tidak tertulis dari 6 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992,hal.112 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA suatu profesi yang dinyatakan oleh organisasi profesi yang fungsinya sebagai pengingat berperilaku bagi para anggota organisasi profesi. Organisasi Profesi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia INI telah membentuk Kode Etik Profesi yaitu Kode Etik INI. Kode Etik INI bagi para Notaris hanya sampai pada tatanan sanksi moral dan administratif. 7 Notaris dalam melakukan tugas jabatannya harus penuh tanggung jawab dengan menghayati keseluruhan martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik. Notaris selaku pejabat umum dituntut untuk selalu bekerja secara professional dengan menguasai seluk beluk profesinya menjalankan tugasnya, Notaris harus menyadari kewajibannya bekerja mandiri, jujur, tidak memihak dan penuh rasa tanggung jawab serta secara professional. 8 Notaris sebagai pejabat umum yang tugasnya melayani masyarakat diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum nasional dituntut untuk memiliki moral yang tinggi. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu Notaris dituntut untuk memiliki nilai moral yang kuat. 7 Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa Datang, Jakarta, PT. Gramedia, 2008, hal 93-94 8 C.S.T. Kansil, S.H Chistine S.T Kansil, S.H., M.H, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, PT.Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, hal.87 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan adanya moral yang tinggi tersebut Notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, Notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah. Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada kuasa sang pemberi hukum melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita. 9 Frans Magnis Suseno mengemukakan 5 lima criteria moral yang mendasari kepribadian profesional hukum, yaitu sebagai berikut : 1. Kejujuran, kejujuran merupakan dasar utama. Tanpa kejujuran maka professional hukum mengingkari misi profesinya. Seorang Notaris harus jujur tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Notaris harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji agar klien tetap memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris. 2. Autentik, autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya dan tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat. 3. Bertanggung jawab, Seorang Notaris harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, bertindak secara professional tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara Cuma-Cuma. 4. Kemandirian moral, artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri dan menyesesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama 5. Keberanian moral, artinya kesediaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik, menolak segala bentuk korupsi, menolak segala bentuk jalan belakang yang tidak sah. Dengan keberadaan tersebut sudah seharusnya kinerja profesi Notaris tersebut diawasi dan dipantau agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Menurut Pasal 9 S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1991, hal.47 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1 ayat 1 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor KMA006SKB1987 dan Nomor M.04.PR.08.05 tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, menyebutkan bahwa : “Pengawasan adalah kegiatan administrasi yang bersifat preventif dan represif oleh Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman yang bertujuan untuk menjaga agar para Notaris dalam menjalankan profesinya tidak mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatannya, tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, tidak melanggar sumpah jabatan dan tidak melanggar norma kode etik profesinya. 10 Pengawasan terhadap Notaris adalah sangat penting, mengingat bahwa Notaris dalam menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting, karena tugas Notaris mengatur secara tertulis dan otentik hubungan - hubungan hukum antara para pihak secara mufakat meminta jasa-jasa Notaris. Tujuan dari pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri tapi untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya. 11 10 Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hal. 86 11 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Surabaya, 2008, hal.72 www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada dasarnya yang mempunyai wewenang 12 melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas berjumlah 9 Sembilan orang, terdiri atas unsur : a. Pemerintah sebanyak 3 tiga orang b. Organisasi Notaris sebanyak 3 tiga orang c. AhliAkademis sebanyak 3 tiga orang Oleh karena itu apabila dalam suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf a, maka keanggotaan dalam Majelis Pengawas dapat diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri. Pengawasan terhadap Notaris tidak hanya dalam pelaksanaan jabatan Notaris akan tetapi perilaku Notaris juga harus diawasi Majelis Pengawas, misalnya melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat Notaris. Apabila Notaris terbukti melakukan hal-hal tersebut maka dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan Notaris dari jabatannya oleh Menteri berdasarkan laporan dari Majelis Pengawas. 12 Wewenang dalam hal ini disejajarkan dengan istilah boveegdheid dalam konsep hukum public, yang terdiri dari tiga komponen yaitu : 1. Pengaruh bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum ; 2. Dasar Hukum bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; dan 3 konformitas hukum, bahwa mengandung makna adanya standard wewenang yaitu standard umum seua jenis wewenang dan standard khusus untuk jenis wewenang tertentu. Philipus M.Hadjon dalam Ibid. hal 174. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini, peneliti ingin menyumbangkan pemikiran-pemikiran dalam bidang hukum khususnya mengenai perbuatan notaris dalam jabatannya.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

9 111 123

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

4 50 123

Hak Pemungutan Pajak Penghasilan Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Atas Peralihan Hak...

0 29 5

Hak Pemungutan Pajak Penghasilan Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

0 35 2

BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris di Indonesia - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangu

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 24

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 0 14

BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENERIMA PENITIPAN PEMBAYARAN BPHTB A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Sejarah Notaris di Indonesia - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangu

1 2 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

0 0 24

Analisis Hukum Atas Perbuatan Oknum Notaris Yang Menerima Penitipan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (Bphtb) (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2601/Pid.B/2003/Pn.Mdn)

0 0 14