Potensi Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang.
POTENSI REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI
(Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817)
DARI PERAIRAN TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG
DIAN SAFARINI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Reproduksi
Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk
Banten, Kabupaten Serang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Dian Safarini
NIM C240920071
ABSTRAK
DIAN SAFARINI. Potensi Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang.
Dibimbing oleh YONVITNER dan ALI MASHAR.
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) merupakan salah satu ikan
ekonomis penting yang didaratkan di PPN Karangantu, Kabupaten Serang.
Informasi R.kanagurta di lokasi ini masih sedikit sehingga diperlukan kajian
reproduksi untuk pengelolaan lebih lanjut. Melalui penelitian, diketahui pola
reproduksi R.kanagurta dari Teluk Banten. Penelitian dilakukan dari Mei hingga
Agustus 2012 melalui pengumpulan sampel dan data di lapangan yang meliputi
panjang dan bobot total, tinggi serta lebar tubuh, di laboratorium berupa bobot dan
volume gonad, serta diameter telur. Hasil menunjukkan bahwa ikan berukuran
137–257 mm dengan pertumbuhan alometrik negatif dimana pertumbuhan jantan
lebih cepat dibandingkan betina. Faktor kondisi R.kanagurta berkisar antara
0.8483–1.1788. Rasio kelamin ikan jantan dengan betina adalah 1.11 : 1 dengan
ukuran pertama kali matang gonad adalah 220.32 mm untuk betina dan 211.07
mm untuk jantan. Nilai IKG ikan betina lebih tinggi dibandingkan jantan dimana
nilai tertinggi terdapat diakhir Juli yang menunjukkan musim pemijahannya. Ikan
ini merupakan total spawner dan mengeluarkan ±25 691 butir telur dalam sekali
pemijahan. Diameter telur ikan ini berkisar antara 0.05–1.08 mm.
Kata kunci: ikan kembung, reproduksi, Teluk Banten
ABSTRACT
DIAN SAFARINI. Reproductive Potential of Indian Mackerel (Rastrelliger
kanagurta Cuvier 1817) from The Waters of Banten Bay, Serang Distrik.
Supervised by YONVITNER and ALI MASHAR.
Indian mackerel (Rastrelliger kanagurta) is one of the economically
important fish that were landed in PPN Karangantu, Serang District. R.kanagurta
information in this location is not enough, its necessary to study about
reproduction for further management. Through this study, reproduction pattern of
R.kanagurta from Banten Bay are determined. The study conducted from May to
August 2012, with sample and data collection in the field covering total length
and weight, height and width of the body, whereas in the laboratory such as gonad
weight and volume, as well as diameter of the egg. The results showed the length
of the fishes are between 137-257 mm with negative allometric growth where
males growth faster than females. Condition factors ranged from 0.8483 to
1.1788. The sex ratio between males and females is 1.11: 1 with the first size of
mature gonad 220.32 mm for female and 211.07 mm for male. IKG value of
female fishes are higher than males where the biggest value in late July showed
the spawning season. This fish are total spawner that release ±25 691 eggs in a
single spawning. Eggs diameter ranged from 0.05 to 1.08 mm.
Keywords: reproduction, Indian mackerel, Banten Bay.
POTENSI REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI
(Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817)
DARI PERAIRAN TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG
DIAN SAFARINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Potensi Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta
Cuvier 1817) dari Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang.
Nama
: Dian Safarini
NIM
: C24090071
Disetujui oleh
Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si
Pembimbing I
Ali Mashar, S.Pi, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 15 Februari 2013
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Potensi Reproduksi Ikan
Kembung Lelaki (Rastreliger kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk
Banten, Kabupaten Serang” dapat diselesaikan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si dan Bapak
Ali Mashar, S.Pi, M.Si yang telah membantu dalam memberikan bimbingan,
masukan, serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis berharap hasil
penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Februari 2013
Dian Safarini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)
2
Pertumbuhan
3
Reproduksi
4
METODE
5
Alat dan Bahan
6
Proses Pengumpulan Data
6
Analisis Data
7
Analisis Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
11
Hasil
11
Pembahasan
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
33
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Data, alat, satuan data dan lokasi pengumpulan
Klasifikasi tingkat kematangan gonad
Rasio kelamin ikan kembung lelaki dari Teluk Banten
Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki
Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki (R.kanagurta)
Jumlah, panjang dan fekunditas ikan kembung lelaki pada TKG 3 dan 4
6
9
13
13
15
16
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)
Wilayah pengambilan contoh
Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki
Hubungan panjang-bobot ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Faktor kondisi ikan kembung lelaki
TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Hubungan panjang-TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki
Hubungan panjang dengan TKG untuk IKG 0.0019-0.6854 (a) dan
0.6954-1.3789 (b)
Indeks kematangan gonad setiap pengambilan contoh
Hubungan fekunditas dengan panjang ikan kembung lelaki
Diameter telur ikan kembung lelaki
Hubungan berat gonad total dengan diameter telur ikan kembung lelaki
3
6
12
12
12
14
14
15
15
16
16
17
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki (R.kanagurta)
Hasil regresi dan tabel anova dari hubungan panjang-bobot ikan
kembung lelaki betina
3 Hasil regresi dan tabel anova dari hubungan panjang-bobot ikan
kembung lelaki jantan
4 Distribusi faktor kondisi dan standar deviasi ikan kembung lelaki
5 Uji Chi-square pada rasio kelamin ikan kembung lelaki
6 Distribusi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina dan
jantan
7 Indeks kematangan gonad rata-rata dan standar deviasi pada ikan
kembung lelaki
8 Fekunditas dan diameter telur ikan kembung lelaki betina yang telah
matang gonad
9 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki betina
10 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki jantan
11 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
25
25
26
27
27
28
28
29
30
31
32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang pantai
mencapai 104 000 km. Luas wilayah laut Indonesia adalah 5 176 800 km2 yang
terdiri atas 284 210.9 km2 wilayah laut teritorial, 2 981 211 km2 wilayah laut zona
ekonomi eksklusif dan 279 322 km2 wilayah laut 12 mil. Luas wilayah daratan
hanya 1 910 931.32 km2, termasuk perairan seperti danau, situ, rawa, dan sungai
(KKP 2011). Potensi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai
sumberdaya kelautan yang besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan
non-hayati kelautan.
Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Karangantu terletak di Kecamatan
Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Secara geografis, pelabuhan ini
terletak pada 06o02’LS–106o09’BT. Produksi hasil laut PPN Karangantu berasal
dari daerah sekitar Teluk Banten dan telah menjadi kebutuhan masyarakat
khususnya di Provinsi Banten. Luas Teluk Banten mencapai ±120 km2 dengan
panjang garis pantai ±22.5 km, termasuk didalamnya ekosistem bawah laut seperti
padang lamun dan terumbu karang (Adi dan Rustam 2010). Salah satu
sumberdaya ikan ekonomis penting di Teluk Banten adalah ikan kembung lelaki.
Ikan kembung lelaki (R.kanagurta) merupakan salah satu jenis ikan laut
yang bergerombol di permukaan laut pada musim-musim tertentu, sehingga
mudah sekali tertangkap. Ikan ini merupakan komoditas perikanan penting yang
diminati banyak orang untuk dikomsumsi dalam pemenuhan gizi sehari-hari
karena harganya yang murah dan gizinya yang cukup tinggi. Tingginya minat
masyarakat terhadap R.kanagurta mendorong banyak pelaku perikanan untuk
mengeksploitasi sumberdaya ini tanpa memerhatikan keberlanjutan dari kegiatan
tersebut. Keberlanjutan kesediaan ikan ditentukan oleh potensi pertumbuhan dan
reproduksi ikan tersebut. Eksploitasi yang terus menerus tanpa memerhatikan
keberlanjutannya dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas
sumberdaya yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kepunahan spesies.
Tingkat eksploitasi R.kanagurta di Provinsi Banten dapat terlihat dari hasil
tangkapan yang terus menurun walaupun upaya penangkapan telah ditingkatkan,
produksi R.kanagurta di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2000 sebesar 3072.10
ton dengan upaya 12 unit dan terus menurun hingga tahun 2009 mecapai 1654.30
ton dengan upaya 27 unit (DKP Provinsi Banten 2011). Penurunan populasi
R.kanagurta juga dapat disebabkan oleh degradasi kualitas lingkungan pesisir,
termasuk pencemaran perairan akibat aktivitas manusia, kegiatan perikanan yang
merusak, penangkapan ikan berlebih dan dilakukan secara tidak sah baik oleh
pelaku dalam negeri maupun pihak asing di Indonesia. Menurut Mahyuddin
(2012), penurunan sumberdaya ikan dapat mengakibatkan Indonesia kesulitan
dalam meningkatkan produksi secara nyata melalui kegiatan perikanan tangkap.
Kajian R.kanagurta di PPN Karangantu, Serang, Provinsi Banten sampai
saat ini belum banyak sehingga informasi bagi pengelolaannya masih sangat
terbatas. Agar stok R.kanagurta di PPN Karangantu tetap lestari, diperlukan
pengelolaan berkelanjutan dari semua aspek termasuk reproduksinya. Dalam
reproduksi ikan, hal yang harus diketahui adalah indeks kematangan Gonad (IKG),
2
tingkat kematangan gonad (TKG), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas,
dan diameter telur. Dengan mengetahui reproduksinya, dapat dibuat kebijakan
penangkapan dan pengelolaan berkelanjutan yang akan mempertahankan kualitas
dan kuantitas R.kanagurta di perairan, khususnya perairan Teluk Banten.
Perumusan Masalah
Ikan kembung lelaki bersifat milik bersama yang dapat dimanfaatkan secara
bebas oleh setiap individu. Hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya
over-exploitation ikan di Indonesia. Eksploitasi berlebih ini perlu dicegah
mengingat sifat sumberdaya ikan dapat pulih hanya pada waktu-waktu tertentu.
Demikian pula dengan R.kanagurta di perairan Teluk Banten. Keberadaan
R.kanagurta di alam harus dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi
keberlanjutan pemanfaatannya. Dalam mewujudkan pelestariannya diperlukan
informasi mendasar mengenai tingkat kematangan gonad, indeks kematangan
gonad, fekunditas, diameter telur, dan ukuran pertama kali matang gonad agar
diketahui ukuran dan jumlah ikan yang layak dieksploitasi. Hal ini berguna untuk
menentukan perencanaan perikanan yang optimum. Oleh karena itu, pengkajian
aspek reproduksi R.kanagurta penting untuk dilakukan sebagai salah satu dasar
pengelolaan ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten agar berkelanjutan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola reproduksi ikan kembung
lelaki (R.kanagurta) dari perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN
Karangantu, Kabupaten Serang, Propinsi Banten.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pengelolaan ikan
kembung lelaki (R.kanagurta) di perairan Teluk Banten agar tetap lestari sehingga
dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)
Ikan kembung merupakan ikan pelagis kecil yang sangat potensial di
Indonesia dan dibedakan menjadi R.kanagurta, R.branchysoma, dan R.faughni
(Matsui 1967, Froese and Pauly 2009 in Darlina et al. 2011). Menurut Isa et al.
(1996), angka kematian R.kanagurta cukup tinggi dibandingkan spesies lain.
R.kanagurta adalah ikan yang menyebar luas di wilayah Indo-Pasific (Ganga
2010) dan umumnya ditangkap menggunakan gillnets (Jawad et al. 2011).
3
Gambar 1 Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)
“Diadaptasi dari KKP (2012) dalam www.pipp.kkp.go”
Rastrelliger kanagurta memiliki insang yang panjang dan terlihat ketika
mulut dibuka. R.kanagurta memiliki dua sirip dorsal terpisah, sirip dorsal dan anal
diikuti 5–6 finlet. Ikan ini berwarna keperakan dengan dua baris bintik-bintik
gelap di sisi sirip dorsal dan satu noda hitam di belakang sirip pektoral.
R.kanagurta memiliki punggung biru kehijauan dengan sirip dorsal kekuningan
dan ujung yang hitam. Menurut Saanin (1984), R.kanagurta dapat mencapai
panjang 35 cm. Klasifikasi ikan kembung lelaki menurut Saanin (1984) adalah :
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorpi
Sub Ordo
: Scombroidea
Famili
: Scombridae
Genus
: Rastrelliger
Spesies
: Rastrelliger kanagurta, (Cuvier 1817)
Nama Inggris : Indian mackerel
Nama Lokal : Banyar, Como-como, Kembung Lelaki
Pertumbuhan
Yohannan dan Sivadas (2003) in Ganga (2010) menyebutkan bahwa panjang
rata-rata R.kanagurta di pantai barat India berkisar antara 110–150 mm dengan
jumlah terbanyak pada ukuran 145 mm, ukuran ini lebih kecil dibandingkan di
pantai timur India yang berkisar antara 175–215 mm dengan jumlah terbanyak
pada ukuran 195 mm. Ganga (2010) juga menyatakan bahwa ikan kembung lelaki
memiliki pertumbuhan yang relatif cepat khususnya saat masa juvenil
Hubungan Panjang – Bobot
Hubungan panjang-bobot R.kanagurta menurut Sivadas et al. (2006) adalah
alometrik dimana persamaannya W = 0.0000014L3.14 dan nilai R2 = 0.98. Mosse
dan Huttubessy (1996) mengekspresikan hubungan panjang-bobot R.kanagurta
dari Selat Seram dengan W = 0.004L3.26. Mereka menyatakan bahwa pertumbuhan
panjang R.kanagurta lebih cepat dibandingkan dengan bobot. Andamari et al.
(2012) menunjukkan bahwa famili Scombridae memiliki sifat pertumbuhan
alometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan bobot.
Menurut Nugraha dan Mardlijah (2006), ikan tuna sirip kuning (Thunnus obesus),
4
famili Scombridae, memiliki hubungan panjang–bobot W = 0.0003L2.4703 untuk
jantan dan W = 0.0002L2,5671 untuk betina serta bersifat alometrik positif dimana
pertumbuhan bobot lebih cepat dibandingkan panjang.
Faktor kondisi
Saputra (2007) menyebutkan nilai faktor kondisi antara 2–4 menunjukkan
bahwa ikan berbentuk agak pipih (tidak montok) dan nilai 1–3 menunjukkan
bahwa ikan kurang pipih (montok). Penelitian Sivadas et al. (2006) menunjukkan
faktor kondisi R.kanagurta per kelas panjang bervariasi antara 0.9–1.18 dengan
nilai tertinggi saat ikan berukuran 145 mm. Al-Zibdah dan Odat (2007)
menyatakan FK tertinggi terjadi selama Oktober–Desember dan terendah pada
Februari–April dengan perubahan nilai yang tidak jauh berbeda, yaitu 0.3.
Reproduksi
Reproduksi membentuk keanekaragaman dan kombinasi genetik yang
mendukung adaptasi lingkungan (Jenning et al. 2001). Mosse dan Hutubessy
(1996) menduga R.kanagurta di sekitar Pulau Ambon memijah sepanjang tahun
dengan selang 4 minggu, berbeda dengan R.kanagurta di Laut Jawa yang memijah
sekali dalam setahun (Sudjastani 1974).
Rasio kelamin
Rasio kelamin R.kanagurta jantan dengan betina dari perairan Laut Jawa
adalah 1 : 1.1 (Sudjastani 1974), tidak jauh berbeda dengan pendapat Zamroni et
al. (2008) yaitu 1 : 1.086 dimana betina lebih dominan dibandingkan jantan.
Sesuai hasil penelitian Suwarso et al. (2010) yang mendapatkan dominan jantan di
Teluk Jakarta namun dominan betina di Belanakan, Indramayu dan Tegal.
Tingkat kematangan gonad
Suwarso et al. (2010) menyatakan semakin tinggi TKG maka berat tubuh
ikan betina juga semakin bertambah. Ia juga menyatakan bahwa ikan kembung
lelaki betina dewasa dalam kondisi early mature memiliki berat rata-rata 86.5
gram dan dalam kondisi fully mature memiliki berat rata-rata 96.3 gram.
Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran matang gonad pertama kali R.kanagurta jantan berkisar antara
171.13–174.27 mm dan 172.1–174.7 mm untuk betina (Sivadas et al. 2006).
Menurut Mosse dan Hutubessy (1996), ikan kembung lelaki di perairan Maluku
dengan ukuran < 20 cm belum terlihat ada perkembangan gonad. R.kanagurta
matang gonad pertama kali pada panjang 24 cm. Sekharan (1958) in Ganga (2010)
berpendapat R.kanagurta matang gonad pada panjang 200–220 mm. Sudjastani
(1974) menyebutkan R.kanagurta dari Laut Jawa matang gonad pertama kali saat
panjang 180–205 mm, berbeda dengan analisis Suwarso (2010) yang
mendapatkan ukuran 160–170 mm. Ganga (2010) menyatakan R.kanagurta di
India matang gonad pertama kali saat 162–196 mm. Menurut Udupa (1986),
individu dari satu kelas panjang tidak selalu mencapai panjang pertama kali
5
matang gonad yang sama karena ukuran tersebut sangat bervariasi diantara
maupun dalam jenis ikan itu sendiri.
Indeks kematangan gonad
Rastrelliger spp. yang matang tidak selalu memiliki IKG maksimum karena
diduga terjadi proses pematangan lebih cepat pada telur walaupun ovarium
tumbuh sempurna (Zamroni et al. 2008). Pada penelitian Zamroni et al. (2008),
IKG ikan kembung matang gonad berkisar 0.49–6.98 dengan rata-rata 3.42. Ia
juga menyebutkan bahwa IKG R.brachysoma berkisar 0.13–11.24. Suwarso
(2010) menyatakan bahwa R.kanagurta di Laut Jawa yang memiliki IKG tertinggi
berada di daerah Belanakan dengan kisaran 0.17–35.79 dan rata-rata 1.87.
Fekunditas
Boonprakop (1966) in Sudjastani (1974) menyatakan bahwa R.kanagurta
betina di perairan Teluk Thailand mengeluarkan ±20 000 butir telur setiap kali
memijah. Menurut Suwarso et al. (2010), R.kanagurta betina yang matang gonad
sepenuhnya (fully mature) dengan berat gonad 24.3 gram memiliki jumlah telur
±5930 butir. Menurut Ganga (2010), fekunditas relatif R.kanagurta berkisar
antara 476±163 butir telur per gram bobot tubuhnya.
Diameter telur
Menurut Burhanuddin et al. (1984), butir-butir telur Rastrelliger spp.
berukuran kecil dan meragukan hasil dari penelitian Boonprakop yang
menyatakan diameter telur rata-rata R.kanagurta adalah 86 µ dengan gelembung
minyak rata-rata 226. Ganga (2010) menyebutkan R.kanagurta umumnya
mengeluarkan telur dengan diameter 750–1000 µ.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama bulan Mei–Agustus 2012. Sampel ikan berasal
dari Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Kabupaten
Serang. Analisis reproduksi dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Wilayah pengambilan contoh
“Diadaptasi dari DKP (2011) dengan seizin penerbit KKP”
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan selama penelitian adalah alat bedah, botol atau
plastik sampel, kaca preparat, timbangan analog dan digital, kertas label, tissue,
penggaris, jarum pentul, kantong plastik, cawan petri, gelas ukur, pipet tetes,
mikroskop, mikrometer, kalkulator, dan jangka sorong. Bahan yang digunakan
selama penelitian antara lain ikan kembung lelaki dan formalin 4%.
Proses Pengumpulan Data
Data dalam penelitian mengenai ikan kembung lelaki (R.kanagurta) ini
dikumpulkan secara langsung di lapangan dan di laboratorium. Sampel ikan
dengan total 714 ekor diambil secara acak sejumlah 100 ekor pada sampel ke-1,
101 ekor pada sampel ke-2, 96 ekor pada sampel ke-3, 108 ekor pada sampel ke-4,
110 ekor pada sampel ke-5, 98 ekor pada sampel ke-6, dan 101 ekor pada sampel
ke-7 dari pengumpul di PPN Karangantu, Kabupaten Serang. Bentuk data dan
pengumpulan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data, alat, satuan data dan lokasi pengumpulan
Data
Panjang total
Bobot tubuh
Tinggi tubuh
Lebar tubuh
Bobot gonad
Volume gonad
Fekunditas
Diameter telur
Alat Pengumpulan
Penggaris
Timbangan Analog
Penggaris
Jangka sorong
Timbangan digital
Gelas ukur
Handy counter
Mikroskop dengan mikrometer
Satuan
mm
gram
mm
mm
mm
ml
butir
mm
Lokasi Pengumpulan
Lapangan
Lapangan
Lapangan
Lapangan
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
7
Rastrelliger kanagurta diukur panjang total dan tinggi tubuhnya
menggunakan penggaris serta lebar tubuh dengan jangka sorong, setelah itu
ditimbang bobotnya dengan timbangan analog yang ketiganya dilakukan di
lapangan. Proses selanjutnya adalah penentuan TKG yang dilakukan dengan
pembedahan ikan dan pengeluaran gonad di laboratorium. Tingkat kematangan
gonad ditentukan dengan pengamatan visual atau penglihatan peneliti. Gonad
yang telah terpisah kemudian ditimbang dengan timbangan digital dan diukur
volumenya dengan gelas ukur. Gonad diawetkan menggunakan formalin 4%.
Gonad ikan betina TKG 3 dan 4 yang telah diawetkan selanjutnya
dipisahkan dan diambil bagian anterior, tengah dan posterior dari masing-masing
gonad untuk dihitung bobot gonad sampel total menggunakan timbangan digital
dan volumenya dengan gelas ukur. Setelah itu dilakukan pengenceran 10 ml pada
tiap bagian. Gonad yang telah diencerkan kemudian diambil 1 ml dan dihitung
jumlah telur untuk dianalisis fekunditasnya. Pengukuran diameter menggunakan
mikroskop dengan mikrometer yang telah ditera. Telur yang diukur diameternya
diambil 50 butir dari setiap bagian pada gonad TKG 3 dan 4 kemudian dibariskan
di atas preparat. Selanjutnya telur diukur di bawah mikroskop dengan metode
penyapuan menggunakan perbesaran 4 x 10.
Analisis Data
Pertumbuhan
Hubungan panjang – bobot
Pertumbuhan suatu individu dapat dianalisis dengan menggunakan
parameter panjang dan berat. Rumus yang digunakan yaitu (King 2007) :
Keterangan
: W
a
L
b
=
=
=
=
bobot (gram)
intersep
panjang (mm)
koefisien pertumbuhan
Dengan pendekatan regresi linier, hubungan kedua parameter dapat dilihat
melalui tahap interpolasi. Pada hukum kubik ini diasumsikan bahwa idealnya
seluruh ikan mengalami pertambahan panjang dan berat secara bertahap dengan
pertambahan panjang senilai dengan tiga kali pertambahan berat (Effendie 2002).
Setiap ikan memiliki panjang dan bobot berbeda tergantung musim dan jenis
kelamin. Hubungan panjang-bobot ikan betina dengan jantan dapat berbeda
dikarenakan perkembangan gonadnya. Korelasi hubungan dilihat dari nilai b
dengan hipotesis :
1. Bila b = 3, hubungan isometrik (pertumbuhan panjang sama dengan berat)
2. Bila b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan alometrik yaitu :
a. Bila b > 3, alometrik positif (pertambahan berat lebih dominan)
b. Bila b < 3, alometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan)
yang ditentukan dengan uji t (Walpole 1995) :
8
Keterangan :
Keterangan : b0
KTS
x
n
=
=
=
=
3
Kuadrat tengah sisa yang didapatkan dari tabel ANOVA.
Logaritma panjang ikan kembung lelaki.
Jumlah ikan kembung lelaki (betina / jantan).
Faktor kondisi
Faktor kondisi (FK) adalah keadaan ikan dalam angka-angka berdasarkan
data panjang dan berat. Pengamatan dilihat dari tiga model pengamatan yaitu :
Kt = kondisi yang diamati berdasarkan panjang total
Ks = kondisi yang diamati berdasarkan data panjang standar (baku)
Kf = kondisi yang diamati berdasarkan data panjang cagak
Naik dan turun faktor kondisi adalah indikasi musim pemijahan. Ikan
cenderung menggunakan cadangan lemak sebagai sumber tenaga pemijahan,
sehingga mengalami penurunan faktor kondisi. Jika pertumbuhan memiliki
hubungan isometrik, maka model menurut Effendie (2002) adalah:
Pola pertumbuhan yang ditemukan memiliki hubungan alometrik dan dapat
berupa hubungan alometrik negatif maupun positif. Model perhitungan yang dapat
digunakan adalah :
Keterangan : K = Faktor kondisi
W = Bobot ikan (gram)
L = Panjang ikan (mm)
Reproduksi
Rasio kelamin
Rasio kelamin (sex ratio) diamati karena adanya perbedaaan tingkah laku
reproduksi, kondisi lingkungan dan penangkapan dalam populasi ikan. Proporsi
jantan dan betina dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Effendie 2002) :
Keterangan : PJ = Proporsi Jenis (jantan atau betina)
A = Jumlah jenis ikan tertentu (jantan atau betina)
B = Jumlah total individu ikan yang ada
Standar deviasi dari rasio kelamin tersebut adalah :
pada selang kepercayaan 95% didapatkan nilai 1.64 dari tabel z (Walpole 1995) :
9
Tabel 2 Klasifikasi tingkat kematangan gonad
TKG
1
2
3
4
5
Sumber
Betina1)
Belum berkembang, kecil,
tembus cahaya, tidak terlihat
mata telanjang
Jantan2)
Testes seperti benang, lebih
pendek, ujungnya di ringga
tubuh, jernih
Testes lebih besar, pewarnaan
Tidak tembus cahaya,
putih susu, bentuk lebih jelas
berwarna orange, terlihat.
dari TKG 1
Besar, bulat, memenuhi
Testes nampak bergerigi, warna
rongga tubuh, berwarna orange makin putih, dalam keadaan
kecoklatan
diawetkan mudah putus
Besar, terdapat rongga antar
Seperti TKG 3 tampak lebih
telur, butir telur telihat,
jelas, testes makin pejal dan
mengeluarkan telur jika
rongga tubuh penuh, warna putih
ditekan.
susu
Ovari berkerut, butir telur sisa Tetes bagian belakang kempis
terdapat di dekat pelepasan
dan dekat pelepasan masih terisi
: 1) King (2007)
2) Effendie (2002)
Untuk melihat seimbang atau tidaknya rasio kelamin dalam suatu populasi,
diperlukan uji Chi-Square (Steel dan Torrie 1980) :
Keterangan : X2 = Nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya
menghampiri sebaran khi-kuadrat.
oi = Jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang diamati.
ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina.
Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad (TKG) diamati menggunakan klasifikasi
menurut King (2007) untuk ikan betina dan Casie in Effendie (2002) untuk ikan
jantan yang ditampilkan pada Tabel 2.
Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran panjang pertama kali matang gonad dapat diduga dengan cara
Spearman–Karber seperti yang diusulkan Udupa (1986).
Keterangan :
dan
dengan selang kepercayaan 95%, maka selang ukuran pertama kali matang gonad
dapat dihitung dengan :
10
Keterangan : m
Xk
= Log panjang ikan pada kematangan gonad pertama.
= Log nilai tengah kelas panjang dimana semua ikan (100%)
sesudah matang gonad.
= Proporsi ikan matang pada kelas ke-i.
= Jumlah ikan matang pada kelas panjang ke-i.
= Jumlah seluruh ikan pada kelas panjang ke-i.
pi
ri
ni
Indeks kematangan gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah perbandingan berat gonad terhadap
tubuh ikan. Pertumbuhan IKG sama dengan TKG dan mencapai maksimum saat
pemijahan. IKG dihitung dengan rumus berikut (King 2007) :
Keterangan : BG = Berat gonad (gram)
BT = Berat tubuh (gram)
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur telah masak sebelum dikeluarkan ikan ketika
memijah. Dalam penelitian digunakan metode gabungan untuk menentukan
fekunditasnya. Menurut Effendie (2002), fekunditas dapat dihitung dengan :
Keterangan : F
X
G
Q
V
=
=
=
=
=
Fekunditas yang dicari
Jumlah telur yang ada dalam 1 ml
Berat gonad total
Berat gonad contoh
Volume pengenceran (10 ml)
Hubungan antara fekunditas dan panjang dinyatakan dengan hubungan non
linear menggunakan persamaan dalam regresi polinomial (Steel dan Torrie 1960) :
Keterangan : F
= Fekunditas (butir)
a, b, c = Konstanta hasil regresi
X
= Panjang total (mm)
Diameter telur
Data diameter telur yang telah diperoleh dikonversi dengan dikalikan nilai
konversi 0.025. Selanjutnya dicari jumlah kelas dan dibuat selang kelas dari hasil
konversi kemudian frekuensi pada tiap selang kelas. Presentase diameter telur per
selang kelas panjang menurut Effendie (2002) dihitung dengan rumus :
Keterangan : P = Presentase diameter telur per selang kelas panjang
mi = Frekuensi ikan pada selang kelas ke-i
Mj = Jumlah ikan TKG ke-j
11
Analisis Statistik
Analisis stastistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Regresi Linear
Sederhana (RLS) dan uji t untuk mengetahui hubungan panjang-bobot dan bobot
gonad total-diameter. Hubungan ini didapatkan dengan regresi sehingga terbentuk
persamaan :
Keterangan : y
x
= Bobot (gram)
= Panjang (mm)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan
Sebaran frekuensi panjang
Jumlah ikan kembung lelaki selama Mei–Agustus 2012 sebanyak 714 ekor.
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa sebagian besar R.kanagurta dari Teluk
Banten umumnya terdapat pada ukuran 170–191 mm. Ikan jantan terbanyak
terdapat pada ukuran 170–180 mm dengan jumlah 25.8% dari total ikan jantan
keseluruhan. Ikan betina terbanyak terdapat pada ukuran 181-191 mm dengan
jumlah 37.87% dari total keseluruhan ikan betina yang ada.
Hubungan panjang–bobot
Hubungan panjang dengan bobot ikan kembung lelaki betina pada Gambar 4
dinyatakan dalam persamaan W = 0.0001L2.6507 dengan koefisien determinasi
0.6895 dan W = 0.00001L2.7104 untuk jantan dengan koefisien determinasi 0.8328.
Setelah dilakukan uji lanjut didapat nilai ttabel untuk ikan betina adalah 1.9663
dengan nilai thitung adalah 3.6001. Uji lanjut untuk ikan jantan menghasilkan nilai
ttabel sebesar 1.9670 dan thitung sebesar 73.4304.
Faktor kondisi
Faktor kondisi ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina dapat
dikatakan berfluktuasi. Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa faktor kondisi
ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan dengan ukuran panjang yang
sama. Faktor kondisi terkecil ikan betina terdapat pada ukuran 148–158 mm yaitu
1.0210 dan tertinggi pada ukuran 225–235 mm yaitu 1.2571. Ikan jantan memiliki
faktor kondisi terendah yaitu 0.8483 pada ukuran 148–158 mm dan tertinggi pada
ukuran 170– 180 mm yaitu 1.0335.
12
Jumlah ikan (ekor)
140
120
100
Jantan
80
Betina
60
40
20
0
Selang kelas (mm)
300
250
200
150
100
50
0
W = 0.0001L2.6507
R² = 0.6895
120 150 180 210 240 270
Panjang (mm) [a]
Bobot (gram)
Bobot (gram)
Gambar 3 Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki
250
200
150
100
50
0
W = 0.0001L2.7104
R² = 0.8328
120 150 180 210 240 270
Panjang (mm) [b]
Faktor kondisi
Gambar 4 Hubungan panjang-bobot ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
2.0
1.5
1.0
0.5
Betina
0.0
Jantan
Selang kelas panjang (mm)
Gambar 5 Faktor kondisi ikan kembung lelaki
13
Reproduksi
Rasio kelamin
Ikan kembung lelaki selama Mei–Agustus 2012 di Teluk Banten memiliki
rasio kelamin yang bervariasi. Tabel 3 menunjukkan R.kanagurta jantan lebih
banyak dibandingkan betina dengan perbandingan 1.11 : 1 dan pada SK 95%
berkisar antara 0.4427–0.5040 untuk betina serta 0.4933–0.5573% untuk jantan
dari populasi yang ada. Setelah uji Chi-Square didapatkan nilai Xhit sebesar
33.7361 dan Xtab sebesar 2.7764.
Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad R.kanagurta di Teluk Banten bervariasi selama
periode pengambilan sampel. Tabel 4 menampilkan jumlah ikan pada jenisnya
masing-masing terhadap TKG. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa ikan betina
memiliki jumlah yang lebih banyak pada TKG 1,2 dan 4. Namun pada TKG 3 dan
4, ikan jantan memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan betina pada TKG
yang sama.
Gambar 6 menunjukkan R.kanagurta betina sudah terdapat TKG 4 dan 5
pada selang 170–180 mm. Pada ikan jantan telah terdapat TKG 3, 4 dan 5 pada
selang 159–169 mm. Gambar 6 juga menunjukkan hanya terdapat ikan TKG 4
pada ikan betina ukuran 225–235 mm dan 247 – 257 mm untuk ikan jantan.
Hubungan panjang dengan TKG dapat dilihat pada Gambar 7 dapat
diketahui bahwa pada R.kanagurta jantan maupun betina mengalami peningkatan
rata-rata panjang sejalan pertambahan TKG. Peningkatan rata-rata panjang terjadi
pada TKG 1 hingga 4 namun rata-rata panjang lebih kecil terdapat pada ikan
dengan TKG 5.
Tabel 3 Rasio kelamin ikan kembung lelaki dari Teluk Banten
Jenis
kelamin
Rasio kelamin
Proporsi
Selang kepercayaan
Betina
0.4734
0.4427 < 0.4734 < 0.5040
Jantan
0.5266
0.4933 < 0.5266 < 0.5573
Tabel 4 Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki
TKG
Betina
Jantan
Total
1
387
199
188
2
210
111
99
3
24
4
20
4
90
22
68
5
3
2
1
Jumlah
338
376
714
)
* Signifikan pada selang kepercayaan 95%.
Rasio
1.06 : 1
1.12 : 1
1:5
1 : 3.09
2:1
Xhit
Xtab
0.3127
0.5769
12.7062
9
23.5111*
0.3333
TKG
14
100%
80%
60%
40%
20%
0%
TKG 5
TKG 4
TKG 3
TKG 2
TKG 1
TKG
Selang kelas (mm) [a]
100%
80%
60%
40%
20%
0%
TKG 5
TKG 4
TKG 3
TKG 2
TKG 1
Selang kelas (mm) [b]
Gambar 6 TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
5
167
179
5
220
4
214
3
191.72
2
179.48
1
150 180 210 240 270 300 330 360
Panjang (mm) [a]
TKG
TKG
4
227.79
199.65
3
192.76
2
179.09
1
150 180 210 240 270 300 330 360
Panjang (mm) [b]
Gambar 7 Hubungan panjang-TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Ukuran pertama kali matang gonad
Dari 714 ekor sampel ikan kembung lelaki didapatkan 7.69% ikan betina
dan 23.4% ikan jantan telah mengalami matang gonad. Ukuran pertama kali
matang gonad R.kanagurta dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa
ikan betina mengalami matang gonad pada ukuran panjang yang lebih pendek
dibandingkan jantan. Ikan betina mengalami matang gonad pada panjang rata-rata
201.09 mm dengan selang 194.24–208.18 mm. Ikan jantan mengalami matang
gonad pertama kali pada panjang 211.07 mm dengan selang 206.62–215.62 mm.
15
Tabel 5 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki (R.kanagurta)
Jenis
Kelamin
Betina
Jantan
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Panjang rata-rata (mm)
Selang kepercayaan
201.09
194.24 < 201.09 < 208.18
211.07
206.62 < 211.07 < 215.62
4
IKG
3
2
Betina
1
Jantan
0
1
2
TKG
3
4
5
167
4
164
3
167
2
1
154
137
184
5
4
240
215
TKG
TKG
Gambar 8 Indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki
3
220
2
216
1
172
176
247
207
215 220
180
193
100 130 160 190 220 250
100 130 160 190 220 250
Panjang (mm) [a]
Panjang (mm) [b]
Gambar 9 Hubungan panjang dengan TKG untuk IKG 0.0019-0.6854 (a) dan
0.6954-1.3789 (b)
Indeks kematangan gonad
Indeks kematangan gonad R.kanagurta betina lebih besar dibandingkan
jantan dengan peningkatan nilai IKG sejak mencapai TKG 3 dan meningkat tajam
pada TKG 4 (Gambar 8). IKG ikan betina berkisar antara 0.1188–3.7274
sedangkan ikan jantan antara 0.1232–1.6163. Gambar 9 menampilkan hubungan
panjang-TKG untuk IKG 0.0019–0.6854 dan 0.6954–1.3789. Pada IKG dengan
nilai 0.0019–0.6854 diketahui secara umum terdapat penambahan panjang sejalan
dengan penambahan TKG. Pada IKG 0.6954–1.3789 terdapat variasi data, namun
secara keseluruhan terdapat penambahan ukuran dari TKG 1 hingga TKG 4.
Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat nilai IKG selama pengambilan sampel.
Gambar 10 juga menunjukkan R.kanagurta dari perairan Teluk Banten memiliki
nilai IKG tertinggi pada pengambilan sampel ke-5 yaitu tanggal 26 Juli 2012 dan
terendah pada sampel ke-3 yaitu tanggal 30 Juni 2012. Nilai IKG kembali turun
ketika pengambilan sampel pada tanggal 8 Agustus 2012.
IKG
16
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Betina
Jantan
27 Mei
17 Juni
30 Juni
13 Juli
26 Juli
8 Agustus 27 Agustus
Waktu sampling (2012)
Gambar 10 Indeks kematangan gonad setiap pengambilan contoh
Tabel 6 Jumlah, panjang dan fekunditas ikan kembung lelaki pada TKG 3 dan 4
TKG
170 - 190
2
182
9829.92
Total (ekor)
Rataan panjang
Fekunditas
2
179.5
10 270.38
Fekunditas rata-rata
Total (ekor)
Rataan panjang
Fekunditas
Selang Kelas Panjang (mm)
191 - 210
211 - 230
231 - 250
TKG 3
0
0
1
237
9704.27
TKG 4
9
2
6
203.33
222
240
29 748.88 39 194.37 26 822.14
251 - 270
1
255
17835.74
3
255.67
31 046.69
50000
40000
30000
20000
F = -10.2147x2 + 4615.3971x - 487670.9963
R² = 0.7873
10000
0
165
185
205
225
245
265
Panjang rata-rata (mm)
Gambar 11 Hubungan fekunditas dengan panjang ikan kembung lelaki
Fekunditas
Ikan kembung lelaki yang berasal dari perairan Teluk Banten mengeluarkan
9058–55 181 butir telur dengan rata-rata ±25 691 butir setiap kali pemijahan.
Tabel 6 berikut menampilkan fekunditas ikan kembung lelaki terhadap TKG 3 dan
4. Berdasarkan Tabel 6 diketahui R.kanagurta dengan TKG 3 hanya 4 ekor yang
berada pada selang ukuran 170–190 mm, 231–230 mm dan 251–270 mm dengan
fekunditas rata-rata 9829.92–17 835.74 butir. Ikan dengan TKG 4 terdapat pada
17
tiap selang ukuran dengan fekunditas rata-rata 10 270.38–31 046.69 butir. Gambar
11 menampilkan hubungan non-linear fekunditas dengan panjang R.kanagurta
dalam persamaan F = -10.2147x2 + 4615.3971x – 487670.9963 dengan koefisien
determinasi 0.7873. Dari gambar dapat diketahui bahwa fekunditas ikan kembung
lelaki secara umum meningkat sejalan dengan bertambahnya panjang.
Diameter telur
Ikan kembung lelaki selama pengambilan sampel Mei–Agustus 2012
mencapai 714 ekor. Dari total hasil ikan kembung lelaki terdapat 338 ekor ikan
kembung lelaki betina dan hanya 26 ekor yang telah mencapai TKG 3 dan 4.
Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa ikan kembung lelaki betina
dengan TKG III dan IV yang ada di perairan Teluk Banten memiliki diameter
telur yang berkisar antara 0.05–1.08 mm. Diameter telur dengan frekuensi
tertinggi terdapat pada selang kelas 0.21–0.28 mm. Hubungan antara panjang ikan
dengan diameter telur R.kanagurta dinyatakan dengan y = 0.2361x0.2926 dimana
koefisien determinasinya (R2) adalah 0.7515.
25
FR (%)
20
15
10
5
0
Diameter telur (mm)
Diameter telur rata-rata
(mm)
Gambar 12 Diameter telur ikan kembung lelaki
y = 0.2361x0.2926
R² = 0.7515
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0
2
4
6
8
10
Berat gonad total (gram)
Gambar 13 Hubungan berat gonad total dengan diameter telur ikan kembung
lelaki
18
Pembahasan
Berdasarkan pengambilan sampel dari perairan Teluk Banten didapatkan
ikan kembung lelaki dengan ukuran 137–257 mm. Ukuran ini lebih besar jika
dibandingkan dengan R.kanagurta di perairan India yang berkisar 110–215 mm
(Ganga 2010). Ikan kembung lelaki betina terbanyak terdapat pada ukuran 181–
191 cm dengan jumlah 128 ekor dari total 338 ekor dan ikan jantan memiliki
jumlah terbanyak pada ukuran 170–180 mm dengan jumlah 94 ekor dari total 376
ekor. Jumlah ikan betina pada selang kelas panjang 137–191 mm terus bertambah
kemudian mulai berkurang sampai ukuran 257 mm, namun sempat mengalami
peningkatan pada selang kelas 225–335 mm dengan pertambahan 7 ekor dari
ukuran sebelumnya. Peningkatan jumlah juga dialami oleh ikan jantan pada selang
kelas 137–180 mm kemudian menurun hingga ukuran 257 mm. Seperti halnya
pada ikan betina, R.kanagurta jantan sempat meningkat jumlahnya pada ukuran
225–235 mm sebesar 24 ekor. Menurunnya jumlah R.kanagurta setelah mencapai
panjang 191 mm untuk betina dan 180 mm untuk jantan dapat disebabkan telah
terjadinya pemijahan atau penangkapan sehingga jumlah R.kanagurta yang
berukuran lebih besar sudah semakin sedikit di alam.
Dari hubungan panjang dan bobot R.kanagurta betina didapatkan persamaan
W = 0.0001L2.6507 dan W = 0.0001L2.7104 untuk ikan jantan. Model ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan R.kanagurta jantan lebih cepat dibandingkan
betina karena memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar. Berdasarkan uji
lanjut diketahui bahwa ttabel > thitung untuk kedua jenis ikan kembung lelaki yang
berarti tolak H0 dimana b ≠ 3 sehingga memiliki pertumbuhan alometrik. Dari
fungsi hubungan panjang-bobot diketahui nilai b < 3 yang berarti pertumbuhan
bersifat alometrik negatif atau pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan
bobot. Hal ini sesuai dengan penelitian Mosse dan Huttubessy (1996) serta
Andamari et al.(2012) yang menyatakan bahwa R.kanagurta atau famili
Scrombridae memiliki pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan bobot.
Faktor kondisi R.kanagurta berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada
masing-masing jenis kelamin dapat dikatakan berfluktuasi. Faktor kondisi
keseluruhan berkisar antara 0.8483–1.1788. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian Sivadas et al.(2006) yang menyatakan bahwa faktor kondisi
R.kanagurta berkisar antara 0.9–1.18. Ikan kembung lelaki tergolong montok jika
menggunakan perbandingan kemontokan oleh Saputra (2007). Secara keseluruhan
dapat dilihat bahwa faktor kondisi ikan kembung lelaki betina lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan. Faktor kondisi tertinggi pada ikan betina terjadi
pada selang kelas 137–147 mm dan 170–180 mm untuk ikan jantan.
Hasil penelitian menampilkan rasio kelamin ikan kembung lelaki betina
dengan jantan adalah 1 : 1.11. Uji Chi-Square menunjukkan Xhit ≠ Xtab sehingga
tolak H0 atau jumlah jantan dan betina tidak seimbang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suwarso et al. (2010) bahwa R.kanagurta jantan lebih dominan di
Teluk Jakarta. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan
pola tingkah laku antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas. genetika,
penyebaran yang tidak merata, kondisi lingkungan dan faktor penangkapan.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa R.kanagurta betina yang
telah matang gonad lebih sedikit dibandingkan ikan jantan. Dengan perbandingan
1 : 5 untuk TKG 3 dan 1 : 3.09 untuk TKG 4. Secara keseluruhan, R.kanagurta
19
yang telah matang gonad memiliki rasio 1 : 3.38 dimana jantan lebih banyak
dibandingkan betina. Perbandingan ini menunjukkan bahwa dalam reproduksinya,
tiga ikan jantan membuahi satu betina. Uji Chi-square menunjukkan Xhit ≠ Xtab
sehingga tolak H0 atau jumlah jantan dan betina tidak seimbang untuk setiap TKG.
Gambar 6 juga menunjukkan bahwa R.kanagurta pada ukuran 170–180 mm telah
terdapat ikan betina dengan TKG 4 dan 5 dan pada ukuran 156–169 mm telah
terdapat ikan jantan dengan TKG 3, 4 dan 5. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Mosse dan Hutubessy (1996) yang menunjukkan bahwa R.kanagurta
dengan ukuran < 200 mm di perairan sekitar Maluku belum terlihat adanya
perkembangan gonad. Perbedaan waktu matang gonad ini dapat disebabkan oleh
faktor genetik, pola makan dan pola persebaran.
Hubungan panjang dengan tingkat kematangan gonad pada ikan kembung
lelaki tidak jauh berbeda pada masing-masing kelamin. Pada R.kanagurta baik
betina maupun jantan, rata-rata panjang meningkat dari TKG 1 hingga TKG 4,
namun rata-rata panjang pada ikan TKG 5 tidak jauh berbeda dengan ikan TKG 1.
Hal ini dapat disebabkan keberadaaan makanan, laju hormon gonadotropin yang
mempengaruhi waktu matang gonad, faktor genetik dan kemungkinan terdapat
ikan yang telah memijah pada ukuran lebih kecil.
Analisis ukuran matang gonad pertama kali dengan menggunakan model
Spearman – Karber menunjukkan bahwa R.kanagurta betina mengalami matang
gonad pertama kali lebih cepat dibandingkan ikan jantan dengan perbedaan
ukuran 9.25 mm. Tabel 6 menunjukkan bahwa ikan betina mengalami matang
gonad pertama kali ketika mencapai ukuran panjang rata-rata 201.09 mm dengan
selang 194.24–208.18 mm dan ikan jantan pada ukuran rata-rata 211.07 mm
dengan selang 206.62–215.62 mm. Ukuran ini tidak jauh berbeda dibandingkan
hasil analisis Sudjastani (1974) di Laut jawa dengan ukuran matang gonad
pertama kali yaitu 180–205 mm dan Suwarso (2010) dengan ukuran 190–200 mm.
Ukuran matang gonad pertama kali yang berbeda dan cenderung meningkat
sejalan dengan waktu dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan keberadaan
makanan yang mulai menurun dari tahun ke tahun. Walaupun ukuran panjang
ikan betina ketika matang pertama kali lebih kecil dibandingkan ikan jantan,
proses reproduksi masih dapat terjadi karena pertumbuhan ikan jantan relatif lebih
cepat dibandingkan ikan betina. Menurut Udupa (1986), individu dari satu kelas
panjang yang sama tidak selalu mencapai panjang pertama kali matang gonad
pada ukuran sama karena ukuran pertama kali matang gonad sangat bervariasi
diantara maupun dalam jenis ikan itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 8 diketahui nilai IKG
R.kanagurta meningkat sejalan dengan meningkatnya TKG. Nilai IKG ikan betina
secara umum lebih besar dibandingkan dengan jantan. Hasil penelitian
menunjukkan R.kanagurta memiliki nilai IKG berkisar 0.0019–7.6307 dengan
rata-rata 0.4102. Hubungan panjang dengan TKG untuk IKG dengan selang kelas
0.0019–0.6854 dan 0.6954–1.3789 ditampilkan oleh Gambar 9. Dari Gambar 9a
terdapat peningkatan panjang selama perubahan TKG 1–3, namun menurun ketika
TKG 4 dan kembali ke ukuran sebelumnya pada TKG 5 yang menandakan
perbedaan panjang yang tidak jauh berbeda antara TKG 3–5. Berbeda dengan
Gambar 9b yang memiliki peningkatan panjang hanya ketika perubahan TKG 1–2
dan menurun ketika menjadi TKG 3–4. Hal ini dapat disebabkan kurangnya
sampel ikan dengan kisaran IKG tersebut. Namun jika dilihat dari struktur
20
keseluruhan dan selang kelas yang ada diketahui bahwa pertumbuhan TKG
sejalan dengan pertumbuhan panjang. Pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa
R.kanagurta di Teluk Banten memiliki IKG tertinggi pada akhir Juli hingga awal
Agustus yang menunjukkan musim pemijahannya. Hal ini tidak jauh berbeda
dengan pernyataan Sudjastani (1974) bahwa pemijahan ikan kembung lelaki
terjadi antara Oktober hingga Februari pada musim barat dan Juni hingga
September pada musim timur.
Fekunditas R.kanagurta berdasarkan hasil penelitian selama bulan Mei
hingga Agustus 2012 menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki mengeluarkan
9058–55 181 butir dengan rata-rata ±25 690 butir telur setiap kali memijah yang
tidak jauh berbeda dengan R.kanagurta di Teluk Thailand dengan ±20 000 butir
telur setiap pemijahan (Boonprakop 1966 in Sudjastani 1974). Hubungan panjang
dengan fekunditas ikan kembung lelaki dinyatakan dalam persamaan polinomial
yaitu F = -10.2147x2 + 4615.3971x – 487670.9963 yang berarti fekunditas
tertinggi dialami ikan ketika mencapai panjang 225.919 mm.
Diameter telur ikan kembung lelaki dari perairan Teluk Banten berada pada
selang kelas 0.05–1.08 mm. Puncak tertinggi sebaran diameter telur ikan ini
terdapat pada selang kelas 0.21–0.28 mm. Dari sebaran diameter telur terdapat
satu puncak yang menunjukkan bahwa R.kanagurta termasuk kedalam kelompok
ikan total spawner yang berarti ikan memijah tidak bertahap dimana ikan memijah
secara menyeluruh (Effendie 2002). Penelitian menunjukkan terdapat hubungan
antara berat gonad total (BGT) dengan diameter telur, semakin besar nilai BGT
maka semakin besar pula diameter telurnya. Dari hubungan BGT dengan diameter
telur didapatkan bahwa R.kanagurta memiliki diameter telur rata-rata terbesar
ketika BGT = 8.2377 gram dengan nilai 0.4940 mm.
Berdasarkan penelitian diketahui terdapat hubungan antara faktor kondisi,
TKG, IKG dan diameter telur. Faktor kondisi menunjukkan kemontokkan ikan
yang meningkat sejalan dengan peningkatan TKG, dimana semakin besar TKG
maka semakin besar pula nilai IKG. Ikan dengan nilai IKG tinggi umumnya
memiliki diameter telur yang juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
kondisi yang tinggi dapat menentukan diameter telur ikan tersebut.
Upaya pengelolaan yang dapat dilakukan agar R.kanagurta di perairan Teluk
Banten tetap lestari adalah pembatasan penangkapan setelah ikan mencapai
ukuran > 215.62 mm atau telah melalui masa pemijahan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki dengan ukuran ±215 mm memiliki
tinggi tubuh ±46 mm dengan lebar ±24.01 mm. Pembatasan penangkapan ikan
pada ukuran > 215.62 mm dapat diaplikasikan pada alat tangkap dengan bantuan
dari ukuran tinggi dan lebar ikan kembung lelaki.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian selama bulan Mei hingga Agustus 2012 didapatkan
bahwa pertumbuhan ikan kembung lelaki adalah alometrik negatif yang berarti
pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan bobot dan tergolong montok.
21
Ikan kembung lelaki jantan tumbuh lebih cepat dibandingkan ikan betina dengan
rasio kelamin 1.11 : 1. Analisis menunjukkan bahwa R.kanagurta betina
mengalami pertama kali matang gonad lebih cepat dibandingkan ikan jantan. Ikan
kembung lelaki mengalami musim pemijahan pada akhir Juli dengan tidak
bertahap (total spawner). Upaya pelestarian yang dapat dilakukan untuk ikan
kembung lelaki di Teluk Banten adalah dengan pembatasan ukuran penangkapan
ikan > 215 mm dengan tinggi tubuh ±46 mm dan lebar ±24.01 mm.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai ikan kembung lelaki yang
berasal dari perairan Teluk Banten untuk mengetahui lebih tepat musim
pemijahannya dalam setahun. Analisis mengenai stok ikan kembung lelaki di
Teluk Banten juga diperlukan untuk pengelolaannya lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Adi NS & Rustam A. 2010. Studi awal pengukuran system CO2 di Teluk Banten.
Di dalam : Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan IV. Ikatan Sarjana
Oseanologi Indonesia 2010 [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak
diketahui]. Bogor (ID) : LPSDKP. [Diunduh 2012 Desember 27]. Tersedia
pada
:
http://www.lpsdkp.litbang.kkp.go.id/index.php/prosiding?download=9%3Astu
di-awal-pengukuran-sistem-co2-di-teluk-banten.pdf
Andamari R, Hutapea JH, & Prisantoso BI. 2012. Aspek reproduksi ikan tuna
sirip kuning (Thunnus albacores). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan. 4(1) :
89–96.
Al-Zibdah M, Odat N. 2007. Fishery status, growth, reproduction biology and
feeding habit of two scombrid fish from the Gulfof Aqaba, Red Sea. Lebanese
Science Journal. 8(2).
Burhanuddin, Martosewojo S, Adrim M, Hutomo M. 1984. Sumberdaya ikan
kembung. Proyek Studi Potensi Sumber Daya Alam Indonesia, Studi Potensi
Sumber Daya Ha
(Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817)
DARI PERAIRAN TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG
DIAN SAFARINI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Reproduksi
Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk
Banten, Kabupaten Serang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Dian Safarini
NIM C240920071
ABSTRAK
DIAN SAFARINI. Potensi Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger
kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang.
Dibimbing oleh YONVITNER dan ALI MASHAR.
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) merupakan salah satu ikan
ekonomis penting yang didaratkan di PPN Karangantu, Kabupaten Serang.
Informasi R.kanagurta di lokasi ini masih sedikit sehingga diperlukan kajian
reproduksi untuk pengelolaan lebih lanjut. Melalui penelitian, diketahui pola
reproduksi R.kanagurta dari Teluk Banten. Penelitian dilakukan dari Mei hingga
Agustus 2012 melalui pengumpulan sampel dan data di lapangan yang meliputi
panjang dan bobot total, tinggi serta lebar tubuh, di laboratorium berupa bobot dan
volume gonad, serta diameter telur. Hasil menunjukkan bahwa ikan berukuran
137–257 mm dengan pertumbuhan alometrik negatif dimana pertumbuhan jantan
lebih cepat dibandingkan betina. Faktor kondisi R.kanagurta berkisar antara
0.8483–1.1788. Rasio kelamin ikan jantan dengan betina adalah 1.11 : 1 dengan
ukuran pertama kali matang gonad adalah 220.32 mm untuk betina dan 211.07
mm untuk jantan. Nilai IKG ikan betina lebih tinggi dibandingkan jantan dimana
nilai tertinggi terdapat diakhir Juli yang menunjukkan musim pemijahannya. Ikan
ini merupakan total spawner dan mengeluarkan ±25 691 butir telur dalam sekali
pemijahan. Diameter telur ikan ini berkisar antara 0.05–1.08 mm.
Kata kunci: ikan kembung, reproduksi, Teluk Banten
ABSTRACT
DIAN SAFARINI. Reproductive Potential of Indian Mackerel (Rastrelliger
kanagurta Cuvier 1817) from The Waters of Banten Bay, Serang Distrik.
Supervised by YONVITNER and ALI MASHAR.
Indian mackerel (Rastrelliger kanagurta) is one of the economically
important fish that were landed in PPN Karangantu, Serang District. R.kanagurta
information in this location is not enough, its necessary to study about
reproduction for further management. Through this study, reproduction pattern of
R.kanagurta from Banten Bay are determined. The study conducted from May to
August 2012, with sample and data collection in the field covering total length
and weight, height and width of the body, whereas in the laboratory such as gonad
weight and volume, as well as diameter of the egg. The results showed the length
of the fishes are between 137-257 mm with negative allometric growth where
males growth faster than females. Condition factors ranged from 0.8483 to
1.1788. The sex ratio between males and females is 1.11: 1 with the first size of
mature gonad 220.32 mm for female and 211.07 mm for male. IKG value of
female fishes are higher than males where the biggest value in late July showed
the spawning season. This fish are total spawner that release ±25 691 eggs in a
single spawning. Eggs diameter ranged from 0.05 to 1.08 mm.
Keywords: reproduction, Indian mackerel, Banten Bay.
POTENSI REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI
(Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817)
DARI PERAIRAN TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG
DIAN SAFARINI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Potensi Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta
Cuvier 1817) dari Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang.
Nama
: Dian Safarini
NIM
: C24090071
Disetujui oleh
Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si
Pembimbing I
Ali Mashar, S.Pi, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 15 Februari 2013
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Potensi Reproduksi Ikan
Kembung Lelaki (Rastreliger kanagurta Cuvier 1817) dari Perairan Teluk
Banten, Kabupaten Serang” dapat diselesaikan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si dan Bapak
Ali Mashar, S.Pi, M.Si yang telah membantu dalam memberikan bimbingan,
masukan, serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan
keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis berharap hasil
penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Februari 2013
Dian Safarini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)
2
Pertumbuhan
3
Reproduksi
4
METODE
5
Alat dan Bahan
6
Proses Pengumpulan Data
6
Analisis Data
7
Analisis Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
11
Hasil
11
Pembahasan
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
33
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Data, alat, satuan data dan lokasi pengumpulan
Klasifikasi tingkat kematangan gonad
Rasio kelamin ikan kembung lelaki dari Teluk Banten
Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki
Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki (R.kanagurta)
Jumlah, panjang dan fekunditas ikan kembung lelaki pada TKG 3 dan 4
6
9
13
13
15
16
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)
Wilayah pengambilan contoh
Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki
Hubungan panjang-bobot ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Faktor kondisi ikan kembung lelaki
TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Hubungan panjang-TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki
Hubungan panjang dengan TKG untuk IKG 0.0019-0.6854 (a) dan
0.6954-1.3789 (b)
Indeks kematangan gonad setiap pengambilan contoh
Hubungan fekunditas dengan panjang ikan kembung lelaki
Diameter telur ikan kembung lelaki
Hubungan berat gonad total dengan diameter telur ikan kembung lelaki
3
6
12
12
12
14
14
15
15
16
16
17
17
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki (R.kanagurta)
Hasil regresi dan tabel anova dari hubungan panjang-bobot ikan
kembung lelaki betina
3 Hasil regresi dan tabel anova dari hubungan panjang-bobot ikan
kembung lelaki jantan
4 Distribusi faktor kondisi dan standar deviasi ikan kembung lelaki
5 Uji Chi-square pada rasio kelamin ikan kembung lelaki
6 Distribusi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina dan
jantan
7 Indeks kematangan gonad rata-rata dan standar deviasi pada ikan
kembung lelaki
8 Fekunditas dan diameter telur ikan kembung lelaki betina yang telah
matang gonad
9 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki betina
10 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki jantan
11 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
25
25
26
27
27
28
28
29
30
31
32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang pantai
mencapai 104 000 km. Luas wilayah laut Indonesia adalah 5 176 800 km2 yang
terdiri atas 284 210.9 km2 wilayah laut teritorial, 2 981 211 km2 wilayah laut zona
ekonomi eksklusif dan 279 322 km2 wilayah laut 12 mil. Luas wilayah daratan
hanya 1 910 931.32 km2, termasuk perairan seperti danau, situ, rawa, dan sungai
(KKP 2011). Potensi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai
sumberdaya kelautan yang besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan
non-hayati kelautan.
Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Karangantu terletak di Kecamatan
Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Secara geografis, pelabuhan ini
terletak pada 06o02’LS–106o09’BT. Produksi hasil laut PPN Karangantu berasal
dari daerah sekitar Teluk Banten dan telah menjadi kebutuhan masyarakat
khususnya di Provinsi Banten. Luas Teluk Banten mencapai ±120 km2 dengan
panjang garis pantai ±22.5 km, termasuk didalamnya ekosistem bawah laut seperti
padang lamun dan terumbu karang (Adi dan Rustam 2010). Salah satu
sumberdaya ikan ekonomis penting di Teluk Banten adalah ikan kembung lelaki.
Ikan kembung lelaki (R.kanagurta) merupakan salah satu jenis ikan laut
yang bergerombol di permukaan laut pada musim-musim tertentu, sehingga
mudah sekali tertangkap. Ikan ini merupakan komoditas perikanan penting yang
diminati banyak orang untuk dikomsumsi dalam pemenuhan gizi sehari-hari
karena harganya yang murah dan gizinya yang cukup tinggi. Tingginya minat
masyarakat terhadap R.kanagurta mendorong banyak pelaku perikanan untuk
mengeksploitasi sumberdaya ini tanpa memerhatikan keberlanjutan dari kegiatan
tersebut. Keberlanjutan kesediaan ikan ditentukan oleh potensi pertumbuhan dan
reproduksi ikan tersebut. Eksploitasi yang terus menerus tanpa memerhatikan
keberlanjutannya dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas
sumberdaya yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kepunahan spesies.
Tingkat eksploitasi R.kanagurta di Provinsi Banten dapat terlihat dari hasil
tangkapan yang terus menurun walaupun upaya penangkapan telah ditingkatkan,
produksi R.kanagurta di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2000 sebesar 3072.10
ton dengan upaya 12 unit dan terus menurun hingga tahun 2009 mecapai 1654.30
ton dengan upaya 27 unit (DKP Provinsi Banten 2011). Penurunan populasi
R.kanagurta juga dapat disebabkan oleh degradasi kualitas lingkungan pesisir,
termasuk pencemaran perairan akibat aktivitas manusia, kegiatan perikanan yang
merusak, penangkapan ikan berlebih dan dilakukan secara tidak sah baik oleh
pelaku dalam negeri maupun pihak asing di Indonesia. Menurut Mahyuddin
(2012), penurunan sumberdaya ikan dapat mengakibatkan Indonesia kesulitan
dalam meningkatkan produksi secara nyata melalui kegiatan perikanan tangkap.
Kajian R.kanagurta di PPN Karangantu, Serang, Provinsi Banten sampai
saat ini belum banyak sehingga informasi bagi pengelolaannya masih sangat
terbatas. Agar stok R.kanagurta di PPN Karangantu tetap lestari, diperlukan
pengelolaan berkelanjutan dari semua aspek termasuk reproduksinya. Dalam
reproduksi ikan, hal yang harus diketahui adalah indeks kematangan Gonad (IKG),
2
tingkat kematangan gonad (TKG), ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas,
dan diameter telur. Dengan mengetahui reproduksinya, dapat dibuat kebijakan
penangkapan dan pengelolaan berkelanjutan yang akan mempertahankan kualitas
dan kuantitas R.kanagurta di perairan, khususnya perairan Teluk Banten.
Perumusan Masalah
Ikan kembung lelaki bersifat milik bersama yang dapat dimanfaatkan secara
bebas oleh setiap individu. Hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya
over-exploitation ikan di Indonesia. Eksploitasi berlebih ini perlu dicegah
mengingat sifat sumberdaya ikan dapat pulih hanya pada waktu-waktu tertentu.
Demikian pula dengan R.kanagurta di perairan Teluk Banten. Keberadaan
R.kanagurta di alam harus dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi
keberlanjutan pemanfaatannya. Dalam mewujudkan pelestariannya diperlukan
informasi mendasar mengenai tingkat kematangan gonad, indeks kematangan
gonad, fekunditas, diameter telur, dan ukuran pertama kali matang gonad agar
diketahui ukuran dan jumlah ikan yang layak dieksploitasi. Hal ini berguna untuk
menentukan perencanaan perikanan yang optimum. Oleh karena itu, pengkajian
aspek reproduksi R.kanagurta penting untuk dilakukan sebagai salah satu dasar
pengelolaan ikan kembung lelaki di perairan Teluk Banten agar berkelanjutan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola reproduksi ikan kembung
lelaki (R.kanagurta) dari perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN
Karangantu, Kabupaten Serang, Propinsi Banten.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pengelolaan ikan
kembung lelaki (R.kanagurta) di perairan Teluk Banten agar tetap lestari sehingga
dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)
Ikan kembung merupakan ikan pelagis kecil yang sangat potensial di
Indonesia dan dibedakan menjadi R.kanagurta, R.branchysoma, dan R.faughni
(Matsui 1967, Froese and Pauly 2009 in Darlina et al. 2011). Menurut Isa et al.
(1996), angka kematian R.kanagurta cukup tinggi dibandingkan spesies lain.
R.kanagurta adalah ikan yang menyebar luas di wilayah Indo-Pasific (Ganga
2010) dan umumnya ditangkap menggunakan gillnets (Jawad et al. 2011).
3
Gambar 1 Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)
“Diadaptasi dari KKP (2012) dalam www.pipp.kkp.go”
Rastrelliger kanagurta memiliki insang yang panjang dan terlihat ketika
mulut dibuka. R.kanagurta memiliki dua sirip dorsal terpisah, sirip dorsal dan anal
diikuti 5–6 finlet. Ikan ini berwarna keperakan dengan dua baris bintik-bintik
gelap di sisi sirip dorsal dan satu noda hitam di belakang sirip pektoral.
R.kanagurta memiliki punggung biru kehijauan dengan sirip dorsal kekuningan
dan ujung yang hitam. Menurut Saanin (1984), R.kanagurta dapat mencapai
panjang 35 cm. Klasifikasi ikan kembung lelaki menurut Saanin (1984) adalah :
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Ordo
: Percomorpi
Sub Ordo
: Scombroidea
Famili
: Scombridae
Genus
: Rastrelliger
Spesies
: Rastrelliger kanagurta, (Cuvier 1817)
Nama Inggris : Indian mackerel
Nama Lokal : Banyar, Como-como, Kembung Lelaki
Pertumbuhan
Yohannan dan Sivadas (2003) in Ganga (2010) menyebutkan bahwa panjang
rata-rata R.kanagurta di pantai barat India berkisar antara 110–150 mm dengan
jumlah terbanyak pada ukuran 145 mm, ukuran ini lebih kecil dibandingkan di
pantai timur India yang berkisar antara 175–215 mm dengan jumlah terbanyak
pada ukuran 195 mm. Ganga (2010) juga menyatakan bahwa ikan kembung lelaki
memiliki pertumbuhan yang relatif cepat khususnya saat masa juvenil
Hubungan Panjang – Bobot
Hubungan panjang-bobot R.kanagurta menurut Sivadas et al. (2006) adalah
alometrik dimana persamaannya W = 0.0000014L3.14 dan nilai R2 = 0.98. Mosse
dan Huttubessy (1996) mengekspresikan hubungan panjang-bobot R.kanagurta
dari Selat Seram dengan W = 0.004L3.26. Mereka menyatakan bahwa pertumbuhan
panjang R.kanagurta lebih cepat dibandingkan dengan bobot. Andamari et al.
(2012) menunjukkan bahwa famili Scombridae memiliki sifat pertumbuhan
alometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan bobot.
Menurut Nugraha dan Mardlijah (2006), ikan tuna sirip kuning (Thunnus obesus),
4
famili Scombridae, memiliki hubungan panjang–bobot W = 0.0003L2.4703 untuk
jantan dan W = 0.0002L2,5671 untuk betina serta bersifat alometrik positif dimana
pertumbuhan bobot lebih cepat dibandingkan panjang.
Faktor kondisi
Saputra (2007) menyebutkan nilai faktor kondisi antara 2–4 menunjukkan
bahwa ikan berbentuk agak pipih (tidak montok) dan nilai 1–3 menunjukkan
bahwa ikan kurang pipih (montok). Penelitian Sivadas et al. (2006) menunjukkan
faktor kondisi R.kanagurta per kelas panjang bervariasi antara 0.9–1.18 dengan
nilai tertinggi saat ikan berukuran 145 mm. Al-Zibdah dan Odat (2007)
menyatakan FK tertinggi terjadi selama Oktober–Desember dan terendah pada
Februari–April dengan perubahan nilai yang tidak jauh berbeda, yaitu 0.3.
Reproduksi
Reproduksi membentuk keanekaragaman dan kombinasi genetik yang
mendukung adaptasi lingkungan (Jenning et al. 2001). Mosse dan Hutubessy
(1996) menduga R.kanagurta di sekitar Pulau Ambon memijah sepanjang tahun
dengan selang 4 minggu, berbeda dengan R.kanagurta di Laut Jawa yang memijah
sekali dalam setahun (Sudjastani 1974).
Rasio kelamin
Rasio kelamin R.kanagurta jantan dengan betina dari perairan Laut Jawa
adalah 1 : 1.1 (Sudjastani 1974), tidak jauh berbeda dengan pendapat Zamroni et
al. (2008) yaitu 1 : 1.086 dimana betina lebih dominan dibandingkan jantan.
Sesuai hasil penelitian Suwarso et al. (2010) yang mendapatkan dominan jantan di
Teluk Jakarta namun dominan betina di Belanakan, Indramayu dan Tegal.
Tingkat kematangan gonad
Suwarso et al. (2010) menyatakan semakin tinggi TKG maka berat tubuh
ikan betina juga semakin bertambah. Ia juga menyatakan bahwa ikan kembung
lelaki betina dewasa dalam kondisi early mature memiliki berat rata-rata 86.5
gram dan dalam kondisi fully mature memiliki berat rata-rata 96.3 gram.
Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran matang gonad pertama kali R.kanagurta jantan berkisar antara
171.13–174.27 mm dan 172.1–174.7 mm untuk betina (Sivadas et al. 2006).
Menurut Mosse dan Hutubessy (1996), ikan kembung lelaki di perairan Maluku
dengan ukuran < 20 cm belum terlihat ada perkembangan gonad. R.kanagurta
matang gonad pertama kali pada panjang 24 cm. Sekharan (1958) in Ganga (2010)
berpendapat R.kanagurta matang gonad pada panjang 200–220 mm. Sudjastani
(1974) menyebutkan R.kanagurta dari Laut Jawa matang gonad pertama kali saat
panjang 180–205 mm, berbeda dengan analisis Suwarso (2010) yang
mendapatkan ukuran 160–170 mm. Ganga (2010) menyatakan R.kanagurta di
India matang gonad pertama kali saat 162–196 mm. Menurut Udupa (1986),
individu dari satu kelas panjang tidak selalu mencapai panjang pertama kali
5
matang gonad yang sama karena ukuran tersebut sangat bervariasi diantara
maupun dalam jenis ikan itu sendiri.
Indeks kematangan gonad
Rastrelliger spp. yang matang tidak selalu memiliki IKG maksimum karena
diduga terjadi proses pematangan lebih cepat pada telur walaupun ovarium
tumbuh sempurna (Zamroni et al. 2008). Pada penelitian Zamroni et al. (2008),
IKG ikan kembung matang gonad berkisar 0.49–6.98 dengan rata-rata 3.42. Ia
juga menyebutkan bahwa IKG R.brachysoma berkisar 0.13–11.24. Suwarso
(2010) menyatakan bahwa R.kanagurta di Laut Jawa yang memiliki IKG tertinggi
berada di daerah Belanakan dengan kisaran 0.17–35.79 dan rata-rata 1.87.
Fekunditas
Boonprakop (1966) in Sudjastani (1974) menyatakan bahwa R.kanagurta
betina di perairan Teluk Thailand mengeluarkan ±20 000 butir telur setiap kali
memijah. Menurut Suwarso et al. (2010), R.kanagurta betina yang matang gonad
sepenuhnya (fully mature) dengan berat gonad 24.3 gram memiliki jumlah telur
±5930 butir. Menurut Ganga (2010), fekunditas relatif R.kanagurta berkisar
antara 476±163 butir telur per gram bobot tubuhnya.
Diameter telur
Menurut Burhanuddin et al. (1984), butir-butir telur Rastrelliger spp.
berukuran kecil dan meragukan hasil dari penelitian Boonprakop yang
menyatakan diameter telur rata-rata R.kanagurta adalah 86 µ dengan gelembung
minyak rata-rata 226. Ganga (2010) menyebutkan R.kanagurta umumnya
mengeluarkan telur dengan diameter 750–1000 µ.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama bulan Mei–Agustus 2012. Sampel ikan berasal
dari Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Kabupaten
Serang. Analisis reproduksi dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Wilayah pengambilan contoh
“Diadaptasi dari DKP (2011) dengan seizin penerbit KKP”
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan selama penelitian adalah alat bedah, botol atau
plastik sampel, kaca preparat, timbangan analog dan digital, kertas label, tissue,
penggaris, jarum pentul, kantong plastik, cawan petri, gelas ukur, pipet tetes,
mikroskop, mikrometer, kalkulator, dan jangka sorong. Bahan yang digunakan
selama penelitian antara lain ikan kembung lelaki dan formalin 4%.
Proses Pengumpulan Data
Data dalam penelitian mengenai ikan kembung lelaki (R.kanagurta) ini
dikumpulkan secara langsung di lapangan dan di laboratorium. Sampel ikan
dengan total 714 ekor diambil secara acak sejumlah 100 ekor pada sampel ke-1,
101 ekor pada sampel ke-2, 96 ekor pada sampel ke-3, 108 ekor pada sampel ke-4,
110 ekor pada sampel ke-5, 98 ekor pada sampel ke-6, dan 101 ekor pada sampel
ke-7 dari pengumpul di PPN Karangantu, Kabupaten Serang. Bentuk data dan
pengumpulan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data, alat, satuan data dan lokasi pengumpulan
Data
Panjang total
Bobot tubuh
Tinggi tubuh
Lebar tubuh
Bobot gonad
Volume gonad
Fekunditas
Diameter telur
Alat Pengumpulan
Penggaris
Timbangan Analog
Penggaris
Jangka sorong
Timbangan digital
Gelas ukur
Handy counter
Mikroskop dengan mikrometer
Satuan
mm
gram
mm
mm
mm
ml
butir
mm
Lokasi Pengumpulan
Lapangan
Lapangan
Lapangan
Lapangan
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
7
Rastrelliger kanagurta diukur panjang total dan tinggi tubuhnya
menggunakan penggaris serta lebar tubuh dengan jangka sorong, setelah itu
ditimbang bobotnya dengan timbangan analog yang ketiganya dilakukan di
lapangan. Proses selanjutnya adalah penentuan TKG yang dilakukan dengan
pembedahan ikan dan pengeluaran gonad di laboratorium. Tingkat kematangan
gonad ditentukan dengan pengamatan visual atau penglihatan peneliti. Gonad
yang telah terpisah kemudian ditimbang dengan timbangan digital dan diukur
volumenya dengan gelas ukur. Gonad diawetkan menggunakan formalin 4%.
Gonad ikan betina TKG 3 dan 4 yang telah diawetkan selanjutnya
dipisahkan dan diambil bagian anterior, tengah dan posterior dari masing-masing
gonad untuk dihitung bobot gonad sampel total menggunakan timbangan digital
dan volumenya dengan gelas ukur. Setelah itu dilakukan pengenceran 10 ml pada
tiap bagian. Gonad yang telah diencerkan kemudian diambil 1 ml dan dihitung
jumlah telur untuk dianalisis fekunditasnya. Pengukuran diameter menggunakan
mikroskop dengan mikrometer yang telah ditera. Telur yang diukur diameternya
diambil 50 butir dari setiap bagian pada gonad TKG 3 dan 4 kemudian dibariskan
di atas preparat. Selanjutnya telur diukur di bawah mikroskop dengan metode
penyapuan menggunakan perbesaran 4 x 10.
Analisis Data
Pertumbuhan
Hubungan panjang – bobot
Pertumbuhan suatu individu dapat dianalisis dengan menggunakan
parameter panjang dan berat. Rumus yang digunakan yaitu (King 2007) :
Keterangan
: W
a
L
b
=
=
=
=
bobot (gram)
intersep
panjang (mm)
koefisien pertumbuhan
Dengan pendekatan regresi linier, hubungan kedua parameter dapat dilihat
melalui tahap interpolasi. Pada hukum kubik ini diasumsikan bahwa idealnya
seluruh ikan mengalami pertambahan panjang dan berat secara bertahap dengan
pertambahan panjang senilai dengan tiga kali pertambahan berat (Effendie 2002).
Setiap ikan memiliki panjang dan bobot berbeda tergantung musim dan jenis
kelamin. Hubungan panjang-bobot ikan betina dengan jantan dapat berbeda
dikarenakan perkembangan gonadnya. Korelasi hubungan dilihat dari nilai b
dengan hipotesis :
1. Bila b = 3, hubungan isometrik (pertumbuhan panjang sama dengan berat)
2. Bila b ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan alometrik yaitu :
a. Bila b > 3, alometrik positif (pertambahan berat lebih dominan)
b. Bila b < 3, alometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan)
yang ditentukan dengan uji t (Walpole 1995) :
8
Keterangan :
Keterangan : b0
KTS
x
n
=
=
=
=
3
Kuadrat tengah sisa yang didapatkan dari tabel ANOVA.
Logaritma panjang ikan kembung lelaki.
Jumlah ikan kembung lelaki (betina / jantan).
Faktor kondisi
Faktor kondisi (FK) adalah keadaan ikan dalam angka-angka berdasarkan
data panjang dan berat. Pengamatan dilihat dari tiga model pengamatan yaitu :
Kt = kondisi yang diamati berdasarkan panjang total
Ks = kondisi yang diamati berdasarkan data panjang standar (baku)
Kf = kondisi yang diamati berdasarkan data panjang cagak
Naik dan turun faktor kondisi adalah indikasi musim pemijahan. Ikan
cenderung menggunakan cadangan lemak sebagai sumber tenaga pemijahan,
sehingga mengalami penurunan faktor kondisi. Jika pertumbuhan memiliki
hubungan isometrik, maka model menurut Effendie (2002) adalah:
Pola pertumbuhan yang ditemukan memiliki hubungan alometrik dan dapat
berupa hubungan alometrik negatif maupun positif. Model perhitungan yang dapat
digunakan adalah :
Keterangan : K = Faktor kondisi
W = Bobot ikan (gram)
L = Panjang ikan (mm)
Reproduksi
Rasio kelamin
Rasio kelamin (sex ratio) diamati karena adanya perbedaaan tingkah laku
reproduksi, kondisi lingkungan dan penangkapan dalam populasi ikan. Proporsi
jantan dan betina dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Effendie 2002) :
Keterangan : PJ = Proporsi Jenis (jantan atau betina)
A = Jumlah jenis ikan tertentu (jantan atau betina)
B = Jumlah total individu ikan yang ada
Standar deviasi dari rasio kelamin tersebut adalah :
pada selang kepercayaan 95% didapatkan nilai 1.64 dari tabel z (Walpole 1995) :
9
Tabel 2 Klasifikasi tingkat kematangan gonad
TKG
1
2
3
4
5
Sumber
Betina1)
Belum berkembang, kecil,
tembus cahaya, tidak terlihat
mata telanjang
Jantan2)
Testes seperti benang, lebih
pendek, ujungnya di ringga
tubuh, jernih
Testes lebih besar, pewarnaan
Tidak tembus cahaya,
putih susu, bentuk lebih jelas
berwarna orange, terlihat.
dari TKG 1
Besar, bulat, memenuhi
Testes nampak bergerigi, warna
rongga tubuh, berwarna orange makin putih, dalam keadaan
kecoklatan
diawetkan mudah putus
Besar, terdapat rongga antar
Seperti TKG 3 tampak lebih
telur, butir telur telihat,
jelas, testes makin pejal dan
mengeluarkan telur jika
rongga tubuh penuh, warna putih
ditekan.
susu
Ovari berkerut, butir telur sisa Tetes bagian belakang kempis
terdapat di dekat pelepasan
dan dekat pelepasan masih terisi
: 1) King (2007)
2) Effendie (2002)
Untuk melihat seimbang atau tidaknya rasio kelamin dalam suatu populasi,
diperlukan uji Chi-Square (Steel dan Torrie 1980) :
Keterangan : X2 = Nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya
menghampiri sebaran khi-kuadrat.
oi = Jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang diamati.
ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina.
Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad (TKG) diamati menggunakan klasifikasi
menurut King (2007) untuk ikan betina dan Casie in Effendie (2002) untuk ikan
jantan yang ditampilkan pada Tabel 2.
Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran panjang pertama kali matang gonad dapat diduga dengan cara
Spearman–Karber seperti yang diusulkan Udupa (1986).
Keterangan :
dan
dengan selang kepercayaan 95%, maka selang ukuran pertama kali matang gonad
dapat dihitung dengan :
10
Keterangan : m
Xk
= Log panjang ikan pada kematangan gonad pertama.
= Log nilai tengah kelas panjang dimana semua ikan (100%)
sesudah matang gonad.
= Proporsi ikan matang pada kelas ke-i.
= Jumlah ikan matang pada kelas panjang ke-i.
= Jumlah seluruh ikan pada kelas panjang ke-i.
pi
ri
ni
Indeks kematangan gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah perbandingan berat gonad terhadap
tubuh ikan. Pertumbuhan IKG sama dengan TKG dan mencapai maksimum saat
pemijahan. IKG dihitung dengan rumus berikut (King 2007) :
Keterangan : BG = Berat gonad (gram)
BT = Berat tubuh (gram)
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur telah masak sebelum dikeluarkan ikan ketika
memijah. Dalam penelitian digunakan metode gabungan untuk menentukan
fekunditasnya. Menurut Effendie (2002), fekunditas dapat dihitung dengan :
Keterangan : F
X
G
Q
V
=
=
=
=
=
Fekunditas yang dicari
Jumlah telur yang ada dalam 1 ml
Berat gonad total
Berat gonad contoh
Volume pengenceran (10 ml)
Hubungan antara fekunditas dan panjang dinyatakan dengan hubungan non
linear menggunakan persamaan dalam regresi polinomial (Steel dan Torrie 1960) :
Keterangan : F
= Fekunditas (butir)
a, b, c = Konstanta hasil regresi
X
= Panjang total (mm)
Diameter telur
Data diameter telur yang telah diperoleh dikonversi dengan dikalikan nilai
konversi 0.025. Selanjutnya dicari jumlah kelas dan dibuat selang kelas dari hasil
konversi kemudian frekuensi pada tiap selang kelas. Presentase diameter telur per
selang kelas panjang menurut Effendie (2002) dihitung dengan rumus :
Keterangan : P = Presentase diameter telur per selang kelas panjang
mi = Frekuensi ikan pada selang kelas ke-i
Mj = Jumlah ikan TKG ke-j
11
Analisis Statistik
Analisis stastistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Regresi Linear
Sederhana (RLS) dan uji t untuk mengetahui hubungan panjang-bobot dan bobot
gonad total-diameter. Hubungan ini didapatkan dengan regresi sehingga terbentuk
persamaan :
Keterangan : y
x
= Bobot (gram)
= Panjang (mm)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pertumbuhan
Sebaran frekuensi panjang
Jumlah ikan kembung lelaki selama Mei–Agustus 2012 sebanyak 714 ekor.
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa sebagian besar R.kanagurta dari Teluk
Banten umumnya terdapat pada ukuran 170–191 mm. Ikan jantan terbanyak
terdapat pada ukuran 170–180 mm dengan jumlah 25.8% dari total ikan jantan
keseluruhan. Ikan betina terbanyak terdapat pada ukuran 181-191 mm dengan
jumlah 37.87% dari total keseluruhan ikan betina yang ada.
Hubungan panjang–bobot
Hubungan panjang dengan bobot ikan kembung lelaki betina pada Gambar 4
dinyatakan dalam persamaan W = 0.0001L2.6507 dengan koefisien determinasi
0.6895 dan W = 0.00001L2.7104 untuk jantan dengan koefisien determinasi 0.8328.
Setelah dilakukan uji lanjut didapat nilai ttabel untuk ikan betina adalah 1.9663
dengan nilai thitung adalah 3.6001. Uji lanjut untuk ikan jantan menghasilkan nilai
ttabel sebesar 1.9670 dan thitung sebesar 73.4304.
Faktor kondisi
Faktor kondisi ikan kembung lelaki baik jantan maupun betina dapat
dikatakan berfluktuasi. Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa faktor kondisi
ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan dengan ukuran panjang yang
sama. Faktor kondisi terkecil ikan betina terdapat pada ukuran 148–158 mm yaitu
1.0210 dan tertinggi pada ukuran 225–235 mm yaitu 1.2571. Ikan jantan memiliki
faktor kondisi terendah yaitu 0.8483 pada ukuran 148–158 mm dan tertinggi pada
ukuran 170– 180 mm yaitu 1.0335.
12
Jumlah ikan (ekor)
140
120
100
Jantan
80
Betina
60
40
20
0
Selang kelas (mm)
300
250
200
150
100
50
0
W = 0.0001L2.6507
R² = 0.6895
120 150 180 210 240 270
Panjang (mm) [a]
Bobot (gram)
Bobot (gram)
Gambar 3 Distribusi frekuensi panjang ikan kembung lelaki
250
200
150
100
50
0
W = 0.0001L2.7104
R² = 0.8328
120 150 180 210 240 270
Panjang (mm) [b]
Faktor kondisi
Gambar 4 Hubungan panjang-bobot ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
2.0
1.5
1.0
0.5
Betina
0.0
Jantan
Selang kelas panjang (mm)
Gambar 5 Faktor kondisi ikan kembung lelaki
13
Reproduksi
Rasio kelamin
Ikan kembung lelaki selama Mei–Agustus 2012 di Teluk Banten memiliki
rasio kelamin yang bervariasi. Tabel 3 menunjukkan R.kanagurta jantan lebih
banyak dibandingkan betina dengan perbandingan 1.11 : 1 dan pada SK 95%
berkisar antara 0.4427–0.5040 untuk betina serta 0.4933–0.5573% untuk jantan
dari populasi yang ada. Setelah uji Chi-Square didapatkan nilai Xhit sebesar
33.7361 dan Xtab sebesar 2.7764.
Tingkat kematangan gonad
Tingkat kematangan gonad R.kanagurta di Teluk Banten bervariasi selama
periode pengambilan sampel. Tabel 4 menampilkan jumlah ikan pada jenisnya
masing-masing terhadap TKG. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa ikan betina
memiliki jumlah yang lebih banyak pada TKG 1,2 dan 4. Namun pada TKG 3 dan
4, ikan jantan memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan betina pada TKG
yang sama.
Gambar 6 menunjukkan R.kanagurta betina sudah terdapat TKG 4 dan 5
pada selang 170–180 mm. Pada ikan jantan telah terdapat TKG 3, 4 dan 5 pada
selang 159–169 mm. Gambar 6 juga menunjukkan hanya terdapat ikan TKG 4
pada ikan betina ukuran 225–235 mm dan 247 – 257 mm untuk ikan jantan.
Hubungan panjang dengan TKG dapat dilihat pada Gambar 7 dapat
diketahui bahwa pada R.kanagurta jantan maupun betina mengalami peningkatan
rata-rata panjang sejalan pertambahan TKG. Peningkatan rata-rata panjang terjadi
pada TKG 1 hingga 4 namun rata-rata panjang lebih kecil terdapat pada ikan
dengan TKG 5.
Tabel 3 Rasio kelamin ikan kembung lelaki dari Teluk Banten
Jenis
kelamin
Rasio kelamin
Proporsi
Selang kepercayaan
Betina
0.4734
0.4427 < 0.4734 < 0.5040
Jantan
0.5266
0.4933 < 0.5266 < 0.5573
Tabel 4 Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki
TKG
Betina
Jantan
Total
1
387
199
188
2
210
111
99
3
24
4
20
4
90
22
68
5
3
2
1
Jumlah
338
376
714
)
* Signifikan pada selang kepercayaan 95%.
Rasio
1.06 : 1
1.12 : 1
1:5
1 : 3.09
2:1
Xhit
Xtab
0.3127
0.5769
12.7062
9
23.5111*
0.3333
TKG
14
100%
80%
60%
40%
20%
0%
TKG 5
TKG 4
TKG 3
TKG 2
TKG 1
TKG
Selang kelas (mm) [a]
100%
80%
60%
40%
20%
0%
TKG 5
TKG 4
TKG 3
TKG 2
TKG 1
Selang kelas (mm) [b]
Gambar 6 TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
5
167
179
5
220
4
214
3
191.72
2
179.48
1
150 180 210 240 270 300 330 360
Panjang (mm) [a]
TKG
TKG
4
227.79
199.65
3
192.76
2
179.09
1
150 180 210 240 270 300 330 360
Panjang (mm) [b]
Gambar 7 Hubungan panjang-TKG ikan kembung lelaki betina (a) dan jantan (b)
Ukuran pertama kali matang gonad
Dari 714 ekor sampel ikan kembung lelaki didapatkan 7.69% ikan betina
dan 23.4% ikan jantan telah mengalami matang gonad. Ukuran pertama kali
matang gonad R.kanagurta dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa
ikan betina mengalami matang gonad pada ukuran panjang yang lebih pendek
dibandingkan jantan. Ikan betina mengalami matang gonad pada panjang rata-rata
201.09 mm dengan selang 194.24–208.18 mm. Ikan jantan mengalami matang
gonad pertama kali pada panjang 211.07 mm dengan selang 206.62–215.62 mm.
15
Tabel 5 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung lelaki (R.kanagurta)
Jenis
Kelamin
Betina
Jantan
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Panjang rata-rata (mm)
Selang kepercayaan
201.09
194.24 < 201.09 < 208.18
211.07
206.62 < 211.07 < 215.62
4
IKG
3
2
Betina
1
Jantan
0
1
2
TKG
3
4
5
167
4
164
3
167
2
1
154
137
184
5
4
240
215
TKG
TKG
Gambar 8 Indeks kematangan gonad ikan kembung lelaki
3
220
2
216
1
172
176
247
207
215 220
180
193
100 130 160 190 220 250
100 130 160 190 220 250
Panjang (mm) [a]
Panjang (mm) [b]
Gambar 9 Hubungan panjang dengan TKG untuk IKG 0.0019-0.6854 (a) dan
0.6954-1.3789 (b)
Indeks kematangan gonad
Indeks kematangan gonad R.kanagurta betina lebih besar dibandingkan
jantan dengan peningkatan nilai IKG sejak mencapai TKG 3 dan meningkat tajam
pada TKG 4 (Gambar 8). IKG ikan betina berkisar antara 0.1188–3.7274
sedangkan ikan jantan antara 0.1232–1.6163. Gambar 9 menampilkan hubungan
panjang-TKG untuk IKG 0.0019–0.6854 dan 0.6954–1.3789. Pada IKG dengan
nilai 0.0019–0.6854 diketahui secara umum terdapat penambahan panjang sejalan
dengan penambahan TKG. Pada IKG 0.6954–1.3789 terdapat variasi data, namun
secara keseluruhan terdapat penambahan ukuran dari TKG 1 hingga TKG 4.
Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat nilai IKG selama pengambilan sampel.
Gambar 10 juga menunjukkan R.kanagurta dari perairan Teluk Banten memiliki
nilai IKG tertinggi pada pengambilan sampel ke-5 yaitu tanggal 26 Juli 2012 dan
terendah pada sampel ke-3 yaitu tanggal 30 Juni 2012. Nilai IKG kembali turun
ketika pengambilan sampel pada tanggal 8 Agustus 2012.
IKG
16
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Betina
Jantan
27 Mei
17 Juni
30 Juni
13 Juli
26 Juli
8 Agustus 27 Agustus
Waktu sampling (2012)
Gambar 10 Indeks kematangan gonad setiap pengambilan contoh
Tabel 6 Jumlah, panjang dan fekunditas ikan kembung lelaki pada TKG 3 dan 4
TKG
170 - 190
2
182
9829.92
Total (ekor)
Rataan panjang
Fekunditas
2
179.5
10 270.38
Fekunditas rata-rata
Total (ekor)
Rataan panjang
Fekunditas
Selang Kelas Panjang (mm)
191 - 210
211 - 230
231 - 250
TKG 3
0
0
1
237
9704.27
TKG 4
9
2
6
203.33
222
240
29 748.88 39 194.37 26 822.14
251 - 270
1
255
17835.74
3
255.67
31 046.69
50000
40000
30000
20000
F = -10.2147x2 + 4615.3971x - 487670.9963
R² = 0.7873
10000
0
165
185
205
225
245
265
Panjang rata-rata (mm)
Gambar 11 Hubungan fekunditas dengan panjang ikan kembung lelaki
Fekunditas
Ikan kembung lelaki yang berasal dari perairan Teluk Banten mengeluarkan
9058–55 181 butir telur dengan rata-rata ±25 691 butir setiap kali pemijahan.
Tabel 6 berikut menampilkan fekunditas ikan kembung lelaki terhadap TKG 3 dan
4. Berdasarkan Tabel 6 diketahui R.kanagurta dengan TKG 3 hanya 4 ekor yang
berada pada selang ukuran 170–190 mm, 231–230 mm dan 251–270 mm dengan
fekunditas rata-rata 9829.92–17 835.74 butir. Ikan dengan TKG 4 terdapat pada
17
tiap selang ukuran dengan fekunditas rata-rata 10 270.38–31 046.69 butir. Gambar
11 menampilkan hubungan non-linear fekunditas dengan panjang R.kanagurta
dalam persamaan F = -10.2147x2 + 4615.3971x – 487670.9963 dengan koefisien
determinasi 0.7873. Dari gambar dapat diketahui bahwa fekunditas ikan kembung
lelaki secara umum meningkat sejalan dengan bertambahnya panjang.
Diameter telur
Ikan kembung lelaki selama pengambilan sampel Mei–Agustus 2012
mencapai 714 ekor. Dari total hasil ikan kembung lelaki terdapat 338 ekor ikan
kembung lelaki betina dan hanya 26 ekor yang telah mencapai TKG 3 dan 4.
Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa ikan kembung lelaki betina
dengan TKG III dan IV yang ada di perairan Teluk Banten memiliki diameter
telur yang berkisar antara 0.05–1.08 mm. Diameter telur dengan frekuensi
tertinggi terdapat pada selang kelas 0.21–0.28 mm. Hubungan antara panjang ikan
dengan diameter telur R.kanagurta dinyatakan dengan y = 0.2361x0.2926 dimana
koefisien determinasinya (R2) adalah 0.7515.
25
FR (%)
20
15
10
5
0
Diameter telur (mm)
Diameter telur rata-rata
(mm)
Gambar 12 Diameter telur ikan kembung lelaki
y = 0.2361x0.2926
R² = 0.7515
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0
2
4
6
8
10
Berat gonad total (gram)
Gambar 13 Hubungan berat gonad total dengan diameter telur ikan kembung
lelaki
18
Pembahasan
Berdasarkan pengambilan sampel dari perairan Teluk Banten didapatkan
ikan kembung lelaki dengan ukuran 137–257 mm. Ukuran ini lebih besar jika
dibandingkan dengan R.kanagurta di perairan India yang berkisar 110–215 mm
(Ganga 2010). Ikan kembung lelaki betina terbanyak terdapat pada ukuran 181–
191 cm dengan jumlah 128 ekor dari total 338 ekor dan ikan jantan memiliki
jumlah terbanyak pada ukuran 170–180 mm dengan jumlah 94 ekor dari total 376
ekor. Jumlah ikan betina pada selang kelas panjang 137–191 mm terus bertambah
kemudian mulai berkurang sampai ukuran 257 mm, namun sempat mengalami
peningkatan pada selang kelas 225–335 mm dengan pertambahan 7 ekor dari
ukuran sebelumnya. Peningkatan jumlah juga dialami oleh ikan jantan pada selang
kelas 137–180 mm kemudian menurun hingga ukuran 257 mm. Seperti halnya
pada ikan betina, R.kanagurta jantan sempat meningkat jumlahnya pada ukuran
225–235 mm sebesar 24 ekor. Menurunnya jumlah R.kanagurta setelah mencapai
panjang 191 mm untuk betina dan 180 mm untuk jantan dapat disebabkan telah
terjadinya pemijahan atau penangkapan sehingga jumlah R.kanagurta yang
berukuran lebih besar sudah semakin sedikit di alam.
Dari hubungan panjang dan bobot R.kanagurta betina didapatkan persamaan
W = 0.0001L2.6507 dan W = 0.0001L2.7104 untuk ikan jantan. Model ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan R.kanagurta jantan lebih cepat dibandingkan
betina karena memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar. Berdasarkan uji
lanjut diketahui bahwa ttabel > thitung untuk kedua jenis ikan kembung lelaki yang
berarti tolak H0 dimana b ≠ 3 sehingga memiliki pertumbuhan alometrik. Dari
fungsi hubungan panjang-bobot diketahui nilai b < 3 yang berarti pertumbuhan
bersifat alometrik negatif atau pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan
bobot. Hal ini sesuai dengan penelitian Mosse dan Huttubessy (1996) serta
Andamari et al.(2012) yang menyatakan bahwa R.kanagurta atau famili
Scrombridae memiliki pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan bobot.
Faktor kondisi R.kanagurta berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada
masing-masing jenis kelamin dapat dikatakan berfluktuasi. Faktor kondisi
keseluruhan berkisar antara 0.8483–1.1788. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian Sivadas et al.(2006) yang menyatakan bahwa faktor kondisi
R.kanagurta berkisar antara 0.9–1.18. Ikan kembung lelaki tergolong montok jika
menggunakan perbandingan kemontokan oleh Saputra (2007). Secara keseluruhan
dapat dilihat bahwa faktor kondisi ikan kembung lelaki betina lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan. Faktor kondisi tertinggi pada ikan betina terjadi
pada selang kelas 137–147 mm dan 170–180 mm untuk ikan jantan.
Hasil penelitian menampilkan rasio kelamin ikan kembung lelaki betina
dengan jantan adalah 1 : 1.11. Uji Chi-Square menunjukkan Xhit ≠ Xtab sehingga
tolak H0 atau jumlah jantan dan betina tidak seimbang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suwarso et al. (2010) bahwa R.kanagurta jantan lebih dominan di
Teluk Jakarta. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan
pola tingkah laku antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas. genetika,
penyebaran yang tidak merata, kondisi lingkungan dan faktor penangkapan.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa R.kanagurta betina yang
telah matang gonad lebih sedikit dibandingkan ikan jantan. Dengan perbandingan
1 : 5 untuk TKG 3 dan 1 : 3.09 untuk TKG 4. Secara keseluruhan, R.kanagurta
19
yang telah matang gonad memiliki rasio 1 : 3.38 dimana jantan lebih banyak
dibandingkan betina. Perbandingan ini menunjukkan bahwa dalam reproduksinya,
tiga ikan jantan membuahi satu betina. Uji Chi-square menunjukkan Xhit ≠ Xtab
sehingga tolak H0 atau jumlah jantan dan betina tidak seimbang untuk setiap TKG.
Gambar 6 juga menunjukkan bahwa R.kanagurta pada ukuran 170–180 mm telah
terdapat ikan betina dengan TKG 4 dan 5 dan pada ukuran 156–169 mm telah
terdapat ikan jantan dengan TKG 3, 4 dan 5. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Mosse dan Hutubessy (1996) yang menunjukkan bahwa R.kanagurta
dengan ukuran < 200 mm di perairan sekitar Maluku belum terlihat adanya
perkembangan gonad. Perbedaan waktu matang gonad ini dapat disebabkan oleh
faktor genetik, pola makan dan pola persebaran.
Hubungan panjang dengan tingkat kematangan gonad pada ikan kembung
lelaki tidak jauh berbeda pada masing-masing kelamin. Pada R.kanagurta baik
betina maupun jantan, rata-rata panjang meningkat dari TKG 1 hingga TKG 4,
namun rata-rata panjang pada ikan TKG 5 tidak jauh berbeda dengan ikan TKG 1.
Hal ini dapat disebabkan keberadaaan makanan, laju hormon gonadotropin yang
mempengaruhi waktu matang gonad, faktor genetik dan kemungkinan terdapat
ikan yang telah memijah pada ukuran lebih kecil.
Analisis ukuran matang gonad pertama kali dengan menggunakan model
Spearman – Karber menunjukkan bahwa R.kanagurta betina mengalami matang
gonad pertama kali lebih cepat dibandingkan ikan jantan dengan perbedaan
ukuran 9.25 mm. Tabel 6 menunjukkan bahwa ikan betina mengalami matang
gonad pertama kali ketika mencapai ukuran panjang rata-rata 201.09 mm dengan
selang 194.24–208.18 mm dan ikan jantan pada ukuran rata-rata 211.07 mm
dengan selang 206.62–215.62 mm. Ukuran ini tidak jauh berbeda dibandingkan
hasil analisis Sudjastani (1974) di Laut jawa dengan ukuran matang gonad
pertama kali yaitu 180–205 mm dan Suwarso (2010) dengan ukuran 190–200 mm.
Ukuran matang gonad pertama kali yang berbeda dan cenderung meningkat
sejalan dengan waktu dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan keberadaan
makanan yang mulai menurun dari tahun ke tahun. Walaupun ukuran panjang
ikan betina ketika matang pertama kali lebih kecil dibandingkan ikan jantan,
proses reproduksi masih dapat terjadi karena pertumbuhan ikan jantan relatif lebih
cepat dibandingkan ikan betina. Menurut Udupa (1986), individu dari satu kelas
panjang yang sama tidak selalu mencapai panjang pertama kali matang gonad
pada ukuran sama karena ukuran pertama kali matang gonad sangat bervariasi
diantara maupun dalam jenis ikan itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 8 diketahui nilai IKG
R.kanagurta meningkat sejalan dengan meningkatnya TKG. Nilai IKG ikan betina
secara umum lebih besar dibandingkan dengan jantan. Hasil penelitian
menunjukkan R.kanagurta memiliki nilai IKG berkisar 0.0019–7.6307 dengan
rata-rata 0.4102. Hubungan panjang dengan TKG untuk IKG dengan selang kelas
0.0019–0.6854 dan 0.6954–1.3789 ditampilkan oleh Gambar 9. Dari Gambar 9a
terdapat peningkatan panjang selama perubahan TKG 1–3, namun menurun ketika
TKG 4 dan kembali ke ukuran sebelumnya pada TKG 5 yang menandakan
perbedaan panjang yang tidak jauh berbeda antara TKG 3–5. Berbeda dengan
Gambar 9b yang memiliki peningkatan panjang hanya ketika perubahan TKG 1–2
dan menurun ketika menjadi TKG 3–4. Hal ini dapat disebabkan kurangnya
sampel ikan dengan kisaran IKG tersebut. Namun jika dilihat dari struktur
20
keseluruhan dan selang kelas yang ada diketahui bahwa pertumbuhan TKG
sejalan dengan pertumbuhan panjang. Pada Gambar 10 dapat diketahui bahwa
R.kanagurta di Teluk Banten memiliki IKG tertinggi pada akhir Juli hingga awal
Agustus yang menunjukkan musim pemijahannya. Hal ini tidak jauh berbeda
dengan pernyataan Sudjastani (1974) bahwa pemijahan ikan kembung lelaki
terjadi antara Oktober hingga Februari pada musim barat dan Juni hingga
September pada musim timur.
Fekunditas R.kanagurta berdasarkan hasil penelitian selama bulan Mei
hingga Agustus 2012 menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki mengeluarkan
9058–55 181 butir dengan rata-rata ±25 690 butir telur setiap kali memijah yang
tidak jauh berbeda dengan R.kanagurta di Teluk Thailand dengan ±20 000 butir
telur setiap pemijahan (Boonprakop 1966 in Sudjastani 1974). Hubungan panjang
dengan fekunditas ikan kembung lelaki dinyatakan dalam persamaan polinomial
yaitu F = -10.2147x2 + 4615.3971x – 487670.9963 yang berarti fekunditas
tertinggi dialami ikan ketika mencapai panjang 225.919 mm.
Diameter telur ikan kembung lelaki dari perairan Teluk Banten berada pada
selang kelas 0.05–1.08 mm. Puncak tertinggi sebaran diameter telur ikan ini
terdapat pada selang kelas 0.21–0.28 mm. Dari sebaran diameter telur terdapat
satu puncak yang menunjukkan bahwa R.kanagurta termasuk kedalam kelompok
ikan total spawner yang berarti ikan memijah tidak bertahap dimana ikan memijah
secara menyeluruh (Effendie 2002). Penelitian menunjukkan terdapat hubungan
antara berat gonad total (BGT) dengan diameter telur, semakin besar nilai BGT
maka semakin besar pula diameter telurnya. Dari hubungan BGT dengan diameter
telur didapatkan bahwa R.kanagurta memiliki diameter telur rata-rata terbesar
ketika BGT = 8.2377 gram dengan nilai 0.4940 mm.
Berdasarkan penelitian diketahui terdapat hubungan antara faktor kondisi,
TKG, IKG dan diameter telur. Faktor kondisi menunjukkan kemontokkan ikan
yang meningkat sejalan dengan peningkatan TKG, dimana semakin besar TKG
maka semakin besar pula nilai IKG. Ikan dengan nilai IKG tinggi umumnya
memiliki diameter telur yang juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor
kondisi yang tinggi dapat menentukan diameter telur ikan tersebut.
Upaya pengelolaan yang dapat dilakukan agar R.kanagurta di perairan Teluk
Banten tetap lestari adalah pembatasan penangkapan setelah ikan mencapai
ukuran > 215.62 mm atau telah melalui masa pemijahan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ikan kembung lelaki dengan ukuran ±215 mm memiliki
tinggi tubuh ±46 mm dengan lebar ±24.01 mm. Pembatasan penangkapan ikan
pada ukuran > 215.62 mm dapat diaplikasikan pada alat tangkap dengan bantuan
dari ukuran tinggi dan lebar ikan kembung lelaki.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian selama bulan Mei hingga Agustus 2012 didapatkan
bahwa pertumbuhan ikan kembung lelaki adalah alometrik negatif yang berarti
pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan bobot dan tergolong montok.
21
Ikan kembung lelaki jantan tumbuh lebih cepat dibandingkan ikan betina dengan
rasio kelamin 1.11 : 1. Analisis menunjukkan bahwa R.kanagurta betina
mengalami pertama kali matang gonad lebih cepat dibandingkan ikan jantan. Ikan
kembung lelaki mengalami musim pemijahan pada akhir Juli dengan tidak
bertahap (total spawner). Upaya pelestarian yang dapat dilakukan untuk ikan
kembung lelaki di Teluk Banten adalah dengan pembatasan ukuran penangkapan
ikan > 215 mm dengan tinggi tubuh ±46 mm dan lebar ±24.01 mm.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai ikan kembung lelaki yang
berasal dari perairan Teluk Banten untuk mengetahui lebih tepat musim
pemijahannya dalam setahun. Analisis mengenai stok ikan kembung lelaki di
Teluk Banten juga diperlukan untuk pengelolaannya lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Adi NS & Rustam A. 2010. Studi awal pengukuran system CO2 di Teluk Banten.
Di dalam : Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan IV. Ikatan Sarjana
Oseanologi Indonesia 2010 [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak
diketahui]. Bogor (ID) : LPSDKP. [Diunduh 2012 Desember 27]. Tersedia
pada
:
http://www.lpsdkp.litbang.kkp.go.id/index.php/prosiding?download=9%3Astu
di-awal-pengukuran-sistem-co2-di-teluk-banten.pdf
Andamari R, Hutapea JH, & Prisantoso BI. 2012. Aspek reproduksi ikan tuna
sirip kuning (Thunnus albacores). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan. 4(1) :
89–96.
Al-Zibdah M, Odat N. 2007. Fishery status, growth, reproduction biology and
feeding habit of two scombrid fish from the Gulfof Aqaba, Red Sea. Lebanese
Science Journal. 8(2).
Burhanuddin, Martosewojo S, Adrim M, Hutomo M. 1984. Sumberdaya ikan
kembung. Proyek Studi Potensi Sumber Daya Alam Indonesia, Studi Potensi
Sumber Daya Ha